repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/446/1/BAB I_V.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang...

838

Transcript of repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/446/1/BAB I_V.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang...

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah wujud pemberdayaan

    masyarakat yang sadar, mau dan mampu mempraktekkan PHBS. Dalam PHBS,

    ada 5 program prioritas yaitu KIA, Gizi, Kesehatan Lingkungan, Gaya Hidup,

    Dana Sehat/Asuransi Kesehatan/JPKM. Dengan demikian, upaya untuk

    meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan dalam menciptakan suatu kondisi

    bagi kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat secara

    berkesinambungan. Upaya ini dilaksanakan melalui pendekatan pimpinan

    (Advokasi), bina suasana (Social Support) dan pemberdayaan masyarakat

    (Empowerment). Dengan demikian masyarakat dapat mengenali dan mengatasi

    masalahnya sendiri, terutama dalam tatanan masing-masing, dan masyarakat dapat

    menerapkan cara-cara hidup sehat dengan menjaga, memelihara dan

    meningkatkan kesehatannya (Depkes, 2005).

    Manfaat PHBS adalah terwujudnya rumah tangga yang derajat

    kesehatannya meningkat dan tidak mudah sakit serta meningkatnya produktivitas

    kerja setiap anggota keluarga yang tinggal dalam lingkungan sehat dalam rangka

    mencegah timbulnya penyakit dan masalah-masalah kesehatan lain. (Depkes,

    2006)

    Keadaan lingkungan yang sehat, tercipta dengan mewujudkan kesadaran

    individu dan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), untuk

    mencapai tujuan tersebut dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan yang mengarah

  • 2

    untuk meningkatkan kesadaran dan kemandirian masyarakat hidup sehat dengan

    indikator rumah tangga sehat, institusi yang berperilaku sehat, tempat-tempat

    umum sehat, Posyandu Purnama dan Mandiri serta meningkatkan kemandirian

    masyarakat sebagai jaminan pemeliharaan kesehatan. (Ferizal, 2011)

    Penyakit diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat

    yang penting karena merupakan penyumbang utama ketiga angka kesakitan dan

    kematian anak di berbagai negara berkembang termasuk Indonesia. Penyebab

    utama kematian akibat diare adalah dehidrasi akibat kehilangan cairan dan

    elektrolit melalui tinja. Penyebab kematian lainnya adalah disentri, kurang gizi,

    dan infeksi. Golongan umur yang paling rentan menderita akibat diare adalah

    anak-anak karena daya tahan tubuhnya yang masih rendah.

    Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan,

    dua faktor yang sangat dominan adalah sarana air bersih dan pembuangan tinja.

    Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama perilaku manusia, apabila faktor

    lingkungan yang tidak sehat karena tercemar bakteri atau virus serta berakumulasi

    dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, maka dapat menimbulkan

    kejadian penyakit diare (Depkes RI, 2005).

    Menurut Sucipto (2003), penyebab diare pada anak balita di Puskesmas

    Sinokidul adalah ketersediaan air bersih dan perilaku hidup bersih dan sehat.

    Menurut penelitian Nilton, dkk (2008) faktor-faktor penyebab diare adalah

    menggunakan air sumur, minum air yang tidak dimasak, sumur < 10 meter, tidak

    mempunyai jamban, tidak menggunakan jamban, tidak mempunyai tempat

    sampah dan tidak cuci tangan.

  • 3

    Kondisi sehat dapat dicapai dengan mengubah perilaku dari yang tidak

    sehat menjadi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan menciptakan

    lingkungan sehat di rumah tangga.

    Menurut Green (1990) dalam Notoatmodjo S. (2007) salah satu faktor

    seseorang melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah faktor pemungkin

    (enambling factor) yaitu faktor pemicu terhadap perilaku yang memungkinkan

    suatu tindakan atau motivasi. Faktor pemicu tersebut mencakup ketersediaan

    sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan misalnya air bersih, tempat

    pembuangan sampah, ketersediaan jamban, makanan bergizi dan sebagainya.

    Berdasarkan 7 indikator PHBS dan 3 indikator gaya hidup sehat yang

    berhubungan dengan kejadian diare adalah bayi diberi ASI eksklusif,

    penimbangan bayi dan balita, mencuci tangan pakai sabun, menggunakan air

    bersih, dan menggunakan jamban.

    Berdasarkan studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia tahun 2006

    dalam KepMenKes RI No. 852 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis

    Masyarakat, perilaku masyarakat dalam mencuci tangan adalah setelah buang air

    besar 12%, setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%, sebelum makan 14%,

    sebelum memberi makan bayi 7%, dan sebelum menyiapkan makanan 6 %. Dan

    perilaku pengelolaan air minum rumah tangga menunjukan 99,20% merebus air

    untuk mendapatkan air minum, tetapi 47,50 % dari air tersebut masih

    mengandung Eschericia coli. Kondisi tersebut berkontribusi terhadap tingginya

    angka kejadian diare di Indonesia.

    Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, menunjukkan

    angka kematian akibat diare adalah 23 per 100 ribu penduduk dan pada balita

  • 4

    adalah 75 per 100 ribu balita (Depkes RI, 2005). Berdasarkan Profil Kesehatan

    Indonesia Pada tahun 2010 Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare terjadi di 11

    provinsi dengan jumlah penderita sebanyak 4.204 orang, jumlah kematian

    sebanyak 73 orang dengan CFR sebesar 1,74%. Sedangkan di Provinsi Aceh

    sendiri ditemukan sebanyak 2.834 penderita, sebanyak 26 orang meninggal

    dengan angka Case Fatality Rate (CFR) sebesar 0,92. (Depkes, 2010)

    Berdasarkan data yang didapatkan pada Dinas Kesehatan Nagan Raya

    tahun 2012 cakupan untuk penyakit diare sebesar 2.704 kasus sedangkan cakupan

    untuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sebanyak 741. Sedangkan cakupan

    di Puskesmas Jeuram untuk kasus diare sebanyak 208 kasus sedangkan PHBS

    sebanyak 57.

