Granul agranul

26
PEMERIKSAAN SEL-SEL IMUN GRANULOSIT DAN AGRANULOSIT Oktaviani Naulita Turnip B1J011021 LAPORAN PRAKTIKUM IMUNOLOGI

Transcript of Granul agranul

Page 1: Granul agranul

PEMERIKSAAN SEL-SEL IMUN GRANULOSIT DAN AGRANULOSIT

Oktaviani Naulita TurnipB1J011021

LAPORAN PRAKTIKUM IMUNOLOGI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO

2014

Page 2: Granul agranul

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Darah merupakan cairan di dalam pembuluh darah, yang beredar ke

seluruh tubuh, mulai dari jantung dan segera kembali ke jantung. Fungsi utama

darah adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh,

serta menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa

metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun. Jenis-jenis

sel darah adalah sel darah putih atau leukosit, sel trombosit, dan sel eritrosit. Leukosit

dalam darah atau sel darah putih berperan sebagai sistem imunitas tubuh. Leukosit

terbagi menjadi dua yaitu granulosit dan agranulosit. Granulosit adalah sel darah

putih yang didalamnya terdapat granula mempunyai sitoplasma dan nukleus,

sedangkan agranulosit merupakan bagian dari sel darah putih yang mempunyai satu

sel lobus dan sitoplasmanya tidak mempunyai granula

Proses pembentukan darah secara umum disebut hematopoiesis. Sel darah ini

tidak abadi di dalam tubuh, suatu ketika akan mengalami kerusakan dan Leukosit

merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh. Pembentukan sel darah

putih disebut leukopoiesis yang sebagaian besar diproduksi di sumsum tulang

(granulosit, monosit dan sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit

dan sel-sel plasma). Saat awal proses leukopoiesis, seluruh sel darah putih yang

belum matang terlihat serupa, namun saat perkembangannya memperlihatkan

karakter yang unik. Sel-sel ini diangkut dalam darah menuju berbagai bagian tubuh

untuk digunakan. Sel granulosit dan monosit dibentuk di sumsum tulang, sedangkan

sel limfosit sebagian dibentuk di jaringan limfe. Manfaat dari sel darah putih ialah

kebanyakan ditranport ke daerah yang terinfeksi dan mengalami peradangan serius,

jadi, sel-sel tersebut dapat menyediakan pertahanan terhadap semua hal yang

infeksius.

Sistem imun adalah suatu mekanisme pertahanan tubuh dari segala macam zat

atau bahan yang membahayakan. Pertahanan imun terdiri dari sistem imun alamiah

atau non-spesifik dan spesifik. Sistem imun non-spesifik diantaranya sel

mononuklear (monosit dan makrofag) serta sel polimorfonuklear atau granulosit.

Page 3: Granul agranul

Kedua sel tersebut tergolong fagosit dan berasal dari sel asal hemopoietik.

Komponen-komponen utama sistem imun non-spesifik adalah pertahanan fisik dan

kimiawi seperti epitel dan substansi antimikroba yang diproduksi pada permukaan

epitel. Berbagai jenis protein dalam darah termasuk diantaranya komponen-

komponen sistem komplemen, mediator imflamasi lainnya dan berbagai sitokin. Sel-

sel fagosit yaitu sel-sel polimorfonuklear, makrofag dan sel NK (Natural Killer).

Sistem imun non spesifik meniadakan antigen dengan cara fagositosis. Tubuh

memiliki sel-sel fagosit yang termasuk dalam 2 kelompok sel yaitu sel agranulosit

dan sel granulosit. Fagositosis merupakan proses memakan atau menghancurkan

benda asing yang dilakukan oleh sel fagosit. Sel utama yang melakukan fagositosis

adalah sel mononuklear (monosit dan makrofag) dan sel polimorfonuklear

(granulosit). Sel granulosit termasuk dalam sel fagosit polymorfonuklear terdiri dari

neutrofil, eosinofil, dan basofil. Neutrofil mengandung granula yang dapat tercat

asam dan basa, sehingga berwarna ungu. Sel ini paling banyak prosentasenya dalam

darah. Eosinofil akan tercat asam (eosin). Basofil akan tercat basa (hematoksilin). Sel

agranulosit disebut juga sel fagosit mononuclear yang terdiri dari monosit dan

makrofag. Peran utama sel fagosit mononuklear ialah melakukan fagositosis dan

menghancurkan partikel asing dan jaringan mati, dan mengolah bahan asing

demikian rupa sehingga bahan asing tersebut dapat membangkitkan sistem imun.

