Infeksi TORCH

27
Mini Referat TORCH Maria Dinarty (406138104) BAB I Pendahuluan Infeksi merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir. Bi infeksi diperoleh ketika organisme menyebar ke rongga rahim dan bersentuhan dengan namun infeksi dapat diperoleh secara hematogen dari darah ibu, atau pada saat bayi melewati kanal vagina. Infeksi dalam kehamilan adalahinfeksi yang terjadi saat kehamilan berlangsung, bis didapatkan saat sebelum kehamilan terjadi atau didapatkan saat kehamilan. Besarnya pengaruh infeksi tersebut tergantung dari virulensi agennya,umur kehamilanserta imunitas ibu bersangkutan saat infeksi berlangsung. Ibu hamil dengan janin yang dikandungnya sa terhadap infeksi dan penyakit menular. Beberapa di antaranya meskipun tida nyawa ibu, tetapi dapat menimbulkan dampak pada janin dengan akibat antara lain abo pertumbuhan janin terhambat, bayi mati dalam kandungan, serta cacat bawaan. Penyakit infeksi dalam kehamilan akan dibagi dalam penyakit akibat hubungan s dan penyakit lainnya terdiri dari infeksi oleh bakteri, virus serta infeksi parasit Infeksi dalam kehamilan berdampak pada janin bisa berasal dari infeksi tersebut saat janin dalam kandungan atau saat janin setelah dilahirkan pervaginam karena kontak langsun tempat yang terinfeksi. Sejumlah infeksi virus dapat menyebabkan penyakit pada bayi baru Infeksi dapat diperoleh dari dalam rahim atau pada saat kelahiran. Sejumlah virus citomegalovirus, varicella, dan parvovirus! dan parasit seperti "o#oplasma gondii b dengan infeksi kongenital. Banyak penyakit infeksi intrauterin maupun yang didapat pada masa pe berakibat sangat berat pada janin maupun bayi, bahkan mengakibatkan kemat diperlukan diagnosa yang cepat dan tindakan pengobatan serta pencegahan sehingga di menurunkan angka kematian ibu maupun bayi. BAB II Universitas Tarumanagara Keaniteraan !"mu Ke#i$anan $an %enya&it Kan$ungan %eri'$e 4 'vem#er 014 * 31 +anuari 01, 1

description

obgyn

Transcript of Infeksi TORCH

Mini Referat TORCH Maria Dinarty (406138104)

BAB I

PendahuluanInfeksi merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir. Biasanya infeksi diperoleh ketika organisme menyebar ke rongga rahim dan bersentuhan dengan janin, namun infeksi dapat diperoleh secara hematogen dari darah ibu, atau pada saat bayi baru lahir melewati kanal vagina.

Infeksi dalam kehamilan adalah infeksi yang terjadi saat kehamilan berlangsung, bisa didapatkan saat sebelum kehamilan terjadi atau didapatkan saat kehamilan. Besarnya pengaruh infeksi tersebut tergantung dari virulensi agennya, umur kehamilan serta imunitas ibu bersangkutan saat infeksi berlangsung. Ibu hamil dengan janin yang dikandungnya sangat peka terhadap infeksi dan penyakit menular. Beberapa di antaranya meskipun tidak mengancam nyawa ibu, tetapi dapat menimbulkan dampak pada janin dengan akibat antara lain abortus, pertumbuhan janin terhambat, bayi mati dalam kandungan, serta cacat bawaan. Penyakit infeksi dalam kehamilan akan dibagi dalam penyakit akibat hubungan seksual, dan penyakit lainnya terdiri dari infeksi oleh bakteri, virus serta infeksi parasit dalam kehamilan. Infeksi dalam kehamilan berdampak pada janin bisa berasal dari infeksi tersebut saat janin di dalam kandungan atau saat janin setelah dilahirkan pervaginam karena kontak langsung dengan tempat yang terinfeksi. Sejumlah infeksi virus dapat menyebabkan penyakit pada bayi baru lahir. Infeksi dapat diperoleh dari dalam rahim atau pada saat kelahiran. Sejumlah virus (termasuk citomegalovirus, varicella, dan parvovirus) dan parasit seperti Toxoplasma gondii berhubungan dengan infeksi kongenital. Banyak penyakit infeksi intrauterin maupun yang didapat pada masa perinatal yang berakibat sangat berat pada janin maupun bayi, bahkan mengakibatkan kematian sehingga diperlukan diagnosa yang cepat dan tindakan pengobatan serta pencegahan sehingga diharapkan menurunkan angka kematian ibu maupun bayi.BAB IITinjauan PustakaI. Toxoplasma Definisi

Toxoplasma adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma Gondii. Toxoplasma gondii merupakan parasit protozoa yang bisa ditemukan pada manusia dan hewan domestik. Toxoplasma gondii memiliki 3 bentuk kehidupan yang berbeda yaitu trofozoit, kista, dan ookista. Siklus hidup organisme ini tergantung pada kucing liar dan domestik yang hanya dikenal sebagai host untuk ookista. Epidemiologi

Insiden penyakit ini, dilaporkan di berbagai negara cukup tinggi dan ada hubungannya dengan pola makanan serta adanya hospes definitive. Namun, di Indonesia khususnya belum ada angka pasti. Sebagian besar penyakit ini asimptomatik sehingga diagnosis serologis sering dipakai sebagai patokan diagnosis penyakit ini. Di negara maju, prevalensi infeksi telah menurun selama 30 tahun terakhir. Tingkat infeksi yang lebih tinggi hadir di negara-negara kurang berkembang dan orang-orang dengan iklim tropis di mana daging mentah dan air tanpa saringan dikonsumsi. 10 - 50% dari orang dewasa memiliki bukti infeksi sebelumnya. Patogenesis

Ookista dibentuk di usus kucing dan kemudian diekskresi di tinja. Mamalia seperti sapi, menelan ookista dan melepaskan trofozoit invasif. Trofozoit kemudian disebarkan ke seluruh tubuh yang akhirnya membentuk kista di otak dan otot. Infeksi pada manusia terjadi ketika daging yang terinfeksi tertelan atau ookista tertelan melalui kontaminasi oleh kotoran kucing. Angka infeksi tertinggi di bidang sanitasi yang buruk dan kondisi pemukiman padat. Kista benar-benar hancur dengan pemanasan.

