EKSTRAK PASTA DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava linn ... · 2.1.4.3 Penyembuhan Luka pada Soket...
Transcript of EKSTRAK PASTA DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava linn ... · 2.1.4.3 Penyembuhan Luka pada Soket...
1
PROPOSAL
EKSTRAK PASTA DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava linn.)
MENINGKATKAN JUMLAH FIBROBLAS DAN KETEBALAN
KOLAGEN PASCA PENCABUTAN GIGI
MARMUT (Cavia cobaya)
NYOMAN SIDI WISESA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Salah satu tindakan dokter gigi dalam perawatan kesehatan gigi dan mulut adalah
pencabutan gigi. Pencabutan gigi dilakukan jika gigi tersebut sudah tidak bisa dipertahankan
dalam rongga mulut misalnya apabila perawatan konservasi yang gagal, penyakit periodontal
yang parah, infeksi periapeks atau kelainan jaringan pulpa (Howe, 1999). Tindakan
pencabutan gigi diharapkan tanpa disertai rasa sakit, gigi maupun akar tetap utuh dan
minimal traumatik pada jaringan pendukung gigi sehingga bekas pencabutan gigi cepat
sembuh. Pada proses pencabutan gigi akan terbentuk perlukaan pada jaringan pendukung gigi
seperti kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan jaringan lainnya (Kozier, 1995).
Proses penyembuhan luka akibat pencabutan gigi tersebut terdiri dari 4 fase yang
berlangsung secara berkesinambungan dan kompleks yaitu hemostasis, inflamasi, proliferasi,
dan maturasi (Mackay dan Miller, 2003). Fase proliferasi ditandai dengan proses
angiogenesis, pembentukan jaringan granulasi, fibroplasia, deposisi kolagen, re-epitelisasi,
dan kontraksi luka (Stillman, 2007). Penampang histologi dari proses penyembuhan luka
menunjukkan adanya perubahan pada daerah luka seperti penurunan jumlah sel radang,
pembentukan pembuluh darah baru, jumlah sel epitel yang meningkat, sel fibroblas
meningkat dan terbentuk serat kolagen (Kumar dkk, 2009).
Dalam proses penyembuhan luka, sel utama yang terlibat adalah fibroblas dan
kolagen. Fibroblas merupakan elemen selular yang banyak ditemukan pada jaringan ikat
gingiva yang berproliferasi dan aktif mensintesis komponen matriks pada proses
penyembuhan luka dan perbaikan jaringan yang rusak. Fibroblas merupakan bahan dasar
pembentukan jaringan parut dan kolagen yang memberikan kekuatan daya rentang pada
3
penyembuhan luka jaringan lunak. Pada saat jaringan mengalami keradangan, maka fibroblas
akan segera bermigrasi ke arah luka, berproliferasi dan memproduksi matriks kolagen untuk
memperbaiki jaringan yang rusak (Taqwim, 2011).
Pada saat sel dan jaringan sedang mengalami cedera, terjadi peristiwa perusakan
sekaligus penyiapan sel yang bertahan hidup untuk melakukan replikasi. ECM (extracellular
matrix) merupakan suatu kompleks makromolekul yang mengalami remodelling secara
dinamis dan konstan yang disintesis secara lokal dan menyusun bagian penting pada setiap
jaringan. ECM memiliki tiga komponen dasar yaitu struktural fibrosa, gel, serta glikoprotein.
Kolagen merupakan protein struktural fibrosa yang memberikan kekuatan regang. Kekuatan
regang pada kolagen fibril berasal dari pertautan silangnya dan bergantung pada vitamin C.
Beberapa tipe kolagen (misalnya tipe I, III, dan V) membentuk fibril melalui pertautan silang
lateral pada triple helice, kolagen lain (misalnya tipe IV) adalah nonfibril dan merupakan
komponen membrana basalis. Kolagen fibril membentuk bagian utama jaringan ikat pada
luka yang menyembuh, khususnya pada jaringan parut. Sintesis kolagen diinduksi oleh
sejumlah molekul meliputi faktor pertumbuhan (PDGF, bFGFm da nTGF-β) serta sitokin
(interleukin 1 [IL-1] yang disekresikan oleh leukosit dan fibroblas (Kumar, 2007).
Luka akibat pencabutan gigi secara klinis memerlukan waktu beberapa minggu untuk
penyembuhan sempurna. Yang ditandai dengan terbentuknya bundel serabut gingiva yang
menutupi soket gigi, sehingga perlu adanya obat untuk mempercepat proses penyembuhan
luka (Vernimo dkk., 2008). Dalam dekade terakhir, masyarakat Indonesia telah banyak
melakukan pemanfaatan tanaman obat untuk mengobati berbagai penyakit. Penggunaan
bahan alami atau herbal, baik sebagai obat maupun tujuan lain cenderung meningkat dengan
adanya semangat back to nature dari kalangan masyarakat sendiri. Obat herbal atau disebut
4
juga obat tradisional banyak digunakan masyarakat saat ini karena tumbuhan herbal dapat
diperoleh disekitar rumah.
Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman flora yang memberikan
keuntungan terhadap perkembangan obat herbal. Berdasarkan Internasional Journal of
Pharmacy and Pharmaceutical Sciences sejumlah produk herbal sedang diselidiki dan
berbagai produk herbal telah digunakan dalam pengelolaan dan pengobatan luka selama
bertahun-tahun. Tanaman-tanaman yang digunakan secara tradisional sebagai penyembuhan
luka dan telah divalidasi secara ilmiah salah satunya adalah jambu biji
(Psidium guajava linn.) dimana bagian yang sering dipakai adalah bagian daun.
(Mittal dkk., 2012).
Berdasarkan uji fitokimia daun jambu biji (Psidium guajava linn.) memiliki
kandungan flavonoid, saponin, tannin, minyak atsiri, senyawa phenolik, carotenoid dan
vitamin C (Okunrobo dkk., 2010). Flavonoid yang berfungsi sebagai antiinflamasi dan
antioksidan ini menghambat jalur lipooksigenase dan siklooksigenase di dalam biosintesis
metabolit asam arakhidonat sebagai salah satu mediator inflamasi. Kemudian asam
arakhidonat diubah menjadi prostaglandin dan leukotrien yang memiliki efek kemotaktik
terhadap sel-sel inflamasi (Tjay dkk., 2002).
