INTERNALISASI NILAI-NILAI ETIKA BISNIS ISLAM DALAM ...
Transcript of INTERNALISASI NILAI-NILAI ETIKA BISNIS ISLAM DALAM ...
Internalisasi Nilai-Nilai Etika Bisnis Islam
Jurnal Al-Tsaman | 114
INTERNALISASI NILAI-NILAI ETIKA BISNIS ISLAM DALAM
PERSPEKTIF KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH
Naily El Muna
Universitas KH. Wahab Hasbullah Jombang
ABSTRACT
The development of Islamic banking has experienced significant growth. A
survey by the financial services authority (OJK) stated that the assets of the
Islamic banking industry increased 14 times from Rp. 21.5 trillion in 2005 to
Rp. 296, 2 trillion in 2015. Islamic Banking I should implement the values of
Islamic Business Ethics (EBI) according to the compilation of Islamic
economic law called KHES. These values are divine values, balance (justice),
freedom and responsibility. Furthermore, research is needed on EBI
Internalization for Islamic Banking Employees with a Focus on Problems; (1)
How is the process of internalizing EBI values? (2) How is the process of
internalizing the EBI value from the KHES perspective? Researchers used a
qualitative approach to normative juridical case studies. The findings and
theories were developed using snowball sampling, which is the process of
searching for data from and according to needs. Data collection was carried
out by: interviews, observation, and documentation. Data analysis used: data
reduction, data presentation, drawing conclusions. The results of this study
include: (1) EBI Internalization Process: (a) As a spirit, (b) The existence of
emotional ties, equality of managers and users of customer funds, (c) The
principle of the object is halal, mutual acceptance, needs, habits, and
existential, ( d) Being accounted for in a balanced manner in the form of
scope of work, (2) The internalization process for employee EBI in
accordance with KHES and Law no. 21 of 2008.
Keywords: Internalization, Islamic Business Ethics Values, KHES
ABSTRAK
Perkembangan Perbankan Syariah mengalami pertumbuhan signifikan.
Survey otoritas jasa keuangan (OJK) menyebutkan, aset industri perbankan
syariah meningkat 14 kali dari Rp. 21,5 triliun tahun 2005 menjadi Rp. 296, 2
triliun tahun 2015. Perbankan Syariah sayogyanya melaksanakan nilai-nilai
Etika Bisnis Islam (EBI) sesuai kompilasi hukum ekonomi syariah disebut
KHES. Nilai tersebut yaitu nilai ketuhanan, keseimbangan (keadilan),
kebebasan dan tanggung jawab. Selanjutnya diperlukan penelitian
Internalisasi EBI Pada Pegawai Perbankan Syariah dengan Fokus Masalah;
(1) Bagaimana proses internalisasi nilai EBI? (2) Bagaimana proses
internalisasi nilai EBI perspektif KHES?. Peneliti menggunakan pendekatan
kualitatif studi kasus yuridis normatif. Temuan dan teori dibangun dengan
Naily El Muna
Jurnal Al-Tsaman | 115
snowball sampling, yaitu proses pencarian data dari dan disesuaikan
kebutuhan. Pengumpulan data dilaksanakan dengan: Wawancara, observasi,
dan dokumentasi. Analisis data digunakan: reduksi data, penyajian data,
penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini meliputi: (1) Proses Internalisasi
EBI: (a) Sebagai ruh, (b) Adanya ikatan emosional, kesederajatan pengelola,
dan pengguna dana nasabah, (c) Prinsip objeknya halal saling ridho,
kebutuhan, kebiasaan, dan eksistensial, (d) Dipertanggungjawabkan
seimbang dalam bentuk ruang lingkup pekerjaan, (2) Proses Internalisasi EBI
pegawai sesuai dengan KHES dan UU No. 21 tahun 2008.
Kata Kunci: Internalisasi, Nilai Etika Bisnis Islam, KHES
PENDAHULUAN
Perkembangan Perbankan Syariah mengalami pertumbuhan yang signifikan, bahkan
menjadi tren di masyarakat. Hasil survey otoritas jasa keuangan (OJK) menyebutkan,
“Sistem perbankan syariah di Indonesia dalam 10 tahun terakhir telah berkembang
secara signifikan. Total aset industri perbankan syariah telah meningkat hampir 14
kali lipat dari Rp. 21,5 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp. 296, 2 triliun pada tahun
2015. Hal ini menjadi refleksi semakin meningkatnya kepercayaan masyarakat untuk
menyimpan dan mempercayakan pengelolaan dananya di bank syariah serta semakin
kompetitifnya return bagi hasil di bank syariah(OJK; 2016). Pegawai perbankan
syariah yang sehari-harinya bergelut pada operasi bisnis syariah pada tataran idealnya
mengerti dan paham akan hakikat nilai-nilai etika bisnis Islam. Namun, ini menjadi
pertanyaan bahwa sejauh mana pemahaman pegawai yang merupakan alumni
perguruan tinggi umum terhadap nilai-nilai etika bisnis Islam.
