repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/446/1/BAB I_V.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang...
Transcript of repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/446/1/BAB I_V.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang...
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah wujud pemberdayaan
masyarakat yang sadar, mau dan mampu mempraktekkan PHBS. Dalam PHBS,
ada 5 program prioritas yaitu KIA, Gizi, Kesehatan Lingkungan, Gaya Hidup,
Dana Sehat/Asuransi Kesehatan/JPKM. Dengan demikian, upaya untuk
meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan dalam menciptakan suatu kondisi
bagi kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat secara
berkesinambungan. Upaya ini dilaksanakan melalui pendekatan pimpinan
(Advokasi), bina suasana (Social Support) dan pemberdayaan masyarakat
(Empowerment). Dengan demikian masyarakat dapat mengenali dan mengatasi
masalahnya sendiri, terutama dalam tatanan masing-masing, dan masyarakat dapat
menerapkan cara-cara hidup sehat dengan menjaga, memelihara dan
meningkatkan kesehatannya (Depkes, 2005).
Manfaat PHBS adalah terwujudnya rumah tangga yang derajat
kesehatannya meningkat dan tidak mudah sakit serta meningkatnya produktivitas
kerja setiap anggota keluarga yang tinggal dalam lingkungan sehat dalam rangka
mencegah timbulnya penyakit dan masalah-masalah kesehatan lain. (Depkes,
2006)
Keadaan lingkungan yang sehat, tercipta dengan mewujudkan kesadaran
individu dan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), untuk
mencapai tujuan tersebut dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan yang mengarah
-
2
untuk meningkatkan kesadaran dan kemandirian masyarakat hidup sehat dengan
indikator rumah tangga sehat, institusi yang berperilaku sehat, tempat-tempat
umum sehat, Posyandu Purnama dan Mandiri serta meningkatkan kemandirian
masyarakat sebagai jaminan pemeliharaan kesehatan. (Ferizal, 2011)
Penyakit diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat
yang penting karena merupakan penyumbang utama ketiga angka kesakitan dan
kematian anak di berbagai negara berkembang termasuk Indonesia. Penyebab
utama kematian akibat diare adalah dehidrasi akibat kehilangan cairan dan
elektrolit melalui tinja. Penyebab kematian lainnya adalah disentri, kurang gizi,
dan infeksi. Golongan umur yang paling rentan menderita akibat diare adalah
anak-anak karena daya tahan tubuhnya yang masih rendah.
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan,
dua faktor yang sangat dominan adalah sarana air bersih dan pembuangan tinja.
Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama perilaku manusia, apabila faktor
lingkungan yang tidak sehat karena tercemar bakteri atau virus serta berakumulasi
dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, maka dapat menimbulkan
kejadian penyakit diare (Depkes RI, 2005).
Menurut Sucipto (2003), penyebab diare pada anak balita di Puskesmas
Sinokidul adalah ketersediaan air bersih dan perilaku hidup bersih dan sehat.
Menurut penelitian Nilton, dkk (2008) faktor-faktor penyebab diare adalah
menggunakan air sumur, minum air yang tidak dimasak, sumur < 10 meter, tidak
mempunyai jamban, tidak menggunakan jamban, tidak mempunyai tempat
sampah dan tidak cuci tangan.
-
3
Kondisi sehat dapat dicapai dengan mengubah perilaku dari yang tidak
sehat menjadi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan menciptakan
lingkungan sehat di rumah tangga.
Menurut Green (1990) dalam Notoatmodjo S. (2007) salah satu faktor
seseorang melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah faktor pemungkin
(enambling factor) yaitu faktor pemicu terhadap perilaku yang memungkinkan
suatu tindakan atau motivasi. Faktor pemicu tersebut mencakup ketersediaan
sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan misalnya air bersih, tempat
pembuangan sampah, ketersediaan jamban, makanan bergizi dan sebagainya.
Berdasarkan 7 indikator PHBS dan 3 indikator gaya hidup sehat yang
berhubungan dengan kejadian diare adalah bayi diberi ASI eksklusif,
penimbangan bayi dan balita, mencuci tangan pakai sabun, menggunakan air
bersih, dan menggunakan jamban.
Berdasarkan studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia tahun 2006
dalam KepMenKes RI No. 852 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat, perilaku masyarakat dalam mencuci tangan adalah setelah buang air
besar 12%, setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%, sebelum makan 14%,
sebelum memberi makan bayi 7%, dan sebelum menyiapkan makanan 6 %. Dan
perilaku pengelolaan air minum rumah tangga menunjukan 99,20% merebus air
untuk mendapatkan air minum, tetapi 47,50 % dari air tersebut masih
mengandung Eschericia coli. Kondisi tersebut berkontribusi terhadap tingginya
angka kejadian diare di Indonesia.
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, menunjukkan
angka kematian akibat diare adalah 23 per 100 ribu penduduk dan pada balita
-
4
adalah 75 per 100 ribu balita (Depkes RI, 2005). Berdasarkan Profil Kesehatan
Indonesia Pada tahun 2010 Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare terjadi di 11
provinsi dengan jumlah penderita sebanyak 4.204 orang, jumlah kematian
sebanyak 73 orang dengan CFR sebesar 1,74%. Sedangkan di Provinsi Aceh
sendiri ditemukan sebanyak 2.834 penderita, sebanyak 26 orang meninggal
dengan angka Case Fatality Rate (CFR) sebesar 0,92. (Depkes, 2010)
Berdasarkan data yang didapatkan pada Dinas Kesehatan Nagan Raya
tahun 2012 cakupan untuk penyakit diare sebesar 2.704 kasus sedangkan cakupan
untuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sebanyak 741. Sedangkan cakupan
di Puskesmas Jeuram untuk kasus diare sebanyak 208 kasus sedangkan PHBS
sebanyak 57.