Senyawa kimia kimia yang terkandung dalam daun jambu biji (Psidium guajava linn.)
salah satunya adalah quersetin yang merupakan golongan flavonoid jenis flavonol dan flavon
yang berkhasiat sebagai antioksidan, antiinflamasi, nemostatik dan astringensia
(Yuliani dkk., 2003). Quarsetin adalah salah satu flavonoid yang dapat mencegah terjadinya
kematian sel akibat dari radikal bebas.
5
Quersenin bekerja mencegah konversi radikal superoksida dan hidrogen peroksida
menjadi radikal hidrosil. Berdasarkan studi telah terbukti secara signifikan dapat
mempercepat penyembuhan luka dan melindungi jaringan dari kerusakan oksidatif
(Gomathi dkk., 2002).
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat disusun permasalahan sebagai
berikut :
1.2.1 Apakah ekstrak pasta daun jambu biji (Psidium guajava linn.) dapat meningkatkan
jumlah sel fibroblast pasca pencabutan gigi marmut?
1.2.2 Apakah ekstrak pasta daun jambu biji (Psidium guajava linn.) dapat meningkatkan
ketebalan kolagen pasca pencabutan gigi marmut?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Tujuan Umum :
Untuk mengetahui pemberian ekstrak pasta daun jambu biji (Psidium guajava linn.)
pasca pencabutan gigi marmut untuk meningkatkan jumlah fibroblas dan ketebalan kolagen.
1.3.2 Tujuan Khusus :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pemberian ekstrak pasta daun biji dapat
peningkatan jumlah fibroblas dan ketebalan kolagen setelah pemberian ekstrak
pasta daun jambu biji (Psidium guajava linn.) pasca pencabutan gigi marmut.
6
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi masyarakat pada umumnya dan
peneliti khususnya. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.4.1 Manfaat Akademik
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi pada bidang ilmu
tentang patogenesis penyembuhan luka dalam hal peningkatan sel fibroblas dan ketebalan
kolagen pasca pencabutan gigi marmut, dengan pemberian ekstrak pasta daun jambu biji
(Psidium guajava linn.), sehingga dapat dijadikan dasar acuan penelitian lebih lanjut.
1.4.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi di bidang kesehatan terutama
di rongga mulut tentang potensi ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava linn.) sebagai
obat tradisional untuk penyembuhan luka yang relatif murah, mudah didapat dan praktis.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Luka
Luka adalah peristiwa yang tidak dapat dihindari dari kehidupan manusia. Terjadinya
luka dapat disebabkan oleh trauma fisik, kimia, termal, mikroba atau reaksi imunologis
terhadap jaringan (Lindhe dkk, 2008). Luka ini mengakibatkan hilangnya kontinuitas jaringan
epitel dengan atau tanpa kehilangan jaringan ikat yang mendasarinya (Dealey dkk, 2008) .
Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespon adanya perlakuan dengan proses
penyembuhan luka, yaitu suatu usaha untuk memperbaiki kerusakan jaringan yang terjadi
(Kumar dkk, 2009).
Penyembuhan luka khususnya mukosa rongga mulut lebih kompleks karena sering
terkontaminasi oleh berbagai jenis bakteri rongga mulut (Hartini, 2012). Proses penyembuhan
luka yang cepat diperlukan untuk segera dapat mengembalikan struktur anatomi dan fungsi
fisiologis jaringan yang mengalami luka (Vernino dkk, 2008). Proses yang mengarah
terhadap perbaikan matrik biologi, fungsi fisiologis dan mengembalikan kestabilan integritas
jaringan akibat luka disebut proses penyembuhan luka (Hom dkk, 2009).
2.2 Proses Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka merupakan proses yang kompleks karena terjadi bermacam-
macam interaksi sel yang berbeda dengan mediator sitokin dan matriks ekstraselluler
(Mackay dan Alan, 2003). Proses penyembuhan luka dibagi menjadi 4 fase yang
berkesinambungan dan tumpang tindih yaitu fase hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan
maturasi (Newman dkk, 2003) :
8
1. Fase Hemostasis
Fase hemostasis terjadi dalam beberapa menit dari awal cedera kecuali ada
gangguan pembekuan yang mendasari. Fase ini terdiri dari dua proses utama yaitu
terbentuknya bekuan fibrin dan koagulasi, pada awal terjadinya luka atau trauma
maka terjadi vasokonstriksi pembuluh darah (Clark, 2001). Dengan adanya perlukaan
pembuluh darah, endotel terlepas maka jaringan subendotel terbuka sehingga
trombosit melekat ke kolagen di jaringan subendotel. Perlekatan trombosit ke jaringan
subendotel disebut adhesi trombosit (Nayak dkk. 2009).
Pada adhesi trombosit faktor Von Willebrand berperan sebagai jembatan antara
trombosit dengan kolagen di jaringan subendotel. Trombosit yang melekat ke
subendotel akan mengeluarkan isi granula seperti adenosine diphosphate (ADP) dan
serotonin yang akan merangsang trombosit lain untuk saling melekat atau beragregasi
membentuk gumpalan yang akan menyumbat luka pada dinding vaskuler
(Sylvia, 2003).
Trombosit yang beragregasi juga mengeluarkan isi granula seperti ADP dan
serotonin. Pengeluaran isi granula disebut reaksi pelepasan (release reaction).
Trombosit tersebut bersifat semi permeable, jadi tidak dapat dilewati eritrosit tetapi
dapat dilewati cairan. Perlukaan vaskuler juga menyebabkan sistem koagulasi
diaktifkan sehingga akhirnya terbentuk fibrin. Fibrin akan mengubah trombosit yang
semi permeable menjadi non permeable sehingga tidak dapat dilewati oleh cairan
(Arun, 2013).
9
2. Fase Inflamasi
Fase inflamasi ini disertai gejala klinis antara lain peningkatan panas (kalor),
warna kemerahan (rubor), pembengkakan (tumor) dan penurunan fungsi jaringan
(Hollmann dkk., 2000). Setelah terbentuk jendalan darah sel-sel inflamasi
terutama neutrofil dan makrofag akan bermigrasi ke jendalan darah
(Polimeni dkk., 2006). Pada hari kedua dan ketiga setelah luka, populasi sel
inflamasi yang lebih dominan adalah makrofag. Selain fagositosis, makrofag juga
mensekresi sitokin dan growth factor penting pada proses penyembuhan luka
(Hom dkk., 2009).