B. Tinjauan Pustaka

Pertahanan imun terdiri dari sistem imun alamiah atau nonspesifik

(natural/innate) dan didapat atau spesifik (adaptive/acquired). Sistem imun

nonspesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan

berbagai mikroorganisme, tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu dan

telah ada dalam tubuh kita dan berfungsi setelah kita lahir. Sistem imun spesifik

hanya dapat menghancurkan benda asing yang sudah dikenal sebelumnya sehingga

disebut spesifik. Bila tubuh terpajan kembali dengan benda asing yang sama , maka

benda asing tersebut akan dikenal lebih cepat kemudian dihancurkan (Baratawidjaya,

2002).

Salah satu upaya tubuh untuk mempertahankan diri terhadap masuknya

antigen adalah dengan cara meniadakan antigen tersebut, secara non spesifik yaitu

Page 4: Granul agranul

dengan cara fagositosis. Dalam hal ini tubuh memiliki sel-sel fagosit, yang termasuk

dalam 2 kelompok sel, yaitu kelompok sel agranulosit dan granulosit. Kelompok sel

agranulosit adalah monosit dan makrofag, sedangkan yang termasuk kelompok sel

granulosit adalah neutrofil, basofil, eosinofil, yang tergolong ke dalam sel PMN

(Polymorphonuclear) (Bevelander, 1988).

Sistem imun nonspesifik tidak diperoleh akibat adanya kontak dengan

antigen. Sifatnya nonspesifik dan dapat melindungi tubuh dari banyak patogen

potensial. Mekanisme tersebut tidak menunjukkan spesifitas dan tidak tergantung

pengenalan spesifik bahan asing. Termasuk dalam kelompok ini adalah pelindung

tubuh dari penyebab infeksi, seperti kulit dan sistem mukosa, sel NK, mekanisme

fagositosis dan inflamasi. Faktor nonspesifik yang lain bervariasi, dipengaruhi oleh

usia, faktor hormonal atau aktivitas metabolisme (Brooks et al.,, 2010).

Fagositosis merupakan proses memakan atau menghancurkan benda asing

yang dilakukan oleh sel fagosit. Sel utama yang melakukan fagositosis adalah sel

mononuklear (monosit dan makrofag) dan sel polimorfonuklear (granulosit). Kedua

sel tersebut termasuk fagosit dan berasal dari sel asal hemopoetik. Granulosit hidup

pendek, mengandung granul yang berisikan enzim hidrolitik. Beberapa granul

berisikan pula laktoferi yang bersifat bakterisidal. Selain fagositosis, respon

immunologik non spesifik yang lain, seperti inflamasi dapat terjadi akibat

dilepaskannya mediator-mediator tertentu oleh beberapa jenis sel seperti basofil yang

melepas histamin. Mediator tersebut mengakibatkan diantaranya adalah bergeraknya

sel-sel PMN menuju ke tempat masuknya antigen (Baratawidjaya, 2002).

Jenis sel fagosit menurut Bevelander (1988) ada 2 yaitu fagosit mononuklear

dan fagosit polimorfonuklear adalah sebagai berikut:

Fagosit Mononuklear

1. Sel Monosit: Monosit bentuknya seperti limfosit besar, berdiameter 9-12,

mempunyai sitoplasma yang banyak. Inti berbentuk seperti ginjal, atau

mempunyai lekuk yang dalam (fisurra). Dapat bergerak aktif dan dapat

mengadakan fagositosis. Kadang-kadang dijumpai monosit dengan inti bulat

ssehingga sukar dibedakan dengan limfosit besar dan dianggap sebagai bentuk

muda monosit. Persentase dalam sel leukosit sebesar 2-8%.

Page 5: Granul agranul

2. Sel Makrofag: Setelah 24 jam, sel monosit akan bermigrasi dari peredaran darah

ke tempat tujuan akhir di berbagai jaringan dan akan berdeferensiasi menjadi

makrofag. Sel fagosit polimorfonuklear dibentuk dalam sumsum tulang dan

hidup selama 2-3 hari. Granulosit merupakan 60-70% dari seluruh jumlah

leukosit normal.