Data yang diperoleh dari Puskesmas Jeuram, penderita diare pada tahun
2012 berjumlah 320 kasus. Sedangkan di Desa Krueng Ceh sebanyak 26 kasus
diare. Penyakit diare juga menjadi 10 besar penyakit yang terdapat di Puskesmas
Jeuram. Hasil dari observasi lapangan yang dilakukan di Desa Krueng Ceh,
sebagian besar masyarakat belum memiliki tempat pembuangan sampah, masih
ada sebagian besar masyarakat yang belum terbiasa mencuci tangan pakai sabun
sebelum makan, perilaku keluarga yang buang air besar sembarangan (di kebun)
serta sanitasi lingkungan yang masih jauh dari syarat kesehatan seperti saluran
pembuangan air limbah yang tidak mengalir lancar dan tidak terbuat dari bahan
permanen sehingga sering tergenang dan berpotensi mencemari sumber air bersih
(sumur).
-
5
Berdasarkan data dan hasil pengamatan di atas, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “ Hubungan PHBS Rumah Tangga
dengan kejadian diare di Desa Krueng Ceh Kecamatan Seunagan Tahun 2013”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah
penelitian yaitu“apakah ada hubungan PHBS rumah tangga dengan kejadian diare
di Desa Krueng Ceh Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya?”.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan Perilaku Hid up
Bersih dan Sehat (PHBS) rumah tangga dengan kejadian diare di Desa Krueng
Ceh Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan kejadian diare di Desa
Krueng Ceh Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya.
2. Untuk mengetahui hubungan sikap dengan kejadian diare di Desa Krueng Ceh
Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya.
3. Untuk mengetahui hubungan tindakan dengan kejadian diare di Desa Krueng
Ceh Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya
-
6
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Bagi Mahasiswa
Menambah ilmu pengetahuan mengenai penyakit diare yang berhubungan
kebiasaan perilaku hidup bersih dan sehat, serta sebagai bahan acuan untuk
penelitian yang lebih mendalam mengenai penyakit diare.
2. Bagi Peneliti
Menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman khususnya dalam
mengadakan penelitian ilmiah.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Masyarakat Setempat
Memberikan informasi kepada masyarakat tentang hubungan PHBS
dengan kejadian diare sehingga masyarakat dapat mengetahui pentingnya
PHBS dan menerapkan PHBS dalam kehidupan sehari-hari untuk
mencegah penyakit diare.
2. Bagi Instansi Puskesmas
Memberikan informasi bagi Puskesmas Jeuram tentang hubungan PHBS
dengan kejadian diare. Sehingga dapat menjadi bahan masukan dalam
rangka pengambilan keputusan penanggulangan penyakit diare di wilayah
kerja Puskesmas Jeuram dan dapat menurunkan angka kejadian kasus
diare.
3. Bagi Fakultas
Sebagai tambahan referensi bagi penelitian di masa yang akan datang
-
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku
2.1.1 Definisi Perilaku
Perilaku dari segi biologis adalah kegiatan atau aktivitas organisme
(makhluk hidup) yang bersangkutan. Secara umum yang dimaksud perilaku
adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung,
maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Sunaryo (2006), perilaku adalah
aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respon serta dapat diamati
secara langsung maupun tidak langsung. Robert Kwick dalam Sunaryo (2006)
menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang
dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Skinner dalam Notoadmodjo (2007),
merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap
stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses
adanya rangsangan pada seseorang,dan kemudian orang tersebut memberikan
respons. Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik
atau faktor- faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor- faktor yang
membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan
perilaku. Dimana determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Faktor internal, ialah karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat
bawaan, misalnya: tingkat emosional, jenis kelamin, genetik, tingkat
kecerdasan, dan sebagainya.
-
8
2. Faktor eksternal, ialah lingkungan , baik lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, dan sebagainya. Faktor lingkungan merupakan faktor dominan
yang mewarnai seseorang (Notoatmodjo, 2007)
2.1.2 Domain Perilaku
Benyamin Bloom seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku
manusia kedalam tiga domain, ranah atau kawasan yaitu: kognitif (cognitive),
afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori
Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yaitu
pengetahuan, sikap dan tindakan (Notoatmodjo, 2007).
1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi
melalui panca indra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga (Notoatmodjo, 2003).
a. Tingkatan Pengetahuan
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam
tingkatan, yaitu:
1. Tahu adalah suatu keadaan dimana seseorang dapat mengingat sesuatu yang
telah dipelajari sebelumnya. Tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah (Notoatmodjo, 2003).
-
9
2. Paham diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang mampu menjelaskan
dengan benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan
materi tersebut secara benar (Notoatmodjo, 2003).
3. Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya (Notoatmodjo, 2003).
4. Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu objek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan
masih ada kaitannya satu sama lain. misalnya mengelompokkan dan
membedakan (Notoatmodjo, 2003).
5. Sintesis adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain
sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulas i baru dari
formulasi- formulasi yang ada (Notoatmodjo, 2003).
6. Evaluasi adalah suatu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu
materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang
ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada
(Notoatmodjo, 2003).
2. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu prilaku. Sikap itu
masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah
laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di
-
10
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo,
2003).
Dalam bagian lain Allport yang dikutip kembali oleh Notoatmodjo
menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni:
a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.
c. Kecendrungan untuk bertindak (trend to behave) (Notoatmodjo, 2003).
a. Tingkatan Sikap
1. Menerima, diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat
dilihat dari kesediaan dan perhatian itu terhadap ceramah-ceramah
(Notoatmodjo, 2003).
2. Merespon yaitu memberi jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan
tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti
orang menerima ide tersebut (Notoatmodjo, 2003)
3. Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai positif
terhadap objek atau stimulus. Mengajak orang lain untuk mengerjakan
atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah
suatu indikasi sikap tingkat tiga (Notoatmodjo, 2003).
-
11
3. Tindakan atau Praktik (Practice)
Suatu sikap belum terwujud dalam suatu tindakan (over behavior). Untuk
terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung
atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas (sarana dan
prasarana) (Notoatmodjo, 2003).
a. Tingkatan Tindakan
1. Persepsi, Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil adalah praktik tingkat pertama. Misalnya:
seorang ibu dapat memilih makanan yang bergizi tinggi bagi anak
balitanya (Notoatmodjo, 2003).
2. Respon Terpimpin, dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang
benar sesuai dengan contoh adalah indikator praktik tingkat dua. Misalnya:
seorang ibu dapat memasak sayur dengan benar mulai dari cara mencuci
dan memotong-motongnya, lamanya memasak, menutup pancinya, dan
sebagainya (Notoatmodjo, 2003).
3. Mekanisme, apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan
benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka
ia sudah mencapai praktik tingkat tiga. Misalnya: seorang ibu yang sudah
biasa mengimunisasikan bayinya pada umur-umur tertentu tanpa
menunggu perintah atau ajakan orang lain (Notoatmodjo, 2003).
4. Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa
mengurangi kebenaran tindakannya tersebut. Misalnya: ibu dapat memilih
-
12
dan memasak makanan yang bergizi tinggi berdasarkan bahan-bahan yang
murah dan sederhana (Notoatmodjo, 2003).
2.2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan
yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat
menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan dapat berperan aktif dalam
kegiatan – kegiatan kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan–kegiatan
kesehatan di masyarakat (Depkes RI, 2007).
PHBS di Rumah Tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota
rumah tangga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan
sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. PHBS di
Rumah Tangga dilakukan untuk mencapai Rumah Tangga Sehat. Rumah tangga
sehat berarti mampu menjaga, meningkatkan, dan melindungi kesehatan setiap
anggota rumah tangga dari gangguan ancaman penyakit dan lingkungan yang
kurang kondusif untuk hidup sehat (Depkes RI, 2007).
PHBS merupakan salah satu strategi yang dapat ditempuh untuk
menghasilkan kemandirian di bidang kesehatan baik pada masyarakat maupun
pada keluarga, artinya harus ada komunikasi antara kader dengan
keluarga/masyarakat untuk memberikan informasi dan melakukan pendidikan
kesehatan (Depkes RI, 2007).
2.2.1. Tujuan PHBS Rumah Tangga
1. Tujuan Umum
Meningkatnya rumah tangga sehat di desa kabupaten/kota di seluruh
Indonesia.
-
13
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan pengetahuan, kemauan dan kemampuan anggota rumah
tangga untuk melaksanakan PHBS.
b. Berperan aktif dalam gerakan PHBS di masyarakat.
2.2.2. Manfaat PHBS Rumah Tangga
1. Manfaat PHBS bagi rumah tangga:
a. Setiap rumah tangga meningkatkan kesehatannya dan tidak mudah sakit.
b. Anak tumbuh sehat dan cerdas.
b. Produktivitas kerja anggota keluarga meningkat dengan meningkatnya
kesehatan anggota rumah tangga maka biaya yang dialokasikan untuk
kesehatan dapat dialihkan untuk biaya investasi seperti biaya pendidikan,
pemenuhan gizi keluarga dan modal usaha untuk peningkatan pendapatan
keluarga.
2. Manfaat PHBS bagi masyarakat:
a. Masyarakat mampu mengupayakan lingkungan yang sehat.
b. Masyarakat mampu mencegah dan menanggulangi masalah-masalah
c. kesehatan.
d. Masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada.
Masyarakat mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber
Masyarakat (UKBM) seperti posyandu, jaminan pemeliharaan kesehatan,
tabungan bersalin (tabulin), arisan jamban, kelompok pemakai air,
ambulans desa dan lain- lain.
2.2.3. Sasaran PHBS Rumah Tangga
Sasaran PHBS di Rumah Tangga adalah seluruh anggota keluarga yaitu:
-
14
1. Pasangan Usia Subur
2. Ibu Hamil dan Ibu Menyusui
3. Anak dan Remaja
4. Usia Lanjut
5. Pengasuh Anak
2.2.4. Indikator dan Definisi Operasional PHBS Rumah Tangga
Pembinaan PHBS di rumah tangga dilakukan untuk mewujudkan Rumah
Tangga Sehat. Rumah Tangga Sehat adalah rumah tangga yang memenuhi 7
indikator PHBS dan 3 indikator Gaya Hidup Sehat sebagai berikut:
7 Indikator PHBS di Rumah Tangga:
1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
Adalah pertolongan persalinan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan (bidan, dokter, dan tenaga para medis lainnya).
