repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1007/1/BAB I_V.docx · Web viewKomponen tersebut...
Transcript of repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1007/1/BAB I_V.docx · Web viewKomponen tersebut...
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahan pangan adalah bahan yang memungkinkan manusia tumbuh dan
berkembang serta mampu beraktivitas dan memelihara kondisi tubuhnya.Untuk
itu bahan pangan atau biasa kita sebut dengan makanan perlu di perhatikan jenis
dan mutunya agar aman dikonsumsi. Makanan pada umumnya tersusun atas air,
protein, karbohidrat, lemak, vitamin, serat dan mineral. Komponen tersebut
berperan penting dalam memberikan karakter terhadap makanan baik sifat fisik,
kimia maupun fungsinya. Dengan kemajuan ilmu dan teknologi di bidang pangan,
berbagai jenis makanan dapat dibuat lebih awet, lebih menarik, lebih aman, lebih
enak serta praktis bagi konsumen (Nur’an, 2013).
Sembilan wilayah yang di survei di dunia, Amerika Latin dan Karibia
memiliki jumlah kematian tertinggi karena diabetes yang dihubungkan dengan
konsumsi minuman ringan. Kawasan Timur Tengah dan Rusia memiliki jumlah
kematian terbesar yang disebabkan oleh penyakit jantung. Sementara itu, Meksiko
memiliki tingkat kematian terbesar keseluruhan di dunia. Di Meksiko, terjadi 318
kematian per satu juta orang dewasa setiap tahunnya yang dikaitkan dengan
konsumsi minuman yang mengandung zat pemanis buatan ( Nur’an, 2013).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyimpulkan bahwa sekitar 30%
dilaporkan keracunan makanan untuk kawasan Eropa terjadi pada rumah-rumah
pribadi akibat tidak memperhatikan hygiene dan sanitasi makanan. Menurut
WHO, di Amerika Serikat saja setiap tahunnya ada 76 juta kasus penyakit bawaan
makanan menyebabkan 325.000 jiwa rawat inap dan 5.000 kematian. Sekitar 70%
1
kasus keracunan makanan di dunia disebabkan oleh makanan siap santap yaitu
makanan yang sudah diolah, terutama oleh usaha katering, rumah makan, kantin,
restoran maupun makanan jajanan (Kemenkes, 2010).
Kasus keracunan pangan yang paling sering dilaporkan dari tahun 2006-
2012 di Indonesia adalah keracuan akibat pangan jajanan dan keracunan akibat
pangan olahan. Pengujian yang dilakukan Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM) terhadap pangan jajanan diketahui bahwa pada 13.536 sampel
menunjukkan 11.871 (87,69%) sampel memenuhi syarat dan 1.665 (12,31 %)
sampel tidak memenuhi syarat. Pangan yang tidak memenuhi syarat disebabkan
karena menggunakan pemanis buatan bukan untuk makanan diet (31%),
menggunakan benzoate melebihi batas (7,93%), menggunakan formalin (8,88%),
menggunakan boraks (8,05%), menggunakan pewarna bukan untuk makanan
(12,67%), cemaran mikroba (19,10%). (BPOM, 2013).
Indonesia mempunyai angka kejadian yang tinggi untuk infeksi saluran
pencernaan, contoh diare yang disebabkan oleh infeksi Escherichia coli yang
termasuk keluarga Enterobacteriaceae, merupakan penyakit yang morbiditasnya
cukup tinggi di Indonesia, walaupun pada tahun 2010 sudah mengalami sedikit
penurunan yaitu dari 423 per 1000 penduduk pada tahun 2006 menurun menjadi
411 per 1000 penduduk pada tahun 2010 (Kemenkes 2010). Manusia terinfeksi
Enterobacteriaceae secara fecal-oral, biasanya melalui makanan dan minuman
yang kurang terjaga kebersihannya, kurang masak, dan atau individu lainnya
(Widodo, 2013).
2
Berdasarkan hasil survey BPOM dalam lima tahun terakhir (2006-2010)
menunjukkan bahwa sebanyak 40-44 % jajanan anak sekolah tidak memenuhi
syarat keamanan pangan. Berdasarkan pengambilan sampel anak jajanan sekolah
di 6 ibu kota provinsi (DKI Jakarta, Serang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan
Surabaya), ditemukan 72,08 % yang positif mengandung zat berbahaya. Jajanan
di sekolah tersebut mengandung bahan berbahaya yang dilarang digunakan untuk
pangan seperti formalin, boraks, zat pewarna rhodamin B dan methanyl yellow
dimana jika zat tersebut masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan reaksi akut
berupa alergi, batuk, diare, dan keracunan dalam jangka panjang dapat
terakumulasi dan mencetuskan kanker (Mutamazilah dkk, 2012).
Makanan jajanan tertentu yang mengandung bahan tambahan pangan
(BTP) seperti boraks, formalin dan pewarna tekstil ternyata dapat mempengaruhi
fungsi otak termasuk gangguan perilaku pada anak sekolah. Gangguan perilaku
tersebut meliputi gangguan tidur, gangguan konsentrasi, gangguan emosi,
hiperaktif dan memperberat gejala pada penderita autism. Pengaruh jangka
pendek penggunaan BTP ini menimbulkan gelaja-gejala yang sangat umum
seperti pusing, mual, muntah, diare atau bahkan kesulitan buang air besar
(Widodo, 2013).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan makanan jajanan meliputi
faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern mencakup pengetahuan khususnya
pengetahuan gizi, kecerdasan, persepsi, emosi dan motivasi dari luar. Pengetahuan
gizi adalah kepandaian memilih makanan yang merupakan sumber zat-zat gizi dan
kepandaian dalam memilih makanan jajanan yang sehat. Pengetahuan gizi anak
3
sangat berpengaruh terhadap pemilihan makanan jajanan (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan yang masih rendah menjadi salah satu faktor pemilihan makanan
jajanan (Ariandani, 2011).
Berdasarkan hasil observasi awal yang penulis lakukan, Madrasah
Ibtidaiyah Negeri (MIN) Drien Rampak merupakan salah satu MIN yang ada
dikecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat. Jumlah murid MIN Drien
Rampak saat ini adalah sebanyak 1115 murid dengan jumlah murid perempuan
sebanyak 553 orang dan murid laki-laki sebanyak 562 orang. Di MIN Drien
rampak terdapat 21 pedagang yang terdiri dari 17 pedagang tetap dan 4 pedagang
yang membawa gerobak yang setiap pedagang menjual berbagai macam jajanan
seperti nasi goreng, bakso goreng, bakso bakar, somai , donat, mie gulung, es
kriem, es cendol, es buah, minuman soda, dan snack lainnya. Murid sekolah
selalu ingin mencoba jajanan yang dijual namun tidak pernah memperhatikan
kandungan jajanan yang di konsumsi oleh murid di MIN tersebut.
Hasil wawancara langsung yang penulis dapatkan dari pihak MIN Drien
Rampak dan beberapa murid kelas IV, V dan VI bahwa pernah ada kasus
keracunan pada murid kelas 5, setelah mengkonsumsi jajanan di sekolah, ada
beberapa murid kelas 4 dan kelas 6 yang mengeluh batuk-batuk, mual, muntah
dan bahkan ada yang terkena diare. MIN Drien Rampak sudah melaporkan hal
tersebut ke pihak Dinas Kesehatan untuk bisa melakukan pemantauan terkait
makanan jajanan. Tetapi yang belum ada tindakan penanganan selanjutnya.
Berdasarkan hasil pengamatan penulis rata-rata murid lebih memilih jajanan di
sekolah dari pada membawa makanan dari rumah dan hal itu disebabkan karena
4
sudah terbiasa dengan jajanan disekolah dan malas membawa bekal dari rumah,
selain itu mereka tidak mempermasalahkan sama sekali tempat penjualan nya
terbuka dan lembab serta banyak debu dan berdekatan dengan WC.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti tentang
“Hubungan perilaku Mengkonsumsi Makanan jajanan dengan Gangguan
Pencernaan pada Murid MIN Drien Rampak Meulaboh Aceh Barat Tahun 2016.”
