INTERNALISASI NILAI-NILAI MORAL PADA JEMAAH …
Transcript of INTERNALISASI NILAI-NILAI MORAL PADA JEMAAH …
1
INTERNALISASI NILAI-NILAI MORAL PADA JEMAAH
REMAJA PENGAJIAN DI MAJELIS TAKLIM
KH. AHMAD ZUHDIANNOR
YAHYA
ABSTRAK
Fenomena dunia pendidikan, khususnya remaja saat ini memang sangat memprihatinkan, disebabkan karena banyaknya pengaruh-pengaruh negatif baik pengaruh lingkungan maupun media sosial. Harapannya usia remaja haruslah memiliki karakter yang terpuji, karena remaja merupakan generasi penerus yang nantinya akan melanjutkan tongkat estafet pembangunan bangsa. Salah satu lembaga pendidikan nonformal di masyarakat yang dapat memberikan pendidikan moral adalah majelis taklim. Majelis taklim dituntut untuk berperan serta dalam menanamkan nilai-nilai moral pada remaja agar menghasilkan kepribadian remaja yang berakhlakul karimah.
Ada dua tempat majelis taklim yang diteliti, yakni: majelis taklim yang bertempat di Masjid Jami sungai Jingah dan majelis taklim yang bertempat di Masjid Raya Sabilal Muhtadin Banjarmasin. Permasalahan Penelitian ini adalah: Nilai-nilai moral apa saja yang disampaikan pada pengajian di majelis taklim KH. Ahmad Zuhdiannor? Bagaimana proses internalisasi nilai-nilai moral pada pengajian di majelis taklim KH. Ahmad Zuhdiannor?
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah remaja yang aktif mengikuti pengajian, KH. Ahmad Zuhdiannor selaku pimpinan majelis taklim, panitia kepengurusan majelis taklim, masyarakat yang bermukim di sekitar majelis taklim, program kerja, visi-misi. Sedangkan tekhnik pengumpul data adalah: Observasi, wawancara, dan dokumentasi.
INTERNALISASI NILAI-NILAI MORAL
2
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Nilai-nilai moral yang ditanamkan melalui pengajian di majelis taklim KH. Ahmad Zuhdiannor mencakup beberapa nilai moral, yaitu: jujur, sabar, syukur, senang/bahagia, toleransi, murah senyum, pemurah, ikhlas, iman dan takwa. (2) Proses internalisasi nilai moral pada pengajian di majelis taklim KH. Ahmad Zuhdiannor ini dilakukan dengan tiga tahapan, yakni: tahap pengenalan dan pemahaman, tahap penerimaan dan tahap pengintegrasian.
Kata kunci : Internalisasi Nilai Moral, Pendidikan Moral.
PENDAHULUAN
Perkembangan zaman yang berlangsung pada saat ini
memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku
remaja zaman sekarang. Perubahan yang sangat cepat dirasakan
adalah globalisasi. Globalisasi yang ditandai dengan
perkembangan teknologi informasi telah menciptakan hubungan
antar wilayah baik dalam ruang lingkup lokal, nasional dan
internasional begitu cepat dan dekat. Sekat-sekat geografis menjadi
lebih cair. Informasi yang mengalir begitu cepat ini memberikan
pengaruh terhadap perilaku remaja zaman sekarang.
Globalisasi sudah menembus semua penjuru dunia,
bahkan sampai daerah terpencil sekalipun, masuk kerumah-
rumah, dan membombardir pertahanan moral dan agama, sekuat
apapun dipertahankan. Televisi, Internet, Koran, Handphone, dan
lain-lain adalah media informasi dan komunikasi yang berjalan
dengan cepat, menggulung sekat-sekat tradisional yang selama ini
dipegang kuat. Moralitas menjadi longgar.
Yahya
3
Sesuatu yang dahulu dianggap tabu, sekarang menjadi biasa-
biasa saja. Cara berpakaian, berinteraksi dengan lawan jenis,
menikmati hiburan di tempat-tempat spesial dan menikmati
narkoba menjadi trend dunia modern yang sulit ditanggulangi.
Akhirnya karakter anak bangsa berubah menjadi rapuh, mudah
diterjang ombak, terjerumus dalam ternd budaya yang melenakan,
dan tidak memikirkan akibat yang ditimbulkan. Prinsip-prinsip
moral, budaya bangsa, dan perjuangan hilang dari karakteristik
mereka. Inilah yang menyebabkan merosotnya moral serta
hilangnya kreativitas bangsa. Sebab, ketika karakter suatu bangsa
rapuh, maka semangat berkreasi dan berinovasi dalam kompetensi
yang ketat akan mengendur, kemudian akan dikalahkan oleh
semangat “konsumerisme, hedonism, dan permisifme” yang instan dan
menenggelamkan.1
Krisis yang melanda remaja mengindikasikan bahwa
pendidikan agama dan moral yang didapat di bangku sekolah, tidak
banyak memberikan perubahan perilaku. Bahkan yang terlihat
adalah banyaknya masyarakat Indonesia yang tidak sesuai antara
ucapan dan tindakannya. Kondisi demikian, diduga berawal dari
apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan.2
Indikator lain yang menunjukkan adanya gejala rusaknya
karakter generasi bangsa bisa dilihat dari praktek sopan santun
1Jamal Ma’mur Asmani, buku panduan internalisasi pendidikan karakter di
sekolah (Jogjakarta: Diva Press, 2013), h. 7-8. 2Zubaidi, Desain Pendidikan Karakter (Jakarta: Prenada Media Group, 2011),
h. 2.
