repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi...

67
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan atau hewan air lainnya atau tanaman air (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2010). Tingkat kesejahteraan nelayan sangat ditentukan oleh hasil tangkapan. Oleh karena itu, nelayan memerlukan teknologi penangkapan yang efektif dalam rangka memaksimalkan hasil tangkapan sehingga dapat meningkatkan taraf hidup nelayan. Sumberdaya ikan yang memiliki potensi dan nilai ekonomis cukup tinggi di Aceh Barat di antaranya adalah ikan pelagis, dimana nelayan di Kabupaten Aceh Barat menggunakan teknologi alat bantu rumpon. Penggunaan teknologi rumpon dapat memaksimalkan hasil tangkapan. Sebagaimana yang dijelaskan Taquet (2011) dalam Konferensi Internasional di Tahiti “Tuna fisheries and FADs”, program rumpon (Fish Aggregating Device/FAD) memiliki manfaat seperti 1) meningkatkan efisiensi penangkapan; 2) meningkatkan Catch Per Unit Effort (CPUE); 3) meminimumkan biaya penangkapan (terutama bahan bakar minyak). 1

Transcript of repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi...

Page 1: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi

penangkapan ikan atau hewan air lainnya atau tanaman air (Direktorat Jenderal

Perikanan Tangkap, 2010). Tingkat kesejahteraan nelayan sangat ditentukan oleh

hasil tangkapan. Oleh karena itu, nelayan memerlukan teknologi penangkapan yang

efektif dalam rangka memaksimalkan hasil tangkapan sehingga dapat meningkatkan

taraf hidup nelayan.

Sumberdaya ikan yang memiliki potensi dan nilai ekonomis cukup tinggi di

Aceh Barat di antaranya adalah ikan pelagis, dimana nelayan di Kabupaten Aceh

Barat menggunakan teknologi alat bantu rumpon. Penggunaan teknologi rumpon

dapat memaksimalkan hasil tangkapan. Sebagaimana yang dijelaskan Taquet (2011)

dalam Konferensi Internasional di Tahiti “Tuna fisheries and FADs”, program

rumpon (Fish Aggregating Device/FAD) memiliki manfaat seperti 1) meningkatkan

efisiensi penangkapan; 2) meningkatkan Catch Per Unit Effort (CPUE); 3)

meminimumkan biaya penangkapan (terutama bahan bakar minyak).

Pemanfaatan rumpon oleh nelayan PPI Ujong Baroh sebagai alat bantu

penangkapan ikan seperti dengan alat tangkap pukat cincin (purse seine), payang

maupun alat tangkap pasif seperti pancing.

Nelayan di PPI Ujong Baroh masih didominasi oleh nelayan skala kecil.Menurut

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 57 Tahun 2014, nelayan kecil adalah

orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi

kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling

besar 5GT.

Pendapatan nelayan diperoleh melalui dua cara yaitu sistem upah dan sistem bagi

hasil. Pemberlakuan kedua sistem ini ditentukan oleh adat, kebiasaan setempat dan

pemilik kapal. Pada sistem upah, pendapatan nelayan cenderung cukup baik pada saat

1

Page 2: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

musim panen ataupun musim paceklik (musim angin barat). Menurut nelayan sistem

upah memiliki keuntungan yaitu nilai pendapatan yang tetap dan tidak mengalami

perubahan pada saat musim paceklik. Kerugian yang didapat nelayan dengan sistem

upah adalah pendapatan cenderung tetap pada saatharga ikan tinggi (Muhartono et

al., 2007).

Perjanjian bagi hasil adalah perjanjian yang sediakan dalam usaha penangkapan

ikan, menurut perjanjian tersebut masing-masing menerima bagian dari hasil usaha

berdasarkan imbangan yang telah disetujui sebelumnya. Menurut Muhartono et al.,

(2007) bagi hasil yang terjadi selama ini adalah setiap pembagian hasil usaha dari

tahun petama sampai tahun terakhir, dimana proporsi tingkat pendapatan nelayan

cenderung sangat kecil bila dibandingkan dengan pendapatan juragan. Hal ini tidak

sesuai atau tidak sebanding dengan usaha keras yang dilakukan nelayan.

Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini sangat penting dilakukan untuk

mengkaji pendapatan dan pola bagi hasil nelayan pukat payang yang menggunakan

alat bantu rumpon di PPI Ujong Baroh Kabupaten Aceh Barat.

1.2. Perumusan Masalah

Masalah yang muncul adalah:

1. Bagaimanakah tingkat pendapatan nelayan pukat payang yang menggunakan alat

bantu rumpon di PPI Ujong Baroh Kabupaten Aceh Barat?

2. Bagaimanakah sistem pola bagi hasil nelayan pukat payang yang menggunakan

alat bantu rumpon di PPI Ujong Baroh Kabupaten Aceh Barat?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui tingkat pendapatan nelayanpukat payang yang menggunakan alat

bantu rumpondi PPI Ujong Baroh Kabupaten Aceh Barat.

2

Page 3: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

2. Mengetahui pola bagi hasil nelayan pukat payang yang menggunakan alat bantu

rumpon di PPI Ujong Baroh Kabupaten Aceh Barat.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi nelayan

pukat payang yang menggunakan alat bantu rumpon untuk mengembangkan unit

usaha penangkapan ikan.

2. Hasil penelitian diharapkan bisa memberi gambaran mengenai kondisi

pendapatan dan pola bagi hasil nelayan pukat payang yang menggunakan alat

bantu rumpon di PPI Ujong Baroh Kabupaten Aceh Barat.

3

Page 4: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumpon

Penggunaan rumpon tradisional di Indonesia banyak ditemukan di daerah

Mamuju (Sulawesi Selatan) dan Jawa Timur, rumpon banyak digunakan di Indonesia

pada tahun 1980 dan negara yang sudah mengoperasikan rumpon diantaranya Jepang,

Philipina, Srilanka, Papua Nugini dan Australia (Monintja, 1992).

Rumpon merupakan salah satu alat bantu penangkapan yang digunakan oleh

nelayan di Aceh Barat. Istilah lain rumpon dikenal di Meulaboh dengan nama unjam,

sedangkan fungsi dari rumpon ini untuk memikat ikan agar berkumpul di satu daerah

penangkapan.

Rumpon ialah alat bantu penangkapan ikan yang berfungsi untuk memikat ikan

agar berkumpul di wilayah penangkapan ikan dimana rumpon tersebut dipasang.

Tujuan pemasangan rumpon yaitu untuk memikat ikan agar singgah dan berkumpul

di sekitar rumpon sehingga dapat mempermudah nelayan untuk menentukan wilayah

atau daerah penangkapannya (Jungjunan, 2010).

Menurut Jungjunan (2010) menyatakan bahwa manfaat penggunaan rumpon

sebagai alat bantu penangkapan ikan adalah mengurangi waktu dan bahan bakar

dalam pengejaran kelompok ikan, meningkatkan hasil tangkapan per satuan upaya

penangkapan, meningkatkan hasil tangkapan ditinjau dari spesies dan komposisi

ukuran.

Efektivitas rumpon diukur dengan jumlah hasil tangkapan dimana penangkapan

ikan di sekitar rumpon tergolong baik, hal ini dikarenakan terhadap hasil tangkapan

nelayan dengan menggunakan rumpon umumnya lebih banyak dibandingkan dengan

nelayan yang tidak mengunakan rumpon (Jeujanan, 2008).

Jenis-jenis rumpon terdiri atas rumpon hanyut dan rumpon menetap (Jeujanan,

2008):

4

Page 5: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

1. Rumpon hanyut adalah rumpon yang ditempatkan tidak menetap, tidak dilengkapi

dengan jangkar dan hanyut mengikuti arah arus.

2. Rumpon menetap adalah rumpon yang ditempatkan secara menetap dengan

menggunakan jangkar atau pemberat, yang terdiri dari:

- Rumpon permukaan, merupakan rumpon menetap yang dilengkapi dengan

atraktor yang ditempatkan dipermukaan perairan untuk mengumpulkan ikan

pelagis.

- Rumpon dasar, merupakan rumpon menetap yang dilengkapi dengan atraktor

yang ditempatkan di dasar perairan untuk mengumpulkan ikan demersal.

Ada beberapa asumsi atau teori mengapa ikan senang berada di sekitar rumpon

(Wahyudin, 2007):

1. Rumpon tempat berkumpulnya plankton dan ikan kecil lainnya sehingga

mengundang ikan-ikan yang lebih besar untuk tujuan feeding.

2. Merupakan suatu tingkah laku dari berbagai jenis ikan untuk berkelompok

disekitar kayu terapung seperti jenis-jenis tuna dan cakalang. Dengan demikian,

tingkah laku ini dimanfaatkan untuk tujuan penangkapan.

Kepadatan gerombolan ikan pada rumpon diketahui oleh nelayan berdasarkan

buih atau gelembung-gelembung udara yang timbul di permukaan air, warna air yang

gelap karena pengaruh gerombolan ikan atau banyaknya ikan kecil yang bergerak di

sekitar rumpon (Wahyudin, 2007).