2. Bayi diberi ASI eksklusif
Adalah bayi usia 0-6 bulan hanya diberi ASI saja sejak lahir sampai usia 6
bulan.
3. Penimbangan bayi dan balita
Penimbangan balita dimaksudkan untuk memantau pertumbuhan balita setiap
bulan dan mengetahui apakah balita berada pada kondisi gizi kurang atau gizi
buruk.
4. Mencuci tangan dengan air dan sabun
a. Air yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan bakteri penyebab
penyakit. Bila digunakan, kuman berpindah ke tangan. Pada saat makan,
-
15
kuman dengan cepat masuk ke dalam tubuh yang bisa menimbulkan
penyakit.
b. Sabun dapat mengikat lemak, kotoran dan membunuh kuman. Tanpa
sabun, kotoran dan kuman masih tertinggal di tangan.
5. Menggunakan air bersih
Air yang kita pergunakan sehari-hari untuk minum, memasak, mandi,
berkumur,membersihkan lantai, mencuci alat-alat dapur, mencuci pakaian, dan
sebagainya haruslah bersih, agar kita tidak terkena penyakit atau terhindar dari
penyakit.
6. Menggunakan jamban sehat
Setiap rumah tangga harus memiliki dan menggunakan jamban leher angsa
dan tangki septic atau lubang penampungan kotoran sebagai penampung akhir.
7. Rumah bebas jentik
Adalah rumah tangga yang setelah dilakukan pemeriksaan jentik berkala tidak
terdapat jentik nyamuk.
3 Indikator Gaya Hidup Sehat:
1. Makan buah dan sayur setiap hari
Adalah anggota keluarga umur 10 tahun ke atas yang mengkomsumsi
minimal 3 porsi buah dan 2 porsi sayuran atau sebaliknya setiap hari.
2. Melakukan aktivitas fisik setiap hari
Adalah anggota rumah tangga umur 10 tahun ke atas melakukan aktivitas
fisik 30 menit setiap hari.
3. Tidak merokok dalam rumah
-
16
Anggota rumah tangga umur 10 tahun ke atas tidak boleh merokok di
dalam rumah ketika berada bersama dengan anggota keluarga yang lainnya.
2.3. Diare
2.3.1. Pengertian Diare
Diare berasal dari bahasa Yunani yaitu diarroi yang berarti mengalir terus.
Terdapat beberapa pendapat tentang defenisi penyakit diare. Hipocrates
mendefinisikan diare sebagai buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal
(meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair. Menurut WHO
(2005), penyakit diare adalah gejala yang umum, di mana penderita diare buang
air besar (defekasi) lebih sering dari biasanya, dan konsistensi tinjanya encer,
berat tinjanya lebih dari 200 gram atau berat tinjanya kurang dari 200 gram tapi
buang air besar lebih dari 3 kali sehari dan tinjanya berlendir , berdarah.
Sedangkan menurut Depkes RI (2005) secara operasinoal diare adalah
buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih
sering dari biasanya dan berlangsung kurang dari 14 hari.
2.3.2. Faktor-Faktor Penyebab Diare
Menurut Widoyono (2008), diare dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain:
1. Faktor infeksi
Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama
diare yang disebabkan sebagai berikut :
a. Infeksi bakteri : Vibrio cholerae, E. Coli, Salmonella, Shigella sp.,
Campilobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.
b. Infeksi virus : Rotavirus, Adenovirus.
-
17
c. Infeksi parasit : cacing perut, Ascaris, Trichiuris, Strongyloides,
Blastsistis huminis, protozoa, Entamoeba histolitica, Giardia
labila, Belantudium coli dan Crypto.
2. Faktor Malabsorsi
Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan
lemak. Malabsorpsi karbohidrat, pada bayi kepekaan terhadap lactoglobulis dalam
susu formula dapat menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau
sangat asam, dan sakit di daerah perut. Sedangkan malabsorpsi lemak, terjadi bila
dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida. Triglyserida, dengan
bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi
usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul
karena lemak tidak terserap dengan baik.
3. Faktor makanan
Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi,
beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang matang. Makanan
yang terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak-anak
balita.
4. Faktor lingkungan
Dapat terjadi pada lingkungan yang tidak saniter seperti : Pasokan air tidak
memadai, air terkontaminasi tinja, jamban tidak memenuhi syarat kesehatan.
Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak kalah
pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman infeksius penyebab
diare ditularkan melalui jalur fekal oral. Mereka dapat ditularkan dengan
memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja,
-
18
misalnya air minum, jari-jari tangan, dan makanan yang disiapkan dalam panci
yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2004).
Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan
meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar dua kali
lipat dibandingkan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang
memenuhi syarat sanitasi (Wibowo, 2004).
5. Faktor perilaku
Menurut Depkes RI (2005), faktor perilaku yang dapat menyebabkan
penyebaran bakteri pathogen dan meningkatkan risiko terjadinya diare adalah
sebagai berikut :
1. Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan.
2. Menggunakan botol susu yang memudahkan pencemaran bakteri
pathogen, karena botol susu susah dibersihkan.
3. Menyimpan makanan pada suhu kamar, yang jika didiamkan beberapa jam
bakteri pathogen akan berkembang biak.
4. Menggunakan air minum yang tercemar.
5. Tidak mencuci tangan setelah buang air besar atau sesudah makan dan
menyuapi anak.
6. Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar.