INTERNALISASI NILAI-NILAI MORAL
4
siswa yang kini sudah mulai memudar, diantaranya dapat dilihat
dari cara berbicara sesama mereka, prilakunya terhadap guru dan
orangtua, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat, kata-
kata kotor yang tidak sepantasnya diucapkan oleh anak seusianya
seringkali terlontar. Sikap ramah terhadap guru ketika bertemu dan
penuh hormat terhadap orangtua pun tampaknya sudah menjadi
sesuatu yang sulit ditemukan dikalangan anak usia sekolah dewasa
ini. Anak-anak usia sekolah seringkali menggunakan bahasa yang
jauh dari tatanan nilai budaya masyarakat. Bahasa yang kerap
digunakan tidak lagi menjadi ciri dari sebuah bangsa yang
menjunjung tinggi etika dan kelemahlembutan.
Berbicara soal moral berarti berbicara soal perbuatan
manusia dan juga pemikiran dan pendirian mereka mengenai apa
yang baik dan apa yang tidak baik, mengenai apa yang patut dan
tidak patut untuk dilakukan sehingga dapat dikatakan moral
merupakan standar perilaku yang disepakati yang dapat dipakai
untuk mengukur perilaku diri sendiri sekaligus perilaku orang
lain.
Moral dalam kehidupan manusia memiliki kedudukan
yang amat penting. Nilai-nilai moral sangat diperlukan bagi
manusia, baik kapasitasnya sebagai pribadi (individu) maupun
sebagai anggota suatu kelompok (masyarakat dan bangsa).
Peradaban suatu bangsa dapat dinilai melalui karakter moral
masyarakatnya.
Yahya
5
Moral dalam ajaran Islam berfungsi sebagai sarana untuk
mencapai derajat al-Insān Kamīl (manusia sempurna). Ibnu
Miskawaih (1994: 61-65) berpendapat bahwa “kesempurnaan
manusia diawali dari kesempurnaan individu, karena dari
individu-individu yang sempurna akan melahirkan masyarakat
yang beradab yang pada akhirnya akan berimplikasi pada
kesempurnaan moral”.3
Fenomena dunia pendidikan, khususnya lembaga pendidikan
formal dimana remaja- remaja mengenyam pendidikan saat ini
sering dikritik oleh masyarakat, hal ini disebabkan karena adanya
sejumlah pelajar yang menunjukkan sikap yang kurang terpuji dan
jauh dari norma-norma dimasyarakat.
Kondisi remaja saat ini yang semakin menunjukkan perilaku
anti budaya dan anti nilai-nilai pendidikan akhlak sehingga
mengalami krisis moral, seperti perilaku seks bebas dikalangan
generasi muda, penyalah gunaan narkoba, maraknya anarkis dan
permasalahan- permasalahan lainnya, yang demikian itulah
menjadikan sebagian masyarakat memberikan kritikan kepada
lembaga- lembaga pendidikan formal, sehingga dirasa kurang cukup
kalau hanya mengenyam pendidikan pada lembaga tersebut.
Nilai- nilai moral yang terdapat dalam ajaran agama Islam
dapat ditumbuhkembangkan salah satunya yaitu melalui lembaga
pendidikan, baik lembaga yang sifatnya formal maupun yang
3 Ibnu Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak, (Bandung: Mizan, 1994),
h.61-65.
INTERNALISASI NILAI-NILAI MORAL
6
bersifat nonformal. Majelis taklim merupakan salah satu sarana
kegiatan yang berada di lingkungan masyarakat yang dapat
digunakan untuk melaksanakan pendidikan Islam.
Majelis taklim adalah wadah pembentuk jiwa dan
kepribadian yang agamis yang berfungsi sebagai stabilisator dalam
seluruh gerak aktivitas kehidupan umat Islam Indonesia, maka
sudah selayaknya kegiatan-kegiatan yang bernuansa Islami
mendapat perhatian dan dukungan dari masyarakat, sehingga
tercipta insan-insan yang memiliki keseimbangan antara potensi
intelektual dan mental spiritual dalam upaya menghadapi
perubahan zaman yang semakin global dan maju.4
Berbagai kegiatan majelis taklim yang telah dilakukan
merupakan proses pendidikan yang mengarah kepada internalisasi
nilai-nilai moral sehingga para jemaah yang mampu merefleksikan
tatanan normatif yang mereka pelajari dalam realitas kehidupan
sehari-hari, khususnya untuk mengembangkan sikap keagamaan
jemaah di majelis taklim.
Sesuai dengan makna yang terkandung di dalam majelis
taklim yang berarti wadah atau tempat menuntut ilmu, maka
pendidikan agama harus sesuai dengan kebutuhan rohani remaja
pada khususnya dengan memperhatikan perkembangan
kedewasaannya. Inilah tujuan utama majelis taklim yakni
4 Tuti Alawiyah, Strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Ta lim, (Bandung:
Mizan, 1997), h. 78.
