FORMULASI MIKROGRANUL MUKOADHESIF …perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/e-jurnal...
Transcript of FORMULASI MIKROGRANUL MUKOADHESIF …perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/e-jurnal...
FORMULASI MIKROGRANUL MUKOADHESIF EKSTRAK BIJI
ALPUKAT (Persea americana Mill) DENGAN PERBEDAAN
KONSENTRASI CARBOPOL
SKRIPSI
Oleh:
JENNY ADITIYA J
(066112103)
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2016
FORMULASI MIKROGRANUL MUKOADHESIF EKSTRAK BIJI
ALPUKAT (Persea americana Mill) DENGAN PERBEDAAN
KONSENTRASI CARBOPOL
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi
(S.Farm) pada program studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Pakuan
Oleh:
JENNY ADITIYA J
(066112103)
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2016
i
i
ii
ii
• Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh •
Alhamdulillahi rabbil’ alamin, wash shalatu was salamu’alaa asyrafil anbiyai wal
mursalin, wa’ala aalihi wa ash-habihi ajma’in amma ba’du.
Segala puji saya panjatkan untuk-Nya penggenggam semesta alam.
Shalawat dan salam untuk Nabi Muhammad saw, sahabat serta para pengikut
setianya.
Terimakasih untuk yang tersayang, terkasih, tercinta, terhebat, terpeka, terspesial.
Yakni:
Mamah & Papah sebagai sosok panutan & pelimpah kasih sayang untuk saya,
Kak Maharani, Noach, & Charchy sebagai saudara sekaligus Tim Hore saya,
Keluarga Besar Mbah Soehardjo-Makmun & Opah Na Aman sebagai cambuk acuan
untuk keberhasilan saya,
Ibu Bina, Ibu Erni, & Ibu Datun sebagai contoh teladan terhebat yang pernah saya
jumpai, serta salah satu pemeran dalam kesuksesan selesainya skripsi saya ini,
dan...
Teman-teman saya yang telah membantu dalam setiap inci pelaksanaan skripsi saya,
teruntuk : Tim Transport (Ririn, Kak Ikhwan, Fani), Tim Pengayak (Desy, Yhuni,
Suhayda), Tim Eksekusi Tikus (Yesi, Fitri), Tim Edukasi (Kak Shinta, Kak Rian, Zia,
Fakhrudin), Tim Percetakan (Indra, Asep), Tim Mikrogranul (Irma, Sri) , Tim
Pejuang & Sepenanggungan (Syarah, Annisa, Dhia),
serta...
Para sahabat saya, para pembagi pengalaman selama saya mengemban ilmu di
Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Pakuan, teruntuk : Keluarga FarMcD serta FarmABe 2012, Six Hore (Ardiliyas, Fani,
Marybet, Ine, Hana), CECEPI ku (Ayda, Miane, Toppoki), The Kampfrets (Acut, Nda,
Ath, Desy), Geng 504 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, Keluarga Besar
HIMAFAR, Para Asdos FARSETDAS (Nurul, Vevi, Inri, dan para asdos lainnya), &
Para Wanita Zaza Home (Imas, Nuni, Dinda, Bintang, Icha, Tia), serta teman-teman
yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Terimakasih banyak atas kesan hebat yang saya temukan bersama kalian.
Dare To Dream, Dare To Reach It
(Je, 2016)
• Hadanallahu wa iyyakum ajma’in was salaamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh •
iii
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Jenny Aditiya Jialale merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara dari pasangan Bapak Jemmy Jibrael Jialale dan Ibu
Sulistiyowati yang dilahirkan di Tegal, 06 Januari 1995.
Pendidikan pertama di SDN Puspanegara 03 pada tahun 2000-
2006. Penulis melanjutkan pendidikan tingkat menengah
pertama di SMP Negeri 1 Citeureup pada tahun 2006-2009
dan pendidikan menengah atas di SMK Farmasi Bhakti Kencana Bogor pada
tahun 2009-2012. Pada tahun 2012 penulis diterima di Jurusan Farmasi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan, Bogor. Selama
kuliah penulis aktif sebagai asisten dosen untuk praktikum farmaseutika, kimia
farmasi, dan farmakologi serta aktif dalam keorganisasian Himpunan Mahasiswa
Farmasi. Pada bulan Februari–Mei 2016 penulis menyelesaikan penelitian tugas
akhir yang berjudul “Formulasi Mikrogranul Mukoadhesif Ekstrak Biji
Alpukat (Persea americana Mill) dengan Perbedaan Konsentrasi Carbopol”,
dan dinyatakan lulus sebagai Sarjana Farmasi setelah melalui sidang
komprehensif pada 02 Agustus 2016 dengan perdikat Sangat Memuaskan.
iv
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Formulasi Mikrogranul
Mukoadhesif Ekstrak Biji Alpukat (Persea americana Mill) dengan
Perbedaan Konsentrasi Carbopol”, sebagai salah satu syarat mencapai gelar
Sarjana Farmasi di Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Bogor.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan perhatian dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Erni Rustiani, M.Farm., Apt. selaku pembimbing I dan Sri Wardatun,
M.Farm., Apt. Selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan
arahan.
2. Dekan dan Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Pakuan yang telah membimbing dalam
penyusunan tulisan ini.
3. Seluruh dosen beserta staf karyawan Program Studi Farmasi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Bogor.
4. Kedua orang tuaku yang telah memberikan do’a, semangat serta dukungan
baik moril maupun materil.
5. Keluarga besar Mahasiswa Farmasi khususnya Farmasi angkatan 2012 dan
semua pihak yang terlibat, terimakasih atas bantuan dan dukungannya yang
selalu memberikan do’a, nasihat dan dorongan semangat serta perhatiannya.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan tulisan ini sebagai bekal untuk masa yang akan datang.
Bogor, September 2016
Penulis
v
v
RINGKASAN
JENNY ADITIYA J. 066112103. FORMULASI MIKROGRANUL
MUKOADHESIF EKSTRAK BIJI ALPUKAT (Persea americana Mill)
DENGAN PERBEDAAN KONSENTRASI CARBOPOL di bawah
bimbingan Erni Rustiani dan Sri Wardatun
Biji alpukat merupakan limbah yang memiliki potensi sebagai
antidiabetes, senyawa yang dapat dimanfaatkan adalah tanin yang merupakan
salah satu senyawa polifenol. Tanin dapat digunakan sebagai obat karena dapat
menghambat asupan glukosa dalam darah. Penelitian ini bertujuan membuat
formula mikrogranul dari biji alpukat dengan sistem penghantaran mukoadhesif.
Formula dibuat berdasarkan perbedaan konsentrasi carbopol sebagai polimer
mukoadhesif. Konsentrasi carbopol yang digunakan Kontrol (0%), Formula I
(5%), Formula II (17,5%) dan Formula III (30%).
Hasil pengujian distribusi menunjukkan tiap mikrogranul terdistribusi
sebanyak 100% melewati saringan mesh 40-100. Kadar polifenol total
mikrogranul mukoadhesif sebelum uji wash off adalah 973,999 mg/g + 6,238. Uji
wash off dilakukan selama 2 jam menggunakan alat disintegrator tester. Hasil uji
wash off diperoleh formula terbaik adalah Formula II yang menggunakan
konsentrasi carbopol 17,5% dengan persentasi kadar polifenol total lebih tinggi
dibandingkan dengan formula yang lain sebesar 29,173% pada media usus dan
21,288% pada media lambung. Hasil pemindaian mikrogranul dengan metode
SEM (Scanning Electron Microscope) terhadap Formula II menunjukkan
mikrogranul memiliki bentuk morfologi amorf dan hablur agak kebulatan
sedangkan ukuran berkisar 110,76-115,01 µm. Hasil pemindaian mikrogranul
telah sesuai dengan ketentuan ukuran mikrogranul dan morfologi granul.
Kata Kunci : Biji alpukat, tanin, polifenol, mikrogranul, mukoadhesif,
antidiabetes, wash off
vi
vi
SUMMARY
JENNY ADITIYA J 066112103. FORMULATION MUCOADHESIVE
MICROGRANULE AVOCADO SEED EXTRACT (Persea americana Mill) WITH
DIFFERENT OF CARBOPOL CONCENTRATION Under The Guidance Of Erni
Rustiani and Sri Wardatun
Avocado seeds are cesspool whose have potential as an antidiabetic, a
compound can be used is a tannin which is one of the polyphenolic. Tannins can
be used as a drug because it can inhibit the intake of glucose in the blood. This
research aims to create a formula microgranule of avocado seed with a
mucoadhesive delivery system. Formula is made based on differences in
concentration of Carbopol as a mucoadhesive polymer. Carbopol concentration
used controls (0%), Formula I (5%), Formula II (17.5%) and Formula III (30%).
The test results showed microgranule distributed 100% pass through a
sieve mesh 40-100. Total polyphenol content of the mucoadhesive microgranule
before wash off test was 973.999 mg/g + 6.238. Test wash off for 2 hours using a
disintegrator appliance tester. The results wash off test standard best formula is
Formula II using Carbopol of 17.5%. Formula II has total polyphenol content
percentage is higher than the other formula of 29.173% in the intestinal media and
21.288% in the stomach media. The scans microgranule with SEM (Scanning
Electron Microscope) to Formula II shows microgranule have amorphous and
crystalline morphology rather roundness while the size range 115.01-110.76 µm.
The scans microgranule accordance with the provisions microgranule size and
morphology of the granules.
