GERONTIK TAMPIL.doc
-
Upload
rola-mesrani-simbolon -
Category
Documents
-
view
73 -
download
0
description
Transcript of GERONTIK TAMPIL.doc
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut
usia (aging structured population) karena mempunyai jumlah penduduk dengan
usia 60 tahun ke atas sekitar 7,18%. Pulau yang mempunyai jumlah penduduk
lansia terbanyak (7%) adalah pulau Jawa dan Bali.
Peningkatan jumlah penduduk lansia ini antara lain disebabkan karena
tingkat sosial ekonomi masyarakat yang meningkat, kemajuan dibidang pelayanan
kesehatan, dan tingkat pengetahuan masyarakat yang meningkat. Jumlah penduduk
lansia pada tahun 2006 sebesar ± 19 juta jiwa dengan usia harapan hidup 66,2
tahun. Pada tahun 2010, diprediksikan jumlah lansia sebesar 23,9 juta (9,77%)
dengan usia harapan hidup 67,4 tahun. Sedangkan, pada tahun 2020 diprediksi
jumlah lansia sebesar 28,8 juta (11,34%) dengan usia harapan hidup 71,1 tahun
(Efendi, 2009).
Seiring perubahan usia, tanpa disadari pada orang lanjut usia akan
mengalami perubahan–perubahan fisik, psikososial dan spiritual. Salah satu
perubahan tersebut adalah perubahan pola tidur. Menurut National Sleep
Foundation sekitar 67% dari 1.508 lansia di Amerika usia 65 tahun keatas
melaporkan mengalami gangguan tidur dan sebanyak 7,3 % lansia mengeluhkan
gangguan memulai dan mempertahankan tidur atau insomnia. Kebanyakan lansia
beresiko mengalami gangguan tidur yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti
pensiunan, kematian pasangan atau teman dekat, peningkatan obat-obatan, dan
penyakit yang dialami. Di Indonesia gangguan tidur menyerang sekitar 50% orang
yang berusia 65 tahun. Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering
ditemukan, setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% lansia melaporkan adanya
insomnia dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius. Prevalensi
insomnia pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67%.
Usia harapan hidup semakin meningkat juga membawa konsekuensi
tersendiri bagi semua sektor yang terkait dengan pembangunan. Tidak hanya
sektor kesehatan tetapi juga sektor ekonomi, sosial-budaya, serta sektor lainnya.
Oleh sebab itu, peningkatan jumlah penduduk lansia perlu diantisipasi mulai
saat ini, yang dapat dimulai dari sektor kesehatan dengan mempersiapkan layanan
keperawatan yang komprehensif bagi lansia (Efendi, 2009).Terdapat banyak
perubahan fisiologis yang normal pada lansia. Perubahan ini tidak bersifat
patologis, tetapi dapat membuat lansia lebih rentan terhadap beberapa penyakit.
Perubahan terjadi terus menerus seiring usia. Perubahan spesifik pada lansia
dipengaruhi kondisi kesehatan, gaya hidup, stressor, dan lingkungan. Perawat
harus mengetahui proses perubahan normal tersebut sehingga dapat memberikan
pelayanan tepat dan membantu adaptasi lansia terhadap perubahan. Salah satunya
adalah perubahan neurologis. Akibat penurunan jumlah neuron fungsi
neurotransmitter juga berkurang. Lansia sering mengeluh meliputi kesulitan untuk
tidur, kesulitan untuk tetap terjaga, kesulitan untuk tidur kembali tidur setelah
terbangun di malam hari, terjaga terlalu cepat, dan tidur siang yang berlebihan.
Masalah ini diakibatkan oleh perubahan terkait usia dalam siklus tidur-terjaga
(Potter & Perry, 2005).
Sepertiga dari waktu dalam kehidupan manusia adalah untuk tidur. Diyakini
bahwa tidur sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan proses penyembuhan
penyakit, karena tidur bermanfaat untuk menyimpan energi, meningkatkan
imunitas tubuh dan mempercepat proses penyembuhan penyakit karena pada saat
tidur tubuh mereparasi bagian-bagian tubuh yang sudah aus.
Umumnya orang akan merasa segar dan sehat sesudah istirahat. Jadi istirahat
dan tidur yang cukup sangat penting untuk kesehatan (Suyono, 2008). Kesempatan
untuk istirahat dan tidur sama pentingnya dengan kebutuhan makan, aktivitas,
maupun kebutuhan dasar lainnya. Istirahat yang cukup dapat mempengaruhi
kondisi fisik, psikis dan sosial lansia. Setiap individu membutuhkan istirahat dan
tidur untuk memulihkan kembali kesehatannya.
2
Jumlah kebutuhan istirahat setiap individu relatif tidak sama. Sebagian lansia
menghabiskan waktu yang cukup lama untuk istirahat, namun terdapat sebagian
kecil lansia yang menghabiskan waktunya untuk beraktivitas sehingga waktu yang
dipergunakan untuk beristirahat menjadi berkurang. Banyak faktor yang
mempengaruhi kemampuan untuk memperoleh istirahat dan tidur yang cukup.
Dalam kesehatan komunitas dan rumah, perawat bisa membantu klien
mengembangkan perilaku yang kondusif terhadap istirahat dan relaksasi.
Pada tatanan pelayanan kesehatan perawat meningkatkan istirahat dengan
menggunakan tindakan untuk mengontrol fisik klien dengan mengubah faktor yang
membuat stres di lingkungan (Potter & Perry, 2005). Keluhan tentang kesulitan
istirahat dan tidur waktu malam seringkali terjadi pada lansia. Sebagai contoh,
seorang lansia yang mengalami arthritis mempunyai kesulitan tidur akibat nyeri
sendi. Kecenderungan untuk tidur siang kelihatannya meningkat secara progresif
dengan bertambahnya usia. Peningkatan waktu siang hari yang dipakai untuk tidur
dapat terjadi karena seringnya terbangun pada malam hari. Dibandingkan dengan
jumlah waktu yang dihabiskan di tempat tidur, waktu yang dipakai tidur menurun
sejam atau lebih. Perubahan pola tidur pada lansia disebabkan perubahan SSP yang
mempengaruhi pengaturan tidur. Kerusakan sensorik, umum dengan penuaan,
dapat mengurangi sensivitas terhadap waktu yang mempertahankan irama
sirkadian (Potter & Perry, 2005).