Gambar 2.2 Fase inflamatori (Hupp dkk, 2009)
3. Fase Proliferasi
Tahap ketiga adalah fase proliferasi yang berlangsung antara 2 hari sampai 3
minggu setelah fase inflamasi. Hal ini biasanya ditandai dengan angiogenesis
(pertumbuhan pembuluh darah baru dari sel endotel), deposisi kolagen, pembentukan
jaringan, epitelisasi dan kontraksi luka (Nagori dkk. 2011). Dalam fase ini, fibroblast
bermigrasi untuk memulai fase proliferasi dan deposito matriks ekstraselular baru
(Kerstein, 2007). Fibroblast adalah sel-sel yang merangsang pembentukan kolagen di
mana regenerasi kulit lanjut terjadi dan matriks kolagen baru kemudian menjadi silang
10
terkait dan terorganisir selama fase renovasi akhir (Thomson, 2000). Sel-sel 'pericytes'
yang menumbuhkan lapisan luar kapiler dan sel-sel endotel yang menghasilkan
lapisan. Pada tahap akhir epitelisasi 'Keratinosit' membedakan untuk membentuk
lapisan luar pelindung (Gupta dan Jain, 2010).
Gambar 2.3 Fase proliferasi (Hupp dkk, 2009)
4. Fase Maturasi
Fase ini berlangsung selama 3 minggu sampai 2 tahun. Kolagen baru terbentuk
pada fase ini (Bloemen dkk. 2010). Kekuatan jaringan meningkat karena antar
molekul kolagen melalui vitamin C tergantung hidroksilasi. Bekas luka merata dan
jaringan parut menjadi 80% sekuat jaringan aslinya (James dan Friday, 2010).
Gambar 2.4 Fase maturasi (Hupp dkk, 2009)
11
2.1.4.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Menurut Anonim (2004), penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks
dan dinamis karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi saling
berkesinambungan. Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada proses regenerasi
yang bersifat lokal saja pada luka, namun dipengaruhi pula oleh faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik.
1. Faktor Intrinsik adalah faktor dari penderita yang dapat berpengaruh dalam proses
penyembuhan meliputi : usia, status nutrisi dan hidrasi, oksigenase dan perfusi
jaringan, status imunologi dan penyakit penyerta (hipertensi, DM, Artheriosclerosis).
2. Faktor Ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari luar penderita yang dapat
berpengaruh dalam proses penyembuhan luka, meliputi : pengobatan baik secara
topikal maupun oral, radiasi, stress psikologi, infeksi, iskemia dan trauma jaringan.
2.1.4.3 Penyembuhan Luka pada Soket Pasca Pencabutan Gigi
Menurut Andreasen (1997), proses penyembuhan luka pada soket pasca pencabutan
gigi secara histologi dibagi dalam beberapa tahap :
Tahap 1 : Koagulum
Segera setelah gigi diekstraksi dari soket gigi, maka pada soket akan terisi darah
dan membentuk gumpalan darah (mekanisme hemostasis).
Tahap 2 : Jaringan granulasi
Dibentuk pada dinding soket 2-3 hari setelah pencabutan yang merupakan
proliferasi dari sel-sel endothelial, kapiler-kapiler dan beberapa leukosit. Sel ini
akan berproliferasi dan bermigrasi menuju gumpalan darah. Selama 7 hari jaringan
granulasi ini akan menggantikan tempat dari koagulum.
12
Tahap 3 : Jaringan konektif
Jaringan ini mula-mula berada pada bagian tepi soket selama 20 hari setelah
pencabutan, menggantikan jaringan granulasi. Jaringan konektif yang baru terdiri
dari sel-sel, kolagen dan serat-serat fiber.
Tahap 4 : Pertumbuhan tulang
Proses pembentukan tulang dimulai pada hari ke-7 setelah pencabutan, dimulai dari
tepi dasar soket. Pada saat ini juga terjadi proses angiogenesis pada ligamentum
perodontal. Pada hari ke-38 setelah pencabutan biasanya sudah terisi dengan tulang
muda, selama 2-3 bulan tulang telah menjadi mature dan terbentuk trabekula,
setelah 3-4 bulan maturasi tulang telah lengkap seluruhnya.
Tahap 5 : Perbaikan epithelial
Dimulai ketika terjadi penutupan 4 hari setelah pencabutan dan biasanya akan
selesai setelah 24 hari.
Penyembuhan soket secara signifikan dipengaruhi oleh usia dan individual. Pada
individu berusia 2 dekade aktivitas histologi penyembuhan soket yaitu sekitar 10 hari setelah
pencabutan dan pada individu berusia 6 dekade atau lebih yaitu sekitar 20 hari setelah
pencabutan.
Definisi Fibroblas
Fibroblas (L. fibra, serat: Yunani. blatos, benih: Latin) adalah sel yang menghasilkan
serat dan sumber sintesis utama dari matrik protein misalnya kolagen (Tejero, 2010).
Fibroblas adalah sel yang menyintesis matriks ekstraseluler, kolagen, dan kerangka struktural
(stroma) jaringan hewan, serta berperan penting dalam penyembuhan luka
(Waldrop dan Doughty, 2000). Di dalam sel ini tedapat 2 (dua) tahap aktivitas yaitu: aktif dan
13
tenang. Sel-sel dengan aktivitas sintesis yang tinggi secara morfologis berbeda dari fibroblas
tenang, yang tersebar dalam matriks yang telah disintesis sel-sel tersebut (Junqueira, 2007).
Struktur Fibroblas
Fibroblas merupakan sel besar, gepeng, intinya panjang dan ovoid, bercabang-cabang,
dari samping berbentuk gelendong atau fusiform dan serta banyak proses sitoplasmik yang
panjangnya bervariasi dan banyak terdapat dalam ligamen periodontal (Gruber, 2003).
Struktur sitoplasmiknya berhubungan dengan fibroblas lain dalam jaringan penghubung
manusia. Fibroblas membawa banyak vakoula sitoplasmik yang berisi serat-serat kolagen
yang pendek dan enzim proteolytic, dimana bukti bahwa fibroblas juga turut serta dalam
pembentukan badan serat melalui resorpsi dari kolagen yang telah dibentuk
(Zeisberg dan Muller, 2004).
Gambar 1. Struktur mikroskopis fibroblas pada jaringan ikat longgar dengan pengecatan
hematoksilin-eosin. Pembesaran sedang.