Keywords: Avocado seeds, tannins, polyphenols, mucoadhesive,
microgranule, antidiabetic, wash off
vii
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... i
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. ii
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iv
RINGKASAN ............................................................................................... v
SUMMARY .................................................................................................. vi
DAFTAR ISI ................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... x
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ................................................................... 3
1.3 Hipotesis ................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Biji Alpukat (Persea americana Mill) .................... 4
2.1.1 Deskripsi Tanaman ........................................................ 4
2.1.2 Kandungan Kimia ......................................................... 4
2.1.2 Khasiat Biji Alpukat ...................................................... 5
2.2 Ekstrak .................................................................................... 5
2.3 Ekstraksi ................................................................................. 5
2.4 Tanin ....................................................................................... 7
2.5 Mikrogranul ............................................................................ 8
2.6 Mukoadhesif ........................................................................... 9
2.7 Granulasi Basah ...................................................................... 9
2.8 Bahan Tambahan .................................................................... 10
2.9 Pengujian Mutu Mikrogranul Mukoadhesif ........................... 12
2.9.1 Pengujian Wash Off ...................................................... 12
viii
viii
2.9.2 Bentuk Morfologi ......................................................... 13
2.9.3 Ukuran Partikel ............................................................. 13
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian................................................ 14
3.2 Bahan dan Alat ...................................................................... 14
3.2.1 Bahan........................................................................... 14
3.2.2 Alat .............................................................................. 14
3.3 Metode Penelitian .................................................................. 14
3.3.1 Pengumpulan dan Determinasi Bahan ........................ 14
3.3.2 Pembuatan Simplisia Biji Alpukat .............................. 14
3.3.3 Pengujian Mutu Simplisia Biji Alpukat...................... 15
3.3.3.1 Penetapan Kadar Air ...................................... 15
3.3.3.2 Penetapan Kadar Abu .................................... 15
3.3.3.3 Perhitungan Rendemen Simplisia ................... 15
3.3.4 Pembuatan Ekstrak Kering Biji Alpukat .................... 16
3.3.5 Pengujian Mutu Ekstrak Kering Biji Alpukat ......................... 16
3.3.6 Analisis Kadar Polifenol Total Ekstrak Biji Alpukat .............. 16
3.3.6.1 Persiapan Larutan Blanko ............................... 16
3.3.6.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimal ..... 16
3.3.6.3 Waktu Inkubasi ............................................... 17
3.3.6.4 Penentuan Kurva Kalibrasi ............................. 17
3.3.6.5 Preparasi Sampel ............................................ 17
3.3.7 Pembuatan Mikrogranul Mukoadhesif ....................... 17
3.3.7.1 Formulasi Mikrogranul Mukoadhesif ............. 17
3.3.7.2 Pembuatan Mikrogranul Mukoadhesif ........... 18
3.3.8 Evaluasi Mikrogranul Mukoadhesif ............................ 18
3.3.8.1 Uji Kadar Air .................................................. 18
3.3.8.2 Uji Sudut Istirahat ........................................... 18
3.3.8.3 Uji Aliran ........................................................ 19
3.3.8.4 Uji Distribusi Ukuran Partikel ........................ 19
3.3.8.5 Uji Kadar Polifenol Total ............................... 20
ix
ix
3.3.8.6 Uji Wash Off ................................................... 20
3.3.8.7 Analisis Kadar Polifenol Total ....................... 21
3.3.8.8 Uji Morfologi dan Ukuran Partikel ................ 21
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Serbuk Simplisia Biji Alpukat ............................................... 22
4.2 Ekstrak Kering Biji Alpukat .................................................. 23
4.3 Hasil Pengujian Analisis Kadar Polifenol Total .................... 24
4.4 Hasil Evaluasi Mikrogranul Mukoadhesif ............................. 25
4.5 Hasil Uji Wash Off ................................................................. 27
4.6 Hasil Pemindaian Mikrogranul Mukoadhesif........................ 30
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ............................................................................ 31
5.2 Saran ...................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 32
LAMPIRAN ............................................................................................... 36
x
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Buah Alpukat ...................................................................................... 4
2. Beberapa Struktur Senyawa Polifenol Total ...................................... 8
3. Serbuk Simplisia Biji Alpukat ............................................................ 22
4. Serbuk Ekstrak Kering Biji Alpukat .................................................. 24
5. Sediaan Mikrogranul Mukoadhesif Biji Alpukat ............................... 25
6. Pengujian Wash Off ............................................................................ 28
7. Hasil Pemindaian Mikrogranul .......................................................... 30
xi
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Penggunaan Carbopol ........................................................................ 12
2. Formulasi Mikrogranul Mukoadhesif ................................................ 18
3. Tipe Aliran Berdasarkan Sudut Diam ................................................ 19
4. Tipe Aliran Berdasarkan Harga Daya Alir ........................................ 19
5. Data Uji Mutu Mikrogranul Mukoadhesif .......................................... 26
6. Data Distribusi Mikrogranul ................................................................ 26
7. Kadar Polifenol Total Sesudah dan Sebelum Uji Wash Off ................. 28
xii
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Prosedur Pembuatan Simplisia dan Ekstrak Biji Alpukat .................... 37
2. Perhitungan Dosis Ekstrak Biji Alpukat .............................................. 38
3. Prosedur Pembuatan Mikrogranul Mukoadhesif ................................. 39
4. Hasil Determinasi Biji Alpukat ............................................................ 40
5. Perhitungan Rendemen ........................................................................ 41
6. Data Hasil Uji Kadar Air dan Kadar Abu Serbuk Simplisia ................ 42
7. Data Hasil Uji Kadar Air dan Kadar Abu Ekstrak Kering Biji
Alpukat ................................................................................................. 43
8. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum, Waktu Inkubasi
dan Pembacaan Absorbansi Kurva Kalibrasi Asam Galat ................... 44
9. Hasil Pembacaan Absorbansi dan Perhitungan Kadar Polifenol Total
Ekstrak Biji Alpukat ............................................................................. 47
10. Data Hasil Uji Kadar Air Tiap Formula ............................................... 48
11. Hasil Pembacaan Absorbansi dan Kadar Polifenol Total Formula
Sebelum dan Sesudah Uji Wash Off .................................................... 49
12. Hasil Uji Morfologi Eksternal SEM .................................................... 51
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Tanaman alpukat merupakan tanaman yang memiliki potensi besar dalam
pengobatan karena bagian-bagiannya memiliki khasiat sebagai obat, bahkan
secara tradisional dan moderen bagian biji yang umumnya dianggap limbah kini
dipercaya dapat mengobati penyakit. Biji alpukat mengandung beberapa senyawa
polifenol yang dapat digunakan sebagai obat, salah satunya adalah tanin
(Zuhrotun, 2007). Tanin merupakan golongan polifenol yang penting dalam
tumbuhan selain lignin dan melanin. Tanin menyebar luas dalam tumbuhan
berpembuluh, khususnya pada jaringan kayu tumbuhan angiospermae (Harborne,
1987)
Penggunaan tanaman dalam sediaan obat umumnya dalam bentuk ekstrak.
Ekstrak dari bahan alam umumnya memiliki kelarutan yang rendah dalam lemak,
dan menyebabkan rendahnya ketersediaan hayati dalam tubuh, sehingga
diperlukan pengembangan untuk meningkatkan bioavaibilitas yang lebih baik dari
sediaan ekstrak bahan alam (Rajiv, 2013). Beberapa pengembangan ekstrak yang
telah dilakukan dari simplisia biji alpukat yaitu, pembuatan minuman serbuk dari
ekstrak biji alpukat yang dikombinasikan dengan susu dan tepung talas (Agustian,
2015), serta granul efervesen kombinasi ekstrak biji alpukat dan ekstrak kelopak
bunga rosella (Mas’adah, 2015).
Menurut Syamsyuni (2006) granul yang diukur dengan satuan µm yaitu
granul yang dapat melewati lubang ayakan no. 20-400 atau berkisar 38-850 µm.
Pengecilan ukuran granul mampu meningkatkan laju disolusi obat yang
selanjutnya akan meningkatkan absorbsi dan bioavaibilitas obat di dalam tubuh
(Agoes, 2008).
Mukoadhesif adalah suatu sistem penghantaran obat dengan menggunakan
polimer sintetik maupun alam yang dapat berinteraksi dengan mukosa dan dapat
menutupi bagian permukaan mukosa dengan baik. Sistem ini mampu melokalisasi
obat pada lokasi tertentu pada tubuh manusia, sehingga mampu memperlama
2
waktu kontak obat dengan mukosa (Agoes, 2008). Mukoadhesif dalam bentuk
mikrogranul, mikrosfer, mikrokapsul atau mikrogranular dapat meningkatkan
waktu bioavaibilitas obat dengan meningkatkan kontak sediaan dengan membran
mukosa (Burges, 2007). Hasil penelitian Sutriyo, dkk., (2008) menunjukkan
bahwa bentuk mikrogranul mukoadhesif furosemid dapat menghasilkan sediaan
yang berinteraksi lebih lama dengan mukosa lambung dan usus. Hal ini
merupakan salah satu upaya yang dapat digunakan untuk mengatasi keterbatasan
waktu tinggal obat dalam lambung. Penelitian yang dilakukan oleh Ikasari, dkk.,
(2015) mengenai sifat fisika mikrogranul mukoadhesif ranitidin menyatakan
bahwa pengecilan ukuran granul menyebabkan rantidin mudah larut dan
terabsorbsi dengan baik.
Polimer dalam sediaan mukoadhesif sangat penting karena dapat
menjamin interaksi obat yang lebih lama dengan mukosa, oleh karena itu
diperlukan pemilihan polimer yang tepat (Agoes, 2008). Salah satu contoh
polimer mukoadhesif yang sering digunakan adalah carbopol. Penggunaan
carbopol sebagai polimer mukoadhesif sangat baik karena carbopol dapat
memberikan ikatan yang kuat dengan mukus sehingga dapat menghasilkan
bioadhesi yang kuat (Hosmani, 2006). Hasil penelitian Chowdary & Rao (2003)
menyatakan bahwa carbopol dapat digunakan sebagai kombinasi polimer
mukoadhesif yang baik karena dapat meningkatkan daya lekat mikrogranul.
PVP K30 merupakkan salah satu kombinasi yang digunakan sebagai
pengikat yang baik dalam sediaan mukoadhesif. Hasil penelitian Sutriyo, dkk.,
(2008) menyatakan bahwa kombinasi carbopol sebagai polimer mukoadhesif
dengan PVP K30 dapat meningkatkan laju disolusi obat dalam bentuk
mikrogranul mukoadhesif, sedangkan hasil penelitian Ikasari, dkk., (2015)
menunjukkan bahwa kombinasi carbopol dan PVP K30 dapat memperbaiki
disolusi suatu obat untuk meningkatkan bioavaibilitas obat dalam bentuk
mikrogranul dan bentuk serta ukuran mikrogranul ditentukan dengan pemindaian
menggunakan mikroskop elektron.
Penelitian ini akan mengembangkan sediaan mikrogranul mukoadhesif
dari ekstrak biji alpukat dengan variasi konsentrasi carbopol sebesar 5-30% untuk
3
mengontrol pelepasan obat dan menjamin sediaan memiliki bioadhesif yang kuat
pada mukus (Hosmani,2006). Polimer mukoadhesif dikombinasikan dengan PVP
K30 sebesar (1:1) dengan ekstrak biji alpukat agar dapat membentuk massa
sediaan yang baik. PVP K30 dapat mengembang dalam air dan mengikat dengan
baik sehingga dapat membantu pencampuran ekstrak dan air selama proses
pembuatan (Agoes, 2008). Biji alpukat mempunyai kemampuan sebagai
adstringen yaitu dapat mengendapkan protein selaput lendir di permukaan usus
halus dan membentuk suatu lapisan yang melindungi usus sehingga dapat
menghambat asupan glukosa dan laju peningkatan glukosa darah di dalam tubuh
(BPOM, 2004). Hasil penelitian Zuhrotun (2007) menyatakan bahwa biji alpukat
mengandung senyawa polifenol berupa tanin. Tanin termasuk dalam golongan
polifenol yang dapat mengendapkan protein (Parker, 1993). Hasil penelitian yang
dilakukan Monica (2006) menyatakan bahwa kadar glukosa yang turun dalam
darah karena adannya senyawa tanin yang terkandung dalam biji alpukat.
Senyawa polifenol total dari ekstrak akan dianalisis untuk mengetahui kadar tanin
dan polifenol lain yang terkandung dalam ekstrak biji alpukat. Penentuan kadar
dilakukan sebelum dan sesudah dibuat sediaan.
1.2 Tujuan Penelitian
1. Menentukan konsentrasi carbopol yang paling baik untuk pembuatan
sediaan mikrogranul mukoadhesif dari ekstrak biji alpukat.
2. Menentukan kadar polifenol total ekstrak biji alpukat sebelum dan
sesudah dibuat mikrogranul mukoadhesif dari formula yang terbaik.
1.3 Hipotesis
1. Konsentrasi carbopol tertentu menghasilkan mikrogranul mukoadhesif
yang paling baik.
2. Kadar polifenol total ekstrak biji alpukat sebelum dan sesudah dibuat
sediaan diharapkan tetap.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Alpukat (Persea americana Mill)
2.1.1 Deskripsi Tanaman
Alpukat (Persea americana Mill) berasal dari Amerika tengah. Tumbuh di
daerah tropik dan subtropik dengan curah hujan antara 1.800 - 4.500 mm tiap
tahun. Umumnya tumbuhan ini cocok dengan iklim sejuk serta basah, dan tidak
tahan terhadap suhu rendah maupun tinggi. Buah berbentuk bola lampu sampai
berbentuk bulat telur, panjang 5 - 20 cm, lebar 5 - 20 cm, tanpa sisa bunga, warna
hijau atau kuning kehijauan, berbintik-bintik ungu atau ungu sama sekali, gundul,
harum, berbiji satu berbentuk bola, garis tengah 2,5 - 5 cm (DepKes. RI, 1978).
Gambar buah alpukat dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Buah Alpukat
Biji buah alpukat berbentuk bulat seperti bola, keping biji putih kemerahan
dan termasuk dalam kelas biji berkeping dua (Dicotyledoneae). Kepingan ini
mudah terlihat apabila kulit biji dikuliti. Pada saat masih muda kulit biji sulit
terlepas dari daging buahnya, bila sudah tua kulit biji akan terlepas dengan
sendirinya (Indriani dan Suminarsih, 1997).
2.1.2 Kandungan Kimia
Skrining fitokimia yang dilakukan oleh Zuhrotun (2007) terhadap
simplisia dan ekstrak etanol biji buah alpukat bentuk bulat mengandung senyawa
Biji
Daging
Kulit
Kulit Biji
5
polifenol yaitu flavonoid, triterpenoid, kuinon, tanin, monoterpenoid dan
seskuiterpenoid sedangkan senyawa saponin hanya terdeteksi pada ekstraknya
saja.
Kandungan tanin biji alpukat berbeda-beda tergantung pada jenisnya.