1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah
penelitian yaitu “Kurangnya Tindakan Murid MIN Drien Rampak dalam Memilih
dan Mengkonsumsi Makanan Jajanan yang Baik untuk Kesehatan.’’
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perilaku
mengkonsumsi makanan jajanan dengan gangguan pencernaan pada murid MIN
Drien Rampak Meulaboh Aceh Barat Tahun 2016.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan mengkonsumsi makanan
jajanan dengan gangguan pencernaan pada murid MIN Drien Rampak
Meulaboh Aceh Barat Tahun 2016.
2. Untuk mengetahui hubungan sikap mengkonsumsi makanan jajanan
dengan gangguan pencernaan pada murid MIN Drien Rampak Meulaboh
Aceh Barat Tahun 2016 .
5
3. Untuk mengetahui hubungan tindakan mengkonsumsi makanan jajanan
dengan gangguan pencernaan pada murid MIN Drien Rampak Meulaboh
Aceh Barat Tahun 2016 .
1.4 Hipotesis
Hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
Ha : Tidak ada hubungan pengetahuan mengkonsumsi makanan jajanan dengan
gangguan pencernaan pada murid MIN Drien Rampak Meulaboh Aceh
Barat Tahun 2016.
Ha : Tidak ada hubungan sikap mengkonsumsi makanan jajanan dengan gangguan
pencernaan pada murid MIN Drien Rampak Meulaboh Aceh Barat Tahun
2016.
Ha : Ada hubungan tindakan mengkonsumsi makanan jajanan dengan gangguan
pencernaan pada murid MIN Drien Rampak Meulaboh Aceh Barat Tahun
2016.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
1. Penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan
masyarakat khususnya di bidang gizi dan perilaku anak sekolah dalam
memilih jajanann dengan gangguan pencernaan.
2. Penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi penelitian sejenis pada masa
yang akan datang dengan substansi yang lebih luas.
6
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Peneliti
Penelitian ini merupakan pengalaman proses belajar berharga khususnya
dalam bidang metode penelitian.
2. Masyarakat Umum
Penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan tentang faktor yang
berhubungan dengan perilaku jajanan murid sehingga berdampak pada
perubahan perilaku yang mendukung upaya peningkatan kesehatan anak
melalui pemilihan jajanan yang sehat.
3. Pihak Sekolah
Dalam mendidik murid untuk berperilaku jajan yang baik dengan
menyediakan makanan jajanan yang sehat melalui kantin sekolah yang
bersih lagi nyaman.
4. Dinas Kesehatan
Penelitian ini dapat menjadi bahan informasi bagi manajemen dan untuk
evaluasi kinerja program pengawasan jajanan sekolah serta dapat dijadikan
bahan perencanaan program.
7
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perilaku2.1.1 Pengertian perilaku
Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi
manusia dan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan
tindakan.Perilaku merupakan respon atau reaksi individu terhadap stimulus yang
berasal dari luar maupun dari dalam dirinya.Respon ini bersifat fasif (tanpa
tindakan) maupun aktif disertai tindakan (Notoatmodjo, 2007).
2.2. Domain Perilaku KesehatanPerilaku manusia sangat kompleks dam mempunyai ruang lingkup yang
sangat luas. Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007) seorang ahli
psikologi pendidikan membagi prilaku itu kedalam 3 domain (ranah / kawasan),
meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan
tegas.Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan.
Bahwa dalam tujuan suatu pendidikan adalah mengembangkan atau meningkatkan
ketiga domain prilaku tersebut, yang tediri dari : ranah kognitif (cognitive
domain), ranah afektif (affective domain), dan ranah psikomotor (psychomotor
domain). Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk
kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain itu diukur dari :
pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan praktik atau tindakan (Practik).
8
2.2.1 Pengetahuan (Knowledge)Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
(Notoatmodjo, 2003).
a. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya.Yang termasuk pengetahuan ini adalah bahan yang
dipelajari/rangsang yang diterima.
b. Memahami (Comprehention)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan suatu materi tersebut
secara benar.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan materi yang telah dipelajari
pada situasi atau kondisi sebenarnya (riil). Aplikasi disini dapat diartikan
penggunaan hukum,rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam kaitannya suatu sama
lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja.
9
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis merujuk pada suatu kemampuan untuk menjelaskan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Bisa diartikan juga sebagai kemampuan untuk menyusun formasi baru dari
formasi-formasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melaksanakan penelitian
terhadap suatu obyek. Penelitian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan
sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Pengetahuan merupakan domain perilaku dari satu perilaku, sehingga
seorang tanpa pengetahuan tidak akan mempunyai dasar dalam mengambil
keputusan dan menentukan tindakan yang harus didapat pada masalah tersebut,
kurangnya pengetahuan murid tentang makanan jajanan maka semakin banyak
murid yang akan mendapatkan masalah kesehatan terutama kesehatan pada
gangguan pencernaan. (Khairuna, 2012)
2.2.2 Sikap(Attitude)
Menurut Fitriani (2011) Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih
tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi
tindakan suatu perilaku.
Dari Azwar dalam Kholid (2012) menyatakan sikap merupakan kesiapan
untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara tertentu, bentuk reaksinya
10
dengan positif dan negatif sikap meliputi rasa suka dan tidak suka, mendekati dan
menghindari situasi, benda, orang, kelompok, dan kebijaksanaan sosial.
Dari Newcomb dalam Fitriani (2011) salah seorang ahli psikologi sosial,
menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak,
dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.Sikap merupakan kesiapan
untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan
terhadap objek.
Dalam bagian lain Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2012) menjelaskan
bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok, yaitu :
1. Kepercaayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Ketiga komponen ini secara bersama – sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran,
keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.
Menurut Fitriani (2011) Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini
terdiri dari berbagai tingkatan.
1. Menerima (receiving) diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek).
2. Merespon (respondingi) memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan,
dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
3. Menghargai (valuing) mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
11
4. Bertanggungjawab (responsible) bertanggungjawab atas segala sesuatu yang
telah dipilihnya dengan segala resiko yang paling tinggi.
Sikap seseorang terhadap makanan dapat bersifat positif atau negatif,
kepercayaan orang terhadap makanan berkaitan dengan nilai baik atau buruk,
menarik atau tidak menarik. Sedangkan pemilihan makanan berdasarkan sikap
dan kepercayaan dapat menghindari mengkonsumsi makanan yang bahan bakunya
sebagian atau seluruhnya tidak dimasak seperti pada makanan cepat saji atau
makanan instan untuk menghindari dari terjadinya gangguan pencernaan
(Purtiantini, 2010).
2.3.3 Tindakan (Practice)
Menurut Notoatmodjo (2012) Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam
suatu tindakan (over behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu
perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas, juga
diperlukaan faktor dukungan (support) dari pihak lain.
Menurut Fitriani (2011) Praktik mempunyai beberapa tingkatan, yaitu:
1. Persepsi (perseption) mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan
dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.
Murid dapat memilih makanan jajanan yang baik bagi kesehatan.
2. Respon terpimpin (guied response) Murid dapat melakukan sesuatu sesuai
dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh murid memilih makanan
jajanan dengan kualitas terbaik adalah indikator praktik tingkat dua.
12
3. Mekanisme (mecanism) apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan
benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia
sudah mencapai praktik tingkat tiga.
4. Adopsi (adoption) adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi
kebenaran tindakan tersebut.
Tindakan merupakan suatu perbuatan yang mana belum diperhatikannya
dalam pengolahan bahan makanan, kandungan zat makanan, serta kebiasaan yang
dilakukan murid dalam memilih makanan dan jajanan yang dikonsumsi sehari-
hari dan ditambah lagi belum bagusnya dalam hal pemilihan jenis minuman yang
harus diperhatikan sebagai penyeimbang dari makanan yang dikonsumsi,
kebiasaan makan yang menyimpang dapat mengakibatkan gangguan pencernaan
murid, (Ariandani, B 2011).