Pada kebanyakan sediaan histologi, batas sel tidak nyata dan ciri inti merupakan
pedoman untuk pengenalnnya. Inti lonjong atau memanjang dan diliputi membran inti halus
dengan satu atau dua anak inti jelas, dan sedikit granula kromatin halus (Leeson, 1996).
Dalam beberapa situasi, fibroblas ditemukan dalam bentuk stelata gepeng dengan beberapa
cabang langsing. Inti panjangnya terlihat jelas, namun garis bentuk selnya mengkin sukar
14
dilihat pada sediaan histologis karena bila relatif tidak aktif, sitoplasmanya eosinofilik seperti
serat kolagen di sebelahnya (Fawcet, 2002).
Fungsi Fibroblas
Fungsi utama dari fibroblast adalah untuk menjaga integritas struktural dari jaringan
ikat dengan prekursor mensekresi terus menerus dari matriks ekstraseluler. Fibroblas
mengeluarkan prekursor dari semua komponen matriks ekstraseluler, terutama substansi
tanah dan berbagai serat ( Robbins dkk, 2007).
Fibroblast merupakan sel yang menghasilkan serat-serat kolagen, retikulum, elastin,
glikosaminoglikan, dan glikoprotein dari substansi interseluler. Fibroblas lebih aktif
mensintesis komponen matriks sebagai respon terhadap luka dengan berproliferasi dan
peningkatan fibrinogenesis. Oleh sebab itu, fibroblas menjadi agen utama dalam proses
penyembuhan luka (Lawler et al, 2002).
Peran Fibroblas pada Penyembuhan Luka
Pada saat jaringan mengalami jejas yang menyebabkan terbentuknya lesi atau
perlukaan, maka proses penyembuhan luka tersebut merupakan fenomena yang kompleks dan
melibatkan beberapa proses. Penyembuhan luka sebagai salah satu prototip dari proses
perbaikan jaringan merupakan proses yang dinamis, secara singkat meliputi proses inflamasi,
diikuti oleh proses fibrosis atau fibroplasia, selanjutnya remodeling jaringan dan
pembentukan jaringan parut.
Proses fibrosis atau fibroplasia dan pembentukan jaringan parut merupakan proses
perbaikan yang melibatkan jaringan ikat yang memiliki empat komponen, yaitu : (a)
pembentukan pembuluh darah baru, (b) migrasi dan proliferasi fibroblas, (c) deposisi ECM
15
(extracellular matrix), dan (d) maturasi dan organisasi jaringan fibrous (remodeling). Dari
keseluruhan proses yang telah disebutkan di atas, fibroblas memiliki peran penting pada
proses fibrosis yang melibatkan dua dari keempat komponen di atas yaitu migrasi dan
proliferasi fibroblas serta deposisi ECM oleh fibroblas.
Pada proses inflamasi terjadi perubahan vaskuler yang mempengaruhi besar, jumlah,
dan permeabilitas pembuluh darah dan perubahan seluler yang menyebabkan kemotaksis ke
arah jejas setelah proses inflamasi berkurang, dilanjutkan dengan proses fibrosis tahap awal
yaitu migrasi dan proliferasi di daerah jejas. Migrasi dan proliferasi fibroblas terutama dipacu
oleh transforming growth factor-β (TGF-β), yaitu faktor pertumbuhan yang dihasilkan oleh
jaringan granulasi yang terbentuk selama proses inflamasi. Migrasi dan peningkatan
proliferasi fibroblas di daerah jejas akan meningkatkan sintesis kolagen dan fibronektin, serta
peningkatan deposisi matriks ekstraselular.
Pada tahap selanjutnya terjadi penurunan proliferasi sel endotel dan sel fibroblas,
namun fibroblas menjadi lebih progresif dalam mensintesis kolagen dan fibronektin sehingga
meningkatkan jumlah matriks ekstraselular yang berkurang selama inflamasi. Selain TGF-β,
beberapa faktor pertumbuhan lain yang ikut mengatur proliferasi fibroblas juga membantu
menstimulasi sintesis matriks ekstraselular. Pembentukan serabut kolagen pada daerah jejas
merupakan hal yang penting untuk meningkatkan kekuatan penyembuhan luka. Sintesis
kolagen oleh fibroblas dimulai relatif awal pada proses penyembuhan (hari ke 3-5) dan
berlanjut terus sampai beberapa minggu tergantung ukuran luka. Menurut Sodera & Saleh
(1999), sintesis kolagen oleh fibroblas mencapai puncaknya pada hari ke-5 sampai ke-7.
Proses sintesis ini banyak bergantung pada vaskularisasi dan perfusi di daerah lunak, dan
mencapai hasil optimal dalam lingkungan yang sedikit asam.
16
Proses akhir dari penyembuhan luka adalah pembentukan jaringan parut, yaitu
jaringan granulasi yang berbentuk spindel, kolagen, fragmen dari jaringan elastik dan
berbagai komponen matriks ekstraselular. Jadi, pada saat jaringan mengalami perlukaan,
maka fibroblas yang akan segera bermigrasi ke arah luka, berproliferasi dan memproduksi
matriks kolagen dalam jumlah besar yang akan membantu mengisolasi dan memperbaiki
jaringan yang rusak.
KOLAGEN
Kolagen memegang peranan yang sangat penting pada setiap tahap proses
penyembuhan luka. Kolagen mempunyai kemampuan antara lain homeostasis, interaksi
dengan trombosit, interaksi dengan fibronektin, meningkatkan eksudasi cairan, meningkatkan
komponen seluler, meningkatkan faktor pertumbuhan dan mendorong proses fibroplasia dan
terkadang pada proliferasi epidermis.
Kolagen adalah protein utama yang menyusun komponen matrik ekstraseluler dan
merupakan protein yang paling banyak ditemukan di dalam tubuh manusia. Kolagen tersusun
atas triple helix dari tiga rantai α polipeptida.
Sekitar 30 bentuk rantai alfa terdapat pada 14 tipe kolagen. Kolagen tipe I,II,dan III
merupakan kolagen interstisiil atau kolagen fibriler yang merupakan jumlah yang paling
banyak, tipe IV,V, VI merupakan bentuk non fibriler dan terdapat di jaringan interstitiil dan
membrana basalis 6. Kolagen tipe VII adalah sebuah homopolimer yang menyatu menjadi
bundel dengan diameter dan lengkungan yang bervariasi. Kolagen tipe ini memiliki rantai
lebih panjang 467 nm atau lebih, terletak pada lamina basalis dari dermal-epidermal junction.
