hiperlikemia

67
KATA PENGANTAR Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya, makalah yang berjudul: “Hiperglikemi pada pasien DM” ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Penulisan makalah ini merupakan salah satu syarat yang harus diselesaikan dalam mengikuti mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat. Dalam penyelesaian makalah ini banyak terdapat keterbatasan, kekurangan dan kelemahan. Namun berkat bantuan dan bimbingan serta kerja sama dari anggota kelompok maka makalah ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis ucapkan terima kasih yang kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini. Samarinda, Februari 2015 Penulis i

Transcript of hiperlikemia

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat rahmat dan karunia-Nya, makalah yang berjudul: “Hiperglikemi pada pasien

DM” ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.

Penulisan makalah ini merupakan salah satu syarat yang harus diselesaikan

dalam mengikuti mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat. Dalam penyelesaian

makalah ini banyak terdapat keterbatasan, kekurangan dan kelemahan. Namun berkat

bantuan dan bimbingan serta kerja sama dari anggota kelompok maka makalah ini

dapat terselesaikan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,

untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan dari

pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Akhirnya penulis ucapkan terima kasih yang kepada semua pihak yang telah

membantu penyelesaian makalah ini.

Samarinda, Februari 2015

Penulis

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................iDAFTAR ISI.................................................................................................................iiBAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................................................11.2 Rumusan Masalah...........................................................................................21.3 Tujuan.............................................................................................................2

1.3.1 Tujuan Umum..........................................................................................21.3.2 Tujuan Khusus.........................................................................................2

1.4 Manfaat...........................................................................................................31.4.1 Akademi...................................................................................................31.4.2 Praktek Klinik..........................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................42.1 Konsep Hiperglikemia....................................................................................42.1.1 Pengertian hiperglikemia.............................................................................42.1.2 Pengertian Hiperglikemi Hiperosmolaritas.................................................42.1.3 Etiologi........................................................................................................52.1.4 Klasifikasi....................................................................................................62.1.5 Patofisiologi................................................................................................72.1.6 Manifestasi Hiperglikemia..........................................................................82.1.7 Komplikasi................................................................................................102.1.8 Pemeriksaan Diagnostik............................................................................102.1.9 Penatalaksanaan........................................................................................122.2 Konsep Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Hiperglikemia......................18

2.2.1 Pengkajian.............................................................................................182.2.2 Diagnosa Keperawatan..........................................................................222.2.3 Intervensi...............................................................................................22

BAB III TINAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN.................................................283.1 Kasus.............................................................................................................283.2 Pembahasan Kasus.......................................................................................29

3.2.1 Pengkajian :...........................................................................................293.2.2 Anallisa Data.........................................................................................313.2.3 Diagnosa Keperawatan :........................................................................323.2.4 Intervensi :.............................................................................................32

BAB III PENUTUP.....................................................................................................363.1 Kesimpulan...................................................................................................363.2 Saran.............................................................................................................36

Daftar Pustaka

ii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asuhan keperawatan gawat darurat adalah pelayanan profesional yang

didasarkan pada ilmu dan metodologi keperawatan gawat darurat berbentuk

pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada

klien/pasien yang mempunyai masalah aktual atau resiko yang mengancam

kehidupan terjadinya secara mendadak atau tidak dapat diperkirakan, dan tanpa

atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan. Rangkaian

kegiatan yang dilaksanakan dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu

mencegah kematian atau cacat yang mungkin terjadi.

Hiperglikemia dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kerusakan

komponen penting tubuh yaitu sel beta pankreas. Sel ini normalnya

menghasilkan hormon insulin. Gangguan produksi homon ini dapat

menimbulkan kekacauan metabolisme gula dan lemak. Pada artikel yang dimuat

dalam Journal of Biological Chemistry ini, Robertson juga menegaskan bahwa

hiperglikemia kronis dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah, retina,

ginjal dan saraf.

Krisis hiperglikemia merupakan komplikasi akut yang dapat terjadi pada

Diabetes Mellitus (DM), baik tipe 1 maupun tipe 2. Keadaan tersebut

merupakan komplikasi serius yang mungkin terjadi sekalipun pada DM yang

terkontrol baik. Krisis hiperglikemia dapat terjadi dalam bentuk

ketoasidosisdiabetik (KAD), status hiperosmolar hiperglikemik (SHH) atau

kondisi yang mempunyai elemen kedua keadaan diatas. KAD adalah keadaan

yang ditandai dengan asidosis metabolik akibat pembentukan keton yang

berlebihan, sedangkan SHH ditandai dengan hiperosmolalitas berat dengan

kadar glukosa serum yang biasanya lebih tinggi dari KAD murni.

Insidensi KAD berdasarkan suatu penelitian population-based adalah

antara 4.6 sampai 8 kejadian per 1,000 pasien diabetes. Adapun angka kejadian

1

SHH < 1%. Pada penelitian retrospektif oleh Wachtel dan kawan-kawan

ditemukan bahwa dari 613 pasien yang diteliti, 22% adalah pasien KAD, 45%

SHH dan 33% merupakan campuran dari kedua keadaan tersebut. Pada

penelitian tersebut ternyata sepertiga dari mereka yang presentasi kliniknya

campuran KAD dan SHH, adalah mereka yang berusia lebih dari 60 tahun.

Tingkat kematian pasien dengan ketoasidosis (KAD) adalah < 5% pada

sentrum yang berpengalaman, sedangkan tingkat kematian pasien dengan

hiperglikemia hiperosmoler (SHH) masih tinggi yaitu 15%. Prognosis keduanya

lebih buruk pada usia ekstrim yang disertai koma dan hipotensi. Bila mortalitas

akibat KAD distratifikasi berdasarkan usia maka mortalitas pada kelompok usia

60 – 69 tahun adalah 8%, kelompok usia 70 – 79 tahun 27%, dan 33% pada

kelompok usia > 79 tahun. Untuk kasus SHH mortalitas berkisar antara 10%

pada mereka yang berusia < 75 tahun, 19% untuk mereka yang berusia 75 – 84

tahun, dan 35% pada mereka yang berusia > 84 tahun. 40 % pasien yang tua

yang mengalami krisis hiperglikemik sebelumnya tidak didiagnosis sebagai

diabetes.

Berdasarkan latar belakang di atas penyusun ingin membahas tentang

konsep asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan Kritis Krisis

Hiperglikemi.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan gawat darurat Hiperglikemi

pada pasien Diabetes Mellitus?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui konsep asuhan keperawatan gawat darurat Hiperglikemi

pada pasien Diabetes Mellitus.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengertian Hiperglikemi

2

b. Mengetahui etiologi Kritis Krisis Hiperglikemi

c. Mengetahui manifestasi klinis Kritis Krisis Hiperglikemi

d. Mengetahui patofisiologi Kritis Krisis Hiperglikemi

e. Mengetahui pemeriksaan diagnostik Kritis Krisis Hiperglikemi

f. Mengetahui penatalaksanaan Kritis Krisis Hiperglikemi

g. Mengetahui komplikasi Kritis Krisis Hiperglikemi

h. Mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan gawat darurat pada

klien Kritis Krisis Hiperglikemi

D. Manfaat

1. Akademi

Menambah wawasan para akademisi, khususnya mahasiswa

keperawatan, serta menambah literatur pembelajaran tentang asuhan

keperawatan gawat darurat Hiperglikemi pada pasien Diabetes Mellitus..

2. Praktek Klinik

Mengetahui serta dapat menerapkan asuhan keperawatan gawat

darurat Hiperglikemi pada pasien Diabetes Mellitus dengan tepat.

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Hiperglikemia

1. Pengertian hiperglikemia

Hiperglikemia berasal dari bahasa yunani diantaranya, hyper yang

artinya lebih, glyc artinya manis dan emia yang berarti darah, jadi

hiperglikemia merupakan keadaan dimana jumlah glukosa dalam darah

melebihi batas normal (> 200 mg/dl atau 11,1 mmol/L) (Reference ranges

for blood tests). Peningkatan glukosa dalam darah terjadi ketika pankreas

memiliki sedikit insulin atau ketika sel tidak dapat menerima respon

insulin untuk menangkap glukosa dalam darah (American Assisiation

Diabetes, 2000). Hiperglikemia berbeda dengan diabetes militus,

hiperglikemia merupakan tanda dari diabetes militus. Seseorang yang

memiliki hiperglikemia belum tentu memiliki penyakit diabetes militus.

