Hepatoma
-
Upload
dr-edi-hidayat -
Category
Documents
-
view
38 -
download
4
Transcript of Hepatoma
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Identifikasi
Nn I, 18 tahun, agama Islam, pekerjaan mahasiswi, alamat jalan lintas timur
km 127, Desa Lubuk Seberuk, Dusun 3, RT 04, RW 02, Kecamatan Lempuing Jaya,
Kabupaten OKI, Kayu Agung. Berobat ke Poli Graha Spesialis Rumah Sakit Umum
Pusat (RSUP) Dr. M. Hoesin, Palembang sejak 24 Maret 2012 dengan keluhan utama
badan lemas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
2.2 Riwayat Perjalanan Penyakit (Autoanamnesa dan Alloanamnesis)
Sejak ± 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, os mengeluh badan lemas, pucat,
mata kuning, mual, muntah setiap makan dan minum, keluar jumlah ½ gelas aqua
tiap muntah, isi apa yang dimakan dan diminum, tidak ada darah dalam muntahan
tersebut, ada demam tidak terlalu tinggi, tidak ada menggigil dan tidak disertai
berkeringat. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada kelainan. Os berobat ke
praktek dokter umum di Bandung diberikan obat beberapa macam (os lupa namanya)
dan dikatakan os menderita penyakit asam lambung dan penyakit demam biasa.
Setelah os minum obat beberapa hari keluhan lemas dan mual tidak menghilang.
Sejak ± 1,5 bulan sebelum masuk rumah sakit, os mengeluh badan lemas,
mata kuning, mual terus-menerus, sakit kepala, nyeri ulu hati, ada demam tidak
terlalu tinggi, tidak ada menggigil, tidak ada berkeringat, tidak ada sakit sendi, tidak
ada perdarahan gusi maupun mimisan, tidak ada muncul bintik-bintik merah di bawah
kulit dan buang air besar dan kecil tidak kelainan. Os berobat lagi ke praktek dokter
umum di tempat lain di Bandung. Dokter tersebut mengatakan os menderita penyakit
asam lambung dan penyakit demam biasa, os diberikan obat (os lupa namanya)
namun keluhan lemas tidak menghilang.
Sejak ± 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, os masih mengeluh keluhan
yang sama seperti sebelumnya. Os kembali berobat ke praktek dokter umum di
1
tempat lain di Bandung. Dokter yang ketiga ini menduga os menderita penyakit
radang pada hati (hepatitis) lalu os diperiksa darah dan hasilnya tidak ada kelainan
pada hati ataupun hepatitis. Karena keadaan umum os bertambah lemas lalu di rujuk
ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Hasan Sadikin di kota Bandung.
Sejak ± 3 minggu yang lalu, os dirujuk ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP)
Dr. Hasan Sadikin dengan keluhan badan semakin lemas, ada riwayat rambut rontok
dan riwayat wajah kemerahan bila terkena sinar matahari dan riwayat sering demam
hilang timbul. Os dirawat selama 3 hari dan mendapatkan transfusi darah sebanyak 4
kantong serta menjalani beberapa pemeriksaan darah. Saat itu dokter mengatakan os
menderita penyakit kelainan darah (Sindroma Evans) dan diberikan obat beberapa
macam (metilprednisolon, lansoprazol, parasetamol dan asam folat) dan keluhan
yang dialami os berkurang. Os diperbolehkan pulang dengan kontrol rutin di RS Dr.
Hasan Sadikin.
Sejak ± 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, os pulang ke Palembang
dan berobat ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. M. Hoesin dengan keluhan
utama badan lemas yang disertai pusing, sakit kepala dan mual. Buang air besar
dan buang air kecil tidak ada kelainan. Os juga membawa hasil pemeriksaan
laboratorium dan surat pengantar dari Bandung dengan keterangan penyakit
Sindroma Evans (berdasarkan surat pengantar).
2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit maag sejak 6 tahun yang lalu kontrol jika keluhan kambuh.
Riwayat malaria disangkal
Riwayat sakit lupus sebelumnya disangkal
Riwayat sakit kuning sebelumnya disangkal
Riwayat migrain disangkal
2
2.4 Riwayat Pendidikan, Keluarga, Tempat Tinggal dan Sosial Ekonomi
Keterangan :
: Laki-laki
: Wanita
Os seorang mahasiswi Psikologi semester 1 di Bandung, anak pertama dari 3
bersaudara, belum menikah. Os berasal dari Palembang. Bapak dan ibu os bekerja
sebagai pegawai negeri sipil. Kesan sosial ekonomi cukup.
2.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit atau keluhan yang sama dalam keluarga disangkal
2.6 Riwayat Ginekologi
Menarche usia 14 tahun, lamanya 3-5 hari, dismenore (-)
2.7 Pemeriksaan Fisik
2.7.1 Keadaan Umum
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Sensorium : Kompos mentis
Tek. Darah : 110/60 mmHg
Nadi : 84 x/menit, reguler,
isi dan tegangan
cukup
Pernafasan : 18 x/menit
Temp : 36,70C
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan : 50 kg
RBW : 90,9% (Normoweight)
3
2.7.2 Keadaan Spesifik
Kepala : Konjungtiva palpebra pucat (+), sklera ikterik (+), rambut rontok (-)
Malar rash (-)
Mulut : Lidah hiperemis (-), papil lidah atropi (-), pendarahan gusi (-),
ulserasi mulut (-), sariawan (-)
Leher : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-)
Toraks : :
- Jantung Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba.
Perkusi : Batas atas jantung ICS II, kanan LS dekstra,
kiri LMC sinistra ICS V
Auskultasi : HR : 84 x/m, reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru Inspeksi : Statis dan dinamis simetris kanan dan kiri
Palpasi : Stemfremitus kanan dan kiri sama kuat
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba , nyeri tekan (-),
turgor kulit cukup
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Edema pretibial (-), ptikie (-), lesi diskoid (-),
purpura (-)
Regio Genu / Palmar dextra et sinistra :
Inspeksi : Tulang dan sendi baik, jaringan parut (-)
warna kulit normal,
Palpasi : Nyeri tekan (-), suhu kulit hangat,
Movement : Pergerakan bebas.