Tanin total pada biji alpukat biasa kering, biji alpukat mentega kering, biji alpukat
biasa segar dan biji alpukat mentega segar berturut-turut adalah 117 mg/kg, 112
mg/kg, 41,335 mg/kg, dan 41 mg/kg (Mlangngi, dkk., 2012).
2.1.3 Khasiat Biji Alpukat
Biji alpukat memiliki senyawa polifenol berupa tanin yang berkhasiat
sebagai adstringen dapat mengendapkan protein selaput lendir di permukaan usus
halus dan membentuk suatu lapisan pelindung usus, sehingga menghambat asupan
glukosa dan laju peningkatan glukosa darah tidak terlalu tinggi (Parker,1993 &
BPOM, 2004).
2.2 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (DepKes.RI, 1995). Ekstrak dikelompokan atas sifatnya, yaitu (Voight,
1995) :
a. Ekstrak encer adalah sediaan yang memiliki konsentrasi semacam madu
dan dapat dituang.
b. Ekstrak kental adalah sediaan yang dalam keadaan dingin dan tidak dapat
dituang. Kandungan airnya sampai 30%.
c. Ekstrak kering adalah sediaan yang memiliki konsentrasi kering dan
mudah dituang, sebaiknya memiliki kandungan lembab tidak lebih dari
5%.
d. Ekstrak cair, ekstrak yang dibuat sedemikian rupa sehingga 1 bagian
simplisia setara dengan 2 bagian ekstrak cair.
6
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia
yang diekstraksi mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang
tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain (DepKes.RI,
2000). Ekstraksi dengan menggunakan pelarut menjadi 2 cara, yaitu cara dingin
dan cara panas. Ekstraksi cara dingin antara lain :
Jenis – jenis Ekstraksi
a. Cara Dingin
1. Maserasi
Maserasi berasal dari bahasa latin Macerace berarti mengairi dan
melunakkan. Dasar dari maserasi adalah melarutnya bahan kandungan
simplisia dari sel yang rusak, yang terbentuk pada saat penghalusan,
ekstraksi bahan kandungan dari sel yang utuh. Semakin besar
perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan semakin
banyak hasil yang diperoleh (Voight, 1994).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (Exhaustiva extraction) yang umumnya dilakukan pada
temperatur ruangan. Proses perkolasi terdiri dari tahapan pengembangan
bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan atau
penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat)
(DepKes. RI, 2000).
b. Cara Panas
1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya
selama waktu tertentu dan dalam jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik (DepKes.RI, 2000).
7
2. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum
dilakukan pada temperature 40-50°C (DepKes.RI, 2000).
3. Infus
Infus adalah proses penyarian yang umumnya dilakukan untuk menyari zat
kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan – bahan nabati. Proses ini
dilakukan pada suhu 90°C selama 15 menit (DepKes. RI, 2000).
4. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai
titik didih air, yakni 30 menit pada suhu 90-100°C (DepKes. RI, 2000).
5. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru
dan yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstrak
kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin
balik (DepKes.RI, 2000).
2.4 Tanin
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae
terdapat khusus dalam jaringan kayu. Tanin terletak terpisah dari protein dan
enzim sitoplasma, bila jaringan tumbuhan rusak, misalnya hewan memakannya,
maka dapat terjadi reaksi penyamakan. Sebagian besar tumbuhan yang banyak
mengandung tanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya sepat,
sehingga mungkin mempunyai arti sebagai pertahanan bagi tumbuhan (Harborne,
1987).
Secara garis besar, tanin terbagi menjadi dua golongan : tanin dapat
terhidrolisiskan yang terbentuk dari esterifikasi gula (misalnya glukosa) dengan
asam fenolat sederhana yang merupakan tanin turunan siklamat (misalnya asam
galat), dan tidak terhidrolisis yang kadang disebut dengan tanin terkondensasi,
yang berasal dari reaksi polimerisasi (kondensasi) antar flavonoid (Heinrich, dkk.,
2009).
8
Tanin terkondensasi secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan
cara kondensasi katekin tunggal (galokatekin) yang membentuk senyawa dimer
dan kemudian oligomer yang lebih tinggi. Proantosianidin merupakan nama lain
dari tanin terkondensasi karena jika direaksikan dengan asam panas, beberapa
ikatan karbon penghubung satuan terputus dan dibebaskalah monomer
antosianidin (Harborne, 1987).
Tanin terhidrolisiskan terutama terdiri atas dua kelas, yang paling
sederhana ialah depsida galoiglukosa. Pada senyawa ini, inti yang berupa glukosa
dikelilingi oleh lima gugus ester galoil atau lebih. Asam galat merupakan salah
satu senyawa tanin terhidrolisis yang mempunyai molekul berbentuk senyawa
dimer yaitu asam heksahidroksi difenat yang berikatan dengan glukosa, yang
apabila dihidrolisis elagitanin ini menghasilkan asam elagat (Harborne, 1987).
Struktur bebrapa senyawa tanin dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Beberapa struktur senyawa tanin
(Parker, 1993)
2.5 Mikrogranul
Granul merupakan gumpalan yang terbentuk dari partikel yang kecil,
umumnya berbentuk kebulat-bulatan, tidak merata dan menjadi seperti partikel
tunggal yang lebih besar. Granulasi merupakkan proses yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan mengalir serbuk (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013).
Mikrogranul adalah sediaan granul yang diukur dalam satuan mikrometer,
umumnya satuan mikron diberikan pada partikel berukuran kecil dengan lambang
µm berkisar 100-600 mikrometer (Anonim, 2013), sedangkan menurut Syamsyuni
(2006) Granul yang digolongkan dalam ukuran mikrometer berkisar antara 38-850
µm atau granul yang dapat melewati lubang pengayak no.20-400.
9
2.6 Mukoadhesif
Sistem penghantaran obat mukoadhesif yang menghasilkan bentuk sediaan
berinteraksi lebih lama dengan mukosa yang terdapat dalam lambung dan usus,
merupakan salah satu upaya yang dapat digunakan untuk mengatasi keterbatasan
waktu tinggal obat dalam lambung. Obat akan ditahan untuk waktu yang lebih
lama dalam saluran pencernaan, sehingga diharapkan proses absorpsinya menjadi
lebih signifikan (Agoes, 2008).
Polimer yang dapat melekat pada lapisan mukosa dapat dibedakan menjadi
tiga kategori, yaitu (Zate, dkk., 2010) :
a. Polimer yang menjadi lengket saat kontak dengan air.
b. Polimer yang melekat melalui ikatan nonspesifik dan nonkovalen.
c. Polimer yang berikatan dengan reseptor yang spesifik pada permukaan sel.
Karakteristik polimer mukoadhesif yaitu molekul dengan ikatan hidrogen
yang kuat, bermuatan anionik kuat, fleksibel pada penetrasi jaringan, tegangan
permukaan yang sesuai serta berbobot molekul tinggi. Sistem mukoadhesif dapat
menjamin sediaan dapat tinggal pada bagian tubuh tertentu sehingga dapat
meningkatkan ketersediaan hayati, sistem ini akan terjadi jika terdapat air, atau
dengan kata lain polimer harus mampu mengembang dan menyebar pada mukus
(Agoes, 2008).
2.7 Granulasi Basah
Granulasi basah adalah aglomerasi serbuk dengan cara pengadukan
dengan penambahan cairan yang umumnya campuran dari cairan pengikat yang
sudah dicampurkan dengan massa kering (Agoes, 2008). Metode ini dapat
meminimalkan debu pada saat produksi, pencegahan serbuk menjadi terpisah
dengan masa granul selama pemrosesan, serta dengan adannya variasi pemilihan
pelarut yang tepat laju disolusi dan pelepasan sediaan dapat diperbaiki. Zat
berkhasiat, pengisi, dan penghancur dicampur homogen, lalu dibasahi dengan
larutan pengikat, bila perlu ditambahkan pewarna. Diayak menjadi granul dan
dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 40-50°C, setelah kering diayak
kembali untuk memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan (Anief, 2000).
10
2.8 Bahan Tambahan
- Bahan Pengisi (Filler)
Bahan pengisi dapat berfungsi untuk meningkatkan dan memperoleh
massa agar mencukupi jumlah bobot yang diinginkan, bahan pengisi juga dapat
berfungsi untuk memperbaiki laju alir, sehingga mudah dikempa, serta memenuhi
persyaratan eksipien, meliputi inert, stabil secara fisik dan kimia, bebas mikroba
perusak dan patogen, mendukung bioavaibilitas, tersedia dalam perdagangan dan
harga relatif murah, contohnya seperti mikrokristalin selulosa (Avicel PH 102)
(Anwar, 2012).Pada peningkatan masa ruahan, konsentrasi yang dapat digunakan
dalam sediaan bergantung pada jumlah dan bentuk sediaan yang dikehendaki,
umumnya penggunaan bahan pengisi dapat mencapai 80-90%. Zat yang lazim
digunakan tergantung dari fungsi yang diinginkan baik bahan yang dapat larut
dengan air seperti Laktosa dan bahan tidak larut air seperti mikrokristalin selulosa
(Avicel PH 102) (Agoes, 2008).
Mikrokristalin selulosa atau Avicel adalah sebagian depolimer selulosa
berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa, bubuk kristal terdiri dari partikel
berpori. Tersedia secara komersial dalam ukuran partikel dan kelembaban yang
berbeda, memiliki nilai sifat dan aplikasi yang berbeda. Bahan tambahan ini dapat
digunakan sebagai pengisi dan penghancur yang baik (Rowe, dkk., 2009).
Mikrokristalin memiliki sifat ikatan yang kuat, sebagian besar dalam bentuk pori-
pori internal dan sebagian besar terikat pada unit kecil selulosa melalui ikatan
hidrogen. Pada granulasi basah mikrokristalin digunakan sebagai pengisi maupun
pengikat. Avicel PH 102 memiliki ukuran partikel besar (90µm) yang berguna
untuk meningatkan sifat aliran (Agoes, 2008).
- Bahan Pengikat (Binder)
Bahan pengikat adalah bahan yang berperan penting dalam menciptakan
sifat kohesif dan adhesif yang dapat mengaglomerasi partikel serbuk membentuk
granul yang kompak, sehingga granul yang akan dibentuk dapat memiliki ukuran
seragam setelah diayak (Agoes, 2008). Bahan ini juga penting peranannya dalam
proses pembentukan granul dari partikel-partikel yang tidak homogen menjadi
partikel-partikel sferis yang lebih besar dan lebih homogen. Bahan pengikat tidak
11
boleh menghalangi disintegrasi tablet maupun pelepasan zat aktif untuk
diabsorpsi. Bahan pengikat yang dapat digunakan dalam granulasi basah
contohnya seperti Poli Vinil Pirolidon K-30 dengan pelarut air atau campuran
pelarut yang sesuai (Anwar, 2012). Pada penambahan pengikat dapat dilakukan
secara kering atau dengan menggunakan pelarut tunggal maupun campur,
pengikat dalam bentuk larutan umumnya lebih efektif (Lachman dan Liberman,
1994).
Poli Vinil Pirolidon merupakan zat larut alkohol yang digunakan dalam
konsentrasi 3 sampai 15%. Granulasi yang menggunakan sistem PVP-alkohol
dapat diproses dengan baik, cepat kering, dan sifat kempa sangat baik (Siregar,
2010). PVP dapat digolongkan sebagai pembawa dalam obat dengan pelepasan
terkendali, polimer ini termasuk dalam bahan serbaguna dapat digunakan sebagai
pembawa untuk sistem dispersi padat yang baik (Agoes, 2008).
- Bahan Penghancur (Disintegrant)
Bahan penghancur merupakan bahan yang digunakan untuk
mempermudah memecah granul menjadi partikel yang lebih halus dalam saluran
cerna (Agoes, 2008). Menurut Anwar (2012), syarat suatu bahan dapat dipakai
sebagai penghancur antara lain memungkinkan terjadinnya proses kapilerisasi
cairan, mudah mengembang dan meningkatkan kemampuan pembasahan tablet,
contohnya seperti mikrokristalin selulosa (Avicel PH 102).