Di sisi lain perubahan bentuk perbankan secara umum beralih ke perbankan syariah
memberikan implikasi penting bagi proses pembaharuan terhadap dunia perbankan.
Melalui perbankan syariah inilah konsep keberkahan digalakkan. Konsep yang
menjelaskan dalam proses tambahan rezeki dari Allah SWT tidak hanya milik
individu akan tetapi juga ada fakir yang membutuhkan.
Pemikiran nilai etika bisnis Islam (EBI) muncul kepermukaan dengan landasan
bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Ia merupakan kumpulan aturan-aturan
ajaran (doktrin) dan nilai-nilai yang dapat menghantarkan manusia dalam
kehidupannya menuju tujuan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat.
Internalisasi Nilai-Nilai Etika Bisnis Islam
Jurnal Al-Tsaman | 116
Etika bisnis menurut hukum Islam yaitu nilai ketuhanan, keseimbangan(keadilan),
kebebasan dan juga tanggung jawab. Nilai ketuhanan, Nilai ketuhanan
memerintahkan agar kita mengingat keagungan Allah SWT(QS. Ali Imran Ayat 64).
Nilai keseimbangan (keadilan) mempunyai makna persamaan dalam kesempatan dan
sarana. Nilai kebebasan dimaksudkan bahwa seseorang tidak ada paksaan dalam
melakukan kegiatan, Bebas berinisiatif, dan berkreasi dalam bekerja. Nilai tanggung
jawab mempunyai komitmen tinggi untuk mengembangkan usaha yang digelutinya.
Keempat nilai etika bisnis Islam tersebut harus benar-benar menjadi ruh para
pegawai Perbankan Syariah.
Visi bisnis masa depan yang bukan semata-mata mencari keuntungan yang bersifat
“sesaat”, melainkan mencari keuntungan yang mengandung “hakikat” baik, yang
berakibat atau berdampak baik pula bagi semua umat manusia. Untuk
mengimplementasikan nilai-nilai etika bisnis Islam tersebut diperlukan adanya proses
internalisasi.
Menurut Kalidjernih, “Internalisasi merupakan suatu proses dimana individu belajar
dan diterima menjadi bagian, dan sekaligus mengikat diri ke dalam nilai-nilai dan
norma-norma sosial dari perilaku suatu masyarakat”( Kalidjernih;2010). Berdasarkan
pendapat tersebut internalisasi dapat diartikan sebagai suatu penghayatan nilai-nilai
dan atau norma-norma sehingga menjadi kesadaran yang diwujudkan dalam sikap
dan perilaku. Tujuan proses internalisasi nilai-nilai etika bisnis Islam di perbankan
syariah adalah untuk membentuk Keluwesan dan keprofesionalan pegawai dalam
bekerja. Adanya proses internalisasi dapat mempengaruhi seseorang dalam bersikap,
berperasaan, berkeyakinan dll. Hal itu terjadi dari proses penyerapan suatu
pengalaman, tindakan atau ucapan yang berulang-ulang. Proses penyerapan dan
tindakan seseorang akan nilai-nilai etika bisnis Islam,nilai-nilai etika bisnis Islam
merupakan standar utama dalam perkembangan perbankan syariah.
Untuk itu kebijakan untuk menginternalisasi nilai-nilai etika bisnis Islam harus
diutamakan. Setiap Bank Syariah harus mempunyai target dalam pelaksanaan nilai-
nilai etika bisnis Islam tersebut. Dengan kondisi demikian, maka pengembangan
etika bisnis Islam di perbankan syariah yang mengedepankan nilai etika sebagai
Naily El Muna
Jurnal Al-Tsaman | 117
landasan filosofisnya dan merupakan agenda yang signifikan untuk dikembangkan.
Nilai-nilai etika bisnis Islam tertuang dalam kompilasi hukum ekonomi syariah.
Kompilasi hukum ekonomi syariah adalah kumpulan norma-norma atau yang
berkaitan dengan kegiatan ekonomi syariah dan kemudian disebut KHES. KHES
merupakan produk pemikiran fiqih Indonesia dalam bidang ekonomi muamalat. Ciri-
ciri produk fiqih adalah : (1) ilmu tentang hukum syara’ , (2). Hukum syara’ tersebut
berkaitan dengan perbuatan mukallaf yang bersifat konkret dan praktis, (3).