MenurutWahyudin (2007) tujuan penggunaan rumpon adalah:

1. Meningkatkan produksi perikanan.

2. Meningkatkan produksi perikanan komersial.

3. Lokasi produksi akuakultur.

4. Lokasi rekreasi pancing.

5. Mengontrol daya recruitment sumberdaya ikan.

5

Page 6: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

Gambar 1. Rumpon (Boa, 2013)

2.2. Alat Tangkap yang Menggunakan Rumpon

Zulkarnain (2002) menyatakan bahwa jenis rumpon terdiri dari rumpon laut

dangkal dan rumpon laut dalam. Alat tangkap yang digunakan untuk rumpon laut

dangkal adalah pukat payang, gillnet (jaring insang). Jenis ikan yang tertangkap di

rumpon laut dangkal adalah ikan-ikan pelagis kecil. Sedangkan alat tangkap yang

digunakan untuk rumpon laut dalam adalah rawai tuna, pole and line, pancing ulur,

dan pukat cincin. Adapun jenis ikan yang tertangkap di rumpon laut dalam adalah

jenis-jenis ikan pelagis besar.

2.2.1. Pukat Payang

Payang termasuk kedalam klasifikasi pukat kantong. Payang adalah pukat

kantong lingkar yang secara garis besar terdiri dari bagian kantong, badan/perut dan

kaki/sayap. Payang mempunyai bagian atas mulut jaring yang menonjol kebelakang.

Hal ini dikarenakan payang tersebut umumnya untuk menangkap jenis-jenis ikan

pelagis yang biasanya hidup dibagian atas air yang mempunyai sifat cenderung lari

kelapisan bawah bila telah terkurung jaring. Pada bagian bawah kaki atau sayap dan

mulut jaring diberi pemberat, sedangkan pada bagian atas pada jarak tertentu diberi

pelampung. Pelampung yang berukuran paling besar ditempatkan dibagian tengah

6

Page 7: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

mulut jaring. Pada kedua ujung depan kaki/sayap disambung dengan taki panjang

yang umumnya tali selambar (Siska, 2011). Desain alat tangkap payang dapat dilihat

pada gambar 2.

Gambar 2. Pukat payang (Subani dan Barus, 1989 diacu dalam Siska, 2011)

Penangkapan dengan pukat payang dapat dilakukan baik pada malam maupun

pada siang hari. Pada malam hari terutama hari-hari gelap (tidak dalam keadaan

terang bulan), penangkapan ikan dibantu menggunakan lampu petromak. Sedangkan

penangkapan yang dilakukan pada siang hari menggunakan alat bantu rumpon.

Namun, penangkapan ikan kadang kala tanpa alat bantu rumpon, yaitu dengan cara

menduga-duga ditempat banyaknya ikan/mencari gerombolan ikan (Subani dan

Barus, 1989 diacu dalam Siska, 2011).

Hasil tangkapan payang terutama jenis-jenis ikan pelagis kecil, seperti ikan

layang, selar, kembung, lemuru, tembang dan japuh. Hasil tangkapan sangat

tergantung pada keadaan daerah dan banyak sedikitnya ikan yang berkumpul di

sekitar rumpon (Siska, 2011). Menurut Siska (2011) jenis ikan yang menjadi tujuan

penangkapan dengan payang adalah ikan yang hidup bergerombol pada lapisan

permukaan perairan, baik yang bergerombol dalam jenis yang sama ataupun dalam

jenis berbeda ukuran sama.

7

Page 8: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

2.3. Metode dan Teknik Pengoperasian Pukat Payang

2.3.1. Metode Pengoperasian

Payang berbadan jaring panjang dioperasikan melingkari gerombolan ikan yang

berada dipermukaan perairan dengan menggunakan tali selambar yang panjang.

Penarikan tali selambar dengan tujuan untuk mengangkat dan menarik pukat kantong

payang keatas geladak kapal. Penarikan selambar dilakukan dengan atau tanpa

menggunakan mesin penangkapan (fishing machinery). Pengoperasian pukat kantong

payang dilaksanakan dengan tidak menghela (dragging) payang dibelakang kapal

atau tidak secara penghelaan (SNI, 2005).

2.3.2. Teknik Pengoperasian

1. Penurunan jaring (setting)

Berdasarkan SNI (2005) teknik penurunan jaring (setting) pukat payang

adalah:

Penurunan jaring dilaksanakan dari salah satu sisi lambung bagian buritan

kapal, dengan gerakan maju kapal membentuk lingkaran yang bertujuan

melingkari gerombolan ikan sesuai dengan panjang tali selambar (50m-100m)

dengan kecepatan kapal anatar 1 knot-1,5 knot. Penggunaan sayap jaring atau

tali selambar yang panjang dengan tujuan untuk memperoleh lingkaran payang

yang besar, dan jarak liputan/tarikan payang yang panjang.

2. Penarikan dan pengangkatan jaring (hauling)

Berdasarkan SNI (2005) teknik penarikan dan pengangkatan jaring (hauling)

pukat payang adalah:

Penarikan dan pengangkatan jaring dilakukan dari sisi lambung kapal

atauburitan kapal tanpa atau dengan menggunakan mesin bantu penangkapan

(fishing machinery) dan kedudukan kapal berlabuh jangkar atau kedudukan

kapal terapung (drifting), agar supaya tidak terjadi gerakan mundur kapal yang

8

Page 9: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

berlebihan, diupayakan kapal bergerak maju dengan kecepatan kapal yang lambat,

sesuai beban/kecepatan penarikan payang.

2.4. Nelayan

Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi

penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Orang yang hanya melakukan

pekerjaan seperti membuat jaring mengangkut alat-alat perlengkapan kedalam

perahu/kapal tidak dimasukkan sebagai nelayan. Tetapi ahli mesin dan juru masak

yang bekerja di atas kapal penangkap ikan dimasukkan sebagai nelayan walaupun

mereka tidak secara langsung melakukan penangkapan (Direktorat Jenderal

Perikanan Tangkap, 2010).

Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (2010) nelayan dapat

diklasifikasikan berdasarkan waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan

operasi penangkapan:

1. Nelayan penuh yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk

melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air lainya/tanaman air.

2. Nelayan sambilan utama yaitu nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya

digunakan utuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air

lainnya/tanaman air. Di samping melakukan pekerjaan penangkapan, nelayan

kategori ini dapat pula mempunyai pekerjaan lain.

3. Nelayan sambilan tambahan yaitu nelayan yang sebagian kecil waktu kerjanya

digunakan untuk melakukan pekerjaan penangkapan ikan.

Menurut Sujarno (2008) faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan meliputi

faktor sosial dan ekonomi yang terdiri dari modal, jumlah perahu,pengalaman melaut,

jarak tempuh melaut, jumlah tenaga kerja. Dengan demikian pendapatan nelayan

berdasarkan besar kecilnya volume tangkapan, masih terdapat beberapa faktor yang

lainnya yang ikut menentukan keberhasilan nelayan yaitu faktor sosial dan ekonomi

selain tersebut diatas.

9

Page 10: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

Di Indonesia para nelayan biasanya bermukim di daerah pinggir pantai atau

pesisir laut. Komunitas nelayan adalah kelompok orang yang bermata pencaharian

hasil laut dan tinggal didesa-desa pantai atau pesisir (Sujarno, 2008).

Ciri komunitas nelayan dapat dilihat dari berbagai segi, sebagai berikut (Sujarno,

2008):

1. Dari segi mata pencaharian, nelayan adalah mereka yang segala aktivitasnya

berkaitan dengan lingkungan laut dan pesisir, atau mereka yang menjadikan

perikanan sebagai mata pencaharian mereka.

2. Dari segi cara hidup, komunitas nelayan adalah komunitas gotong royong.

Kebutuhan gotong royong dan tolong menolong terasa sangat penting pada saat

untuk mengatasi keadaan yang menuntut pengeluaran biaya besar dan

pengerahan tenaga yang banyak, seperti saat berlayar, membangun rumah atau

tanggul penahan gelombang di sekitar desa.

3. Dari segi keterampilan, meskipun pekerjaan nelayan adalah pekerjaan berat

namun pada umumnya mereka hanya memiliki keterampilan sederhana.

Kebanyakan mereka bekerja sebagai nelayan adalah profesi yang di turunkan

oleh orang tua, bukan yang dipelajari secara professional.

2.5. Pendapatan Nelayan

Pendapatan masyarakat nelayan bergantung terhadap pemanfaatan potensi

sumberdaya perikanan yang terdapat di lautan. Pendapatan masyarakat nelayan secara

langsung maupun tidak akan sangat mempengaruhi kualitas hidup mereka, karena

pendapatan dari hasil berlayar merupakan sumber pemasukan utama atau bahkan

satu-satunya bagi mereka, sehingga besar kecilnya pendapatan akan sangat

memberikan pengaruh terhadap kehidupan mereka, terutama terhadap kemampuan

mereka dalam mengelola lingkungan tempat hidup mereka (Hakim, 2011).

Pendapatan nelayan berasal dari dua sumber, yaitu, pendapatan dari usaha

penangkapan ikan dan pendapatan dari luar usaha penangkapan ikan. Sumber

pendapatan utama bagi nelayan yaitu berasal dari usaha penangkapan ikan sedangkan

10

Page 11: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

pendapatan dari luar usaha penangkapan ikan, biasanya lebih rendah (Fantony,

2014).

Pola perekonomian masyarakat nelayan dapat dikatakan masih berada pada

ambang tradisional, mereka masih menggunakan cara-cara tradisional dalam melaut.

Pendapatan nelayan adalah hasil yang diperoleh oleh nelayan berupa hasil penjualan

produk tangkapan dilaut atau bagi hasil penangkapan ikan (Fantony, 2014).

Pendapatan nelayan ditentukan oleh jumlah hasil tangkapan ikan. Pendapatan

disebut juga dengan income yaitu imbalan yang diterima oleh seluruh rumah tangga

pada lapisan masyarakat dalam suatu negara atau daerah, dari penyerahan faktor-

faktor produksi atau setelah melakukan kegiatan perekonomian (Tito, 2011).