Namun ketika hiperglikemia semakin kronis, hal ini bisa memicu

timbulnya diabetes dan ketoasidosis (AIDS Info, 2005).

Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai

berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang

menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan

pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan

dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007)

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005,

diabetus merupakan suatu kelompok panyakit metabolik dengan

karakterristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin atau kedua-duanya.

Hiperglikemia, atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi di mana

jumlah yang berlebihan glukosa beredar dalam plasma darah.

Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa darah dari pada

4

rentang kadar puasa normal 80 – 90 mg / dl darah, atau rentang non puasa

sekitar 140 – 160 mg /100 ml darah (Corwin, 2001).

2. Pengertian Hiperglikemi Hiperosmolaritas

Hyperglycaemic hyperosmolar state (HHS) adalah satu keadaan

kegawatdaruratan medis. HHS berbeda dengan ketoasidosis diabetik

(KAD) dan penatalaksanaannya memerlukan pendekatan yang beerbeda.

Meskipun biasanya terjadi pada orang dewasa, HHS pernah terjadi pada

orang dewasa muda dan remaja, sering sebagai kejadian awal dari diabetes

mellitus tipe 2 (DMT2). HHS menyebabkan kematian lebih tinggi dari

pada KAD dan mungkin disertai oleh komplikasi vaskular seperti infark

miokard, stroke atau trombosis arteri perifer. Kejang, edema serebral dan

mielinolisis pons sentral (CPM) merupakan komplikasi jarang tapi

dijelaskan sebagai komplikasi dari HHS. Ada beberapa bukti bahwa

perubahan yang cepat dalam Osmolalitas selama pengobatan mungkin

sebagai faktor presipitasi dari CPM. Sementara DKA memiliki onset

beberapa jam, HHS terjadi dalam beberapa hari, dan akibatnya dehidrasi

dan gangguan metabolisme yang lebih ekstrim.

3. Etiologi

Penyebab tidak diketahui dengan pasti tapi umumnya diketahui

kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter yang

memegang peranan penting. Penyebab yang lain akibat pengangkatan

pankreas, pengrusakan secara kimiawi sel beta pulau langerhans, Faktor

predisposisi herediter, obesitas, faktor imunologi; pada penderita

hiperglikemia khususnya DM terdapat bukti adanya suatu respon

autoimun. Respon ini merupakan repon abnormal dimana antibody terarah

pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan

tersebut yang dianggap sebagai jaringan asing.

5

Krisis hiperglikemia pada diabetes tipe 2 biasanya terjadi karena ada

keadaan yang mencetuskannya. Faktor pencetus krisis hiperglikemia ini

antara lain :

a. Infeksi : meliputi 20 –55% dari kasus krisis hiperglikemia

dicetuskan oleh Infeksi. Infeksinya dapat berupa : Pneumonia, Infeksi

traktus urinarius, abses, sepsis.

b. Penyakit vaskular akut: Penyakit serebrovaskuler, Infark

miokard akut, emboli paru, thrombosis vena mesenterika

c. Trauma, luka bakar, hematom subdural. Heat stroke

d. Kelainan gastrointestinal : Pankreatitis akut, kholesistitis akut.

obstruksi intestinal

e. Obat-obatan :Diuretika, steroid, Lain-lain

Pada diabetes tipe 1, krisis hiperglikemia sering terjadi karena

yang bersangkutan menghentikan suntikan insulin ataupun

pengobatannya tidak adekuat. Keadaan ini terjadi pada 20-40% kasus

KAD. Pada pasien muda dengan DM tipe 1, permasalahan

psikologis yang diperumit dengan gangguan makan berperan sebesar

20% dari seluruh faktor yang mencetuskan ketoasidosis. Faktor yang

bisa mendorong penghentian suntikan insulin pada pasien muda

meliputi ketakutan akan naiknya berat badan pada keadaan kontrol

metabolisme yang baik, ketakutan akan jatuh dalam hypoglikemia,

pemberontakan terhadap otoritas, dan stres akibat penyakit kronis.

Etiologi HHS:

a. Dehidrasi

b. Pneumonia

c. UTI

d. Penyakit akut: stroke, perdarahan intrakranial, miokard infark,

meningkatkan hormon (kortisol, katekolamin, stress, emboli pulmo,

meningkatkan level glukosa, glukagon)

e. Disfungsi ginjaL.

6

f. Gagal jantung kongestif

g. Obat yang meningkatkan level glukosa, menghambat insulin atau

menyebabkan dehidrasi: diuretik, B-Bloker, antipsikotik atipikal,

alkohol, kakain, dextrose.

h. Elder abuse

i. Noncompliance terapi oral hipoglikemik/insulin

4. Klasifikasi

a. Hiperglikemia sedang

Peningkatan kadar gula dalam darah pada fase awal dimana gula

darah dalam level >126 mg/dl untuk gula darah puasa.

b. Hiperglikemia berat

Peningkatan kadar gula dalam darah pada level 200mg/dl untuk

gula darah puasa setelah terjadi selama beberapa periodik tanpa

adanya hypoglikemic medication. Pada hiperglikemia kronis sudah

harus dilakukan tindakan dengan segera, karena dapat meningkatkan

resiko komplikasi pada kerusakan ginjal, kerusakan neurologi,

jantung, retina, ekstremitas dan diabetic neuropathy merupakan hasil

dari hiperglikemi jangka panjang. (Frier, BM et al,.2004).

5. Patofisiologi

Pada semua krisis hiperglikemik, hal yang mendasarinya adalah

defisiensi insulin, relatif ataupun absolut, pada keadaan resistensi

insulin yang meningkat. Kadar insulin tidak adekuat untuk

mempertahankan kadar glukosa serum yang normal dan untuk

mensupres ketogenesis. Hiperglikemia sendiri selanjutnya dapat

melemahkan kapasitas sekresi insulin dan menambah berat resistensi

insulin sehingga membentuk lingkaran setan dimana hiperglikemia

bertambah berat dan produksi insulin makin kurang.

7

Pada KAD dan SHH, disamping kurangnya insulin yang efektif

dalam darah, terjadi juga peningkatan hormon kontra insulin, seperti

glukagon, katekholamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan. Hormon -

hormon ini menyebabkan peningkatan produksi glukosa oleh ginjal

dan hepar dan gangguan utilisasi glukosa dijaringan, yang

mengakibatkan hyperglikemia dan perubahan osmolaritas extracellular.

Kombinasi kekurangan hormon insulin dan meningkatnya hormon

kontrainsulin pada KAD juga mengakibatkan penglepasan/release asam

lemak bebas dari jaringan adipose (lipolysis) ke dalam aliran darah

dan oksidasi asam lemak hepar menjadi benda keton (ß -

hydroxybutyrate [ß -OHB] dan acetoacetate) tak terkendali, sehingga

mengakibatkan ketonemia dan asidosis metabolik. Pada sisi lain, SHH

mungkin di sebabkan oleh konsentrasi hormon insulin plasma yang

tidak cukup untuk membantu ambilan glukosa oleh jaringan yang

sensitif terhadap insulin, tetapi masih cukup adekuat ( dibuktikan dengan

C-peptide) untuk mencegah terjadinya lipolisis dan ketogenesis; akan

tetapi bukti-bukti untuk teori ini masih lemah. KAD dan SHH berkaitan

dengan glikosuria, yang menyebabkan diuresis osmotik, sehingga air,

natrium, kalium, dan elektrolit lain keluar.

Patofisiologi HHS:

Hiperosmolar Hiperglikemik State (HHS) terjadi sebagai akibat dari

kombinasi penurunan fungsi insulin dan peningkatan kontra-regulatori

hormon, seperti glukagon, katecholamin, kortisol, dan growth hormon

yang ditandai dengan sindrom HHS yaitu dehidrasi, hiperglikemia,

hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Hal ini menyebabkan

peningkatan glukoneogenesis di hati dan produksi insulin di ginjal serta

gangguan penggunaan insulin pada jaringan perifer, yang pada akhirnya

dapat menyebabkan hiperglikemi dan hiperosmolar pada ruang

ekstraseluler tanpa ketosis karena pada HHS insulin plasma tidak adekuat

8

untuk memfasilitasi penggunaan glukosa oleh jaringan akan tetapi sangat

adekuat untuk mencegah lipolisis dan ketogenesis lewat mekanisme yang

belum diketahui. HHS biasanya terjadi pada orang tua dengan DM,

penyakit penyerta, infeksi, efek pengobatan, penyalahgunaan obat, dan

noncompliance.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda dehidrasi berat

seperti turgor yang buruk, mukosa pipi yang kering, mata cekung,

perabaan ekstremitas yang dingin dan denyut nadi yang cepat dan lemah.