6. Faktor psikologis
Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkan
diare kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak balita,umumnya terjadi pada anak
yang lebih besar.
-
19
2.3.3. Pengobatan Diare
Menurut Widoyono (2008), pengobatan diare berdasarkan derajat
dehidrasinya, yaitu:
1. Tanpa dehidrasi, dengan terapi A
Pada keadaaan ini, buang air besar terjadi 3-4 kali sehari atau disebut
mulai mencret. Penderita yang mengalami kondisi ini masih lincah dan masih mau
makan dan minum seperti biasa. Pengobatan yang dilakukan dapat dilakukan
dengan memberikan makanan dan minuman yang ada di rumah seperti air kelapa,
larutan gula garam (LGG), air tajin, air teh, maupun oralit. Istilah pengobatan ini
adalah dengan menggunakan terapi A.
Ada 3 cara pemberian cairan yang dapat dilakukan di rumah yaitu:
a. Memberikan penderita lebih banyak cairan
b. Memberikan makanan terus menerus
c. Membawa ke petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam tiga hari.
2. Dehidrasi sedang atau ringan, dengan terapi B
Diare dengan dehidrasi ringan ditandai dengan hilangnya cairan sampai
5% dari berat badan, sedangkan pada diare sedang terjadi kehilangan cairan 6-
10% dari berat badan. Untuk mengobati penyakit diare pada derajat dehidrasi
ringan atau sedang digunakan terapi B, yaitu sebagai berikut:
Pada tiga jam pertama jumlah oralit yang digunakan:
a. Umur < 1 tahun : 300 ml oralit
b. Umur 1-4 tahun : 600 ml oralit
c. Umur > 5 tahun : 1200 ml oralit
-
20
3. Dehidrasi berat, dengan terapi C
Diare dengan dehidrasi berat ditandai dengan mencret terus menerus,
biasanya lebih dari 10 kali disertai dengan muntah, kehilangan cairan lebih dari
10% berat badan. Diare ini diatasi dengan terapi C, yaitu perawatan di puskesmas
atau rumah sakit untuk diinfus RL (Ringer laktat). Teruskan pemberian makanan.
Pemberian makanan seperti semula diberikan sedini mungkin dan disesuaikan
dengan kebutuhan. Makanan tambahan diperlukan pada masa penyembuhan.
Untuk bayi, ASI tetap diberikan bila sebelumnya mendapatkan ASI, namun bila
sebelumnya tidak mendapatkan ASI dapat diteruskan dengan memberikan susu
formula. Antibiotik bila perlu. Sebagian besar penyebab diare adalah rotavirus
yang tidak memerlukan antibiotik dalam penatalaksanaan kasus diare karena tidak
bermanfaat dan efek sampingnya bahkan merugikan penderita.
2.4. Kerangka Teori
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Widoyono (2008),
Notoadmodjo (2007) maka kerangka teoritis dapat disusun sebagai berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Teoritis
Pendidikan
Pekerjaan
Pengetahuan
Kejadian Diare
Sanitasi Lingkungan
Sikap
Tindakan
-
21
2.5 Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teoritis di atas maka kerangka konsep penelitian
dapat disederhanakan sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
2.6. Hipotesis Penelitian (Ha)
1. Ada hubungan Pengetahuan dengan kejadian diare di Desa Krueng Ceh
Kecamatan Seunagan
2. Ada hubungan Sikap dengan kejadian diare di Desa Krueng Ceh
Kecamatan Seunagan
3. Ada hubungan Tindakan dengan kejadian diare di Desa Krueng Ceh
Kecamatan Seunagan
Pengetahuan
Sikap
Tindakan
Kejadian Diare
-
22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional, dimana
peneliti hanya mengkaji masalah atau objek pada waktu penelitian berlangsung
yang bertujuan untuk mengetahui hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) Rumah Tangga dengan kejadian diare di Desa Krueng Ceh Kecamatan
Seunagan Kabupaten Nagan Raya.
3.2. Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Gampong Krueng Ceh Kecamatan
Seunagan. Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 09 s/d 15 Juni tahun 2013.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu rumah tangga yang
berdomisili di Gampong Krueng Ceh dengan jumlah populasi 85 ibu
rumah tangga.
3.3.2. Sampel
Menurut Arikunto (2002) untuk populasi penelitian yang kurang dari 100
responden maka sebaiknya diambil semua untuk dijadikan sampel. Untuk
itu peneliti mengambil seluruh populasi sebagai sampel (total sampling)
dalam penelitian ini adalah seluruh ibu rumah tangga sebanyak 85 orang.
-
23
3.4. Metode Pengumpulan Data
Metode yang di gunakan untuk pengumpulan data ini adalah :
1. Data Primer
Data yang diperoleh dari peninjauan langsung pada objek penelitian yaitu
kelapangan, dengan melakukan observasi, penyebaran kuesioner serta
melakukan wawancara dengan masyarakat di Gampong Krueng Ceh.
2. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Nagan Raya, Puskesmas
Jeuram, serta literatur- literatur yang berhubungan dengan perilaku hidup
bersih dan sehat.