Dengan kata lain pendapatan secara lebih fokus yaitu hasil pengurangan antara

jumlah penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan, pendapatan total diperoleh dari

merupakan penjumlahan dari seluruh pendapatan yang hasil usaha yang dilakukan.

Menurut Sumiyati (2006) terdapat hubungan yang positif antara hasil produksi yang

dipasarkan dengan pendapatan, artinya semakin besar produksi yang dipasarkan,

semakin besar pula pendapatan yang diperoleh.

Pendapatan nelayan rumpon yang diterima tergantung pada hasil tangkapan atau

produksi dan harga yang berlaku, dimana teknologi akan sangat menentukan

terhadap hasil usaha diantaranya perlengkapan yang digunakan dalam operasi

penangkapan, daerah penangkapan ikan (fishing ground), cuaca saat penangkapan

dan efektifitas alat tangkap yang digunakan (Muhartono et al., 2007).

Berdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi

usaha perikanan tangkap di Indonesia yaitu sebesar 97,02%. Hal ini dibuktikan dari

555.950 unit jumlah kapal perikanan yang menangkap ikan di laut, 539.380 unit

merupakan kapal yang berukuran <10 GT.

2.6. Pola Bagi Hasil

Menurut Muhartono et al., (2007) sistem bagi hasil adalah sistem perjanjian yang

disediakan dalam usaha penangkapan ikan, menurut perjanjian tersebut masing-

11

Page 12: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

masing menerima bagian dari hasil usaha berdasarkan imbangan yang telah disetujui

sebelumnya berdasarkan (UU No.16 Tahun 1964). Bagi Hasil yang terjadi selama

iniadalah setiap pembagian hasil usaha dari tahun pertama sampai tahun terakhir,

dimana proporsi tingkat pendapatan nelayan cenderung sangat kecil bila

dibandingkan dengan pendapatan juragan. Hal ini tidak sesuai atau tidak sebanding

dengan usaha keras yang dilakukan nelayan (Muhartono et al., 2007).

Perjanjian bagi hasil adalah perjanjian yang diadakan dalam usaha penangkapan

atau pemeliharaan ikan antara nelayan pemilik dan nelayan penggarap. Sistem bagi

hasil tangkapan dilakukan pada saat setelah penyortiran dan pengemasan ikan

kedalam styrofoam. Ikan-ikan hasil tangkapan akan dipisahkan sebagian untuk dijual

dan sebagian untuk dibagikan kepada tiap-tiap ABK, dan setiap akhir bulan akan

dilkukan perhitungan ongkos dan jumlah pemasukan oleh nahkoda kapal selaku

bendahara dalam usaha tersebut, setelah mengakumulasi jumlah pendapatan

dan jumlah pengeluaran maka nahkoda tersebut akan membagi jumlah pendapatan

separuh bagian untuk para nelayan dan separuh bagian untuk pemilik kapal

(Muhartono et al., 2007).

Panglima laot (2005) diacu dalam Hafinuddin (2010) menyebutkan bahwa dari

awal kegiatan melaut dengan adanya modal kerja melaut, meliputi biaya hidup

nelayan selama melaut, biaya pembelian es sebagai pengawet hasil tangkapan, dan

bahan bakar minyak (BBM) sebagai bahan dasar pengoperasian boat melaut. Modal

melaut dipinjamkan oleh toke bangku kepada nelayan untuk memenuhi modal kerja

melaut, dengan keharusan hasil tangkapan nelayan tersebut akan dibeli oleh toke

bangku dengan keuntungan yang diperoleh toke bangku sebesar 5% dari total

keuntungan hasil tangkapan dan ditambah dari pemotongan dari biaya belanja

melaut. Pemotongan biaya melaut akan digulirkan kembali kedalam siklus

sebagaimodal melaut. Dan setiap akhir bulan akan dilakukan perhitungan ongkos.

Skema penghitungan modal kerja melaut dapat dilihat pada gambar 3.

12

Page 13: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

Gambar 3. Skema perhitungan modal kerja melaut (Hafinuddin, 2010)

2.7. Analisis Usaha

2.7.1. Biaya Investasi

Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan satu kali dalam satu periode

proses produksi untuk memperoleh berapa kali manfaat secara ekonomis yang

dikeluarkan pada awal kegiatan melakukan operasi penangkapan ikan (Napasau et al.,

2015).

2.7.2. Biaya Tetap

Biaya tetap adalah biaya yang digunakan dalam menjalankan usaha

penangkapan ikan hingga mencapai targetusia ekonomi suatu usaha, meliputi biaya

pembuatan unit rumpon, biaya perawatan, dan biaya penyusutan, dengan kisaran

harga yang relatif sama antara rumpon (Napasau et al., 2015).

13

B. Hasil penjualan

C. [(5%×B) + A

Toke Bangku

E. Modal kerja selanjutnya (E=A)

F. Laba (5%× B)

D. [95%× B) - A

G. Toke Boat (50%×D)

H. Nelayan (50%×D)

A. Modal kerja melaut (es, BBM, living cost)

Pemodal/Toke Bangku

Page 14: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

2.7.3. Biaya Tidak Tetap

Biaya tidak tetap dalam menjalankan kegiatan usaha penangkapan adalah

biaya yang digunakan untuk menunjang kegiatan usaha rumpon tersebut, diantaranya

yang terdiri dari bahan bakar minyak (BBM), es, oli, air bersih, dan konsumsi. Biaya-

biaya ini digunakan untuk menunjang kebutuhan kegiatan operasi penangkapan ikan

yang menggunakan rumpon (Napasau et al., 2015).

2.7.4. Biaya Penyusutan

Biaya penyusutan dalam melakukan kegiatan usaha penangkapan ikan adalah

biaya penurunan nilai alat tangkap dan alat bantu rumpon yang di akibatkan oleh

menurunnya kualitas alat. Penurunan biaya tersebut akibat adanya keausan atau

turunnnya kualitas barang atau adanya penemuan barang atau alat model terbaru

(Napasau et al., 2015).

14

Page 15: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober-November 2015 di PPI Ujong Baroh

Kabupaten Aceh Barat.

3.2. Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dan penelitian

kuantitatif dan pembahasan secara deskriptif. Pendekatan kualitatif adalah suatu

proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang

menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini,

peneliti membuat suatu gambaran kompleks, wawancara, laporan terinci dari

pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Afriani, 2009).

Metode kuantitatif adalah pendekatan ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian

fenomena serta mengembangkan dan menggunakan model matematis berdasarkan

objek yang diteliti (Sugiyono, 2008).

Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metode penelitian survei.

Penggunaan survei sebagai metode penelitian sehingga melibatkan sejumlah

responden yang merupakan stakeholder atau responden yang berkaitan dengan

penelitian yang akan dilakukan, metode penelitian survei menggunakan instrumen

berupa kuisoner untuk meminta tanggapan dari responden dalam wawancara.

Diagram alir metode penelitian dapat dilihat pada gambar 4.

15

Page 16: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

Gambar 4. Diagram alir metode penelitian

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengambilan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

sensus. Sensus adalah cara pengumpulan data apabila seluruh elemen populasi

diselidiki satu persatu, pada dasarnya sensus adalah sebuah riset survei dimana

peneliti mengambil seluruh anggota populasi sebagai respondennya. Data yang akan

diperoleh tersebut merupakan hasil pengolahan sensus disebut sebagai data yang

sebenarnya (true value) (Sugiyono, 2008).

Sensus dilakukan dengan tujuan mendapatkan informasi tentang pendapatan

dan pola bagi hasil nelayan pukat payang yang menggunakan alat bantu rumpon di

PPI Ujong Baroh Kabupaten Aceh Barat. Data yang dikumpulkan mencakup data

primer dan sekunder.

16

Nelayan rumpon

PPI Ujong Baroh

KualitatifMetode penelitian

Analisis dataAnalisis

Pendapatan

Kuantitatif

Analisis pola bagi hasil

Survei

Page 17: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

1. Data Primer

Data primer akan diperoleh secara langsung dengan melakukan wawancara

kepada nelayan di PPI Ujong Baroh. Berdasarkan panduan dan pertanyaan (kuisoner).

Wawancara dilakukan untuk mendapat informasi tentang pendapatan dan pola bagi

hasil nelayan rumpon. Pengumpulan data primer berdasarkan sumber dan informasi

yang ingin diperoleh dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Data primer berdasarkan sumber dan informasi yang akan diperoleh

No Sumber Data

Informasi Jumlah Responden

1 Nelayan Pendapatan dan pola bagi hasil nelayan pukat payang yang menggunakan rumpon di PPI Ujong Baroh Kabupaten Aceh Barat

7 pemilik kapal UPI nahkoda kapal, ABK, dengan alat bantu rumpon

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang dikumpulkan antara lain data yang diperoleh dari

dokumen-dokumen tertulis dikantor atau studi literatur. Adapun data sekunder yang

akan dikumpulkan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Data sekunder berdasarkan sumber dan informasi yang akan diperoleh

No Sumber Data Informasi

1 Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh

a. Jumlah armada penangkapan ikan Kabupaten Aceh Barattahun 2010-2014

b. Jumlah alat tangkap Kabupaten Aceh Barattahun 2010-2014

c. Jumlah nelayan Kabupaten Aceh Barat tahun 2010-2014d. Produksi dan nilai produksi yang didaratkan di Kabupaten

Aceh Barat tahun 2010-20142 Bappeda Peta lokasi penelitian (Peta posisi PPI Ujong Baroh)

3 BPS Kabupaten Aceh Barat

Letak geografis Kabupaten Aceh Barat

3.4. Metode Analisis Data

17

Page 18: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

3.4.1. Analisis Pendapatan Nelayan

Metode analisis pendapatan nelayan yang digunakan ialah analisis keuntungan

secara mendalam dengan mempertimbangkan perhitungan nilai investasi dan

penyusutan (Boa, 2013).