Ookista menjadi infektif 1-5 hari kemudian dan mungkin tetap menular selama lebih dari setahun. Trofozoit membentuk jaringan kista di otak dan otot serta dapat tetap dorman selama bertahun-tahun. Sekitar 50% orang dewasa di Amerika Serikat telah mengembangkan kekebalan terhadap Toxoplasma dan kekebalan ini umumnya seumur hidup, yang dimediasi oleh limfosit T, kecuali dalam kasus pasien immunocompromised. Tingkat kenaikan penularan vertikal 10-15% pada trimester pertama, 25% pada trimester kedua, dan lebih dari 60% di ketiga trimester. Reinfeksi sangat jarang menyebabkan toksoplasmosis kongenital. Tanda dan Gejala

Manifestasi klinis infeksi adalah hasil langsung dari kerusakan organ dan respon kekebalan tubuh tergadap parasitemia dan kematian sel. Kekebalan terhadap infeksi ini dimediasi terutama melalui limfosit T. Infeksi yang timbul pada host yang imunokompeten biasanya subklinis. Kadang kadang pasien demam, malaise, limfadenopati, dan timbul ruam (rash).

Wanita hamil yang terinfeksi bisa membawa infeksi kepada janin lewat plasenta. Kira kira 40% neonatus yang lahir dari ibu yang terinfeksi toksoplasma akut memiliki bukti terinfeksi. Transmisi lebih umum waktu infeksi didapat pada trimester ketiga, meskipun manifestasi neonatal biasanya ringan atau subklinikal. Infeksi yang didapat pada trimester pertama kurang umum, meskipun infeksi jauh lebih serius pada janin. Infeksi kongenital yang parah meliputi demam, kejang, korioretinitis, hidro atau mikrosefali, hepatosplenomegali, dan ikterik. Manifestasi klinik yang umum dari toksoplasma kongenital meliputi ruam purpura, pembesaran limpa dan hati, ascites, korioretinitis, uveitis, kalsifikasi periventrikular, ventrikulomegali, kejang, dan retardasi mental.

Hasil Laboratorium

Diagnosis ibu toksoplasmosis dikonfirmasi oleh pengujian serologis anti-toxoplasma antibodi yang dapat dideteksi menggunakan antibodi fluoresent langsung, tidak langsung dan tes hemaglutinasi aglutinasi, dan ELISA. Antibodi IgM spesifik menunjukkan infeksi akut. Diagnosis toksoplasmosis kongenital dikonfirmasi oleh pemeriksaan PCR DNA Toksoplasma dalam cairan ketuban. Sensitivitas dan spesifisitas PCR adalah 92,2% dan 100%. Individu imunokompeten dengan infeksi akut dapat berupa gejala atau hadir dengan gejala non spesifik seperti kelelahan, demam, dan mialgia. Mungkin juga dengan limfadenopati. Disfungsi neurologis tidak jarang ditemukan, termasuk ensefalitis, meningoencephalitis, dan abses intraserebral. Manifestasi lain termasuk miokarditis dan pneumonitis. Pemeriksaan Radiologi

Ultrasonografi sangat membantu dalam memberikan informasi prognostik. Kelainan yang paling sering termasuk kalsifikasi intrakranial dan ventrikulomegali. Temuan ini biasanya terlihat setelah usia kehamilan 21 minggu. Diagnosis

Diagnosis toksoplasmosis pada neonatus dengan mendeteksi antibodi IgM. Wanita dengan paparan toksoplasma sebelumnya diproteksi dari infeksi yang lebih lanjut, pasien resiko tinggi disaring dengan titer IgG untuk memastikan apakah mereka beresiko terinfeksi atau tidak. Toksoplasmosis pada kehamilan bisa didiagnosis dari titer IgG dan IgM. Karena IgM bertahan lama selama bertahun tahun, antibodi IgM tidak bisa mendiagnosis infeksi akut.Jika diagnosis ibu dibuat atau dicurigai pada awal kehamilan, evaluasi cairan ketuban dengan DNA PCR untuk toxoplasmosis gondii via amniosintesis paling sedikit 4 minggu sesudah infeksi maternal merupakan prosedur yang direkomendasikan untuk evaluasi infeksi janin. Diagnosis Banding

CMV

TB diseminata

HIV akut

Virus Epstein-Barr (mononukleosis)

Abses otak

Leukemia

Limfoma

Sifilis Cryptococcus neoformans Aspergillus Pengobatan

Infeksi Toksoplasmosis pada pasien imunokompeten biasanya tanpa gejala atau self - limited dan tidak memerlukan perawatan. Pasien immunocompromised, harus ditangani dengan sulfadiazin oral dan pirimetamin. Meskipun tidak ada bukti kuat yang menunjukkan kemanjuran pengobatan prenatal, data tertentu menunjukkan bahwa terapi prenatal dapat mengurangi, tetapi tidak menghilangkan risiko infeksi kongenital. Oleh karena itu, terapi biasanya dianjurkan kepada ibu hamil yang didiagnosis dengan infeksi akut. Pirimetamin dan sulfadiazin adalah antagonis asam folat yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi janin. Pirimetamin bersifat teratogenik pada hewan, dan kedua obat ini dapat menyebabkan supresi sumsum tulang. Karena efek samping dari obat-obat ini, obat ini hanya boleh digunakan jika janin terdiagnosis infeksi. Leucovorin kalsium (asam folinat) ditambahkan ke regimen untuk mencegah supresi sumsum tulang. Pengobatan dini neonatus dengan infeksi kongenital dianjurkan dan mencakup terapi dengan pirimetamin, sulfadiazin, dan leucovorin selama 1 tahun.terapi awal menurunkan risiko komplikasi akhir toksoplasmosis. Pencegahan

Pencegahan toksoplasmosis sangat penting dalam kehamilan.Wanita hamil harus menghindari kontak dengan kotoran kucing.Jika kontak dengan kotoran kucing, sarung tangan harus dipakai dan tangan harus benar-benar dicuci.Wanita juga harus menghindari minum air tanpa saringan dan menelan tanah dengan mengamati kebersihan tangan yang ketat setelah kontak dengan tanah. Komplikasi