- Polimer Mukoadhesif
Polimer mukoadhesif merupakan bahan yang digunakan sediaan yang
ditujukan untuk pelepasan diperlambat. Polimer yang baik dapat menunjukan
interaksi obat lebih lama dengan mukosa. Umumnya polimer yang ideal
digunakan adalah polimer yang dapat mengembang dalam air, terdiri dari
campuran yang memiliki bobot molekul tinggi sehingga mampu meningkatkan
adhesi, mengandung gugus pembentuk ikatan hidrogen serta anionik kuat,
contohnya seperti carbopol (Agoes, 2008).
Carbopol adalah polimer mukoadhesif berbobot molekul tinggi yang
terbentuk dari unit monomer asam akrilat yang berulang. Rantai polimer tersebut
ditaut silang dengan alil sukrosa atau alil pantaeritritol. Mengandung antara 52%
12
dan 68 % asam karboksilat (COOH) dihitung berdasarkan bobot kering (Rowe,
dkk., 2009). Carbopol dapat mengembang dan menyerap air sehingga banyak
digunakan dalam komponen obat lepas terkendali. Polimer ini juga dapat
meningkatkan viskositas, pensuspensi, serta bioadhesif yang kuat dengan mukus
(Hosmani, 2006). Carbopol terdapat dalam bentuk halus berwarna putih, asam,
higroskopis dan dengan sedikit bau yang khas (Rowe, dkk., 2009). Tabel
konsentrasi penggunaan carbopol dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Penggunaan carbopol
Penggunan Konsentrasi %
Emulsifing agent 0,1-0,5
Gelling agent 0,5-2.0
Suspending agent 0,5-1,0
Tablet binder 0,75-3,0
Controlled-release agent 5,0-30,0
Sumber : Rowe, dkk., 2009
2.9 Pengujian Mutu Mikrogranul Mukoadhesif
2.9.1 Pengujian Wash Off
Pengukuran adhesif pada sediaan mukoadhesif sangat diperlukan. Obat
dalam berbagai bentuk fisika dapat berada dalam substrat biologi dengan berbeda
sifat, sehingga diperlukan uji sederhana untuk mengetahui jumlah potensial
mukoadhesifnya (Agoes, 2008). Menurut Sutriyo, dkk., (2008) uji wash off
bertujuan untuk mengetahui kemampuan mikrogranul melekat pada mukosa
lambung dan usus, dengan menghitung jumlah mikrogranul yang masih melekat
pada lambung dan usus. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Indrawati, dkk.,
(2005) pengukuran daya lekat granul dengan uji wash off dihitung jumlah granul
yang masih menempel setiap 30 menit selama 2 jam.
13
2.9.2 Bentuk Morfologi
Sediaan farmasi obat dalam bentuk solida memiliki perbedaan dalam
bentuk fisik baik dalam kristal maupun amorf yang selalu lebih larut dari bentuk
kristalnya (Agoes, 2008). Menurut penelitian yg dilakukan oleh Ikasari, dkk.,
(2015) hasil pengujian morfologi mikrogranul sama dengan bentuk granul pada
umumnya, yaitu berbentuk partikel bulat, amorf dan seragam dengan ukuran
mikron. Bentuk mikrogranul yang ditunjukkan dengan mikroskop cahaya adalah
amorf dan morfologi mikrogranul diperiksa dengan pemindaian mikroskop
elektron, photomikrograpis dengan pembesaran 1000x.
2.9.3 Ukuran Partikel
Pengecilan ukuran partikel dapat meningkatkan luas permukaan,
kecepatan disolusi dan meningkatnya absorbsi pada saluran cerna. Proses yang
dapat dilakukan untuk menyeragamkan ukuran partikel dengan ukuran diperkecil
antara lain penggilingan, pengayakan atau kristalisasi (Agoes, 2008). Pengujian
ukuran dilakukan dengan menggunakan mikroskop elektron untuk mengetahui
ukuran mikrogranul yang seragam dalam satuan mikron. Pengujian yang
dilakukan oleh Szymańska dan Katarzyna (2012) ukuran mikrogranular dan
analisis bentuk mikrogranular diamati dibawah perbesaran 10x menggunakan
mikroskop optik dilengkapi dengan kamera (Motic BA400, Wetzlar, Jerman).
Ukuran granul yang diukur dalam mikrometer berkisar 38-850 µm atau granul
yang dapat melewati lubang pengayak no.20-400 (Syamsyuni, 2006).
14
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Februari sampai Mei 2016 di
Laboratorium Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pakuan Bogor.
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji alpukat
(Persea americana Mill), PVP-K30, Carbopol 934P, Avicel PH-102, akuades,
potongan mukosa lambung dan usus tikus putih segar, medium cairan lambung
dan usus buatan, asam galat, besi (III) ammonium disulfat, kalium besi (III)
sianida, larutan gelatin, asam natrium klorida, kaolin, lem sianoakrilat, parafilm,
natrium klorida P, asam korida P, natrium Hidroksida 0,2 N, kalium hidrogen
fosfat.
3.2.2 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: neraca analitik,
oven, grinder, tanur (Vulcan A-55®), Moisture Balance (AND MX-50®), Vacuum
Dryer, Silent Crusher (Heidolph®), Mikroskop elektron, Spektrofotometer UV-
VIS, Disintegrator Tester (LIJ-1®), Ayakan, dan alat-alat gelas lainnya.
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Pengumpulan dan Determinasi Bahan
Biji alpukat yang akan digunakan diperoleh dari kawasan kampus
Universitas Pakuan Bogor. Determinasi tanaman dilakukan di Pusat Konservasi
Tumbuhan (PKT) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor.
3.3.2 Pembuatan Simplisia Biji Alpukat
Biji dari buah alpukat yang telah matang sebanyak 3 kg dibersihkan dan
dicuci dengan air mengalir sampai bersih lalu ditiriskan. Biji alpukat dipotong
kecil-kecil membujur dengan tebal sekitar 1-2 mm untuk mempercepat
15
pengeringan. Potongan biji alpukat dikeringkan didalam oven pada suhu kurang
lebih 50oC, simplisia kering dibersihkan kembali dari kotoran yang mungkin
tercemar pada saat pengovenan (sortasi kering). Selanjutnya simplisia kering
digrinder menjadi simplisia serbuk dan diayak menggunakan ayakan mesh 30
sehingga diperoleh simplisia serbuk, dan disimpan dalam wadah bersih tertutup
rapat. Alur pembuatan serbuk simplisia terdapat di Lampiran 1.
3.3.3 Pengujian Mutu Simplisia Biji Alpukat
3.3.3.1 Penetapan Kadar Air
Penentuan kadar air dilakukan dengan menggunakan moisture balance.
Sampel sebanyak 1 gram dimasukan, disiapkan alat pada suhu 1050C selama 1
menit. Kemudian kadar yang tertera pada moisture balance dicatat. Dilakukan
pengulangan 3 kali (triplo).
3.3.3.2 Penetapan Kadar Abu
Ditimbang 2-3 gram sampel dengan seksama, dimasukkan ke dalam krus
platina atau krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, diratakan. Dipijarkan
dengan suhu ±600°C perlahan-lahan hingga arang habis, didinginkan lalu
ditimbang hingga bobot konstan ±0,25%. Jika dengan cara ini arang tidak dapat
dihilangkan, ditambahkan air panas, disaring dalam krus yang sama. Dimasukkan
filtrat ke dalam krus, diuapkan, dipijarkan hingga bobot tetap, ditimbang.
Dihitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara. Dilakukan
pengulangan 3 kali (triplo) caranya yaitu dengan memasukkan krus ke dalam
tanur secara bersamaan. Kadar abu biji alpukat tidak lebih dari 5% (DepKes. RI,
1978).
Cara perhitungannya:
3.3.3.3 Perhitungan Rendemen Simplisia
Perhitungan rendemen simplisia yaitu dengan membandingkan antara
bobot simplisia segar dengan bobot akhir yang diperoleh.
% Abu Total = 𝐁𝐨𝐛𝐨𝐭 𝐚𝐛𝐮 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐩𝐞𝐫𝐨𝐥𝐞𝐡
𝐁𝐨𝐛𝐨𝐭 𝐚𝐰𝐚𝐥 𝐬𝐚𝐦𝐩𝐞𝐥 x 100 %
16
Cara Menghitung :
3.3.4 Pembuatan Ekstrak Kering Biji Alpukat
Sebanyak 30 g serbuk simplisia biji alpukat dimasukkan kedalam bejana
yang berisi 1 L air dan dipanaskan diatas kompor sampai mendidih selama kurang
lebih 45 menit atau sampai volume air 0,25 L lalu disaring untuk kemudian
filtratnya dipisahkan (perlakuan pertama). Residu yang diperoleh kemudian
ditambahkan lagi air sebanyak 1 L dan diperlakukan sama seperti perlakuan
pertama sampai 4 kali perlakuan, maka didapatlah volume filtrat sebanyak 1 L
dengan dosis 30 g/L (Koffi, dkk., 2009). Filtrat yang dihasilkan dibuat ekstrak
kering dengan bantuan alat Vacuum dryer. Tahapan pembuatan ekstrak kering biji
alpukat dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.3.5 Pengujian Mutu Ekstrak Kering Biji Alpukat
Pengujian mutu ekstrak meliputi uji fisik serta perhitungan rendemen.
Prosedurnya sama dengan pengujian mutu pada simplisia biji alpukat.
3.3.6 Analisis Kadar Polifenol Total Ekstrak Kering Biji Alpukat
3.3.6.1 Persiapan Larutan Blanko
Sebanyak 1 mL akuadestilata ditambahkan 6mL besi (III) amonium
disulfat 0,2 M, diaduk selama 20 menit, ditambahkan 6 mL kalium besi (III)
sianida 0,01 M dan diaduk selama 20 menit. Ditambahkan akuadestilata sampai
50 mL.
3.3.6.2 Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimal
Dibuat larutan induk asam galat 100 μg/mL dalam akuadestilata dan
diencerkan hingga 25 μg/mL. Sebanyak 2mL larutan dipipet, ditambahkan 6 mL
besi (III) amonium disulfat 0,2 M, diaduk selama 20 menit, ditambahkan 6 mL
kalium besi (III) sianida 0,01 M dan diaduk selama 20 menit. Akuades
ditambahkan hingga 50 mL, sehingga diperoleh konsentrasi akhir 1 μg/mL.
Diukur serapannya pada panjang gelombang 600 - 800 nm (Mustikasari, 2012).
Rendemen Simplisia = 𝐁𝐨𝐛𝐨𝐭 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐩𝐞𝐫𝐨𝐥𝐞𝐡
𝐁𝐨𝐛𝐨𝐭 𝐬𝐢𝐦𝐩𝐥𝐢𝐬𝐢𝐚 𝐬𝐞𝐠𝐚𝐫 x 100%
17
3.3.6.4 Penentuan Waktu Inkubasi
Dipipet sebanyak 0,5 mL larutan standar asam galat 100 ppm dan
ditambahkan 6 mL besi (III) amonium disulfat 0,2 M diaduk selama 20 menit,
ditambahkan 6 mL kalium besi (III) sianida 0,01 M dan diaduk selama 20 menit.
Akuades ditambahkan hingga 50 mL. Dihomogenkan dan diinkubasi pada suhu
kamar. Ukur serapannya pada panjang gelombang maksimum pada 5, 10, 15, 20,
25, 30, 35, 40 menit hingga didapat serapan optimum yang stabil.
3.3.6.3 Penentuan Kurva Kalibrasi
Dari larutan baku asam galat 100 ppm dipipet masing-masing 2, 4, 6, 8,
dan 10 mL ke dalam labu ukur 50 mL. Masing-masing ditambahkan dengan 6 mL
besi (III) amonium disulfat 0,2 M diaduk 20 menit, dan 6 mL kalium besi (III)
sianida 0,01 M diaduk 20 menit, kemudian ditambahkan akuadestilata sampai 50
mL. Ukur serapannya pada panjang gelombang maksimal yang dihasilkan
(Mustikasari, 2012).
3.3.6.4 Preparasi Sampel
Sebanyak 0,06 g serbuk ekstrak kering biji alpukat dididihkan dengan 80
mL akuadestilata. Larutan disaring serta dibilas dengan 2 x 5 mL akuadestilata
dan ditepatkan hingga 100 mL, diambil sebanyak 5 mL ekstrak, ditambahkan
akuadestilata hingga 10 mL. Kemudian diambil 1 mL dari labu ukur 10 mL dan
dimasukan dalam labu ukur 50 mL ditambahkan 6 mLbesi (III) amonium disulfat
0,2 M dan diaduk selama 20 menit. Kemudian ditambahkan 6 mL kalium besi
(III) sianida 0,01 M dan diaduk selama 20 menit serta ditambahkan akuadestilata
hingga 50 mL. Larutan diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum
yang dihasilkan.