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Istirahat dan Tidur pada Lansia
1. Defenisi
Istirahat adalah keadaan seseorang dapat merasakan relaks secara mental, bebas
dari kecemasan, dan tenang secara fisik (Potter & Perry, 2005). Istirahat tidak berarti
tanpa aktivitas. Istirahat dapat diperoleh dengan membaca buku, mempraktikkan
latihan relaksasi, atau berjalan santai.
Terdapat beberapa karakteristik dari istirahat. Narrow (1967) yang dikutip oleh
Perry dan Potter (2005) mengemukakan enam karakteristik yang berhubungan
dengan istirahat, di antaranya: merasakan bahwa segala sesuatu dapat diatasi,
merasa diterima, mengetahui apa yang sedang terjadi, bebas dari gangguan
ketidaknyamanan, mempunyai sejumlah kepuasan terhadap aktivitas yang
mempunyai tujuan,dan mengetahui adanya bantuan sewaktu memerlukan.
Kebutuhan istirahat dapat dirasakan apabila karakteristik tersebut di atas dapat
terpenuhi.
Tidur adalah suatu proses perubahan kesadaran yang terjadi berulang-ulang
selama periode tertentu (Potter&Perry, 2005). Tidur merupakan salah satu
kebutuhan fisiologis dasar manusia. Secara fisiologis, jika seseorang tidak
mempertahankan tidur yang cukup untuk mempertahankan kesehatan tubuh, dapat
terjadi efek-efek seperti: pelupa, konfusi, disorientasi, terutama jika deprivasi tidur
terjadi untuk waktu yang lama. Secara psikologis, tidur memungkinkan seseorang
untuk mengalami perasaan sejahtera serta energi psikis dan kewaspadaan untuk
menyelesaikan tugas-tugas. Synder dalam bukunya “psychophysiology of human
sleep” mengemukakan bahwa lamanya periode tidur dapat memengaruhi tingkat
mortalitas. Data dari studi mendukung hipotesis bahwa orang yang tidur luar biasa
lama atau singkat atau yang menggunakan pil tidur mengalami angka mortalitas
lebih tinggi dari yang lainnya. Angka mortalitas terendah dari studi ini ditemukan
pada orang-orang yang tidur 7 sampai 8 jam di malam hari (Stanley, 2006).
4
2. Aktifitas dan istirahat
Aktivitas rutin mendorong istirahat dan relaksasi. Jumlah yang lebih besar untuk
istirahat diperlukan oleh lansia dan harus diselingi dengan periode aktivitas
sepanjang hari. Pada waktu bangun, lansia harus meluangkan beberapa menit
beristirahat di tempat tidur dan peregangan otot mereka, diikuti dengan beberapa
menit duduk di sisi tempat tidur sebelum bangkit berdiri. Hal ini akan mengurangi
kekakuan otot di pagi hari dan mencegah pusing dan jatuh akibat hipotensi postural
(Eliopoulos, 2005).
Banyak lansia memusatkan semua aktivitas mereka di pagi hari sehingga mereka
akan memiliki waktu luang di malam hari. Misalnya, pagi hari dapat digunakan
untuk membersihkan rumah, belanja, berkumpul dengan group, berkebun,
memasak, dan mencuci. Malam hari mungkin dihabiskan menonton televisi,
membaca, atau menjahit. Pola ini mungkin merupakan hasil dari puluhan tahun
kerja, dimana seseorang bekerja di siang hari dan santai di malam hari. Lansia perlu
wawasan tentang keuntungan dari beraktivitas sepanjang hari dan memberikan
waktu yang cukup untuk istirahat dan tidur siang disela-sela aktivitas. Perawat perlu
meninjau kegiatan harian lansia per jam dan membantu dalam mengembangkan
pola-pola yang lebih merata mendistribusikan aktivitas dan istirahat sepanjang hari
(Eliopoulos, 2005).
3. Fisiologis Tidur pada Lansia
Aktivitas tidur diatur dan dikontrol oleh dua system yaitu Reticular Activating
System (RAS) dan Bulbar Synchronizing Region (BSR) yang terletak di batang otak
(Potter & Perry, 2005). RAS terdiri dari sel khusus yang mempertahankan
kewaspadaan dan terjaga. RAS menerima stimulus sensori visual, auditori, nyeri,
dan taktil. Aktivitas korteks serebral (misalnya proses emosi atau pikiran) juga
menstimulasi RAS. Pada saat sadar, RAS melepaskan katekolamin seperti
norepineprin. Tidur dapat dihasilkan dari pelepasan serotonin dari sel tertentu pada
pons dan otak depan bagian tengah. Daerah otak juga disebut daerah sinkronisasi
bulbar atau Bulbar Synchronizing Region (BSR).
5
Seseorang dapat tetap terjaga atau tertidur tergantung pada keseimbangan impuls
yang diterima dari pusat yang lebih tinggi (mis. pikiran), reseptor sensori perifer (mis.
stimulus bunyi atau cahaya), dan sistem limbik (emosi). Ketika seseorang mencoba
tertidur, mereka akan menutup mata dan berada dalam posisi relaks. Stimulus ke RAS
menurun. Jika ruangan gelap dan tenang, maka aktivasi RAS selanjutnya menurun.
Pada beberapa bagian, BSR mengambil alih, yang menyebabkan tidur (Potter &
Perry, 2005).
