ISI SINDROM DOWN PENYAKIT JANTUNG.doc
-
Upload
septi-andrianti-azhari -
Category
Documents
-
view
32 -
download
0
Transcript of ISI SINDROM DOWN PENYAKIT JANTUNG.doc
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sindrom Down merupakan salah satu kelainan genetik yang sering
terjadi pada bayi baru lahir. Prevalensi kejadian bayi lahir dengan sindrom
Down adalah 1 dari 800 kelahiran. Berdasarkan penelitian awal yang
dilakukan, di Amerika Serikat terdapat lebih dari 400,000 orang menderita
sindrom Down, dengan jumlah kelahiran bayi yang mendapat sindroma
tersebut mencapai 3,400 bayi dalam setahun.
Hampir setengah dari bayi dengan sindrom Down akan mendapat
kelainan jantung. Kelainan jantung dapat ringan dan dapat diterapi dengan
obat, dan ada juga kelainan berat yang memerlukan pembedahan. Setiap
bayi yang lahir dengan sindrom Down harus diperiksa oleh dokter
kardiologi anak. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan
dengan echocardiogram atau ultrasound pada jantung setelah usia dua
bulan (American Academy of Pediatrics Committee on Genetics, 2007).
Harapan hidup bagi individu dengan sindrom Down memiliki secara
dramatis meningkat selama beberapa decade terakhir sebagai perawatan
medis dan inklusi social telah membaik. Seseorang dengan sindrom Down
dalam kesehatan yang baik akan rata-rata hidup sampai usia 55 atau lebih.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sindrom down ?
2. Apa penyebab dari penyakit sindrom down ?
3. Bagaimana sindrom down terjadi ?
4. Bagaimana efek dari sindrom down terjadi pada tubuh ?
5. Bagaimana penyakit jantung pada penderita sindrom down ?
6. Bagaimana pencegahan pada penyakit sindrom down ?
7. Bagaimana cara penatalaksanaan pada penderita sindrom down ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengerti dan memahami penyakit jantung pada penderita sindrom
Down
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan definisi sindrom Down
b. Menjelaskan etiologi sindrom Down
c. Menjelaskan patofisiologi sindrom Down
d. Menjelaskan penyakit jantung pada sindrom down
e. Menjelaskan pencegahan sindrom Down
f. Menjelaskan penatalaksanaan sindrom Down
g. Menjelaskan perawatan medis sindrom Down
D. Manfaat
1. Sebagai bahan memperluas wawasan mengenai sindrom Down
2. Sebagai bahan tambahan untuk referensi mengenai sindrom Down
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Sindrom Down
Sindrom Down merupakan kelainan genetik yang dikenal sebagai
trisomi,karena individu yang mendapat sindrom Down memiliki kelebihan
satukromosom. Mereka mempunyai tiga kromosom 21 dimana orang normal
hanya mempunyai dua saja. Kelebihan kromosom ini akan mengubah
keseimbangan genetik tubuh dan mengakibatkan perubahan karakteristik fisik
dan kemampuan intelektual, serta gangguan dalam fungsi fisiologi tubuh
(Pathol, 2003).
B. Etiologi
Sindroma Down disebabkan oleh trisomi 21, autosomal trisomi yang
paling sering pada bayi baru lahir. Tiga tipe abnormalitas sitogenik pada
fenotipe Sindroma Down adalah: trisomi 21 (47, +21), di mana terdapat
sebuah salinan tambahan pada kromosom 21, diperkirakan 94%. Translokasi
Robertsonian pada kromosom 21, sekitar 3-4%. Translokasi Robertsonian
adalah penyusunan seluruh lengan pada kromosom akosentrik (kromosom
manusia 13-15, 21, dan 22) dan juga bisa berupa sebuah translokasi antara
kromosom 21 (atau ujung 21q saja) dan sebuah kromosom nonakrosentrik.
Trisomi 21 mosaikisme (47, +21/46), terjadi pada 2-3% kasus.