    Data yang diperoleh dari Puskesmas Jeuram, penderita diare pada tahun

    2012 berjumlah 320 kasus. Sedangkan di Desa Krueng Ceh sebanyak 26 kasus

    diare. Penyakit diare juga menjadi 10 besar penyakit yang terdapat di Puskesmas

    Jeuram. Hasil dari observasi lapangan yang dilakukan di Desa Krueng Ceh,

    sebagian besar masyarakat belum memiliki tempat pembuangan sampah, masih

    ada sebagian besar masyarakat yang belum terbiasa mencuci tangan pakai sabun

    sebelum makan, perilaku keluarga yang buang air besar sembarangan (di kebun)

    serta sanitasi lingkungan yang masih jauh dari syarat kesehatan seperti saluran

    pembuangan air limbah yang tidak mengalir lancar dan tidak terbuat dari bahan

    permanen sehingga sering tergenang dan berpotensi mencemari sumber air bersih

    (sumur).

  • 5

    Berdasarkan data dan hasil pengamatan di atas, maka penulis tertarik

    untuk melakukan penelitian dengan judul “ Hubungan PHBS Rumah Tangga

    dengan kejadian diare di Desa Krueng Ceh Kecamatan Seunagan Tahun 2013”

    1.2. Rumusan Masalah

    Berdasarkan Latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah

    penelitian yaitu“apakah ada hubungan PHBS rumah tangga dengan kejadian diare

    di Desa Krueng Ceh Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya?”.

    1.3. Tujuan Penelitian

    1.3.1. Tujuan Umum

    Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan Perilaku Hid up

    Bersih dan Sehat (PHBS) rumah tangga dengan kejadian diare di Desa Krueng

    Ceh Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya.

    1.3.2. Tujuan Khusus

    1. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan kejadian diare di Desa

    Krueng Ceh Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya.

    2. Untuk mengetahui hubungan sikap dengan kejadian diare di Desa Krueng Ceh

    Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya.

    3. Untuk mengetahui hubungan tindakan dengan kejadian diare di Desa Krueng

    Ceh Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya

  • 6

    1.4. Manfaat Penelitian

    1.4.1 Manfaat Teoritis

    1. Bagi Mahasiswa

    Menambah ilmu pengetahuan mengenai penyakit diare yang berhubungan

    kebiasaan perilaku hidup bersih dan sehat, serta sebagai bahan acuan untuk

    penelitian yang lebih mendalam mengenai penyakit diare.

    2. Bagi Peneliti

    Menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman khususnya dalam

    mengadakan penelitian ilmiah.

    1.4.2 Manfaat Praktis

    1. Bagi Masyarakat Setempat

    Memberikan informasi kepada masyarakat tentang hubungan PHBS

    dengan kejadian diare sehingga masyarakat dapat mengetahui pentingnya

    PHBS dan menerapkan PHBS dalam kehidupan sehari-hari untuk

    mencegah penyakit diare.

    2. Bagi Instansi Puskesmas

    Memberikan informasi bagi Puskesmas Jeuram tentang hubungan PHBS

    dengan kejadian diare. Sehingga dapat menjadi bahan masukan dalam

    rangka pengambilan keputusan penanggulangan penyakit diare di wilayah

    kerja Puskesmas Jeuram dan dapat menurunkan angka kejadian kasus

    diare.

    3. Bagi Fakultas

    Sebagai tambahan referensi bagi penelitian di masa yang akan datang

  • 7

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Perilaku

    2.1.1 Definisi Perilaku

    Perilaku dari segi biologis adalah kegiatan atau aktivitas organisme

    (makhluk hidup) yang bersangkutan. Secara umum yang dimaksud perilaku

    adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung,

    maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Sunaryo (2006), perilaku adalah

    aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respon serta dapat diamati

    secara langsung maupun tidak langsung. Robert Kwick dalam Sunaryo (2006)

    menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang

    dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Skinner dalam Notoadmodjo (2007),

    merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap

    stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses

    adanya rangsangan pada seseorang,dan kemudian orang tersebut memberikan

    respons. Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik

    atau faktor- faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor- faktor yang

    membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan

    perilaku. Dimana determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

    1. Faktor internal, ialah karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat

    bawaan, misalnya: tingkat emosional, jenis kelamin, genetik, tingkat

    kecerdasan, dan sebagainya.

  • 8

    2. Faktor eksternal, ialah lingkungan , baik lingkungan fisik, sosial, budaya,

    ekonomi, dan sebagainya. Faktor lingkungan merupakan faktor dominan

    yang mewarnai seseorang (Notoatmodjo, 2007)

    2.1.2 Domain Perilaku

    Benyamin Bloom seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku

    manusia kedalam tiga domain, ranah atau kawasan yaitu: kognitif (cognitive),

    afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori

    Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yaitu

    pengetahuan, sikap dan tindakan (Notoatmodjo, 2007).

    1. Pengetahuan

    Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang

    melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi

    melalui panca indra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,

    rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

    telinga (Notoatmodjo, 2003).

    a. Tingkatan Pengetahuan

    Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam

    tingkatan, yaitu:

    1. Tahu adalah suatu keadaan dimana seseorang dapat mengingat sesuatu yang

    telah dipelajari sebelumnya. Tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang

    paling rendah (Notoatmodjo, 2003).

  • 9

    2. Paham diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang mampu menjelaskan

    dengan benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan

    materi tersebut secara benar (Notoatmodjo, 2003).

    3. Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

    dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya (Notoatmodjo, 2003).

    4. Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu objek ke dalam

    komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan

    masih ada kaitannya satu sama lain. misalnya mengelompokkan dan

    membedakan (Notoatmodjo, 2003).