Temuan laboratorium awal pada pasien dengan HHS adalah kadar glukosa

darah yang sangat tinggi ( >600 mg per dL) dan osmolaritas serum yang

tinggi ( >320 mOsm per kg air [normal = 290 ± 5]) dengan Ph lebih besar

dari 7,30 dan disertai ketonemia ringan. HHS menyebabkan tubuh banyak

kehilangan berbagai macam elektrolit. Kadar natrium harus dikoreksi jika

kadar glukosa darah pasien sangat meningkat. Penatalaksanaan HHS

meliputi lima pendekatan yaitu 1). Rehidrasi intravena agresif; 2).

Penggantian elektrolit; 3.) Baru kemudian dilakukan pemberian insulin

intravena untuk menghindari cairan akan berpindah ke intrasel dan

berpotensi menyebabkan perburukan hipotensi serta kolaps vaskular, 4.)

Diagnosis dan manajemen faktor pencetus dan penyakit penyerta dan 5).

Pencegahan.

Pada mulanya sel beta pankreas gagal atau terhambat oleh beberapa

keadaan stres yang menyebabkan sekresi insulin menjadi tidak adekuat.

Pada keadaan stres tersebut terjadi peningkatan hormon glukagon

sehingga pembentukan glukosa akan meningkat dan menghambat

pemakaian glukosa perifer, yang akhirnya menimbulkan hiperglikemia.

Selanjutnya terjadi diuresis osmotik yang menyebabkan cairan dan

elektrolit tubuh berkurang. Perfusi ginjal menurun dan sebagai akibat

sekresi hormon lebih meningkat lagi.

9

6. Manifestasi Hiperglikemia

a. Hiperglikemia Sedang

Pada hiperglikemia akut belum terlihat tanda dan gejala yang

bermakna, namun seseorang yang memiliki hiperglikemia akut

biasanya mengalami osmotik dieresis. Keadaan ini biasanya terjadi

karena kontrol gula darah yang rendah.

b. Hiperglikemia Berat

1) Weight loss (Kehilangan berat badan tanpa alasan)

2) Poor wound healing (Proses penyembuhan luka lama)

3) Dry mouth (Mulut kering)

4) Dry or itchy skin (Kulit kering atau gatal)

5) Tingling in feet or heels (Kesemutan pada ekstremitas)

6) Erectile dysfunction (Disfungsi ereksi)

10

Defisiensi Insulin

↓ Pemakaian glukosa oleh sel

Hiperglikemia

↑ Glukosa dalam darah

Glukosa > ambang batas renal

Glukosuria

Diuresis osmotik

Poliuria

Dehidrasi

7) Recurrent infections, external ear infections (swimmer's ear)

(Rentan terjhadap infeksi)

8) Cardiac arrhythmia (Peningkatan irama jantung)

9) Stupor (Kejang)

10) Coma (Koma)

11) Seizures (Pingsan) (Jauch Chara K, et al,. 2007).

Manifestasi HHS:

a. Hiperglikemia : glukosa serum 600 mg/dl atau lebih

b. Hiperosmolaritas : osmolalitas 320 mOsm/kg atau lebih

c. Dehidrasi berat

d. pH >7,3

e. Konsentrasi bikarbonat >15 mEq/L

f. Tanpa ketoasidosis bermakna, ketonuria sedikit, ketonemia

rendah/tidak ada

g. Pada pasien DM tipe 2

h. Poliuri, polidipsi, polifagi

i. BB turun drastis

j. Mual, muntah

k. Nyeri perut tidak tipikal

l. Dehidrasi

m. Badan lemas

n. Deficit neurology fokal/global: kejang, hemiparesis, deficit sensoris,

pandangan kabur

o. Gangguan kesadaran (apatis-koma)

7. Komplikasi

Hiperglikemia akan menjadi masalah yang serius jika tidak ditangani

dengan tepat. Ketoasidosis (KAD) merupakan salah satu komplikasi dari

hiperglikemia jangka panjang dimana tanda gejalanya antara lain: nafas

pendek, nafas bau buah, mual muntah dan mulut kering. Selain

11

ketoasidosis, hiperglikemia juga dapat meningkatkan komplikasi pada

gagal jantung dan ginjal. Jika hiperglikemia terjadi lama hal ini dapat

menyebabkan penurunan aliran darah terutama pada kaki dan terjadi

kerusakan saraf, sehingga kaki mudah mendapat luka dan sulit sembuh

(Gangren

8. Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis dapat dibuat dengan gejala-gejala diatas + GDS > 200 mg

% (Plasma vena). Bila GDS 100-200 mg% → perlu pemeriksaan test

toleransi glukosa oral. Kriteria baru penentuan diagnostik DM menurut

ADA menggunakan GDP > 126 mg/dl. Pemeriksaan lain yang perlu

diperhatikan:

a. Glukosa darah

b. Hb

c. Gas darah arteri

d. Insulin darah

e. Elektrolit darah

f. Urinalisis

g. Ultrasonografi

Evaluasi Laboratorium awal pasien dengan kecurigaan KAD atau

SHH meliputi penentuan kadar glukosa plasma, urea nitrogen/kreat

inin serum, keton, elektrolit (dengan anion gap), osmolaritas, analisa

urine, benda keton urin dengan dipstik, analisa gas darah pemeriksaan

sel darah lengkap dengan hitung jenis, dan elektrokardiogram. Kultur

bakteri dari air seni, darah, dan tenggorokan dan lain-lain harus

dilakukan dan antibiotik yang sesuai harus diberikan jika dicurigai ada

infeksi. A1c mungkin bermanfaat untuk menentukan apakah episode

akut ini adalah akumulasi dari suatu proses evolusiner yang tidak di

diagnosis atau DM yang tidak terkontrol ,atau suatu episodeakut pada

12

pasien yangterkendali dengan baik. Foto thorax harus dikerjakan jika ada

indikasi.

Konsentrasi natrium serum pada umumnya berkurang oleh

karena perubahan osmotik yang terjadi terus menerus dari intr

asellular ke extracellular dalam keadaan hiperglikemia. Konsentrasi

kalium serum mungkin meningkat oleh karena pergeseran k alium

extracellular yang disebabkan oleh kekurang an hormon insulin,

hypertonisitas, dan asidemia. Pasien dengan konsentrasi kalium serum

rendah atau lownormal pada saat masuk, mungkin akan kekurangan

kalium yang berat pada saat perawatan sehingga perlu diberi kalium

dan perlu monitoring jantung yang ketat, sebab terapi krisis

hiperglikemia akan menurunkan kalium lebih lanjut dan dapat

menimbulkan disritmia jantung.

Adanya stupor atau koma pada pasien DM tanpa peningkatan

osmolalitas efektif ( > 320 mOsm/kg) perlu pertimbangan kemungkinan

lain penyebab perubahan status mental. Pada mayoritas pasien DKA

kadar amilase meningkat, tetapi ini mungkin berkaitan dengan sumber

nonpankreatik. Serum lipase bermanfaat untuk menentukan diagnosa

banding dengan pankreatitis. Nyeri abdominal dan peningkatan kadar

amilase dan enzim hati lebih sering terjadi pada DKA dibandingkan

dengan SHH.