4
2.8 Pemeriksaan Penunjang
2.8.1 Laboratorium
2.8.1.1 Tanggal 10 Januari 2012 (di RS Hasan Sadikin Bandung, saat os dirawat)
Darah rutinHemoglobinEritrositHematokritt MCH MCVMCHC Leukosit Trombosit DC
: 4,6 g/dl: 1,34 juta / mm3
: 14 vol %: 34,3 pico gram: 103,4 mikro gram: 33,2 %: 6100 / mm3
: 92.000/ mm3
: 0/1/1/67/24/7
Darah kimiaBSS Ureum Creatinin Bilirubin total Bilirubin direk Bil. indirek NatriumKalium
: 87 mg/dl: 28 mg/dl: 0,6 mg/dl: 3,5 mg/dl: 1,06 mg/dl: 2,44 mg/dl: 137 mmol/l: 3,5 mmol/l
Gambaran darah tepi Eritrosit
LeukositTrombosit
: Normokrom anisopoikilositosis (mikrosit), ditemukan 2 normoblast/100 leukosit: Tidak ada kelainan morfologi: Jumlah kurang, giant trombocyte (+)
Imuno serologiANA IF : +
Coomb test directCoomb test indirect
: +: +
2.8.1.2 Tanggal 24 Maret 2012 (Laboratorium Klinik INTAN di Palembang)
Darah rutinHemoglobinLeukosit RetikulositLEDTrombositDC
: 9,6 g/dl: 8100 / mm3
: 1,6 %: 40 mm/jam: 86.000/ mm3
: 0/0/2/71/20/4
Darah kimiaUreumCreatininBilirubin totalBilirubin direkBil. IndirekSGOTSGPTNaKCa
: 20 mg/dl: 0,7 mg/dl: 2,30 mg/dl: 0,28 mg/dl: 2,02 mg/dl: 18 U/I: 22 U/I: 142 mmol/l: 4,1 mmol/l: 8,1-10,4 mg/dl ( 8,1-10,4)
5
Kriteria the American College of Rheumatology (ARA) didapat :
1. Fotosensitivitas
2. Kelainan hematologi ( Anemia hemolitik autoimun, trombositopenia )
3. ANA IF Positif
2.8.2 Hasil Pemeriksaan EKG (9 April 2012)
Elektrocardiografi : SR, axis normal, HR 84 x/m, gelombang P normal, PR interval 0,12 detik, komplek QRS 0,06 detik, R/S di V1 < 1, S V1 + R V5/V6 <35, ST-T Change(-) Kesan : Normal EKG
2.8.3 Hasil Foto Thorax (2 Februari 2012)
6
Kondisi foto baikSimetris kanan dan kiriTrakea letak di tengahTulang-tulang baikSela iga tidak melebarSudut kostofrenikus tajamDiafragma tenting (-)CTR < 50 %Parenkim : tidak ada kelainan
Kesan : Normal thorax
2.9 Resume
Seorang wanita usia 18 tahun datang berobat ke RSMH dengan keluhan badan
kembali lemas yang disertai pusing, sakit kepala dan mual sejak 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Sebelumnya, pasien ini sudah berobat pada 3 orang dokter umum
di Bandung dengan keluhan badan lemas, pucat, mata kuning, mual dan muntah
setiap makan dan diminum dan demam naik turun. Os diberikan beberapa macam
obat namun keluhan tidak berkurang dan kemudian os dirujuk ke Rumah Sakit Hasan
Sadikin di Bandung. Di RS Dr Hasan Sadikin os mengeluh badan semakin lemas, ada
riwayat rambut rontok dan riwayat kemerahan pada wajah bila terkena sinar matahari.
Os dirawat selama 3 hari dan mendapatkan transfusi darah sebanyak 4 kantong serta
menjalani beberapa pemeriksaan darah. Saat itu dokter mengatakan os menderita
penyakit kelainan darah dan diberikan obat beberapa macam (metilprednisolon,
lansoprazol, parasetamol dan asam folat) dan keluhan yang di alami os berkurang. Os
diperbolehkan pulang dengan kontrol rutin di RS Dr. Hasan Sadikin.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tampak sakit sedang, sensorium kompos
mentis, tekanan darah 110/60 mmHg, nadi 84 x/menit, pernafasan 18 x/menit,
temperatur 36,70 C), konjungtiva palpebra pucat dan sklera ikterik.
Pada pemeriksaan penunjang hematologi didapat hemoglobin 9,6 g/dl,
leukosit: 8100/mm³ dan trombosit 86000/mm3, bilirubin direk 0,28 mg/dl, bilirubin
indirek 2,02 mg/dl , dengan coomb test direk dan indirek positif. Kriteria ARA yang
ditemukan fotosensitivitas, kelainan hematologi (Anemia Hemolitik Autoimun dan
Trombositopenia) dan ANA IF positif.
7
2.10 Daftar Masalah
Anemia Hemolitik Autoimun (AIHA)
Trombositopenia
2.10.1 Pengkajian Masalah
2.10.1.1 Anemia Hemolitik Autoimun (AIHA)
Anemia Hemolitik Autoimun (AIHA) pada pasien ini didapatkan dari
anamnesis adanya gejala pusing, badan lemas dan demam. Pada pemeriksaan fisik
didapat konjungtiva palpebra pucat, sklera ikterik dan pada pemeriksaan penunjang
didapat coomb test positif dan peningkatan bilirubin indirek. Kondisi AIHA pada
pasien ini dapat berupa idiopatik ataupun sekunder yang disebabkan oleh Lupus
Eritematosus Sistemik (LES). Pada pasien ini dipikirkan penyebab AIHA adalah
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) maka dilakukan work up selanjutnya.
Rencana diagnostik :
- Urin rutin
- Anti ds DNA
- Sel LE
- C3 dan C4 komplemen
- Konsul divisi hematologi
- Konsul divisi alergi dan imunologi
- Konsul bagian mata
- Konsul bagian kulit dan kelamin
Rencana terapi :
- Rencana pemberian kortikosteroid 1 mg/kgBB/hari
Rencana edukasi :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya, rencana
pengobatan, konsul dan rencana pemeriksaan yang akan dilakukan.
8
2.10.1.2 Trombositopenia
Dipikirkan sebagai keadaan trombositopenia karena dari hasil pemeriksaan
laboratorium didapatkan nilai trombosit 86.000/ mm3. Namun pada anamnesis tidak
didapatkan tanda perdarahan baik kulit seperti ptekie, purpura atau perdarahan
mukosa di mulut. Penyebab trombositopenia ini bisa disebabkan oleh banyak faktor
salah satunya adalah proses autoimun seperti Lupus Eritematosus Sistemik (LES),
Purpura Trombositopenia Idiopatik (PTI), Disseminated Intravascular Coagulation
(DIC) dan lain-lain.