2.3. Pengertian Murid
Murid sekolah merupakan sa lah satu kelompok yang perlu dibina sejak
dini karena merupakan investasi sumber daya dan tenaga kerja untuk
pembangunan nasional. Pembinaan generasi muda ini dilakukan secara terpadu,
menyeluruh dan mencakup tahap-tahap pertumbuhan balita, anak, remaja dan
pemuda (Muhilal,dkk:1992) yang dikutip oleh safriana(2012).
Menurut Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
yang termasuk anak adalah sebelum usia 18 tahun dan belum menikah. Sedangkan
yang termasuk usia sekolah dasar adalah mereka yang berusia 7-12 tahun (WHO,
2002). Menurut Tarwotjo (1986) yang dikutip oleh Safriana (2012),murid sekolah
13
dasar adalah masa anak berumur 6 sampai dengan 12 tahun, dimana mereka
sedang dalam puncak pertumbuhan.
Pada masa-masa inilah anak berada dalam fase pertumbuhan dan
perkembangan, sehingga beranggsur-anggsur menjadi banyak mengetahui tentang
diri dan dunianya. Pada taraf ini anak dalam kondisi peka terhadap stimulus
sehingga mudah untuk di bimbing, diarahkan ditanamkan kebiasaan yang baik
(Notoatmodjo,2005). Kebiasaan dalam memilih jajanan termasuk salah satu
kebiasaan baik yang perlu ditanamkan.
2.4 Pengertian Makanan
Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk melanjutkan
kehidupan. Makanan yang dibutuhkan harus sehat dalam arti memiliki nilai gizi
yang optimal seperti : vitamin, mineral, lemak dan lainnya. Makanan harus murni
dan utuh dalam arti tidak mengandung bahan pencemar serta harus hygiene. Bila
salah satu faktor tersebut terganggu makanan yang dihasilkan akan menimbulkan
gangguan kesehatan dan penyakit bahkan keracunan makanan (Farida, dkk 2004).
Suatu yang terdiri dari sejumlah makan pada yang cair yang di konsumsi
seseorang atau sekelompok penduduk Harper dkk, 1990). Sedangkan menurut
Depkes RI ( 2001) makanan mempuyai pengertian sebagai segala sesuatu yang di
konsumsi melalui mulut untuk kebutuhan tubuh agar tubuh sehat.
Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia untuk dapat
menlangsungkan kehidupan selain kebutuhan sandang dan perumahan. Makanan
selain mengadung nilai gizi juga merupakan media untuk dapat berkembang
biaknya mikroba atau kuman terutama makanan yang mudah membusuk yang
mengadung kadar air serta nilai protein yang tinggi. Kemungkinan lain masuknya
14
atau beradanya bahan-bahan berbahaya seperti bahan kimia, residu pestisida serta
bahan lainnya antara lain debu, tanah, rambut manusia dapat berpengaruh buruk
terhadap kesehatan manusia ( Kemenkes 2013).
2.5. Makanan Jajanan
2.5.1 Pengertian Makanan Jajanan
Iswarawanti (2004) mendefinisikan makanan jajan (street food) yaitu
makanan dan minuman yang dipersiapkan dan atau dijual oleh pedagang kaki lima
di jalanan atau di tempat-tempat keramaian umum lainnya yang langsung dimakan
atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan yang lebih lanjut. Sedangkan
supriasa (2001) mendefinisikan makanan jajanan yaitu merupakan campuran dai
berbagai hal bahan makanan yang dianalisis secara bersamaan dalam bentuk
olahan.
Menurut Winarno jenis makanan jajanan di bagi atas 4 kelompok yaitu:
1. Makanan utama, seperti rames, nasi pecel, bakso, mie ayam dan sebagainya.
2. Snack atau makanan penganan seperti kue-kue, onde-onde, pisang goreng dan
sebagainya.
3. Golongan minuman seperti cendol, eskrim, es teller, es teh, dan sebagainya.
4. Buah-buahan segar.
2.5.2 Jenis Makanan Jajanan
Makanan jajanan menurut Nuraida (2009) dapat dikelompokkan menjadi:
1. Makanan sepinggan atau makanan utama yaitu kelompok makanan yang
dapat disiapkan dirumah terlebih dahulu atau di siapkan dikantin. Kelompok
makanan ini memiliki kandungan energy yang lebih besar dibandingkan
15
makanan jajanan lain nya. Contoh makanan sepinggan seperti gado-gado, nasi
uduk, siomay, bakso, mie ayam, lontong sayur dan lain-lain.
2. Makanan camilan adalah makanan jajanan yang dikonsumsi diantara dua
waktu makan. Makanan camilan terdiri dari dua jenis yaitu makanan camilan
basah seperti pisang goreng dan makanan camilan kering seperti produk
ekstruksi.
3. Minuman dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu minuman ringan,
minuman campur dan air putih.
4. Buah yang dikonsumsi sebagai makanan jajanan biasanya dalam bentuk utuh
atau yang telah dikupas atau dipotong (dalam Hasibuan,2014).
2.5.3 Manfaat Makanan Jajanan
Menurut Hadi (2004), makanan jajanan memegang peranan sangat penting
dalam memberikan konstribusi tambahan untuk memenuhi kecukupan gizi,
khususnya energy dan protein. Untuk memperoleh energy yang sudah mulai
menurun sejak beberapa jam masuk sekolah, maka semua anak memperolehnya
dari makanan jajanan. Jika makanan jajanan yang dijual di lingkungan sekolah
cukup baik mutu gizi dan kebersihannya, anak-anak akan mendapat manfaat
tambahan zat gizi ( dalam Suriyati, 2005).
Bagi anak sekolah dengan adanya makanan jajanan juga sebagai
pengenalan akan beraneka jenis makanan jajanan yang dapat menumbuhkan
kebiasaan penganekaragaman makanan sejak kecil. Makanan jajanan yang
mengandung gizi dan bersih akan mempunyai pengaruh yang menguntungkan,
karena anak mengkonsumsi makanan tersebut ketika mereka sedang lapar, maka
16
kadar glukosa dalam darah dapat dipertahankan sepanjang hari dan menimbulkan
semangat baru serta meningkatkan prestasi belajar (Suriyati, 2005).
Menurut khomsan dalam Hasibuan (2014), manfaat makanan jajanan
antara lain:
1. merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan energi karena aktivitas fisik
di sekolah yang tinggi.
2. Pengenalan berbagai jenis makanan jajanan akan menumbuhkan
penganekaragaman pangan sejak kecil.
3. Meningkatkan perasaan gengsi anak pada teman-temannya disekolah.
2.5.4 Dampak Makanan Jajanan
Kebiasaan konsumsi makanan jajanan dilakukan terlalu sering juga tidak
baik, hal itu karena:
1. kue yang dibeli untuk jajan biasanya terbuat dari tepung dan gula. Jadi,
semata-mata kandungan utamanya adalah hidrat arang. Dengan demikian,
dari konsumsi makanan jajanan ini semata-mata hanya mendapatkan
tambahan kalori saja, walaupun ada zat-zat makanan lain seperti protein,
namun jumlahnya sedikit.
2. Dengan jajan, sering anak terlalu kenyang, lebih-lebih jika jajan itu
diberikan berulang kali dalam sehari. Akibatnya, anak tidak mau lagi makan
nasi dan jika pun mau jumlah porsi yang dihabiskan hanya sedikit.
3. Kebersihan dari jajanan itu sangat diragukan, lebih-lebih jika makanan
jajanan dibiarkan terbuka (Fitri,2012).
17
2.5.5 Ciri-Ciri Makanan Jajanan yang Sehat
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 menyatakan bahwa kualitas pangan
yang dikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya adalah aman,
bergizi, bermutu, dan dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat. Aman yang
dimaksud di sini mencakup bebas dari cemaran biologis, mikrobiologis, kimia,
logam berat, dan cemaran lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatan manusia. Salah satu makanan yang sering dikonsumsi
dalam hal ini yaitu makanan jajanan yang sering dijajakan di sekolah-sekolah
dasar.