Pengetahuan itu diperoleh dengan cara ijtihad atau istidlal, yaitu mencurahkan segala
potensi dan kesempatan dalam rangka mencapai kesimpulan hukum yang
diderivatkan dari sumber pokoknya. Dengan kata lain bahwa ilmu ini hanya
diperoleh oleh orang-orang yang mempunyai kualifikasi mujtahid, bukan sembarang
orang. KHES juga merupakan produk secara kolektif karena melibatkan banyak
kalangan (ahli).
Dari beberapa penjelasan di atas membuat rasa keingintahuan yang besar dari peneliti
untuk meneliti masalah tersebut. Untuk itu, dirasa perlu mengangkat permasalahan
ini menjadi obyek penelitian dengan judul, “Internalisasi Nilai-Nilai Etika Bisnis
Islam Perspektif Kompilasi Hukum ekonomi Syariah.”
KAJIAN LITERATUR
Internalisasi
Secara etimologis, internalisasi menunjukkan suatu proses. Dalam kamus besar
bahasa Indonesia internalisasi diartikan sebagai penghayatan, pendalaman,
penguasaan secara mendalam yang berlangsung melalui binaan, bimbingan dan
sebagainya(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989 , hlm. 336.). Internalisasi menurut
Kalidjernih; “internalisasi merupakan suatu proses dimana individu belajar dan
diterima menjadi bagian, dan sekaligus mengikat diri ke dalam nilai-nilai dan norma-
norma sosial dari perilaku suatu masyarakat”.1
Sementara itu menurut Johnson; internalisasi adalah “proses dengan mana orientasi
nilai budaya dan harapan peran benar-benar disatukan dengan sistem kepribadian”(
Internalisasi Nilai-Nilai Etika Bisnis Islam
Jurnal Al-Tsaman | 118
Kalidjernih, 2010). Internalisasi diartikan sebagai penggabungan atau penyatuan
sikap, standar tingkah laku, pendapat, dan seterusnya di dalam kepribadian(J.P.
Chaplin). Sedangkan menurut Reber, sebagaimana dikutip Mulyana mengartikan
internalisasi sebagai menyatunya nilai dalam diri seseorang, atau dalam bahasa
psikologi merupakan penyesuaian keyakinan, nilai, sikap, praktik dan aturan-aturan
baku pada diri seseorang(Fuad Ihsan, 1997).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, menjelaskan bahwa internalisasi dapat
diartikan sebagai suatu penghayatan nilai-nilai dan atau norma-norma sehingga
menjadi kesadaran yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku.
Etika Bisnis Islam
Asal-usul etika tidak terlepas dari kata aslinya, yaitu ethos dalam bahasa Yunani yang
berarti kebiasaan (custom), atau karakter (character)( Faisal Badroen; 2006). Dalam
bahasa latin, kata untuk kebiasaan itu sendiri berasal dari kata mos. Dari sinilah asal
kata moralitas, mores terbentuk. Oleh karena itu, istilah sering juga disebut dengan
the philosophy of moral (Afdawaiza, 2009). Yang ini menyebabkan seringnya etika
disama artikan dengan pengertian ajaran moral. Sedangkan apabila kita
meredefinisikan kembali kedua istilah tersebut maka kita akan mendapatkan
perbedaan, sama halnya dengan para akademisi membedakan kedua istilah tersebut
(Fran Magnis-Suseno; 2006). Ini dilandasi karena ajaran moral menetapkan
bagaimana manusia harus hidup, apa yang boleh dilakukan atau tidak.
Etika membantu seseorang untuk mengerti mengapa ia harus mengikuti suatu ajaran
moral tertentu, atau bagaimana ia dapat mengambil sikap yang bertanggung jawab
berhadap apa yang dilakukannya yang dikaitkan dengan berbagai ajaran moral.
Dengan kata lain, etika sebagai ilmu menuntut manusia untuk berperilaku moral
secara kritis dan rasional(A. Sonny Keraf; 1998). Kamus Besar Bahasa Indonesia,
mendefinisikan etik sebagai (1) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan
akhlak; (2) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat. sedang etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan
tentang hak dan kewajiban moral (akhlak)(Kamus besar Bahasa Indonesia). Etika
menurut Dictionary of Acconting karangan Ibrahim Abdullah Assegaf, adalah sebagi
Naily El Muna
Jurnal Al-Tsaman | 119
disiplin pribadi dalam hubungannya dengan lingkungan yang lebih daripada apa yang
sekedar ditentukan oleh Undang-undang (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Apa yang dianggap sebagai perilaku etis bersandar pada factor-faktor yang
membentuk dan mempengaruhi perilaku etis.