Rencana diagnostik :
- Pemeriksaan faal hemostasis
- BMP
- Observasi tanda-tanda perdarahan
- Konsul divisi hematologi
Rencana edukasi :
- Menjelaskan kepada pasien tentang penyaki tersebut dan rencana
pemeriksaan selanjutnya
2.11 Diagnosis Sementara :
Suspek Lupus Eritematosus Sistemik (LES)
2.12 Diagnosis Banding :
Sindroma Evans
Anemia Hemolitik Autoimun (AIHA) + Purpura Trombositopenia Idiopatik (PTI)
2.13 Penatalaksanaan
Istirahat
Diet NB
Metilprednisolon 4 mg 4-4-2
9
Asam folat 1 x 1 mg
2.14 Rencana Pemeriksaan
Urin rutin
Faal hemostasis
Anti ds DNA
Sel LE
C3 dan C4 komplemen
BMP
Konsul divisi hematologi
Konsul divisi alergi dan imunologi
Konsul bagian mata
Konsul bagian kulit dan kelamin
10
PERKEMBANGAN SELAMA RAWAT JALAN
Tanggal 26 Maret - 8 April 2012
S: Sakit kepala, nyeri ulu hati
O: Keadaan Umum Kesadaran TD(mmHg) Nadi(x/mnt) RR(x/mnt) T(oC)
Keadaan Spesifik Kepala
Leher
Thoraks
Abdomen
Ekstremitas
Pemeriksaan penunjang
Kompos mentis120/60 mmHg80 x/menit, isi dan tegangan cukup20 x/menit36,6oC
Konjungtiva pucat (+), sklera ikterik (+), malar Rash (-), stomatitis (-), alopesia (-)
JVP (5-2) cm H2O, pembesaran KGB (-)
Cor : HR 80 x/m, murmur (-), gallop (-)Pulmo : Vesikuler normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-).
Edem pretibial (-),
Hasil urin rutin Sel epitel Leukosit Eritrosit Silinder Kristal Protein Glukosa
:+:1-2/LPB:0-1/LPB:-:-:-:-
Konsul Div Hematologi
Konsul Div Alergi dan Imunologi
Saran : Faal hemostasis BMP
Saran terapi ditambahkan: Metilprednisolon 1 mg/kbgg Mikofenolat mofetil 2x 500 mg Lansoprazol 1 x 30 mg Sukralfat 4 x 2 C CaCO3 1 x 1 tab
Saran pemeriksaan : Protein total urin 24 jam Sel LE Anti DS-DNA C3 dan C4 komplemen
Konsul bagian mata
Konsul kulit Konsul saraf
A/
DD/
Suspek Lupus Eritematosus Sistemik (LES) + Sindroma Dispepsia
Sindroma Evans Anemia Hemolitik Autoimun (AIHA) + Purpura
Trombositopenia Idiopatik (PTI)
Penatalaksanaan
Rencana pemeriksaan
Istirahat Diet NB Metilprednisolon 4 mg 4-4-2 Mikofenolat mofetil 2 x 500 mg Lansoprazol 1 x 30 mg Asam folat 1 x 1 mg Sukralfat sirup 4 x 2 C CaCO3 1 x 1 tab
Protein total urin 24 jam
Anti ds DNA Sel LE Faal hemostasis BMP
C3 dan C4 komplemen Konsul bagian mata Konsul bagian kulit
dan kelamin Konsultasi neurologi
Tanggal 9-22 April 2012
S: Sakit kepala dan gatal
O: Keadaan Umum Kesadaran TD(mmHg) Nadi(x/mnt) RR(x/mnt) T(oC)
Keadaan Spesifik Kepala
Leher
Thorax
Abdomen
Extremitas
Pemeriksaan penunjang
Kompos mentis110/70 mmHg84 x/menit, isi dan tegangan cukup22 x/menit36,8oC
Konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-), malar Rash (-), stomatitis (-), alopesia (-)
JVP (5-2) cm H2O, pembesaran KGB (-)
Cor : HR 84 x/m, murmur (-), gallop (-)Pulmo : Vesikuler normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-).
Edem pretibial (-)
Hasil hematologi Hb : 11,9 gr/dl Leukosit : 6200 mm³ Trombosit 134.000/mm³ Faal hemostasis : (TAP)
Hasil pemeriksaan protein total urin 24 jam 0,084 Nilai rujukan < 0,14 satuan g/24 jam
Hasil imuno serologi ( Anti-ds DNA ) 236,75 Nilai rujukan < 25 negatif dan > 200 positif
kuat
Konsul mata
Konsul kulit
Konsul neurologi
C3 dan C4 komplemen C3 Komplemen : 76 mg/dl (84-148) C4 Komplemen : 16 mg/dl (14-39)
Sel LE : Tidak ditemukan
VOD : 6/6TIOD : 7/7,5Palpebra : tenangKonjungtiva : tenangKornea : jernihCOA : sedangIris : gambaran baikPupil : B, C, RC (+) Ø 3 mmLensa : jernih
VOS : 6/6TIOS : 7/7,5TenangTenangJernihSedangGambaran baikB, C, RC (+) Ø 3 mmJernih
Segmen Posterior : RFODS (+)FODS Papil : Bulat, tegas, warna merah normal, c/d 0,3 a/v 2/3Makula: RF (+)Retina :Kontur pembuluh darah baik, perdarahan (-), Exsudat (-)
Kesan :Saat ini tidak ditemukan adanya tanda-tanda vaskulitis
Kesan : Saat ini tidak ditemukan lesi diskoid Kelainan kulit lain : - Urtikaria akutSaran : - Loratadin 1 x 10 mg
Kesan : Sefalgia suspek migrainSaran : Ergotamine maleat 2 x 1 tab Periksa EEG
A Lupus Eritematosus Sistemik (LES) + Migrain + Urtikaria akut
Penatalaksanaan Istirahat Diet NB Metilprednisolon 4 mg 4-3-1 Lansoprazol 1 x 30 mg Asam folat 1 x 1 mg Mikofenolat mofetil 2 x 500 mg CaCO3 1 x 1tab Loratadin 1 x 10 mg Ergotamine maleat 2 x 1 tab
Rencana pemeriksaan EEG Faal hemostasis ulang BMP
Tanggal 23 April-6 Mei 2012
S: Sakit kepala berkurangO: Keadaan Umum
Kesadaran TD(mmHg) Nadi(x/mnt) RR(x/mnt) T(oC)
Keadaan Spesifik Kepala
Leher
Thoraks
Abdomen
EkstremitasHasil pemeriksaan EEG
Kompos mentis120/70 mmHg88/menit, isi dan tegangan cukup20 x/menit36,2oC
Konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-) malar rash (-) , stomatitis (-)
JVP (5-2) cm H2O, pembesaran KGB (-)
Cor : HR 88 x/m, murmur (-), gallop (-)Pulmo : Vesikuler normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Datar, hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal.
Edem pretibial (-) Rekaman dilakukan dalam keadaan sadar
Gelombang dasar 8-13 spd Tidak tampak paroksimalitas, asimetris maupun
fokalisasi Pada HV/PS tidak tampak perubahan bermakna
Kesan : Normal EEG
Konsul ulang neurologiKesan : Sefalgia, bila nyeri kepala, terapi dapat ditambahkan : Paracetamol 3 x 500 mg
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan BMP : Tidak dilakukan karena os tidak bersedia untuk dilakukan tindakan tersebut.