π = TRTC.......................................................................... (1)

TR =x. Px............................................................................ (2)

TC = TC fixed + TC variable................................................. (3)

Penyusutan (RP / bulan) ¿Nilai Investasi(RP)

Umur Ekonomis (bulan)...........(4)

Yang mana:π : Keuntungan, satuannya rupiahTR : Total Revenue (Total penerimaan), satuannya rupiahTC : Total Cost (Total Biaya), satuannya rupiahx : Hasil tangkapan, satuannya rupiah/kilogramPx : Harga jual, satuannya rupiah/kilogramTC fixed : Total Cost of Fixed (Total biaya tetap), satuannya rupiahTC variable : Total Cost of Variable (Total biaya tidak tetap), satuannya rupiah.

3.4.2. Analisis Pola Bagi Hasil

Analisis pola bagi hasil dilakukan secara deskriptif yang informasinya

diperoleh dari kuisoner (wawancara dengan nelayan rumpon). Penelitian deskriptif

merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan objek atau subjek yang

diteliti sesuai dengan apa adanya, dengan tujuan menggambarkan secara sistematis,

fakta dan karakteristik objek yang diteliti secara tepat.

Menurut Syah (2010) penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang

digunakan untuk menemukan pengetahuan yang seluas-luasnya terhadap objek

penelitian pada suatu masa tertentu.Sedangkan menurut Setyosari (2010) ia

menjelaskan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk

menjelaskan atau mendeskripsikan suatu keadaan, peristiwa, objek apakah orang,

18

Page 19: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

atau segala sesuatu yang terkait dengan variabel-variabel yang bisa dijelaskan baik

dengan angka-angka maupun kata-kata.

Penelitian deskriptif menurut Widodo et al., (2000) kebanyakan tidak

dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, melainkan lebih pada

menggambarkan apa adanya suatu gejala, variabel, atau keadaan. Namun demikian,

tidak berarti semua penelitian deskriptif tidak menggunakan hipotesis. Penggunaan

hipotesis dalam penelitian deskriptif bukan dimaksudkan untuk diuji melainkan

bagaimana berusaha menemukan sesuatu yang berarti sebagai alternatif dalam

mengatasi masalah penelitian melalui prosedur ilmiah.

Penelitian deskriptif tidak hanya terbatas pada masalah pengumpulan dan

penyusunan data, tapi juga meliputi analisis dan interpretasi tentang arti data tersebut.

Oleh karena itu, penelitian deskriptif mungkin saja mengambil bentuk penelitian

komparatif, yaitu suatu penelitian yang membandingkan satu fenomena atau gejala

dengan fenomena atau gejala lain, atau dalam bentuk studi kuantitatif dengan

mengadakan klasifikasi, penilaian, menetapkan standar, dan hubungan kedudukan

satu unsur dengan unsur yang lain (Widodo et al., 2000).

Secara ringkas, metode pengolahan data pada penelitian ini dapat dilihat pada

Tabel 3.

Tabel 3. Metode pengolahan data berdasarkan sumber data dan informasi yang akan diperoleh

No Tujuan penelitian

Teknik pengumpulan

Data

Responden Alat analisis

1 Analisis usaha

Wawancara dan kuesioner (Data populasi)

7 pemilik kapal UPI nahkoda kapal, ABK, dengan alat bantu rumpon

Analisis keuntungan menggunakan perangkat lunak MS. Excell

2 Pola bagi hasil

Wawancara dan kuesioner (Data populasi)

7 pemilik kapal UPI, nahkoda kapal, ABK, dengan alat bantu rumpon

Analisis deskriptif menggunakan perangkat lunak MS. Excell

19

Page 20: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

BAB IV

KONDISI DAERAH PENELITIAN

4.1. Letak Geografis Lokasi Penelitian

Secara geografis Kabupaten Aceh Barat terletak antara 04°06'-04°47' Lintang

Utara dan 95°52'- 96°30' Bujur Timur. Wilayah KabupatenAceh Barat berbatasan

dengan Kabupaten Pidie Jaya dan Aceh Jaya di sebelah utara, kemudian di sebelah

selatan berbatasan dengan Kabupaten Nagan Raya dan Samudera Indonesia.

Sedangkan disebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tengah dan Nagan

Raya, sebelah barat berbatasan dengan Samudera Indonesia (BPS Aceh Barat, 2014).

Kabupaten Aceh Barat terletak dibagian ujung pulau sumatera dipesisir Barat,

luas wilayah Kabupaten Aceh Barat mencapai 2.927,95 Km2atau seluas 292,795 Ha

sedangkan panjang garis pantai diperhitungkan 50.55 km dengan luas laut 12 mil atau

233 km2 daratan (BPS Aceh Barat, 2014).

Kabupaten ini memiliki empat kecamatan yang berbatasan langsung dengan

Samudera Indonesia dan merupakan Kecamatan pesisir yaitu Kecamatan Johan

Pahlawan, Meureubo, Samatiga dan Kecamatan Arongan Lambalek. Serta 8

kecamatan daratan yaitu Kaway XVI, Sungai Mas, Pantee Ceureumen, Panton Ree,

Bubon, Woyla, Woyla Barat dan Woyla Timur (BPS Aceh Barat, 2014).

PPI Meulaboh berlokasi di Desa Ujong Baroh, Kecamatan Johan Pahlawan. Luas

Wilayah Kecamatan Johan Pahlawan adalah 44,91 Km2 atau 1,53% dari luas

kabupaten (BPS Aceh Barat, 2014).

4.2. Keadaan Umum PerikananTangkap Aceh Barat

Kabupaten Aceh Barat memiliki kekayaan sumberdaya perikanan yang cukup

besar dan memiliki peluang yang cukup menjanjikan untuk pengembangan sub sektor

perikanan khususnya perikanan tangkap. Diperkirakan potensi perikanan laut di

20

Page 21: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

perairan Aceh Barat pada tahun 2014 mencapai 12.767 ton/tahun dengan nilai

produksi Rp. 250.988.543.000 (DKP Provinsi Aceh, 2014).

4.2.1. Unit Penangkapan Ikan

Unit penangkapan merupakan satu kesatuan dari, kapal, alat tangkap dan

nelayan yang merupakan faktor yang menentukan dalam usaha penangkapan ikan.

4.2.1.1. Armada Penangkapan Ikan

Berdasarkan data DKP Provinsi Aceh 2014 jumlah armada penangkapan

ikan di Kabupaten Aceh Barat mencapai 848 unit, yang didominasi oleh armada

perahu kapal motor 559 unit. Rincian data jumlah armada penangkapan dapat dilihat

pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah armada penangkapan pada tahun 2010-2014

Armada 2010 2011 2012 2013 2014

Perahu tanpa motor

Jukung 74 74 74 74 74Kecil 93 93 93 93 93Sedang 41 41 41 41 41Besar 7 7 7 7 7

Sub Total 215 215 215 215 215Pertumbuhan per tahun perahu tanpa

motor 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Rata rata pertumbuhan per tahun perahu tanpa motor 0.00

Perahu motorMotor temple 74 74 74 74 74

 Kapal motor 565 565 565 559 559

Sub Total 639 639 639 633 633Pertumbuhan per tahun perahu Motor

  0.00 0.00 0.00 -0.94 0.00

Rata rata pertumbuhan per tahun perahu motor -0.19

Total 854 854 854 848 848Pertumbuhan per tahun armada

penangkapan ikan 0.00 0.00 0.00 -0.70 0.00

Rata rata pertumbuhan per tahun -0.14

Sumber: DKP Provinsi Aceh, 2010-2014; diolah kembali

21

Page 22: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

Adapun rata-rata pertumbuhan per tahun armada perahu tanpa motor tidak

mengalami pertumbuhan per tahunnya selama periode tahun 2010-2014, sedangkan

untuk armada perahu motor rata-rata pertumbuhan per tahunnya mengalami

penurunan sebesar -0,19% , dan untuk armada penangkapan ikan dari tahun 2010-

2014 rata-rata pertumbuhan pertahun mengalami penurunan yaitu sekitar -0.14 % per

tahun.

Gambar 5. Diagram jumlah armada penangkapan tahun 2010-2014

Berdasarkan Gambar 5. maka dapat diketahui, jumlah armada penangkapan

tahun 2010-2012 mencapai 854 unit, dan tidak mengalami penurunan maupun

kenaikan dari tahun sebelumnya, sedangkan pada tahun 2013-2014 jumlah armada

penangkapan mengalami penurunan yaitu mencapai 848 unit.

Gambar 6. Persentase jumlah armada tahun 2014

22

Perahu Tanpa Motor25%

Perahu Motor75%

2010 2011 2012 2013 2014845846847848849850851852853854855 854 854 854

848 848

Arm

ada

(uni

t)

Page 23: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

Berdasarkan Gambar 6. Maka dapat diketahui, persentase jumlah armada

penangkapan ikan pada tahun 2014 untuk perahu tanpa motor jumlah persentasenya

sekitar 25%, persentase ini lebih rendah dibandingkan dengan perahu motor yang

mencapai jumlah persentase sekitar 75%.