Gambar 1: Determinan Etika Individu.
Dalam masyarakat yang berasaskan hukum, maka interpretasi hukum didasarkan
pada nilai-nilai dan standar kontemporer. Sementara dalam masyarakat Islam, nilai-
nilai dan standar ini dituntun oleh ajaran Syariah dan kumpulan fatwa fiqih. Faktor
organisasi juga dapat memberikan pengaruh terhadap cara berperilaku anggotanya.
Salah satu aspek kunci pengaruh organisasional adalah tingkat komitmen pemimpin
organisasi terhadap nilai-nilai etis. Komitmen ini dapat dikomunikasikan melalui
kode etik, kebijakan organisasi, pidato-pidato, publikasi, dll (Kamus Besar Bahasa
Indonesia).
Etika bisnis dalam Islam dengan demikian memposisikan pengertian bisnis sebagai
usaha manusia untuk mencari keridhaan Allah SWT. Bisnis tidak bertujuan jangka
pendek tetapi juga bertujuan jangka panjang. Yaitu tanggung jawab pribadi dan
sosial, dihadapan masyarakat, Negara dan Allah SWT. Sebagaimana Firman Allah
SWT di Surah An Nisa’: 29, yaitu sebagai berikut;
“Artinya:029. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”(QS. Huud; 61).
Internalisasi Nilai-Nilai Etika Bisnis Islam
Jurnal Al-Tsaman | 120
KHES merupakan produk pemikiran fiqih Indonesia dalam bidang ekonomi
muamalat. Ciri-ciri produk fiqih adalah : (1) ilmu tentang hukum syara’ , (2). Hukum
syara’ tersebut berkaitan dengan perbuatan mukallaf yang bersifat konkret dan
praktis, (3). Pengetahuan itu diperoleh dengan cara ijtihad atau istidlal, yaitu
mencurahkan segala potensi dan kesempatan dalam rangka mencapai kesimpulan
hukum yang diderivatkan dari sumber pokoknya. Dengan kata lain bahwa ilmu ini
hanya diperoleh oleh orang-orang yang mempunyai kualifikasi mujtahid, bukan
sembarang orang. KHES juga merupakan produk secara kolektif karena melibatkan
banyak kalangan (ahli). (4). Bahwa sumber-sumber hukum tersebut sudah terperinci
menurut cabangnya masing-masing, baik yang bersifat qat‟i maupun zanni (Ismail,
Sya’ban Muhammad. 1999).
Salah satu bentuk dari legalitas hukum tentang muamalah di Indonesia yang
mengatur tentang perbankan syariah adalah undang-undang No. 21 tahun 2008 dan
KHES buku II. Di dalam KHES buku II berisi tentang akad adalah kesepakatan
dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan dan atau tidak
melakukan perbuatan hukum tertentu (KHES buku II pasal 20). Asas dalam akad:
1) Ikhtiyari/sukarela; setiap akad dilakukan atas kehendak para pihak, terhindar dari
keterpaksaan karena tekanan salah satu pihak.
2) Amanah/menepati janji; setiap akad wajib dilaksanakan oleh para pihak sesuai
dengan kesepakatan yang ditetapkan oleh yang bersangkutan dan pada saat yang
sama terhindar dari cidera-janji.
3) Ihtiyar/kehati-hatian; setiap akad dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan
dilaksanakan secara tepat dan cermat.
4) Luzum/ tidak berobah; setiap akad dilakukan dengan tujuan yang jelas dan
perhitungan yang cermat, sehingga terhindar dari praktik spekulasi atau maisir.
5) Saling menguntungkan; setiap akad dilakukan untuk memenuhi kepentingan para
pihak sehingga tercegah dari praktek manipulasi dan merugikan salah satu pihak.
6) Taswiyah/kesetaraan; para pihak dalam setiap akad memiliki kedudukan yang
setara, dan mempunyai hak dan kewajiban yang seimbang.
Naily El Muna
Jurnal Al-Tsaman | 121
7) Transparansi; setiap akad dilakukan dengan pertanggung jawaban para pihak secara
terbuka.
8) Kemampuan; setiap akad dilakukan sesuai kemampuan para pihak, sehingga tidak
menjadi beban yang berlebihan bagi yang bersangkutan.