Kriteria diagnostik dan klasifikasi HHSGlukosa plasma(dalam mg/dL) > 600 pH arteri > 7,3Bikarbonat serum(dalam mEq/L) > 15Keton urin + ringan/-Keton serum + ringan/-Osmolalitas serum (dalam mOsm/kg)*

> 320

Anion Gap <>

13

Hasil laboratorium yang perlu dipantau pada SHH:

a. Natrium : Efek osmotik dari keadaan hiperglikemia membuat cairan

berpindah dari ekstravaskular ke intravaskular. Untuk setiap 100

mg/dL glukosa (jika kadar glukosa > 100 mg/dL), kadar natrium

serum dapat menurun hingga 1,6 mEq/L. Ketika kadar glukosa turun,

maka natrium serum dapat meningkat.

b. Kalium : Kadar kalium dapat bervariasi. Kondisi asidosis pada pasien

dapat menyebabkan perpindahan kalium dari intraseluler ke

ekstraseluler sehingga akan terjadi hiperkalemia.1 Keadaan defisiensi

insulin yang lama pada pasien DM membuat pasien mengalami

hiperkalemia ringan yang kronik. Pada keadaan akut, pasien dapat

mengalami ekskresi kalium yang berlebih melalui ginjal ataupun

gastrointestinal karena kondisi diuresis osmotik, sehingga terjadi

masking effect yang dapat membuat kadar kalium dalam kisaran

normal. Oleh karena itu, pada penatalaksanaan keadaan akut pasien

DM, baik pada pemberian kalium maupun terapi insulin, kadar kalium

harus selalu dievaluasi dengan ketat agar tidak terjadi aritmia jantung.

Elektrokardiogram dapat digunakan sebagai sarana evaluasi keadaan

jantung.

c. Peningkatan kadar BUN, sebagai pengaruh dari keadaan dehidrasi

pasien. Kadarnya harus dipantau untuk melihat ada tidaknya

insufusiensi renal.

d. Urinalisis : Digunakan untuk menilai adanya glukosuria atau ketosis

urin. Selain itu, urinalisis juga dapat digunakan jika dicurigai terjadi

infeksi pada traktus urinarius.

9. Penatalaksanaan

Tujuan utama terapi Hiperglikemia adalah mencoba menormalkan

aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dan upaya mengurangi terjadinya

14

komplikasi vaskuler serta neuropati. Ada 4 komponen dalam

penatalaksanaan hiperglikemia :

a. Olahraga (namun jika gula darah diatas 240 mg/dl dan ketika diperiksa

terdapat keton dalam urin maka olahraga harus dihentikan)

b. Diet rendah gula

c. Terapi insulin

d. Hypoglicemic medication

Penanganan komplikasi Hiperglkemia yaitu ketoasidosis (KAD)

membutuhkan koreksi dehidrasi, hiperglikemia dan gangguan

keseimbangan elektrolit; identifikasi komorbid yang merupakan faktor

presipitasi; dan yang sangat penting adalahperlu dilakukan monitoring

pasien yang ketat. Faktor presipitasi diobati, serta langkah-langkah

pencegahan rekurensi perlu dilaksanakan denganbaik.

a. Terapi cairan:

1) Pasien Orang dewasa

Terapi cairan pada awalnya dit ujukan untuk memperbaiki

volume intravascular dan extravascular dan mempertahankan perfusi

ginjal. Terapi cairan juga akan menurunkan kadar glukosa darah

tanpa bergantung pada insulin, dan kadar hormon kontra insulin

(dengan demikian memperbaiki sensitivitas terhadap insulin).

Pada keadaan tanpa kelainan ja ntung, NaCl 0.9% diberikan

seb anyak 15–20 ml/kg berat badan/jam atau lebih besar pad a

jam pertama ( 1 –1.5 l untuk rata-rata orang dewasa).

Pilihan yang berikut untuk mengganti cairan tergantung pada

status hidrasi, kadar elektrolit darah, dan banyaknya urin. Secara

umum, NaCl 0.45% diberikan sebanyak 4–14 ml/kg/jam jika sodium

serum meningkat atau normal; NaCl 0.9% diberikan dengan jumlah

yang sama jika Na serum rendah. Selama fungsi ginjal diyakinkini

baik, maka perlu ditambahkan 20–30 mEq/l kalium ( 2/3 KCl dan

1/3KPO4) sampai pasien stabil dan dapat diberikan secara oral.

15

Keberhasilan penggantian cairan dapat dilihat dengan pemantauan

hemodinamik (perbaikan dalam tekanan darah), pengukuran

input/output cairan, dan pemeriksaan fisik. Penggantian cairan

diharapkan dapat mengkoreksi defisit dalam 24 jam pertama.

Perbaikan osmolaritas serum mestinya tidak melebihi 3 mOsm· kg -1

H2O· h-1 (14–20,22). Pada pasien dengan gangguan ginjal atau

jantung, pemantauan osmolaritas serum dan penilaian jantung, ginjal,

dan status mental harus sering dilakukan selama pemberian cairan

untuk menghindari overload yang iatrogenic (1-5).

2) Pasien berusia < 20 tahun

Terapi cairan pada awalnya ditujukan untuk memperbaiki volume

intravascular dan extravascular, dan mempertahankan perfusi ginjal.

Kebutuhan untuk mempertahankan volume vaskuler harus disesuaikan

untuk menghindari risiko edema cerebral karena pemberian cairan

yang terlalu cepat. Dalam 1 jam pertama cairan yang bersifat isotonik

(NaCl 0.9%) sebanyak 10–20 ml/kgbb/jam. Pada pasien dengan

dehidrasi berat, pemberian ini perlu diulang, tetapi awal pemberian

kembali mestinya tidak melebihi 50 ml/kg pada 4 jam pertama

therapy. Terapi Cairan selanjutnya untuk menggantikan defisit cairan

dilakukan dalam 48 jam. Secara umum NaCl, 0.45–0.9% (tergantung

pada kadar sodium serum) diberikan dengan kecepatan 1.5 kali dari

kebutuhan pemeliharaan selama 24 -h (5 ml/kg/jam) akan mencukupi

kebutuhan rehidrasi, dengan penurunan osmolaritas tidak melebihi 3

mOsm· kg-1 H2O· h-1. Sekali lagi jika fungsi ginjal diyakini baik dan

kalium serum diketahui, ma ka perlu diberikan 20 –40 mEq/l

kalium ( 2 /3 KCl atau potassium-acetate dan 1/3 KPO4). Jika gl

ukosa serum mencapai 250 mg/dl, cairan harus diubah menjadi

dextrose 5% dan NaCl 0.45 –0.75%, dengan kalium seperti d

iuraikan di atas.

16

Pengelolaan juga meliputi pemantauan status mental agar

dapat dengan cepat mengidentifikasi perubahan apa bila terjadi

overload yang iatrogenik, yang dapat mengakibatkan edema

cerebral.

Terapi cairan pada HHS

Jika kadar gula darah mencapai 300 mg/dL pada HHS,

penggantian cairan harus mengandung glukosa 5-10% untuk

mencegah terjadinya hipoglikemia karena pemberian insulin juga akan

dilakukan untuk koreksi keadaan ketonemia. Tujuan dari terapi ini

adalah untuk mengganti setengah defisit cairan selama 12 – 24 jam.

Kegagalan koreksi keadaan dehidrasi dapat mengakibatkan penundaan

pada koreksi elektrolit.

b. Terapi Insulin

Pada keadaan KAD ringan, insulin reguler diberikan dengan infus intravena

secara kontinu adalah terapi pilihan. Pada pasien dewasa, jika tidak ada

hipokalemia (K+< 3.3 mEq/l, maka pemberian insulin intravena secara bolus

dengan dosis 0.15 unit /kg bb, diikuti pemberian insulin reguler secara infus

intra vena yang kontinu dengan dosis 0.1 unit· kg -1· h-1 ( 5–7 unit/jam

pada orang dewasa). Pemberian insulin secara bolus tidak dianjurkan pada

pasien pediatrik; pemberian insulin reguler dengan infus intravena secara kontinu

dengan dosis 0.1 unit· kg -1· h-1 dapat diberikan pada pasien pasien

tersebut. Dosis insulin rendah ini pada umumnya dapat menurunkan

konsentrasi glukosa plasma sebanyak 50–75 mg· dl-1· h-1, sebanding dengan

pemberian insulin dosis tinggi (1 -5) . Jika plasma glukosa tidak turun

sebanyak 50 mg/dl dari awal pada jam pertama, periksa dulu status hidrasi;

jika baik, infus insulin dapat digandakan tiap jam sampai tercapai penurunan

glukosa yang stabil antara 50 dan 75 mg/jam dicapai.