Yahya
7
menjadikan manusia yang berakhlak mulia serta menanamkan
sekaligus mengamalkan nilai-nilai pendidikan agama Islam.
Salah satu majelis taklim tersebut adalah majelis taklim yang
diasuh oleh KH. Ahmad Zuhdianor atau yang lebih dikenal
masyarakat luas dengan sebutan Guru Zuhdi yang berada di
Banjarmasin. Majelis taklim ini sudah lama berdiri serta memberikan
banyak sekali pengetahuan-pengetahuan agama serta menanamkan
nilai- nilai moral kepada jemaahnya khususnya kepada jemaah
remaja.
Majelis taklim KH. Ahmad Zuhdiannor dibuka dan memang
diperuntukkan untuk masyarakat umum dan tersebar ditiga tempat,
yakni yang pertama bertempat di Masjid Jami Sungai Jingah
dilaksanakan pada setiap malam minggu, yang kedua bertempat di
Masjid Raya Sabilal Muhtadin Banjarmasin dilaksanakan pada setiap
malam Jumat dan yang ketiga di Teluk Dalam Komplek Pondok
Indah ditempat ini dilaksanakan pada setiap malam kamis. Adapun
kegiatannya dimulai dengan shalat maghrib berjamaah, dilanjutkan
dengan shalat sunnat hajat dan selanjutnya penyampaian materi
pengajian. Khusus pada malam minggu ditambah dengan acara
tasmiyah dan pembacaan syair atau Qasidah.
Pengajian ini dipimpin langsung oleh KH. Ahmad
Zuhdiannor yang sebelumnya dipimpin oleh ayah beliau yakni
KH. Muhammad. Sampai ketika ayahnya wafat maka diberi amanah
dan pesan untuk meneruskan pengajian-pengajian yang tersebut.
INTERNALISASI NILAI-NILAI MORAL
8
Materi yang Beliau sampaikan tentunya berkenaan dengan
pendidikan agama Islam diantaranya mencakup ibadah dan akhlak.
Hal ini bisa dilihat dari kitab yang Beliau ajarkan yakni kitab Al-
Nashaāih Addiīniyyaāh yang dikarang oleh Habiīb Abdullaāh bin
Alāwi Al-Hadādi Al-Hādhrami as-Syafi’iī, kitab Hidāyatussaālikiīn
Al-Imam Ghāzali, dan kitab Ihyaā Ulumiddiīn yang mana kitab-
kitab ini berisi pasal-pasal tentang ibadah dan kebanyakan dari
penjelasan Beliau berkenaan tentang akhlak budi pekerti.
KH. Ahmad Zuhdiannor adalah salah seorang Ulama muda
yang kharismatik sehingga disetiap pelaksanaan majelis taklim
dihadiri oleh ribuan jemaah dari berbagai daerah di kota
Banjarmasin. Menurut pengamatan penulis diperkirakan antara
tujuh sampai sepuluh ribu jemaah yang mengikuti majelis taklim
Beliau. Sebagian besar adalah dari kalangan remaja dan terus
bertambah setiap tahunnya, karena banyaknya keikutsertaan para
remaja dalam mengikuti pengajian Beliau inilah penulis pandang
berbeda dengan majelis-majelis taklim ditempat yang lain yang
mana bisa dilihat partisipasi remaja sangat minim, justru
kebanyakan partisipasinya dari orang- orang dewasa dan orang tua.
Penelitian diawali dengan survei terhadap internalisasi nilai-
nilai moral pada remaja yang mengikuti pengajian majelis taklim
KH. Ahmad Zuhdiannor. Mengarah pada perilaku remaja
tersebut, pertama penulis melakukan observasi awal dan
memperhatikan serta mengamati perilakunya pada saat pengajian
berlangsung maupun setelah mengikuti pengajian, Hal ini penulis
Yahya
9
dapatkan dari mengamati beberapa remaja yang rutin dalam
pengajian tersebut menunjukkan sikap dan perilaku yang baik.
Misalkan bertutur kata yang santun, mendahulukan yang lebih tua,
saling berbagi dan sifat-sifat terpuji lainnya, disini letak
ketertarikan penulis untuk menggali lebih dalam lagi tentang
bagaimana penanaman nilai-nilai moral pada jemaah remaja
tersebut.
Selain itu banyaknya keikutsertaan remaja dalam pengajian
yang diselenggarakan oleh KH. Ahmad Zuhdiannor, menjadikan
tanda tanya begitu besar bagi penulis, bagaimana bisa begitu
banyaknya remaja yang mengikuti pengajian Beliau, bahkan dari
tempat- tempat yang jauh, misalnya dari Marabahan, Martapura,
bahkan ada yang dari Astambul. Apa yang ada di dalam hati dan
pikiran mereka, apa yang membuat menarik dari pengajian Guru
Zuhdi dan banyak pertanyaan lainnya yang perlu dicari jawabannya
pada majelis taklim ini.