9) Taisir/kemudahan; setiap akad dilakukan dengan cara saling memberi kemudahan
kepada masing-masing pihak untuk dapat melaksanakannya sesuai dengan
kesepakatan.
10) I’tikad baik; akad dilakukan dalam rangka menegakkan kemashlahatan, tidak
mengandung unsur jebakan dan perbuatan buruk lainnya.
11) Sebab yang halal; tidak bertentangan dengan hukum, tidak dilarang oleh hukum dan
tidak haram (KHES buku II pasal 21).
Perbankan Syariah
Bank syariah adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah
(hukum Islam). Sistem ini dibentuk dan didasari oleh larangan dalam agama Islam
untuk memungut atau meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta
larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misalnya usaha
yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, dll).
METODE PENELITIAN
Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan studi kasus yuridis
normatif. Temuan dan teori dibangun dengan menggunakan teknik snowball
sampling, yaitu; proses pencarian data dari dan sesuai dengan kebutuhan.
Pengumpulan data dilaksanakan dengan: Wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Data yang diperoleh dianalisis dengan cara : reduksi data, penyajian data, penarikan
kesimpulan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Perjanjian dalam KHES disebut akad. Terdapat dalam pasal 20 buku IV yaitu; Akad
adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk
melakukan dan atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu
KHES buku I pasal 1 ayat 20 disebutkan bahwa uang sebagai alat tukar atau
Internalisasi Nilai-Nilai Etika Bisnis Islam
Jurnal Al-Tsaman | 122
pembayaran yang sah bukan sebagai komoditas.
Dalam KHES buku II tentang akad adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian antara
dua pihak atau lebih untuk melakukan dan atau tidak melakukan perbuatan hukum
tertentu (KHES buku II pasal 20). Di pasal 25 disebutkan bahwa akad bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pengembangan usaha masing-masing pihak
yang mengadakan akad(KHES buku II pasal 25). Di pasal berikutnya disebutkan
bahwa akad tidak sah apabila bertentangan dengan : (1). Syariat Islam, (2). Peraturan
perundang-undangan, (3). Ketertiban umum, (4). Kesusilaan(KHES buku II pasal
26). Di pasal 27 disebutkan bahwa hukum akad terbagi dalam tiga kategori yaitu: (1).
Akad yang sah, (2). Akad yang fasad, (3). Akad yang batal/batal demi hukum (KHES
buku II pasal 27). Pasal 28 disebutkan : (1). Akad yang sah adalah akad yang
terpenuhi rukun dan syarat-syaratnya, (2). Akad yang fasad adalah akad yang
terpenuhi rukun dan syarat-syaratnya, tetapi terdapat segi atau hal lain yang merusak
akad karena pertimbangan maslahat. (3). Akad yang batal adalah akad yang kurang
rukun dan atau syarat-syaratnya (KHES buku II pasal 28).
Penjelasan mengenai akad secara rinci ada di pasal 29 yaitu: akad yang sah
sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 (a) adalah akad yang disepakati dalam
perjanjian , tidak mengandung unsur ghalath atau khilaf, dilakukan dibawah ikrah
atau paksaan, taghrir atau tipuan, dan gubh atau penyamaran (KHES buku II pasal
29). Kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu akad kecuali kekhilafan itu
terjadi mengenai hakikat yang menjadi pokok perjanjian (KHES buku II pasal 30).
Pasal 31 disebutkan bahwa paksaan adalah mendorong seorang melakukan sesuatu
yang tidak diridhoinya dan tidak merupakan pilihan bebasnya (KHES buku II pasal
31).
Asas dalam akad terdapat di KHES ada 11 poin (KHES buku II pasal 21):
1. Ikhtiyari/sukarela; setiap akad dilakukan atas kehendak para pihak, terhindar dari
keterpaksaan karena tekanan salah satu pihak.
2. Amanah/menepati janji; setiap akad wajib dilaksanakan oleh para pihak sesuai
dengan kesepakatan yang ditetapkan oleh yang bersangkutan dan pada saat yang
sama terhindar dari cidera-janji.
Naily El Muna
Jurnal Al-Tsaman | 123
3. Ihtiyar/kehati-hatian; setiap akad dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan
dilaksanakan secara tepat dan cermat.
4. Luzum/ tidak berubah; setiap akad dilakukan dengan tujuan yang jelas dan
perhitungan yang cermat, sehingga terhindar dari praktik spekulasi atau maisir.
5. Saling menguntungkan; setiap akad dilakukan untuk memenuhi kepentingan para
pihak sehingga tercegah dari praktek manipulasi dan merugikan salah satu pihak.