3.3.7 Pembuatan Mikrogranul Mukoadhesif
3.3.7.1 Formulasi Mikrogranul Mukoadhesif
Mikrogranul mukoadhesif dibuat sebanyak 4 formula dengan perbedaan
konsentrasi carbopol, setiap formula dibuat sebanyak 100 gram.
𝐊𝐚𝐝𝐚𝐫 =𝑲𝒂𝒅𝒂𝒓 (𝒑𝒑𝒎) 𝒙 𝒗𝒐𝒍𝒖𝒎𝒆 (𝒎𝒍)𝒙 𝒇𝒂𝒌𝒕𝒐𝒓 𝒑𝒆𝒏𝒈𝒆𝒏𝒄𝒆𝒓𝒂𝒏
𝟏𝟎𝟎𝟎 𝒙 𝒃𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍 (𝒈) − (𝒃𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍 (𝒈)𝒙 𝒌𝒂𝒅𝒂𝒓 𝒂𝒊𝒓
18
Tabel 2. Formula Mikrogranul Mukoadhesif
Bahan Kontrol
(%)
Formula I
(%)
Formula II
(%)
Formula III
(%)
Ekstrak biji alpukat* 10 10 10 10
PVP K30 10 10 10 10
Carbopol 934P - 5 17,5 30
Avicel PH102 ditambahkan
hingga
100 100 100 100
Keterangan * : Perhitungan dosis ekstrak dapat dilihat pada Lampiran 2.
3.3.7.2 Prosedur Pembuatan Mikrogranul Mukoadhesif
Ekstrak kering biji alpukat dicampurkan dengan larutan PVP K30 dalam
etanol 96% (1:3), kemudian diuapkan hingga bobot campuran hilang 50%.
Dispersi tersebut dihomogenkan kembali dengan silent crusher (Heidolph®)
dengan kecepatan 20-35 RPM (x1000). Dibuat massa suspensi campuran carbopol
934P dan Avicel PH102 dengan penambahan akuades, kemudian dicampurkan
dengan campuran Ekstrak kering biji alpukat dan PVP K30, lalu dihomogenkan
kembali dengan silent crusher (Heidolph®). Massa dikeringkan dalam oven
dengan suhu 35˚C+ 0,5 ˚C, setelah kering kemudian digrinder dan diayak dengan
mesh 100. Selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap mikrogranul mukoadhesif
(Ikasari, dkk., 2015). Tahapan pembuatan mikrogranul mukoadhesif dapat dilihat
pada Lampiran 3.
3.3.8 Evaluasi Mikrogranul Mukoadhesif
3.3.8.1 Uji Kadar Air
Penentuan kadar air mikrogranul mukoadhesif dilakukan dengan
menggunakan moisture balance.
3.3.8.2 Uji Sudut Istirahat
Pengujian sudut istirahat dilakukan dengan memasukkan sejumlah 50
gram granul ke dalam corong. Massa yang jatuh akan membentuk kerucut, lalu
diukur tinggi dan diameter kerucut. Percobaan ini dilakukan sebanyak 3 kali.
Tipe aliran berdasarkan sudut istirahat dapat dilihat pada Tabel 4.
19
Rumus : Tan-1 α = ℎ
𝑟
Keterangan :
α = Sudut diam (˚)
h = Tinggi tumpukan granul (cm)
d = Diameter tumpukan granul (cm)
Tabel 3. Tipe Aliran Berdasarkan Sudut Diam.
Sudut Istirahat (α) Keterangan
< 250 Sangat Mudah Mengalir
250<α<400 Mudah Mengalir
>400 Sukar Mengalir
Sumber: Aulton,1988
3.3.8.3 Uji Aliran
Uji aliran dilakukan dengan cara sebanyak 50 gram granul dilewatkan ke
dalam alat granule flow tester sampai massa melewati corong, kemudian dicatat
waktunya. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali. Penghitungan daya aliran
dilakukan menggunakan rumus:
Keterangan:
f = Daya aliran (gram/detik)
T = Waktu (detik)
M = Massa Granul (gram)
Tabel 4. Tipe Aliran Berdasarkan Harga Daya Alir
Harga daya alir (f) Keterangan
>10 Bebas mengalir
4 – 10 Mudah mengalir
1,4 – 4 Kohesif
<1,4 Sangat kohesif Sumber : Aulton, 1988.
3.3.8.4 Uji Distribusi Ukuran Granul
Diambil 50 gram mikrogranul tiap formula secukupnya untuk pengujian.
Distribusi ukuran partikel dilakukan dengan analisis ayak menggunakan pengayak
standar yaitu mesh 40, 60, 80 dan 100 dengan ukuran granul antara 150-425 µm,
dihitung jumlah persentase bobot mikrogranul yang lolos dari tiap ayakan.
f = M
T
α
h
r
20
3.3.8.5 Uji Kadar Polifenol Total
Ditimbang mikrogranul yang setara dengan 1 gram ekstrak kering biji
alpukat. Penentuan kadar polifenol total pada mikrogranul mukoadhesif ekstrak
kering biji alpukat (Persea americana Mill) ini dilakukan tahapan yang sama
seperti penentuan kadar polifenol total pada ekstrak kering biji alpukat (Persea
americana Mill) diukur sebanyak 3 kali pengulangan.
3.3.8.6 Uji Wash Off
- Pembuatan cairan lambung buatan tanpa enzim
Dilakukan dengan cara melarutkan 2,0 gram NaCl P dalam 7,0 ml HCl
P.Kemudian cairan ini ditambahkan dengan air suling hingga 1 liter dan
diperiksa pada pH 1,2 + 0,1 (Suryani, dkk., 2009).
- Pembuatan cairan usus buatan tanpa enzim
Dilakukan dengan cara mencampurkan larutan 6,8 mL kalium hidrogen
fosfat dalam 250 mL air suling dengan 190 mL NaOH 0,2 N yang telah
diencerkan hingga 400 mL. Selanjutnya, pH campuran diatur hingga 7,5 +
0,1 dengan penambahan NaOH 0,2 N dan digenapkan dengan air suling
hingga 1 liter (Suryani, dkk., 2009).
- Penyiapan membran mukosa lambung dan usus
Dilakukan melalui tahapan berikut : a) Tikus yang dipilih adalah tikus
yang sehat dengan bobot 250 g. Sehari sebelumnya tikus dipuasakan
terlebih dahulu, b) Tikus dimatikan dengan kloroform atau eter, c)
Pembedahan dilakukan pada bagian abdomal, kemudian organ lambung
dan usus diambil, d) Jaringan dicuci dengan NaCl fisiologis dan kemudian
organ lambung direndam dengan cairan lambung dan organ usus direndam
dengan cairan usus buatan (Suryani, dkk., 2009).
- Cara kerja uji Wash Off
Disiapkan kaca objek sebagai media pelekatan potongan jaringan lambung
atau usus tikus segar dengan menggunakan lem sianoakrilat, ditempatkan
secara merata mikrogranul mukoadhesif pada mukosa lambung atau usus.
Kaca objek ditempatkan pada alat uji disintegrasi dan gerakan dengan
kecepatan 30 kali per menit, dalam medium cairan lambung atau cairan
21
usus buatan tanpa enzim pada suhu 37˚C selama 2 jam (Indrawati, dkk.,
2005), kemudian ditentukan kandungan tanin yang masih melekat pada
mukosa.
3.3.8.7 Analisis Kadar Polifenol Total
Diambil mikrogranul mukoadhesif yang masih menempel pada mukosa
lambung dan usus setelah uji wash off. Penentuan kadar polifenol total pada
mikrogranul mukoadhesif ekstrak kering biji alpukat (Persea americana Mill) ini
dilakukan tahapan yang sama seperti penentuan kadar polifenol total pada ekstrak
kering biji alpukat (Persea americana Mill) dilakukan sebanyak 3 kali. Dilakukan
perbandingan dengan uji analisis kadar polifenol total sebelum uji wash off.
3.3.8.8 Uji Morfologi dan Ukuran
Diambil secukupnya mikrogranul pada formula terbaik setelah uji wash off
untuk pengujian ukuran dengan mikroskop elektron yang telah dihubungkan
dengan komputer. Dicatat ukuran yang muncul dalam satuan mikron dan
morfologi bentuk partikel dari mikrogranul.
22
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Serbuk Simplisia Biji Alpukat
Hasil determinasi di Pusat Konservasi Tumbuhan LIPI Bogor
menunjukkan bahwa buah alpukat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
jenis Persea americana Mill. Hasil determinasi dapat dilihat pada Lampiran 4.
Biji alpukat diperoleh di kawasan kampus Universitas Pakuan Bogor dari
pedagang es buah. Biji alpukat yang digunakan sebanyak 4 kg kemudian dipotong
membujur dan dikeringkan menjadi simplisia. Simplisia kering kemudian
dihaluskan dan diayak dengan mesh 30 hingga diperoleh 1,327 kg dengan
rendemen 33,175 % b/b dan kadar air 2,561%. Penelitian yang dilakukan oleh
Agustian (2015) diperoleh rendemen simplisia kering sebanyak 35,27 % b/b dan
kadar air 3,50%. Kadar air yang diperoleh memenuhi ketentuan kadar air DepKes
RI (1985) yaitu tidak lebih dari 5%. Data perhitungan rendemen selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 6.
Karakteristik dari serbuk simplisia biji alpukat yaitu memiliki warna
coklat pucat, berbau khas dan memiliki rasa yang sedikit kelat serta pahit di lidah.
Penelitian yang dilakukan oleh Agustian (2015) serbuk simplisia biji alpukat
memiliki warna krem kecoklatan, berbau khas dan terasa kelat di lidah. Gambar
simplisia serbuk dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Serbuk Simplisia Biji Alpukat
Hasil pengujian kadar abu rata-rata yaitu 4,023%, sedangkan kadar abu
yang didapat oleh Agustian (2015) sebesar 3,14%. Hal ini menunjukkan bahwa
kadar abu yang diperoleh memenuhi kadar abu simplisia umum yaitu kurang dari
23
5%. Penentuan kadar abu ini bertujuan untuk mengidentifikasi kandungan zat
organik dan mineral logam dalam simplisia, jika kadar abu melebihi persyaratan
yang telah ditentukan maka simplisia tersebut tidak layak digunakan untuk bahan
baku pembuatan jamu (Depkes, 1977). Perhitungan selengkapnya untuk uji kadar
abu dapat dilihat pada Lampiran 6.
4.2 Ekstrak Kering Biji Alpukat
Ekstrak kering biji alpukat diperoleh dengan cara mengesktraksi serbuk
biji alpukat menggunakan metode infundasi dengan akuades. Metode infundasi
merupakan penyarian menggunakan suhu 100˚C (mendidih). Metode ini
digunakan karena senyawa tanin tahan terhadap panas (Heinrich, dkk., 2009).
Penggunaan akuades sebagai pelarut dikarenakan senyawa tanin dalam biji
alpukat bersifat polar. Senyawa polifenol seperti tanin memiliki banyak gugus
karboksil sehingga tingkat kelarutannya dalam pelarut polar cukup yang tinggi
(Robinson, 2005).
Hasil ekstrak kering biji alpukat yang diperloleh dari 1 L ekstrak cair yang
divaccum dryer sebesar 4,75 g dengan rendemen 15,833%. Pembuatan ekstrak
kering biji alpukat yang dilakukan oleh Agustian (2015) didapatkan rendemen
ekstrak sebesar 17,33%. Perhitungan rendemen dapat dilihat pada Lampiran 5.
Penelitian yang dilakukan oleh Koffi et al,. (2009) didapatkan dosis efektif
antidiabetes dari biji alpukat yaitu 15% dari hasil ekstraksi, sehingga diperoleh
0,71 g untuk dosis kelinci. Dosis yang digunakan diperoleh dari hasil konversi
dosis kelinci untuk dosis manusia yaitu 14,2 kali, sehingga diperoleh dosis sebesar
10,08 g.