1. Ciri-ciri makanan jajanan yang sehat
Cara memilih makanan atau jajanan yang segar, untuk makanan yang
diolah (digoreng, direbus, dikukus) pilihlah makanan yang baru siap dimasak
(masih panas). Jika sudah dingin atau disimpan, maka pilihlah yang tidak
berlendir, tidak berbau, asam, tidak berjamur dan rasanya masih wajar (normal).
Untuk buah-buahan segar, pilihlah buah yang kulitnya masih segar dan
tidak keriput, tidak busuk dan lembek. Untuk makanan kalengan atau makanan
dalam botol, pilihlah kemasan yang tidak penyok, bentuknya masih utuh, tutupnya
masih di segel atau belum rusak, tidak bocor, tidak kembung serta tanggal
penggunaannya masih berlaku atau belum kadaluarsa.
2. Ciri-ciri makanan dan jajanan yang bersih
Makanan yang sehat selain keadaannya segar juga harus bersih, tidak
dihinggapi lalat, tidak dicemari oleh debu dan bahan-bahan pengotor lainnya.
Makanan yang bersih mempunyai ciri-ciri:
18
a. Bagian luarnya terlihat bersih, tidak terlihat ada kotoran yang menempel.
b. Makanan tersebut disajikan dalam piring atau wadah tempat makanan
yang tidak berdebu.
Menurut Oktaviana (2010), makanan yang sehat bagi tubuh adalah
makanan yang bersih dan bergizi. Makanan yang bersih artinya makanan yang
bebas dari debu, kotoran dan bibit penyakit.Makanan yang tidak bersih dapat
menyebabkan penyakit.”Pengertian Bahan Tambahan Makanan dalam peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.329/Menkes/Per/XII/76, bahan yang
ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan
mutu dari suatu makanan.
2.5.6 Ciri-ciri makanan jajanan tidak sehat
Ciri-ciri jajanan tidak sehat, antara lain:
1. Air mentah, dan Es mambo berwarna mencolok dan terlalu manis dengan
pemanis buatan dan pewarna pakaian.
2. Permen dengan pemanis buatan dan pewarna pakaian
3. Bakso dengan bahan pengenyal
4. makanan ringan menggunakan MSG sebagai penambah rasa, zat pewarna
dan pemanis buatan
5. Gorengan memakai minyak goreng bekas dipakai berkali-kali sehingga
minyak sudah berwarna sangat keruh
6. Kue berwarna mencolok dengan pewarna pakaian
7. Minuman berwarna mencolok tidak higienis, terdapat zat pemanis buatan.
19
2.6. Bahan Tambahan Makanan (BTM)
Industri pangan di Indonesia terus berkembang pesat, mulai dari skala
kecil, menengah maupun besar.Produk yang dihasilkan umumnya berupa pangan
olahan. Biasanya produk pabrikan mempunyai beberapa keunggulan, diantaranya
bercita rasa lezat, berpenampilan menarik, tahan lama, serta mudah dalam
pengangkutan dan pendistribusian. Untuk memperoleh hasil seperti yang
dimaksud, di butuhkan berbagai bahan pendukung yang lazim di sebut bahan
tambahan makanan atau zat aditif. Menurut Food Argriculture Organication
(FAO) - World Health Organization (WHO) bahan tambahan makanan adalah
bahan-bahan yang ditambahkan secara sengaja ke dalam makanan dalam jumlah
tertentu dan berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan
memperpanjang masa simpan (Lisdiana, 2008).
Pengertian Bahan Tambahan Pangan menurut Undang-Undang No.7 tahun
1996 tentang pangan yaitu bahan yang ditambahkan kedalam pangan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain, bahan pewarna, pengawet,
penyedap rasa, anti gumpal, pemucat, dan pengental. Bahan tambahan pangan
tersebut mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja di
tambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi ( termasuk organoleptik)
pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan
penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan
menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau
mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
20
Menurut Kemenkes RI (2013) yang dikutip oleh Sari (2010) pada dasarnya
persyaratan bahan tambahan pangan yang digunakan sebagai berikut:
1. Harus telah mengalami pengujian dan evaluasi toksitologi
2. Harus tidak membahayakan kesehatan konsumen pada kadar yang diperlukan
dalam penggunaannya.
3. Harus selalu dipantau terus-menerus dan dilakukan evaluasi kembali jika perlu
sesuai dengan perkembangan teknologi dan hasil toksikologi.
4. Harus selalu memenuhi persyaratan spesifikasi dan kemurnian yang telah
ditetapkan.
5. Harus dibatasi penggunaannya hanya untuk tujuan tertentu dan hanya jika
maksud penggunaan tersebut tidak dapat dicapai dengan cara lain secara
ekonomis dan teknis.
6. Sedapat mungkin penggunaan makanan dibatasi agar makanan tertentu
dengan maksud tertentu dan kondisi tertentu serta dengan kadar serendah
mungkin tapi masih berfungsi seperti yang dikehendaki (Viana, 2012).
2.6.1 Jenis-Jenis Bahan Tambahan Pangan
Berdasarkan sumbernya, bahan tambahan pangan dibagi menjadi dua:
1. Bahan Tambahan pangan alami
2. Bahan tambahan pangan buatan
Selain itu terdapat pula macam-macam Bahan Tambahan Pangan, seperti:
1. Antioksidan, seperti butil hidroksi anitol(BHA)butil hidroksi toluene(BHT),
tokoferol( vitamin E),
2. Pengikat logam,
21
3. Pemutih, seperti hidrogen peroksida, oksida klor, benzoil peroksida, natrium
hipoklorit,
4. Pengatur keasaman, seperti aluminium ammonium sulfat, kalium sulfat,
natrium sulfat, asam laktat,
5. Anti gumpal, seperti aluminium silikat, kalsium silikat, magnesium karbonat,
magnesium oksida.
2.6.2. Tujuan Penggunaan Bahan Makanan
Bahan tambahan makanan digunakan untuk mendapatkan pengaruh
tertentu, misalnya untuk memperbaiki tekstur, rasa, penampilan, dan
memperpanjang daya simpan.
Menurut Cahyadi (2008) tujuan penggunaan bahan tambahan makanan
adalah:
1. Meningkatkan atau mempertahankan daya simpan
2. Membentuk makanan menjadi lebih baik dan menarik
3. Meningkatkan kualitas makanan.
Pemanis buatan adalah bahan kimia yang ditambahkan dalam makanan
dan minuman untuk memberi rasa manis. Alasan seorang produsen menggunakan
pemanis buatan tentu saja berkaitan dengan upaya mereduksi ongkos produksi.
Dengan sedikit pemanis saja sudah bisa menggantikan kosentrasi gula dengan
tingkat kemanisan hingga tiga ratus kali. Keuntungan yang diperoleh akan
berlipat-lipat. Kita bisa saksikan produk jajanan anak-anak yang beraneka ragam
dipasaran bisa didapatkan dengan harga yang relatif murah.Namun akibat
ditimbulkan oleh produk-produk tersebut amatlah fatal (Cahyadi, 2006).
22
2.7. Dampak Jajanan Tidak Sehat
Berbagai dampak dari mengonsumsi jajanan/makanan yang tidak sehat
diantaranya sebagai berikut:
1. Pemanis buatan: sacharin menyebabkan kanker kandung kemih.
2. Pewarna tekstil: Rhodamine B menyebabkan pertumbuhan lambat,
gelisah.
3. Bahan pengenyal (boraks): menyebabkan demam, kerusakan ginjal, diare,
mual, muntah, pingsan, kematian.
4. Penambah rasa: Mono Sodium Glutamat (MSG) menyebabkan pusing,
selera makan terganggu, mual, kematian.