Meskipun infeksi Toxoplasma biasanya jinak pada wanita hamil yang imunokompeten, infeksi pada kehamilan dapat memiliki konsekuensi serius bagi neonatus. Sekitar 3 per 1.000 bayi menunjukkan bukti toksoplasmosis kongenital, infeksi klinis signifikan hadir dalam 1 per 1000 kehamilan. Sekitar 20% dari neonatus yang lahir dari ibu dengan toksoplasmosis akut memiliki manifestasi klinis. Bayi-bayi ini dapat hadir dengan hepatosplenomegali, ruam purpura, ascites, dan chorioretinitis. Sistem saraf pusat (SSP), manifestasinya termasuk kalsifikasi periventrikular, ventrikulomegali, kejang, dan keterbelakangan mental. Trias klasik toksoplasmosis kongenital termasuk korioretinitis, hidrosefalus, dan kalsifikasi periventrikular. Bayi tanpa gejala yang tidak diobati pada saat lahir beresiko tinggi untuk kelainan yang akan berkembang kemudian. Prognosa

Infeksi pada wanita imunokompeten memiliki prognosis yang menguntungkan. Prognosis toxoplasmosis kongenital adalah bervariasidan tergantung pada gejala klinis. Kesimpulan Disebabkan oleh parasit intraselular

Ditularkan dari makanan daging mentah atau kontak dengan ookista dari feses kucing yang terinfeksi

Manifestasi klnis berubah ubah tergantung system imun dalam tubuh

Diagnosis : *Dengan test serologis pada orang dewasa

*PCR DNA dari cairan amnion untuk diagnosi prenatal

Toksoplasmosis kongenital : korioretinitis, hidrosefalus, ventrikulomegli, dan kalsifikasi periventrikular.

Pengobatan selama kehamilan :

*Terapi spiramisin pada wanita dengan toksoplasmosis akut

*Terapi dengan pirimetamin, sulfadiazine, dan leukoforin jika diagnosis fetal dipastikan

Infeksi lain

A. Infeksi Sifilis Etiologi

Hal ini disebabkan oleh gram negatif spirochete Treponema pallidum (T. pallidum). Memiliki 100% peringkat penularan vertikal.

Cara infeksiMenyebar melalui kontak langsung dengan spirochete mengandung lesi, seksual, atau plasenta. Sifilis mempengaruhi ibu hamil dalam tiga tahap:

(A) tahap Primer - penampilan chancre sifilis dan limfadenitis.

(B) Sekunder ruam stage- pada tangan dan kaki bahkan setelah 2-10 minggu menyembuhkan chancre.

(C) Tersier stage- neurologis, kardiovaskuler, dan lesi gummatous (granuloma kulit dan sistem muskuloskeletal).

Sifilis kongenital ditularkan dari ibu ke dia anak-anak, mereka memiliki tahap primer dan sekunder dari Penyakit daripada tahap tersier. Sifilis kongenital dapat dibagi menjadi dua tahap: penyakit dini (sebelum dua tahun) dan penyakit akhir (setelah dua tahun).

GejalaManifestasi dini bisa hemoragik nasal discharge ("pilek"), hepatosplenomegali, ikterus, peningkatan enzim hati, limfadenopati, hemolitik anemia, trombositopenia, osteochondritis dan periostitis, ruam mucocutanous, kelainan sistem saraf pusat, gagal tumbuh, chorioretinitis, nefritis dan nefrotik syndrome, pseudoparalysis burung nuri.

Manifestasi lanjut telah menandatangani seperti Hutchinson gigi (Gigi kecil dengan alur sentral abnormal), murbei geraham (tonjolan bulat pada gigi molar menyerupai mulberry), perforasi palatum berat, keratitis interstitial, lesi tulang, dan tulang kering saber (karena periosteitis kronis).

DiagnosisDiagnosis sifilis dapat dilakukan dengan menggunakan mikroskop atau dideteksi dengan menggunakan uji fluoresensi dari sampel yang dikumpulkan diambil dari lesi, plasenta atau umbilikus.

Diagnosis presumtif adalah dibuat dengan menggunakan tes nontreponemal dan treponemal. Non tes treponemal termasuk penelitian penyakit kelamin laboratorium (VDRL) dan cepat plasma reagin (RPR) tes; dan tes treponemal, termasuk neon penyerapan antibodi treponema (FTA-ABS) assay dan assay microhaemagglutination untuk T. antibodi pallidum (MHA-TP).

Tes treponemal seharusnya tidak mempertimbangkan sendiri ketika hasil positif palsu telah ditunjukkan oleh beberapa lainnya infeksi seperti penyakit Lyme, patek, pinta, dan leptospirosis. Kadang-kadang hasil negatif palsu mungkin juga dilihat karena antibodi yang berlebihan dikenal sebagai "Prozone" efek.

Metode diagnostik baru seperti enzim immunoassay (EIA), polymerase chain reaction (PCR), dan imunoblotting digunakan; mereka memiliki sensitivitas yang lebih besar dan spesifisitas. EIA berdasarkan metode capture antibodi memanfaatkan (Rekombinan) treponema antigen adalah tersedia secara komersial. Salah satu kit tersebut, Captia Syph-G (Mercia Diagnostics, Guildford), yang mendeteksi treponemal IgG, memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas 99% ketika menguji wanita hamil.

PengobatanPada umumnya, pengobatan sifilis kongenital membutuhkan kursus 10 berair penisilin G 100.000-150.000 unit / kg / 24 jam). Perawatan yang tepat ibu mengarah untuk menghilangkan risiko infeksi bayi. Bayi yang terinfeksi harus ditindaklanjuti secara rutin sampai tes nontreponemal dilaporkan negatif. Dalam studi yang melibatkan 204 wanita hamil dengan primer, sifilis laten sekunder, atau awal, sebuah intramuskular tunggal dosis benzatin penisilin, 2,4 juta unit dicegah infeksi janin dalam 98% kasus. Dalam penelitian ini hanya kegagalan pengobatan infeksi ibu terjadi dalam HIV wanita positif.