3
Gambar 2.1 Kelebihan Kromosom 21 Pada Penderita Sindrom Down
Gambar 2.2 Terjadinya Trisomi 21 Pada Penderita Sindrom Down
C. Patofisiologi
Kromosom 21 yang lebih akan memberi efek ke semua sistem organ
dan menyebabkan perubahan sekuensi spektrum fenotip. Hal ini dapat
menyebabkan komplikasi yang mengancam nyawa, dan perubahan proses
hidup yang signifikan secara klinis. Sindrom Down akan menurunkan
survival prenatal dan meningkatkan morbiditas prenatal dan postnatal. Anak–
4
anak yang terkena biasanya mengalami keterlambatan pertumbuhan fisik,
maturasi, pertumbuhan tulang dan pertumbuhan gigi yang lambat.
D. Efek Pada Fisik Dan Sistem Tubuh
Sindroma Down memiliki banyak ciri khas pada tubuh yang dapat
dengan mudah mengenalinya. Selain itu, Sindroma Down juga menyebabkan
berbagai gangguan fungsi organ yang dibawa sejak lahir. Ciri-ciri tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Pertumbuhan: tumbuh pendek dan obesitas terjadi selama masa remaja
2. Sistem saraf pusat: retardasi mental sedang sampai berat, dengan IQ 20-
85 (rata-rata 50). Hipotonia meningkat sejalan dengan umur. Gangguan
artikulasi. Sleep apnea terjadi ketika aliran udara inspirasi dari saluran
napas atas ke paru mengalami hambatan selama 10 detik atau lebih. Hal
itu sering mengakibatkan hipoksemia atau hiperkarbia.
3. Tingkah laku: spontanitas alami, sikap yang hangat, menyenangkan,
lemah lembut, sabar, dan toleransi. Hanya sedikit pasien yang
mengalami kecemasan dan keras kepala.
4. Gangguan kejang: spasme infantil sering terjadi pada masa bayi,
sedangkan kejang tonik-klonik sering pada pasien yang lebih tua.
5. Penuaan dini: berkurangnya tonus kulit, kerontokan atau pemutihan
rambut lebih awal, hipogonadisme, katarak, kehilangan pendengaran,.
6. Tulang tengkorak: brachycephaly, microcephaly, kening melandai,
oksiput datar, fontanela besar dengan penutupan yang lambat, patent
metopic suture
5
7. Mata: fisura palpebra yang condong ke depan, lipatan epikantus
bialteral, brushfield spots (iris yang berbintik), gangguan refrakter
(50%), strabismus (44%), nistagmus (20%), blepharitis (31%),
konjungtivitis, kongenital katarak (3%), pseudopapiledema, kekeruhan
lensa yang didapat (30-60%), dan keratokonus pada orang dewasa.
8. Hidung: tulang hidung hipoplastik dan jembatan hidung yang datar.
9. Mulut dan gigi: mulut terbuka dengan penonjolan lidah, lidah yang
bercelah, pernapasan mulut dengan pengeluaran air liur, bibir bawah
yang merekah, angular cheilitis, anodonsia parsial (50%), agenesis gigi,
malformasi gigi, erupsi gigi yang terlambat.
10. Telinga: telinga kecil dengan lipatan heliks yang berlebihan. Otitis
media kronis dan hilang pendengaran sering terjadi.
11. Leher: atlantoaksial tidak stabil (14%) dapat menyebabkan kelemahan
ligamen transversal yang menyangga proses odontoid dekat dengan
atlas yang melengkung.
12. Abdomen: rektum diastasis dan hernia umbilikalis dapat terjadi.
13. Sistem saluran cerna (12%): atresia atau stenosis duodenum. Penyakit
Hirschprung (<1%), fistula trakeoesofagus, divertikulum Meckel, anus
imperforata, dan omfalokel juga dapat terjadi.
14. Saluran urin dan kelamin: malformasi ginjal, hipospadia, mikropenis,
dan kriptorkoidisme.