Karakteristik dari ekstrak serbuk biji alpukat yaitu memiliki warna coklat
pekat, berbau khas dan memiliki rasa pahit di lidah. Pembuatan ekstrak serbuk biji
alpukat yang dilakukan oleh Agustian (2015) memiliki karakteristik coklat pekat,
berbau khas dan memiliki rasa yang sangat pahit. Gambar serbuk ekstrak kering
dapat dilihat pada Gambar 4.
24
Gambar 4. Serbuk Ekstrak Kering Biji Alpukat
Kadar air ekstrak kering biji alpukat yang diperoleh sebesar 3,411 %
sedangkan kadar air yang diperoleh Agustian (2015) sebesar 2,87%. Kadar air
yang diperoleh sesuai dengan kadar air ekstrak kering yaitu kurang dari 5%
Voight (1994). Kadar abu ekstrak kering yang diperoleh sebesar 1,197 % dan
kadar abu ekstrak biji alpukat yang diperoleh Agustian (2015) sebesar 1,67%.
Perhitungan kadar air dan kadar abu dapat dilihat pada Lampiran 7.
4.3 Hasil Pengujian Analisis Kadar Polifenol Total Ekstrak Biji Alpukat
Penetapan kadar polifenol total dilakukan untuk mengetahui kadar tanin
dan polifenol lain yang terdapat dalam ekstrak biji alpukat, dengan menggunakan
pereaksi biru prussi menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis. Senyawa
golongan fenolik berupa senyawa aromatik sehingga memiliki serapan yang kuat
didaerah UV (Harborne, 1987). Penentuan panjang gelombang maksimum
dilakukan menggunakan asam galat sebagai standar yang direaksikan dengan besi
(III) amonium disulfat dan kalium besi (III) sianida yang menghasilkan warna biru
prusi. Panjang gelombang maksimum yang didapat yaitu 738 nm dengan waktu
inkubasi pada rentang 40-45 menit. Waktu inkubasi ini dapat menunjukkan waktu
telah berakhirnya reaksi antara standar dengan perekasi sehingga diperoleh nilai
serapan yang stabil. Penelitian yang dilakukan oleh Agustian (2015) menunjukkan
panjang gelombang maksimum yang diperoleh yaitu 737 nm. Perbedaan panjang
gelombang mengalami pergeseran batokromik yaitu adanya pengaruh pelarut
sehingga terjadi pergeseran puncak absorbsi ke arah panjang gelombang yang
lebih besar. Pergeseran ini dikarenakan senyawa fenol secara khas dapat
menunjukan geseran batokrom pada spektrumnya bila ditambahkan dengan basa
(Harborne, 1987). Hasil penentuan panjang gelombang dan waktu inkubasi dapat
dilihat pada Lampiran 8.
25
Penentuan kadar polifenol total ekstrak biji alpukat dilakukan dengan
menentukan terlebih dahulu regresi linier asam galat 100 ppm pada konsentrasi 2
ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm dan 10 ppm. Hasil persamaan regresi linier yang
didapat yaitu y= 0,0657x + 0,3202 dengan nilai koefisien R2=0,9998. Nilai
linearitas mendekati satu, dapat dikatakan bahwa nilai absorban berbanding lurus
dengan konsentrasi dan mengikuti persamaan regresi linear.
Hasil rata-rata pembacaan kadar polifenol total dari ekstrak kering biji
alpukat sebesar 992,063 mg/g. Hasil perhitungan dan pembacaan absorbansi kadar
polifenol total dapat dilihat pada Lampiran 9.
4.4 Hasil Evaluasi Mikrogranul Mukoadhesif
Sediaan penghantaran mukoadhesif adalah sediaan yang memiliki
kemampuan berinteaksi lebih lama dengan mukosa. Sediaan mukoadhesif
menggunakan polimer yang dapat meningkatkan kontak sediaan dengan membran
mukosa. Polimer mukoadhesif harus mempunyai suatu ikatan yang mampu
meningkatkan interaksi tarik-menarik terhadap mukosa, salah satunya adalah
ikatan hidrogen (Agoes, 2008). Polimer yang digunakan adalah carbopol.
Carbopol termasuk dalam polimer yang memiliki bobot molekul tinggi dan
memiliki ikatan hidrogen yang kuat (Rowe., dkk, 2009).
Pengujian yang dilakukan terhadap mikrogranul mukoadhesif meliputi uji
kadar air, uji laju air, uji sudut diam, uji aliran, uji distribusi granul, uji kadar tanin
uji wash off dan uji morfologi serta uji ukuran partikel. Mikrogranul yang
dihasilkan memiliki warna coklat pucat dan berbau khas. Gambar mikrogranul
mukoadhesif dapat dilihat pada Gambar 5. Data uji mutu mikrogranul
mukoadhesif dapat dilihat pada Tabel 5.
Gambar 5. Sediaan Mikrogranul Mukoadhesif Biji Alpukat
26
Tabel 5. Data Uji Mutu Mikrogranul Mukoadhesif
Uji Mutu Kontrol Formula 1 Formula 2 Formula 3
Kadar Air
(%)
4,73
(Memenuhi Syarat)
3,67
(Memenuhi Syarat)
3,4
(Memenuhi Syarat)
4,14
(Memenuhi Syarat)
Laju Alir
(g/detik)
8,88
(Mudah Mengalir)
6,60
(Mudah Mengalir)
7,52
(Mudah Mengalir)
6,42
(Mudah Mengalir)
Sudut Istirahat
(˚)
33,586
(Mudah Mengalir)
27,464
(Mudah Mengalir)
38,440
(Mudah Mengalir)
37,620
(Mudah Mengalir)
Kadar air mikrogranul mukoadhesif tiap formula memenuhi persyaratan
kadar air granul yaitu kurang dari 5% dan memiliki laju alir serta sudut istirahat
yang mudah mengalir karena sediaan mikrogranul dipengaruhi oleh penggunaan
Avicel PH-102 sebagai komponen bahan pengisi yang dapat meningkatkan sifat
aliran granul dan sudut istirahat dalam formulasi granulasi basah (Agoes, 2008).
Hasil pengujian distribusi granul dengan menggunakan ayakan bertingkat
dengan mesh 40, 60, 100 dan 140 dengan menguji 50 gram dari tiap formula.
Distribusi granul dilakukan untuk mengetahui banyaknya granul yang mampu
terdistribusi dan mengetahui ukuran umum yang didapatkan salah satunya dengan
cara pengayakan (Agoes, 2008). Data distribusi mikrogranul dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6. Data Distribusi Mikrogranul
Mesh
(ukuran granul)
Bobot Awal
(gram)
Bobot Setelah Pengayakan (gram) / (%)
Kontrol Formula I Formula II Formula III
40 (425 µm)
60 (250 µm)
100 (150 µm)
140 (105 µm)
50
50 / 100
50 / 100
50 / 100
0,43 / 0,86
50 / 100
50 / 100
50 / 100
0,22/ 0,44
50 / 100
50 / 100
50 / 100
0,3 / 0,6
50 / 100
50 / 100
50 / 100 0,2 / 0,4
Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan semua formula mampu melewati mesh
40, 60, dan 100 atau sebanyak 100% mikrogranul terdistribusi dengan ukuran <
150 µm. Hasil ini sesuai dengan ukuran mikrogranul yang akan dibuat pada
penelitian yaitu < 150 µm. Mikrogranul yang melewati saringan mesh 140 hanya
27
0,4-0,8%, menunjukan hanya sedikit mikrogranul yang berukuran < 105 µm, hal
ini dikarenakan adanya penambahan carbopol dalam formulasi, dimana granul
yang terbentuk mengeras pada saat pengeringan akibat carbopol mengalami
hidrasi (kekurangan air) akibatnya mikrogranul sulit melewati mesh 140. Granul
yang terbentuk memenuhi persyaratan ukuran granul yang diukur dalam satuan
mikrometer yaitu berkisar 38-850 µm (Syamsyuni, 2006).
4.5 Hasil Uji Wash Off
Daya adhesif sediaan mukoadhesif pada membran mukosa ditentukan
dengan pengujian wash off. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui
kemampuan mukoadhesif dari suatu obat terhadap substrat biologi (Agoes, 2008).
Umumnya obat akan mengalami fase distribusi pada saluran pencernaan terutama
pada lambung dan usus (Priyatno, 2008). Uji wash off menggunakan potongan
lambung tikus serta cairan lambung buatan tanpa enzim (pH 1,2) dan potongan
usus tikus serta cairan usus buatan tanpa enzim (pH 7,5). Penggunaan mukosa
yang berbeda dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan mukoadhesif dari
mikrogranul, selain itu juga untuk mengetahui konsentrasi carbopol yang paling
baik sebagai polimer mukoadhesif. Sebelum dilakukan pengujian wash off
ditentukan kadar polifenol total sediaan mikrogranul mukoadhesif sebagai
perbandingan kadar setelah uji wash off. Kadar polifenol total yang didapatkan
sebelum uji wash off adalah 973,999 mg/g + 6,238. Hasil pembacaan absorbansi dan
kadar polifenol total dapat dilihat pada Lampiran 11.
Wash off dilakukan selama 2 jam, karena pada mukosa terdapat variabel
biologi berupa musin yang akan mengalami perggantian secara alami oleh mukosa
kurang lebih 2 jam, sehingga sekuat apapun polimer yang digunakan akan lepas
dari permukaan mukosa karena adanya penggantian musin (Agoes, 2008).
Gambar sebelum dan sesudah mukosa usus dan lambung ditempelkan
mikrogranul dan proses pengujian wash off dapat dilihat pada Gambar 6.
28
(i) (ii) (iii) (iv)
(v) (vi)
Keterangan :
- (i) = Usus sebelum ditempelkan mikrogranul
- (ii) = Usus sesudah ditempelkan mikrogranul
- (iii) = Lambung sebelum ditempelkan mikrogranul
- (iv) = Lambung sesudah ditempelkan mikrogranul
- (v) = Penempatan objek glass pada basket alat desintegrator tester
- (vi) = Cairan saat alat beroperasi
Hasil analisis kadar polifenol total pada sediaan dilakukan sebelum dan
sesudah uji wash off. Penentuan kadar polifenol total setelah uji wash off
dilakukan untuk mendapatkan kadar polifenol yang masih menempel serta
mengetahui formula dengan konsentrasi carbopol terbaik yang dapat digunakan
sebagai mukoadhesif. Kadar polifenol total sebelum dan sesudah wash off dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Kadar Polifenol Total Sebelum dan Setelah Uji Wash Off
Media Formula Bobot
Mikrogranul
Kadar
Sebelum Uji
Wash Off
(mg/g)
Kadar
Sesudah Uji Wash Off
(mg/g)/%
Usus
Kontrol
600 mg
975,126 0
Formula I 973,977 46,881/4,813
Formula II 965,868 281,777/29,173
Formula III 981,026 272,492/27,770
Gambar 6. Pengujian Wash Off
29
Lambung
Kontrol
600 mg
975,126 0
Formula I 973,977 0
Formula II 965,868 205,621/21,288
Formula III 981,026 0
Hasil pengujian kadar polifenol total sebelum dan sesudah wash off
diperoleh formula terbaik adalah Formula II. Formula II memiliki persentasi kadar
polifenol yang lebih tinggi dibandingkan dengan formula lainnya yaitu 29,173%
pada media usus dan 21,288% pada media lambung. Semakin besar kadar
polifenol menunjukkan bahwa konsentrasi carbopol yang digunakan baik,
sedangkan nilai nol (0) menunjukkan bahwa tidak adanya polifenol yang
menempel pada mukosa. Perbedaan konsentrasi carbopol mempengaruhi daya
lekat, dimana carbopol merupakan polimer yang dapat membentuk sistem yang
memiliki kekentalan dalam air karena carbopol dapat mengembang dengan
menyerap air serta dapat membentuk ikatan hidrogen yang efektif sebagai
mukoadhesif dengan adanya air (Agoes, 2008). Contoh perhitungan kadar
polifenol total sebelum dan sesudah uji wash off dapat dilihat pada Lampiran 11.