Kolagen disintesa terutama oleh fibroblas dan diatur oleh koordinasi dari aksi sejumlah
β mRNA dengan kolagen α1mRNA dan konsentrasi IL I sehingga akan merangsang produksi
kolagen I oleh fibroblast.
17
Pada deposisi matrik ekstraseluler, sintesis kolagen diperbanyak oleh faktor
pertumbuhan dan sitokin yaitu PDGF, FGF, TGF β dan IL-1, IL-4, IgGI yang diproduksi oleh
lekosit dan limfosit pada saat sintesis kolagen. Pada proses remodeling jaringan faktor
pertumbuhan seperti PDGF, FGF, TGF β dan IL 1, TNF α akan menstimulasi sintesis
kolagen serta jaringan ikat lain yang selanjutnya sitokin dan faktor pertumbuhan memodulasi
sintesis dan aktivasi metaloproteinase, suatu enzim yang berfungsi untuk degradasi
komponen ECM. Hasil dari sintesis dan degradasi ECM merupakan remodeling kerangka
jaringan ikat, dan struktur ini merupakan gambaran pokok penyembuhan luka pada inflamasi
kronis. Sedangkan proses degradasi kolagen dan protein ECM lain dilaksanakan oleh
metalopreteinase. Metalopreteinase terdiri atas interstitial kolagenase dan gelatinase,
diproduksi oleh beberapa macam sel : fibroblas, makrofag, netrofil, sel sinovial dan beberapa
sel epitel. Untuk mensekresikannya perlu stimulus tertentu yaitu
Quersetin
Salah satu antioksidan alami yang berperan sebagai antioksidan adalah flavonoid.
Senyawa-senyawa ini dapat ditemukan pada batang, daun, bunga dan buah. Senyawa ini
berperan sebagai penangkap radikal bebas, melindungi struktur sel, meningkatkan efektivitas
18
vitamin C, anti-inflamasi dan antibiotik. Karena mengandung gugus hidroksil. Karena
bersifat sebagai reduktor, flavonoid dapat bertindak sebagai donor hidrogen terhadap radikal
bebas (Silalahi, 2006).
Kuersetin (Quersetin) adalah salah satu zat aktif kelas flavonoid yang secara biologis
amat kuat. Bila vitamin C menpunyai antioksidan 1, maka kuersetin memiliki antioksidan
4,7. Flavonoid merupakan sekelompok besar antioksidan bernama polifenol yang terdiri dari
atas antosianidin, biflavon, katekin, flavanon, flavon dan flavonol. Kuersetin termasuk
kedalam kelompok flavonol.
Kuersetin (3,4-dihidroksiflavonol) merupakan senyawa flavonoid dari kelompok
flavonol dan terdapat terutama pada tanaman teh, tomat, apel, kakao, anggur dan bawang
yang memiliki sifat antioksidan yang sangat potensial. Dengan mengkonsumsi kuersetin
dalam jumlah yang cukup (50-200 mg per hari) maka dapat bermanfaat memberi
perlindungan karena berperan sebagai senjata pemusnah radikal bebas sehingga dapat
mencegah penuaan dini. Kuersetin menunjukkan aktivitasnya dalam menghambat reaksi
oksidasi low-density lipoprotein (LDL) secara in vitro (Kosasih, 2004), mencegah kerusakan
oksidatif dan kematian sel dengan mekanisme menangkap radikal oksigen, memberi efek
farmakologi sebagai antiinflamasi (Herowati, 2008). Kuersetin merupakan antioksidan yang
memiliki sifat anti-inflamasi. Pada penelitian Yoshida dkk menggambarkan potensi kuersetin
sebagai inhibitor monocyte chemoattractant protein-1 (MCP-1). Kuersetin menghambat
ekspresi cytokine-triggered MCP-1. Untuk mengetahui mekanisme yang terlibat pada efek
anti-inflamsi kuersetin, diduga ada hubungan dengan nuclear factor- B (NF-B) dan
19
aktivator protein-1 (AP-1). Akibat dari aktivitas IL-1β, MCP-1 yang merupakan sinyal untuk
memanggil monosit dapat teraktivasi. Pada pembeian kuersetin dapat dilihat penurunan
aktivitas NF-B lebih dari 50 % dan penurunan aktivitas AP-1 ± 50% dan adanya korelasi
antara dosis pemberian kuersetin terhadan penurunan aktivitas MCP-1. Dari penjelasan
diatas, dapat disimpulkan bahwa kuersetin dapat berperan sebagai anti-inflamasi yang
diinduksi oleh IL-1 dengan mekanisme menghambat NF-B dan AP-1 yang dapat
mengaktifkan IL-1 yang kemudian dapat menginduksi MCP-1.
Peran Kuersetin sebagai antioksidan
Kuersetin diketahui memiliki manfaat yaitu dapat mengurangi stress oksidatif.
Penelitian pada hewan diamati setelah suplementasi kuersetin menunjukkan adanya
perbaikan status oksidan, seperti pengurangan plasma lipid peroksida dan isoprotanes. Pada
penelitian Helmizar dkk.??? Ditemukan hubungan antara kuersetin dengan profil lipid yaitu
didapatkan perbedaan rata-rata kadar trigliserida berdasarkan kuadran kuarsetil pada respon
kelompok umur ≥40thn. Respon dengan komsumsi kuersetin tinggi dan aktif menunjukkan
kadar HDL yang lebih tinggi dibandingkan respon dengan konsumsi rendah. Rata-rata profil
lipid menurut konsumsi total kuersetin dan serat, didapatkan bahwa respon dengan konsumsi
total kuersetin tinggi dengan tinggi serat menunjukkan kolesterol total, kolesterol LDL dan
rasio kolesterol LDL/HDL yang lebih rendah secara bermakna dibandingkan dengan
komsumsi total kuersetin rendah. LDL yang tinggi dalam darah dapat masuk kedalam sub
endotel pembuluh darah dan mengalami oksidasi yang dapat memicu pemanggilan monosit
dan pembentukan sel busa. Sel busa dapat berkembang menjadi atheroma yang dapat disebut
plak atherosklerosis. Kuersetin dapat menurunkan kadar LDL dan mencegah oksidasi LDL
yang berperan sebagai pencetus atherosklerosis.