4.2.1.2. Alat Tangkap

Berdasarkan data Statistik Perikanan Provinsi Aceh tahun 2014, di

Kabupaten Aceh Barat jumlah alat tangkap ikan pada tahun 2014 mencapai 849 unit,

yang didominasi oleh pancing (Hook and lines) 653 unit, pukat udang (Equiped

shrimp net) 0 unit, pukat kantong (Seine nets) 20 unit, pukat cincin 21 unit, jaring

insang (Gill nets) 155 unit dan perangkap (Traps) 3 unit. Jenis dan jumlah alat

tangkap dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Jenis dan jumlah alat tangkap di Kabupaten Aceh Barat tahun 2010-2014

No Alat tangkapTahun

2010 2011 2012 2013 20141 Pukat udang   0 0 0 0 0

Sub Total 0 0 0 0 0

2Pukat

kantong/seine net

Pukat payang 15 15 15 15 15Dogol 0 0 0 0 0Pukat pantai 7 5 5 5 5

Sub Total 22 20 20 20 203 Pukat cincin   21 21 21 21 21

Sub Total 21 21 21 21 21

4 Jaring insang

Jaring insang hanyut 27 27 27 27 65Jaring lingkar 27 27 0 0 0Jaring klitik 30 30 30 30 30Jaring insang tetap 26 26 26 26 26Jaring tiga lapis 34 34 34 34 34

Sub Total 144 144 117 117 155

23

Page 24: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

Lanjutan tabel 5. Jenis dan jumlah alat tangkap di Kabupaten Aceh Barat tahun

2010-2014

No Alat tangkap Tahun2010 2011 2012 2013 2014

 5  Jaring angkat   70 0 0 0 0

6 Pancing/hook and lines

Rawai tuna 0 65 0 0 0

Rawai hanyut 45 45 45 45 45Rawai tetap 137 127 127 127 127Rawai tetap dasar 0 35 35 35 35

Pancing tonda 82 82 82 82 82Pancing ulur 32 32 32 32 97

Pancing lainnya 374 267 267 267 267

Sub Total 740 653 588 588 6537 Perangkap Bubu 3 3 17 3 3

Sub Total 3 3 17 3 3Total alat tangkap 930 841 763 749 849

Pertumbuhan alat tangkap per tahun 0.00 -9.57 -9.27 -1.83 13.35

Rata rata pertumbuhan per tahun -1.47Sumber: DKP Provinsi Aceh, 2010-2014; diolah kembali

Berdasarkan data yang diperoleh, rata-rata pertumbuhan pertahun jumlah alat

tangkap pada tahun 2011 mengalami penurunan sebesar -9,57% per tahun, pada tahun

2012 jumlah alat tangkap tidak mengalami pertumbuhan dari tahun sebelumnya -

9,27% per tahun dan pada tahun 2013 jumlah alat tangkap mengalami penurunan

sebesar -1,83% per tahun, sedangkan pada tahun 2014 jumlah alat tangkap

mengalami kenaikan sebesar 13,35% per tahun. Dan untuk rata-rata pertumbuhan

pertahun jumlah alat tangkap ikan di Kabupaten Aceh Barat sebesar -1,47% tahun.

24

Page 25: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

2010 2011 2012 2013 20140

200

400

600

800

1000 930841

763 749849

Tahun

Ala

t Tan

gkap

(Uni

t)

Gambar 7.Diagram jumlah alat tangkap tahun 2010-2014

Berdasarkan gambar 7. Jumlah alat tangkap, maka dapat diketahui jumlah alat

tangkap pada tahun 2010 merupakan jumlah alat tangkap tertinggi yang mencapai

930 unit, pada tahun 2011 mencapai 841 unit, pada tahun 2012 mencapai 763 unit,

sedangkan pada tahun 2013 merupakan jumlah alat tangkap terendah yang mencapai

749 unit dan pada tahun 2014 mencapai 849 unit.

Pukat kantong/seine net2%

Pukat Cincin2%

Jaring Insang18%

Pancing/ hook and lines77%

Perangkap0%

Gambar 8. Persentase jumlah alat tangkap pada tahun 2014

25

Page 26: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

Persentase jumlah alat tangkap pada tahun 2014 diantaranya meliputi pukat

kantong 2%, pukat cincin 3%, jaring insang 18% dan mencapai 79%, perangkap 0%.

4.2.1.3. Nelayan

Nelayan di PPI Ujong Baroh disebut sebagai nelayan tradisional yang masih

memegang erat nilai dan norma terhadap aturan-aturan yang dibuat dalam ketentuan

adat setempat. Aturan-aturan tersebut biasanya berupa larangan menggunakan alat

tangkap tertentu atau larangan untuk melaut pada hari-hari tertentu. Nilai-nilai

tersebut juga diimplementasikan dalam ritual-ritual atau upacara-upacara tertentu

yang biasanya dilakukan untuk menghormati laut sebagai sumber mata pencarian

bagi masyarakat nelayan. Apabila nelayan melanggar aturan tersebut maka akan

dikenakan Hukôm Adat Laôt oleh tetua adat yang biasa disebut Panglima Laot

Beberapa nelayan di PPI Ujong Baroh, sampai saat ini masih menggunakan

rumpon sebagai alatbantu penangkapan, menurut nelayan di PPI Ujong Baroh,

penggunaan rumpon lebih efektif digunakan dalam melakukan operasi penangkapan

ikan, bahkan hasil tangkapan per trip nya cenderung lebih banyak daripada nelayan

yang tidak menggunakan rumpon.

Bagi nelayan rumpon di PPI Ujong Baroh, rumpon adalah salah satu

alternatif yang digunakan nelayan dalam melakukan operasi penangkapan ikan, tetapi

penggunaan alat tangkap juga sangat mempengaruhi jumlah tangkapan nelayan. Oleh

karena itu nelayan rumpon menggunakan pukat payang sebagai alat tangkap dalam

pengoperasiannya menggunakan rumpon.

Nelayan di Kabupaten Aceh Barat di bagi ke dalam tiga kategori yaitu

nelayan penuh, nelayan sambilan utama dan nelayan sambilan tambahan. Nelayan

penuh adalah nelayan yang seluruh waktunya untuk menangkap ikan, nelayan

sambilan utama nelayan yang sebagian besar waktunya untuk menangkap ikan dan

nelayan sambilan tambahan nelayan yang hanya sebagian kecil waktu nya digunakan

untuk menangkap ikan. Nelayan berdasarkan kategori pada tahun 2010-2014 dapat di

lihat pada tabel 6.

26

Page 27: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

Tabel 6. Nelayan berdasarkan kategori pada tahun 2010-2014

Tahun

Kategori Nelayan

Total Pertumbuhan per tahun

Nelayan Penuh

Nelayan Sambilan

Utama

Nelayan Sambilan Tambahan

2010 1,134 582 33 1,749 0.002011 1,134 582 33 1,749 02012 1,134 582 33 1,749 02013 1,987 608 61 2,656 51.862014 1,987 608 61 2,656 0.00

Rata-rata pertumbuhan per tahun 10.37Sumber: DKP Provinsi Aceh, 2010-2014; diolah kembali

2010 2011 2012 2013 20140

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

1,749 1,749 1,749

2,656 2,656

Tahun

Nel

ayan

(Jiw

a)

Gambar 9. Diagram jumlah nelayan tahun 2010-2014

Berdasarkan data Statistik Perikanan Provinsi Aceh 2010-2014, jumlah nelayan

tertinggi terjadi pada tahun 2013-2014 yaitu mencapai 2.656 jiwa sedangkan jumlah

nelayan terendah terjadi pada tahun 2010-2012. Rata-rata pertumbuhan per tahun

jumlah nelayan Kabupaten Aceh Barat yaitu sebesar 10,37% per tahun.

27

Page 28: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

Nelayan Penuh75%

Nelayan Sambilan Utama23%

Nelayan Sambilan Tambahan2%

Gambar 10. Persentase kategori jumlah nelayan tahun 2014

Persentase nelayan berdasarkan kategori pada tahun 2014. Nelayan penuh

sebesar 75%, nelayan sambilan utama sebesar 23% dan nelayan sambilan tambahan

sebesar 2%.

4.2.1.4. Rumpon

Rumpon merupakan salah satu alat bantu penangkapan ikan yang bertujuan

untuk meningkatkan hasil tangkapan.Menurut nelayan di PPI Ujong Baroh

penggunaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan lebih memudahkan nelayan

dalam menemukan daerah penangkapan ikan (fishing ground), meminimumkan biaya

bahan bakar dan meningkatkan hasil tangkapan.

Jenis alat tangkap yang menggunakan rumpon oleh nelayan di PPI Ujong

Baroh adalah pukat payang. Payang adalah pukat kantong yang di gunakan untuk

menangkap ikan permukaan dimana kedua sayapnya berguna untuk menakut-nakuti

atau mengejutkan ikan serta menggiring gerombolan ikan agar masuk kedalam

kantong (Lestariono, 2013). Dalam operasi penangkapan pukat payang dengan

menggunakan alat bantu rumpon, ikan-ikan yang ada pada rumpon digiring masuk ke

dalam kantong pukat payang. Menurut nelayan di PPI Ujong Baroh penggunaan alat

tangkap pukat payang lebih efektif jika digunakan pada rumpon.

28

Page 29: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

Menurut nelayan di PPI Ujong Baroh, pengoperasian alat tangkap pukat

payang yaitu kapal akan mendekati gerombolan ikan pada rumpon, dengan

memperhatikan arah arus, karena arah ikan pada rumpon akan berlawanan arah

dengan arah arus, jika arah arus dibarat maka posisi ikan ada ditimur. Sebelum

melakukan penurunan jaring, terlebih dahulu nelayan menurunkan 2 perahu kecil

yang berguna untuk memudahkan nelayan dalam melakukan penangkapan ikan.