Berangkat dari latar belakang di atas, penulis tertarik untuk
meneliti lebih mendalam tentang pelaksanaan kegiatan majelis
taklim khususnya berhubungan dengan internalisasi nilai-nilai
moral pada jemaah remaja pengajian majelis taklim Guru Zuhdi,
dengan demikian penulis mencoba mengangkat sebuah judul
“INTERNALISASI NILAI-NILAI MORAL PADA JEMAAH
REMAJA PENGAJIAN DI MAJELIS TAKLIM KH. AHMAD
ZUHDIANNOR”. Dalam hal ini penulis ingin mengetahui tentang
nilai-nilai moral apa saja yang ditanamkan dan bagaimana proses
INTERNALISASI NILAI-NILAI MORAL
10
internalisasi nilai-nilai moral di majelis taklim Masjid Jami Sungai
Jingah dan Masjid Raya Sabilal Muhtadin Banjarmasin.
METODE
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan dengan
pendekatan kualitatif (field research), yaitu prosedur penelitian yang
menghasilkan data berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang dapat diamati.
Penelitian ini memilih pendekatan penilitian kualitatif
dikarenakan permasalahan penelitian bersifat holistik, kompleks,
dinamis dan penuh makna. Serta peneliti bermaksud memahami
situasi sosial secara mendalam, menemukan pola dan teori.
Penelitian kualitatif (Qualitative Research) adalah suatu penelitian
yang ditujukan untuk mendeskripsikan (menggambarkan) dan
menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap,
kepercayaan, persepsi, serta pemikiran orang secara individual
maupun kelompok. Beberapa deskripsi tersebut digunakan untuk
menemukan prinsip-prinsip dan penjelasan yang menuju pada
kesimpulan. Oleh karena itu permasalahan yang ingin diteliti yakni
berkaitan dengan nilai-nilai moral yang ditanamkan dan bagaimana
proses internalisasi nilai-nilai moral tersebut pada jemaah remaja di
majelis taklim.
Pelaksanaan penelitian dilakukan pada majelis taklim KH.
Ahmad Zuhdiannor yang berada di Masjid Jami Sungai Jingah yang
dilaksanakan pada malam Minggu dengan materi yang bersumber
dari kitab Hidayatussalikin dan yang kedua majelis taklim di Masjid
Yahya
11
Raya Sabilal Muhtadin pada malam Jumat dengan kitab yang
dibacakan yakni Nasaihuddiniyah. Kedua majelis taklim ini berada
di Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan.
Penetapan lokasi tersebut didasarkan atas keyakinan penulis
bahwa di kedua lokasi tersebut tersedia berbagai data dan sumber
data yang diperlukan, serta pada lokasi tersebut penulis menemukan
permasalahan yang belum pernah diteliti sebelumnya.
Data dalam penelitian ini terbagi dua yaitu data pokok dan
data penujang, adapun data pokok dalam penelitian ini adalah: 1)
Nilai-nilai moral yang ditanamkan pada jemaah remaja pengajian di
majelis taklim KH. Ahmad Zuhdiannor. 2) Proses internalisasi nilai-
nilai moral pada jemaah remaja pengajian di majelis taklim KH.
Ahmad Zuhdiannor. Sedangkan data penunjang yaitu data yang
menunjang terhadap data pokok yang berkenaan dengan gambaran
umum lokasi penelitian. Adapun gambaran lokasi penelitian yang di
teliti oleh penulis yaitu di Masjid Jami Sungai Jingah dan Masjid
Raya Sabilal Muhtadin Banjarmasin.
Sumber data dalam penelitian ini adalah: Data yang diperoleh
dari informan, dan dokumen sebagai berikut: a) KH. Ahmad
Zuhdiannor sebagai pimpinan majelis taklim. b) Remaja yang aktif
mengikuti pengajian. c) panitia Masjid dan kepengurusan majelis
taklim. d) Dokumentasi, yaitu data-data yang berkenaan dengan
penelitian berasal dari sumber tertulis atau laporan tertulis tentang
penelitian dan data-data lainnya.
INTERNALISASI NILAI-NILAI MORAL
12
Teknik penggali data merupakan upaya peneliti dalam
mengumpulkan data yang diperoleh di lapangan. Untuk
mendapatkan data yang akurat, maka dalam penelitian ini
digunakan beberapa teknik yaitu, sebagai berikut: 1)Teknik
wawancara (interview) Metode ini digunakan untuk menggali data-
data tentang internalisasi nilai-nilai moral pada jemaah remaja
pengajian. Pelaksanaan kegiatan wawancara ini, penulis
menggunakan teknik wawancara secara mendalam yakni menggali
data secara rinci dan jelas di lapangan dengan berpedoman
membuat garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.
Sedangkan hal-hal yang menjadi topik pembicaraan adalah yang
ada hubungannya dengan fokus penelitian yaitu internalisasi nilai-
nilai moral pada jemaah remaja pengajian di majelis taklim KH.
Ahmad Zuhdiannor. 2) Teknik Observasi: Sebelum melakukan
penelitian, penulis melakukan observasi awal ke tempat yang
menjadi lokasi penelitian. Teknik observasi ini penulis lakukan
dengan mengamati secara langsung setiap proses kagiatan di majelis
taklim KH. Ahmad Zuhdiannor dan yang menjadi objek
pengamatan penulis yaitu bagaimana proses penanaman nilai-nilai
moral pada pengajian tersebut, dan perilaku remaja pengajian, baik
sesudah proses pengajian atau pada saat proses pengajian itu
berlangsung serta proses pelaksanaan pengajian di majelis taklim
KH. Ahamd Zuhdiannor. 3) Dokumentasi: Metode dokumentasi
adalah kegiatan mencari data mengenai hal atau variabel yang
berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah prasasti,
Yahya
13
notulen rapat, agenda, dan sebagainya. Adapun dokumen-dokumen
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah profil KH. Ahmad
Zuhdiannor dan majelis taklim, letak geografis, waktu atau jadwal
pengajian, kitab-kitab pegangan, metode dan tujuan kegiatan,
struktur kepanitiaan, keadaan pimpinan majelis taklim dan para
jemaah.