2.4 Pencabutan (ekstraksi) Gigi
2.4.1 Definisi Pencabutan Gigi
Salah satu tindakan perawatan gigi dan mulut yang dilakukan dokter gigi adalah
melakukan ekstraksi atau pencabutan gigi. Pencabutan gigi atau ekstraksi adalah tindakan
pengambilan gigi dari dalam soket pada tulang alveolar tanpa disertai rasa sakit, gigi maupun
akar gigi tetap utuh dengan trauma minimal terhadap jaringan pendukung gigi sehingga bekas
20
pencabutan gigi dapat sembuh dengan sempurna dan tidak terdapat masalah prostetik pasca
operasi di masa mendatang (Howe, 1999).
Ekstraksi sendiri dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertama gigi dipisahkan dari
jaringan lunak di sekitarnya menggunakan desmotome atau elevator dan tahap kedua
pengeluaran gigi dari soketnya menggunakan tang atau elevator (Fragiskos, 2007).
Persyaratan/penilaian (assessment) sebelum melakukan tindakan pencabutan gigi
antara lain (Balaji, 2008) :
1. Morfologi mahkota gigi
2. Morfologi akar gigi (impaksi, ankylosis, hipersementosis)
3. Kepadatan tulang di sekitar gigi
4. Hubungan antar gigi dan struktur anatomi penting lainnya
5. Kelainan pada gigi atau tulang yang mengelilinginya
2.4.2 Indikasi dan Kontraindikasi Pencabutan Gigi
Menurut Starshak (1980), indikasi dan kontraindikasi pencabutan gigi adalah sebagai berikut:
Indikasi pencabutan gigi antara lain :
1. Gigi dengan patologis pulpa, baik akut dan kronis yang tidak mugkin dilakukan
perawatan endodontik
2. Gigi dengan karies yang besar, baik dengan atau tanpa penyakit pulpa atau
periodontal
3. Penyakit periodontal yang terlalu parah.
4. Gigi malposisi dan overeruption
21
5. Gigi impaksi dalam denture bearing area harus dicabut sebelum dilakukan
pembuatan protesa
6. Gigi yang mengalami trauma dan harus dicabut untuk mencegah kehilangan tulang
lebih besar lagi
7. Beberapa gigi yang terdapat pada garis fraktur rahang harus dicabut untuk
meminimalisir kemungkinan infeksi, penyembuhan yang tertunda atau tidak
menyatunya rahang
8. Gigi yang mengalami fraktur akar
9. Supernumerary teeth
10. Untuk keperluan perawatan ortodonsia atau prostodonsia
11. Gigi dengan sisa akar
Kontra indikasi pencabutan gigi meliputi faktor lokal dan faktor sistemik.
Kontra indikasi lokal meliputi :
1. Infeksi dental akut harus dievaluasi tergantung kondisi pasien. Pasien dalam kondisi
toksik dengan demam tinggi berbeda perawatannya dengan pasien dengan kondisi
sehat, walaupun keduanya mempunyai infeksi dental dengan inflamasi lokal ataupun
menyebar.
2. Perawatan infeksi perikoronal akut berbeda dengan abses apikal. Pada abses apikal,
drainase infeksi dapat dilakukan dengan cara pencabutan gigi, sedangkan infeksi
perikoronal dapat menyebar jika gigi yang terlibat dicabut pada fase akut. Untuk
alasan ini lebih sering dilakukan drainase dan irigasi abses perikoronal dan
meresepkan antibiotik untuk 72 jam sebelum ekstraksi gigi.
22
3. Tumor ganas, baik awalnya lokal hingga menyebar ke sirkulasi umum melalui soket
gigi yang diekstraksi. Oleh karena itu ekstraksi pada beberapa kasus dapat dibenarkan
hanya setelah dilakukan konsultasi medis.
4. Terapi radiasi yang dahulu pada rahang merupakan kontraindikasi ekstraksi gigi.
Disarankan untuk mencabut semua gigi yang terlibat sebelum radioterapi.
Kontra indikasi sistemik meliputi :
1. Diabetes mellitus tidak terkontrol.
2. Kelainan darah ( hemofili, leukemia, anemia).
3. Kehamilan pada trimester I dan trimester 3.
4. Kelainan kardiovaskular ( hipertensi).
5. Pasien dengan kelainan hati (hepatitis).
2.4.4 Komplikasi pencabutan
Komplikasi pencabutan merupakan suatu kejadian yang dapat terjadi secara tidak
normal dan dapat meningkatkan ketidaknyamanan pasien. Ketidaknyamanan pasca
pencabutan gigi pada pasien seperti perdarahan, rasa sakit dan edema (Pedlar, 2001).
Komplikasi pencabutan digolongkan menjadi intraoperatif, segera setelah operasi dan jauh
sesudah operasi. Komplikasi intraoperatif antara lain : perdarahan, fraktur, pergeseran, cidera
jaringan lunak dan cidera saraf. Komplikasi pasca bedah diantaranya perdarahan, rasa sakit,
edema dan reaksi terhadap obat. Sedangkan komplikasi jauh sesudah operasi antara lain dry
socket (alveolitis) dan infeksi. Pencegahan tergantung pada pemeriksaan riwayat,
pemeriksaan menyeluruh, foto roentegen yang memadai dan operator yang menaati prinsip-
prinsip pembedahan selama pencabutan (Pedersen, 1996).
23
2.5 Tumbuhan jambu biji (Psidium guajava Linn.)
Tanaman Jambu bji (Psidium guajava Linn.) dalam sistematikan dunia tumbuhan
diklasifikasikan menjadi seperti di bawah ini :
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Familia : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spessies : Psidium guajava Linn. (Cronquis, 1981).
Jambu bji (Psidium guajava Linn.) berasal dari kawasan Amerika tropik, tumbuh pada
tanah yang gembur maupun liat, pada tempat terbuka dan mengandung cukup banyak air.
Tumbuhan ini tumbuh dan ditemukan pada ketinggian 1-1200 meter di atas permukaan laut.
Sekarang tanaman ini menyebar luas keseluruh dunia, terutama di daerah tropis. Diperkirakan
terdapat sekitar 150 spesies Psidium yang telah menyebar di daerah tropis dan berhawa sejuk
(Hapsoh dan Hasanah, 2011).