B. Varicella-zoster virus Cara infeksiMerupakan angoota dari herpes. Virus ini ditularkan melalui langsung kontak fisik, udara kontak dengan tetesan sekresi pernapasan. Seseorang yang baru terinfeksi adalah menular 1-2 hari sebelum timbulnya ruam. Rata-rata masa inkubasi untuk varicella adalah 14 sampai 16 hari (Berkisar 10-21 hari).

Setelah infeksi primer menyelesaikan, virus memasuki fase laten dan tetap aktif dalam toraks ganglia sensoris. Reaktivasi dapat terjadi di sepanjang dermatom sensorik menyebabkan herpes zoster, atau "herpes zoster".

GejalaHerpes zoster selama kehamilan sangat jarang (satu kasus dalam 200.000 kehamilan). Hanya 2% dari janin yang ibunya telah terinfeksi ini virus dalam 20 minggu pertama kehamilan akan mengembangkan varicella virus zoster embriopati.

Berbagai gejala maternal seperti chiken pox atau "Herpes zoster" ruam, cacar hemoragik, virus pneumonia, meningitis, ensefalitis dan berbagai janin. Gejala seperti hipoplasia ekstremitas, paresis, mikrosefali, hidrosefalus, microphthalmia, stenosis duodenum, dilatasi jejunum, microcolon, atresia kolon sigmoid, Lesi cicatricial kulit / hipoplasia jaringan dalam dermatomal distribusi, katarak, korioretinitis, kejang, hipotonia, hypo-reflexia, encephalomyelitis, punggung radiculitis, Homer sindrom, bulbar disfagia, nystagmus, anisocoria, kekeruhan kornea, enophthalmia, hipoplasia cakram optik, atrofi optik, juling, gastro esophageal reflux, anal sphincter kerusakan,dan micrognathia telah diamati selama infeksi.

DiagnosisPolymerase chain reaction dapat digunakan untuk mendeteksi DNA virus dalam sampel jaringan. Dalam darah tali sampel dari bayi yang terinfeksi, VZV IgM dan IgG spesifik antibodi dapat dengan mudah dideteksi.

PengobatanDalam kasus infeksi maternal berat, antivirus agen asiklovir dapat digunakan untuk pengobatan. Varicella zoster imunoglobulin virus (VZIG 125 IU) yang digunakan dalam terapi kombinasi dengan acyclovir infeksi janin.

C. Infeksi Hepatitis B Etiologi

Virus DNA Hepadnavirus Cara infeksiKebanyakan bayi yang terinfeksi melalui terkontaminasi darah atau cairan tubuh selama persalinan. Virus Ini bereplikasi di hepatosit dan mengganggu fungsi hati.Untuk melawan serangan virus, sitotoksik sel T diaktifkan untuk melawan HBV yang memproduksi protein sel. Ini Hasil reaksi inflamasi dan kerusakan sel.

GejalaMorbiditas akibat HBV berbanding terbalik sebanding dengan usia kehamilan. Jika periode kehamilan pada saat kenaikan infeksi akut, risiko kronis infeksi menurun. Infeksi kronis dengan HBV dapat menyebabkan untuk karsinoma hepatoseluler atau sirosis.

Diagnosis Jika seorang ibu didiagnosis dengan HBV positif antigen permukaan yang menunjukkan ibu memiliki akut atau kronis infeksi. Bayi dari ibu yang terinfeksi harus diberikan kombinasi vaksin HBV dan hepatitis B imunoglobulin dalam waktu 12 jam setelah kelahiran.

Pengobatan

Namun, tidak ada pengobatan khusus tersedia untuk HBV akut, Lamivudine direkomendasikan untuk HBV kronis pada anak-anak di atas usia 2 tahun.

D. Infeksi Parvovirus B19 Etiologi

Ini berisi DNA beruntai tunggal sebagai materi genetik. Hal ini menyebabkan Eritema infectiosum (menampar penyakit pipi) di masa kanak-kanak.

Cara infeksi Infeksi ditularkan melalui udara dan darah yang terkontaminasi. Infeksi ibu negatif terjadi karena kontak dengan anak-anak menderita Eritema infectiosum

GejalaIbu yang terinfeksi dapat menyebabkan keguguran dan hidrops fetalis, edema pleura dan efusi perikardium dan peritoneal. Pada janin yang terinfeksi, virus mengganggu produksi RBC sehingga menyebabkan anemia, yang menyebabkan serangan jantung.

DiagnosisUntuk diagnosis rutin, sosiologis investigasi cairan ketuban, darah janin atau jaringan dari bayi akan dilakukan dengan menggunakan ELISA dan RIA metode. Jika Ibu adalah serologis positif untuk B19 spesifik antibodi rentan terhadap infeksi. Ultrasound teknik dapat juga dilakukan untuk mendeteksi perkembangan janin hidrops.

Pengobatan Namun, tidak ada pengobatan khusus untuk Infeksi virus B19; imunoglobulin intravena mungkin bermanfaat bagi sama.

II. Rubella

Definisi

Rubella merupakan virus RNA dari family Togavirus. Pada umumnya disebut campak Jerman. Virus ini ditularkan secara droplet. Dari saluran pernapasan, virus bereplikasi di kelenjar limfe menyebar secara hematogen di seluruh tubuh. Penyebaran hematogen virus melalui plasenta menyebabkan infeksi janin atau sindrom rubella congenital (CRS). Virus menyebabkan iskemia pada organ yang terkena, menyebabkan berbagai cacat bawaan.

Tanda dan Gejala

Rubella yang didapat mungkin subklinis atau ringan, self - limited disease. Meskipun 25-50% individu asimptomatik, gejala termasuk demam derajat rendah, konjungtivitis, batuk, dan malaise. Masa inkubasi adalah 2 3 minggu. Gejala biasanya berlangsung 1 5 hari diikuti dengan timbulnya ruam. Karakteristik eksantem pada rubella adalah non pruritus, eritematosa, ruam makulopapular. Ruam biasanya dimulai pada wajah dan kemudian menyebar ke tubuh dan ekstremitas berlangsung 1-3 hari. Pasien mungkin menularkan virus selama 7 - 10 hari selama virus ada dalam darah dan sekresi nasofaring, baik sebelum dan setelah timbulnya gejala. Limfadenopati generalisata, adenopati terutama postaurikular, mungkin juga ada. Perempuan pada masa remaja dapat hadir dengan gejala sisa rematologi, termasuk kekakuan pada pagi hari dan nyeri sendi simetris. Komplikasi yang jarang pada rubella termasuk trombositopenia, anemia hemolitik, dan hepatitis.