6. Taswiyah/kesetaraan; para pihak dalam setiap akad memiliki kedudukan yang
setara, dan mempunyai hak dan kewajiban yang seimbang.
7. Transparansi; setiap akad dilakukan dengan pertanggung jawaban para pihak secara
terbuka.
8. Kemampuan; setiap akad dilakukan sesuai kemampuan para pihak, sehingga tidak
menjadi beban yang berlebihan bagi yang bersangkutan.
9. Taisir/kemudahan; setiap akad dilakukan dengan cara saling memberi kemudahan
kepada masing-masing pihak untuk dapat melaksanakannya sesuai dengan
kesepakatan.
10. I’tikad baik; akad dilakukan dalam rangka menegakkan kemashlahatan, tidak
mengandung unsur jebakan dan perbuatan buruk lainnya.
11. Sebab yang halal; tidak bertentangan dengan hukum, tidak dilarang oleh hukum dan
tidak haram.
Nilai etika bisnis Islam ada dalam KHES yaitu:
Bank Muamalah KHES
Nilai ketuhanan;
dekat dengan sang khalik
mengingatkan bahwa kita makhluk
yang lemah dan tidak berdaya upaya
sholat tepat waktu
Sholat berjamaah pahalanya berlipat
27 derajat
tidak meninggalkan sholat
membayar zakat
menabung untuk menunaikan ibadah
haji.
Iman adalah pelengkap ilmu
Pasal 25
KHES
buku II
akad bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
hidup dan pengembangan usaha masing-
masing pihak yang mengadakan akad
Internalisasi Nilai-Nilai Etika Bisnis Islam
Jurnal Al-Tsaman | 124
pengetahuan
Nilai keseimbangan
adanya pemahaman tentang
karakteristik KDPPLK syariah yang
dijadikan pedoman bank muamalah.
Adanya kesamaan ikatan emosional
yang kuat didasarkan prinsip
keadilan, prinsip kesedarajatan dan
prinsip ketentraman antara pemilik,
pengelola, dan pengguna dana.
adanya ikatan emosional yang kuat
didasarkan prinsip keadilan, prinsip
kesedarajatan dan prinsip
ketentraman antara pemilik,
pengelola, dan pengguna dana.
tidak mengandung unsur riba;
tidak mengandung unsur kezaliman;
tidak mengandung unsur maysir;
tidak mengandung unsur gharar;
tidak mengandung unsur haram;
tidak menganut prinsip nilai waktu
dari uang (time value of money)
karena keuntungan yang didapat
dalam kegiatan usaha terkait dengan
risiko yang melekat pada kegiatan
usaha tersebut sesuai dengan prinsip
al-ghunmu bil ghurmi (no gain
without accompanying risk);
perjanjian jelas dan benar.
untuk keuntungan semua pihak
tidak ada distorsi harga
tidak mengandung unsur kolusi
dengan suap menyuap (risywah).
Menjaga mutu barang.
Larangan praktek riba/ghahar.
KHES
buku II
Pasal 27
(1). Akad yang sah, (2). Akad yang fasad, (3).
Akad yang batal/batal demi hukum.
Buku IV
BAB I
pasal 735
Akuntansi syariah harus dilakukan dengan
mencatat, mengelompokkan, dan
menyimpulkan transaksi-transaksi atau
kejadian-kejadian yang mempunyai sifat
keuangan dalam nilai mata uang untuk
dijadikan bahan informasi dan analisis bagi
pihak-pihak yang secara proporsional
berkepentingan.
KHES
Buku II
Pasal 26
(1). Syariat Islam, (2). Peraturan perundang-
undangan, (3). Ketertiban umum, (4).
Kesusilaan
Penjelasan
UU No.
21/2008,
BAB II
pasal 2
Kegiatan usaha yang berasaskan prinsip
syariah, antara lain adalah kegiatan usaha
yang tidak mengandug unsur :
a. Riba yaitu penambahan pendapatan
secara tidak sah (batil) antara lain dalam
transaksi pertukaran barang sejenis yang
tidak sama kualitas kuantitas, dan waktu
penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi
pinjam-meminjam yang
mempersyaratkan Nasabah Penerima
Fasilitas mengembalikan dana yang
diterima melebihi pokok pinjaman karena
berjalannya waktu (nasi‟ah);
b. maisir, yaitu transaksi yang digantungkan
kepada suatu keadaan yang tidak pasti
dan bersifat untung-untungan;
c. gharar, yaitu transaksi yang objeknya
tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui
keberadaannya, atau tidak dapat
diserahkan pada saat transaksi dilakukan
kecuali diatur lain dalam syariah;
d. haram, yaitu transaksi yang objeknya
dilarang dalam syariah; atau
a. zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan
Naily El Muna
Jurnal Al-Tsaman | 125
ketidakadilan bagi pihak lainnya.