Fagosit Polimorfonuklear

1. Neutrofil: Sel ini paling banyak presentasenya dalam darah 70% dari jumlah

leukosit yang beredar dalam sirkulasi. Bentuk sel bulat, dengan diameter 7-9,

mempunyai banyak segmen (lobi). Jumlah segmen menunjukkan umur neutrofil

ssemakin tua jumlah segmen semakin banyak.

2. Eosinofil: Merupakan 2-5% dari leukosit orang sehat tanpa alergi. Diameter sel

9, dan berbentuk bulat. Inti biasanya mempunyai 2 lobi yang dihubungkan oleh

benang kromatin. Sitoplasmanya tipis dibagian perifer sel. Granulanya kasar,

bulat dan tercat merah dengan cat asam. Eosinofil juga berfungsi sebagai fagosit.

Persentase dalam darah 1-3%.

3. Basofil: Jumlah sel basofil yang ditemukan dalam sirkulasi darah sangat sedikit

yaitu kurang dari 0,5% (0-1%) dari jumlah leukosit. Sel basofil berfungsi sebagai

mediator dan dapat melepaskan bahan-bahan yang mempunyai aktivitas biologik.

Bentuk sel basofil, hampir sama dengan neutrofil dan mempunyai diameter 10.

Sel yang memegang peranan penting dalam respon immun spesifik adalah

limfosit. Limfosit seperti halnya monosit, termasuk ke dalam kelompok sel granulosit

tetapi terdapat perbedaan fungsi antara limfosit dan monosit. Monosit berperan dalam

respon immun non-spesifik, sedangkan limfosit berperan dalam respon immun

spesifik. Limfosit mempunyai 2 populasi, yaitu limfosit T (sel T), yang berperan

dalam respon imun seluler, serta limfosit B (sel B) yang berperan dalam respon

immune humoral (Baratawidjaya, 2002).

Limfosit kecil dan limfosit besar dapat ditemukan dalam darah. Limfosit kecil

berbentuk bulat (sferis) dengan diameter 6-8. Inti relatif besr, dikelilingi oleh

sitoplasma yang tipis. Bentuk inti bulat, pada pengecatan Giemsa, tampak gelap.

Biasanya ada penggumpalan sitoplasma ditepi intinya atau pada inti ada bagian yang

sedikit melekuk. Sitoplasma homogen dan bersifat basa. Limfosit besr berdiameter

lebih besar dari 8, inti relatif sama besar dengan inti limfosit kecil. Perbedaannya

Page 6: Granul agranul

terletak pada sitoplasmanya. Apabila terdapat tantangan antigen, maka akan terjadi

respon immunologik spesifik, yang dapat berupa penningkatan jumlah limfosit yang

melebihi jumlah limfosit normal (Bevelander, 1988).

C. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui jenis dan bentuk-bentuk sel

imun seperti monosit, neutrofil, basofil, eosinofil dan limfosit serta untuk

menghitung kadar sel-sel tersebut dalam darah.

Page 7: Granul agranul

11

10

9

8

7

6

5

4

3

2

1

II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Bahan yang digunakan dalam praktikum Pemeriksaan Sel-Sel Imun

Granulosit dan Agranulosit adalah sampel darah methanol, larutan giemsa, akuades,

dan minyak imersi. Alat yang digunakan adalah object glass, mikroskop, cawan

petri, jarum suntik, dan tissue.

B. Metode

Skematis metode pemeriksaan sel-sel imun granulosit dan agranulosit adalah

sebagai berikut:

Alur menghitung leukosit, sebagai berikut :

Dicuci dengan air mengalir (debit

kecil)

Fiksasi dengan metanol 5 menit

Sampel darah diteteskan di object glass

Sampel darah apuskan

Ditetesi dengan giemsa, diamkan 25 menit

Dikeringkan

diamati menggunakan mikroskop

Dihitung leukositnya

Page 8: Granul agranul

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Data Pengamatan Pemeriksaan Sel-Sel Immun Granulosit dan Agranulosit