Setiap pelaksanaan kegiatan pengumpulan data, baik melalui
wawancara, observasi dan dokumentasi tersebut, peneliti berusaha
untuk melengkapi diri dengan peralatan yang memadai dengan alat-
alat elektronik (kamera dan tape) demi kelengkapan informasi yang
ingin diperoleh.
Dalam penelitian ini penulis menerapkan metode analisis data
kualitatif yakni analisis data tersebut dimulai sejak awal penelitian
sampai akhir. Analisis data merupakan upaya mencari dan menata
secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara, dan lainnya.
Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif, maka untuk mengolah
datanya penulis menggunakan teori Miles dan Huberman yaitu:
Pengumpulan data, reduksi data, display data, verifikasi data.
Berikut penulis paparkan uraiannya:
1) Pengumpulan Data (Data Collection): yakni penulis
melakukan pengumpulan data dengan observasi yang
dilaksanakan di lapangan. Sedangkan untuk mengetahui
seberapa jauh internalisasi nilai-nilai moral pada jemaah
remaja pengajian di majelis taklim KH. Ahmad Zuhdianor,
INTERNALISASI NILAI-NILAI MORAL
14
dengan menggunakan catatan atau instrumen yang telah
disediakan.
2) Reduksi Data : Reduksi data diawali dengan menerangkan,
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang
penting terhadap isi dari suatu data yang berasal dari
lapangan, sehingga data yang telah direduksi dapat
memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil
pengamatan. Dalam proses reduksi data ini, peneliti dapat
melakukan pilihan-pilihan terhadap data yang hendak
dikode, mana yang dibuang, mana yang merupakan
ringkasan, cerita-cerita apa yang sedang berkembang. Reduksi
data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu
dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa
sehingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan
diverifikasi. Reduksi data dilakukan secara terus-menerus
selama penelitian berlangsung untuk memfokuskan data
pada hal-hal yang penting dari sekian banyak data yang
diperoleh dari hasil observasi , wawancara, dan catatan di
lapangan yang tidak terpola, dengan tujuan untuk
menemukan hal-hal pokok dalam menganalisis internalisasi
nilai-nilai moral pada jemaah remaja pengajian di majelis
taklim KH. Ahmad Zuhdianor.
3) Penyajian Data (Display Data): Setelah selesai melakukan
reduksi data maka kegiatan selanjutnya adalah melakukan
Yahya
15
penyajian data, yaitu proses penyampaian laporan hasil
penelitian dalam bentuk tulisan. Pada umumnya, penelitian
kualitatif menyajikan data dalam bentuk naratif (cerita),
namun tidak menutup kemungkinan penyajian data dalam
bentuk bagan, matrik, grafik, gambar atau jaringan.5 Data
yang sudah disederhanakan selanjutnya disajikan dengan cara
mendiskripsikan dalam bentuk paparan data. Dengan
demikian didapatkan kesimpulan sementara yang berupa
temuan penelitian di lapangan yakni indikator- indikator
internalisasi remaja terhadap nilai-nilai moral pada pengajian
KH. Ahmad Zuhdianor. Pada tahap ini penulis membuat
rangkuman temuan penelitian secara sistematis sehingga pola
dan fokus pelaksanaan diketahui melalui kesimpulan data
tersebut diberi makna yang relevan dengan fokus penelitian.
4) Penarikan Kesimpulan: Prosedur penarikan kesimpulan
didasarkan pada data informasi yang tersusun pada bentuk
yang terpola pada penyajian data. Melalui informasi tersebut
peneliti dapat melihat dan menentukan kesimpulan yang
benar mengenai objek penelitian karena penarikan
kesimpulan merupakan kegiatan penggambaran yang utuh
dari objek penelitian. Menarik kesimpulan harus selalu
berdasarkan semua data yang diperoleh dalam kegiatan
penelitian. Dengan kata lain penarikan kesimpulan harus
5Yahya, M, Metodologi Penelitian,Riset dan teori, (Banjarmasin: STIA Bina
Banua. 2004), h. 73.
INTERNALISASI NILAI-NILAI MORAL
16
berdasarkan data, bukan atas angan-angan atau keinginan
peneliti semata.6 Pada tahap ini merupakan proses dimana
peneliti mampu menggambarkan internalisasi remaja
terhadap nilai-nilai moral pada pengajian KH. Ahmad
Zuhdianor. Dalam kegiatan ini penulis melakukan pengujian
atau kesimpulan yang telah diambil dan membandingkan
dengan teori- teori yang relevan serta petunjuk dan
pembinaan pemantapan penguji kesimpulan dihubungkan
dengan data awal melalui kegiatan member check, sehingga
menghasilkan suatu penelitian yang bermakna.