    5. Sintesis adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan

    bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain

    sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulas i baru dari

    formulasi- formulasi yang ada (Notoatmodjo, 2003).

    6. Evaluasi adalah suatu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu

    materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang

    ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada

    (Notoatmodjo, 2003).

    2. Sikap

    Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

    terhadap stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau

    aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu prilaku. Sikap itu

    masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah

    laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di

  • 10

    lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo,

    2003).

    Dalam bagian lain Allport yang dikutip kembali oleh Notoatmodjo

    menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni:

    a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

    b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.

    c. Kecendrungan untuk bertindak (trend to behave) (Notoatmodjo, 2003).

    a. Tingkatan Sikap

    1. Menerima, diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

    stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat

    dilihat dari kesediaan dan perhatian itu terhadap ceramah-ceramah

    (Notoatmodjo, 2003).

    2. Merespon yaitu memberi jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

    menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

    Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan

    tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti

    orang menerima ide tersebut (Notoatmodjo, 2003)

    3. Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai positif

    terhadap objek atau stimulus. Mengajak orang lain untuk mengerjakan

    atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah

    suatu indikasi sikap tingkat tiga (Notoatmodjo, 2003).

  • 11

    3. Tindakan atau Praktik (Practice)

    Suatu sikap belum terwujud dalam suatu tindakan (over behavior). Untuk

    terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung

    atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas (sarana dan

    prasarana) (Notoatmodjo, 2003).

    a. Tingkatan Tindakan

    1. Persepsi, Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan

    tindakan yang akan diambil adalah praktik tingkat pertama. Misalnya:

    seorang ibu dapat memilih makanan yang bergizi tinggi bagi anak

    balitanya (Notoatmodjo, 2003).

    2. Respon Terpimpin, dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang

    benar sesuai dengan contoh adalah indikator praktik tingkat dua. Misalnya:

    seorang ibu dapat memasak sayur dengan benar mulai dari cara mencuci

    dan memotong-motongnya, lamanya memasak, menutup pancinya, dan

    sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

    3. Mekanisme, apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan

    benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka

    ia sudah mencapai praktik tingkat tiga. Misalnya: seorang ibu yang sudah

    biasa mengimunisasikan bayinya pada umur-umur tertentu tanpa

    menunggu perintah atau ajakan orang lain (Notoatmodjo, 2003).

    4. Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang

    dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa

    mengurangi kebenaran tindakannya tersebut. Misalnya: ibu dapat memilih

  • 12

    dan memasak makanan yang bergizi tinggi berdasarkan bahan-bahan yang

    murah dan sederhana (Notoatmodjo, 2003).

    2.2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

    Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan

    yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat

    menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan dapat berperan aktif dalam

    kegiatan – kegiatan kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan–kegiatan

    kesehatan di masyarakat (Depkes RI, 2007).

    PHBS di Rumah Tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota

    rumah tangga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan

    sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. PHBS di

    Rumah Tangga dilakukan untuk mencapai Rumah Tangga Sehat. Rumah tangga

    sehat berarti mampu menjaga, meningkatkan, dan melindungi kesehatan setiap

    anggota rumah tangga dari gangguan ancaman penyakit dan lingkungan yang

    kurang kondusif untuk hidup sehat (Depkes RI, 2007).

    PHBS merupakan salah satu strategi yang dapat ditempuh untuk

    menghasilkan kemandirian di bidang kesehatan baik pada masyarakat maupun

    pada keluarga, artinya harus ada komunikasi antara kader dengan

    keluarga/masyarakat untuk memberikan informasi dan melakukan pendidikan

    kesehatan (Depkes RI, 2007).

    2.2.1. Tujuan PHBS Rumah Tangga

    1. Tujuan Umum

    Meningkatnya rumah tangga sehat di desa kabupaten/kota di seluruh

    Indonesia.

  • 13

    2. Tujuan Khusus

    a. Meningkatkan pengetahuan, kemauan dan kemampuan anggota rumah

    tangga untuk melaksanakan PHBS.

    b. Berperan aktif dalam gerakan PHBS di masyarakat.

    2.2.2. Manfaat PHBS Rumah Tangga

    1. Manfaat PHBS bagi rumah tangga:

    a. Setiap rumah tangga meningkatkan kesehatannya dan tidak mudah sakit.

    b. Anak tumbuh sehat dan cerdas.

    b. Produktivitas kerja anggota keluarga meningkat dengan meningkatnya

    kesehatan anggota rumah tangga maka biaya yang dialokasikan untuk

    kesehatan dapat dialihkan untuk biaya investasi seperti biaya pendidikan,

    pemenuhan gizi keluarga dan modal usaha untuk peningkatan pendapatan

    keluarga.

    2. Manfaat PHBS bagi masyarakat:

    a. Masyarakat mampu mengupayakan lingkungan yang sehat.

    b. Masyarakat mampu mencegah dan menanggulangi masalah-masalah

    c. kesehatan.

    d. Masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada.

    Masyarakat mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber

    Masyarakat (UKBM) seperti posyandu, jaminan pemeliharaan kesehatan,

    tabungan bersalin (tabulin), arisan jamban, kelompok pemakai air,

    ambulans desa dan lain- lain.

    2.2.3. Sasaran PHBS Rumah Tangga

    Sasaran PHBS di Rumah Tangga adalah seluruh anggota keluarga yaitu:

  • 14

    1. Pasangan Usia Subur

    2. Ibu Hamil dan Ibu Menyusui

    3. Anak dan Remaja

    4. Usia Lanjut

    5. Pengasuh Anak

    2.2.4. Indikator dan Definisi Operasional PHBS Rumah Tangga

    Pembinaan PHBS di rumah tangga dilakukan untuk mewujudkan Rumah

    Tangga Sehat. Rumah Tangga Sehat adalah rumah tangga yang memenuhi 7

    indikator PHBS dan 3 indikator Gaya Hidup Sehat sebagai berikut:

    7 Indikator PHBS di Rumah Tangga:

    1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan

    Adalah pertolongan persalinan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh

    tenaga kesehatan (bidan, dokter, dan tenaga para medis lainnya).