Kemudian memindahkan rumpon utama agar ikan berkumpul di rumpon pada perahu

kecil, perahu kecil berukuran 2 meter ini, sudah dilengkapi dengan rumpon, cara ini

lebih memudahkan operasi penangkapan ikan dengan alat tangkap pukat payang agar

pukat payang tidak tersangkut pada rumpon utama. Setelah itu baru dilakukan

penurunan jaring, penurunan jaring harus dilakukan pada jarak dan waktu yang tepat,

sehingga pada waktu jaring melewati gerombolan ikan pada rumpon, jaring dapat

membuka dengan maksimal.

Setelah jaring diturunkan yang dimulai dengan menurunkan pelampung

tanda mengelilingi rumpon, penarikan jaring berdasarkan aba-aba dari Pawang Laot,

penarikan jaring dilakukan sampai semua jaring turun kelaut dan selanjutnya

mengambil kedua sayap, kemudian jaring yang telah diisi dengan ikan ditarik keatas

perahu, operasi penangkapan ikan dianggap selesai apabila jaring telah ditarik keatas

perahu. Gambar alat bantu rumpon dapat dilihat pada gambar 11.

Gambar 11. Alat bantu rumpon

29

Page 30: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

4.2.2. Volume dan Nilai Produksi Perikanan Kabupaten Aceh Barat

Perkembangan produksi dan nilai produksi perikanan laut selama periode

2010-2014 di PPI Ujong Baroh mengalami kenaikan yang cukup baik dengan

didukung oleh tingginya nilai jual ikan. Nilai produksi tertinggi dalam 5 tahun

terakhir ini terjadi pada tahun 2014 dengan produksi perikanan sebesar 12.767

ton/tahun dengan nilai produksi Rp. 250.988.543. Nilai produksi yang terendah dalam

lima tahun terakhir ini terjadi pada tahun 2010 dengan produksi perikanan sebesar

11.217 ton/tahun dengan nilai produksi Rp. 155.903.166,50. Perkembangan produksi

perikanan laut periode 2010-2014 di PPI Ujong Baroh dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Perkembangan produksi perikanan laut selama periode 2010-2014

Tahun Volume produksi (Ton) Pertumbuhan per tahun

2010 11,217.00 0.002011 10,715.60 -4.472012 12,400.60 15.722013 12,557 1.2572014 12,767 1.677

Pertumbuhan rata-rata per tahun 2.84Sumber : DKP Provinsi Aceh, 2010-2014; diolah kembali

2010 2011 2012 2013 20149,500

10,00010,50011,00011,50012,00012,50013,000

11,21710,716

12,401 12,55712,767

Tahun

Vol

ume

prod

uksi

(ton

)

Gambar 12. Diagram volume produksi tahun 2010-2014

30

Page 31: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

Dari data yang diperoleh volume produksi secara keseluruhan tertinggi terjadi

pada tahun 2014 yaitu sebesar 12.767 ton. Sedangkan volume produksi terendah

terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 10,715.60 ton. Dan rata-rata pertumbuhan

pertahun volume produksi sebesar 2.84%. Nilai produksi dari 2010-2014 dapat dilihat

di tabel 8.

Tabel 8. Nilai produksi perikanan tahun 2010-2014

Tahun Nilai produksi (× Rp 1000) Pertumbuhan per tahun

2010 155,903,166.50 0.002011 199,635,418.40 28.052012 249,697,905.80 25.082013 246,794,334 -1.1632014 250,988,543 1.699

Pertumbuhan rata-rata per tahun 10.73Sumber: DKP Provinsi Aceh, 2010-2014; diolah kembali

2010 2011 2012 2013 2014000

50,000,000

100,000,000

150,000,000

200,000,000

250,000,000

300,000,000

Tahun

Nila

i pro

duks

i (x

Rp

1000

)

Gambar 13. Diagram nilai produksi tahun 2010-2014

Dari data yang diperoleh nilai produksi tertinggi terjadi pada tahun 2014 yaitu

Rp. 250.988.543. Sedangkan nilai produksi terendah terjadi pada tahun 2010 sebesar

Rp. 155.903.166.50. Dan untuk rata-rata pertumbuhan per tahun berkisar 10.73%.

31

Page 32: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

4.2.3. Daerah Penangkapan Ikan

Daerah penangkapan ikan (fishing ground) merupakan daerah operasi

penangkapan ikan, yang diduga sebagai tempat ikan-ikan bergerombol. Penangkapan

ikan di aceh barat umumya dilakukan sepanjang tahun dan dikenal dengan dua

musim, yaitu musim timur dan musim barat. Menurut nelayan di PPI Ujong Baroh

musim timur adalah dimana jumlah ikan sangat banyak atau berlimpah yaitu pada

bulan April-Oktober, sedangkan musim barat ditandai dengan sedikitnya hasil

tangkapan yang didaratkan akibat keadaan perairan yang cukup membahayakan

untuk melakukan operasi penangkapan ikan, musim barat biasanya berlangsung pada

bulan November-Maret.

Armada penangkapan ikan yang ada di Kabupaten Aceh Barat didominasi oleh

armada kapal motor yaitu sebanyak 559 unit (DKP Provinsi Aceh, 2014), maka

diduga jarak tempuh armada tersebut jauh dari perairan Aceh Barat atau

diprediksikan nelayan kabupaten ini melaut dengan radius 20-30 mil ke arah laut

lepas.

32

Page 33: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil

5.1.1. Karakteristik Masyarakat Nelayan di Meulaboh

Masyarakat nelayan di Meulaboh masih disebut sebagai nelayan tradisional

yang sampai saat ini tetap memegang erat nilai dan norma terhadap aturan-aturan

yang dibuat dalam ketentuan adat setempat. Aturan-aturan tersebut biasanya berupa

larangan menggunakan alat tangkap tertentu atau larangan untuk melaut pada hari-

hari tertentu yang biasa disebut sebagai Hukôm Adat Laôt. Nilai-nilai tersebut juga

diimplementasikan dalam ritual-ritual atau upacara-upacara tertentu yang biasanya

dilakukan untuk menghormati laut sebagai sumber mata pencarian bagi masyarakat

nelayan. Apabila nelayan melanggar aturan tersebut maka akan dikenakan Hukôm

Adat Laôt oleh pemimpin nelayan yang secara hukum adat laut (hukum adat laôt)

yang biasa disebut Panglima Laot.

Hukôm Adat Laôt merupakan bagian dari adat istiadat secara turun temurun,

maka dapat dikatakan Hukôm Adat Laôt adalah kesadaran masyarakat terhadap

hukum adat yang dibuat, khususnya pada masyarakat-masyarakat dengan struktur

sosial dan kebudayaan sederhana.

5.1.2. Aktivitas Melaut Nelayan Rumpon di PPI Ujong Baroh

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, aktivitas melaut nelayan rumpon

dalam melakukan operasi penangkapan ikan berlangsung setiap hari kecuali pada hari

jumat, dikarenakan hari jumat merupakan hari pantang melaut bagi nelayan rumpon

di PPI Ujong Baroh Kabupaten Aceh Barat. Aktivitas melaut yang dilakukan nelayan

rumpon biasanya berlangsung pada pagi hingga sore hari, adapun aktivitas melaut

nelayan rumpon per minggu adalah selama 6 hari dan per bulan adalah selama 26

hari.

33

Page 34: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

5.1.3. Pendapatan Nelayan Rumpon

Pendapatan yang diperoleh nelayan merupakan hasil bersih setelah dikurangi

atau dipotong oleh biaya yang telah terpakai selama melaut. Penggunaan rumpon oleh

nelayan di PPI Ujong Baroh sebagai alat bantu penangkapan ikan cenderung mampu

meningkatkan hasil produksi usaha penangkapan dan memudahkan nelayan dalam

menentukan daerah penangkapan ikan.

Adapun estimasi penerimaan yang diperoleh nelayan dari hasil jual ikan

tangkapan per minggu Rp. 32.857.143,- dan dari hasil penerimaan kotor tersebut

menunjukkan bahwa penerimaan per hari nelayan rumpon adalah sebesar Rp.

5.054.945,-; dari hasil asumsi tersebut maka diperoleh penerimaan kotor per bulan

adalah sebesar Rp. 131.428.572,-; kemudian biaya pengeluaran saat melakukan

fishing ground perbulan per rumpon dalam rupiah, terdiri dari biaya tetap dan biaya

tidak tetap atau biaya operasional.

Biaya tetap nelayan rumpon di PPI Ujong Baroh terdiri dari beberapa

komponen. Untuk estimasi biaya tetap nelayan rumpon perbulan dapat dilihat pada

tabel 9.

Tabel 9. Estimasi biaya tetap nelayan rumpon di PPI Ujong Baroh

NO KomponenUmur Ekonomis (bulan)

HargaBeli (Rp)

Penyusutan/ bulan (Rp)

1 Rumpon 24 5,580,000 232.500

2 Pelepah kelapa 2 38,000 19,000

3 Pukat payang 60 20,000,000 333,3334 Kapal payang 120 90,000,000 750,000Total 1.334.833

Sumber: Data Primer, 2015

Berdasarkan tabel 9. Estimasi biaya tetap, komponen rumpon terdiri dari tali

utama, jangkar, pelampung styrofoam dan perahu kecil, sedangkan pelepah kelapa

sebagai atraktornya. Estimasi biaya tetap nelayan rumpon di PPI Ujong Baroh adalah

34

Page 35: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

sebesar Rp. 1.334.833,-; per bulan. Hal ini didasarkan pada perhitungan yang terdiri

dari biaya penyusutan alat bantu rumpon per bulan.