Formula I memiliki konsentrasi carbopol terendah yaitu 5% sehingga
pelekatan yang diperoleh kurang baik pada usus dan lambung, sedangkan pada
Formula III yang memiliki konsentrasi 30% menunjukan daya lekat yang kurang
baik dilambung, hal ini ditunjukkan oleh kadar polifenol yang turun dibandingkan
dengan Formula II. Konsentrasi polimer yang rendah akan membentuk interaksi
tarik menarik yang lemah antara polimer dan mukosa, sedangkan konsentrasi
polimer yang terlalu besar menyebabkan interaksi tarik-menarik yang kuat
sehingga dapat membentuk ikatan tolak-menolak karena adanya interaksi sterik.
Forsa interaksi polimer terlalu besar, maka polimer dengan konsentrasi tinggi
hanya membentuk presipitasi dan interaksi hanya terbentuk pada permukaan
(Agoes, 2008).
Hasil penetapan kadar polifenol total setelah uji wash off pada mukosa
usus lebih tinggi dibandingkan pada lambung, hal ini karena adanya interaksi
yang kuat pada mukosa usus dan carbopol sebagai polimer mukoadhesif.
30
Carbopol termasuk polimer bersifat asam karena mengandung sebagian besar
asam karboksilat. Keberadaan gugus karboksil tersebut membuat carbopol tidak
akan terdisosiasi, tetapi akan mengalami ionisasi pada mukosa usus sehingga
dapat membentuk ikatan hidrogen yang stabil (Agoes, 2008). Hasil pembacaan
absorbansi kadar polifenol total sebelum dan sesudah uji wash off dapat dilihat
pada Lampiran 11.
4.6 Hasil Pemindaian Mikrogranul Mukoadhesif
Pemindaian dilakukan terhadap formula terbaik dari hasil pengujian kadar
setelah uji wash off, yaitu Formula II. Pemindaian dilakukan dengan
menggunakan metode SEM (Scanning Electron Microscope) terhadap morfologi
dan ukuran granul. Hasil pemindaian diperoleh bentuk morfologi mikrogranul
berupa amorf dan hablur agak kebulatan. Hasil pengukuran mikrogranul untuk 50
kali pembesaran diperoleh 110,76 µm sampai 115,01 µm. Ukuran yang didapat
sesuai dengan persyaratan granul yang diukur dalam satuan mikron yaitu berkisar
38-850 µm (Syamsuni, 2006). Gambar hasil pemindaian mikrogranul
mukoadhesif dapat dilihat pada Gambar 7.
(a) (b)
Gambar 7. Hasil Pemindaian Mikrogranul
Keterangan :
- (a) : Hasil Pemindaian 50 kali
- (b) : Hasil Pemindaian 5000 kali
31
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Konsentrasi carbopol sebagai polimer terbaik untuk mikrogranul
mukoadhesif adalah 17,5% (Formula II).
2. Kadar polifenol total ekstrak biji alpukat sebelum dibuat sediaan yaitu
992,063 mg/g, kadar polifenol total setelah dibuat sediaan pada formula
terbaik yaitu 965,868 mg/g.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjut untuk meningkatkan persentasi adhesif
sediaan mikrogranul dengan mereformulasi PVP K30 sebagai pengikat
yang paling baik dibuat sediaan mukoadhesif dan mengkombinasikan
carbopol dengan polimer mukoadhesif lain, seperti Gelatin dan HPMC
(Hydroxylpropyl Methyl Cellulose).
32
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, G. 2008. Pengembangan Sediaan Farmasi, Penerbit ITB. Halaman : 10-
11, 69, 232-235.
_____________. Sistem Penghantaran Obat Pelepasan Terkendali, Penerbit ITB.
Halaman : 37, 99, 231-245.
Agustian, R. 2015. Formulasi Minuman Serbuk Ekstrak Biji Alpukat(Persea
americana Mill) dengan Variasi Pengisi Tepung Talas (Colocasia
esculenta (L.) Schott) dan Susu Skim. Skripsi. Universitas Pakuan. Bogor.
Akram, M., Syed B.S.N., Shanaz G. 2011. Development of Co-Processed Micro
Granules For Direct Compression. International Journal of Pharmacy
and Pharmaceutical Sciences. Vol. 3 (2). ISSN-0975-1491.
Anief, M. 2000. Ilmu Meracik Obat dan Praktik. Universitas Gajah Mada Press.
Yogyakarta. Halaman : 210-216.
Anwar, E. 2012. Eksipien dan Sediaan Farmasi Karakteristik dan Aplikasi. Dian
Rakyat. Jakarta.Halaman : 210-216
Aulton, M.E. 1988. Pharmaceutich The Sciense of Dosage from Design. Cruvill
livingstone Edinburgh. Halaman : 247-312
Burgers, D.J., Hickey, A.J. 2007. Microsphere Technology and Applications, in
Encyclopedia of Pharmaceutical Technology. Swarbrick J. Ed., Informa
Healthcare. Newyork.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2004. Mengenal
Beberapa Tanaman yang Digunakan Masyarakat Sebagai Antidiabetik
Untuk Membantu Menurunkan Kadar Gula Dalam Darah. InfoPOM. Vol.
5 (3). ISSN 1829-9334. Halaman : 6.
Chowdary, K.P.R. & Rao, Y. S. 2003. Design in vitro and in vivo evaluation of
mucoadhesive microcapsules of glipizide for oral controlled release : a
technical note. AAPS PharmSciTech.Vol.4 (3), 1-6.
Dep.Kes. 1977. Materia Medika Indonesia, Jilid I. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta. Halaman : 72
_______. 1978. Materia Medika Indonesia. Jilid II. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta. Halaman : 70
_______. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Direktorat Pengawasan Obat dan
Makanan. Jakarta
_______. 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta. Halaman :143-147.
33
_______. 2000. Parameter standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Halaman : 10-11.
Hadisoewignyo, L., Fudholi, A. 2013. Sediaan Solid. Pustaka Pelajar. Jakarta.
Halaman : 19.
Hanani, E. 2016. Analisis Fitokimia. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta. Halaman
83.
Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan, Diterjemahkan : K. Padmawinata dan I. Soediro, Terbitan
kedua. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Halaman : 102-104.
Heinrich, M., Barnes, J., Gibbons, S., Williamson, E.M (2009). Farmakognosi
dan Fitoterapi Terjemahan dari Fundamentals of Pharmacognosy and
Phytotherapy Oleh Amalia H. Hadinata. Penerbit Buku Kedokteran EGC
: Jakarta. Halaman : 85.
Hosmani, A. H. 2006. Carbopol and its pharmaceutical significance: a review.
Desember 30, 2010. http://www.pharmainfo.net/reviews/carbopol-and-
its-pharmaceutical-significance-review.
Ikasari, E.D., Anang Budi Utomo., Hanny.S., Salasa Ayu .T. 2015. The Effect Of
Aloe Vera Powder (Aloe Vera (L.) Webb) on Physical Properties of
Mucoadhesive Microgranules Containing Ranitidine Hydrochloride.
World Journal of Pharmaceutical and Life Sciences (WJPLS), 2015, Vol
1 (I), Halaman : 224-234. ISSN 2454-2229.
Indrawati, T., Agoes, G., Yulinah, E., Cahyati, Y. 2005. Uji daya lekat
mukoadhesif secara in vitro beberapa eksipien polimer tunggal dan
kombinasinya pada lambung dan usus tikus, Jurnal Matematika dan
Sains, Vol. 10 ( 2), Halaman : 45-51.
Indriani, Y.H.,Suminarsih, E.1997. Alpukat. Penebar Swadaya. Jakarta.
Koffi, N. Ernest, A.K. Dodiomon, S. 2009. Effect Of Aqueous Extract Of Persea
Americana Seeds On The Glycemia Of Diabetic Rabbits. European
Journal of Scientific Research. ISSN : 1450-216X Vol.26 (3), PP.376-
385
Lachman, L dan Lieberman. 1994. Teori dan Praktek Sediaan Farmasi Industri.
Jilid II. Diterjemahkan oleh Siti Suryanti. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Malangngi, L.P, Sangi, M.S, Paendong, J.J.E. 2012. Penentuan Kandungan Tanin
dan Uji Antioksidan Ekstrak Biji Alpukat (Persea americana Mill), Junal
MIPA UNSAT Online. Vol. 1 (1), Halaman : 5-10.
34
Mas’adah, I.S. 2015. Pengembangan Granul Efervesen Kombinasi Ekstrak Biji
Alpukat (Persea Americana Mill) Dan Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus
Sabdariffal). Skripsi Universitas Pakuan. Bogor.
Monica, F. 2006. Pengaruh Pemberian Air Seduhan Serbuk Biji Alpukat (Persea
Americana Mill) Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar Yang
Diberi Beban Glukosa. Karya Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran
Universitas Diponogoro. Semarang.
Mustikasari, V, 2012. Potensi Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten)
Steenis) Sebagai Antioksidan. Skripsi. Program Studi Farmasi FMIPA
Universitas Pakuan Bogor. Halaman : 14-16.
Parker, S. 1993. Endclopedia of Chemistry, 2nd ed. Mc Graw Hill Book Co.,1993,
p. 981. New York.
Priyatno., dan Lilian, B. 2008. Farmakologi Dasaruntuk Mahasiswa Farmasi dan
Keperawatan. Penerbit : Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi
(Leskonfi) : Jakarta. Halaman : 35-36
Rajiv, G. 2013. Bioaviability enhancers of herbal origin : An overview. Asian
Pacific Journal of Tropical Biomedicine. 1 (3). Halaman : 32-40.
Rowe, R. C., Sheskey, P.J., & Quinn, Marian. C. 2009. Handbook of
Pharmaceutical Excipients 6th edition. London: Pharmaceutical Press and
American Pharmacists Association.
Robinson, T. 1995. Kandungan Senyawa Organik Tumbuhan Tinggi.
Diterjemahkan oleh Prof. Dr. Kosasih Padmawinata, ITB. Bandung.
Siregar, C.J.P. 2010. Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar-Dasar
Praktis.Penerbit Buku Kedokteran ECG : Jakarta. Halaman : 163.
Suryani, N., Farida, S., & Astri, F. 2009. Kekuatan Gel Gelatin Tipe B Dalam
Frmulasi Granul Terhadap Kemampuan Mukoadhesif. Makara Kesehatan.
Vol. 13 No. 1. Juni 2009. Halaman : 1-4.
Sutriyo., R, H., Rosalina, M. 2008. Pengembangan Sediaan dengan Pelepasan
Dimodifikasi Mengandung Furosemid Sebagai Model Zat Aktif
Menggunakan Sistem Mukoadhesif. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol. V (1),
April 2008, 01-08. ISSN : 1693-9883.
Syamsyuni, H.A. 2006. Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Halaman : 44.
Szymańska, E., Katarzyna, W. 2012. Preparation and In Vitro Evaluation Of
Chitosan Microgranules with Clotrimazol. Acta Poloniae Pharmaceutica
- Drug Research.Vol. 69 No.3 pp. 509-513. ISSN 0001-6837.
35
Vadas, E.B. 2010. Stability of Pharmaceutical Product. Dalam Remington: the
Science and Practice of Pharmacy. Volume 1. Editor: Alfonso Gennaro.
London: Lippincott Williams & Wilkins.
Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi edisi V. Penerjemah : Noerono
S. Editor : Samhoedi R. Universitas Gajah Mada Press. Terjemahan dari
Lehburch Der Pharmazeutichen Technology. Yogyakarta.
Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Penerjemah : Noerono S..
Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta. Halaman : 577-578.
Zate, S.U., Kothawade, P.I., Mahale, G.H., Kapse, K.P., Anantwar, S.P. 2010.
Gastro retentive bioadhesive drug delivery system: a review. International
Journal of PharmTech Research, Vol. 2(2), PP. 1227-1235.
Zuhrotun, A. 2007. Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etanol Biji Buah Alpukat
(Persea americana Mill.) Bentuk Bulat. Skripsi Universitas Padjadjaran,
Bandung.