Kelompok Sampel Darah Jenis Sel Jumlah %

1 Mencit Basofil

Neutrofil Batang

Neutrofil segmen

Eosinofil

Limfosit besar

Limfosit kecil

Monosit

1

-

-

-

-

-

-

0.01

-

-

-

-

-

-

2 Ayam Basofil

Neutrofil Batang

Neutrofil segmen

Eosinofil

Limfosit besar

Limfosit kecil

Monosit

10

1

11

5

1

-

1

35,71

3,57

3,57

17,85

3,57

-

3,57

3 Manusia Basofil

Neutrofil Batang

Neutrofil segmen

Eosinofil

Limfosit besar

Limfosit kecil

Monosit

-

8

3

-

53

36

-

-

0,8

0,3

-

53

36

-

Page 9: Granul agranul

4 Ikan Basofil

Neutrofil Batang

Neutrofil segmen

Eosinofil

Limfosit besar

Limfosit kecil

Monosit

5

-

-

-

-

-

-

0.05

-

-

-

-

-

Gambar Sel Darah Ayam

Perhitungan Persentasi :

1. Limfosit = 1 X 100 % = 3.75 % 28

2. Eosinofil = 5 X 100 % = 17.85 %

Page 10: Granul agranul

28

3. Batang = 1 X 100 % = 3.75 % 28

4. Segmen = 11 X 100 % = 39.28 % 28

5. Monosit = 1 X 100 % = 3.75 % 28

6. Basofil = 10 X 100 % = 35.71%

B. Pembahasan

Berdasarkan praktikum yang dilaksanakan diperoleh data bahwa dalam satu

tetes darah sampel ayam yang diamati dibawah mikroskop dalam beberapa lapang

pandang berbeda diperoleh hasil bahwa ditemukan basofil (35.71%), Hal ini tidak

sesuai dengan nilai normal basofil dalam darah yaitu 0-1% berarti sampel darah

dalam keadaan tidak sehat, jumlah neutrofil terbagi dalam neutrofil batang 3.75%

dan neutrofil segmen 3.75%, eosinofil 17.85%, limfosit sebanyak 3.75%, monosit

sebanyak 3.75%. Hal ini tidak sesuai dengan nilai normal darah dimana Neutrofil

Segmen 50 -70 %, Neutrofil batang 2 – 6 %, Eosinofil 1 – 3 %, Monosit 2 – 8 %,

Limfosit 20 – 40 % (Underwood, 1999). Kelompok 1 yaitu sampel darah mencit

(Mus musculus) hanya diketahui jumlah basofil 1%. Hal ini serupa dengan yang

dialami kelompok 4 yaitu kelompok yang menggunakan sampel darah ikan hanya

mendapatkan 5% basofil. Kelompok 3 yang menggunakan sampel darah manusia

mendapatkan hasil yang beragam, didapatkan Neutrofil Batang 1%, Neutrofil segmen

3%, Limfosit besar 53%, Limfosit kecil 36%. Nilai dari hasil pemeriksaan sel-sel

sistem imun pada praktikum ini apabila dibandingkan dengan nilai standar terdapat

beberapa perbedaan yang cukup nyata yaitu pada yaitu jenis sel limfosit yang didapat

seharusnya berjumlah sekitar 20-40%, monosit 2-8%. Pada neutrofil segmen yang

seharusnya 50-70 %, neutrofil batang nilai normalnya berkisar 2-6%, eosinofil nilai

standarnya 1-3 %, dan basofil berkisar antara 0-1% (Guyto, 1990). Perbedaan

persentase ini dimungkinkan terjadi karena ketidaktelitian praktikan dalam

mengamati dan menghitung sel-sel sistem imun karena perbedaan sel-sel leukosit

satu dengan yang lainnya tidak terlihat dengan jelas. Hal tersebut bisa juga karena

Page 11: Granul agranul

orang yang diamati sel darahnya dalam keadaan tidak normal atau sedang terinfeksi

penyakit sehingga jumlah sel darah bisa berkurang atau lebih (Wildman,1995).

Sel darah dalam sirkulasi khususnya neutrofil, monosit, eosinofil, limfosit,

basofil dan trombosit. Menurut Purwanto (2010) penghitungan jumlah leukosit

merupakan pemeriksaan darah rutin yang meliputi hemoglobin, LED, jumlah leukosit

dan hitung jenis leukosit (eosinofil, basofil, batang, netrofil, limfosit & monosit).