HASIL TEMUAN
Tujuan dari internalisasi nilai-nilai moral sama seperti tujuan
pendidikan karakter dan pendidikan moral yaitu membentuk
bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral,
bertoleransi, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang
dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semuanya di jiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha
Esa berdasarkan Pancasila.7
Apabila nilai-nilai moral tersebut dapat diinternalisasikan
kepada jiwa remaja maka tentunya dapat membentuk karakter dan
kepribadian yang mulia, serta tujuan pendidikan agama Islam dapat
tercapai dengan baik. Hal ini berarti tujuan pendidikan nasional
6 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D (Yogyakarta:
Alfabeta, 2013),h. 249 7Kemindiknas, Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter (Berdasarkan
Pengalaman di Satuan Pendidikan Rintisan, (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum dan Perbukuan, 2011), h. 2
Yahya
17
dapat tercapai yaitu mencetak generasi bangsa yang beriman,
bertaqwa kepada Allah Swt, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negera yang bertanggung
jawab. Memiliki perilaku yang mulia sangatlah penting, terutama
untuk menghadapi zaman modern dan arus globalisasi, di mana
nilai-nilai moral sangat merosot. Sebagai salah satu solusi maka
pendidikan moral dapat dijadikan sebagai kontrol dan filter dari
nilai-nilai yang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam, sehingga
tidak akan terjadi krisis moral dan tindakan-tindakan yang dapat
merusak iman.
Berdasarkan paparan penelitian mengenai hasil internalisasi
nilai-nilai moral pada jemaah remaja pengajian di majelis taklim KH.
Ahmad Zuhdiannor, menunjukkan bahwa remaja dapat memahami
dan mengamalkan nilai-nilai moral yang telah ditanamkan pada
pengajian tersebut. Hal ini dapat dilihat bahwa remaja yang rutin
mengikuti kajian di majelis taklim menunjukkan perilaku-perilaku
yang mulia, baik perilaku yang berhubungan dengan orang lain dan
kepribadian diri sendiri.
Selanjutnya hasil internalisasi nilai-nilai moral dalam
membentuk perilaku yang mulia bagi remaja dapat dilihat bahwa
jemaah remaja memiliki perilaku mulia (akhlakul karimah) yakni jujur
dan sabar, sikap jujur ini bisa dilihat ketika melaksanakan ujian di
sekolah dan wawancara secara mendalam dengan informan.
Sedangkan sifat sabar dapat dilihat ketika mereka menerima
musibah, keteguhan dan ketabahan mereka terlihat dalam
INTERNALISASI NILAI-NILAI MORAL
18
kehidupan sehari-hari. sifat toleransi dan syukur, yang mana remaja
sangat peka terhadap keadaan di sekitarnya. Murah hati untuk
membantu dan menolong orang lain yang mendapat musibah
terutama teman-teman di sekelilingnya. Rasa syukur kepada Allah
Swt atas segala nikmat yang diberikan, sepertinya sudah menjadi
karakteristik mereka yang rutin mengikuti pengajian Guru Zuhdi,
karena tema syukur sangat diutamakan kepada jemaah, sebab sifat
syukur itu menghasilkan kebahagiaan dan ketenangan. Sifat ikhlas,
murah senyum dan sopan santun, hal ini dapat dilihat dari hasil
penelitian bahwa jemaah remaja bersikap sopan dan santun
terhadap orang tua dan guru dengan terbiasa menyapa dan
mengucap salam. Saling menghormati dan mengasihi sesama jemaah
terlihat dalam setiap pengajian, melaksanakan perintah guru dengan
baik. bahwa siswa patuh terhadap perintah guru. Sikap iman dan
takwa, hal ini ditunjukkan dengan kebiasaan melaksanakan ibadah
shalat dengan rutin, membaca Alquran, bersedekah, shalat sunnat
dan ibadah-ibadah lainnya. Disamping itu menjauhi segala
perbuatan maksiat, seperti minuman keras, narkoba, zina, mencuri
dan lain-lain.
1) Nilai-Nilai Moral yang Ditanamkan pada Jemaah Remaja
Pengajian di Majelis Taklim:
Majelis taklim KH. Ahmad Zuhdiannor selain menambah
wawasan ilmu agama bagi jemaahnya, juga bertujuan
menjadikan manusia yang memiliki pribadi yang berakhlakul
karimah. Dalam hal ini yakni pembentukan karakter yang baik
Yahya
19
dan kuat dalam dirinya, yang tentunya sesuai dengan ajaran
Islam. Dalam mengembangkan karakter nilai-nilai moral yang
kuat pada diri jemaah diperlukan semangat penghayatan nilai-
nilai moral itu sendiri. Moral merupakan standar baik-buruk
yang ditentukan bagi individu nilai-nilai sosial budaya dimana
individu sebagai anggota sosial. Moralitas merupakan aspek
kepribadian yang diperlukan seseorang dalam kaitannya dengan
kehidupan sosial secara harmonis, adil, dan seimbang. Perilaku
moral diperlukan demi terwujudnya kehidupan yang damai
penuh keteraturan, ketertiban, dan keharmonisan.8 Oleh karena
itu, majelis taklim ini berupaya menerapkan internalisasi nilai-
nilai moral agar dapat memberikan pengaruh yang positif
dalam berbagai hal khususnya bagi jemaah remaja demi
pembentukan karakter yang kuat pada diri mereka. Adapun
nilai-nilai moral tersebut antara lain adalah Jujur, Sabar, Syukur,
Senang/bahagia, Toleransi, Murah senyum, Pemurah, Ikhlas,
Iman dan Takwa.