6
Gambar 1. Input sensori kontrol RAS dan BSR
4. Tahap dan Siklus Tidur pada Lansia
Menurut Eliopoulus (2005), tidur normal terdiri dari rapid eye movement (REM)
dan non-REM. Tidur non-REM terbagi atas 4 tahap. Secara rinci dijelaskan sebgaai
berikut:
a. Tahap I NREM
Pada tahap ini seseorang mulai merasa ngantuk dan mulai tertidur, namun masih
dapat dibangunkan dengan mudah. Jika tidak ada gangguan, dalam beberapa
menit akan mencapai ke tahap selanjutnya.
b.Tahap II NREM
Tahap relaksasi yang lebih dalam mulai dicapai. Pada tahap ini, gerakan bola
mata mulai berhenti, namun masih mudah untuk dibangunkan.
c.Tahap III NREM
Tahap ini merupakan awal fase tidur dalam. Terjadi penurunan temperatur dan
denyut jantung, otot berelaksasi, serta lebih sulit untuk dibangunkan.
d.Tahap IV NREM
Tahap ini merupakan tahap tidur yang terdalam. Seluruh fungsi tubuh
mengalami penurunan dan diperlukan stimulasi yang kuat untuk
membangunkan. Jika terjadi kekurangan jumlah tidur pada tahap ini dapat
menyebabkan disfungsi emosional.
e.Tahap REM
Tahap ini dicirikan dengan respon otonom dari pergerakan mata yang cepat, dan
peningkatan tanda-tanda vital (terkadang ireguler). Seseorang akan memasuki
tahap tidur REM kira-kira setiap 90 menit setelah tidur tahap IV.
Siklus tidur normal dapat dilihat pada skema berikut:
Tahap pratidur
NREM NREM NREM NREM
Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4
Tidur REM
NREM NREM
Tahap 2 Tahap 3
Gambar 2. Siklus tidur
Saat ingin memulai tidur, seseorang terlebih dahulu melewati tahap terjaga
rileks, kemudian melewati tahap-tahap tidur dengan urutan: 1, 2, 3, 4, 3, 2, REM.
Kemudian, tahap 2 dimulai kembali kecuali jika orang tersebut terbangun. Jika
orang itu terbangun dan tidur kembali, yang merupakan hal yang sering terjadi pada
lansia, maka tahap 1 akan dimulai kembali (Stanley, 2006).
5. Perubahan Fisiologis Pola Tidur pada Lansia
Dengan bertambahnya usia, ada perubahan dalam tahap tidur. Tidur yang normal
berlangsung melalui 4 tahap. Tahap 1 adalah tingkat paling ringan dari tidur, dimana
seseorang dapat dengan mudah dibangunkan. Lansia menghabiskan lebih banyak
waktu pada tahap tidur ringan (tahap 1 dan 2), yang mengakibatkan gangguan tidur
malam. Tahap 3 dan 4 adalah level yang lebih dalam dari tidur. Dewasa tua
menghabiskan sedikit waktu dalam tahap 3 dan 4. Beberapa studi menunjukkan
bahwa pada tahap ekstrem usia tua, tahap 3 dan 4 dapat menghilang sepenuhnya
(Roach, 2001).
Pola tidur lansia ditandai oleh sering terbangun, waktu non-REM stadium III dan
IV berkurang, lebih banyak waktu yang dihabiskan terjaga pada malam hari secara
keseluruhan, dan tidur siang lebih sering. Kebanyakan orang dewasa sehat tidak ada
laporan gejala yang berkaitan dengan perubahan ini selain tidak cukup tidur atau
tidur buruk. Studi menunjukkan bahwa tidur siang hari dapat mengurangi waktu
tidur malam dan kualitas pada beberapa lansia. Jika diindikasikan, sarankan pasien
untuk memonitor efek dari tidur siang pada tidur malam mereka dan perasaan
mereka sepanjang hari tersebut.
9
Dari stadium IV, berkembang menjadi tidur REM. Tidur REM terjadi beberapa
kali dalam siklus tidur malam, tetapi yang paling menonjol di pagi hari. Dalam tidur
REM, aktivitas fisiologis dan tanda-tanda vital meningkat, sehingga rangsangan
meningkat dan ketegangan menurun-dimanifestasikan dalam penurunan tonus otot,
dan meningkatnya laju pernafasan, denyut jantung, dan tekanan darah. Pernapasan
dan detak jantung yang lebih tinggi dapat mempengaruhi pasien yang memiliki
masalah cardiopulmonary kronis. Namun disisi lain, tidur REM membantu
melepaskan ketegangan dan membantu metabolisme sistem saraf pusat. Kurang
tidur REM telah terbukti menyebabkan iritabilitas (lekas marah) dan kecemasan
(Schilling, 2003).
Selama penuaan, pola tidur mengalami perubahan-perubahan yang khas yang
membedakannya dari orang-orang yang lebih muda. Perubahan-perubahan tersebut
mencakup kelatenan tidur, terbangun pada dini hari, dan peningkatan jumlah tidur
siang. Jumlah waktu yang dihabiskan untuk tidur yang lebih dalam juga menurun
(Stanley, 2006).
10
Gambar 3. Perubahan fisiologis tidur pada lansia
6. Kebutuhan Waktu Tidur pada Lansia
Waktu tidur total pada lansia tetap sama atau sedikit menurun (6,5 sampai 7 jam
per malam). Transisi antara tertidur dan terjaga sering terjadi tiba-tiba. Sedikit
waktu yang dihabiskan dalam tidur yang nyenyak, dan tanpa mimpi. Orang tua rata-
rata terbangun tiga sampai empat kali setiap malam, dengan peningkatan waktu
terjaga.
Terbangun saat tidur terkait dengan sedikit waktu yang dihabiskan dalam tidur
lelap, dan faktor-faktor lain seperti kebutuhan untuk bangun untuk buang air kecil
(nokturia), kecemasan, dan rasa tidak nyaman atau rasa sakit yang terkait dengan
penyakit kronis (Dugdale, 2008).
7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Istirahat Tidur pada Lansia
Pemenuhan kebutuhan istirahat tidur setiap orang berbeda-beda. Ada yang
kebutuhannya terpenuhi dengan baik, ada pula yang mengalami gangguan kualitas
dan kuantitas istirahat dan tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor (Lueckenotte,
2008).
Faktor yang dapat mempengaruhinya adalah:
a. Lingkungan.
Lingkungan dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif terhadap
kualitas dan jumlah tidur seseorang. Pada lansia, lingkungan kondusif untuk
11
relaksasi cenderung menyebabkan mengantuk, misalnya lingkungan yang
rendah tingkat rangsangan/ stimuli, cahaya redup, tenang, dan fasilitas nyaman.
b. Status kesehatan (nyeri dan ketidaknyamanan).