Anak anak DewasaJanin (Prenatal Ultrasound Findings)Neonatal

Low grade feverLow grade feverAborsi spontanKatarak, retinopati

MalaiseMalaiseKematian janin intrauterineGangguan pendengaran

Batuk BatukPertumbuhan terhambatMikrosefalus

KonjungtivitisKonjuntivitisMikrosefalusHepatosplenomegali

Ruam makulopapular non pruritus (muka sampai badan)Ruam makulopapular non pruritus (muka sampai badan)HepatosplenomegaliAnemia hemolitik, trombositopenia

LimfadenopatiLimfadenopatiGangguan imun

Gejala rematologiPanensefalitis

Hasil Laboratorium

Diagnosis rubella biasanya ditentukan dengan pengujian serologis rubella yaitu IgG dan IgM spesifik. Konsentrasi antibodi IgM mencapai puncaknya 7-10 hari sesudah onset infeksi dan menurun setelah 4 minggu berikutnya. Konsentrasi serum IgG naik perlahan, namun tetap positif seumur hidup. Virus dapat diisolasi dari darah, kavum nasal, faring, atau urin. Jika paparan rubella terjadi pada wanita rentan, tes serologi harus dilakukan. Ada berbagai metode untuk menetapkan diagnosis prenatal rubella. Darah janin via kordosintesis dapat diuji untuk konsentrasi IgM spesifik. Ini terbatas digunakan karena imunoglobulin janin tidak mungkin ada sebelum 22 24 minggu.

Diagnosis Banding

- Rubeola

- Roseola

- Eksantem virus lainnya

- Reaksi obat Pengobatan

Pengobatan untuk infeksi rubella akut pada anak-anak dan orang dewasa adalah terapi suportif.glukokortikoid dan transfusi trombosit yang dipertimbangkan pada pasien dengan komplikasi seperti trombositopenia atau encephalopathy. Pemberian imunoglobulin terhadap perempuan rentan yang terkena rubella saat kehamilan masih kontroversial. Manfaat klinis imunoglobulin untuk pasca pajanan profilaksis rubella dan pencegahan infeksi janin masih harus dibuktikan. Pencegahan

Pencegahan utama rubella mungkin melalui vaksinasi prakonsepsi. Sekarang, vaksin direkomendasi pada semua anak anak usia 12 15 bulan dan 4 6 tahun dalam hubungannya dengan campak dan gondok (vaksin MMR). Dianjurkan bahwa perempuan yang menerima vaksin rubella menunda konsepsi selama minimal 1 bulan, tidak ada data yang menunjukkan peningkatan komplikasi jika secara tidak sengaja diberikan selama kehamilan. Wanita yang divaksinasi bisa lanjut menyusui dan tidak akan menularkan virus ke orang yang rentan. Program vaksinasi postpartum telah terbukti mengurangi kerentanan rubella pada wanita hamil nonimmune.

Komplikasi

Meskipun virus biasanya self limited pada orang dewasa, komplikasi langkah pada rubella telah dilaporkan. Komplikasi serius meliputi ensefalitis, trombositopenia dengan manifestasi hemoragik, neuritis, dan konjuntivitis. Virus ini juga dapat berdampak negatif terhadap perkembangan janin. Rubella dianggap salah satu virus yang paling teratogenik selama kehamilan. Infeksi kongenital tergantung pada waktu paparan virus. Sekitar 50-80% neonatus terkena virus sebelum kehamilan 12 minggu dan muncul tanda-tanda infeksi kongenital. CRS jarang jika infeksi terjadi di luar kehamilan 18 minggu. Infeksi janin kronis dan persisten setelah lahir.meskipun sebagian besar bayi dengan CRS tidak menunjukkan gejala pada saat lahir, diagnosis tepat waktu adalah penting. Prognosa

Ibu hamil dengan rubella memiliki prognosis yang baik.Prognosis CRS berpotensi merusak karena neonatus yang terkena umumnya menderita gejala yang serius dan kerusakan permanen. Kesimpulan

- Merupakan virus RNA ditularkan secara droplet

- Pencegahan : vaksin rubella

- Manifestasi klinis : infeksi subklinis atau ringan, self limited disease

- Diagnosis : test serologic antibody IgM dan IgG

- Sindrom rubella congenital : tuli, gangguan pada mata, gangguan sistem saraf pusat (CNS), dan kelainan jantung III. Cytomegalovirus Definisi

Infeksi Cytomegalovirus (CMV) adalah suatu kondisi medis yang ditandai

dengan infeksi oleh cytomegalovirus, suatu virus yang tergolong keluarga virus

herpes yang dapat menyebar dengan mudah melalui cairan tubuh, seperti darah,

air liur, urin, mani, dan air susu ibu. Etiologi

Transmisi horizontal mungkin hasil dari darah yang terinfeksi, kontak

seksual, atau kontak dengan saliva dan urin yang sudah terkontaminasi CMV.

Transmisi vertical mungkin terjadi dari infeksi transplasental, paparan dari

sekresi traktus genital selama proses melahirkan atau menyusui. Masa periode

inkubasi CMV antara 28 60 hari. Akan tetapi, kehadiran antibodi secara

sempurna tidak melindungi terhadap reinfeksi atau transmisi vertikal dari ibu ke

janin.Karena itu, wanita hamil dengan rekuren atau infeksi primer merupakan

resiko untuk janin mereka. Patogenesis

Transmisi horisontal CMV berasal dari transplantasi organ yang terinfeksi, transfusi darah, kontak seksual, atau kontak dengan air liur atau urin yang terkontaminasi. Penularan vertikal adalah karena infeksi transplasental, menelan sekresi saluran genital saat melahirkan, atau menyusui. Jika infeksi awal terjadi selama kehamilan, itu dianggap sebagai infeksi primer. Infeksi berulang mengacu pada infeksi pada antibodi CMV ibu yang hadir sebelum konsepsi. Meskipun ibu yang sudah ada kekebalan mengurangi risiko penularan intrauterin, kehadiran antibodi tidak mutlak pelindung terhadap reinfeksi baik atau transmisi vertikal. Tingkat infeksi pada kehamilan adalah sekitar 1-4%. Penyebaran hematogen virus melalui plasenta bertanggung jawab untuk infeksi kongenital. Dalam kasus infeksi primer pada kehamilan, ada risiko 50% infeksi janin.