Leukosit dalam darah jumlahnya lebih sedikit dibandingkan eritrosit dengan rasio 1 :

700 (Frandson, 1986). Jumlah eritrosit dan jumlah leukosit yang ada mencit, ikan dan

manusia menunjukan jumlah yang berbeda. Menurut Bevelander dan Ramaley

(1988), besarnya jumlah leukosit mencit selalu dipengaruhi oleh jumlah eritrosit,

jumlah leukosit selalu lebih rendah daripada jumlah eritosit. Jumlah leukosit pada

mencit yaitu berkisar antara 20.000-150.000 sel/mm3 (Lagler et al., 1977). Jumlah

leukosit ikan umumnya 650 – 750.000 sel/ml3. Darah manusia normalnya

mengandung leukosit rata-rata 5000-9000 sel/mm3, bila jumlahnya lebih dari 12.000,

keadaan ini disebut leukositosis, bila kurang dari 5000 disebut leucopenia (Mansjoer

et al., 2010).

Kepekaan tubuh terhadap benda asing (antigen 0 akan menimbulkan reaksi

tubuh yang dikenal sebagai Respon imun Respon imun ini mempunyai dampak

positif terhadap, tubuh yaitu dengan timbulnya suatu proses imunisasi kekebalan

tubuh terhadap antigen tersebut, dan dampak negatifnya berupa reaksi

hypersensitifitas. Hypersensitifitas merupakan reaksi yang berlebihan dari tubuh

terhadap antigen dimana akan mengganggu fungsi sistem imun yang menimbulkan

efek protektif yaitu merusak jaringan. Proses kerusakan yang paling cepat terjadi

berupa degranulasi sel dan derifatnya (antara lain sel basofil, set Mast dan sel

plasma) yang melepaskan mediator-mediatonya yaitu histamin, serotonin, bradikinin,

SRS=A, lekotrin Eusinohil chemotactic Factor (ECF) dan sebagainya. Reaksi tubuh

terhadap pelepasan mediator ini menimbulkan penyakit berupa asthma bronchial,

rhinitis aIergika, urtikaria, diaree dan bisa menimbulkan shock. Secara lambat akan

terjadi reaksi kerusakan jaringan berupa sitolisis dari sel-sel darah merah sitotokis

terhadap organ tubuh seperti ginjal (glomeruloneftitis), serum siknesdermatitis

kontak, reaksi tuberculin dan sebagainya, rheumatoid arthritis. coom dan gell

membagi 4 jenis sesitifitas, dimana dapat dilihat apa yang terjadi pada sel-sel

Page 12: Granul agranul

leukosit. Pada type I (padareaksi anafilaktik) terjadi antigen bergabung dengan IgE

(imunoglobin tipe E-antibodies tipe E) yang terikat pada mast sel -sel basofil dan sel

plasma. Reaksi terhadap tubuh terjadi dalam beberapa menit (Gamaleila, 2010).

Pada type II (pada reaksi sititoksik) dimana antigen mengikat diri pada

membran sel, yang pada penggabungan anti gen mengikat IgG atau IgM yang bebas

dalam cairan tubuh akan menghancurkan sel yang mengikat anti gen tersebut. Reaksi

ini terdapat pada tranfusi darah, anemia hemolitika. Type III ( reaksi artrhus )

merupakan reaksi anti gen dan antibody komplek dimana gen bergabung dengan IgG

atau IgM menjadi suatu komplek, yang mengikat diri antara lain sel-sel ginjal, paru-

paru dan sendi. Terjadilah aktifitas dari komplemen (komplemen protein dalam

darah) dan pelepasan zat-toksis. Ditemui pada glomerulo nephritis, serum scness,

rheumatk arthritis. Type IV ( delayed ), antigen merupakan sel protein atau sel asing

yang bereaksi dengan limfosit, limfosit melepaskan mediator aktif yaitu limfokin,

terjadi reaksi pada kulit, reaksi pada tranplantasi, reaksi tuberculin dan dermatitis

kontak. Imonopatogenesis. Pada Imunopatologi menjelaskan bahwa reaksi alergi

diawali dengan tahap sensit, kemudian diikuti reaksi ale yang terlepas dari sel-sel

mast (mastosit) dan atau sel basofil yang berkontak ulang dengan allergen

spesifiknya. Saat ini lebih jelas terutama pada rhinitis alergika diketahui terdiri dari

dua fase, pertama reaksi alergi fase cepat (RAFC,immediet phas-allergic reaction),

berlangsung sampai satu jam setelah berkontak alergan kedua, reaksi alergis fase

lambat (RAFL, Late phase allergic reaction) yang berlangsung sampai 24 jam bahkan

sampai 48 jam kemudian, dengan puncak reaksi pada 4 – 8 jam pertama (Gamaleila,

2010).