Hasil hematologi Hb : 12,7 gr/dl, Leukosit : 9700 mm³, Tromb: 166.000/mm³ PT : 13,3 detik
(11,5-15,8 detik)
APTT : 34,8 det(25-35 detik)
Fibrinogen : 283 mg/dl ( 187-451 mg/dl )
INR : 0,94 D-Dimer : 0, 44 µg/ml ( 0-0,5 )
A/ Lupus Eritematosus Sistemik (LES)
Penatalaksanaan Istirahat Diet NB Metilprednisolon 4 mg 3-3-0 Lansoprazol 1 x 30 mg Asam folat 1 x 1 mg Mikofenolat mofetil 2 x 500 mg CaCO3 1 x 1 tab
Tanggal 7-20 Mei 2012
S: Keluhan (-)
O: Keadaan Umum Kesadaran TD(mmHg) Nadi(x/mnt) RR(x/mnt) T(oC)
Keadaan SpesifikKepala
Leher
Thoraks
Abdomen
Ekstremitas
Pemeriksaan penunjang
Kompos mentis110/70 mmHg86/menit, isi dan tegangan cukup20 x/menit36,8oC
Konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-) malar rash (-) , stomatitis (-)
JVP (5-2) cm H2O, pembesaran KGB (-)
Cor : HR 86 x/m, murmur (-), gallop (-)Pulmo : Vesikuler normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Datar, hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal.
Edem pretibial (-)
Hasil hematologi Hb : 12,8 gr/dl Leukosit : 8700 mm³ Trombosit 168.000/mm³
A/ Lupus Eritematosus Sistemik (LES)
Penatalaksanaan Istirahat Diet NB Metilprednisolon 4 mg
2-2-0 Mikofenolat mofetil 2 x 500 mg
Lansoprazo1x30mg
Asam folat 1x 1 mg
CaCO3 1 x 1tab
Tanggal 21 Mei - 3 Juni 2012
S: Keluhan (-)
O: Keadaan Umum Kesadaran TD(mmHg) Nadi(x/mnt) RR(x/mnt) T(oC)
Keadaan SpesifikKepala
Leher
Thoraks
Abdomen
Ekstremitas
Pemeriksaan penunjang
Kompos mentis120/80 mmHg88/menit, isi dan tegangan cukup20 x/menit36,7oC
Konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-) malar rash (-) , stomatitis (-)
JVP (5-2) cm H2O, pembesaran KGB (-)
Cor : HR 88 x/m, murmur (-), gallop (-)Pulmo : Vesikuler normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Datar, hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal.
Edem pretibial (-)
Hasil hematologi Hb : 12,4 gr/dl Leukosit : 6700 mm³ Trombosit 164.000/mm³
A/ Lupus Eritematosus Sistemik (LES)
Penatalaksanaan Istirahat Diet NB Metilprednisolon 4 mg 2-0-0 Lansoprazol 1 x 30 mg Asam folat 1 x 1 mg Mikofenolat mofetil 2 x 500 mg CaCO3 1 x 1tab
BAB 3
ANALISA KASUS
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) atau Systemic Lupus Erythematosus
(SLE) merupakan penyakit autoimun yang ditandai produksi antibodi terhadap
komponen-komponen inti sel yang berhubungan dengan manifestasi klinis yang
luas.1,2
LES merupakan penyakit multifaktorial. Terjadi pada seseorang yang
memiliki predisposisi genetik dan terekspos oleh faktor-faktor seperti pengaruh
lingkungan, zat/agen infeksius, obat-obat pencetus lupus, stress emosional,
predisposisi genetik.1,5,6
Pada awalnya LES sulit dikenali karena manisfestasi klinisnya yang bervariasi
mulai dari yang ringan sampai yang berat. Diagnosis LES mengacu pada kriteria yang
dibuat oleh The American College of Rheumatology revisi tahun 1997, mengajukan
11 kriteria untuk klasifikasi LES, dimana bila didapatkan 4 kriteria maka diagnosis
LES dapat ditegakkan. 4,6,10
Tabel 1. Kriteria Diagnostik Lupus Eritematosus Sistemik 3
Kriteria Batasan
Ruam malar Eritema menetap, datar atau menonjol, pada malar dan cenderung tidak melibatkan lipat nasolabial
Ruam diskoid Bercak eritema menonjol dengan gambaran LES keratotik dan sumbatan folikular. Pada LES lanjut dapat ditemukan parut atrofik
Fotosensitivitas Ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal terhadap sinar matahari, baik dari anamnesa pasien atau yang dilihat oleh dokter pemeriksa
Ulkus mulut Ulkus mulut atau orofaring, umumnya tidak nyeri dan
dilihat oleh dokter pemeriksa
Artritis non-erosif Melibatkan dua atau lebih sendi perifer, ditandai rasa nyeri bengkak dan efusi
Pleuritis atau perikarditis a. Pleuritis- riwayat nyeri pleuritik atau pleuritik friction rub yang didengar oleh dokter pemeriksa atau bukti efusi pleura atau
b. Perikarditis- bukti rekaman EKG atau pericardial friction rub yang didengar oleh dokter pemeriksa atau bukti efusi pericardial
Gangguan renal a. Proteinuria menetap > 0,5 gram per hari atau > positif 3 atau
b. Cetakan selular berupa eritrosit , hemoglobin, granular, tubular atau gabungan
Gangguan neurologi a. Kejang- tanpa disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan metabolik, misalnya: uremia, ketoasidosis, atau ketidakseimbangan elektrolit atau
b. Psikosis- tanpa disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan metabolik, misalnya: uremia, ketoasidosis, atau ketidakseimbangan elektrolit
Gangguan hematologik a. Anemia hemolitik dengan retikulosis atau
b. Leukopeni -<4.000/mm3 pada dua kali pemeriksaan atau
c. Limfopenia -<1.500/mm3 pada dua kali pemeriksaan atau
d. Trombositopenia -<100.000/mm3 tanpa disebabkan oleh obat-obatan
a. Anti-DNA : antibodi terhadap native DNA
Gangguan imunologik dengan titer yang abnormal atau
b. Anti-Sm : terdapatnya antibodi terhadap antigen nuclear Sm atau
c. Temuan positif terhadap antibodi antifosfolipid yang didasarkan atas :
1. Kadar serum antibodi antikardiolipin abnormal baik IgG atau IgM
2. Tes lupus antikoagulan positif menggunakan metode standard atau
3. Hasil tes positif palsu paling tidak selama 6 bulan dan dikonfimasi dengan test imobilisasi Treponema pallidum atau tes fluoresensi absorpsi antibodi treponema.
Antibodi antinuclear positif (ANA)
Titer abnormal dari antinuclear berdasarkan pemeriksaan imunofluoresensi atau pemeriksaan setingkat pada setiap kurun waktu perjalanan penyakit tanpa keterlibatan obat.