5. Bahan pengawet: formalin menyebabkan sakit perut, kejang-kejang,
muntah, kencing darah, tidak bisa kencing, muntah darah, hingga
akhirnya menyebabkan kematian.
6. Makanan tidak bergizi menyebabkan gangguan berfikir.
7. Makanan mengandung mikroba, basi atau beracun menyebabkan sakit
perut, diare.
2.8. Gangguan Pencernaan
Menurut Dr H Ari Fahrial. Gangguan pencernaan disebut dispepsia yaitu
kondisi ketidak nyamanan pada bagian perut. Meskipun gangguan pencernaan
termasuk umum dialami oleh anak atau orang dewasa akan tetapi gejala harus
tetap diwaspadai. Anak yang mengalami gangguan pencernaan akan menghambat
tumbuh kembang anak. Kondisi ini dikarenakan pencernaan berfungsi sebagai
pembentukan daya tahan tubuh, proses penyerapan nutrisi dan mengganggu
23
kecerdasan anak apabila terjadi ketidak seimbangan gizi karena terhambatnya
penyerapan nutrisi pada proses pencernaan ( Kemenkes 2010).
Gangguan pencernaan pada anak di sebabkan karena sistem pencernaan
yang belum sempurna atau konsumsi makanan dan minuman yang memicu
terjadinya ganguan pencernaan. Oleh sebab itulah anak-anak membutuhkan waktu
penyesuain untuk dapat beradaptasi dengan makanan yang di konsumsinya.
Gangguan pencernaan tidak dapat dianggap sepele di karenakan akan berlangsung
terus menerus dan memerlukan perawatan medis untuk menghindari gangguan
kesehatan lainnya (Kemenkes, 2010).
Dispepsia atau gangguan pencernaan adalah istilah yang di gunakan untuk
menggambarkan sebuah gangguan yang ditandai dengan adanya rasa sakit atau
rasa tidak nyaman pada usus bagian atas (lambung, kerongkongan atau usus dua
belas jari). Ada beberapa penyebab terjadinya dispesia atau gangguan pencernaan,
namun pada dasarnya dispesia terjadi karena adanya iritasi pada lambung atau
usus lainnya akibat asam yang dihasilkan oleh lambung. Makanan yang kita
konsumsi akan masuk melewati kerongkongan (esophagus) menuju ke lambung.
Lambung membuat asam yang berfungsi membantu untuk mencerna makanan .
Makanan tersebut secara perlahan akan masuk pada bagian awal dari usus kecil
(duodenum), dalam duodenum makanan bercampur dengan bahan kimia yang
disebut enzim. Enzim berasal dari pankreas dan dari sel-sel yang melapisi usus.
Enzim memecah ( mencerna ) makanan, makanan yang sudah dicerna kemudian
diserap ke dalam tubuh (Kemenkes, 2010).
24
2.9 Keracunan Makanan
Keracunan makanan adalah kondisi yang menyebabkan seseorang
mengalami mual, nyeri perut, muntah, kehilangan nafsu makan, diare, demam,
lemas, dan nyeri otot akibat mengonsumsi makanan yang terkontaminasi,
misalnya oleh virus norovirus atau bakteri E. coli dan salmonella. Penyebab
makanan bisa terkontaminasi di antaranya karena tidak dimasak dengan baik,
melewati batas kedaluwarsa, tersentuh tangan yang kotor atau tangan seseorang
yang membawa virus dan/atau bakteri, terlalu lama disimpan dalam suhu yang
hangat dan tidak dibekukan dengan suhu di bawah 5 derajat celcius. Selain itu,
makanan yang dimasak kembali secara tidak sempurna atau makanan yang
terkontaminasi makanan basi (karena disimpan bersamaan) juga bisa
menyebabkan keracunan makanan (Kemenkes, 2010).
25
2.10. Kerangka Teori
Berdasarkan teori domain perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo
(2007), maka kerangka teoritis dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian
26
Sikap TindakanPengetahuan
Gangguan PencernaanPada murid MIN
Perilaku
2.11. Kerangka Konsep
Berdasarkan Kerangka teoritis maka kerangka konsep dapat digambarkan
sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
27
Pengetahuan
Gangguan Pencernaan pada Murid MIN
Sikap
Tindakan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Analitik dengan desain cross sectional dimana
variabel bebas (Pengetahuan, sikap, tindakan) dan variabel terikat (Gangguan
pencernaan pada Murid MIN) yang terjadi pada obyek penelitian diobservasi dan
diukur dalam waktu yang bersamaan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
dari keduanya, (Notoatmodjo,2010).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian.
3.2.1 Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Drien Rampak
Meulaboh Aceh Barat. Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 28 Juli sampai
10 Agustus tahun 2016.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah murid Madrasah Ibtidaiyah Negeri
Drien Rampak kelas IV, V dan kelas VI yang berjumlah 596 orang.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti
dan dianggap mewakili populasi. Untuk mendapatkan besarnya sampel pada
penelitian ini dengan cara menggunakanan rumus slovin, yaitu sebagai berikut :
28
n= N1+N (d )2
n=5961+596 (0,1)2
n=5961+596 (0 ,01)
n=5961+5 ,96
n=5966 ,96
=85 , 63
n=86 Murid
Keterangan:N = Jumlah populasi
n = Jumlah sampel
d = Tingkat kepercayaan yang diinginkan = 10 % = 0,1
Dari hasil tersebut maka diperoleh sampel sebanyak 86 Murid dari 596
populasi berdasarkan data murid yang diperoleh di MIN Drien Rampak Meulaboh
Aceh Barat Tahun 2016.
Teknik pengambilan data dalam penelitian ini adalah Cluster Random
sampling yaitu teknik pengambilan sampel dimana pemilihan mengacu pada
kelompok bukan individu. Penelitian ini dilakukan dengan pembagian kuesioner
kepada responden, sebelum membagikan kuesioner, peneliti memberikan
penjelasan-penjelasan mengenai tujuan penelitian. Selanjutnya responden
dipersilahkan untuk mengisi kuesioner. Menggunakan kuesioner yang bertujuan
untuk mengumpulkan data tentang hubungan perilaku mengkonsumsi makanan
29
jajanan dengan gangguan pencernaan pada murid MIN drien rampak Meulaboh
Aceh Barat tahun 2016.
Untuk menentukan jumlah sampel yang berdasarkan tahun angkatan
maka menggunakan notasi sigma dibawah ini :
∑ Murid kelas IV ,V ,VI
∑ Totalmurid yangakanditelitiX∑ sampel
Berikut ini daftar distribusi jumlah sampel murid MIN Drien Rampak
dari kelas IV sampai kelas VI.
30
Tabel 3.1 Jumlah murid Angkatan beserta jumlah sampel
No Murid ∑murid Kelas IV,V,VI ∑ sampel
1.
Kelas IV
IVa = 40 orang
IVb=40 orang
IVc=40 orang
IVd=40 orang
IVe=40 orang
200
IVa= 6 sampel
IVb= 6 sampel
IVc= 6 sampel
IVd= 6 sampel
IVe= 5 sampel
200596
x 86=28 , 85=29
2.
Kelas V
Va=40 orang
Vb=40 orang
Vc=40 orang
Vd=40 orang
Ve=39 orang
199
IVa= 6 sampel
IVb= 6 sampel
IVc= 6 sampel
IVd= 6 sampel
IVe= 5 sampel
199596
x 86=28 ,71=29
31
3.
Kelas VI
VI=40 orang
VI=40 orang
VI=40 orang
VI=40 0rang
VI=37 orang
197
IVa= 6 sampel
IVb= 6 sampel
IVc= 6 sampel
IVd= 5 sampel
IVe= 5 sampel
197596
x 86=28 , 42=28
Jumlah 596 86
Berdasarkan tabel di atas maka jumlah murid setiap angkatan berjumlah 5
kelas maka jumlah masing-masing sampel di bagi 5 kelas maka itulah hasil
sampel setiap kelas.
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Data primer dikumpulkan dengan cara melakukan survei, wawancara serta
observasi langsung kepada murid MIN Drien Rampak Meulaboh Aceh Barat.