6
15. Skeletal: tangan pendek dan lebar, klinodaktil pada jari ke lima dengan
lipatan fleksi tunggal (20%), sendi jari hiperekstensi, meningkatnya
jarak antara dua jari kaki pertama dan dislokasi panggul yang didapat.
16. Sistem endokrin: tiroiditis Hashimoto yang menyebabkan
hipotiroidisme
17. Sistem hematologi: anak dengan Sindroma Down memiliki risiko untuk
mengalami leukemia, termasuk leukemia limfoblastik akut dan
leukemia mieloid.
18. Imunodefisiensi: pasien Sindroma Down memiliki risiko 12 kali untuk
terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia, karena kerusakan
imunitas seluler.
19. Kulit: xerosis, lesi hiperkeratotik terlokalisasi, serpiginosa elastosis,
alopesia areata, vitiligo, dan infeksi kulit berulang (Tarek, 2005).
E. Penyakit Jantung Pada Penderita Sindrom Down
Penyakit jantung bawaan: penyakit jantung bawaan sering terjadi (40-
50%); hal itu biasanya diobservasi pada pasien dengan Sindroma Down yang
berada di rumah sakit (62%) dan penyebab kematian yang sering terjadi pada
kasus ini pada 2 tahun pertama kehidupan. Penyakit jantung bawaan yang
sering terjadi adalah endocardial cushion defect (43%), ventricular septal
defect (32%), secundum atrial septal defect (10%), tetralogy of Fallot (6%),
dan isolated patent ductus arteriosus (4%). Sekitar 30% pasien mengalami
cacat jantung yang berat. Lesi yang paling sering adalah patent ductus
7
arteriosus (16%) dan pulmonic stenosis (9%). Sekitar 70% dari semua
endocardial cushion defects berhubungan dengan Sindroma Down.
Gambar Tanda dan Gejala Pada Anak Dengan Sindrom Down
Walaubagaimanapun kasus lebih sering ditemukan pada penderita yang
dirawat di RS (62%) dan penyebab kematian yang paling sering adalah
aneuploidy dalam dua tahun pertama kehidupan. Antara penyakit jantung
kongenital yang ditemukan Atrioventricular Septal Defects (AVD) atau
8
dikenal juga sebagai Endocardial Cushion Defect (43%), Ventricular Septal
Defect (32%), Secundum Atrial Septal Defect (ASD) (10%), Tetralogy of
Fallot (6%), dan Isolated Patent Ductus Arteriosus (4%). Lesi yang paling
sering ditemukan adalah Patent Ductus Arteriosus (16%) dan Pulmonic
Stenosis (9%). Kira - kira 70% dari endocardial cushion defects adalah
terkait dengan sindrom Down. Dari keseluruhan penderita yang dirawat, kira
– kira 30% mempunyai beberapa defek sekaligus pada jantung mereka
(Baliff JP, 2003).
Atrioventricular septal defects (AVD)
Atrioventricular septal defects (AVD) adalah kondisi dimana terjadinya
kelainan anatomis akibat perkembangan endocardial cushions yang tidak
sempurna sewaktu tahap embrio. Kelainan yang sering di hubungkan
dengan AVD adalah patent ductus arteriosus, coarctation of the aorta,
atrial septal defects, absent atrial septum, dan anomalous pulmonaryvenous
return. Kelainan pada katup mitral juga sering terjadi. Penderita AVD
selalunya berada dalam kondisi asimtomatik pada dekade pertama
kehidupan, dan masalah akan mula timbul pada dekade kedua dan ketiga
kehidupan. Pasien akan mula mengalami pengurangan pulmonary venous
return, yang akhirnya akan menjadi left-to-right shunt pada atrium dan
ventrikel. Akhirnya nanti akan terjadi gagal jantung kongestif yang ditandai
dengan antara lain takipnu dan penurunan berat badan (William 2002).