    2. Bayi diberi ASI eksklusif

    Adalah bayi usia 0-6 bulan hanya diberi ASI saja sejak lahir sampai usia 6

    bulan.

    3. Penimbangan bayi dan balita

    Penimbangan balita dimaksudkan untuk memantau pertumbuhan balita setiap

    bulan dan mengetahui apakah balita berada pada kondisi gizi kurang atau gizi

    buruk.

    4. Mencuci tangan dengan air dan sabun

    a. Air yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan bakteri penyebab

    penyakit. Bila digunakan, kuman berpindah ke tangan. Pada saat makan,

  • 15

    kuman dengan cepat masuk ke dalam tubuh yang bisa menimbulkan

    penyakit.

    b. Sabun dapat mengikat lemak, kotoran dan membunuh kuman. Tanpa

    sabun, kotoran dan kuman masih tertinggal di tangan.

    5. Menggunakan air bersih

    Air yang kita pergunakan sehari-hari untuk minum, memasak, mandi,

    berkumur,membersihkan lantai, mencuci alat-alat dapur, mencuci pakaian, dan

    sebagainya haruslah bersih, agar kita tidak terkena penyakit atau terhindar dari

    penyakit.

    6. Menggunakan jamban sehat

    Setiap rumah tangga harus memiliki dan menggunakan jamban leher angsa

    dan tangki septic atau lubang penampungan kotoran sebagai penampung akhir.

    7. Rumah bebas jentik

    Adalah rumah tangga yang setelah dilakukan pemeriksaan jentik berkala tidak

    terdapat jentik nyamuk.

    3 Indikator Gaya Hidup Sehat:

    1. Makan buah dan sayur setiap hari

    Adalah anggota keluarga umur 10 tahun ke atas yang mengkomsumsi

    minimal 3 porsi buah dan 2 porsi sayuran atau sebaliknya setiap hari.

    2. Melakukan aktivitas fisik setiap hari

    Adalah anggota rumah tangga umur 10 tahun ke atas melakukan aktivitas

    fisik 30 menit setiap hari.

    3. Tidak merokok dalam rumah

  • 16

    Anggota rumah tangga umur 10 tahun ke atas tidak boleh merokok di

    dalam rumah ketika berada bersama dengan anggota keluarga yang lainnya.

    2.3. Diare

    2.3.1. Pengertian Diare

    Diare berasal dari bahasa Yunani yaitu diarroi yang berarti mengalir terus.

    Terdapat beberapa pendapat tentang defenisi penyakit diare. Hipocrates

    mendefinisikan diare sebagai buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal

    (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair. Menurut WHO

    (2005), penyakit diare adalah gejala yang umum, di mana penderita diare buang

    air besar (defekasi) lebih sering dari biasanya, dan konsistensi tinjanya encer,

    berat tinjanya lebih dari 200 gram atau berat tinjanya kurang dari 200 gram tapi

    buang air besar lebih dari 3 kali sehari dan tinjanya berlendir , berdarah.

    Sedangkan menurut Depkes RI (2005) secara operasinoal diare adalah

    buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih

    sering dari biasanya dan berlangsung kurang dari 14 hari.

    2.3.2. Faktor-Faktor Penyebab Diare

    Menurut Widoyono (2008), diare dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain:

    1. Faktor infeksi

    Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama

    diare yang disebabkan sebagai berikut :

    a. Infeksi bakteri : Vibrio cholerae, E. Coli, Salmonella, Shigella sp.,

    Campilobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.

    b. Infeksi virus : Rotavirus, Adenovirus.

  • 17

    c. Infeksi parasit : cacing perut, Ascaris, Trichiuris, Strongyloides,

    Blastsistis huminis, protozoa, Entamoeba histolitica, Giardia

    labila, Belantudium coli dan Crypto.

    2. Faktor Malabsorsi

    Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan

    lemak. Malabsorpsi karbohidrat, pada bayi kepekaan terhadap lactoglobulis dalam

    susu formula dapat menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau

    sangat asam, dan sakit di daerah perut. Sedangkan malabsorpsi lemak, terjadi bila

    dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida. Triglyserida, dengan

    bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi

    usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul

    karena lemak tidak terserap dengan baik.

    3. Faktor makanan

    Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi,

    beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang matang. Makanan

    yang terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak-anak

    balita.

    4. Faktor lingkungan

    Dapat terjadi pada lingkungan yang tidak saniter seperti : Pasokan air tidak

    memadai, air terkontaminasi tinja, jamban tidak memenuhi syarat kesehatan.

    Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak kalah

    pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman infeksius penyebab

    diare ditularkan melalui jalur fekal oral. Mereka dapat ditularkan dengan

    memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja,

  • 18

    misalnya air minum, jari-jari tangan, dan makanan yang disiapkan dalam panci

    yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2004).

    Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan

    meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar dua kali

    lipat dibandingkan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang

    memenuhi syarat sanitasi (Wibowo, 2004).

    5. Faktor perilaku

    Menurut Depkes RI (2005), faktor perilaku yang dapat menyebabkan

    penyebaran bakteri pathogen dan meningkatkan risiko terjadinya diare adalah

    sebagai berikut :

    1. Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan.

    2. Menggunakan botol susu yang memudahkan pencemaran bakteri

    pathogen, karena botol susu susah dibersihkan.

    3. Menyimpan makanan pada suhu kamar, yang jika didiamkan beberapa jam

    bakteri pathogen akan berkembang biak.