Ketika glukosa plasma mencapai 250 mg/dl untuk KAD atau 300 mg/dl

untuk SHH, mungkin dosis insulin perlu diturunkan menjadi 0.05–0.1 unit· kg-1·

17

h-1 ( 3–6 units/jam), dan dextrose ( 5–10%) ditambahkan pada cairan

intravena. Sesudah itu, dosis insulin atau konsentrasi dextrose perlu

disesuaikan untuk memelihara rata-rata kadar glukosa sampai asidosis pada

KAD atau status mental dan hyperosmolaritas pada SHH membaik. Ketonemia

biasanya lebih lama hilang dibandingkan dengan hiperglikemia. Pengukuran ß-

OHB dalam darah secara langsung adalah metoda yang lebih disukai untuk

pemantauan KAD. Metoda Nitroprusside hanya mengukur aseton dan asam

acetoacetic. Bagaimanapun, ß-OHB, asam yang paling banyak dan paling kuat

pada KAD, tidaklah terukur dengan metoda nitroprusside. Selama therapy, ß-

OHB dikonversi ke asam asetoacetik, yang membuat para klinisi percaya bahwa

ketosis memperburuk keadaan.

Oleh karena itu, penilaian benda keton dari urin atau serum dengan

metoda nitroprusside tidak digunakan sebagai suatu indikator terapi . Selama

terapi untuk KAD atau SHH, darah harus diperiksa tiap 2 –4 jam untuk

memeriksa elektrolit serum, glukosa, urea -N, creatinine, osmolaritas, da n

pH vena (untuk DKA). Biasanya, analisa gas darah tidak perlu dilakukan

berulang-ulang; pH vena (pada umumnya 0.03 unit lebih rendah dari pH arteri)

dan gap anion dapat diikuti, untuk memonitor resolusi asidosis.

Pada KAD yang ringan, insulin reguler baik secara subkutan maupun

intramuskular tiap jam adalah sama efektif seperti pemberian intravena dalam

menurunkan glukosa darah dan benda keton. Pertama-tama diberikan dosis dasar

sebanyak 0.4–0.6 units/kg bb, separuh sebagai suntikan bolus intravena, dan

setengah secara subkutan atau intramuskular. Sesudah itu, 0.1 unit· kg-1· h-1

insulin reguler diberi secara subkutan atau intramuscular. Kriteria untuk resolusi

KAD meliputi kadar glukosa < 200 mg/dl, bikarbonat serum > 18 mEq/l, dan pH

vena > 7.3. Bila KAD membaik, dan pasien masih NPO (Nothing Per Oral),

insulin intravena yang kontinyu dan penggantian cairan dilanjutkan dan ditambah

dengan suplemen insulin subcutan sesuai kebutuhan tiap 4 jam. Ketika pasien

sudah bisa makan, jadwal multiple-dose harus dimulai menggunakan

kombinasi insulin kerja pendek/singkat dengan insulin kerja menengah atau

18

lama untuk mengendalikan glukosa plasma. Pemberian insulin intravena tetap

diberikan untuk 1–2 jam setelah regimen campuran insulin dimulai untuk

memastikan hormon insulin plasma cukup. Suatu penghentian mendadak insulin

intravena dengan penundaan insulin subcutan akan memperburuk keadaan; oleh

karena itu, perlu diberikan insulin intravena dan inisiasi subkutan secara

bersamaan.

Pasien yang telah diketahui menderita diabetes dapat diberikan insulin

dengan dosis seperti sebelum mereka terkena serangan KAD atau SHH dan jika

dibutuhkan dilakukan penyesuaian. Pada pasien diabetes yang baru, total insulin

awal mungkin berkisar antara 0.5 –1.0 unit· kg - 1· day -1, dibagi menjadi

sedikitnya dua dosis dalam bentuk campuran insulin kerja pendek dan panjang

sampai mencapai suatu dosis optimal yang diinginkan. Akan tetapi perlu diingat

bahwa dosis insulin ini sangat individual. Pada akhirnya, ada penderita-penderita

DM tipe 2 yang bisa diberi obat antihiperglikemia oral dan pengaturan diit.

Terapi insulin pada HHS

Jika glukosa darah telah mencapai 250 mg/dL pada KAD atau 300 mg/dL pada

SHH, kecepatan pemberian insulin dikurangi menjadi 0,05 U/kgBB/jam (3-5

U/jam) dan ditambahkan dengan pemberian dextrosa 5-10% secara intravena.

Pemberian insulin tetap diberikan untuk mempertahankan glukosa darah pada nilai

tersebut sampai keadaan ketoasidosis dan hiperosmolalitas teratasi.

c. Kalium

Untuk mencegah hipokalemia, penambahan kalium diindikasikan pada

saat kadar dalam darah di bawah 5.5 mEq/l, dengan catatan output urin

cukup. Biasanya, 20–30 mEq kalium ( 2/3 KCl dan 1/ 3 KPO4) pada setiap

liter cairan infus cukup untuk mempertahankan konsentrasi kalium serum antara

4–5 mEq/l. Penderita dengan KAD jarang menunjukkan keadaan hipokalemia

yang berat. Pada kasus-kasus demikian, kalium penggantian harus dimulai

bersamaan dengan cairan infus, danterapi insulin harus ditunda sampai konsentrasi

kalium > 3. 3 mEq/l untuk menghindari aritmia atau cardiac arrest dan kelemahan

otot pernapasan.

19

Di samping kekurangan kalium dalam tubuh, hiperkalemia ringan

sampai sedang sering terjadi pada penderita dengan krisis hiperglikemia.

Terapi insulin, koreksi asidosis, dan penambahan volume cairan akan

menurunkan konsentrasi kalium serum.

d. Bikarbonat

Penggunaan larutan bikarbonat pada KAD masih merupakan kontroversi.

Pada pH > 7.0, aktifitas insulin memblok lipolysis dan ketoacidosis dapat hilang

tanpa penambahan bikarbonat. Beberapa penelitian prospektif gagal membuktikan

adanya keuntungan atau perbaikan pada angka morbiditas dan mortalitas dengan

pemberian bikarbonat pada penderita KAD dengan pH antara 6.9 dan 7.1. Tidak

ada laporan randomized study mengenai penggunaan bikarbonat pada KAD

dengan pH < 6.9. Asidosis yang berat menyebabkan efek vaskuler yang kurang

baik, jadi sangat bijaksana pada pasien dewasa dengan pH < 6.9, diberikan sodium

bikarbonat. Tidak perlu tambahan bikarbonat jika pH > 7.0.

Pemberian insulin, seperti halnya bikarbonat, menurunkan kalium serum;

oleh karena itu supplemen Kalium harus diberikan dalam cairan infus seperti

diuraikan di atas dan harus di monitor dengan ketat. Sesudah itu, pH aliran

darah vena harus diukur tiap 2 jam sampai pH mencapai 7.0, dan terapi

bikarbonat harus diulangi tiap 2 jam jika perlu.

e. Fosfat

Pada KAD serum fosfat biasanyanormal atau meningkat. Konsentrasi fosfat

berkurang dengan pemberian terapi insulin. Beberapa penelitian prospektif gagal

membuktikan adanya keuntungan dengan penggantian fosfat pada KAD, dan

pemberian fosfat yang berlebihan dapat menyebabkan hypocalcemia yang berat

tanpa adanya gejala tetani. Bagaimanapun, untuk menghindari kelainan jantung

dan kelemahan otot dan depresi pernapasan oleh karena hipofosfatemia,

penggantian fosfat kadang-kadang diindikasikan pada pasien dengan kelainan

jantung, anemia, atau depresi pernapasan dan pada mereka dengan konsentrasi

fosfat serum < 1.0 mg/dl. Bila diperlukan, 20–30 mEq/l kalium fosfat dapat

20

ditambahkan ke larutan pengganti. Tidak ada studi mengenai penggunaan fosfat

dalam HHS.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Hiperglikemia

2.2.1 Pengkajian

a. Identitas pasien

Nama, alamat, usia, pekerjan,jenis kelamin, agama,dll.

b. Data subjektif

1. Keluhan Utama

a) Keluhan utama saat masuk rumah sakit, Keluhan yang paling utama di

keluhkan oleh pasien sehingga masuk rumah sakit.

Pada HHS: Pasien datang dengan atau tanpa keluhan Poliuria, Polidipsi,

Polifagi; lemas, luka sukar sembuh atau adanya koma/penurunan kesadaran

dengan sebab tidak diketahui. Pada lansia dapat terjadi nepropati, neurophati

atau retinophati, serta penyakit pembuluh darah.

b) Keluhan saat pengkajian, Keluhan yang dikeluhkan pasien saat dilakukan

pengkajian

2. Riwayat Penyakit

a) Riwayat Penyakit Terdahulu, Catatan tentang penyakit yang pernah dialami

pasien sebelum masuk rumah sakit.