Hasil dari penelitian penulis terhadap nilai-nilai moral
yang disampaikan melalui majelis taklim KH. Ahmad
Zuhdiannor tersebut diatas, menegaskan bahwa kedua majelis
taklim tersebut telah menanamkan nilai-nilai moral kepada
jemaah pengajian, hal ini sesuai dengan hasil wawancara dan
pengamatan penulis yang menunjukkan bahwa nilai-nilai
8Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja; Perkembangan
Peserta Didik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), h.136.
INTERNALISASI NILAI-NILAI MORAL
20
tersebut bisa diterima dengan baik dan merasuk ke dalam jiwa
mereka serta dapat diinternalisasikan pada kehidupan sehari-
hari sehingga berdampak positif pada perkembangan akhlak
remaja seperti: ketaatan dalam melaksanakan ibadah, menutup
aurat, disiplin, keberanian mengemukakan pendapat,
menghargai orang lain dan , tanggung jawab, ikhlas dalam
melaksanakan ibadah, sabar dalam setiap musibah, suka
menolong orang lain, bersikap lemah lembut, berkata jujur dan
selalu meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah
Swt.
Penanaman nilai-nilai moral di majelis taklim KH. Ahmad
Zuhdiannor, menggunakan pendekatan āl-māwîzah āl-hasanāh,
dimana dalam menyampaikan nasehat-nasehat agama dengan
cara-cara yang halus, lembut dan menyentuh bagi siapa yang
mendengarkannya. Dengan penampilan yang kharismatik yakni
sikap-sikap mulia yang ditunjukkan kepada para jemaah,
misalnya sifat ketawaddukan, murah senyum, berpenampilan
yang menarik, seperti memakai sorban yang selalu melilit
kepalanya, memakai jubah, dan pakaian serba putih dan wangi.
Hal ini secara tidak langsung memperkuat pendekatan al-
maw’izah al-hasnah. Sehingga tercapainya internalisasi nilai-
nilai moral kepada remaja pengajian dengan baik sesuai dengan
tujuan utama dari majelis taklim tersebut.
Yahya
21
2) Proses Internalisasi Nilai-Nilai Moral
Mengenai tahapan internalisasi nilai ini, soedijarto
menyatakan bahwa bila nilai yang akan disampaikan
dimaksudkan untuk sepenuhnya menjadi bagian sistem
kepribadian setiap anak didik, maka tahap pengenalan dan
pemahaman, penerimaan dan pengintegrasian, ketiga-tiganya
wajib ditempuh. Sedangkan tiga tahap tersebut merupakan teori
yang dikemukakan oleh Krathwhol dan telah dikerucutkan oleh
Soedijarto.9
Adapun proses internalisasi nilai-nilai moral pada jemaah
remaja pengajian di majelis taklim KH. Ahmad Zuhdiannor
diperlukan waktu perlahan-lahan dengan beberapa tahapan yang
sesuai dengan teori Kratwhol, sebagai berikut: Tahap pengenalan
dan pemahaman yaitu tahap pemberian keyakinan dalam diri
jemaah tentang nilai-nilai moral melalui penjelasan-penjelasan
materi kajian dan contoh-contoh ketauladanan. Tahap
penerimaan, dimana nilai-nilai tersebut dapat diterima oleh
jemaah remaja pengajian, karena nilai tersebut sesuai dengan
kepentingan dan kebutuhannya, dalam hubungannya dengan
dirinya sendiri dan dengan lingkungannya. Yang terakhir yakni
tahap pengintegrasian yaitu tahap dimana nilai-nilai tersebut
sudah menjadi bagian dari jati diri jemaah sehingga menjadi
karakteristik dalam kehidupan sehari-hari.
9Soedijarto, Menuju Pendidikan Nasional Yang Relevan Dan Bermutu, Jakarta:
Balai Pustaka. 1993), h. 149
INTERNALISASI NILAI-NILAI MORAL
22
Kegiatan pengajian majelis taklim KH. Ahmad Zuhdiannor
bertujuan untuk meningkatkan kualitas keagamaan bagi
masyarakat serta membentuk kepribadian luhur yang sesuai
dengan nilai-nilai moral. Penanaman nilai-nilai moral tersebut
sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai akhlak, dengan tujuan
agar jemaah dapat mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi
yang dilakukan selama penelitian, dikemukakan bahwa sebagai
bagian yang ikut menentukan keberhasilan dalam proses
internalisasi nilai-nilai moral, maka penggunaan metode dan
pendekatan-pendekatan yang baik yang sesuai dengan kondisi
jemaah, sangat diperlukan sebagai upaya untuk mencapai tujuan
pokok dari majelis taklim tersebut.
Gaya ceramah yang homoris tentunya membuat jemaah
lebih santai dan tidak terlalu tegang dan kaku. Penceramah yang
terlalu serius akan membuat jenuh dan mengantuk. Hal ini
tentunya berimbas kepada sejauhmana pemahaman yang
diterima oleh jemaah terhadap materi yang disampaikan.