    4. Menggunakan air minum yang tercemar.

    5. Tidak mencuci tangan setelah buang air besar atau sesudah makan dan

    menyuapi anak.

    6. Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar.

    6. Faktor psikologis

    Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkan

    diare kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak balita,umumnya terjadi pada anak

    yang lebih besar.

  • 19

    2.3.3. Pengobatan Diare

    Menurut Widoyono (2008), pengobatan diare berdasarkan derajat

    dehidrasinya, yaitu:

    1. Tanpa dehidrasi, dengan terapi A

    Pada keadaaan ini, buang air besar terjadi 3-4 kali sehari atau disebut

    mulai mencret. Penderita yang mengalami kondisi ini masih lincah dan masih mau

    makan dan minum seperti biasa. Pengobatan yang dilakukan dapat dilakukan

    dengan memberikan makanan dan minuman yang ada di rumah seperti air kelapa,

    larutan gula garam (LGG), air tajin, air teh, maupun oralit. Istilah pengobatan ini

    adalah dengan menggunakan terapi A.

    Ada 3 cara pemberian cairan yang dapat dilakukan di rumah yaitu:

    a. Memberikan penderita lebih banyak cairan

    b. Memberikan makanan terus menerus

    c. Membawa ke petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam tiga hari.

    2. Dehidrasi sedang atau ringan, dengan terapi B

    Diare dengan dehidrasi ringan ditandai dengan hilangnya cairan sampai

    5% dari berat badan, sedangkan pada diare sedang terjadi kehilangan cairan 6-

    10% dari berat badan. Untuk mengobati penyakit diare pada derajat dehidrasi

    ringan atau sedang digunakan terapi B, yaitu sebagai berikut:

    Pada tiga jam pertama jumlah oralit yang digunakan:

    a. Umur < 1 tahun : 300 ml oralit

    b. Umur 1-4 tahun : 600 ml oralit

    c. Umur > 5 tahun : 1200 ml oralit

  • 20

    3. Dehidrasi berat, dengan terapi C

    Diare dengan dehidrasi berat ditandai dengan mencret terus menerus,

    biasanya lebih dari 10 kali disertai dengan muntah, kehilangan cairan lebih dari

    10% berat badan. Diare ini diatasi dengan terapi C, yaitu perawatan di puskesmas

    atau rumah sakit untuk diinfus RL (Ringer laktat). Teruskan pemberian makanan.

    Pemberian makanan seperti semula diberikan sedini mungkin dan disesuaikan

    dengan kebutuhan. Makanan tambahan diperlukan pada masa penyembuhan.

    Untuk bayi, ASI tetap diberikan bila sebelumnya mendapatkan ASI, namun bila

    sebelumnya tidak mendapatkan ASI dapat diteruskan dengan memberikan susu

    formula. Antibiotik bila perlu. Sebagian besar penyebab diare adalah rotavirus

    yang tidak memerlukan antibiotik dalam penatalaksanaan kasus diare karena tidak

    bermanfaat dan efek sampingnya bahkan merugikan penderita.

    2.4. Kerangka Teori

    Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Widoyono (2008),

    Notoadmodjo (2007) maka kerangka teoritis dapat disusun sebagai berikut :

    Gambar 2.1 Kerangka Teoritis

    Pendidikan

    Pekerjaan

    Pengetahuan

    Kejadian Diare

    Sanitasi Lingkungan

    Sikap

    Tindakan

  • 21

    2.5 Kerangka Konsep

    Berdasarkan kerangka teoritis di atas maka kerangka konsep penelitian

    dapat disederhanakan sebagai berikut :

    Variabel Independen Variabel Dependen

    Gambar 2.2 Kerangka Konsep

    2.6. Hipotesis Penelitian (Ha)

    1. Ada hubungan Pengetahuan dengan kejadian diare di Desa Krueng Ceh

    Kecamatan Seunagan

    2. Ada hubungan Sikap dengan kejadian diare di Desa Krueng Ceh

    Kecamatan Seunagan

    3. Ada hubungan Tindakan dengan kejadian diare di Desa Krueng Ceh

    Kecamatan Seunagan

    Pengetahuan

    Sikap

    Tindakan

    Kejadian Diare

  • 22

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

    Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional, dimana

    peneliti hanya mengkaji masalah atau objek pada waktu penelitian berlangsung

    yang bertujuan untuk mengetahui hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

    (PHBS) Rumah Tangga dengan kejadian diare di Desa Krueng Ceh Kecamatan

    Seunagan Kabupaten Nagan Raya.

    3.2. Lokasi dan Waktu

    Penelitian ini dilaksanakan di Gampong Krueng Ceh Kecamatan

    Seunagan. Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 09 s/d 15 Juni tahun 2013.

    3.3. Populasi dan Sampel

    3.3.1. Populasi

    Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu rumah tangga yang

    berdomisili di Gampong Krueng Ceh dengan jumlah populasi 85 ibu

    rumah tangga.

    3.3.2. Sampel

    Menurut Arikunto (2002) untuk populasi penelitian yang kurang dari 100

    responden maka sebaiknya diambil semua untuk dijadikan sampel. Untuk

    itu peneliti mengambil seluruh populasi sebagai sampel (total sampling)

    dalam penelitian ini adalah seluruh ibu rumah tangga sebanyak 85 orang.

  • 23

    3.4. Metode Pengumpulan Data

    Metode yang di gunakan untuk pengumpulan data ini adalah :

    1. Data Primer

    Data yang diperoleh dari peninjauan langsung pada objek penelitian yaitu

    kelapangan, dengan melakukan observasi, penyebaran kuesioner serta

    melakukan wawancara dengan masyarakat di Gampong Krueng Ceh.

    2. Data Sekunder

    Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Nagan Raya, Puskesmas

    Jeuram, serta literatur- literatur yang berhubungan dengan perilaku hidup

    bersih dan sehat.