Pada HHS: Penyakit DM yang tertanggulangi maupun tidak terdiagnosis.

Penyakit hipertensi dan pankreatitis kronik

b) Riwayat Penyakit Sekarang, Catatan tentang penyakit yang dialami pasien

saat ini (saat pengkajian)

c) Riwayat Penyakit Keluarga: DM dan penyakit jantung pada anggota

keluarga.

c. Data objektif

1. Primary Survey

a) Airway : kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum atau benda

asing yang menghalangi jalan nafas

b) Breathing: hiperventilasi, napas bau aseton

21

c) Circulation: lemah, tampak pucat ( disebabkan karena glukosa Intra Sel

Menurun sehingga Proses Pembentukan ATP/Energi Terganggu)

d) Disability: perubahan kesadaran (jika sudah terjadi ketoasidosis metabolik)

2. Secondary Survey

a) Exposure: -

b) Five Intervension:

a. Glukosa Darah : meningkat 100-200 mg/dL, atau lebih,

b. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok,

c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat,

d. Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330mOsm/l,

e. Elektrolit :

• Natrium: mungkin normal, meningkat atau menurun.

• Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler),

selanjutnya akan menurun

• Fosfor : lebih sering menurun.

f. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal

yang mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir

(lama hidup SDM) dan karenanya sangat bermanfaat dalam membedakan

DKA dengan kontrol tidak adekuat versus DKA yang berhubungan

dengan insiden.

c) Pemeriksaan mikroalbumin, Mendeteksi komplikasi pada ginjal dan

kardiovaskular

d) Nefropati Diabetik, Salah satu komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit

diabetes adalah terjadinya nefropati diabetic, yang dapat menyebabkan gagal

ginjal terminal sehingga penderita perlu menjalani cuci darah atau

hemodialisis. Nefropati diabetic ditandai dengan kerusakan glomerolus

ginjal yang berfungsi sebagai alat penyaring. Gangguan pada glomerulus

ginjal dapat menyebabkan lolosnya protein albumin ke dalam urine. Adanya

albumin dalam urin (=albuminoria) merupakan indikasi terjadinya nefropati

diabetic.

22

e) Pemeriksaan HbA1C atau pemeriksaan A1C, Dapat Memperkirakan Risiko

Komplikasi Akibat DM HbA1c atau A1C Merupakan senyawa yang

terbentuk dari ikatan antara glukosa dengan hemoglobin (glycohemoglobin).

Jumlah A1C yang terbentuk, tergantung pada kadar glukosa darah. Ikatan

A1c stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai dengan sel darah

merah) Kadar A1C mencerminkan kadarglukosa darah rata-rata dalam

jangka waktu 2-3 bulan sebelum pemriksaan.

Give Comfort : Nyeri di bagian abdomen karena ketoasidosis diabetik

d. Pengkajian pola fungsional

1. Aktivitas / istirahat

a) Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun,

gangguan istrahat/tidur

b) Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas,

letargi /disorientasi, koma

2. Sirkulasi

a) Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dan

kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama,

takikardia.

b) Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang

menurun/tidak ada, disritmia, krekels, distensi vena jugularis, kulit panas,

kering, dan kemerahan, bola mata cekung.

3. Integritas/ Ego

a) Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang

berhubungan dengan kondisi

b) Tanda : Ansietas, peka rangsang

4. Eliminasi

a) Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/terbakar,

kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang, nyeri tekan abdomen, diare.

b) Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang menjadi

oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk

23

(infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun,

hiperaktif (diare)

5. Nutrisi/Cairan

a) Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet,

peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari

beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretik (Thiazid), nyeri abdomen.

b) Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi abdomen,

muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan

peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton)

6. Neurosensori

a) Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada

otot, parestesi, gangguan penglihatan

b) Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut),

gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks tendon dalam

menurun (koma), aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA).

7. Nyeri/kenyamanan

a) Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)

b) Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati

8. Pernapasan

a) Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen

(tergantung adanya infeksi/tidak), nafas kusmaul, takhipneu, nafas bau

aseton, vesikuler pada lapang paru.

b) Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, frekuensi

pernapasan meningkat.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

a. Kurang volume cairan b/d diuresis osmotik (dari hiperglikemia).

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakcukupan

insulin (penurunan ambilan dan penggunaan glokosa oleh jaringan mengakibatkan

peningkatan metabolisme protein/lemak)

24

c. Intoleransi aktivitas b/d penurunan energy metabolic.

d. Ansietas b/d kurang informasi tentang penyakit diabetes mellitus

2.2.3 Intervensi

a. Kurang volume cairan b/d diuresis osmotik (dari hiperglikemia).

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Defisit Volume CairanBerhubungan dengan: - Kehilangan volume

cairan secara aktif - Kegagalan

mekanisme pengaturan

DS : - Haus

DO:- Penurunan turgor

kulit/lidah - Membran

mukosa/kulit kering - Peningkatan denyut

nadi, penurunan tekanan darah, penurunan volume/tekanan nadi

- Pengisian vena menurun

- Perubahan status mental

- Konsentrasi urine meningkat

- Temperatur tubuh meningkat

- Kehilangan berat badan secara tiba-tiba

- Penurunan urine output

- HMT meningkat- Kelemahan

NOC: Fluid balance Hydration Nutritional Status :

Food and Fluid Intake

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….. defisit volume cairan teratasi dengan kriteria hasil: Mempertahankan

urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal,

Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal

Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan

Orientasi terhadap waktu dan tempat baik

Jumlah dan irama pernapasan dalam batas normal

Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal

pH urin dalam batas

NIC : Pertahankan catatan

intake dan output yang akurat

Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan

Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin, albumin, total protein )

Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam

Kolaborasi pemberian cairan IV

Monitor status nutrisi Berikan cairan oral Berikan penggantian

nasogatrik sesuai output (50 – 100cc/jam)

Dorong keluarga untuk membantu pasien makan

Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk

Atur kemungkinan tranfusi

Persiapan untuk tranfusi Pasang kateter jika perlu Monitor intake dan urin

25

normal Intake oral dan

intravena adekuat

output setiap 8 jam

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakcukupan

insulin (penurunan ambilan dan penggunaan glokosa oleh jaringan mengakibatkan

peningkatan metabolisme protein/lemak)

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhBerhubungan dengan : Ketidakmampuan untuk memasukkan atau mencerna nutrisi oleh karena faktor biologis, psikologis atau ekonomi. DS:- Nyeri abdomen- Muntah- Kejang perut- Rasa penuh tiba-tiba

setelah makanDO:- Diare- Rontok rambut yang

berlebih- Kurang nafsu makan- Bising usus berlebih- Konjungtiva pucat- Denyut nadi lemah

NOC:a. Nutritional status:

Adequacy of nutrient

b. Nutritional Status : food and Fluid Intake

c. Weight ControlSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama….nutrisi kurang teratasi dengan indikator:

Albumin serum Pre albumin serum Hematokrit Hemoglobin Total iron binding

capacity Jumlah limfosit

Kaji adanya alergi makanan Kolaborasi dengan ahli gizi

untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien

Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi

Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.

Monitor adanya penurunan BB dan gula darah

Monitor lingkungan selama makan

Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan

Monitor turgor kulit Monitor kekeringan, rambut

kusam, total protein, Hb dan kadar Ht

Monitor mual dan muntah Monitor pucat, kemerahan,

dan kekeringan jaringan konjungtiva

Monitor intake nuntrisi Informasikan pada klien dan

keluarga tentang manfaat nutrisi

Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen

26

makanan seperti NGT/ TPN sehingga intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan.

Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan

Kelola pemberan anti emetik:.....

Anjurkan banyak minum Pertahankan terapi IV line Catat adanya edema,

hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oval

c. Intoleransi aktivitas b/d penurunan energy metabolic

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Intoleransi aktivitas Berhubungan dengan : Tirah Baring atau

imobilisasi Kelemahan

menyeluruh Ketidakseimbangan

antara suplei oksigen dengan kebutuhan

Gaya hidup yang dipertahankan.DS: Melaporkan secara

verbal adanya kelelahan atau kelemahan.