Nilai Kebebasan;
1) transaksi hanya dilakukan
berdasarkan prinsip saling paham dan
saling ridha;
2) prinsip kebebasan bertransaksi diakui
sepanjang objeknya halal dan baik
(thayib);
3) berpedoman pada KDPPLK Syariah
dan PSAK Syariah.
4) Transaksi yg dilakukan timbul dari
kebutuhan nasabah.
5) Transaksi yang dilakukan timbul dari
kebiasaan.
6) kebebasan eksistensial.
7) penentuan besarnya resiko bagi hasil
dibuat pada waktu akad dengan
berpedoman pada kemungkinan
untung dan rugi.
8) Memberikan informasi yang cukup
mengenai transaksi dan produk Bank
Muamalah
KHES
buku II
Pasal 28
(1). Akad yang sah adalah akad yang
terpenuhi rukun dan syarat-syaratnya, (2).
Akad yang fasad adalah akad yang terpenuhi
rukun dan syarat-syaratnya, tetapi terdapat
segi atau hal lain yang merusak akad karena
pertimbangan maslahat. (3). Akad yang batal
adalah akad yang kurang rukun dan atau
syarat-syaratnya
Buku I
BAB III
pasal 17
Pemilikan amwal didasarkan pada asas:
a. amanah, bahwa pemilikan amwal pada
dasarnya merupakan titipan dari Allah
Subhanahu wata’ala untuk didayagunakan
bagi kepentingan hidup.
b. infiradiyah, bahwa pemilikan benda pada
dasarnya bersifat individual dan penyatuan
benda dapat dilakukan dalam bentuk
badan usaha atau korporasi.
c. ijtima’iyah, bahwa pemilikan benda tidak
hanya memiliki fungsi pemenuhan
kebutuhan hidup pemiliknya, tetapi pada
saat yang sama di dalamnya terdapat hak
masyarakat.
Buku I
pasal 19
(sifat
a. Kepemilikan yang penuh mengharuskan
adanya kepemilikan manfaat dan tidak
dibatasi waktu.
Internalisasi Nilai-Nilai Etika Bisnis Islam
Jurnal Al-Tsaman | 126
pemilikan
amwal)
b. Kepemilikan tidak penuh mengharuskan
adanya kepemilikan manfaat dan dibatasi
waktu.
c. pemilikan yang penuh tidak bisa
dihapuskan, tetapi bias dialihkan.
d. pemilikan syarikat yang tidak penuh sama
dengan kepemilikan terpisah tasharrufnya.
e. Pemilikan syarikat yang penuh
ditasharrufkan dengan hak dan kewajiban
secara proporsional
Pasal 29 akad yang sah sebagaimana dimaksud dalam
pasal 26 (a) adalah akad yang disepakati
dalam perjanjian , tidak mengandung unsur
ghalath atau khilaf, dilakukan dibawah ikrah
atau paksaan, taghrir atau tipuan, dan gubh
atau penyamaran
NILAI TANGGUNG JAWAB;
Membuat laporan tepat waktu
Membuat laporan dengan benar
Transparansi kepada Nasabah
Sikap bertanggung jawab lebih baik
daripada tuntutan etika atau
peraturan.
kesediaan bertanggung jawab
termasuk kesediaan untuk diminta
danuntuk memberi pertanggung
jawaban atas tindakan-tindankannya.
harta yang dimiliki manusia
dipandang sebagai titipan atau
amanah Allah SWT sehingga cara
memperoleh, mengelola, dan
memanfaatkannya harus sesuai
dengan prinsip Islam.
mendorong pengelolaan transaksi
sesuai prinsip Islam.
Pasal 21 1. Ikhtiyari/sukarela;
2. Amanah/menepati janji
3. Ihtiyar/kehati-hatian;
4. Luzum/ tidak berubah
5. Saling menguntungkan
6. Taswiyah/kesetaraan;
7. Transparansi;
8. Kemampuan;
9. Taisir/kemudahan
10. I’tikad baik;
11. Sebab yang halal;
UU No.
21 tahun
2008,
BAB II
pasal 2
Perbankan syariah dalam melakukan kegiatan
usahanya berasaskan prinsip syariah,
demokrasi ekonomi dan prinsip kehati-hatian.
UU No.