24
1.5.1 Morfologi Tumbuhan Jambu Biji (Psidium guajava Linn.)
Tumbuhan jambu bji (Psidium guajava Linn.) mempunyai tinggi 2-10 meter,
bercabang banyak. Batangnya berkayu, keras, kulit batang licin, mengelupas, berwarna
coklak kehijauan. Daun tunggal, bertangkai pendek, daun muda berambut halus, permukaan
atas daun tua licin (Hapsoh dan Hasanah, 2011). Daun mahkota bulat telor terbalik, panjang
1,5-2 cm, tonjolan dasar bunga yang berbulu, pipih dan lebar, daging buah tebal, buah yang
masak bertekstur lunak berwarna putih kekuningan atau merah jambu (Steenis, 2008).
2.6 Aplikasi Topikal
Obat topikal adalah bentuk medikasi yang diaplikasikan secara eksternal menuju
tubuh, tidak diingestikan atau diinjeksikan ke dalam tubuh. Obat topikal antara lain termasuk
lotion, krim, ointment, bedak (talc), dan gel. Tujuan penggunaan aplikasi topikal adalah
untuk menghantarkan efek obat langsung pada area kulit yang mengalami iritasi, inflamasi,
atau terinfeksi selain juga sebagai lapisan pelindung, dimana gel bersifat membentuk lapisan
film dan mudah mengering. Obat-obatan topikal biasanya diaplikasikan secara langsung pada
area yang membutuhkan pengobatan (Martelli, 2012).
Gel merupakan sediaan semipadat yang jernih, tembus cahaya dan mengandung zat
aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang
saling berikatan pada fase terdispersi. Dalam industri farmasi, sediaan gel banyak digunakan
pada produk obat-obatan, kosmetik dan makanan. Polimer yang biasa digunakan untuk
membuat gel-gel farmasetik meliputi gom alam tragakan, pektin, karagen, agar, asam alginat,
serta bahan-bahan sintetis dan semisintetis seperti metil selulosa, hidroksietilselulosa,
karboksimetilselulosa (CMC-Na), dan karbopol yang merupakan polimer vinil sintetis
dengan gugus karboksil yang terionisasi (Kartinah, 2012).
Carboxymethylcellulose Sodium (CMC-Na) adalah bahan yang umum digunakan
dalam formulasi sediaan oral maupun topikal, merupakan basis pembuatan gel sebab dapat
25
berperan sebagai emulsifying agent dan meningkatkan kekentalan dari sediaan yang dibuat
(Rowe, 2009).
Keuntungan obat dengan sediaan gel ialah kemampuan penetrasi obat dalam kulit
yang baik, dengan daya lekat tinggi yang tidak menyumbat pori sehingga pernapasan pori
tidak terganggu. Setelah diaplikasi secara topikal, gel ini akan melekat pada permukaan
mukosa rongga mulut, membentuk lapisan tipis dan bertindak sebagai barier untuk
melindungi ujung saraf yang terpajan menjadi lebih sensitif dari nyeri yang ditimbulkan dari
kegiatan makan, minum, dan bahkan berbicara (Lachman dkk., 1994).
2.7 Marmut (Cavia cobaya)
Marmut digolongkan sebagai hewan pengerat yang memakan tumbuh-tumbuhan dan
memiliki gigi pemotong seperti pahat yang berguna untuk memotong dan mengerat.
Membrana nictitans terdapat pada sudut mata. Lubang telinga luar dilengkapi dengan daun
telinga. Struktur kelenjar susu terletak di lipatan paha, alat-alat kelamin luar dan tungkai
terdapat pada badannya. Tungkai depan berjari tiga dan tungkai belakang berjari empat.
(Pratigno, 1982).
Marmut (Cavia cobaya) termasuk mamalia, yaitu hewan yang memiliki kelenjar
mamae untuk menyusui anaknya sebagai makanan pertama setelah mereka dilahirkan. Ciri
lain yang khas dari mamalia adalah tubuhnya dilindungi oleh rambut, kulit mengandung
bermacam-macam kelenjar, jari kaki mempunyai cakar, kuku, dan telapak. Kaki beradaptasi
untuk berjalan, memanjat, menggali tanah, loncat. Marmut merupakan hewan berdarah panas
(homoiterm) (Vera, 2012).
Mamalia mempunyai tubuh berbentuk bilateral simetris dengan tulang rangka yang
mempunyai kendio okspital, pada rahangnya terdapat gigi yang bentuk dan besarnya berbeda
26
untuk setiap individu. Kaki teradaptasi untuk berjalan,memanjat, menggali tanah, serta
berenang sehingga kakinya mempunyai cakar, kuku, dan telapak. Jantung mempunyai empat
ruang dengan sekat yang sempurna, aortanya hanya terdapat di sebelah kiri. Ukuran paru-
paru relatif besar, kompak dan kenyal yang terdapat pada rongga dada (Muda, 2011).
Klasifikasi Marmut (Cavia cobaya) menurut Vanderlip (2003) yakni :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Kelas : Mammalia
Subkelas : Placentalia
Ordo : Rodentia
Subordo : Simplicidentata
Famili : Caviidae
Genus : Cavia
Spesies : Cavia Cobaya
Gambar 2.9 Marmut (Cavia cobaya) (Muda, 2011)
Pengamatan terhadap morfologi dan anatomi mamalia dalam praktikum adalah
marmut. Pertimbangan ini dipilih untuk dapat mewakili class mamalia antara lain, marmut
27
mudah didapatkan, ukuran cukup besar dan tubuhnya mudah dipelajari, serta organ-organ
lengkap untuk mewakili class mamalia.
2.8 Perubahan Fisiologis Luka Akibat Pemberian Gel Topikal
Pemberian obat berupa gel secara topikal dapat mempercepat penyembuhan luka pasca
pencabutan gigi karena dapat menghantarkan efek obat langsung pada daerah luka serta
melindungi luka dari infeksi akibat terkena makanan, minuman maupun berbicara. Pemberian
gel topikal juga diharapkan dapat menurunkan inflamasi dengan cara meningkatkan sel
fibroblast. Sel Fibroblas merupakan bahan dasar pembentukan jaringan parut dan kolagen
yang memberikan kekuatan daya rentang pada penyembuhan luka jaringan lunak. Pada saat
jaringan mengalami keradangan, maka fibroblas akan segera bermigrasi ke arah luka,
berproliferasi dan memproduksi matriks kolagen untuk memperbaiki jaringan yang rusak.