Adanya dyspneu atau ketidaknyamanan saat

NOC : Self Care : ADLs Toleransi aktivitas Konservasi eneergiSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Pasien bertoleransi terhadap aktivitas dengan Kriteria Hasil : Berpartisipasi dalam

aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR

Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara

NIC : Observasi adanya

pembatasan klien dalam melakukan aktivitas

Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan

Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat

Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan

Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat,

27

beraktivitas.DO :

Respon abnormal dari tekanan darah atau nadi terhadap aktifitas

Perubahan ECG : aritmia, iskemia

mandiri Keseimbangan

aktivitas dan istirahat

perubahan hemodinamik) Monitor pola tidur dan

lamanya tidur/istirahat pasien

Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam merencanakan progran terapi yang tepat.

Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan

Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial

Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan

Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek

Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai

Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang

Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas

Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas

Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan

Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual

28

d. Ansietas b/d kurang informasi tentang penyakit diabetes melitus

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Kecemasan berhubungan denganFaktor keturunan, Krisis situasional, Stress, perubahan status kesehatan, ancaman kematian, perubahan konsep diri, kurang pengetahuan dan hospitalisasi

DO/DS:- Insomnia- Kontak mata kurang- Kurang istirahat- Berfokus pada diri

sendiri- Iritabilitas- Takut- Nyeri perut- Penurunan TD dan

denyut nadi- Diare, mual, kelelahan- Gangguan tidur- Gemetar- Anoreksia, mulut

kering- Peningkatan TD,

denyut nadi, RR- Kesulitan bernafas- Bingung- Bloking dalam

pembicaraan- Sulit berkonsentrasi

NOC :- Kontrol kecemasan- Koping Setelah dilakukan asuhan selama ……………klien kecemasan teratasi dgn kriteria hasil: Klien mampu

mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas

Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas

Vital sign dalam batas normal

Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan

NIC :Anxiety Reduction (penurunan kecemasan) Gunakan pendekatan

yang menenangkan Nyatakan dengan jelas

harapan terhadap pelaku pasien

Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur

Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut

Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis

Libatkan keluarga untuk mendampingi klien

Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi

Dengarkan dengan penuh perhatian

Identifikasi tingkat kecemasan

Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan

Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi

Kelola pemberian obat anti cemas:

29

BAB III

TINAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

3.1 Kasus

Ny.R berusia 56 tahun dibawa ke UGD dengan keluhan nyeri ulu hati mual

sejak kemarin, keluarga pasien mengatakan pasien mengeluh nyeri ulu hati, nyeri

dirasakan perih dan panas, muntah (-). Buang air besar (+) setiap 3 hari, konsistensi

padat, warna kuning. Buang air kecil cukup sering, nyeri saat BAK (+). Pasien juga

mengeluh demam sejak kemarin, demam terus menerus dan disertai mengigil. Nafsu

makan pasien juga menurun. Riwayat penyakit dahulu, sebelumnya pasien belum

pernah mengalami gejala yang sama. Riwayat penyakit DM tidak tahu karena belum

pernah memeriksakannya ke dokter atau puskesmas. Riwayat penyakit keluarga,

dalam keluarga tidak ada yang mengalami gejala yang sama. Keluarga sering

menanyakan keadaan pasien dan keluarga mengatakan khawatir dengan keadaan

pasien sekarang. Keluarga tampak cemas. Pemeriksaan Fisik : Nadi : 106 kali/menit,

RR : 26 kali/menit, reguler, Suhu : 38,6°C, TD : 82/32 mmHg, GDS : > 600 mg/dl,

asidosis (PH: 8, bicarbonate: 17 mEql/L), osmolaritas 335 mosmol/kg, Kesadaran:

GCS : 3-4-5, Kepala dan wajah : wajah simetris, pucat, tidak ada pernafasan cuping

hidung, mukosa bibir kering. Leher : tidak ada distensi vena jugularis, tidak ada

pembesaran kelenjar getah bening. Dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu

pernafasan, perkusi : sonor, Cor : bunyi jantung 1 dan 2 tunggal, reguler. Abdomen

dan pinggang : tidak tampak adanya massa, bising usus : 8 kali/menit, perkusi

timpany, nyeri tekan ulu hati, turgor tidak elastis. Pelvis dan perineum : terpasang

kateter urin, produksi urin : 600 cc dalam 2 jam. Ekstremitas : simetris, kekuatan

otot : 4 pd semua ekstremitas, terpasang IV line dengan cairan NaCl 0,9 %. Hasil

Pemeriksaan Laborat : Darah lengkap : HB : 12 mg/dl, leukosit : 11.000, hematokrit :

45 %, trombosit : 120.000. BGA : pH : 7,3; pCO2 :40; HCO3 : 20. GDS : 820 mg/Cl.

Serum creatinin : 220 µmol/L. Na : 150 mmol/L, Ca : 3,3 mmol/L, osmolaritas 335

mosmol/kg. Urine Lengkap : Glukosa Urin : ++, Keton : trace.

30

3.2 Pembahasan Kasus

3.2.1 Pengkajian :

a. Identitas

Nama : Ny.R

Usia : 56 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

b. Data subjektif:

- Keluhan utama : Nyeri ulu hati dan mual (+) sejak kemarin dan sering BAK

disertai nyeri.

- Riwayat penyakit sekarang: Nyeri ulu hati dan mual (+) sejak kemarin. Nyeri

dirasakan perih dan panas, muntah (-). Buang air besar (+) setiap 3 hari,

konsistensi padat, warna kuning, lendir (-), darah (-). Buang air kecil cukup

sering, nyeri saat BAK (+). Pasien mengeluh juga demam sejak kemarin,

demam terus menerus dan disertai mengigil. Nafsu makan pasien juga

menurun.

- Riwayat penyakit dahulu : sebelumnya pasien belum pernah mengalami gejala

yang sama. Riwayat penyakit DM tidak tahu karena belum pernah

memeriksakannya ke dokter atau puskesmas.

- Riwayat penyakit keluarga: dalam keluarga tidak ada yang mengalami gejala

yang sama.

c. Data objektif:

1. Primary Survey

a) Airway :

Vokalisasi baik, nafas paten tidak ada sputum atau benda asing yang

menghalangi jalan nafas.

b) Breathing:

Napas spontan, gerakan dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu

pernafasan, warna kulit pucat

c) Circulation : lemah, tampak pucat, suhu 38,60 C, nadi 106x/menit, CRT

31

d) Disability : GCS : 3-4-5, pupil isokor.

2. Secondary Survey

a) Exposure : Pasien memakai pakaian tipis dan menyerap keringat

b) Five Intervension:

- Pemeriksaan Fisik

Nadi : 106 kali/menit

RR : 26 kali/menit

Suhu : 38,6°C

TD : 82/32 mmHg

- Lima intervensi

terpasang monitor jantung, saturasi oksigen : 92 %

terpasang kateter urine, produksi : 600 cc dalam 2 jam

tidak terpasang NGT

Glukosa darah: > 600 mg/dl

Aseton plasma (keton) : Trac

osmolaritas 335 mosmol/kg

d. Give Comfort : pasien berbaring dalam posisi supine

e. Head do Toe :

1. Kepala dan wajah : wajah simetris, pucat, tidak ada

pernafasan cuping hidung, mukosa bibir kering.

2. Leher : tidak ada distensi vena jugularis, tidak ada

pembesaran kelenjar getah bening

3. Dada : dada simetris, RR : 26 kali/menit, reguler, tidak

ada penggunaan otot bantu pernafasan, perkusi : sonor, Cor : bunyi jantung 1

dan 2 tunggal, reguler

4. Abdomen dan pinggang : tidak tampak adanya massa,

bising usus : 8 kali/menit, perkusi timpany, nyeri tekan ulu hati, turgor tidak

elastis

5. Pelvis dan perineum : terpasang kateter urin, produksi

urin : 600 cc dalam 2 jam

32

6. Ekstremitas : simetris, kekuatan otot : 4 pd semua

ekstremitas, terpasang IV line dengan cairan NaCl 0,9 %

f. Hasil Pemeriksaan Laborat :

1. Darah lengkap : HB : 12 mg/dl, leukosit : 11.000, hematokrit : 45 %,

trombosit : 120.000

2. BGA : pH : 7,3; pCO2 :40; HCO3 : 20

3. GDS : 820 mg/dl

4. Serum creatinin : 220 µmol/L

5. Na : 150 mmol/L, Ca : 3,3 mmol/L, osmolaritas 335 mosmol/kg

6. Urine Lengkap : Glukosa Urin : ++, Keton : trace

g. Terapi

- IVFD NaCl 0,9 % 1500 cc / 24 jam

3.2.2 Anallisa Data

NO Data Etiologi Masalah keperawatan

1. Buang air kecil cukup sering, nyeri saat BAK (+).

Pasien mengeluh demam sejak kemarin

demam terus menerus dan disertai mengigil.