Tanda dan Gejala

Manifestasi klinis dari CMV tergantung pada integritas dari sistem kekebalan tubuh host. Individu immunocompromised beresiko terinfeksi parah dan mungkin hadir dengan komplikasi seperti miokarditis, hepatitis, pneumonitis, retinitis, atau meningoencephalitis. Pada wanita hamil, infeksi CMV baik subklinis atau terdiri dari gejala tidak spesifik yang ringan. Demam, gejala flu, atau hepatitis ringan yang lebih mungkin terjadi pada individu dengan infeksi primer daripada reinfeksi atau reaktivasi. Masa inkubasi CMV adalah 1-2 bulan.

Hasil Laboratorium Titer IgM tidak dapat diandalkan dalam mendiagnosis CMV karena sensitivitas test IgM berkisar 50-90%. Selain itu, IgM titer dapat tetap positif untuk lebih dari satu tahun dan kembali dari negatif ke positif pada wanita dengan reaktivasi atau reinfeksi dengan strain yang berbeda. Diagnosis CMV juga dapat dilakukan dengan PCR yaitu identifikasi antigen dan kultur virus. Konsentrasi tertinggi virus ditemukan dalam air seni, cairan mani, air liur, dan air susu ibu. Metode yang dipilih untuk mendiagnosis CMV kongenital adalah melalui identifikasi PCR di air ketuban. Sensitivitas PCR berkisar 70-100%. Data menunjukkan bahwa sensitivitas yang lebih tinggi jika pengujian dilakukan setelah usia kehamilan 21 minggu dan setelah 6 minggu waktu jeda antara ibu yang terinfeksi. Periode ini memungkinkan waktu yang cukup bagi virus untuk menginfeksi plasenta dan janin dengan replikasi berikutnya dari virus pada ginjal janin diikuti dengan ekskresi ke dalam air ketuban. Oleh karena itu, jika amniosentesis dilakukan segera setelah infeksi dan kembali negatif, prosedur harus diulang kemudian dalam kehamilan. Pemeriksaan

Diagnosis CMV pada orang dewasa biasanya dengan test serologik. Kehadiran igM spesifik berguna tetapi secara lengkap tidak dapat diandalkan untuk indikasi infeksi primer. Test yang paling sensitive dan spesifik untuk CMV adalah cairan amnion pada kultur atau PCR. Transmisi vertikal bisa terjadi pada berbagai tahapan dalam kehamilan, keseluruhan risiko infeksi terbesar waktu infeksi terjadi selama trimester ketiga. Kira - kira 5-15% bayi yang terkena infeksi congenital CMV, hasil dari infeksi maternal primer adalah simptomatis pada saat lahir. Diagnosis Banding

Virus Epstein-Barr

Hepatitis akut HIV akut

Herpes simplex virus Rubella Infeksi enterovirus Virus lymphocytic choriomeningitis Toksoplasmosis Pengobatan

Obat antivirus, seperti gansiklovir, harus digunakan pada pasien immunocompromised dengan CMV karena obat ini menurunkan mortalitas dan morbiditas terkait dengan infeksi CMV yang serius. Obat antivirus belum terbukti menurunkan risiko CMV kongenital. Belum ada pengobatan yang efektif untuk CMV kongenital. Data yang lebih baru menyarankan hasil lebih baik saat menggunakan hyperimmune globulin sebagai pengobatan dan profilaksis untuk infeksi CMV bawaan. Pencegahan

Tidak ada vaksin untuk mencegah infeksi CMV. Tindakan pencegahan, seperti mencuci tangan, harus digunakan untuk mengurangi risiko infeksi CMV selama kehamilan. Individu yang rentan harus menghindari berbagi makanan atau minuman dengan anak-anak. Komplikasi

CMV kongenital lebih mungkin pada infeksi primer diperoleh pada awal kehamilan. Sekitar 5-15% bayi yang mengalami CMV kongenital adalah gejala saat lahir. Manifestasi klinis termasuk hepatosplenomegali, kalsifikasi intrakranial, ikterik, pertumbuhan terhambat, mikrosefali, korioretinitis, gangguan pendengaran, trombositopenia, dan hepatitis. Yang paling parah dampak pada bayi memiliki tingkat kematian sekitar 30%. - 80% dari korban memiliki morbiditas yang serius. Dari 85-90% neonatus yang asimtomatik saat lahir, 10-15% akan mengembangkan gangguan pendengaran, chorioretinitis, atau kerusakan gigi.

Kesimpulan Disebabkan oleh virus herpes DNA

Pencegahan: kebersihan pribadi yang ketat Diagnosis: pengujian serologi pada orang dewasa, PCR dari cairan amnion untuk diagnosis prenatal Temuan sonografi antenatal: mikrosefali, ventrikulomegali, kalsifikasi intrakranial, hydrops, pertumbuhan terhambat, placentomegaly, dan usus echogenic IV. HSV

Definisi

HSV adalah virus DNA yang mempunyai 2 subtipe yaitu HSV 1 dan HSV 2. Infeksi herpes genital terutama disebabkan oleh HSV 2. Virus herpes simpleks tipe 1 sebagian besar terkait dengan penyakit orofacial, sedangkan virus herpes simpleks tipe 2 Biasanya terkait dengan infeksi perigenital. Epidemiologi

Di antara wanita dengan hasil test serologik menunjukkan kerentanan

terhadap infeksi HSV, insidens HSV 1 dan HSV 2 selama kehamilan asimptomatik. Pada anak-anak berumur kurang dari 10 tahun, infeksi herpes sering asimtomatik dan dengan type tersering adalah HSV-1 (80-90%). Analisis yang dilakukan secara global telah menunjukkan adanya antibodi HSV-1 pada sekitar 90% dari individu berumur 20-40 tahun. HSV-2 merupakan penyebab infeksi herpes genital yang paling banyak (70-90%), meskipun studi terbaru menunjukkan peningkatan kejadian dapat disebabkan oleh HSV-1 (10-30%).