Biaya tidak tetap nelayan rumpon di PPI Ujong Baroh merupakan komponen

operasional yang terdiri dari bahan bakar minyak (BBM), es, oli, air bersih, konsumsi

dan cuci boat. Untuk estimasi biaya tidak tetap nelayan rumpon perbulan dapat dilihat

pada tabel 10.

Tabel 10. Estimasi biaya tidak tetap nelayan rumpon di PPI Ujong Baroh

No Bahan Kebutuhan/ trip

Kebutuhan/ bulan @ Biaya/bulan

(Rp)1 BBM 60 liter 1,560 liter 7.300 11.388.0002 Es 8 batang 208 batang 12.000 2.496.0003 Air bersih 2 jirigen 52 jirigen 7.000 364.0004 Oli - 4 liter 62.000 248.0005 Konsumsi 14 orang 364 orang 100.000 36.400.0006 Cuci boat 1 26 200.000 5.200.000

Total 56.096.000

Sumber: Data Primer, 2015

Berdasarkan tabel 10. Estimasi biaya tidak tetap nelayan rumpon di PPI

UJong Baroh maka diketahui estimasi biaya tidak tetap nelayan rumpon yaitu sebesar

Rp. 56.096.000,-; per bulan, hal ini berdasarkan jangka melaut nelayan rumpon per

trip dalam sebulan adalah selama 26 hari.

5.1.4. Nilai Investasi Rumpon

Rumpon merupakan alat bantu penangkapan ikan yang bersifat permanen atau

sementara yang didesain/dirangkai dengan kontruksi dari jenis material alami dan

buatan yang dijangkar menetap sebagai pemberat, rumpon dapat dipindahkan dilaut

dalam ataupun laut dangkal yang mampu memikat ikan agar berkumpul disekitar

rumpon, sehingga memudahkan nelayan dalam melakukan operasi penangkapan

dalam menentukan daerah penangkapan (fishing ground). Material rumpon terdiri

dari tali, pelepah kelapa, jangkar, pelampung styrofoam, perahu kecil, alat tangkap

dan kapal. Deskripsi material rumpon di PPI Ujong Baroh dapat dilihat pada tabel 11.

35

Page 36: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

Tabel 11. Nilai investasi rumpon di PPI Ujong Baroh

No Komponen rumpon Jumlah Volume Harga satuan (Rp) Total (Rp)

1 Tali utama 200 meter 6.000 1.200.0002 Pelepah kelapa 38 lembar 1000 38.0003 Jangkar 1 buah 350.000 350.0004 Pelampung styrofoam 2 buah 15.000 30.000

5 Kapal bantu/perahu kecil 2 buah 2.000.000 4.000.000

6 Alat tangkap payang 1 buah 20.00.000 20.000.000

7 Kapal 1 buah 90.000.000 90.000.000

Total 115.618.000

Sumber: Data Primer, 2015

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan dengan nelayan rumpon, nilai

investasi rumpon secara keseluruhan Rp. 115.618.000. Umur ekonomis rumpon

adalah sekitar 2 tahun, dan setiap 2 tahun nelayan akan mengganti tali utama rumpon

dengan yang baru, tetapi setiap 2 bulan sekali nelayan mengganti pelepah kelapa

yang lama dengan yang baru dengan mengaitkan pelepah kelapa dengan tali utama.

Teknik penggantiannya ialah dengan mengaitkan pelepah kelapa di tali utama

rumpon sebelumnya, artinya pemberat atau jangkar masih menggunakan yang lama.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, jenis ikan hasil tangkapan nelayan

yang paling dominan atau yang sering tertangkap oleh nelayan pukat payang yang

menggunakan alat bantu rumpon terdiri dari 4 jenis spesies utama yaitu tongkol

(Euthynnus affinis), kembung (Rastrelliger sp), tamban (Sardinella lemuru), dan

cakalang (Katsuwonus pelamis). Data estimasi jumlah hasil tangkapan nelayan dapat

dilihat pada tabel 12.

Tabel 12. Estimasi jumlah hasil tangkapan nelayan per trip

36

Page 37: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

Estimasi jumlah hasil tangkapan nelayan per trip

Data hasil tangkapan

Tongkol (kg)

Kembung (kg)

Tamban (kg)

Cakalang (kg)

Total (kg)

Musim puncak 540 540 540 540 1620Musim biasa 360 360 180 360 1260Musim paceklik 180 90 180 90 540

Sumber: Data Primer, 2015

Dari hasil wawancara dengan nelayan rumpon di PPI Ujong Baroh, jumlah hasil

tangkapan nelayan per trip pada musim puncak bisa mencapai 1620 kg, dan pada

musim biasa per trip nya bisa mencapai 1260 kg, sedangkan pada musim paceklik

nelayan hanya mendapat jumlah hasil tangkapan per tripnya sekitar 540 kg. Jadi dari

hasil tangkapan nelayan pada musim puncak merupakan musim jumlah tangkapan

ikan yang paling berlimpah dibanding musim lainnya, musim puncak bisanya terjadi

pada bulan April-Oktober.

Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan rumpon, estimasi penerimaan

kotor nelayan perbulan setelah penjualan ikan adalah sebesar Rp. 131.428.572,-; per

bulan, penerimaan kotor tersebut kemudian di potong dengan biaya-biaya yang telah

dikeluarkan sebelumnya meliputi estimasi biaya tetap dan biaya tidak tetap (biaya

operasional), dari hasil pemotongan biaya-biaya tersebutmaka diperoleh hasil

penerimaan bersih nelayan sebesar Rp. 73.977.739,-; per bulan.

5.1.4. Pola Bagi Hasil

Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan rumpon di PPI Ujong Baroh,

perhitungan pola bagi hasil setelah penjualan ikan dibagi menjadi 3 bagian

berdasarkan kesepakatan yang telah disetujui sebelumnya. Pola bagi hasil yang

terjadi di PPI Ujong Baroh Kabupaten Aceh Barat oleh nelayan pukat payang yang

menggunakan alat bantu rumpon adalah 40% untuk Toke Boat, (Pemilik kapal), 50%

untuk Pawang Laot (Nahkoda kapal) dan 13 orang ABK, sedangkan Toke Bangku

hanya mendapat 10% dari hasil penjualan ikan. Pola bagi hasil yang terjadi di PPI

37

Page 38: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

Ujong Baroh dilakukan setiap hari jumat, pada saat nelayan tidak melakukan operasi

penangkapan ikan. Ikan hasil tangkapan selama melaut akan di distribusikan kepada

Toke Bangku yang mana nantinya Toke Bangku akan menjual hasil tangkapan

nelayan.

Dari hasil penjualan ikan per hari maka diperoleh penerimaan kotor sebesar

Rp. 5.054.945,-; dan penjualan per minggu sebesar Rp. 32.857.143,-; sedangkan

penjualan per bulan sebesar Rp. 131.428.572, estimasi penerimaan kotor ini terjadi

pada musim puncak penangkapan ikan. Dari estimasi penerimaan kotor per bulan

tersebut kemudian di potong dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan sebelumnya

meliputi estimasi biaya tetap dan biaya tidak tetap (Biaya operasional), dan dari hasil

pemotongan biaya-biaya tersebutmaka diperoleh hasil penerimaan bersih nelayan

sebesar Rp. 73.997.739,-; per bulan.

Hasil penerimaan bersih tersebut kemudian dibagi menjadi 3 bagian, Toke Boat

memperoleh hasil pendapatan sebesar Rp. 29.599.095,6,-; per bulan, Toke Bangku

memperoleh hasil pendapatan sebesar Rp. 7.399.774,-; per bulan, sedangkan nelayan

rumpon memperoleh hasil pendapatan sebesar Rp. 36.998.869,5, kemudian dari hasil

pendapatan tersebut dibagi menjadi 14 bagian, masing-masing nelayan rumpon

memperoleh pendapatan sebesar Rp. 2.642.776,3,-; per bulan. Estimasi pendapatan

ini diperoleh pada saat musim puncak dalam melakukan operasi penangkapan ikan

yaitu saat dimana jumlah hasil tangkapan nelayan berlimpah.

Pola bagi hasil nelayan pukat payang yang menggunakan alat bantu rumpon di

PPI Ujong Baroh dapat dilihat pada gambar 14.

38

Nilai hasil tangkapan

Page 39: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

Gambar 14. Pola bagi hasil nelayan pukat payang yang menggunakan alat

bantu rumpon di PPI Ujong Baroh.

5.2. Pembahasan

5.2.1. Pendapatan Nelayan

Pendapatan pada usaha penangkapan ikan adalah nilai jual dari hasil

tangkapan setelah operasi penangkapan ikan selesai dilakukan, nilai pendapatan

nelayan tergantung dari jenis ikan dan berat total ikan yang tertangkap, dan yang

nantinya akan dijual, dari hasil penjualan tersebut maka akan diperoleh hasil

pendapatan nelayan (Lestariono, 2013).

Berdasarkan Boa (2013) hasil tangkapan nelayan sangat bergantung pada

keadaan rumpon, yakni letak rumpon dan jumlah rumpon. Apabila hasil tangkapan

banyak maka tentu saja akan berpengaruh terhadap tingkat pendapatan nelayan.

Pendapatan merupakan hasil bersih setelah dikurangi biaya-biaya sebelumnya,

dengan memperhitungkan biaya pengeluaran saat melakukan fishing ground per

bulan per rumpon, yang terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap atau biaya

39

Hasil bersih

14 bagian

1 bagian Pawang Laot

13 orang ABK

50% untuk ABK

40% untuk Toke Boat

Biaya tetap Biaya tidak tetap

(biaya operasional)

10% untuk Toke Bangku

Page 40: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

operasional, penggunaan rumpon mampu meningkatkan produksi usaha dan

harioperasi per trip lebih pendek sehingga biaya operasional kapal lebih ekonomis.