Komponen sel darah putih yang berperan aktif terhadap antigen yaitu

makrofag. Makrofag dapat hidup lama mempunyai beberapa granul dan melepas

berbagai bahan, antara lain lisozim, komplemen, interferon, dan sitokin yang

semuanya memberikan kontribusi dalam pertahanan non-spesifik. Menurut fungsinya

makrofag dibagi dua golongan pertama fagosit professional dan Antigen Presenting

Cell (APC). Sel-sel imun non-spesifik seluler terdiri dari sel fagosit. Istilah lamanya

adalah Reticulo Endhothelial System (RES) yang merupakan sebutan kolektif untuk

semua sel fagosit yang hidup lama diseluruh jaringan tubuh. Sekarang, sistem

tersebut disebut sistem fagosit makrofag (Bevelander, 1988). Menanggapi sinyal

Page 13: Granul agranul

imunitas bawaan dengan limfosit sebagai mediatornya, fagosit mononuklear

berfungsi sebagai komponen adaptif terhaadap mikroba, perlukaan jaringan, dan

transformasi sel. Kemampuan makrofag untuk mereprogram fungsi kerjanya, pada

hal ini menjadi perbedaan antara imunitas bawaan dan respon adaptasi. Neutrofil

menunjukan adanya hubungan antara makrofag. Fungsi kerja makrofag memegang

peranan kunci dalam hal mengendalikan kondisi patologi (Biswas et al., 2010).

Menurut Underwood (1999), Beberapa faktor perubahan jumlah leukosit

dapat bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Kuantitatif lebih penting dan sering

berharga untuk diagnosis.Pengetahuan tentang sebab dari naiknya jumlah berbagai

leukosit dalam darah tepi sangat bermanfaat.Perubahan kuantitatif seperti

leukositosis yang berarti bertambahnya jumlah leukosit yang beredar.Tergantung

pada penyebabnya, dapat berbentuk leukositosis polimorfonuklear (neukotrofilia-

bertambahnya leukosit neutrofil), monositosis, leukositosis eosinofil (eosinofilia),

leukositosis (basofilia) atau limfositosis. Penyebab reaktif leukositosis neutrofil,

ialah: sepsis (misalnya apendiksitis akut, pneumonia bakterialis), trauma (misalnya

operasi besar), infark (misalnya infark miokard), penyakit peradangan kronik

(misalnya SLE, penyakit reumatoid) neoplasma ganas, pengobatan steroid,

perdarahan akut atau hemolisis. Monosit dapat reaktif terhadap sepsis, infeksi kronis,

neoplasma ganas. Leukositosis eosinofil dapat reaktif terhadap alergi, parasit,

neoplasma ganas, kondisi yang lain. Limfositosis paling sering berkaitan dengan

infeksi, misalnya infeksi mononukleosis, tuberkulosis, dan sebagainya.Tetapi di

samping penyebab reaktif leukositosis tersebut, bertambahnya leukosit dapat terjadi

pada penyakit primer sumsum tulang, terutama pad leukemia.Pada beberapa kelainan

leukositosis dapat ditemukan ekstrim (misalnya sebanyak 100x109/I), terutama pada

anak-anak. Dapat juga ditemukan kecenderungan terdapatnya leukosit imatur,

terutama mielosit dan metamielosit, yang ada pada darah tepi.Berkurngnya jumlah

leukosit yang beredar disebut leukopenia.