TTV : ND: 106 x/mnt, RR : 26 x/mnt, S : 38,6°C, TD : 82/32 mmHg

Mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis

Hasil Lab : - GDS : 820 mg/dl- Serum creatinin : 220

µmol/L- Na : 150 mmol/L, Ca : 3,3

mmol/L- UL : Glukosa Urin : ++,

Keton : trace

diuresis osmotik (dari hiperglikemia)

Kurang volume cairan

2. Nyeri ulu hati Proses patologis Nyeri

33

Nyeri dirasakan perih dan panas

Nyeri saat BAK TTV : ND: 106 x/mnt, RR :

26 x/mnt, S : 38,6°C, TD : 82/32 mmHg

penyakit

3. Keluarga sering menanyakan keadaan pasien

keluarga mengatakan khawatir dengan keadaan pasien sekarang.

Keluarga tampak cemas

Kurang pengetahuan dan Hospitalisasi

Cemas

3.2.3 Diagnosa Keperawatan :

a. Defisit volume cairan b/d diuresis osmotik (dari

hiperglikemia).

b. Nyeri b/d proses patologis penyakit

c. Ansietas b/d kurang informasi tentang penyakit

diabetes melitus

3.2.4 Intervensi :

a. Kurang volume cairan b/d diuresis osmotik (dari hiperglikemia).

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Defisit Volume CairanBerhubungan dengan: - Kehilangan volume

cairan secara aktif - Kegagalan

mekanisme pengaturan

DS : Buang air kecil

cukup sering, nyeri saat BAK (+).

Pasien mengeluh

NOC: Fluid balance Hydration Nutritional Status :

Food and Fluid Intake

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….. defisit volume cairan teratasi dengan kriteria hasil: Mempertahankan

urine output sesuai

NIC : mempertahankan catatan

intake dan output yang akurat

Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan

Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt ,

34

demam sejak kemarin

demam terus menerus dan disertai mengigil.

DO: TTV : ND: 106

x/mnt, RR : 26 x/mnt, S : 38,6°C, TD : 82/32 mmHg

Mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis

Hasil Lab : - GDS : 820 mg/dl- Serum creatinin :

220 µmol/L- Na : 150

mmol/L, Ca : 3,3 mmol/L

- UL : Glukosa Urin : ++, Keton : trace

dengan usia dan BB, BJ urine normal,

Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal

Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan

Orientasi terhadap waktu dan tempat baik

Jumlah dan irama pernapasan dalam batas normal

Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal

pH urin dalam batas normal

Intake oral dan intravena adekuat

osmolalitas urin, albumin, total protein )

Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam

Kolaborasi pemberian cairan IV

Monitor status nutrisi Berikan cairan oral Berikan penggantian

nasogatrik sesuai output (50 – 100cc/jam)

Dorong keluarga untuk membantu pasien makan

Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk

Atur kemungkinan tranfusi

Persiapan untuk tranfusi Pasang kateter jika perlu Monitor intake dan urin

output setiap 8 jam

b. Nyeri b/d proses patologis penyakit

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit DS:

b. Nyeri ulu hati c. Nyeri dirasakan

perih dan panasd. Nyeri saat BAK

DO : TTV : ND: 106

x/mnt, RR : 26 x/mnt, S : 38,6°C, TD : 82/32 mmHg

NOC :- Kontrol nyeriSetelah dilakukan asuhan selama…………… nyeri teratasi dgn kriteria hasil: Mampu mengontrol

nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik

NIC : Lakukan pengkajian nyeri

secara komprehensif menentukan intervensi

Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dalam, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin

Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan

35

nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri

Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

Tanda vital dalam rentang normal

Wajah rileks

berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur

Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

Kolaborasi pemberian analgetik

c. Ansietas b/d kurang informasi tentang penyakit diabetes melitus

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan dan hospitalisasiDS: Keluarga sering

menanyakan keadaan pasien

keluarga mengatakan khawatir dengan keadaan pasien sekarang.

DO : Keluarga tampak

cemas

NOC :- Kontrol kecemasan- Koping Setelah dilakukan asuhan selama…………… kecemasan teratasi dgn kriteria hasil: Keluarga mampu

mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas

Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas

Vital sign dalam batas normal

Postur tubuh, ekspresi wajah,

NIC :Anxiety Reduction (penurunan kecemasan) Gunakan pendekatan

yang menenangkan Nyatakan dengan jelas

harapan terhadap pelaku pasien

Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur

Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut

Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis

Libatkan keluarga untuk mendampingi klien

Dengarkan dengan penuh perhatian

Identifikasi tingkat

36

bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan

kecemasan Bantu keluarga mengenal

situasi yang menimbulkan kecemasan

Dorong keluarga untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi

37

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

a. Kasus krisis hiperglikemi dapat memicu berbagai macam komplikasi salah satu

komplikasi yang paling sering terjadi pada hiperglikemi krisis adalah KAD dan

HHS.

b. Tujuan utama penanganan Hiperglikemia adalah dengan menormalkan aktivitas

insulin dan kadar glukosa darah dan upaya mengurangi terjadinya komplikasi

vaskuler serta neuropati. Ada 4 komponen dalam penatalaksanaan hiperglikemia

1. Olahraga (namun jika gula darah diatas 240 mg/dl dan ketika diperiksa terdapat

keton dalam urin maka olahraga harus dihentikan)

2. Diet rendah gula

3. Terapi insulin

4. Hypoglicemic medication

c. Dalam penaganan kegawatdaruratan hiperglikemia krisis ketoasidosis Diabetik

berfokus pada ABCD dengan 4 komponen utama intervensi :

1. Penggantian cairan tubuh dan garam yang hilang.

2. Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan

pemberian insulin.

3. Mengatasi stres sebagai pencetus KAD.

4. Mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya

pemantauan serta penyesuaian pengobatan.

3.2 Saran

Kasus hiperglikemi dapat memicu berbagai macam komplikasi, maka perawat

harus berperan aktif dalam memberikan edukasi pada pasien diabetes mellitus dan

keluarga sebagai support sistem untuk mencegah terjadinya hiperglikemik dan

perawat juga hendaknya meningkatkan pengetahuan dalam penanganan pasien

dengan hiperglikemik untuk mencegah komplikasi lebih lanjut pada pasien

38

Daftar Pustaka

Hyperglycemic crises in patients with diabetes mellitus. American Diabetes

Association. Diabetes Carevol27 supplement1 2004, S94-S102.

Gaglia JL, Wyckoff J, Abrahamson MJ. Acute hyperglycemic crisis in elderly. Med

Cli N Am 88: 1063-1084, 2004. 16

Kitabchi AE, Fisher JN, Murphy MB, Rumbak MJ : Diabetic ketoacidosis and the

hyperglycemic hyperosmolar nonketotic state. In Joslin’s Diabetes Mellitus.

13th ed. Kahn CR, Weir GC, Eds. Philadelphia, Lea & Febiger, 1994, p.738–

770

Marshall SM, Walker M, Alberti KGMM : Diabetic ketoacidosis and hyperglycaemic

nonketotic coma. In International Textbook of Diabetes Mellitus. 2nd ed.

Alberti KGMM, Zimmet P, DeFronzo RA, Eds. New York, John Wiley, 1997,

p. 1215–1229.

Ennis ED, Stahl EJ, Kreisberg RA : Diabetic ketoacidosis. In Diabetes Mellitus :

Theory and practice. 5th ed.Porte D Jr, Sherwin RS, Ed. Amsterdam,

Elsevier,1997, 827-844.

Rosenbloom AL : Intracerebral crises during treatment of diabetic ketoacidosis.

Diabetes Care 13: 22-23, 1990.

Umpierrez GE, Murphy MB, Kitabchi AE. Diabetic ketoacidosis and hyperglycemic

hyperosmolar syndrome. 2002. Diunduh dari:

http://spectrum.diabetesjournals.org/cgi/content/full/15/1/28

Sergot PB. Hyperosmolar hyperglycemic states. Emedicine. 2008. Diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/766804-overview.

39