Seseorang yang kondisi tubuhnya sehat memungkinkan ia dapat tidur dengan
nyenyak. Tetapi pada orang yang sakit dan rasa nyeri, maka kebutuhan istirahat
tidurnya tidak dapat dipenuhi dengan baik sehingga ia tidak dapat tidur dengan
nyenyak. Misalnya, pada lansia yang menderita gangguan pada sistem
pernapasan. Dalam kondisinya yang sesak napas, maka seseorang tidak mungkin
dapat istirahat dan tidur dengan nyaman.
c. Perubahan lifestyle
Berubahnya suatu keadaan dalam kehidupan dapat mempengaruhi tidur pada
lansia. Misalnya: kehilangan pasangan (tidur sendiri adalah sebuah
perubahan dari rutinitas waktu tidur yang mungkin mempengaruhi
permulaan untuk tidur), pensiun (ketidakpercayaan bahwa telah pensiun dan
pertanyaan mengenai hubungaan keluarga, finansial, dan aktifitas di masa
depan dapat memicu stress seorang lansia disaat ingin tidur sehingga
menyebabkan sulit tidur), dan pindah tempat tinggal (perpindahan ke tempat
yang dikelilingi orang baru dapat mempengaruhi tidur lansia, seperti
perpindahan lansia ke panti wreda).
d. Diet.
Makanan yang banyak mengandung L-Triptofan seperti keju, susu, daging,
dan ikan tuna dapat menyebabkan seseorang mudah tidur. Sebaliknya,
minuman yang mengandung kafein maupun alkohol akan mengganggu tidur.
e. Stres psikologis.
Cemas dan depresi akan menyebabkan gangguan pada frekuensi istirahat dan
tidur. Hal ini disebabkan karena pada kondisi cemas akan meningkatkan
norepinefrin darah melalui sistem saraf simpatis.
f. Obat-obatan
12
Beberapa obat-obatan yang dikonsumsi dapat mengganggu tidur, antara lain:
benzodiapin, haloperidol, phenytoin, nifedipine, dan lainnya.
Selain faktor-faktor di atas, motivasi juga dapat mempengaruhi kebutuhan
istirahat dan tidur. Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang
untuk tidur, yang dapat memengaruhi proses tidur. Selain itu, adanya keinginan
untuk menahan tidak tidur dapat menimbulkan gangguan proses tidur.
8. Tindakan pencegahan terkait gangguan tidur pada lansia
Tindakan pencegahan terkait gangguan tidur pada lansia meliputi: pencegahan
primer dan sekunder (Stanley, 2006).
a. Pencegahan Primer
Sebelas peraturan untuk mendapatkan higiene tidur yang baik telah berhasil
diidentifikasikan untuk pencegahan primer gangguan tidur.
1) Tidur seperlunya, tetapi tidak berlebihan, agar merasa segar dan sehat
dihari berikutnya. Pembatasan waktu tidur dapat memperkuat tidur,
berlebihnya waktu tidur yang dihabiskan di tempat tidur
tampaknyaberkaitan dengan tidur yang putus-putus dan dangkal.
2) Waktu bangun yang teratur di pagi hari memperkuat siklus sirkadian dan
menyebabkan awitan tidur yang teratur.
3) Jumlah latihan yang stabil setiap harinya dapat memperdalam tidur,
namun latihan latihan yang dilakukan kadang-kadang tidak dapat
memperbaiki tidur pada malam berikutnya.
4) Bunyi bising yang bersifat kadang-kadang (misalnya, pesawat terbang
yang melintas)dapat mengganggu tidur sekalipun orang tersebut tidak
terbangun oleh bunyinya dan tidak dapat mengingatnya dipagi hari.
Kamar tidur kedap suara bagi orang-orang yang harus tidur di dekat
kebisingan.
13
5) Meskipun ruangan yang terlalu hangat dapat mengganggu tidur, namun
tidak ada bukti yang menunjukkan kamar yang terlalu dingin dapat
membantu tidur.
6) Rasa lapar mengganggu tidur, snack ringan dapat membantu tidur.
7) Pil tidur yang hanya kadang-kadang saja digunakan dapat bersifat
menguntungkan, namun penggunaannya yang kronis tidak efektif pada
kebanyakan penderita insomnia.
8) Kafein dimalam hari dapat mengganngu tidur, meskipun pada orang –
orang yang tidak berpikir demikian.
9) Alkohol membantu orang-orang yang tegang untuk tertidur lebih mudah,
tetapi tidur tersebut kemudian akan terputus-terputus.
10) Orang-orang yang merasa marah dan frustasi karena tidak dapat
tidurtidak boleh berusaha terlalu keras untuk tertidur tetapi harus
menyalakan lampu dan melakukan hal lain yang berbeda.
11) Penggunaan tembakau secara kronis dapat mengganggu tidur.
Tindakan pencegahan primer lainnya antara lain adalah:
1) Kasur yang baik memungkinkan kesejajaran tubuh yang tepat.
2) Suhu kamar harus cukup nyaman.
3) Asupan kalori harus minimal pada saat menjelang tidur.
4) Latihan sedang disiang hari atau sore hari merupakan hal yang
dianjurkan.
b. Pencegahan Sekunder
Pengkajian oleh perawat harus mencakup faktor-faktor berkut ini:
1) Seberapa baik lansia tersebut tidur di rumah?
2) Berapa kali lansia tersebut terbangun dimalam hari?
3) Kapan lansia tersebut pergi ke tempat tidur dan terbangun?
4) Ritual apa saja yang terjadi menjelang tidur?
5) Berapa jumlah dan jenis latihan yang dilakukan setiap hari?
6) Apakah posisi yang paling disukai ketika berada di tempat tidur?
7) Apa jenis lingkungan kmr yang disukai?
14
8) Berapa suhu yang disukainya?
9) Berapa banyak ventilasi yang diinginkan?
10) Aktivitas apa yang biasanya dilakukan beberapa jam menjelang tidur?
11) Apa saja obat tidur atau obat lain yang diingesti sebelum tidur secara
rutin?