AVD juga boleh melibatkan septum atrial, septum ventrikel, dan pada
salah satu, atau kedua dua katup atrioventikuler. Pada penderita dengan
9
penyakit ini, jaringan jantung pada bagian superior dan inferior tidak
menutup dengan sempurna. Akibatnya, terjadi komunikasi intratrial melalui
septum atrial. Kondisi ini kita kenal sebagai defek ostium primum. Akan
terjadi letak katup atrioventikuler yang abnormal, yaitu lebih rendah dari
letak katup aorta. Perfusi jaringan endokardial yang tidak sempurna juga
mangakibatkan lemahnya struktur pada leaflet katup mitral. Pada penderita
sering terjadi predominant left-to-right shunting. Apabila penderita
mengalami kelainan yang parsial, shunting ini sering terjadi melalui ostium
primum pada septum. Kalau penderita mendapat defek yang komplit, maka
dapat terjadi defek pada septum ventrikel dan juga insufisiensi valvular.
Kemudian akan terjadi volume overloading pada ventrikel kiri dan kanan
yang akhirnya diikuti dengan gagal jantung pada awal usia. Sekiranya
terjadi overload pulmonari, dapat terjadi penyakit vaskuler pulmonari yang
diikuti dengan gagal jantung kongestif (Kallen B.,1996).
Ventricular Septal defect (VSD)
Ventricular Septal Defect kondisi ini adalah spesifik merujuk kepada
kondisi dimana adanya lubang yang menghubungkan dua ventrikel. Kondisi
ini boleh terjadi sebagai anomali primer, dengan atau tanpa defek kardiak
yang lain. Kondisi ini dapat terjadi akibat kelainan seperti Tetralogy of
Fallot (TOF), complete atrioventricular (AV) canal defectstransposition of
great arteries,dan corrected transpositions (Freeman SB,1998)
10
Secundum Atrial Septal Defect (ASD)
Pada penderita secundum atrial septal defect, didapatkan lubang atau
jalur yang menyebabkan darah mengalir dari atrium kanan ke atrium kiri,
atau sebaliknya, melalui septum interatrial. Apabila tejadinya defek pada
septum ini, darah arterial dan darah venous akan bercampur, yang bisa atau
tidak menimbulkan sebarang gejala klinis. Percampuran darah ini juga
disebut sebagai ‘shunt’. Secara medis, right-to-left-shunt adalah lebih
berbahaya (Freeman, 1998).
Tetralogy of Fallot (TOF)
Tetralogy of Fallot merupakan jenis penyakit jantung kongenital pada
anak yang sering ditemukan. Pada kondisi ini, terjadi campuran darah yang
kaya oksigen dengan darah yang kurang oksigen. Terdapat empat
abnormalitas yang sering terkait dengan Tetralogy of fallot. Pertama adalah
hipertrofi ventrikel kanan. Terjadinya pengecilan atau tahanan pada katup
pulmonari atau otot katup, yang menyebabkan katup terbuka kearah luar
dari ventrikel kanan. Ini akan menimbulkan restriksi pada aliran darah akan
memaksa ventrikel untuk bekerja lebih kuat yang akhirnya akan
menimbulkan hipertrofi pada ventrikel. Kedua adalah ventricular septal
defect. Pada kondisi ini, ada nya lubang pada dinding yang memisahkan
dua ventrikel, akan menyebabkandarah yang kaya oksigen dan darah yang
kurang oksigen bercampur. Akibatnya akan berkurang jumlah oksigen yang
dihantar ke seluruh tubuh dan menimbulkan gejala klinis berupa sianosis.
Ketiga adalah posisi aorta yang abnormal. Keempat adalah pulmonary
11
valve stenosis. Jika stenosis yang terjadi ringan, sianosis yang minimal
terjadi karena darah masih lagi bisa sampai ke paru. Tetapi jika stenosisnya
sedang atau berat, darah yang sampai ke paru adalah lebih sedikit maka
sianosis akan menjadi lebih berat (Amit K, 2008).