Pada kasus ini seorang pasien wanita usia muda datang ke RSMH berobat
dengan keluhan badan lemas, ada riwayat rambut rontok, mata kuning, timbul bercak
kemerahan pada muka apabila terkena sinar matahari dan demam tidak terlalu tinggi.
Pada awalnya pasien ini sudah berobat di RSUP Dr. Hasan Sadikin dengan membawa
hasil laboratorium darah rutin, kimia klinik, hasil coomb test dan ANA test. Disana
pasien didiagnosis sebagai Sindroma Evans (berdasarkan surat kontrol). Karena kasus
Sindroma Evans sangat jarang, lalu dilakukan work up pada pasien ini.
Saat datang ke RSMH Palembang pasien ini menunjukkan kecurigaan
penyakit LES karena di jumpai 3 dari 11 kriteria ARA fotosensitivitas, Kelainan
hematologi (Anemia hemolitik autoimun dan trombositopenia ) dan ANA test yang
positif. Untuk menunjang diagnosis LES pada pasien ini maka di periksa anti ds-
DNA, C3 dan C4 komplemen, Sel LE, protein urin total 24 jam, konsul mata, konsul
kulit dan konsul neurologi.
Setelah work up pada pasien ini didapatkan tes ANA positif dan tes anti-ds
DNA juga positif sehingga diagnosa LES dapat ditegakkan. Anti-nuklir antibodi
(juga dikenal sebagai anti-nuklear faktor atau ANF) adalah autoantibodi yang
mempunyai kemampuan mengikat pada struktur-struktur tertentu di dalam inti
(nukleus) dari sel-sel leukosit. ANA yang merupakan imunoglobulin (IgM, IgG, dan
IgA) bereaksi dengan inti lekosit menyebabkan terbentuknya antibodi, yaitu anti-
DNA dan anti-D-nukleoprotein (anti-DNP). Anti-DNA dan anti-DNP hampir selalu
dijumpai pada penderita LES. Temuan anti-DNA akan berfluktuasi bergantung pada
proses penyakit ini, yang disertai dengan remisi dan eksaserbasi. Uji ANA merupakan
skrining untuk lupus eritematosus sistemik (LES) dan penyakit kolagen lainnya.
Kadar total ANA juga dapat meningkat pada penyakit skleroderma, rheumatoid
arthritis, sirosis, leukemia, mononukleosis infeksiosa, dan malignansi. Untuk
mendiagnosis lupus, temuan uji ANA harus dibandingkan dengan hasil uji lupus
lainnya. ANA ditemukan pada pasien dengan sejumlah penyakit autoimun, seperti
LES (penyebab tersering), sklerosis sistemik progresif (PSS), sindrom Sjörgen,
sindrom CREST, rheumatoid arthritis, skleroderma, mononukleosis infeksiosa,
juvenile diabetes mellitus, penyakit Addison, vitiligo, anemia pernisiosa,
glomerulonefritis dan fibrosis paru. ANA juga dapat ditemukan pada pasien dengan
kondisi yang tidak dianggap sebagai penyakit autoimun klasik, seperti infeksi kronis
(virus, bakteri), penyakit paru (fibrosis paru primer, hipertensi paru), penyakit
gastrointestinal (kolitis ulseratif, penyakit Crohn, sirosis bilier primer, penyakit hati
alkoholik), kanker (melanoma, payudara, paru-paru, ginjal, ovarium dan lain-lain),
penyakit darah (idiopatik trombositopenik purpura, anemia hemolitik), penyakit kulit
(psoriasis, pemphigus), serta orang tua dan orang-orang dengan keluarga dengan
riwayat penyakit reumatik. Banyak obat yang bisa merangsang produksi ANA,
seperti prokainamid (procan SR), antihipertensi (hidralazin), dilantin, antibiotik
(penisilin, streptomisin, tetrasiklin), metildopa, anti-TB (asam p-aminosalisilat,
isoniazid), diuretik (asetazolamid, tiazid), kontrasepsi oral, trimetadion, fenitoin.
ANA yang dipicu oleh obat-obatan disebut sebagai drug-induced ANA. Jika hasil
ANA positif maka dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan lanjutan untuk
mendeteksi ada tidaknya autoantibodi terhadap dsDNA (anti-dsDNA). Hasil
pemeriksaan anti-dsDNA positif dapat mendukung diagnosis LES .11,12
Pada pasien ini dikonsulkan juga ke bagian mata. Dari hasil konsul tidak
didapatkan kelaianan pada mata akibat LES. Manifestasi lupus pada mata dibagi
berdasarkan dua aspek, yaitu aspek eksternal, contohnya pada gejala kekeringan mata
yang menimbulkan ketidaknyamanan, rasa gatal, rasa seperti berpasir/gritty, dan
refleks berair/watering yang timbul bila melibatkan kelenjar lakrimal seperti pada
Sjogren’s syndrome atau sindrom sika, yaitu bila terjadi kerusakan pada kelenjar
saliva. Selain itu kelainan dapat ditemukan pada kulit disekeliling mata/kelopak mata
seiring perubahan jaringan kulit pada penderita lupus. Kelainan eksternal lainnya
yaitu mata merah yang melibatkan konjungtiva dan episklera, meskipun tanpa disertai
rasa sakit. Selain itu dapat dijumpai jaringan parut yang dapat membahayakan kornea.
Aspek lainnya yaitu aspek internal seperti pada vaskulitis retina dan inflamasi
pembuluh darah yang mengalami kerusakan (Microangiopathy), sehingga retina
dapat kehilangan daya lihat. Pada pemeriksaan terlihat pembuluh retina yang
menyempit berwarna putih dan adanya cotton wool spots ( potongan kecil berwarna
putih pada retina) yang timbul karena pembengkakan lokalisata yang sementara.