12) Berapa banya waktu yang dihabiskan orang tersebut dalam hobinya?
13) Persepsi orang tersebut tentang kepuasan hidup dan status kesehatannya?
Catatan harian tentang tidur merupakan cara pengkajian yang sangat bagus
bagi lansia dirumahnya sendiri. Informasi ini memberikan catatan yang akurat
tentang masalah tidur. Untuk mendapatkan gambaran sejati tentang gangguan
tidur yang dialami lansia di rumah atau di fasilitas kesehatan, catatan harian
tersebut mencakup faktor-faktor berikut ini: (1) Seberapa sering bantuan
diperlukan untuk memberikan obat nyeri, tidak dapat tidur, atau menggunakan
kamar mandi, (2) kapan orang tersebut turun di tempat tidur, (3) berapa kali
orang tersebut terbangun atau tertidur pada saat diobservasi oleh perawat atau
pemberi perawatan, (4) terjadi konfusi atau disorientas, (5) Penggunaan obat
tidur, dan (6) perkiraan orang tersebut bangun dipagi hari.
9. Intervensi keperawatan terkait kualitas tidur pada lansia
Berikut ini adalah intervensi keperawatan yang dianjurkan (Stanley, 2006):
a. Pertahankan kondisi yang kondusif untuk tidur, yang mencakup perhatian
pada faktor-faktor lingkungan dan kegiatan ritual menjelang tidur.
b. Bantu klien tersebut untuk rileks pada saat menjelang tidur
denganmemberikan usapan punggung, masase kaki atau kedupn tidur bila
diinginkan. Latihan pasif gerakan menguap membeikan efek yang
menidurkan.
c. Memberikan posisi yang tepat, menghilangkan nyeri, dan memberikan
kehangatan dengan selimut-selimut konvesional atau selimut listrik juga
dapat membantu.
d. Jangan membiarkan klien meminum kafein (kopi, teh dan cokelat) disore hari
dan dimalam hari.
15
e. Lakukan tindakan-tindakan yang masuk akal seperti memutar musik lembut
di radio dan menawarkan susu hangat dan minuman hangat lainnya atau
kedupan yang lebih berat untuk meningkatkan tidur pada lansia tanpa
menggunakan hipnotik. Pada waktu malam secangkir anggur, sherry, brandi
atau bir yang memberikan kehangatan internal dan relaksasi pada lansia yang
perlu tidur. Namun, efek dari satu minuman hanya berlangsung selama dua
pertiga siklus tidur. Sedasi juga bersifat sama, yang menyebabkan tidur
terputus-putus.
f. Tidur siang merupakan hal yang tepat, namun jumlah tidur siang tidak boleh
lebih dari 2 jam.
g. Latihan setiap hari juga harus dianjurkan. Hal ini merupakan cara yang
terbaik untuk meningkatkan tidur. Latihan harus dilakukan pagi hari daripada
menjelang tidur karena pada jam-jam tersebut latihannya hanya akan
menimbulkan efek menyegarkan daripada menidurkan.
h. Mandi air hangat terkadang dapat merilekskan lansia, tetapi beberapa
diantaranya tidak menyukai intervensi ini, karena mengeluh pusing pada saat
mereka bangun dari tub.
Jika tindakan-tindakan ini gagal memperbaiki kualitas tidur, obat-obatan dapat
bermanfaat untuk sementara waktu, tetapi hanya boleh menjadi upaya terakhir
(Stanley, 2006).
Tabel. 1 Obat dan pilihan-pilihannya untuk menginduksi tidur
Pilihan Dosis Efek
L-Triptofan 0,5-1 g tepat sebelum
tidur
Dikonversi menjadi serotonin di
otak dan memfasiliasti tidur.
Sherry Segelas kecil
menjelang tidur
Alkohol merupakan suatu
deperesan, sejumlah kecil
depresan dapat membantu tidur.
Difendhidramin
antihistamin (Benadry)
25-50 mg Menghasilkan rasa kantuk,
beberapa orang menjadi sensitif
16
terhadap relaksasi otot,
mengurangi ketegangan dan
ansietas.
Hidroksizin antisiotik
(Vistaril)
Kloral hidrat hipnotik
50 mg
250-500 mg
Menghasilkan rasa kantuk tetapi
dapat menimbulkan efek
hiperstimulasi.
Benzodiazepin
Triazolam (Halcion)
Temazepam (Restoril)
0,125 mg
15-30 mg
Mempercepat awitan tidur.
Mengurangi distorsi pola tidur.
Perawatan yang terampil harus memiliki kewaspadaan yang tinggi berkaitan
dengan penggunaan obat-obatan tersebut dan harus mengkaji lansia dengan
sering untuk memastikan bahwa kantuk yang berlebihan disiang hari, konfusi,
dan disorientasi tidak terjadi. Jika terdapat bukti-bukti adanya kondisi ini, obat-
obat tersebut harus dihentikan secara bertahap dan dilakukan tindakan
nonfarmakologis.
10. Manajemen stres
Stres adalah bagian normal dari kehidupan. Sebagian besar individu menghadapi
berbagai stressor fisik dan emosional setiap harinya: perubahan temperature,
polutan, virus, cedera, konflik interpersonal, tekanan waktu, takut, berita buruk, dan
tugas tidak menyenangkan atau sulit adalah beberapa contoh stres. Terlepas dari
sumber stres, tubuh bereaksi dengan cara yang sama yaitu merangsang system saraf
simpatik Hal ini menyebabkan stimulasi kelenjar hipofisis, pelepasan hormon
adrenokortikotropik (ACTH) dan peningkatan pasokan adrenalin tubuh (Eliopoulus,
2005).
Hidup adalah serangkaian episode stress dan pemulihan yang tidak
menghasilkan efek berbahaya. Akan tetapi, stres kronis tanpa disertai pemulihan
dapat menghasilkan konsekuensi serius, termasuk penyakit jantung, hipertensi,
cidera serebrovaskular, kanker, ulkus, komplikasi penyakit yang ada, dan berbagai
masalah sosial dan emosional.