  • 24

    3.5 Definisi Operasional

    Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel Independen dan Dependen

    Variabel Independen

    Keterangan

    1 Pengetahuan Definisi Cara ukur

    Alat ukur Hasil ukur

    Skala ukur

    Pemahaman responden mengenai penyakit diare Wawancara

    Kuesioner 1. Baik 2. Buruk

    Ordinal

    2 Sikap Definisi

    Cara ukur Alat ukur Hasil ukur

    Skala ukur

    Respon dari responden yang bersifat positif atau negatif

    Wawancara Kuesioner 1. Baik

    2. Buruk Ordinal

    3 Tindakan Definisi

    Cara ukur Alat ukur

    Hasil ukur

    Skala ukur

    Perwujudan yang nyata dari sikap responden

    terhadap diare Wawancara Kuesioner

    1. Baik 2. Buruk

    Ordinal

    Variabel Dependen

    4 Kejadian diare

    Definisi

    Cara ukur Alat ukur

    Hasil ukur

    Skala ukur

    Keadaan yang dialami anggota berupa buang air besar lebih dari 3 kali dalam sehari dengan

    konsistensi cair dan yang diderita sebulan terakhir Wawancara

    Kuesioner 1. Mengalami penyakit diare

    2. Tidak mengalami penyakit diare Ordinal

    3.6 Aspek Pengukuran Variabel

    3.6.1 Pengetahuan

    1. Baik : Jika menjawab benar > 4 dari pertanyaan dari total

    skor tertinggi.

    2. Buruk : Jika menjawab benar ≤ 4 % dari pertanyaan dari total

    skor tertinggi.

  • 25

    3.6.2 Sikap

    1. Baik : Apabila mendapat skor > 4 dari pertanyaan yang

    diajukan

    2. Buruk : Apabila mendapat skor ≤ 4 dari pertanyaan yang

    diajukan

    3.6.3 Tindakan

    1. Baik : Apabila mendapat skor > 4dari pertanyaan yang

    diajukan

    2. Buruk : Apabila mendapat skor ≤ 4dari pertanyaan yang

    Diajukan

    3.6.4 Kejadian Diare

    1. Mengalami Diare:

    Apabila responden atau anggota keluarga BAB dengan frekuensi lebih dari 3

    kali dalam sehari dengan konsistensi cair dalam satu bulan terakhir

    2. Tidak mengalami diare :

    Apabila responden atau anggota keluarga tidak BAB dengan frekuensi lebih

    dari 3 kali dalam sehari dengan konsistensi cair dalam satu bulan terakhir

    3.7 Teknik Analisis Data

    Penelitian ini bersifat analitik, maka analisis data yang akan dilakukan

    adalah:

    1. Analisis Univariat

    Analisis univariat merupakan analisa yang dilakukan untuk menganalisis

    tiap variabel dari hasil penelitian. Tujuannya untuk meringkas kumpulan data

  • 26

    hasil pengukuran sedemikian rupa sehingga kumpulan data tersebut berubah

    menjadi informasi yang berguna. (Notoadmodjo, 2005)

    2. Analisis Bivariat

    Analisis yang di gunakan untuk menguji hipotesis dengan menentukan

    hubungan variabel independen dengan variabel dependen melalui uji statistik. uji

    yang di pakai adalah uji chi square dengan tingkat kepercayaan 95 % (α: 0,05).

    Uji ini dapat di pakai untuk tingkat pengukuran nominal atau tingkatan yang

    lebih tinggi yang dapat di gunakan pada satu atau beberapa sampel. Pengolahan

    data akan di lakukan dengan bantuan komputerisasi.

  • 27

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

    Gampong Krueng Ceh merupakan salah satu Desa yang ada di Kecamatan

    Seunagan Kabupaten Nagan Rayadengan perbatasan wilayahnya adalah sebagai

    berikut :

    1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Alue Peusaja

    2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Cot Kumbang

    3. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Blang Puuk

    4. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa I Beudeh

    4.2 Hasil Penelitian 4.2.1.Analisis Univariat

    a. Pengetahuan

    Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Rumah Tangga tentang

    Kejadian Diare di GampongKrueng Ceh Kecamatan Kecamatan

    Seunagan Kabupaten Nagan Raya

    No Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

    1 Baik 58 68,2

    2 Buruk 27 31,8

    Total 85 100

    Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar ibu rumah tangga

    berpengetahuan baik yaitu sebanyak 58 orang (68,2%) dan yang berpengetahuan

    buruk yaitu sebanyak 27 orang (31,8%).

  • 28

    b. Sikap

    Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi SikapIbu Rumah Tangga tentang Kejadian

    Diare di GampongKrueng Ceh Kecamatan Kecamatan

    Seunagan Kabupaten Nagan Raya

    No Sikap Frekuensi Persentase (%)

    1 Baik 59 69,4

    2 Buruk 26 30,6

    Total 85 100

    Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar ibu rumah tangga

    bersikap baik yaitu sebanyak 59 orang (69,4%) dan yang bersikap buruk yaitu

    sebanyak 26 orang (30,6%).

    c. Tindakan

    Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi TindakanIbu Rumah Tangga tentang

    Kejadian Diare di GampongKrueng Ceh Kecamatan Kecamatan

    Seunagan Kabupaten Nagan Raya

    No Tindakan Frekuensi Persentase (%)

    1 Baik 60 70,6

    2 Buruk 25 29,4

    Total 85 100

    Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar ibu rumah

    tanggamemiliki tindakan baik yaitu sebanyak 60 orang (70,6%) dan yang

    memiliki tindakanburuk yaitu sebanyak 25 orang (29,4%).

  • 29

    d. Kejadian Diare

    Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Kejadian Diare di GampongKrueng Ceh

    Kecamatan Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya

    No Kejadian Diare Frekuensi Persentase (%)

    1 Tidak Mengalami 55 64,7

    2 Mengalami 30 35,3

    Total 85 100

    Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden

    menyatakan tidak mengalami diare sebanyak 55 orang (70,6%) dan yang

    mengalami diare yaitu sebanyak 30 orang (35,3%).