Perubahan ini dapat ditemukan walau disertai gejala lain. Manifestasi lupus pada
mata dapat pula dipengaruhi oleh kelainan pada organ lain akibat lupus, misalnya
manifestasi lupus pada ginjal dapat menyebabkan retensi cairan dan menyebabkan
pembengkakan pada kelopak mata. Keadaan bengkak pada kelopak mata dapat
menjadi tanda awal kekambuhan. Renal hipertension, dapat menyebabkan retinopati
hipertensi, yang bermanifestasi seperti microangiopathy. Manifestasi lupus pada
sistem saraf dapat berpengaruh pada peningkatan tekanan cairan serebrospinal yang
kemudian dapat menjadi pseudo tumor/tumor intrakranial, dan menyebabkan
pembengkakan pada saraf optik (pseudopapil edema).13,16
Pada pasien ini sering mengeluh sakit kepala dan kemudian dikonsulkan ke
bagian neurologi tidak ditemukan kelaianan. Penyakit lupus pada sistem saraf pusat
(SSP) berhubungan dengan beberapa sindrom neurologik yang berbeda. Manifestasi
neuropsikiatrik lupus bervariasi dari ringan (seperti sakit kepala) sampai berat (seperti
stroke). Manifestasi utama dari Lupus SSP adalah disfungsi kognitif ( tidak dapat
berpikir jernih, defisit memori), sakit kepala, seizure, berubahnya kewaspadaan
mental (stupor atau koma), meningitis aseptik, stroke (gangguan suplai darah pada
bagian – bagian otak yang berbeda), periperal neuropathy (contoh : hilang rasa, rasa
geli, rasa terbakar pada tangan dan kaki), gangguan pergerakan, myelitis (gangguan
pada spinal cord), visual alternation, autonomic neuropathy (contoh: reaksi flushing
atau mottled skin ) Spektrum manifestasi klinis lupus SSP sangat luas sehingga
merupakan suatu sindrom klinis utama pada lupus SSP yaitu berupa vaskulitis SSP
yang merupakan inflamasi pada pembuluh darah otak karena aktivitas lupus, dan
merupakan satu dari dua sindrom spesifik lupus SSP yang dibuat oleh American
College of Rheumatology. Biasanya terjadi pada awal perjalanan penyakit (lebih dari
80% kejadian timbul saat lima tahun pertama dari perjalanan penyakit), yang
ditemukan pada 10% pasien lupus. Pasien memperlihatkan gejala demam, seizures,
meningitis like stiffness pada leher dan psychotic atau bizzare behaviour . MRI otak
memperlihatkan daerah infark singel atau multipel. Pada sindrom Antiphospholipid,
antibodiantiphospholipid sebagai bagian dari sindrom lupus beresiko membentuk
bekuan darah, yang dapat menghambat pembuluh darah yang mensuplai otak. Bekuan
darah pada otak ( disebut kejadian tromboemboli) dapat terjadi tiba-tiba dan biasanya
tidak sakit. Pasien dapat mengalami paralisis yang tiba-tiba atau tidak dapat bersuara.
Manifestasi SSP lainnya yaitu sakit kepala yang sering terjadi pada sekitar 45-50%
pasien lupus. Sakit kepala terjadi sebagai manifestasi akut selama penyakit lupus SSP
aktif yang disertai pula dengan komplikasi neurologik lainnya. Studi terdahulu
menyebutkan sakit kepala migrain sering terjadi pada pasien dengan lupus SSP.
Lupus myelitis mengarah pada disfungsi dari spinal cord. Hal ini merupakan
komplikasi yang serius dari lupus SSP yang dapat menyebabkan paralisis atau
kelemahan dan bervariasi mulai dari kesulitan menggerakkan anggota badan sampai
terjadinya paraplegia. Penyakit lupus juga bermanifestasi pada sistem saraf otonom
(SSO), dimana SSO merupakan bagian dari sistem saraf yang mengontrol fungsi
tubuh yang tidak disadari, seperti pengaturan detak jantung, bernafas, berkeringat, dll.
Manifestasi gangguan SSO contohnya pada terjadinya gangguan kognitif, livedo
retikularis (amottled skin rash), rasa geli, hilang rasa pada ekstremitas. Pasien lupus
yang mengalami gangguan kognitif biasanya mengeluhkan adanya rasa kebingungan,
kelelahan, kesulitan menyampaikan pikiran, dan gangguan memori. Gejala gangguan
kognitif adalah intermiten. Manifestasi lupus pada SSP lainnya yaitu terjadinya
sindrom organ otak, yaitu ketika pasien lupus mengalami stroke atau vaskulitis. Lesi
ini dapat sembuh tetapi meninggalkan jaringan parut yang dapat menyebabkan
kelainan motorik, sensorik atau mental yang permanen atau bahkan seizures . Kondisi
ini menyebabkan kerusakan permanen pada SSP.14,15,16
Pada pasien ini saat di konsulkan ke bagian kulit tidak ditemukan ruam
diskoid dan ruam malar. Pada LES manifestasi pada kulit dapat berupa lesi ruam
diskoid dan ruam malar. Ruam diskoid adalah ruam pada kulit leher, kepala, muka,
telinga, dada, punggung, dan ekstremitas yang menimbul dan berbatas tegas, dengan
diameter 5-10 mm, tidak gatal maupun nyeri. Pada kepala dapat menyebabkan
alopesia yang permanen. Ruam malar adalah ruam yang menyerupai kupu-kupu pada
wajah. Ruam-ruam tersebut dipicu oleh paparan cahaya matahari. Lesi-lesi tersebut
penyebarannya bersifat sentrifugal dan dapat bersatu sehingga berbentuk ruam yang
tidak beraturan. Dapat ditemukan pula berupa lesi kronis malignan, meskipun jarang,
tetapi mengarah pada kanker kulit nonmelanoma. Lesi mirip lichen planus (LP) juga
dapat ditemukan dan sering kali tumpang tindih antara LE dengan LP atau lesi dapat
timbul juga karena penggunaan terapi dengan antimalaria. Penyembuhan dari lesi
diskoid akan meninggalkan jaringan yang atropi dan jaringan parut.17,18,19
Pasien ini didiagnosis dengan AIHA dari anamnesis didapatkan keluhan
badan terasa lemas, Os juga mengeluh mata kuning yang menandakan adanya proses
hemolisis. Dari pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva palpebra pucat dan sklera
ikterik. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan anemia Normokrom
anisopoikilositosis, hiperbilirubinemia indirek, dan coomb test positif baik direk
maupun indirek.
Anemia hemolitik autoimun merupakan suatu kelainan dimana terdapat
antibodi terhadap sel-sel eritrosit sehingga umur eritrosit memendek. Perusakan sel-
sel eritrosit yang diperantarai antibodi ini terjadi melalui aktivasi sistem komplemen,
aktivasi mekanisme seluler, atau kombinasi keduanya.20,21
AIHA disebabkan oleh autoantibodi terhadap antigen eritrosit, molekul yang
terdapat pada permukaan eritrosit. Autoantibodi ini akan berikatan dengan eritrosit.