17
Hal ini penting, karena itu, perlu mencegah stress kronis berkembang. Kunci
untuk mengontrol stress adalah tidak menghindari stres, tetapi mengelolanya dengan
belajar langkah kompensasi. Beberapa langkah-langkah diuraikan sebagai berikut
(Eliopoulus, 2005).
a. Merespon stres dengan cara yang sehat.
Gizi yang baik, istirahat, olahraga, dan praktik kesehatan lainnya memperkuat
kemampuan tubuh untuk menghadapi stres. Ketika berada dalam situasi penuh
tekanan, kepatuhan terhadap prinsip ini terus menjadi penting. Hal ini
bermanfaat untuk belajar agar tetap tenang ketika menghadapi stres; bereaksi
dalam cara yang tidak sehat memperburuk situasi.
b. Mengelola gaya hidup.
Hal kecil dalam kehidupan sebagian banyak orang dapat membawa dunia
terhenti jika tidak selesai pada waktunya atau dengan cara tepat. Hal yang harus
dimasukkan ke dalam perspektif, yaitu bila mungkin, antisipasi konsekuensi dari
sebuah situasi sehingga stress situasi tak terduga dapat dikurangi.
c. Tenang/ rileks.
Baik itu dengan cara membaca buku yang disukai, berenang, tenun, perjalanan,
musik, atau seni ukir kayu. Temukanlah sesuatu yang menyenangkan sehingga
ada istirahat sejenak dari tuntutan kehidupan. Yoga, meditasi, guided imagery,
dan latihan relaksasi mungkin dapat efektif. Obat herbal juga dapat bermanfaat,
termasuk bunga chamomile dan lavender untuk meningkatkan relaksasi, serta
ginseng Amerika untuk melindungi tubuh dari efek buruk dari stres.
d. Berdoa.
Seseorang yang memiliki kepercayaan, dapat mencurahkan masalah dan
mencoba memahami beban hidup yang dialami melalui doa. Doa juga bisa
menjadi aktivitas istirahat, yang dapat menginduksi dalam hal ini membersihkan
pikiran stress hari itu. Selanjutnya, kata-kata berulang atau ritual yang terkait
dengan doa dapat menawarkan manfaat terapeutik yang sama seperti meditasi
dan latihan relaksasi.
18
11. Gangguan istirahat dan tidur pada lansia
Sebagian besar lansia beresiko tinggi mengalami gangguan tidur akibat berbagai
faktor. Gangguan tidur memengaruhi kualitas hidup dan berhubungan dengan angka
mortalitas yang lebih tinggi. Gangguan tidur pada lansia dalam Stanley (2006),
antara lain:
a. Insomnia
Insomnia adalah ketidakmampuan untuk tidur walaupun ada keinginan untuk
melakukannya. Lansia rentan terhadap insomnia karena adanya perubahan pola
tidur, biasanya menyerang tahap 4 NREM (tidur dalam).
Tanda dan gejala insomnia adalah ketidakmampuan untuk tertidur, sering
bangun, ketidakmampuan untuk kembali tidur dan terbangun pada dini hari.
Klasifikasi insomnia terdiri dari 3 jenis :
1) Jangka pendek
Berakhir beberapa minggu dan muncul akibat pengalaman stres yang
bersifat sementara seperti kehilangan orang yang dicintai, tekanan
ditempat kerja, atau takut kehilangan pekerjaan. Biasanya kondisi dapat
hilang tanpa intervensi medis setelah orang tersebut beradaptasi terhadap
stresor.
2) Sementara
Episode malam gelisah yang tidak sering terjadi disebabkan oleh
perubahan-perubahan lingkungan seperti jet lag, kontruksi bangunan yang
bising, atau pengalaman yang menimbulkan ansietas.
3) Kronis
Berlangsung selama 3 minggu atau seumur hidup. Kondisi ini dapat
disebabkan oleh kebiasaan tidur yang buruk, masalah psikologis,
pengguanan obat tidur yang berlebihan, penggunaan alkohol yang
berlebihan, gangguan jadwal tidur-bangun, dan masalah kesehatan
lainnya. 40% insomnia kronis disebabkan oleh masalah fisik seperti apnea
tidur, sindrom kaki gelisah, atau nyeri kronis karena atritis. Insomnia
kronik memerlukan intervensi psikiatrik atau medis.
19
Konsekuensi dari insomnia adalah insomnia pada lansia dikaitkan
dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Lansia dengan
kesulitan tidur dilaporkan memiliki kualitas hidup rendah dan lebih
banyak gejala depresi dan kecemasan. Penurunan kognitif, kesulitan
berambulasi, kesulitan dengan keseimbangan, dan kesulitan melihat juga
terkait dengan tidur yang buruk, bahkan setelah mengendalikan untuk
penggunaan obat (Bloom, 2009).
Penatalaksanaan insomnia.
1) Terapi perilaku. Terapi perilaku telah terbukti sangat efektif dalam
pengobatan insomnia pada semua kelompok umur. Cognitive Behavioral
Therapy for Insomnia (CBT-I) telah terbukti paling efektif. CBT-I
menggabungkan terapi perilaku yang berbeda, termasuk instruksi tidur
kebersihan, stimulus kontrol, dan pembatasan tidur, dengan restrukturisasi
kognitif. Sejumlah modalitas tunggal perilaku dan pendekatan non
farmakologis lainnya telah digunakan untuk mengobati dan mengelola
insomnia pada semua kelompok umur. Ini termasuk terapi relaksasi dan
imagery, kontrol stimulus, pembatasan tidur, kompresi tidur,
meningkatkan hygiene tidur, pendidikan tidur, dan terapi kognitif. Latihan
dan aktivitas fisik, terapi pijat, chronotherapy, dan terapi cahaya juga
digunakan. Meskipun semua ini mungkin bermanfaat untuk lansia dengan
insomnia, terdapat dua pendekatan yang telah memenuhi kriteria evidence
based untuk keberhasilan: pembatasan tidur, terapi tidur kompresi dan
terapi perilaku kognitif multikomponen (Bloom, 2009).