Menurut Rena (2010), diantaranya defisiensi granulosit neutrofil-

neutropenia. Limfopenia lebih jarang ditemukan dan biasnya disebabkan oleh

pemakaian obat sitotoksik dan pengobatan proses ganas, atau oleh radiasi, dan juga

merupakan gambaran dari infeksi HIV. Neutropenia sering ditemukan dalam

kaitannya dengan berkurangnya sel darah yang lain, yang merupakan bagian dari

Page 14: Granul agranul

pansitopenia. Penyebab pansitopenia yang penting ialah: kegagalan sumsum tulang,

anemia megaloblastik, hipersplenisme, sepsis hebat, rasial, autoimun, pengaruh obat,

siklikal. Secara klinis, neutropenia hanya sementara dan kambuhan, dengan periode

3-4 minggu. Perubahan kualitatif leukosit kurang penting dibandingkan dengan

perubahan kuantitatif. Total aktifitas dari fagositosis leukosit dapat dilihat dengan

isolasi dari leukosit atau isolasi darah secara keseluruhan (Gamaleia et al., 2006).

Leukosit adalah sel darah putih yang memiliki peranan sebagai imunitas. Sel-

sel leukosit terdiri dari berbagai macam bentuk sel yang terbagi menjadi sel yang

bergranula dan yang tidak memiliki granula. Leukosit yang bergranula adalah

basofil, eosinofil, dan neutrofil, sedangkan leukosit yang tidak bergranula adalah

limfosit dan monosit. Sedangkan yang termasuk ke dalam sistem imun spesifik

adalah limfosit. Limfosit berfungsi mengatur dan bekerja sama dengan sel-sel lain

dalam sistem fagosit makrofag untuk menimbulkan respon imunologik. Limfosit

terbagi menjadi dua, yaitu limfosit T (sel T) yang berperan dalam respon imun

seluler, serta limfosit B (sel B) yang berperan dalam respon imun humoral

(Baratawidjaya, 2002).

Ciri-ciri dari beberapa sel leukosit menurut Daniel (1999) adalah sebagai

berikut:

a. Neutrofil, ukuran 2x lebih besar dari sel darah merah, intinya mempunyai banyak

lobus sitoplasma Ciri tidak terwarna, jumlah 3000-7000 juta/l, siklus hidup 6jam-

1 hari.

b. Eosinofil, ukuran sama dengan neutrofil granula lebar berwarna merah nukleus

dengan 2 lobi jumlah dalam darah 100 – 400 juta/l, siklus hidup 8-12 hari.

c. Basofil, lebih kecil dari neutrofil granula berwarna ungu, nukleus dengan dua

lobi, jumlah 20-50juta/l, siklus hidup 1hari.

d. Monosit, lebih besar dari neutrofil sitoplasma bewarna biru abu-abu, sitoplasma

tidak bergranula, jumlah 100-700juta/l darah, siklus hidup 1 bulan.

e. Limfosit, lebih kecil dari neutrofil, jumlah 1500-3000/l. Siklus hidup bertahun-

tahun.

Limfosit pada manusia berjumlah 20-25% dari seluruh jumlah sel darah

putih. Limfosit yang besarnya relatif sedikit dalam jumlahnya dan kenaikan dalam

ukuran besarnya adalah akibat dari adanya sejumlah besar sitoplasma. Sitoplasma itu

Page 15: Granul agranul

biasanya mengandung beberapa mitokondria yang terpencar dan granula-granula.

Dari hasil yang ada ternyata tidak sesuai dengan referensi yang ada. (Bevelander,

1988). Limfosit lebih umum dalam sistem limfa. Darah mempunyai tiga jenis

limfosit yaitu :

Sel B: Sel B membuat antibodi yang mengikat patogen lalu menghancurkannya.

(Sel B tidak hanya membuat antibodi yang dapat mengikat patogen, tapi setelah

adanya serangan, beberapa sel B akan mempertahankan kemampuannya dalam

menghasilkan antibodi sebagai layanan sistem 'memori'.)

Sel T: CD4+ (pembantu) Sel T mengkoordinir tanggapan ketahanan (yang

bertahan dalam infeksi HIV) sarta penting untuk menahan bakteri intraseluler.

CD8+ (sitotoksik) dapat membunuh sel yang terinfeksi virus.

Sel Natural Killer (NK) : Sel pembunuh alami, dapat membunuh sel tubuh yang

tidak menunjukkan sinyal bahwa dia tidak boleh dibunuh karena telah terinfeksi

virus atau telah menjadi kanker.