36
LAMPIRAN
37
Lampiran 1. Prosedur Pembuatan Simplisia dan Ekstrak Biji Alpukat
Biji alpukat
Dideterminasi
Dilakukan sortasi basah
Dikeringkan pada suhu 40ºC - 60ºC
Dicuci dengan air mengalir
Dilakukan sortasi kering
Dilakukan perajangan
Digiling yang telah kering
Serbuk Simplisia
Diayak dengan mesh 30
Data Kadar :
- abu
- air
Data Rendemen (%)
Uji
Kadar
Abu/Air
Perhitungan
Rendemen
Serbuk Simplisia 30g/L
Infundasi
Dilakukan perebusan dengan
aquadest 1 L hingga mendapat
filtrat 0,25 L, Residu
diekstraksi kembali dengan 1 L
sebanyak 3 kali.
Ekstrak Cair
Dikeringkan dengan Vacuum Dryer
Ekstrak Kering
Data Organoleptik: - Warna
- Bau
- Bentuk
- Rasa
38
Lampiran 2. Perhitungan Dosis Ekstrak Biji Alpukat
Ekstrak Biji Alpukat (Persea americana Mill)
Dosis berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Koffi, dkk., (2009),
menggunakan simplisia setara dengan 30 gram simplisia biji alpukat yang akan di
ekstraksi berulang sebanyak 4 kali dengan penambahan akuades 1 L tiap
pengulangan ekstraksi (tiap pengulangan ekstraksi menghasilkan 250 mL). Hasil
ekstrak kental kemudian dikeringkan, lalu diuji pada kelinci. Diperoleh dosis
efektif 15% dari ekstrak kering biji alpukat.
Total Ekstrak Kering 76 gram dalam 16 Liter, maka ekstrak yang dperoleh
perliter adalah 4,75 gram
Konversi dosis dari dosis ekstrak kental ke dosis ekstrak kering :
15% x 4,75 gram ekstrak kering = 0,71 gram (dosis kelinci)
Konversi dosis kelinci ke manusia :
0,71 x 14,2 = 10,08 gram (dosis manusia) untuk 1 hari pemakaian.
(Pembulatan dosis menjadi 10 gram)
39
Lampiran 3. Prosedur Pembuatan Mikrogranul Mukoadhesif
Ditambahkan PVP K-30 yang
telah dilarutkan dengan alkohol
96%
Mikrogranul Mukoadhesif
Ekstrak biji alpukat
Ditambahkan Carbopol dan Avicel PH-102
yang sebelumnya telah dibuat massa suspensi,
dicampurkan dan homogenkan dengan silent
chruser 25-35 RPM (X1000)
Diayak dengan mesh 40 dan 100
Pengujian mikrogranul :
- Uji Kadar Air
- Uji Sudut Istirahat
- Uji Aliran
- Uji Kadar Polifenol Total
Data
Distribusi
Mikrogranul
Tiap Formula
Data Uji Wash
Off
Data Kadar
Polifenol Total
Setelah Uji Wash
Off
Uji Distribusi Granul
Pengujian Mutu
Mikrogranul
Mukoadhesif
Massa kompak
Uji Granul
Uji Kuantitatif
Zat Aktif
Data Morfologi dan
Ukuran Granul
Uji Morfologi dan Ukuran
Formula Terbaik
40
Lampiran 4. Hasil Determinasi Biji Alpukat
41
Lampiran 5. Perhitungan Rendemen
5.1 Rendemen Simplisia
Bobot serbuk yang diperoleh
Rendemen = x 100%
Bobot awal simplisia
1327 g
= x 100 %
4000 g
= 33,175 %
5.2 Rendemen Ekstrak
Bobot ekstrak yang diperoleh
Rendemen = x 100%
Bobot awal serbuk simplisia
76 g
= x 100 %
480 g
= 15,833 %
42
Lampiran 6. Data Hasil Uji Kadar Air dan Kadar Abu Serbuk Simplisia
6.1 Hasil Uji Kadar Air Serbuk Simplisia
Bahan % kadar (%) Rata-rata % kadar air
(%)
Simplisia 2,512
2,561 2,550
2,622
6.2 Hasil Uji Kadar Abu Serbuk Simplisia Biji Alpukat
Berat krus kosong
(setelah ditanur) Berat simplisia
Berat krus
+ abu
1. 39,112 g 1. 2,007 g 1. 39,193 g
2. 40,680 g 2. 2,003 g 2. 40,760 g
3. 41,201 g 3. 2,003 g 3. 41,282 g
Rumus :
Kadar abu (%) = (Bobot krus+abu simplisia) – Bobot krus kosong x 100 %
Bobot sampel simplisia serbuk
1. 39,193 g – 39,112 g x 100 % = 4,035 %
2,007 g
2. 40,760 g – 40,680 g x 100 % = 3,994 %
2,003 g
3. 41,282 g – 41,201 g x 100 % = 4,043 %
2,003 g
Rata-rata Kadar Abu Serbuk Simplisia
Bahan Kadar Abu (%) Rata-rata Kadar
Abu (%)
Simplisia
4,035
4,024 3,994
4,043
43
Lampiran 7. Data Hasil Uji Kadar Air dan Kadar Abu Ekstrak Kering Biji
Alpukat
7.1 Hasil Uji Kadar Air Ekstrak Kering Biji Alpukat
Bahan % kadar air Rata-rata % kadar air
Serbuk Ekstrak
3,253
3,411
3,472
3,509
7.2 Hasil Uji Kadar Abu Ekstrak Kering Biji Alpukat
Berat krus kosong
(setelah ditanur) Berat simplisia
Berat krus
+ abu
1. 42,101 g 1. 2,008 g 1. 42,125 g
2. 40,297 g 2. 2,003 g 2. 40,320 g
3. 42,198 g 3. 2,002 g 3. 42,223 g
Rumus :
Kadar abu (%) = (Bobot krus+abu ekstrak) – Bobot krus kosong x 100 %
Bobot sampel ekstrak serbuk
1. 42,125 g – 42,101 g x 100 % = 1,195 %
2,008 g
2. 40,320 g – 40,297 g x 100 % = 1,148 %
2,003 g
3. 42,223 g – 42,198 g x 100 % = 1,248 %
2,002 g
Rata-rata Kadar Abu Ekstrak Kering Biji Alpukat
Bahan Kadar Abu (%) Rata-rata Kadar Abu
(%)
Simplisia
1,195
1,197 1,148
1,248
44
Lampiran 8. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum, Waktu Inkubasi
dan Pembacaan Absorbansi Kurva Kalibrasi Asam Galat
8.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan Asam Galat
nm absorban
600 0,894
700 0,719
730 0,732
731 0,732
732 0,732
733 0,732
734 0,732
735 0,735
736 0,735
737 0,735
738 0,736
739 0,736
740 0,735
0.731
0.732
0.733
0.734
0.735
0.736
0.737
728 730 732 734 736 738 740 742
ab
sorb
an
panjang gelombang (nm)
Panjang Gelombang Maksimal Larutan Asam Galat
λ Maksimum
45
8.2 Penentuan Waktu Inkubasi Larutan Asam Galat
Waktu (Menit) absorban
5 0,507
10 0,559
15 0,627
20 0,687
25 0,691
30 0,729
35 0,746
40 0,742
45 0,742
50 0,740
55 0,730
60 0, 722
0
0.2
0.4
0.6
0.8
0 10 20 30 40 50 60
ab
sorb
an
waktu (menit)
Waktu Inkubasi Larutan Asam Galat
Waktu Inkubasi
46
8.3 Pembacaan Absorbansi Kurva Kalibrasi Larutan Asam Galat
Konsentrasi
(ppm)
Absorban
2 0,452
4 0,584
6 0,715
8 0,840
10 0,981
y = 0,0657x + 0,3202
R² = 0,9998
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0 5 10 15
Ab
sorb
an
Konsentrasi (ppm)
Kurva Kalibrasi Larutan Asam Galat
47
Lampiran 9. Hasil Pembacaan Absorbansi dan Perhitungan Kadar Polifenol
Total Ekstrak Biji Alpukat
- Persamaan : y = 0,0657x + 0,3202
0,698 = 0,0657x + 0,3202
x = 5,750 ppm
- Faktor Pengenceran
: (10
5) x(
50
1) = 100
- Rata-rata kadar air yang didapat pada ekstrak serbuk biji alpukat sebesar
3,40%.
- Bobot ekstrak serbuk biji alpukat sebesar 0,0600 gram
Rumus
Kadar Polifenol = ppm x volume larutan (mL) x faktor pengenceran
1000 x bobot sampel−(bobot sampel x kadar air)
= 5,750 ppm x 100 mL x
10
5 x
50
1
1000 x (0,060 g−(0,060 g x 3,40%) )
= 57503,805 mg
1000 x 0,05796 g
= 57503,805 mg
57,96 g
= 992,063 mg/g
48
Lampiran 10. Data Hasil Uji Kadar Air Tiap Formula
10.1 Hasil Uji Kadar Air Formula 1
Bahan % kadar air Rata-rata % kadar air
Kontrol
3,46 %
3,406 % 3,34 %
3,42 %
3,84 %
Formula I 3,52 % 3,676 % 3,67 %
3,36 %
Formula II 3,27 % 3,4 % 3,57 %
4,09 %
Formula III 4,12 % 4,143 % 4,22 %
49
Lampiran 11. Hasil Pembacaan Absorbansi dan Kadar Polifenol Total
Formula Sebelum dan Sesudah Uji Wash Off
11.1 Kadar Polifenol Total Formula Sebelum Uji Wash Off
Formula
absorban
Rata-rata
absorban
Kadar
(mg/g)
Sd
Rata-rata
kadar
(mg/g)
Kontrol 0,690 0,6915 975,126
6,238
973,999 +
6,238
0,693
Formula I 0,689 0,690 973,977
0,691
Formula II 0,687 0,688 965,868
0,689
Formula III 0,688 0,6885 981,026
0,689
11.2 Kadar Polifenol Total Formula Sesudah uji Wash Off
- Media Usus
Formula
absorbansi
Rata-rata
absorban
Kadar
Tanin
(mg/g)
% Kadar yang
masih melekat
Kontrol 0,219 0,217 0 0
0,216
Formula I 0,339 0,338 46,881 4,813
0,337
Formula II 0,428 0,4275 281,777 29,173
0,427
Formula III 0,422 0,4225 272,492 27,770
0,423
- Media Lambung
Formula
absorbansi
Rata-rata
absorban
Kadar
Tanin
(mg/g)
% Kadar yang
masih melekat
Kontrol 0,092 0,093 0 0
0,094
Formula I 0,111 0,113 0 0
0,115
Formula II 0,339 0,3985 205,621 21,288
0,398
Formula III 0,261 0,2595 0 0
0,258
Keterangan : Nilai Nol (0) menunjukkan tidak adanya polifenol yang menempel
atau kurang dari faktor koreksi 0,3202 pada persamaan regresi linear.
50
Keterangan
- Bobot formula 0,600 gram setara dengan 0,06 gram ekstrak serbuk
- Hasil kenaikan kadar dilakukan terhadap kontrol
- Persentasi kadar yang masih menempel : (Kadar sebelum uji wash off)
(Kadar sesudah uji wash off) 𝑥 100%
(Contoh perhitungan kadar)
Kontrol (Sebelum Uji Wash Off )
- Persamaan : y = 0,0657x +,0,3202
0,6915 = 0,0657x +,0,3202
x = 5,651 ppm
- Faktor Pengenceran
: (10
5) x(
50
1) = 100
- Rumus Kadar Polifenol = ppm x volume larutan (mL) x faktor pengenceran
1000 x bobot sampel−(bobot sampel x kadar air)
= 5,651 ppm x 100 mL x
10
5 x
50
1
1000 x (0,060 g−(0,060 g x 3,406%) )
= 56514,459 mg
1000 x 0,058174 g
= 13896,499 mg
58,174 g
= 971,472 mg/g
Kontrol (Setelah Uji Wash Off pada media usus )
- Persamaan : y = 0,0657x +,0,3202
0,093 = 0,0657x +,0,3202
x = -3,458 ppm
- Faktor Pengenceran
: (10
5) x(
50
1) = 100
- Rumus Kadar Polifenol = ppm x volume larutan (mL) x faktor pengenceran
1000 x bobot sampel−(bobot sampel x kadar air)
= −3,458 ppm x 100 mL x
10
5 x
50
1
1000 x (0,060 g−(0,060 g x 3,406%) )
= −34581,430 mg
1000 x 0,058174 g
= 58325,722 mg
58,174 g
= -594,448 mg/g
51
Lampiran 12. Hasil Uji Morfologi Eksternal SEM