Isolated Patent Ductus Arteriosus (PDA)
Pada kondisi Patent ductus arteriosus (PDA) ductus arteriosus si anak
gagal menutup dengan sempurna setelah si anak lahir. Akibatnya terja
dibising jantung. Simptom yang terjadi antara lain adalah nafas yang
pendekdan aritmia jantung. Apabila dibiarkan dapat terjadi gagal jantung
kongestif. Semakin besar PDA, semaki buruk status kesehatan penderita
(Amik K, 2008).
F. Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari anak dengan
Sindrom Down:
1. Konseling Genetik maupun amnio sentesis pada kehamilan yang
dicurigai akan sangat membantu mengurangi angka kejadian Sindrom
Down.
2. Dengan Biologi Molekuler, misalnya dengan “ gene targeting “ atau
yang dikenal juga sebagai “ homologous recombination “ sebuah gen dapat
dinonaktifkan.
3. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom
melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal
kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan
12
sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan
hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko
melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Sindrom down tidak
bisa dicegah, karena DS merupakan kelainan yang disebabkan oleh
kelainan jumlah kromosom. Jumlah kromosm 21 yang harusnya cuma 2
menjadi 3. Penyebabnya masih tidak diketahui pasti, yang dapat
disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko
untuk terjadinya DS. Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan,
diagnosis pasti dengan analisis kromosom dengan cara pengambilan CVS
(mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada kehamilan 10-12
minggu) atau amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-
16 minggu.
G. Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling
efektif untuk mengatasi kelainan ini. Pada tahap perkembangannya
penderita Down syndrom juga dapat mengalami kemunduran dari sistim
penglihatan, pendengaran maupun kemampuan fisiknya mengingat tonus
otot-otot yang lemah. Dengan demikian penderita harus mendapatkan
dukungan maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam
menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan
kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sindrom Down adalah suatu kelainan genetik yang disebabkan karena
terjadinya trisomi kromosom 21 yang angka kejadiannya adalah 1: 800
kelahiran. Hal ini mengkibatkan berubahnya keseimbangan genetik tubuh
serta perubahan karakteristik fisik dan kemampuan intelektual, serta
gangguan dalam fungsi fungsi fisiologi tubuh.Gangguan yang ada meliputi
kelainan pada fisik, mental, hematologi, jantung, immunologi,
gastrointestinal, endokrin, dan psikologis.
B. Saran
1. Saran Teoritis
Makalah ini berisi tinjauan pustaka mengenai sindrom Down yang
perlu dilengkapi dengan contoh kasus nyata serta asuhan yang diberikan
kepada penderita sindrom Down sehingga dapat melengkapi sebagai
wawasan dalam memberikan asuhan pada penderita sindrom Down sesuai
dengan kebutuhan mereka.
2. Saran Praktis
Makalah ini memberikan wawasan mengenai sindrom Down,
sehingga bagi pembaca perlu memahami faktor resiko serta pencegahan
yang dapat dilakukan pada sindrom Down sehingga dapat mencegah
14
kelahiran anak dengan sindrom Down tersebut untuk menghasilkan
generasi penerus bangsa yang berkualitas dalam segi sumber daya manusia
(SDM).
15
DAFTAR PUSTAKA
Asokan S, Muthu MS, Sivakumar N. Dental caries prevalence and treatment needs of Down syndrome children in Chennai, India. Indian J Dent Res 2008; 19(3): 224-9.
Desai SS. Down syndrome: a review of the literature. Oral Surg, Oral Med, Oral Radiol, Oral Pathol and Endodontics 1997; 84(3): 279-85.
Southern Association of Institutional Dentists. Down Syndrome: a review for dental professionals. In Self-Study Course Module 3, 1994: 1-9.
Palupi J. Down syndrome dan terapi gen. <http://www.fk.unair.ac.id/>(30 Maret 2012).
Tarigan R. Karies gigi. Ed 1. Jakarta: Hipokrates, 1990: 1-24.
McDonald RE, Avery DR, Dean JA. Dentistry for the child and adolescent. 9 thed. China: Mosby Elsevier, 2011: 186, 471-4.
16