-
24
3.5 Definisi Operasional
Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel Independen dan Dependen
Variabel Independen
Keterangan
1 Pengetahuan Definisi Cara ukur
Alat ukur Hasil ukur
Skala ukur
Pemahaman responden mengenai penyakit diare Wawancara
Kuesioner 1. Baik 2. Buruk
Ordinal
2 Sikap Definisi
Cara ukur Alat ukur Hasil ukur
Skala ukur
Respon dari responden yang bersifat positif atau negatif
Wawancara Kuesioner 1. Baik
2. Buruk Ordinal
3 Tindakan Definisi
Cara ukur Alat ukur
Hasil ukur
Skala ukur
Perwujudan yang nyata dari sikap responden
terhadap diare Wawancara Kuesioner
1. Baik 2. Buruk
Ordinal
Variabel Dependen
4 Kejadian diare
Definisi
Cara ukur Alat ukur
Hasil ukur
Skala ukur
Keadaan yang dialami anggota berupa buang air besar lebih dari 3 kali dalam sehari dengan
konsistensi cair dan yang diderita sebulan terakhir Wawancara
Kuesioner 1. Mengalami penyakit diare
2. Tidak mengalami penyakit diare Ordinal
3.6 Aspek Pengukuran Variabel
3.6.1 Pengetahuan
1. Baik : Jika menjawab benar > 4 dari pertanyaan dari total
skor tertinggi.
2. Buruk : Jika menjawab benar ≤ 4 % dari pertanyaan dari total
skor tertinggi.
-
25
3.6.2 Sikap
1. Baik : Apabila mendapat skor > 4 dari pertanyaan yang
diajukan
2. Buruk : Apabila mendapat skor ≤ 4 dari pertanyaan yang
diajukan
3.6.3 Tindakan
1. Baik : Apabila mendapat skor > 4dari pertanyaan yang
diajukan
2. Buruk : Apabila mendapat skor ≤ 4dari pertanyaan yang
Diajukan
3.6.4 Kejadian Diare
1. Mengalami Diare:
Apabila responden atau anggota keluarga BAB dengan frekuensi lebih dari 3
kali dalam sehari dengan konsistensi cair dalam satu bulan terakhir
2. Tidak mengalami diare :
Apabila responden atau anggota keluarga tidak BAB dengan frekuensi lebih
dari 3 kali dalam sehari dengan konsistensi cair dalam satu bulan terakhir
3.7 Teknik Analisis Data
Penelitian ini bersifat analitik, maka analisis data yang akan dilakukan
adalah:
1. Analisis Univariat
Analisis univariat merupakan analisa yang dilakukan untuk menganalisis
tiap variabel dari hasil penelitian. Tujuannya untuk meringkas kumpulan data
-
26
hasil pengukuran sedemikian rupa sehingga kumpulan data tersebut berubah
menjadi informasi yang berguna. (Notoadmodjo, 2005)
2. Analisis Bivariat
Analisis yang di gunakan untuk menguji hipotesis dengan menentukan
hubungan variabel independen dengan variabel dependen melalui uji statistik. uji
yang di pakai adalah uji chi square dengan tingkat kepercayaan 95 % (α: 0,05).
Uji ini dapat di pakai untuk tingkat pengukuran nominal atau tingkatan yang
lebih tinggi yang dapat di gunakan pada satu atau beberapa sampel. Pengolahan
data akan di lakukan dengan bantuan komputerisasi.
-
27
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Gampong Krueng Ceh merupakan salah satu Desa yang ada di Kecamatan
Seunagan Kabupaten Nagan Rayadengan perbatasan wilayahnya adalah sebagai
berikut :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Alue Peusaja
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Cot Kumbang
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Blang Puuk
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa I Beudeh
4.2 Hasil Penelitian 4.2.1.Analisis Univariat
a. Pengetahuan
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Rumah Tangga tentang
Kejadian Diare di GampongKrueng Ceh Kecamatan Kecamatan
Seunagan Kabupaten Nagan Raya
No Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)
1 Baik 58 68,2
2 Buruk 27 31,8
Total 85 100
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar ibu rumah tangga
berpengetahuan baik yaitu sebanyak 58 orang (68,2%) dan yang berpengetahuan
buruk yaitu sebanyak 27 orang (31,8%).
-
28
b. Sikap
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi SikapIbu Rumah Tangga tentang Kejadian
Diare di GampongKrueng Ceh Kecamatan Kecamatan
Seunagan Kabupaten Nagan Raya
No Sikap Frekuensi Persentase (%)
1 Baik 59 69,4
2 Buruk 26 30,6
Total 85 100
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar ibu rumah tangga
bersikap baik yaitu sebanyak 59 orang (69,4%) dan yang bersikap buruk yaitu
sebanyak 26 orang (30,6%).
c. Tindakan
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi TindakanIbu Rumah Tangga tentang
Kejadian Diare di GampongKrueng Ceh Kecamatan Kecamatan
Seunagan Kabupaten Nagan Raya
No Tindakan Frekuensi Persentase (%)
1 Baik 60 70,6
2 Buruk 25 29,4
Total 85 100
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar ibu rumah
tanggamemiliki tindakan baik yaitu sebanyak 60 orang (70,6%) dan yang
memiliki tindakanburuk yaitu sebanyak 25 orang (29,4%).
-
29
d. Kejadian Diare
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Kejadian Diare di GampongKrueng Ceh
Kecamatan Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya
No Kejadian Diare Frekuensi Persentase (%)
1 Tidak Mengalami 55 64,7
2 Mengalami 30 35,3
Total 85 100
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
menyatakan tidak mengalami diare sebanyak 55 orang (70,6%) dan yang
mengalami diare yaitu sebanyak 30 orang (35,3%).