21 tahun
2008
BAB VI
pasal 34
1) Bank syariah dan UUS wajib menerapkan
tata kelola yang baik mencakup prinsip
transparansi, akuntabilitas, pertanggung
jawaban, profesional, dan kewajaran
dalam menjalankan kegiatan usahanya.
2) Bank syariah dan UUS wajib menyusun
prosedur internal mengenai
pelaksanaanprinsip sebagaimana pasal
pada 1.
Naily El Muna
Jurnal Al-Tsaman | 127
3) Ketentuan lebih lanjut megenai tata kelola
yang baik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan peraturan BI.
Dari penjelasan di atas peneliti melihat bahwa nilai-nilai etika bisnis Islam di Bank
Muamalah merupakan pengejawantahan dari Undang-undang No. 21 tahun 2008, KHES
buku 1 pasal 17, KHES buku II; pasal 20, 21, 25, 26,27,28,29 dan KHES buku IV bab 1
pasal 735. Dalam undang-undang No. 21 tahun 2008 disebutkan beberapa nilai nilai-nilai
keadilan, kemanfaatan, keseimbangan, dan keuniversalan (rahmatan lil „alamin).
Pengelompokan ini bertujuan untuk mempermudah pegawai dalam
mengimplementasikannya.
PENUTUP
1. Proses internalisasi nilai etika bisnis Islam di bank muamalat Indonesia adalah sebagai
(a).ruh untuk melakukan aktivitas perbankan, (b). adanya ikatan emosional,
kesederajatan, ketentuan pemilik, pengelola dan pengguna dana nasabah), (c).
menganut prinsip objenya halal, saling rela/ridho, kebutuhan, kebiasaan, dan
eksistensial. (d). pertanggung jawaban yang seimbang dalam segala bentuk dan ruang
lingkup pekerjaan.
2. Proses internalisasi nilai etika bisnis Islam pada pegawai Bank Muamalah Indonesia di
Jombang dalam perspektif KHES, sebagai bentuk pengejawantahan dari Undang-
undang No. 21 tahun 2008, KHES buku 1 pasal 17, KHES buku II; pasal 20, 21, 25,
26,27,28,29 dan KHES buku IV bab 1 pasal 735. Dalam undang-undang No. 21 tahun
2008 disebutkan beberapa nilai nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, keseimbangan, dan
keuniversalan (rahmatan lil „alamin). Pengelompokan ini bertujuan untuk
mempermudah pegawai dalam mengimplementasikannya.
REFERENSI
Afdawaiza, 2009, Etika Bisnis dan Ekonomi dalam Pandangan al-Ghazalî, Jurnal Esensia
vol 10 No. 2
Alqur’an Digital. Surah Huud: 61
Faisal Badroen, dkk, Etika Bisnis dalam Islam, (Jakarta: Prenada. 2006), hlm. 04
Fuad Ihsan, 1997. Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta : Rineka Cipta.
Internalisasi Nilai-Nilai Etika Bisnis Islam
Jurnal Al-Tsaman | 128
Ismail, Sya’ban Muhammad. 1999. At Tasyri’ Al Islamy. Masadiruh Wa At Waruh, cet 2.
Kairo: Maktabah An Nahdah Al Misriyyah. Hlm 12
J.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 256.
Johnson, Doyle P. 1986. Teori sosiologi Klasik dan Modern. Jilid 1 dan 2. Diterjemahkan
oleh Robrt M. Z. Lawang. Jakarta; Gramedia.
Kalidjernih, 2010. sumaK Studi Kewarganegaraan Perspektif Sosiologis Dan Politis,
Widya Aksara Press, Bandung. hlm. 71
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989 , hlm. 336.
Kamus besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1988),
KHES buku II pasal 20
KHES buku II pasal 20
KHES buku II pasal 21
KHES buku II pasal 21.
KHES buku II pasal 25
KHES buku II pasal 26
KHES buku II pasal 27
KHES buku II pasal 27
KHES buku II pasal 28
KHES buku II pasal 29
KHES buku II pasal 30
KHES buku II pasal 31
OJK, 2016. seri edukasi Perbankan Syariah produk dan Jasa Perbankan Syariah. Jakarta:
departemen Perbankan syariah
Salah satu yang membedakan kedua istilah etika dan moral adalah Fran Magnis-Suseno
dalam bukunya yang berjudul Etika Dasar, Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral
(Yogyakarta: kanisius. T.th.), hlm.14.
Sonny Keraf. Etika Bisnis, Tuntutan dan Relevansinya(Yogyakarta: Kanisius. 1998), hlm.
BIODATA PENULIS
Naily El Muna, S.E.MH. adalah dosen Universitas KH. Wahab Hasbullah Jombang.