Penampilan berpakaian yang rapi dan khas akan memberikan
kesan yang luar biasa kepada jemaah, karena menurut tradisi
masyarakat banjar bahwa, orang yang menggunakan pakaian
serba putih dan menggunakan sorban dikepalanya dipandang
sebagai orang yang alim artinya mempunyai keilmuan agama
yang luas. Bukan hanya sekedar itu, orang tersebut juga dipercaya
Yahya
23
memiliki akhlak-akhlak yang baik yang dapat dijadikan suri
tauladan dalam kehidupan sehari-hari. Menunjukkan sifat-sifat
yang terpuji seperti beriman dan bertakwa kepada Allah Swt,
ikhlas, sabar, kesungguhan, amanah, adil, berani, disiplin,
pemurah, pemaaf, menguasai ilmu agama yang dalam,
sehingga menjadi contoh teladan yang baik kepada jemaahnya.
Penggunaan bahasa yang sangat mudah dipahami oleh jemaah,
terutama penggunaan bahasa daerah karena memang sebagian
besar jemaah pengajian berasal dari suku Banjar. Pengulangan
kata-kata yang sering dilakukan serta pemberian contoh-contoh
kongkrit dalam kehidupan sehari-hari sangat membantu jemaah
untuk lebih mudah memahami dan mencerna materi yang
disampaikan.
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian,analisis data dan pembahasan
mengenai internalisasi nilai-nilai moral pada jemaah remaja
pengajian di majelis taklim KH. Ahmad Zuhdiannor, yang meliputi
nilai-nilai moral yang ditanamkan dan proses internalisasi nilai-nilai
moral pada pengajian tersebut, maka penulis dapat memberikan
simpulan sebagai berikut:
1. Nilai-nilai moral yang ditanamkan melalui pengajian majelis
taklim KH. Ahmad Zuhdiannor, yaitu: Jujur, Sabar, Syukur,
Senang/Bahagia, Toleransi, Murah senyum, Pemurah, Ikhlas
dan Iman/Takwa. Kesemua nilai-nilai moral ini tersampaikan
INTERNALISASI NILAI-NILAI MORAL
24
dengan baik dan bisa diterima oleh jemaah remaja pengajian
serta dapat diinternalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Proses internalisasi nilai-nilai moral pada jemaah remaja
pengajian di majelis taklim KH. Ahmad Zuhdiannor,
menggunakan pendekatan ȧl-mȃwîzāh al-hȧsanȃh dimana KH.
Ahmad Zuhdiannor menyampaikan nasehat dengan lemah
lembut, penuh hikmah dan penggunaan bahasa yang
menyenangkan serta menyentuh hati, dengan pemilihan materi
yang sesuai dengan kondisi jemaah pengajian. Dalam
internalisasi nilai-nilai moral terhadap remaja diperlukan waktu
perlahan-lahan dengan beberapa tahapan yang sesuai dengan
teori Kratwhol, sebagai berikut: a) Tahap pengenalan dan
pemahaman yaitu tahap pemberian keyakinan dalam diri
jemaah tentang nilai-nilai moral melalui penjelasan-penjelasan
materi kajian dan contoh-contoh ketauladanan. b) Tahap
penerimaan, dimana nilai-nilai tersebut dapat diterima oleh
jemaah remaja pengajian, karena nilai tersebut sesuai dengan
kepentingan dan kebutuhannya, dalam hubungannya dengan
dirinya sendiri dan dengan lingkungannya. c) Tahap
pengintegrasian yaitu tahap dimana nilai-nilai tersebut sudah
menjadi bagian dari jati diri jemaah sehingga menjadi
karakteristik dalam kehidupan sehari-hari.
Kegiatan pengajian majelis taklim KH. Ahmad Zuhdiannor
bertujuan untuk meningkatkan kualitas keagamaan bagi masyarakat
serta membentuk kepribadian luhur yang sesuai dengan nilai-nilai
Yahya
25
moral. Penanaman nilai-nilai moral tersebut sangat erat kaitannya
dengan nilai-nilai akhlak, dengan tujuan agar jemaah dapat
mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
INTERNALISASI NILAI-NILAI MORAL
26
DAFTAR PUSTAKA
Alawiyah, Tutty. 1997. Strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Taklim,
Bandung: Mizan.
Asmani, Jamal Ma’mur. 2013. Buku Panduan Internalisasi
Pendidikan Karakter di Sekolah, Jogjakarta: Diva Press.
Asrori, Mohammad Ali Dan Mohammad, 2012. Psikologi Remaja;
Perkembangan Peserta Didik, Jakarta: Pt Bumi Aksara.
M, Yahya, 2004. Metodologi Penelitian,Riset dan teori, Banjarmasin:
STIA Bina Banua.
Miskawaih, Ibnu. 1994. Menuju Kesempurnaan Akhlak (Buku Dasar
Pertama Tentang Etika, Bandung : Mizan.
Kemindiknas, 2011. Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter
(Berdasarkan Pengalaman di Satuan Pendidikan Rintisan), Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum dan Perbukuan.
Soedijarto, 1993. Menuju Pendidikan Nasional Yang Relevan Dan
Bermutu, Jakarta: Balai Pustaka.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D
Yogyakarta: Alfabeta.
Zubaidi, 2011. Desain Pendidikan Karakter, Jakarta: Prenada Media
Group.