3.4.2 Data Sekunder
Data yang diperoleh dari MIN Drien Rampak yaitu : Jumlah murid dan
data dari Dinas Kesehatan : Seksi Pengawasan Makanan dan Minuman Meulaboh
Aceh Barat.
32
3.5 Definisi OperasionalTabel 3.2 Variabel dan Definisi OperasionalVariabel Bebas (Independen)No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala1. Pengetahuan Segala seuatu Wawancara Kuesioner Baik Ordinal
yang diketahui Kurang oleh muridterkait makanan makanan jajanan yangada di sekolah maupundisekitarnya.
2. Sikap pernyataan Wawancara Kuesioner Positif Ordinalmurid terkait Negatifmakanan jajanan yangada disekolan maupun disekitar sekolah.
3. Tindakan Suatu perbuatan Observasi check List Baik Ordinalyang di lakukan Kurangmurid dalam mengkonsusmsimakanan jajanan dengan gangguan pencernaan
Variabel Terikat (Dependen)No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
33
Gangguan Kondisi ketidak Wawancara Kuesioner Gangguan Ordinal pencernaan nyamanan pada Tidak Gangguan pada murid bagian perut. MIN. yang menyebabkan
seseorang mengalamimual, nyeri perut, muntah,kehilangan nafsu makan, diare, demam, lemas.
3.6 Aspek Pengukuran Variabel
3.6.1 Pengetahuan
1. Baik : Apabila mendapat skor >5 dari pertanyaan yang diajukan.
2. Kurang : Apabila mendapat skor ≤ 5 dari pertanyaan yang diajukan.
3.6.2 Sikap
1. Positif : Apabila mendapat skor >5 dari pertanyaan yang diajukan.
2. Negatif : Apabila mendapat skor ≤ 5 dari pertanyaan yang diajukan.
3.6.3 Tindakan
1. Baik : Apabila mendapat skor >5 dari pertanyaan yang diajukan.
2. Kurang : Apabila mendapat skor ≤ 5 dari pertanyaan yang diajukan.
3.6.4 Gangguan Pencernaan pada Murid MIN
1. Gangguan : Apabila mendapat skor 0 dari pertanyaan yang diajukan.
34
2. Tidak Gangguan : Apabila mendapat skor 1 dari pertanyaan yang diajukan.
3.7 Teknik Analisis Data
3.7.1 Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan untuk satu variabel atau
per variabel.Tujuannya adalah untuk melihat seberapa besar proporsi variabel
yang diteliti dan disajikan dalam bentuk tabel. Analisis univariat dilakukan untuk
menggambarkan atau menjelaskan masing-masing variabel yang diteliti dalam
bentuk distribusi frekuensi dari setiap variabel penelitian.
3.7.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang melibatkan satu variabel depeden
(Gangguan pencernaan pada murid MIN) dan satu variabel independen
(Pengetahuan, sikap, tindakan). Untuk mengetahui hubungan antara variabel
independen dan variabel dependen digunakan analisis statistik dengan uji chi
square (X2) dengan memakai nilai α = 0,05. Dasar pengambilan hipotesis
penelitian berdasarkan tingkat signifikan ( nilai p ), yaitu :
a. Jika nilai p < 0,05 maka hipotesis penelitian di tolak atau dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan pengetahuan, Sikap, Tindakan dengan Gangguan
pencernaan pada murid MIN.
b. Jika nilai p > 0,05 maka hipotesis penelitian diterima atau dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan pengetahuan, Sikap, Tindakan dengan Gangguan
pencernaan pada murid MIN.
Analisis bivariat adalah analisis yang melibatkan sebuah variabel
independen dan sebuah variabel dependen. Karena data berbentuk katagorik maka
35
untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel independen dan dependen
digunakan analisis statistk Uji Chi-square dengan memakai nilai alpha 0,05. Jika
ada cells yang memiliki harapan kurang dari 5, maka digunakan fisher exact test
(Notoatmodjo. 2010).
Aturan yang berlaku pada Uji Chi-square adalah :
1. Bila 2x2 dijumpai nilai Expected (harapan) kurang dari 5, maka yang
digunakan adalah Fisher’s Exact Test.
2. Bila table 2x2 dan ada nilai E>5, maka uji yang digunakan adalah Uji
Continuty Correction.
3. Bila table lebih dari 2x2 misalnya 2x3, 3x3 dan seterusnya, maka digunakan
uji Pearson Chi Square.
Untuk memperoleh hubungan yang bermakna pada variabel penelitian ini
digunakan perangkat komputer dalam menganalisis Uji Chi-square.
3.8 Pengolahan Data
Dalam penelitian ini data yang telah di kumpulkan di olah melalui
beberapa tahap ( Hidayat, 2007) sebagai berikut :
1. Editing, yaitu : Penulis memeriksa kembali data-data yang di peroleh baik
dari hasil wawancara maupun laporan yang di dapatkan untuk menilai
tingkat kesesuaian.
2. Coding, yaitu : Pengkodean data untuk mempermudah dalam pengolahan
selanjutnya.
3. Tabulating, yaitu : Data yang telah terkumpul di tabulasikan dalam bentuk
table distribusi frekuensi.
36
4. Processing, yaitu : Memindahkan isi kuesioner ke media Komputer.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Madrasah Ibtidaiyah Negeri Drien Rampak Meulaboh adalah salah satu
lembaga pendidikan formal tingkat dasar. Lembaga pendidikan ini letak di jalan
sisingamangaraja. Madrasah ini berdiri tahun 1969 M didirikan di atas tanah
seluas 5.494 m² dan Madrasah ini di Negerikan pada tahun 1978 M. (MIN Drien
Rampak)
Madrasah Ibtidaiyah Negeri Drien Rampak Meulaboh Kecamatan Johan
Pahlawan Kabupaten Aceh Barat merupakan sekolah tingkat dasar di bawah
naungan Departemen Agama yang beralamatkan di jalan sisingamangaraja lorong
cot Lawang Meulaboh Gampong Drien Rampak Kecamatan Johan Pahlawan
37
Kabupaten Aceh Barat. Adapun lokasi Madrasah ini terletak pada geografis yang
sangat cocok untuk proses belajar mengajar yang terletak di tengah pemukiman
penduduk. Madrasah ini dibangun dengan pertimbangan tata letak bangunan yang
memberikan kenyamanan untuk belajar. Hal ini dapat dilihat dari tata letak ruang
belajar yang agak jauh dari jalan raya sehingga kebisingan dari kendaraan
bermotor dan kendaraan umum yang melintas di jalan raya dapat diminimalisir
dan murid tetap belajar dengan nyaman.
Ruang lingkup peserta didik Madrasah Ibtidaiyah Negeri
mayoritasnya adalah Kecamatan Johan Pahlawan, Kecamatan
Meureubo, Kecamatan Sama Tiga dan Kecamatan Kaway XVI.
4.2 Hasil Penelitian4.2.1. Analisis Univariat
Sebelum dilakukan analisis bivariat untuk melihat hubungan antara
variabel maka, terlebih dahulu dibuat analisis univariat dengan tabel distribusi
frekuensi dari masing-masing variabel yang diteliti :
4.2.1.1 Pengetahuan Murid MIN
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang Gangguan Pencernaan pada Murid MIN Drien Rampak 2016
No Pengetahuan Frekuensi %1 Kurang Baik 21 24,42 Baik 65 75,6Total 86 100
Sumber: Data Primer (diolah tahun 2016)
Dari tabel 4.1 diketahui bahwa responden yang berpengetahuan kurang
baik tentang gangguan pencernaan di MIN Drien Rampak tahun 2016 adalah
38
sebanyak 21 responden (24,4%) sedangkan yang memiliki pengetahuan baik
sebanyak 65 responden (75,6%).