    4.2.2 Analisa Bivariat

    a. Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Diare

    Tabel 4.5 Hubungan Pengetahuan Ibu Rumah Tangga dengan Kejadian

    Diare di Gampong Krueng Ceh Kecamatan Seunagan

    Kabupaten Nagan Raya

    No Pengetahuan

    Kejadian Diare

    Jumlah P

    Value α Tidak

    mengalami

    mengalami

    N % n % f %

    0,00 0,05 1 Baik 55 94,8 3 5,2 58 100

    2 Buruk 0 0 27 100 27 100

    Total 55 30 85 100

    Hasil analisis hubungan pengetahuan dengan kejadian diare diperoleh

    bahwa ada sebanyak 55 dari 58 (94,8%) ibu rumah tangga yang berpengetahuan

    baik tidak mengalami diare. Sedangkan di antara ibu rumah tangga yang

    berpengetahuan buruksemuanya (100%) mengalami diare.

    Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi-square pada derajat

    kemaknaan 95% (α = 0,05) didapatkan nilai p value = 0,00 atau p < 0,05, artinya

  • 30

    Ha diterima, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

    pengetahuan ibu rumah tangga dengan kejadian diare.

    b. Hubungan Sikap dengan Kejadian Diare

    Tabel 4.6 Hubungan SikapIbu Rumah Tangga dengan Kejadian Diare di

    Gampong Krueng Ceh Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan

    Raya

    No Sikap

    Kejadian Diare

    Jumlah P

    Value α Tidak

    mengalami

    mengalami

    N % n % F %

    0,00 0,05 1 Baik 55 93,2 4 6,8 59 100

    2 Buruk 0 0 26 100 26 100

    Total 55 30 85 100

    Hasil analisis hubungan sikap dengan kejadian diare diperoleh bahwa ada

    sebanyak 55 dari 59 (93,2%) ibu rumah tangga yang memiliki sikap baik tidak

    mengalami diare. Sedangkan di antara ibu rumah tangga yang memiliki sikap

    buruksemuanya (100%) mengalami diare.

    Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi-square pada derajat

    kemaknaan 95% (α = 0,05) didapatkan nilai p value = 0,00 atau p < 0,05, artinya

    Ha diterima, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

    sikapibu rumah tangga dengan kejadian diare.

  • 31

    c. Hubungan Tindakan dengan Kejadian Diare

    Tabel 4.7 Hubungan TindakanIbu Rumah Tangga dengan Kejadian Diare

    di Gampong Krueng Ceh Kecamatan Seunagan Kabupaten

    Nagan Raya

    No Tindakan

    Kejadian Diare

    Jumlah P

    Value α Tidak

    mengalami

    mengalami

    N % n % F %

    0,00 0,05 1 Baik 55 91,7 5 8,3 60 100

    2 Buruk 0 0 25 100 25 100

    Total 55 30 85 100

    Hasil analisis hubungan tindakan dengan kejadian diare diperoleh bahwa

    ada sebanyak 55 dari 60 (91,7%) ibu rumah tangga yang memiliki tindakan baik

    tidak mengalami diare. Sedangkan di antara ibu rumah tangga yang memiliki

    tindakan buruksemuanya (100%) mengalami diare.

    Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi-square pada derajat

    kemaknaan 95% (α = 0,05) didapatkan nilai p value = 0,00 atau p < 0,05, artinya

    Ha diterima, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

    tindakanibu rumah tangga dengan kejadian diare.

    4.3 Pembahasan

    a. Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Diare

    Respon Ibu- ibu Rumah Tangga terhadap PHBS Rumah Tangga masih

    minim. Dimana Tingkat Pengetahuan Ibu Rumah Tangga tentang Diare tergolong

    masih rendah, hal ini dikarenakan oleh tingkat pendidikan ibu- ibu rumah tangga

    yang masih rendah. Berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan uji chi

    square didapatkan nilai p = 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa pada alpha 5%,

    terdapat hubungan signifikan antara pengetahuan ibu rumah tangga dengan

    kejadian diare diGampong Krueng Ceh Kecamatan Seunagan. Hal ini juga sesuai

  • 32

    dengan penelitian Nurrokhim (2010) mengenai hubungan pengetahuan ibu rumah

    tangga dengan kejadian diare di Kabupaten Sukoharjo dimana didapatkan P value

    sebesar 0,001.

    Berdasarkan hasil ini dapat diasumsikan bahwa semakin baik pengetahuan

    semakin besar juga kemungkinan untuk tidak mengalami penyakit diare. Akan

    tetapi, pada responden yang dikategorikan berpengetahuan baik ada juga yang

    mengalami diare. Menurut Notoadmodjo (2003), bahwa pengetahuan seseorang

    biasanya dipengaruhi berbagai faktor, antara lain pengalaman, pendidikan,

    keyakinan, dan penghasilan.

    b. Hubungan Sikap dengan Kejadian Diare

    Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji chi-square

    didapatkan nilai p = 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa pada alpha 5%, terdapat

    hubungan signifikan antara sikap ibu rumah tangga dengan kejadian diare di

    Gampong Krueng Ceh Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya. Hal ini

    sejalan yang dinyatakan oleh Musran dalam Takasyima, R.C, (2009) variabel

    sikap merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian

    diare.

    Sikap adalah anggapan atau persepsi seseorang terhadap apa yang

    diketahui, tidak dapat dilihat secara nyata, tetapi dapat ditafsirkan sebagai pe rilaku

    tertutup. Oleh karena itu sikap masyarakat atau responden yang kurang mengenai

    diare dikarenakan persepsi atau tanggapan yang keliru tentang sesuatu yang

    dianggap benar (Notoatmodjo, 2003).