Begitu eritrosit dilingkupi oleh antibodi, eritrosit tersebut akan dirusak dengan satu
atau lebih mekanisme. Pada kebanyakan kasus, bagian Fc antibodi akan dikenali oleh
reseptor Fc dari makrofag, dan ini akan memicu eritrofagositosis. Karena itu,
perusakan eritrosit terjadi ditempat dimana banyak terdapat makrofag, seperti hati,
limpa dan sumsum tulang. Hemolisis yang terjadi bersifat intravaskular maupun
ekstravaskular.20,22
Onset terjadinya AIHA seringkali mendadak dan dapat dramatik. Hemoglobin
dapat turun, dalam hitungan hari, hingga 4 g/dl, penghancuran eritrosit yang masif
akan menyebabkan jaundice, dan seringkali limpa membesar. Ketika trias ini ada,
kecurigaan AIHA akan sangat tinggi. Jika yang terjadi hemolisis intravaskular, maka
akan ada tanda hemoglobinuria. 20,23
Tes diagnostik untuk AIHA adalah coomb test yang secara langsung
mendeteksi mediator patogenetik dari AIHA, yaitu keberadaan antibodi pada eritrosit
itu sendiri. Ketika tes ini positif, diagnostiknya akan lebih pasti, sebaliknya jika
hasilnya negatif AIHA dapat disingkirkan. Bagaimanapun, sensitivitas coomb test
bervariasi, tergantung teknologi yang digunakan. AIHA dapat muncul sebagai
penyakit tersendiri atau dapat juga sebagai bagian dari penyakit autoimun yang
bersifat generalisata, khususnya LES, bahkan kadang-kadang menjadi manifestasi
awal penyakit tersebut. Karena itu, ketika AIHA terdiagnosis, skrining terhadap
penyakit autoimun lain juga harus dilakukan. 21,22,23
Pengobatan lini pertama AIHA adalah glukokortikoid. Dosis prednison 1
mg/kgBB/hari akan memberikan remisi pada sebagian kasus. Ketika pasien dapat
disembuhkan, relap jarang terjadi. Bagi pasien yang tidak respon, dan mereka yang
relaps, terapi lini kedua meliputi imunosupresan jangka panjang dengan prednison
dosis rendah, azatioprin dan siklosporin. Pada pasien AIHA yang kemudian menjadi
kronik, splenektomi menjadi pilihan, walau ini tidak menyembuhkan penyakit,
namun dapat memberikan manfaat dengan menghilangkan tempat hemolisis utama,
sehingga memperbaiki anemia dan mengurangi kebutuhan imunosupresan. AIHA
dengan Hb yang sangat rendah dapat menjadi emergensi medikal. Pengobatan harus
dilakukan segara, termasuk tranfusi sel darah merah dan sebaiknya dipakai washed
red cell. Penderita AIHA perlu diberikan tambahan asam folat untuk mencegah krisis
megaloblastik. 22,23
Saat datang pasien ini membawa hasil laboratorium dimana di dapat kadar
trombosit yang rendah (86.000/mm³). Adanya trombositopenia dapat dijadikan
indikator untuk memperkirakan prognosis pasien LES. Sebuah studi kohort pada 408
pasien dengan waktu pemantauan median selama 11 tahun menyatakan bahwa adanya
trombositopenia berhubungan dengan peningkatan resiko mortalitas yang terkait LES
sebanyak 2,36 kali. Penelitian pada 38 keluarga yang memiliki sekurang-kurangnya 2
orang anggota keluarga dengan LES melaporkan bahwa trombositopenia
berhubungan dengan bentuk LES familial yang berat dengan gangguan pada gen
lq22-23 dan 11pl3 yang berkontribusi terhadap gambaran fenotip yang berat dan
mortalitas yang tinggi. Penyebab trombositopenia pada LES dapat dibagi menjadi
tiga, yaitu 1) kegagalan produksi yang disebabkan oleh pengobatan atau penyakitnya
sendiri, 2) distribusi abnormal, seperti pooling di limpa, atau 3) destruksi besar-
besaran seperti pada sindrom antifosfolipid, anemia hemolitik mikroangiopatik atau
trombositopenia yang diperantarai antibodi. Purpura Trombositopenik Imun (Immune
Thrombocytopenic Purpura, ITP) mempunyai hubungan yang khusus dengan LES.
Kedua penyakit ini umumnya mengenai perempuan muda, selain itu sebagian pasien
ITP yang awalnya di duga merupakan penyakit idiopatik ternyata dikemudian hari
menampakkan gambaran klasik LES. Lebih jauh lagi, purpura trombositopenik,
secara klinik dibedakan dari ITP, dapat terjadi sepanjang perjalanan penyakit LES.
Manifestasi klinis trombositopenia pada pasien LES secara umum serupa dengan
yang terlihat pada pasien ITP atau trombositopennia akibat penyakit lain, dan
tergantungpada jumlah hitung trombosit. Saat hitung trombosit di bawah 50.000/mm³,
perdarahan spontan atau purpura dapat terjadi. Faktor lain yang mempengaruhi
perdarahan spontan tersebut selain hitung trombosit adalah defek trombosit secara
kualitatif dan usia trombosit. Perdarahan biasanya muncul sebagai ptekie dan/atau
ekimosis, terutama pada tungkai bawah, dengan adanya peningkatan tekanan kapiler.
Perdarahan hidung, menorrhagia, epistaksis, dan perdarahan gusi dapat pula terjadi.
Perdarahan spontan pada otak merupakan komplikasi yang ditakuti dan dapat
berakibat fatal. Umumnya dianjurkan terapi dengan kortikosteroid sistemik, yaitu
prednison 1-1,5 mg/kg/hari. Terapi kortikosteroid ini ekivalen dengan “ splenektomi
medikal” karena mencegah sekuestrasi trombosit berlapis antibodi pada limpa.
Sebagian besar pasien menunjukkan perbaikan dalam 1-8 minggu.7,9,23
Pada awalnya pasien ini didiagnosa banding dengan Sindroma Evans.
Sebelumnya pasien sudah berobat di Bandung di sana dikatakan pasien menderita
suatu penyakit kelainan darah (Sindroma Evans). Setelah work up, pasien ini
memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh American Rheumatism Association ( ARA)
sebagai LES.
Sindroma Evans merupakan kombinasi anemia hemolitik autoimun (AIHA)
dan trombositopenia imun (ITP) yang kadang disertai juga dengan neutropenia imun,
terjadi secara simultan atau sekuensial tanpa penyebab dasar yang diketahui.
Sehingga dengan kata lain Sindroma Evans adalah diagnosa eksklusi tanpa kelainan
penyerta (Evans dkk, 1951). Diperkenalkan pertama kali oleh Robert Evans pada
tahun 1951 ketika mempresentasikan bukti kemungkinan adanya hubungan antara
AIHA dan trombositopenia purpura primer.24,25
Secara global Sindroma Evans merupakan gambaran klinis yang sangat
jarang terjadi, dimana prevalensi pastinya masih belum diketahui. Sebuah review
melaporkan dari 766 pasien dewasa (399 kasus AIHA dan 367 kasus ITP) hanya 6
orang yang menderita Sindroma Evans (Silverstein & Heck, 1962). Sedangkan pada
164 anak dengan ITP dan 15 kasus AIHA, hanya didapati 7 kasus Sindroma Evans
(Pui dkk, 1980). Tidak ada data yang menunjukkan jenis kelamin dan usia sebagai
faktor predisposisi, sehingga dapat ditemukan pada semua kelompok etnis dan
usia.25,26 27
Walaupun Sindroma Evans tampaknya merupakan kelainan regulasi imun,
namun patofisiologi pasti masih belum diketahui. Kebanyakan studi hanya
melibatkan sejumlah kecil pasien dan interpretasi hasil menjadi sulit oleh adanya
temuan terbaru bahwa beberapa kasus Sindroma Evans ternyata merupakan sitopenia
sekunder autoimun terhadap sindroma limpoproliperatif autoimun.28
Presentasi klinis meliputi gambaran anemia hemolitik yaitu: pucat, lesu,
jaundice, dan gagal jantung pada kasus yang berat; serta trombositopenia berupa
petekie, lebam, dan perdarahan mukokutan lainnya. 25,26
Pemeriksaan laboratorium darah lengkap memperlihatkan adanya sitopenia.