4.2.1.2 Sikap Murid MIN
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Sikap Responden tentang Gangguan Pencernaan pada Murid MIN Drien Rampak 2016
No Sikap Frekuensi %1 Negatif 32 37,22 Positif 54 62,8Total 86 100
Sumber: Data Primer (diolah tahun 2016)
Dari tabel 4.2 diketahui bahwa responden yang memiliki sikap yang
negatif tentang gangguan pencernaan di MIN Drien Rampak tahun 2016 adalah
sebanyak 32 responden (37,2%) sedangkan yang memiliki sikap positif sebanyak
54 responden (62,8%).
4.2.1.3 Tindakan Murid MIN
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Tindakan Responden tentang Gangguan Pencernaan pada Murid MIN Drien Rampak 2016
No Tindakan Frekuensi %1 Kurang Baik 78 90,72 Baik 8 9,3Total 86 100
Sumber: Data Primer (diolah tahun 2016)
Dari tabel 4.3 diketahui bahwa responden yang memiliki tindakan yang
kurang baik tentang gangguan pencernaan di MIN Drien Rampak tahun 2016
adalah sebanyak 78 responden (90,7%) sedangkan yang memiliki tindakan baik
sebanyak 8 responden (9,8%).
4.2.1.4. Gangguan Pencernaan pada Murid MIN
39
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden tentang Gangguan Pencernaan pada Murid MIN Drien Rampak 2016
No Gangguan Pencernaan Frekuensi %1 Gangguan 60 69,82 Tidak Gangguan 26 30,2Total 86 100
Sumber: Data Primer (diolah tahun 2016)
Dari tabel 4.4 diketahui bahwa responden yang mengalami gangguan
pencernaan di MIN Drien Rampak tahun 2016 adalah sebanyak 60 responden
(69,8%), sedangkan yang tidak mengalami sebanyak 26 responden (30,2%).
4.2.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan variabel independen dan
dependen. Pengujian ini menggunakan uji chi-square. Dimana ada hubungan yang
denganc bermakna secara statistik jika di peroleh nilai pvalue <0,05.
4.2.2.1 Hubungan Pengetahuan dengan Gangguan Pencernaan pada
Murid MIN
Tabel4.5 Hubungan Pengetahuan Responden dengan Gangguan Pencernaan pada Murid MIN Drien Rampak 2016
Pengetahuan Gangguan Pencernaan Total Gangguan Tidak gangguan p Value
n % n % n % PRKurang baik 13 61.9 8 38.1 21 100.0 0.529 0.856 Baik 47 72.3 18 27.7 65 100.0 (0.593-1.237) Jumlah 60 69.8 26 30.2 86 100.0Sumber: data primer 2016
Dari tabel 4.5 diatas diketahui bahwa dari 21 responden yang
berpengetahuan kurang baik yang gangguan pencernaan sebanyak 13 responden
dan yang tidak gangguan pencernaan sebanyak 8 responden, sedangkan dari 65
40
responden yang berpengetahuan baik yang gangguan pencernaan sebanyak 47
responden dan yang tidak gangguan pencernaan sebanyak 18 responden. Dari
hasil uji chi square adalah 0.529 nilai ini lebih besar dari level of significance (α)
sebesar 0.05 hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara
pengetahuan baik dengan gangguan pencernaan di MIN Drien Rampak 2016.
Dari hasil analisis di peroleh juga nilai PR (prevalen rasio) = 0.856 (0.593-
1.237) yang artiya responden yang memiliki pengetahuan baik mempunyai
peluang 0,85 kali untuk mengalami gangguan pencernaan di bandingkan dengan
pengetahuan kurang baik terhadap gangguan pencernaan murid Min drien rampak
2016.
4.2.2.2 Hubungan Sikap dengan Gangguan Pencernaan pada Murid MIN
Tabel 4.6 Hubungan Sikap Responden dengan Gangguan Pencernaan pada Murid Min Drien Rampak 2016
Sikap Gangguan pencernaan murid min Total Gangguan tidak gangguan p Value
n % n % n % PRNegatif 22 68.8 10 31.3 32 100.0 1.000 0.977Positif 38 70.4 16 29.6 54 100.0 (0.731-1.307) Jumlah 60 69.8 26 30.2 86 100.0Sumber: data primer 2016
Dari tabel 4.6 dapat diketahui bahwa dari 32 responden yang menyatakan
Sikap negatif yang gangguan pencernaan sebanyak 22 responden dan yang tidak
gangguan pencernaan sebanyak 10 responden, sedangkan dari 54 responden yang
menyatakan sikap positif yang gangguan pencernaan sebanyak 38 responden,
yang tidak gangguan pencernaan sebanyak 16 responden . Dari hasil uji chi
square adalah 1.000 nilai ini lebih besar dari level of significance (α) sebesar
41
0.005 hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara sikap positif
dengan gangguan pencernaan di MIN Drien Rampak 2016.
Dari hasil analisis di peroleh juga nilai PR (Prevalen Rasio) = 0.977
(0.731-1.307) yang artinya respoden yang sikap positif mempunyai peluang 0,97
untuk mengalami gangguan pencernaan dibandingkan yang bersikap negatif
terhadap gangguan pencernaan murid MIN drien rampak 2016.
4.2.2.3 Hubungan Tindakan dengan Gangguan Pencernaan Murid MINTabel 4. 7 Hubungan Tindakan Responden dengan Gangguan Pencernaan
Murid Min Drien Rampak 2016Tindakan Gangguan pencernaan murid Min Total
Gangguan tidak Gangguan p Valuen % n % n % PR
Kurang Baik 58 74.4 20 25.6 78 100.0 0.006 2.974Baik 2 25.0 6 75.0 8 100.0 (0.889-9.947) Jumlah 60 69.8 26 30.2 86 100.0Sumber: data primer 2016
Dari tabel 4.7 dapat diketahui bahwa dari 78 responden yang memiliki
tindakan kurang baik yang mengalami gangguan pencernaan sebanyak 58
responden dan yang tidak gangguan pencernaan sebanyak 20 responden,
sedangkan dari 8 responden yang tindakan baik yang mengalami gangguan
pencernaan sebanyak 2 responden, yang tidak gangguan pencernaan sebanyak 6
responden. Dari hasil uji chi square adalah 0.006 nilai ini lebih kecil dari level of
significance (a) sebesar 0,05 hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan antara
Tindakan dengan Gangguan Pencernaan di MIN Drien Rampak 2016 .
Dari hasil analisis di peroleh juga nilai PR (Prevalen Rasio) = 2.974
(0.889-9.947) yang artinya respoden yang Tindakan kurang baik mempunyai
peluang 2.97 kali untuk beresiko dibandingkan yang tindakan baik.
4.3 Pembahasan
42
4.3.1 Hubungan Pengetahuan dengan Gangguan Pencernaan Murid MIN
Drien Rampak 2016
Hubungan pengetahuan dengan gangguan murid min dapat dilihat pada
tabel 4.5 yang berdasarkan hasil penelitian yang menggunakan Uji Chi-square
menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan
gangguan pencernaan, dengan nilai p Value sebesar 0.529. Hal ini menunjukkan
bahwa p > α (0,05).
Berdasarkan hasil ini dapat diasumsikan bahwa pengetahuan yang baik
bagi murid tentang mengkonsumsi makanan jajanan juga tidak menjamin bahwa
murid tidak mengalami gangguan pencernaan, hal ini didukung karena kurangnya
perhatian orangtua terkait dalam pemilihan makanan jajanan yang sehat,
kebiasaan tidak membawa bekal dari rumah dan sudah terbiasa membeli jajanan
sembarangan dengan kondisi tangan yang kurang bersih. makanan yang
terkontaminasi dengan agen tertentu, binatang sebagai pembawa penyakit dan
makanan yang tidak dimasak secara sempurna
Berdasarkan Penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, dari hasil
wawancara langsung dengan mengunakan kuesioner kepada responden,
kebanyakan respoden dapat menjawab pertanyaan dengan benar namun hasil ini
bahwa tingginya pengetahuan murid MIN yang mengalami gangguan pencernaan
tidak terjaminnya murid MIN tidak mengalami gangguan pencernaan, karena hal
ini didukung oleh kurangnya perhatian orang tua terkait pemilihan makanan
jajanan yang sehat, kebiasaan tidak membawa bekal dari rumah dan sudah
terbiasa membeli jajanan sembarangan.