b. Apnea tidur
Apnea tidur adalah berhentinya pernafasan selama tidur. Gangguan ini
diidentifikasi dengan gejala mendengkur, berhentinya pernapasan minimal selama
20
10 detik, dan rasa kantuk di siang hari yang luar biasa. Selama tidur, pernapasan
dapat berhenti paling banyak 300 kali, dengan episode apnea dapat berakhir dari 10-
90 detik. Gejala apnea tidur antara lain:
1) Dengkuran yang keras dan periodik
2) Tersedak dan batuk-batuk
3) Henti nafas beberapa detik, terdapat gerakan-gerakan seperti orang kehabisan
nafas
4) Sering terbangun tanpa sebab
5) Aktifitas malam hari yang tidak biasa, seperti duduk tegak, berjalan dalam
tidur, terjatuh dari tempat tidur
6) Sakit kepala dipagi hari
7) Rasa kantuk yang berlebihan di siang hari
8) Nokturia
9) Ortopnea akibat apnue tidur
Penatalaksanaan yang spesifik untuk apnea tidur melibatkan penurunan berat
badan, dengan manajemen medis, bagi mereka yang mengalami obesitas.
Pengobatan definitif untuk apnea tidur adalah penggunaan continuous positive
airway pressure (CPAP) yaitu berupa masker yang dihubungkan dengan alat
elektronik pompa udara (Darmojo, 2009). Mesin ini menyediakan aliran udara
yang stabil untuk menjaga jalan napas dalam posisi terbuka. Banyak lansia,
mengemukakan peralatan CPAP tidak nyaman, dan kepatuhan terhadap terapi
sulit untuk dicapai. Pembedahan untuk mengangkat jaringan berlebihan di
daerah faring dapat mengurangi jumlah mendengkur tetapi memiliki sedikit efek
untuk masalah pola pernapasan.
c. Sindrom kaki kurang tenang (retless legs syndrome) dan gangguan gerakan
tungkai yang periodik (periodic limb movement disorder)
Sindrom kaki kurang tenang karekteristik ditandai dengan rasa tidak enak
yang berlebihan terutama pada kaki selama malam saat penderita istirahat. Ini
dalah bentuk dari akathisia, sering disebut sebagai perasaan seperti dirayapi
semut atau hewan kecil. Perasaan ini menyebabkan pasien menggerakkan
kakinya, atau bangun lagi untuk berjalan guna menghilangkan rasa tak enak ini.
21
Secara nyata gangguan ini menyebabkan lansia sulit tidur atau terbangun berkali-
kali.
Gangguan gerakan tungkai yang periodik, mungkin menyertai sindrom kaki
kurang tenang atau berdiri sendiri. Karakteristik ditandai dengan munculnya
episode gerakan yang sama dan berulang, biasanya pada kaki tapi tidak jarang
muncul juga pada tangan. Biasanya pasangan tidurnya melaporkan ada episode
gerakan menendang yang muncul salam 20-40 detik saat tidur dan muncul
berulang-ulang. Gerakan-gerakan ini sebagian besar tidak membangunkan pasien
meskipun pasien melakukan 100 kali tendangan semalam. Hanya tendangan
dengan frekuensi dan intensitas tinggi dapat membangunkan pasien. Pasien
sering mengeluhkan rasa lelah yang berlebihan saat bangun tidur dan tidur tidak
nyenyak, sehingga berakibat mengantuk sepanjang hari. Faktor risiko kedua
kelainan ini antara lain usia lanjut, gagal ginjal, defisiensi besi (kadar ferritin
serum < 50 mg/dl).
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada sindrom kaki kurang tenang
(retless legs syndrome) dan gangguan gerakan tungkai yang periodik (periodic
limb movement disorder) antara lain:
1) Terapi konservatif dengan merendam kaki dan tungkai kaki dengan air
hangat
2) Olahraga ringan yang teratur
3) Obat antiparkinson seperti carbidopa-levodopa (formula 25-100 mg)
dengan dosis awal 1 kali setengah tablet saat mau tidur. Dosis dapat
ditingkatkan ½ tablet tiap hari 3-4 hari bila belum baik.
d. Gangguan perilaku REM
Ganguan perilaku REM ini sangat jarang, tetapi sering muncul pada lansia.
Proses yang mendasari terjadinya gangguan ini adalah adanya inhibisi transmisi
aktifitas motorik saat bermimpi. Pasien sering jatuh atau melompat dari tempat
tidur sehingga terjadi perlukaan. Terapi diberikan obat golongan benzodiazepine
kerja lama seperti klonasepam saat mau tidur sekali sehari, dapat mengontrol
gejala gangguan ini.