Gambaran hemolitik yang dicari meliputi peningkatan jumlah retikulosit,
hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan penurunan haptoglobin. Tes antiglobulin
direk selalu positif ( walaupun sering positif lemah) dan dapat disertai IgG dan atau
komplemen (C3) yang positif.4 Sedangkan tes antiglobulin indirek dapat ditemukan
positif pada 52% - 83% pasien. Pemeriksaan autoantibodi platelet dan antibodi
antigranulosit menunjukkan hasil yang bervariasi sehingga hasil yang negatif pun
tidak mengeksklusi diagnosa Sindroma Evans.27,28
Pemeriksaan lain adalah pemeriksaan untuk menyingkirkan diagnosa
banding. Sebagai tambahan, keadaan-keadaan autoimun lain, khususnya sistemik
lupus eritematosus perlu disingkirkan, sehingga perlu diperiksa antinuclear antibodi
(ANA), double-stranded DNA (dsDNA) dan rheumatoid factor.26
Pemeriksaan sumsum tulang bermanfaat pada Sindroma Evans untuk
mengeksklusi proses infiltratif pada kasus-kasus dengan pansitopenia. Sebaliknya
pemeriksaan ini tidaklah selalu membantu karena temuan-temuannya yang tidak
spesifik dan mungkin normal atau menunjukkan peningkatan pada ketiga jenis sel
darah.26,27
Demikianlah telah disampaikan sebuah laporan kasus Lupus Eritematosus
Sistemik (LES) , semoga dapat menambah wawasan kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hahn BV. Systemic lupus erythematosus. In: Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, eds. Horrison’s Principle of Internal Medicine. 17th ed. New York: MacGraw-Hill; 2008: 1874-1880.
2. Dooley MA. Systemic lupus erythematosus. In: Runge MS, Greganti MA, eds. Netter’s Internal Medicine. Icon System Learning, New Jersey. 2005: 887-93.
3. Ikatan Rheumatologi Indonesia. Panduan diagnosis dan pengelolaan systemic Lupus Erythematosus. IRA 2011: 1-12.
4. Isbagio H, Albar Z, I Kasjmir Y, Setiohadi B. Lupus eritematosa sistemik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simandibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006: 1224-1230.
5. Hahn BV. Overview of Pathogenesis of systemic lupus erythematosus. In: Wallace DJ, Hahn BV. Dubois’ Lupus Erythematosus. Philadelphia: Williams & Wilkins; 2007: 47-53.
6. Petri MA, Systemic lupus erythematosus. In: Koopman Wj. Editor. Arthritis and Allied conditions. 15th ed. Philadelphia: Williams & Wilkins; 2005: 1473-1474.
7. Bakta IM. Hematologi klinik ringkas. Cetakan I. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007: 71-77
8. Parjono E,Widayati K. Anemia hemolitik autoimun. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simandibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 . Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2007: 650-652.
9. Djoerban Z. Kelainan hematologi pada lupus eritematosus sistemik. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2, Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2007: 667-669
10. Tutuncu ZN, Kalunian KC. The definition and classification of systemic lupus erythematosus. In: Wallace DJ, Hahn BV. Dubois’ lupus erythematosus. Philadelphia: Williams & Wilkins; 2007:16-19.
11. Rahman A, David A, Isenberg MD. Systemic lupus erythematosus. N Engl J Med 2008; 358-529.
12. Kavanaugh A, Tomar R, Reveille J, Solomon DH, Homburger HA. Guideline for clinical use of the antinuclear antibody test and test specific autoantibody to nuclear antigen. Arch pathol lab med; 2000: 71-81.
13. Savage P. Lupus and the Eye. Lupus foundation of america lupus news vol 21 No 12. 2001: 12-19
14. Venuturupalli RS, Allan LM. Neurologic and psychiatric manifestation of systemic lupus erythematosus. Lupus International. 2007: 19-26
15. Tonam, Yuda T, Fachrida LM. Manifestasi neurologik pada lupus eritematosus sistemik. Bagian Neurologi FKUI/RSUPN-CM. 2007: 23-29
16. Kumar V, Abul KA, Nelson F. Pathologic basis of disease. 7 th ed. Philadelphia: Elsevier saunders. 2005: 115-223
17. Carson R, De Witt. Discoid lupus erythematosus. Gale Encyclopedia of Medicine.2002: 110-119.
18. Cooper GS, Dooley MA, Treadwell EL et al. Systemic lupus erythematosus: results of a population-based, case-controlstudy.Arthritis Rheum. 2002; 1830-1839.
19. Gehi A, Webb A, Nolte M, Davis JJ. Treatment of systemic lupus erythematosus.American College of Rheumatology. 2003; 1067-1070.
20. Beutler E. Hemolytic anemia due to infection with microorganism. In: Beutler E, Lichtman MA, Coller BS, Kipps TJ, Seligsohn U, editor. Williams Hematology. 6th edition. New York: Mc Graw Hill; 2001: 633- 635.
21. Hoffbrand AV, Moss PAH, Pettit JE. (eds.). Essential haematology. 5 th ed. Massachusetts; 2006: 66-68.
22. Luzzatto L. Hemolytic anemias and anemia due to acute blood loss. In: Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo (eds). Harrison, s Principles of internal Medicine. Volume 1. 17th ed. New York: Mc Graw Hill Medical; 2008: 659-660
23. Dhaliwal G, Cornet PA, Tierney LM. Hemolytic anemia. Am Fam Physician. 2004; 599-606
24. Evans, RS,Takahashi, K & Duane, RT. Primary thrombocytopenic purpura and acquired hemolytic anemia. Archives of Internal Medicine, 1951; 48-65.
25. Silverstein, MN & Heck FJ. Acquired hemolytic anemia and associated thrombocytopenic purpura: with special reference to evans syndrome. Mayo Clinic Proceedings, 1962;1340-1346.
26. Pui C, Williams J & Wang W. Evans syndrome in childhood. The Journal of Pediatrics, 1980: 754-758.
27. Savasan S, Warrier I & Ravindranath Y. The spectrum of evans syndrome. Archives of Disease in Childhood. 1997;77:245-248.
28. Norton A, Roberts I. Management of evans syndrome. British Journal of Haematology. 2005;132:125-137.