Limfosit mempunyai sifat morfologis yang paling karakteristik, yaitu

terdapatnya nucleus besar yang padat, dengan suatu takik pada satu sisi. Limfosit ini,

berbentuk bola dan berukuran 6-8 μm. Limfosit yang besar hanya relative sedikit

dalam jumlahnya dan kenaikan ukuran besarnya adalah akibat dari adanya sejumlah

besar sitoplasma yang mengandung beberapa mitokondria. Sel limfoid berasal dari

sel induk pluripotensial di dalam sumsum tulang (Daniel, 1999)..

Salah satu upaya untuk mempertahankan diri terhadap masuknya antigen,

misalnya antigen bakteri adalah menghancurkan bakteri bersangkutan secara non-

spesifik dengan proses fagositosis, tanpa memperdulikan perbedaan-perbedaan kecil

yang ada diantara substansi-substansi asing. Leukosit yang termasuk fagosit

memegang peran yang amat penting, khususnya makrofag, neutrofil dan monosit.

Agar terjadi fagositosis, bakteri tersebut harus melekat pada permukaan fagosit.

Untuk mencapai hal itu semua, maka fagosit harus bergerak menuju sasaran. Hal ini

dimungkinkan karena dilepaskannya zat atau mediator tertentu yang disebut faktor

leukotaktik atau kemotaktik yang berasal dari bakteri maupun yang dilepaskan oleh

neurofil atau makrofag yang sebelumnya telah berada di lokasi bakteri, atau yang

dilepaskan oleh komplemen (Baratawidjaja, 2002).

Page 16: Granul agranul

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Sistem imun terbagi menjadi 2 sistem imun nonspesifik dan sistem imun spesifik.

2. Sistem imun nonspesifik terbagi menjadi pertahanan humoral dan seluler,

meliputi sel polimorfonuklear (PMN), sel mononuklear, sel NK, interferon,

komplemen

3. Sistem imun spesifik adalah limfosit yang terdiri dari limfosit T dan limfosit

4. Hasil perhitungan sel-sel sistem imun darah ayam dalam praktikum pada

kelompok 2 didapatkan ditemukan adanya linfosit, eosinofil, basofil, neutrofil

batang, neutrofil segmen dan monosit, dengan proporsi neutrofil bentuk segemen

ditemukan paling banyak dibandign komponen sel darah putih lainnya.

Page 17: Granul agranul

DAFTAR REFERENSI

Baratawijaja, K. G. 2002. Imunologi Dasar. Edisi 5. FKUI Press, Jakarta.

Bevelander, G dan J. A. Ramaley. 1988. Dasar-dasar Histologi. Erlangga, Jakarta.

Biswas K. S. and A. Mantovani. 2010. Macrophage plasticity and interaction with lymphocyte subset : cancer as a paradigm. Nature Immunology (11) : 10.

Brooks, G.F; J.S. Butel; S.A.Morse. 2010. Medical Microbiology 20th ed. McGraw-Hill, New York.Frandson, R. D. 1986. Anatomy and physiology of Farm Animals. Lea and Febiger, Philadelphia.

Daniel, D.C. 1999. Human Biology Health, Homeostasis, and The Environment. Jones and Barltet, Toronto.Lagler, K. F. J., E. Bardach dan R. R. Miller. 1977. Ichtiology. John Wiley and Sons Inc, Canada.

Frandson, R. D. 1986. Anatomy and physiology of Farm Animals. Lea and Febiger, Philadelphia.

Gamaleila, 2010. Circadian Rhytmus of Cytotoxic Activity in Peripheral Blood Mononuclear Cells of Patiens With Malignant Melanoma, Experimental Oncology (28) : 54-60.

Lagler, K. F. J., E. Bardach dan R. R. Miller. 1977. Ichtiology. John Wiley and Sons Inc, Canada.

Mansjoer, A.K., Rakhmi S., Wahyu I.W., dan Wiwiek S. 2010. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta.

Susatyo, P. 2012. Metode Umum Pembuatan Preparat Hewan dan Tumbuhan. fakultas Biologi. Unsoed, Purwokerto.

Underwood, J.C.E. 1999. Patologi Umum dan Sistematik. EGC, Jakarta.

Widman F.K. 1995. Tinjauan Klinis atas Hasil Pemerikasaan Laboratorium. EGC. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.