    Menurut Musran (2008) variabel sikap merupakan variabel yang paling

    dominan berpengaruh terhadap kejadian diare.

  • 33

    c. Hubungan Tindakan dengan Kejadian Diare

    Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji chi-square

    didapatkan nilai p = 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa pada alpha 5%, terdapat

    hubungan signifikan antara tindakanibu rumah tangga dengan kejadian diare di

    Gampong Krueng Ceh Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya. Hal ini

    sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh oleh Musran dalam Takasyima,

    R.C, (2009) dimana diadapatkan nilai P value sebesar 0,001.

    Tindakan yang baik akan mengarah kepada perilaku yang baik pula,

    dalam hal ini semakin baik tindakan seseorang maka akan semakin besar pula

    responden tidak mengalami diare.

  • 34

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    1. Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kejadian diare

    (p value = 0,000)

    2. Ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan kejadian diare (p value =

    0,000)

    3. Ada hubungan yang bermakna antara tindakan dengan kejadian diare (p value

    = 0,000)

    5.2 Saran

    1. Masukan kepada puskesmas Jeuram, agar melakukan kegiatan-kegiatan di

    lingkungan kerja puskesmas yang bertujuan meningkatkan pengetahuan

    masyarakat mengenai diare terutama pada balita sehingga tindakan terhadap

    diare bisa terstimulus dengan baik dalam penanganannya maupun pencegahan

    terhadap diare.

    2. Saran kepada masyarakat khususnya ibu- ibu yang memiliki anak balita untuk

    lebih menambah wawasan mengenai diare, terutama mengenai pencegahan

    diare dan pola hidup bersih dan sehat, agar terhindar dari penyakit diare dan

    malnutrisi yang disebabkan diare

  • DAFTAR PUSTAKA

    Chandra, Budiman, 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC, Jakarta.

    Depkes RI , 2004. Buku Panduan Hygiene Sanitasi. Jakarta

    _________, 2005. KepMenKes RI No. 1216/MenKes/SK/XI/2001 Tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare , Ditjen PPM & PL, Jakarta

    .

    ________, 2005. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Tahun 2004,Jakarta.

    _______, 2006. Profil Kesehatan Indonesia 2006, Jakarta. _______, 2007. Buku Paket Pelatihan Kader Kesehatan dan Tokoh

    Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Siaga, Jakarta.

    ________, 2008. KepMenKes RI No. 852/MenKes/SK/IX/2008 Tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, Jakarta.

    ________, 2009. Panduan Penyelenggaraan Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia, Jakarta.

    ________, 2010. Profil Kesehatan Indonesia 2010, Jakarta.

    Effendi, H, 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius, Yogyakarta.

    Entjang, Indan. 2005. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Gramedia. Jakarta Ferizal. 2011. Modul Manajemen Posyandu. 2011.di unduh dari http://lrc-

    kmpk.ugm.ac.id/id/UP-PDF/_working/No.12_Yon_Ferizal_04_07.pdf . diakses tanggal 22 Februari 2013

    Kusnaedi, 2004. Mengolah Air Gambut dan Air Kotor Untuk Air Minum,

    Puspa Swara, Jakarta.

    Nilton, dkk, 2008. Faktor-Faktor Sanitasi Yang Berpengaruh Terhadap Timbulnya Penyakit Diare Di Desa Klopo Sepuluh Kecamatan

    Sukodono Kabupaten Sidoarjo. Laporan Penelitian Mahasiswa Ilmu

    Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Uniwijaya Kusuma, Surabaya.

    Notoatmodjo, Soekidjo, 2003.Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta.

    Rineka Cipta

    _________, 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Rineka Cipta, Jakarta.

    http://lrc-kmpk.ugm.ac.id/id/UP-PDF/_working/No.12_Yon_Ferizal_04_07.pdfhttp://lrc-kmpk.ugm.ac.id/id/UP-PDF/_working/No.12_Yon_Ferizal_04_07.pdf

  • Nurrokhim, H., 2010. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu dengan

    Kejadian Diare pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas I

    Mojolaban Kabupaten Sukoharjo. Diunduh dari

    http://www.scribd.com diakses tanggal 22 Agustus 2013 Soeharyono. 2007. Diare Akut. FK-UI. Jakarta

    Soemirat, JS. 2005. Sanitasi Dasar. Rineka Cipta. Jakarta.

    Soeparman, 2002. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair. EGC, Jakarta.

    Sucipto. 2003. Hubungan Antara Ketersediaan dan Pemanfaatan Sarana Air Bersih dan Jamban Keluarga dengan Kejadian Diare pada Anak

    Balita Di Puskesmaa Sonokidul Kecamatan Kunduran Kabupaten

    Blora Tahun 2002. Diunduh dari http://www.scribd.com diakses tanggal 22 April 2013

    Sunaryo. 2006. Pendekatan Klinik Diare Kronik Pada Orang Dewasa. Jakarta

    : CV Sagung Seto Takasyima, R.C., 2009. Pengetahuan, Sikap, Tindakan Masyarakat di

    pinggiran sungai di Kecamatan Medan Maimun tentang Diare dan

    Pencegahannya. Medan : Fakultas Kedokteran Sumatera Utara.

    Wibowo, T., Soenarto, S., dan Pramono, D., 2004. Faktor-Faktor Risiko

    Kejadian Diare Berdarah pada Balita di Kabupaten Sleman. Jurnal

    Berita Kedokteran Masyarakat. Vol. 20. No.1. maret 2004 : 41-48.

    Widoyono, 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan Dan Pemberantasannya, Erlangga, Surabaya.

    http://www.scribd.com/http://www.scribd.com/

    -Unlicensed-cover-Unlicensed-BAB I-Unlicensed-BAB II_new-Unlicensed-BAB III-Unlicensed-BAB IV-Unlicensed-BAB V-Unlicensed-DAFTAR PUSTAKA