4.2.2 Analisa Bivariat
a. Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Diare
Tabel 4.5 Hubungan Pengetahuan Ibu Rumah Tangga dengan Kejadian
Diare di Gampong Krueng Ceh Kecamatan Seunagan
Kabupaten Nagan Raya
No Pengetahuan
Kejadian Diare
Jumlah P
Value α Tidak
mengalami
mengalami
N % n % f %
0,00 0,05 1 Baik 55 94,8 3 5,2 58 100
2 Buruk 0 0 27 100 27 100
Total 55 30 85 100
Hasil analisis hubungan pengetahuan dengan kejadian diare diperoleh
bahwa ada sebanyak 55 dari 58 (94,8%) ibu rumah tangga yang berpengetahuan
baik tidak mengalami diare. Sedangkan di antara ibu rumah tangga yang
berpengetahuan buruksemuanya (100%) mengalami diare.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi-square pada derajat
kemaknaan 95% (α = 0,05) didapatkan nilai p value = 0,00 atau p < 0,05, artinya
-
30
Ha diterima, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
pengetahuan ibu rumah tangga dengan kejadian diare.
b. Hubungan Sikap dengan Kejadian Diare
Tabel 4.6 Hubungan SikapIbu Rumah Tangga dengan Kejadian Diare di
Gampong Krueng Ceh Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan
Raya
No Sikap
Kejadian Diare
Jumlah P
Value α Tidak
mengalami
mengalami
N % n % F %
0,00 0,05 1 Baik 55 93,2 4 6,8 59 100
2 Buruk 0 0 26 100 26 100
Total 55 30 85 100
Hasil analisis hubungan sikap dengan kejadian diare diperoleh bahwa ada
sebanyak 55 dari 59 (93,2%) ibu rumah tangga yang memiliki sikap baik tidak
mengalami diare. Sedangkan di antara ibu rumah tangga yang memiliki sikap
buruksemuanya (100%) mengalami diare.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi-square pada derajat
kemaknaan 95% (α = 0,05) didapatkan nilai p value = 0,00 atau p < 0,05, artinya
Ha diterima, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
sikapibu rumah tangga dengan kejadian diare.
-
31
c. Hubungan Tindakan dengan Kejadian Diare
Tabel 4.7 Hubungan TindakanIbu Rumah Tangga dengan Kejadian Diare
di Gampong Krueng Ceh Kecamatan Seunagan Kabupaten
Nagan Raya
No Tindakan
Kejadian Diare
Jumlah P
Value α Tidak
mengalami
mengalami
N % n % F %
0,00 0,05 1 Baik 55 91,7 5 8,3 60 100
2 Buruk 0 0 25 100 25 100
Total 55 30 85 100
Hasil analisis hubungan tindakan dengan kejadian diare diperoleh bahwa
ada sebanyak 55 dari 60 (91,7%) ibu rumah tangga yang memiliki tindakan baik
tidak mengalami diare. Sedangkan di antara ibu rumah tangga yang memiliki
tindakan buruksemuanya (100%) mengalami diare.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi-square pada derajat
kemaknaan 95% (α = 0,05) didapatkan nilai p value = 0,00 atau p < 0,05, artinya
Ha diterima, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
tindakanibu rumah tangga dengan kejadian diare.
4.3 Pembahasan
a. Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Diare
Respon Ibu- ibu Rumah Tangga terhadap PHBS Rumah Tangga masih
minim. Dimana Tingkat Pengetahuan Ibu Rumah Tangga tentang Diare tergolong
masih rendah, hal ini dikarenakan oleh tingkat pendidikan ibu- ibu rumah tangga
yang masih rendah. Berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan uji chi
square didapatkan nilai p = 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa pada alpha 5%,
terdapat hubungan signifikan antara pengetahuan ibu rumah tangga dengan
kejadian diare diGampong Krueng Ceh Kecamatan Seunagan. Hal ini juga sesuai
-
32
dengan penelitian Nurrokhim (2010) mengenai hubungan pengetahuan ibu rumah
tangga dengan kejadian diare di Kabupaten Sukoharjo dimana didapatkan P value
sebesar 0,001.
Berdasarkan hasil ini dapat diasumsikan bahwa semakin baik pengetahuan
semakin besar juga kemungkinan untuk tidak mengalami penyakit diare. Akan
tetapi, pada responden yang dikategorikan berpengetahuan baik ada juga yang
mengalami diare. Menurut Notoadmodjo (2003), bahwa pengetahuan seseorang
biasanya dipengaruhi berbagai faktor, antara lain pengalaman, pendidikan,
keyakinan, dan penghasilan.
b. Hubungan Sikap dengan Kejadian Diare
Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji chi-square
didapatkan nilai p = 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa pada alpha 5%, terdapat
hubungan signifikan antara sikap ibu rumah tangga dengan kejadian diare di
Gampong Krueng Ceh Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya. Hal ini
sejalan yang dinyatakan oleh Musran dalam Takasyima, R.C, (2009) variabel
sikap merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian
diare.
Sikap adalah anggapan atau persepsi seseorang terhadap apa yang
diketahui, tidak dapat dilihat secara nyata, tetapi dapat ditafsirkan sebagai pe rilaku
tertutup. Oleh karena itu sikap masyarakat atau responden yang kurang mengenai
diare dikarenakan persepsi atau tanggapan yang keliru tentang sesuatu yang
dianggap benar (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Musran (2008) variabel sikap merupakan variabel yang paling
dominan berpengaruh terhadap kejadian diare.