43
Pengetahuan mengenai jajanan adalah kepandaian memilih jajanan yang
merupakan sumber zat-zat gizi dan kepandaian dalam memilih jajanan yang sehat.
Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan
pikirannya dan hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pengetahuan
adalah hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap
suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni:
indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (ovent behavior). (Notoatmodjo, 2007).
Hal ini tidak sejalan dengan teori yang ada diatas bahwa pengetahuan
tinggi belum tentu tidak mempengaruhi terjadinya gangguan pencernaan.
Penyebab yang menyebabkan seseorang beresiko menderita gangguan pencernaan
adalah kondisi tangan yang kurang bersih, makanan yang terkontaminasi dengan
agen tertentu, binatang sebagai pembawa penyakit dan makanan yang tidak
dimasak secara sempurna selain itu juga infeksi (virus, bakteri, parasit), keracunan
makanan (Kemenkes, 2013).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Santy (2012)
dengan judul faktor-faktor yang berhubungan dengan mengkonsumsi makanan
jajanan remaja putri di SLTPN 1 Bukit Tinggi dengan nilai P Value 1.000 > 0.05.
Hal ini menunujukkan bahwa tidak adanya hubungan.
4.3.2 Hubungan Sikap dengan Gangguan Pencernaan Murid MIN Drien
Rampak 2016
44
Hubungan sikap responden dengan gangguan pencernaan murid min dapat
dilihat pada tabel 4.6 berdasarkan hasil penelitian yang menggunakan Uji Chi-
square menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara sikap
responden dengan gangguan pencernaan dengan nilai p Value 1.000 . Hal ini
menunjukkan bahwa p > α (0,05).
Berdasarkan analisa peneliti bahwa sikap murid yang positif juga tidak
menjamin bahwa murid tidak mengalami gangguan pencernaan karena kurang nya
kesadaran akan ilmu nya yang tidak di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari
sehingga kemungkinan besar walaupun memiliki pengetahuan yang baik serta
sikap yang positif jika tidak diaplikasikan juga akan berdampak negatif pada
murid tersebut yaitu dapat mengalami gangguan perncernaan.
Berdasarkan Penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, dari hasil
wawancara langsung dengan cara mengunakan kuesioner kepada responden.
kebanyakan respoden dapat menjawab pertanyaan dengan benar namun hasil ini
tidak menjamin bahwa tingginya sikap positif murid MIN tentang hal yang
menyebabkan terjadinya gangguan pencernaan tidak terjaminnya murid min tidak
akan mengalami gangguan pencernaan. Berdasarkan hal tersebut bahwa sikap
seseorang akan mempengaruhi pengetahuan yang dimilikinya. Responden yang
memiliki sikap positif kemungkinan akan memiliki pengetahuan yang lebih baik
tentang makanan jajanan dibandingkan dengan responden yang memiliki sikap
negatif. Sikap dapat menggambarkan cerminan perasaan seseorang yang berupa
nilai positif maupun negatif terhadap suatu obyek tertentu, dimana sikap tersebut
berpengaruh terhadap jalan seseorang untuk mencapai tujuannya. Hal tersebut
45
berkaitan dengan pemberian respon seseorang terhadap suatu stimulus yang
datang dari luar. Orang yang bersikap positif akan memberikan respon yang lebih
rasional terhadap informasi yang datang dan akan berpikir sejauh mana
keuntungan yang akan didapatkannya (Bondika, 2011).
Hal ini tidak sejalan dengan teori yang ada diatas bahwa sikap yang
positif belum tentu mempengaruhi terjadinya resiko gangguan pencernaan.
Penyebab yang menyebabkan seseorang beresiko menderita gangguan pencernaan
adalah pengalaman pribadi, dimana sikap akan lebih mudah terbentuk apabila
pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor
emosional. Pengaruh orang lain yang dianggap penting, pada umumnya individu
cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang
yang dianggap penting, kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan
untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang
dianggap penting tersebut. Pengaruh kebudayaan, tanpa disadari kebudayaan telah
menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan
telah mewarnai sikap anggota masyarakat, karena kebudayaan yang memberikan
corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya (Wawan A, Dewi,
2010).
Hal ini sesuai dengan penelitian Marsh dan Mannari yang dikutip oleh
Ulfa, Laila.(2013). Pola Konsumsi Makanan dan Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan gangguan pencernaan pada Siswa di SMP Islam Harapan Ibu dan SMP
Negeri 87 Jakarta Selatan dengan nilai P Value 0.369 > 0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan.
46
4.3.3 Hubungan Tindakan dengan Gangguan Pencernaan Murid MIN Drien
Rampak 2016
Hubungan tindakan responden dengan gangguan pencernaan murid min
dapat dilihat pada tabel 4.7 berdasarkan hasil penelitian yang menggunakan Uji
Chi-square menunjukkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara
tindakan responden dengan gangguan pencernaan dengan nilai p value 0.006.
Hal ini menunjukkan bahwa p < α (0,05).
Berdasarkan Penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, dari hasil
observasi langsung dengan cara mengunakan kuesioner kepada responden, rata-
rata responden tidak dapat bertindak dengan baik mengenai hubungan tindakan
murid Min terhadap mengkosumsi makanan jajanan yang menyebabkan terjadinya
gangguan pencernaan. Berdasarkan hasil ini dapat diasumsikan bahwa semakin
kurang tindakan murid dalam memilih makanan jajanan yang tepat maka semakin
banyak murid MIN yang mengalami gangguan pencernaan.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Alfira. (2008)
Faktor-faktor Tindakan yang Berhubungan dengan Perilaku Konsumsi Soft Drink
pada Siswa SMP Negeri 1 Ciputat dengan nilai P Value 0.003 < 0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa adanya hubungan.
47
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari data penelitian ini dapat diambil kesimpulan, diantaranya sebagai
berikut:
1. Tidak adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan gangguan
pencernaan pada murid MIN, dengan nilai P value sebesar 0.529 > α (0,05).
2. Tidak adanya hubungan yang bermakna antara hubungan sikap dengan
gangguan pencernaan pada murid MIN, dengan nilai P value sebesar 1.000 >
α (0,05).
3. Adanya hubungan yang bermakna antara tindakan dengan gangguan
pencernaan pada murid MIN, dengan nilai P value sebesar 0.006 < α (0,05).
48
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang
dapat peneliti berikan berkaitan dengan proses dan hasil yang diperoleh dari
penelitian ini. Saran-saran tersebut, antara lain
1. Diharapkan kepada Murid sebaiknya membawa bekal dari rumah dan
selalu memperrhatikan jajanan yang sehat dilingkungan sekolah dan
sekitarnya.
2. Diharapkan kepada orangtua untuk bisa menyediakan bekal untuk anak
dan memperkenalkan makanan jajanan yang sehat.
3. Diharapkan kepada Pihak sekolah sebaiknya meminta pihak Dinas
Kesehatan guna melakukan pembinaan mengenai kriteria jenis makanan
jajanan yang sehat kepada para pedagang makanan di sekitar lingkungan
49
sekolah sehingga tidak membahayakan kesehatan para murid. Serta
membuat fasilitas kantin yang lebih nyaman dan bersih.
4. Diharapkan kepada pihak Dinas Kesehatan agar bisa turun lapangan guna
untuk melakukan pemantauan mengenai makanan jajanan sehat disetiap
kantin sekolah.
5. Diharapkan kepada mahasiswa perlu dilakukan penelitian lebih lanjut lagi
tentang variabel-variabel lain yang berhubungan dengan makanan jajanan
sehingga dapat untuk memperluas pengetahuan mahasiswa (i) dalam
penelitian yang serupa.
50