Menurut nelayan rumpon di PPI Ujong Baroh penggunaan rumpon sangat

efektif digunakan dalam melakukan operasi penangkapan ikan, memudahkan nelayan

dalam menentukan daerah penangkapan ikan dan meminimumkan penggunaan bahan

bakar karena nelayan tidak perlu membuang waktu hanya untuk mencari lokasi yang

tepat dalam melakukan operasi penangkapan ikan. Umur ekonomis rumpon berkisar

2 tahun dan hanya setiap 2 bulan sekali nelayan mengganti pelepah kelapa. Sehingga

nelayan di PPI Ujong Baroh cenderung mampu meningkatkan hasil produksi

penangkapan yang berpengaruh terhadap meningkatnya pendapatan mereka.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di PPI Ujong Baroh Kabupaten

Aceh Barat, nelayan rumpon terdiri dari 1 orang Pawang Laot dan 13 orang ABK,

dari hasil penjualan bersih nelayan memperoleh pendapatan sebesar Rp.

36,998.869,5,-; per bulan, kemudian hasil pendapatan ini bagi menjadi 14 bagian

sehingga masing-masing nelayan rumpon memperoleh pendapatan sebesar Rp.

2.642.776,3,-; per bulan dan Toke Boat memperoleh hasil pendapatan sebesar Rp.

29.599.095,6,-; per bulan, sedangkan Toke Bangku memperoleh hasil pendapatan

sebesar Rp. 7.399.774. Estimasi pendapatan ini diperoleh pada saat musim puncak

dalam melakukan operasi penangkapan ikan yaitu saat dimana jumlah hasil

tangkapan nelayan berlimpah, musim puncak biasanya terjadi pada saat musim timur

yang berlangsung dari bulan April-Oktober.

5.2.2. Pola Bagi Hasil

Pola bagi hasil adalah pendapatan yang diterima nelayan tergantung pada hasil

tangkapan dan hasil produksi dan harga yang berlaku, dimana teknologi akan sangat

menentukan terhadap hasil usaha penangkapan diantaranya perlengkapan yang

digunakan, daerah penangkapan (fishing ground), cuaca saat penangkapan dan

efektitas alat tangkap yang digunakan selain itu juga pola bagi hasil yang diterapkan

(Muhartono et al., 2007).

40

Page 41: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Muhartono et al., (2007) pola bagi

hasil yang ditetapkan pada kegiatan usaha perikanan dapat mempengaruhi besarnya

tingkat pendapatan bagi nelayan ABK maupun nelayan juragan. Pola bagi hasil yang

digunakan ialah dengan melakukan pemotongan hasil tangkapan untuk biaya

operasional kapal, biaya operasional terdiri Jan Coan (uang makan ABK) dan biaya

ransum di laut (BBM, makan dll), dan potongan bunga 3% untuk pemilik modal.

Kemudian uang jancoan (uang makan ABK) dibagi menjadi 7 bagian yaitu 2 bagian

untuk nahkoda dan 5 bagian untuk 5 orang ABK. Dan kemudian dilakukan

pemotongan untuk uang ransum, potongan ini berasal dari jumlah belanja bahan

kebutuhan (konsumsi, BBM, es) dikapal sebelum melakukan operasi penangkapan

ikan. Uang yang di dapat setelah dipotong biaya operasional kemudian di bagi dua

bagian 50% untu ABK dan 50% untuk Pemilik kapal.

Sedangkan, menurut penelitian yang dilakukan Napasau et al., (2015) sistem

bagi hasil yang terjadi di Teluk Manado antara pemilik pajeko dan pemilik rumpon,

yaitu 70% untuk pemilik pajeko dan 30% untuk pemilik rumpon dari hasil tangkapan

persatu unit rumpon. Sistem bagi hasil yang terjadi di Teluk Manado adalah bukan

berupa uang seperti sistem bagi hasil pada umumnya melainkan berupa hasil

tangkapan. Sedangkan untuk anggota yang menjaga rumpon atau melakukan operasi

penangkapan harus memberikan fee (biaya) kepada kelompok sebesar 2%. Sebagai

contoh, jika hasil tangkapan ikan pelagis yang di peroleh sebanyak 100 kg, maka

untuk pemilik pajeko mendapat 70 kg (Rp. 980.000) dan untuk pemilik rumpon

mendapat 30 kg (Rp. 420.000) dan fee dari pemilik rumpon untuk kelompok 1,5 kg

(Rp. 21.000).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hafinuddin (2010) sistem bagi hasil di

PPI Meulaboh dapat dilihat pada gambar 15.

41B. Hasil penjualan

Pemodal/Toke Bangku

A. Modal kerja melaut (es, BBM, living cost)

Page 42: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

Gambar 15. Sistem bagi hasil nelayan pukat banting (jaring) di Kabupaten

Aceh Barat PPI Meulaboh (Hafinuddin, 2010)

Bagi hasil yang terjadi adalah 5% diberikan kepada Toke Bangku selaku

pemberi modal melaut, dan dari sisa hasil 95% setelah dipotong biaya belanja melaut

maka akan dibagikan kepada Toke Boat dan nelayan, yang didasarkan pada

klasifikasi atau jenis boat/kapal, jumlah personal yang terlibat waktu melaut dan jenis

hasil tangkapan. Untuk boat/kapal pukat banting (jaring) dengan lama melaut satu

hingga tiga hari dengan jumlah nelayan 15 orang, maka pembagian sisa hasil 95%

akan dipotong kembali sebanyak 15%. Hasil pemotongan ini akan dibagi kepada

pawang sebesar 5%, masinis 5% dan sisa 5% adalah untuk tenaga kerja khusus

berdasarkan keahliannya masing-masing (pembagian biasa lebih dari satu orang).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hafinuddin (2010) proporsi bagi hasil

nelayan pukat banting (jaring) di Kabupaten Aceh Barat PPI Meulaboh berbeda

dengan sistem bagi hasil nelayan pukat payang yang menggunakan alat bantu rumpon

di PPI Ujong Baroh Kabupaten Aceh Barat. Pola bagi hasil nelayan pukat payang

42

C. [(5%×B) + A

Toke Bangku

Pawang

Juru mesin

D. [95%× B) - A

G. Toke Boat H. Nelayan

ABK

E. 15% x D

E. 80% x D

5%

5%

5%

Page 43: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

yang menggunakan alat bantu rumpon di PPI Ujong Baroh dapat dilihat pada gambar

16.

Gambar 16. Pola bagi hasil nelayan pukat payang yang menggunakan alat

bantu rumpon di PPI Ujong Baroh.

Pola bagi hasil nelayan rumpon di PPI Ujong Baroh yaitu jumlah hasil

tangkapan yang diperoleh kemudian dijual oleh Toke Bangku, dan dari hasil

penjualan yang diperoleh, Toke Boat kemudian memotong biaya-biaya yang telah

digunakan sebelumnya yang meliputi biaya tetap dan biaya tidak tetap. Proporsi bagi

hasil yang terjadi di PPI Ujong Baroh Kabupaten Aceh Barat adalah keuntungan

bersih dibagi menjadi 3 bagian yaitu 50% untuk nelayan, 40% untuk Toke Boat dan

10% lagi untuk Toke Bangku. Sedangkan modal konsumsi nelayan saat melaut

diperoleh dari Toke Bangku yaitu uang sebesar Rp. 100.000, dan untuk modal selain

konsumsi ditanggung oleh Toke Boat.

BAB VI

KESIMPULAN

43

10% untuk Toke Bangku

Biaya tetap Biaya tidak tetap (biaya

operasional)

14 bagian 1 bagian Pawang Laot13 orang ABK

50% untuk ABK

40% untuk Toke Boat

Hasil bersih

Nilai hasil tangkapan

Page 44: repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1139/1/BAB I_V.docx · Web viewBerdasarkan DKP Provinsi Aceh, 2014 bahwa nelayan skala kecil mendominasi usaha perikanan tangkap di Indonesia

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan:

1. Pendapatan masing-masing nelayan rumpon per bulan ialah Rp. 2.642.776,3,-;

Toke Boat Rp. 29.599.095,6,-; dan Toke Bangku Rp. 7.399.774. Pendapatan ini

diperoleh dari pemotongan biaya-biaya yang telah dikeluarkan sebelumnya

meliputi estimasi biaya tetap dan biaya tidak tetap (biaya operasional).

2. Sistem bagi hasil nelayan rumpon yang terjadi di PPI Ujong Baroh cukup adil

yaitu, Toke Boat mendapat 40% bagian, Nelayan 50% bagian sedangkan Toke

Bangku mendapat 10% bagian dari hasil bersih yang diperoleh.

6.2. Saran

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disarankan:

1. Perlu adanya dukungan dari pemerintah daerah Kabupaten Aceh Barat dalam

meningkatkan ukuran kapal menjadi >10GT, hal ini mampu meningkatkan

volume produksi nelayan di Kabupaten Aceh Barat.

2. Perlu pengelolaan pemerintah tentang pemasangan rumpon di Kabupaten Aceh

Barat berdasarkan peraturan Menteri KP RI No. 26/Permen-KP/2014.

3. Perlu adanya pembaharuan (UU No.16 Tahun 1964) tentang pola bagi hasil

yang diterima nelayan oleh Kementrian Perikanan RI.

4. Perlu dilakukan penelitian komparasi tentang nelayan rumpon atau nelayan pukat

payang yang menggunakan rumpon dengan nelayan pukat payang yang tidak

menggunakan rumpon.

44