22
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian rinci pada lansia dengan gangguan tidur termasuk pengamatan
langsung, bertanya pada pasien dan anggota keluarga tentang pola tidurnya, dan
mungkin meminta pasien membuat buku harian tentang tidurnya selama 3 sampai 4
minggu. Perawat dapat melakukan pengkajian dengan melakukan wawancara
langsung mengenai hal-hal berikut:
a) Seberapa baik orang tersebut tidur di rumah
b) Waktu tidur dan waktu bangun
c) Ritual sebelum tidur dan lingkungan yang diinginkan (jumlah cahaya dan
ventilasi, suhu kamar, pintu terbuka atau tertutup, musik, jenis pakaian tidur)
d) Frekuensi dan durasi terbangun di malam hari
e) Aktivitas yang biasa dilakukan di awal jam malam
f) Makanan dan minuman yang dikonsumsi tepat sebelum tidur
g) Aktivitas dan hobi yang dilakukan di waktu luang
h) Obat-obat yang digunakan, termasuk obat tidur
i) Cenderung untuk tidur sendirian atau bersama seorang teman
j) Status kesehatan yang dirasakan dan kepuasan terhadap hidup
k) Berapa kali terbangun dan keluar ke kamar mandi
Jika pasien membuat catatan harian tentang tidurnya, minta pasien untuk mencatat
data berikut:
a) Jam berapa dia terbangun
b) Jam dan jumlah obat tidur diambil (termasuk penambahan dosis)
c) Episode disorientasi atau kebingungan
d) Frekuensi kebutuhan akan obat nyeri atau kebutuhan akan bantuan ke toilet
e) Waktu yang dihabiskan di tempat tidur
2. Kemungkinan diagnosa keperawatan
a. Gangguan pola tidur b.d penurunan kemampuan fungsi
23
b. Kelelahan b.d kondisi fisik kurang
3. Intervensi
Diagnosa I : Gangguan pola tidur b.d penurunan kemampuan fungsi
Intervensi:
a) Tetapkan pola kegiatan dan tidur pasien, jumlah jam tidurnya dan kualitas
tidur
b) Bantu pasien untuk menghilangkan situasi stress sebelum jam tidurnya
c) Pertahankan jadwal harian
d) Bangunlah di waktu yang biasa
e) Hindari makanan dan minuman yang mengandung kafein (coklat, teh,
kopi), beralkohol saat siang dan petang hari
f) Upayakan mengkonsumsi kudapan yang kaya L-triptofan (misalnya susu
atau kacang) menjelang tidur
g) Jelaskan pentingnya olah raga secara teratur (jalan kaki, lari, senam
aerobik dan latihan)
h) Hindarkan bahwa obat-obat hipnotik
i) Manipulasi lingkungan dan penyebab eksternal/hilangkan distraksi
lingkungan dengan gangguan tidur
j) Identifikasi faktor yang menyebabkan gangguan tidur
k) Olahraga teratur, paparan sinar matahari pada siang hari, dan teh herbal
non kafein pada waktu tidur
l) Manipulasi lingkungan dan penyebab eksternal/ hilangkan distraksi
lingkungan dan gangguan tidur
m) Hindari prosedur yang tidak perlu selama periode tidur
n) Batasi asupan cairan pada malam hari dan berkemih sebelum tidur
o) Tingkatkan aktivitas di siang hari sesuai indikasi
1. Buat jadwal program aktivitas untuk siang hari bersama klien (jalan
kaki, terapi fisik)
2. Jangan tidur siang lebih dari 90 menit
3. Anjurkan klien untuk bangun pagi hari
24
4. Anjurkan orang lain untuk berkomunikasi dengan klien, rangsang ia
untuk tetap terjaga
p) Bantu upaya tidur
1. Kaji rutinitas tidur yang biasa dilakukan klien, keluarga, praktik
hygiene, ritual (membaca, bermain) dan patuhi semaksimal mungkin
2. Anjurkan atau berikan perawatan pada petang hari
3. Gunakan alat bantu tidur
4. Pastikan klien tidur tanpa gangguan selama sedikitnya 4 sampai 5
periode, masing-masing 90 menit, setiap 24 jam
5. Catat lamanya tidur tanpa gangguan untuk setiap shift.
Diagnosa II : Kelelahan b.d kondisi fisik kurang
Intervensi:
Activity tolerance
a) Memonitor usaha bernapas dalam respon aktivitas
b) Melaporkan aktivitas harian
c) Memonitor ECG dalam batas normal
d) Memonitor warna kulit
Energi management
a) Monitor intake nutrisi
b) Tentukan keterbatasan fisik pasien, penyebab kelelahan
c) Bantu pasien untuk jadwal istirahat
25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istirahat adalah keadaan seseorang dapat merasakan relaks secara mental, bebas
dari kecemasan, dan tenang secara fisik sedangkan tidur adalah suatu proses
perubahan kesadaran yang terjadi berulang-ulang selama periode tertentu (Potter &
Perry, 2005). Secara fisiologis, jika seseorang tidak mempertahankan tidur yang
cukup untuk mempertahankan kesehatan tubuh, dapat terjadi efek-efek seperti:
pelupa, konfusi, disorientasi, terutama jika deprivasi tidur terjadi untuk waktu yang
lama. Secara psikologis, tidur memungkinkan seseorang untuk mengalami perasaan
sejahtera serta energi psikis dan kewaspadaan untuk menyelesaikan tugas-tugas.
Aktivitas rutin mendorong istirahat dan relaksasi. Jumlah yang lebih besar untuk
istirahat diperlukan oleh lansia dan harus diselingi dengan periode aktivitas
sepanjang hari.
Selama penuaan, pola tidur mengalami perubahan-perubahan yang khas yang
membedakannya dari orang-orang yang lebih muda. Perubahan-perubahan tersebut
mencakup kelatenan tidur, terbangun pada dini hari, dan peningkatan jumlah tidur
siang. Jumlah waktu yang dihabiskan untuk tidur yang lebih dalam juga menurun.
Istirahat dan tidur dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: status kesehatan,
lingkungan, stress, gaya hidup, maupun obat-obatan. Secara keselurahan hal tersebut
dapat mengakibatkan berbagai gangguan tidur pada lansia.
Perawat berperan dalam menentukan dan memberikan intervensi yang tepat
terkait peningkatan kualitas tidur lansia, serta memberikan edukasi kepada lansia
mengenai manajemen stress yang dapat dilakukan.
26
B. Saran
Kelompok lansia adalah kelompok individu yang unik. Dalam perkembangan
seiring bertambahnya usia, terjadi perubahan-perubahan baik fisik maupun
psikologis. Perawat harus mampu memahami perubahan-perubahan fisiologis yang
terjadi pada lansia, agar mampu memberikan intervensi yang tepat pada setiap
masalah kesehatan yang dialami lansia.
DAFTAR PUSTAKA
Darmojo, Boedhi.(2009). Buku ajar geriatri (Ilmu kesehatan Usia Lanjut). Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Eliopoulus, Charlotte.(2005). Gerontological nursing 6th Ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.
Potter & Perry.(2005). Fundamental keperawatan. Jakarta: EGC.
Roach, Sally S.(2001). Introductory gerontological nursing. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.
Schilling, Judith.(2003). Handbook of geriatric nursing care 2nd Ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Stanley, Mickey.(2006). Gerontological nursing: a health promotion/protection
approach 2nd Ed. Philadelphia: Davis Company.
Dugdale, David C.(2008).Aging changes in sleep.Diambil pada 21 Oktober 2011 dari
http://www.healthcentral.com/sleep-disorders/understanding-sleep-8785-108.html?
ic=506048
Bloom et al.(2009). Assessment and management of sleep disorders in older person.
Diambil pada 21 Oktober 2011 dari
http://www.uwpsychiatry.org/Docs/GR_Vitiello_handout.pdf
27