-
33
c. Hubungan Tindakan dengan Kejadian Diare
Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji chi-square
didapatkan nilai p = 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa pada alpha 5%, terdapat
hubungan signifikan antara tindakanibu rumah tangga dengan kejadian diare di
Gampong Krueng Ceh Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh oleh Musran dalam Takasyima,
R.C, (2009) dimana diadapatkan nilai P value sebesar 0,001.
Tindakan yang baik akan mengarah kepada perilaku yang baik pula,
dalam hal ini semakin baik tindakan seseorang maka akan semakin besar pula
responden tidak mengalami diare.
-
34
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kejadian diare
(p value = 0,000)
2. Ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan kejadian diare (p value =
0,000)
3. Ada hubungan yang bermakna antara tindakan dengan kejadian diare (p value
= 0,000)
5.2 Saran
1. Masukan kepada puskesmas Jeuram, agar melakukan kegiatan-kegiatan di
lingkungan kerja puskesmas yang bertujuan meningkatkan pengetahuan
masyarakat mengenai diare terutama pada balita sehingga tindakan terhadap
diare bisa terstimulus dengan baik dalam penanganannya maupun pencegahan
terhadap diare.
2. Saran kepada masyarakat khususnya ibu- ibu yang memiliki anak balita untuk
lebih menambah wawasan mengenai diare, terutama mengenai pencegahan
diare dan pola hidup bersih dan sehat, agar terhindar dari penyakit diare dan
malnutrisi yang disebabkan diare
-
DAFTAR PUSTAKA
Chandra, Budiman, 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC, Jakarta.
Depkes RI , 2004. Buku Panduan Hygiene Sanitasi. Jakarta
_________, 2005. KepMenKes RI No. 1216/MenKes/SK/XI/2001 Tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare , Ditjen PPM & PL, Jakarta
.
________, 2005. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Tahun 2004,Jakarta.
_______, 2006. Profil Kesehatan Indonesia 2006, Jakarta. _______, 2007. Buku Paket Pelatihan Kader Kesehatan dan Tokoh
Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Siaga, Jakarta.
________, 2008. KepMenKes RI No. 852/MenKes/SK/IX/2008 Tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, Jakarta.
________, 2009. Panduan Penyelenggaraan Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia, Jakarta.
________, 2010. Profil Kesehatan Indonesia 2010, Jakarta.
Effendi, H, 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius, Yogyakarta.
Entjang, Indan. 2005. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Gramedia. Jakarta Ferizal. 2011. Modul Manajemen Posyandu. 2011.di unduh dari http://lrc-
kmpk.ugm.ac.id/id/UP-PDF/_working/No.12_Yon_Ferizal_04_07.pdf . diakses tanggal 22 Februari 2013
Kusnaedi, 2004. Mengolah Air Gambut dan Air Kotor Untuk Air Minum,
Puspa Swara, Jakarta.
Nilton, dkk, 2008. Faktor-Faktor Sanitasi Yang Berpengaruh Terhadap Timbulnya Penyakit Diare Di Desa Klopo Sepuluh Kecamatan
Sukodono Kabupaten Sidoarjo. Laporan Penelitian Mahasiswa Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Uniwijaya Kusuma, Surabaya.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2003.Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta.
Rineka Cipta
_________, 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Rineka Cipta, Jakarta.
http://lrc-kmpk.ugm.ac.id/id/UP-PDF/_working/No.12_Yon_Ferizal_04_07.pdfhttp://lrc-kmpk.ugm.ac.id/id/UP-PDF/_working/No.12_Yon_Ferizal_04_07.pdf
-
Nurrokhim, H., 2010. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu dengan
Kejadian Diare pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas I
Mojolaban Kabupaten Sukoharjo. Diunduh dari
http://www.scribd.com diakses tanggal 22 Agustus 2013 Soeharyono. 2007. Diare Akut. FK-UI. Jakarta
Soemirat, JS. 2005. Sanitasi Dasar. Rineka Cipta. Jakarta.
Soeparman, 2002. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair. EGC, Jakarta.
Sucipto. 2003. Hubungan Antara Ketersediaan dan Pemanfaatan Sarana Air Bersih dan Jamban Keluarga dengan Kejadian Diare pada Anak
Balita Di Puskesmaa Sonokidul Kecamatan Kunduran Kabupaten
Blora Tahun 2002. Diunduh dari http://www.scribd.com diakses tanggal 22 April 2013
Sunaryo. 2006. Pendekatan Klinik Diare Kronik Pada Orang Dewasa. Jakarta
: CV Sagung Seto Takasyima, R.C., 2009. Pengetahuan, Sikap, Tindakan Masyarakat di
pinggiran sungai di Kecamatan Medan Maimun tentang Diare dan
Pencegahannya. Medan : Fakultas Kedokteran Sumatera Utara.
Wibowo, T., Soenarto, S., dan Pramono, D., 2004. Faktor-Faktor Risiko
Kejadian Diare Berdarah pada Balita di Kabupaten Sleman. Jurnal
Berita Kedokteran Masyarakat. Vol. 20. No.1. maret 2004 : 41-48.
Widoyono, 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan Dan Pemberantasannya, Erlangga, Surabaya.
http://www.scribd.com/http://www.scribd.com/
-Unlicensed-cover-Unlicensed-BAB I-Unlicensed-BAB II_new-Unlicensed-BAB III-Unlicensed-BAB IV-Unlicensed-BAB V-Unlicensed-DAFTAR PUSTAKA