HSV dapat menginfeksi janin dan menyebabkan kelainan. Seorang ibu yang terinfeksi HSV dapat menularkan virus itu pada bayi baru lahir selama persalinan per vaginam, terutama jika ibu memiliki infeksi aktif pada saat melahirkan. Namun, 60 - 80% dari infeksi HSV didapat oleh bayi yang baru lahir terjadi pada wanita yang tidak memiliki gejala infeksi HSV atau riwayat infeksi HSV genital. Etiologi

Kelompok virus herpes sebagian besar terdiri dari virus DNA. HSV-1 lebih dominan pada lesi orofacial dan biasanya ditemukan di ganglia trigeminal, sedangkan HSV-2 lebih dominan pada lesi genital dan paling sering ditemukan di ganglia lumbosakral. Namun virus ini dapat menginfeksi kedua daerah orofacial dan saluran genital melalui infeksi silang HSV-1 dan HSV-2 melalui kontak oral-genital.

Transmisi dapat terjadi tidak hanya saat gejala manifestasi HSV aktif, tetapi juga dari pengeluaran virus dari kulit dalam keadaan asimptomatis. Secara umum, gejala muncul 3-6 hari setelah kontak dengan virus, namun mungkin tidak muncul sampai untuk satu bulan atau lebih setelah infeksi.

Manusia adalah reservoir alami dan tidak ada vektor yang terlibat dalam transmisi. HSV ditularkan melalui kontak pribadi yang erat dan infeksi terjadi melalui inokulasi virus ke permukaan mukosa yang rentan (misalnya, oropharynx, serviks, konjungtiva) atau melalui luka kecil di kulit. Virus ini mudah dilemahkan pada suhu kamar dan pengeringan. Patogenesis

Infeksi terjadi melalui kontak kulit secara langsung dengan orang yang terinfeksi virus tersebut. Pada infeksi primer, kedua virus Herpeks simpleks , HSV 1 dan HSV-2 bertahan di ganglia saraf sensoris . Virus kemudian akan mengalami masa laten, dimana pada masa ini virus Herpes simpleks ini tidak menghasilkan protein virus, oleh karena itu virus tidak dapat terdeteksi oleh mekanisme pertahanan tubuh host. Setelah masa laten, virus bereplikasi disepanjang serabut saraf perifer dan dapat menyebabkan infeksi berulang pada kulit atau mukosa.

Herpes simplex virus sangat menular dan disebarkan langsung oleh kontak dengan individu yang terinfeksi virus tersebut. Virus Herpes simpleks ini dapat menembus epidermis atau mukosa dan bereplikasi di dalam sel epitel. Tanda dan Gejala

Bila pada kehamilan timbul herpes genitalis, perlu mendapat perhatian yang serius, karna melalui plasenta virus dapat sampai ke sirkulasi fetal serta dapat menimbulkan kerusakan atau kematian pada janin. Infeksi neonatus mempunyai angka mortalitas 60%, separuh dari yang hidup, menderita cacat neurologik atau kelainan pada mata.

Kelainan yang timbul pada bayi dapat berupa ensefalitis, keratokonjungtivis, atau hepatitis; disamping itu dapat juga timbul lesi pada kulit. Beberapa ahli kandungan mengambil sikap partus secara seksio Caesaria, bila pada saat melahirkan sang ibu menderita infeksi ini.

Bila transmisi terjadi pada trimester I cenderung terjadi abortus; sedangkan bila pada trimester II, terjadi prematuritas. Selain itu dapat terjadi transmisi pada saat intrapartum. Jalur infeksi yang paling sering adalah penularan HSV bayi selama pelahiran melalui kontak dengan lesi herpetik pada jalan lahir. Untuk menghindari infeksi, dilakukan persalinan dengan seksio sesarea pada perempuan hamil yang memilik herpes genital.

Infeksi herpes neonatus hampir selalu simtomatik. Angka mortalitas keseluruhan pada penyakit yang tidak diobati adalah 50%. Bayi dengan herpes neonatus terdiri dari tiga katagori penyakit : (1) lesi setempat di kulit, mata dan mulut; (2) ensefalitis dengan atau tanpa terkenanya kulit setempat; (3) penyakit diseminata yang mengenai banyak organ, termasuk sistem saraf pusat. Pemeriksaan Penunjang

Tes kultur virus dilakukan dengan mengambil sampel cairan, dari luka sedini mungkin, idealnya dalam 3 hari pertama manifestasi. Virus, jika ada, akan bereproduksi dalam sampel cairan namun mungkin berlangsung selama 1 - 10 hari untuk melakukannya. Jika infeksi parah, pengujian teknologi dapat mempersingkat periode ini sampai 24 jam, tapi mempercepat jangka waktu selama tes ini mungkin membuat hasil yang kurang akurat. Kultur virus sangat akurat jika lesi masih dalam tahap blister jelas, tetapi tidak bekerja dengan baik untuk luka ulserasi tua, lesi berulang, atau latency. Pada tahap ini virus mungkin tidak cukup aktif.

Tes PCR yang jauh lebih akurat daripada kultur virus dan CDC merekomendasikan tes ini untuk mendeteksi herpes dalam cairan serebrospinal ketika mendiagnosa herpes ensefalitis. PCR dapat membuat banyak salinan DNA virus sehingga bahkan sejumlah kecil DNA dalam sampel dapat dideteksi.Tes serologi dapat mengidentifikasi antibodi yang spesifik untuk virus dan jenis HSV 1 atau HSV 2. Ketika virus herpes menginfeksi seseorang, sistem kekebalan tubuh tersebut menghasilkan antibodi spesifik untuk melawan infeksi. Adanya antibody terhadap herpes, juga menunjukkan bahwa seseorang adalah pembawa virus dan mungkin mengirimkan kepada orang lain. Pemeriksaan serologi yang paling akurat bila diberikan 12 16 minggu setelah terpapar virus. Tes serologi herpes terutama dianjurkan untuk:

Orang yang memiliki gejala genital berulang tapi tidak ada kultur virus negatif. Konfirmasi infeksi pada orang yang memiliki gejala yang terlihat herpes genital. Menentukan jika pasangan seseorang didiagnosa menderita herpes genital. Orang-orang yang memiliki banyak pasangan seks dan yang perlu diuji untuk berbagai jenis PMS (Penyakit Menular Seksual). Pemeriksaan

Test yang digunakan untuk mendeteksi HSV dibagi menjadi 2 macam yaitu teknik deteksi virus dan teknik deteksi antibodi. Teknik test virus DNA yang paling utama adalah kultur virus dan deteksi antigen HSV dengan PCR. Teknik deteksi antibodi termasuk penggunaan test serologik untuk test kehadiran antibodi untuk HSV 1 atau HSV 2. Pasien dengan riwayat herpes seharusnya memeriksakan perineum untuk mencari lesi karena resiko transmisi vertical HSV ke janin. Jika lesi ditemukan pada saat pemeriksaan, pasien yang sedang mengandung harus dilakukan SC untuk melahirkan anaknya. Pengobatan antiviral dengan acyclovir dan valacyclovir oral untuk wanita hamil berguna untuk mengurangi durasi dan tingkat keparahan dari gejala. Pada pasien dengan gejala yang sudah parah, pengobatan antivirus secara oral dapat diperpanjang lebih dari 10 hari jika lesi tidak secara lengkap disembuhkan pada saat itu. Acyclovir juga bisa diberikan secara IV pada wanita dengan infeksi HSV genital yang berat. Wanita dengan riwayat infeksi HSV genital tanpa terjangkit selama kehamilan lebih controversial, mayoritas dokter merekomendasikan profilaksis acyclovir melewati 36 bulan usia kehamilan. Infeksi herpes genital primer selama kehanilan merupakan resiko tinggi untuk transmisi perinatal (fetal dan neonatal) daripada infeksi rekuren. HSV bisa menyebabkan infeksi berat pada neonatus. Neonatal herpes biasanya didapat selama periode intrapartum melalui paparan virus pada traktus genital, meskipun jarang infeksi in utero dan dan infeksi postnatal bisa terjadi. DiagnosisDiagnosis pada infeksi HSV didasarkan pada kehadiran klinis sendiri yang mempunyai sensitivitas 40% dan spesifisitas 99%. Dalam kebanyakan kasus, diagnosis didasarkan pada karakteristik tampilan klinis lesi. Ulserasi herpes dapat menyerupai ulserasi kulit dengan etiologi lainnya. Infeksi mukosa HSV juga dapat hadir sebagai uretritis atau faringitis tanpa lesi kulit. Tanda-tanda dan simptom yang berhubungan dengan HSV-II dapat sangat berbeda-beda. Tes darah untuk mendeteksi infeksi HSV-I atau HSV-II, meskipun hasil-hasilnya tidak selalu jelas. Kultur dikerjakan dengan kerokan untuk memperoleh material yang akan dipelajari dari luka yang dicurigai sebagai herpes.

PenatalaksanaanEdukasiPasien dengan herpes genital harus dinasehati untuk menghindari hubungan seksual selama gejala muncul dan selama 1 sampai 2 hari setelahnya dan menggunakan kondom. Agen Antiviral Pengobatan dapat mengurangi simptom, mengurangi nyeri dan ketidak nyamanan, serta dapat mempercepat waktu penyembuhan. Tiga agen oral yang akhir-akhir ini diresepkan, yaitu Acyclovir, Famciclovir, dan Valacyclovir. Ketiga obat ini mencegah multiplikasi virus dan memperpendek lama erupsi. Pengobatan biasanya peroral dan pada kasus berat biasanya diberikan secara intravena adalah lebih efektif. Pengobatan hanya untuk menurunkan durasi perjangkitan.Terapi antivirus dengan acyclovir, famciclovir, valacyclovir telah digunakan untuk pengobatan first episode herpes genital pada pasien tidak hamil. Sediaan oral atau parenteral menipiskan klinis infeksi dan durasi pelepasan virus. Acyclovir tampaknya aman untuk digunakan pada wanita hamil. Wanita dengan wabah primer selama kehamilan dapat diberikan terapi antivirus untuk melemahkan dan mengurangi durasi gejala dan pelepasan virus. Wanita dengan koinfeksi HIV mungkin memerlukan durasi yang lebih lama pengobatan. Mereka dengan HSV berat atau disebarluaskan diberikan IV asiklovir, 5 sampai 10 mg / kg, setiap 8 jam selama 2 sampai 7 hari sampai klinis membaik. Ini diikuti dengan terapi antiviral oral untuk menyelesaikan setidaknya 10 hari dari total terapi. BAB III

KESIMPULANIbu hamil dengan janin yang dikandungnya sangat peka terhadap infeksi dan penyakit menular. Beberapa di antaranya meskipun tidak mengancam nyawa ibu, tetapi dapat menimbulkan dampak pada janin dengan akibat antara lain abortus, pertumbuhan janin terhambat, bayi mati dalam kandungan, serta cacat bawaan. Kebanyakan penyakit infeksi diperparah dengan terjadinya kehamilan. Dan ada pula Penyakit yang nampaknya tidak terlalu mengancam jiwa ibu hamil bahkan tidak nampak gejala tetapi bisa membahayakan terhadap janin. Banyak penyakit infeksi intrauterin maupun yang didapat pada masa perinatal yang berakibat sangat berat pada janin maupun bayi, bahkan mengakibatkan kematian sehingga diperlukan diagnosa yang cepat dan tindakan pengobatan serta pencegahan dengan vaksinasi maupun hubungan seksual yang sehat dan baik yang dapat dilakukan oleh wanita hamil dan suami sehingga diharapkan menurunkan angka kematian ibu maupun bayi.BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Klauser Chad K and Saltzman Daniel H. Current Diagnosis and Treatment Obstetric and Gynecology, 11th edition. USA : The McGraw-Hill ; 2013

2. Cunningham, F. Gary. Kenneth J, et al. William Obstetric. 24th edition. USA : The McGraw-Hill ; 20143. Current. Diagnosis & Treatment Obstretics and Gynecology, 11th edition, Lange medical e-books Mc Graw Hill. United States: 2013.

Universitas Tarumanagara

Kepaniteraan Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan

Periode 24 November 2014 31 Januari 201521