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Luka merupakan suatu keadaan kerusakan integritas kulit yang dapat terjadi karena
paparan suhu, zat kimia, gesekan, tekanan, radiasi dan trauma. Respon tubuh terhadap luka
atau trauma dengan proses pemulihan yang kompleks dan dinamis yang menghasilkan
pemulihan anatomi dan fungsi secara terus menerus disebut penyembuhan luka.
Proses penyembuhan luka adalah suatu proses yang dinamis dan kompleks serta
melibatkan beberapa fase yang saling berkelanjutan, saling tumpang tindih dan terprogram
dari satu fase ke fase lainnya. Pada manusia, proses penyembuhan luka yang optimal
melibatkan beberapa proses yaitu hemostasis yang cepat, inflamasi yang tepat, proses
diferensiasi, proliferasi, dan migrasi sel mesenkimal, angiogenesis, pembentukan sel
28
fibroblast dan sintesis kolagen yang berfungsi memberikan kekuatan terhadap jaringan yang
dapat mempercepat proses penyembuhan luka.
Penyembuhan luka terutama didalam rongga mulut dapat berjalan lambat karena
proses penyembuhan luka ini terganggu oleh adanya bakteri yang ada didalam rongga mulut.
Terhambatnya proses proses penyembuhan luka pasca pencabutan gigi dapat mempengaruhi
perawatan gigi pasca pencabutan seperti pembuatan gigi palsu atau pemasangan kawat gigi.
Proses penyembuhan luka adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka dan ditandai
dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan, yaitu bertanggung
jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama
proses rekonstruksi jaringan. Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan
sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Setelah
terjadinya luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka,
kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi antara lain
kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan profeoglycans) yang berperan dalam
membentuk jaringan baru.
Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk jaringan baru
(connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannnya subtrat oleh fibroblast, memberikan
tanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai satu kesatuan unit
dapat memasuki kawasan luka. Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblas
mengeluarkan keratinocyte growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel
epidermal. Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka dan akhirnya membentuk barrier yang
menutupi permukaan luka. Dengan sintesa kolagen oleh fibroblas, pembentukan lapisan
dermis ini akan disempurnakan kualitasnya dengan mengatur keseimbangan jaringan
granulasi dan dermis.
29
Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah
strukturnya menjadi myofibroblast yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada
jaringan. Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan
dengan defek luka minimal. Fase akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah
terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth factor yang
dibentuk oleh makrofag dan platelet.
Pemberian obat-obatan kimia baik secara oral atau topikal diberikan untuk
mempercepat proses penyembuhan luka pasca pencabutan. Selain obat-obatan kimia,
penelitian tentang obat-obatan berbahan dasar herbal banyak dikembangkan untuk dapat
mempercepat proses penyembuhan luka sehingga dapat membantu tenaga kesehatan yang
berada didaerah yang terpencil. Salah satunya obat-obatan berbahan dasar herbal
yang diteliti adalah ekstrak daun jambu biji. Berdasarkan uji fitokimia daun jambu biji
memiliki kandungan flavonoid yang tinggi, antosianin, tanin dan vitamin B dan C. Flavonoid
memiliki efek sebagai antiinflamasi dan antioksidan. Efek antiinflamasi flavonoid adalah
dengan menghambat jalur lipooksigenase dan siklooksigenase didalam biosentesis metabolit
asam arakhidonat sebagai salah satu mediator inflamasi. Asam arakhidonat diubah menjadi
prostaglandin dan leukotrien yang memiliki efek kemotaktik terhadap sel-sel inflamasi.
Dasar pemikiran pemberian ekstrak daun jambu biji secara topical untuk
meningkatnya jumlah fibroblast dan kolagen didalam ekstrak daun jambu biji terdapat
kandungan quersetin, vitamin C dan zat besi (Zn) yang dapat mempercepat proses
penyembuhan luka dengan cara meningkatkan jumlah fibroblast, pembentukan kolagen.
Beberapa jenis cidera seperti terbakar, luka, dan bisul kulit biasanya menghasilkan
superoksida dan peroksidasi lipid melalui aktivasi neutrofil. Oleh karena itu, obat-obatan
yang menghambat peroksidasi lipid diyakini untuk meningkatkan jumlah serat fibril kolagen,
meningkatkan kekuatan serat kolagen, meningkatkan sirkulasi darah, mencegah kerusakan sel
30
dan sintesis DNA. Peningkatan jumlah fibroblast dan serat kolagen lebih baik dilihat di
bawah pengaruh beberapa ekstrak herbal, karena obat-obatan herbal mengandung zat
antioksidan yang tinggi. Dengan demikian, intervensi ke dalam salah satu dari fase ini dengan
obat herbal akhirnya dapat meningkatkan jumlah fibroblast dan serat kolagen dalam proses
penyembuhan luka.
3.2 Konsep Penelitian
Berdasarkan permasalahan dan kajian pustaka yang telah diuraikan sebelumnya maka
dapat dibuat suatu kerangka konsep yang terkait dengan masalah penelitian seperti di
bawah ini :
Faktor Endogen :
Hormonal
- Psikologis
- Genetik
- Sistem
kekebalan
Luka
Pencabutan
Gigi
Pasta ekstrak daun jambu
biji :
- bekerja lokal pada
daerah luka.
- mampu berpenetrasi
dengan baik.
- barier untuk melindungi
ujung saraf yang terpajan.
- lebih melekat di jaringan
Faktor Eksogen :
Lingkungan
- Stress
- Infeksi
- Obat-
obatan
31
Gambar 3.1 Konsep Penelitian
Keterangan : = faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
= faktor yang dapat mempercepat penyembuhan luka
3.3 Hipotesis Penelitian
1. Ekstrak pasta daun jambu biji lebih meningkatkan jumlah fibroblast pada soket
mandibula pasca pencabutan gigi marmut jantan.
2. Ekstrak pasta daun jambu biji meningkatkan jumlah kolagen pada soket mandibula
pasca pencabutan gigi marmut jantan.
- Meningkatkan jumlah fibroblast
- Meningkatkan jumlah kolagen
32
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian eksperimental, dengan menggunakan rancangan penelitian eksperimental
Randomized Post Test Only Control Group Design (Pocock, 2008). Skema rancangan
penelitian sebagai berikut :
O1
RA
P S
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian
Keterangan :
P : Populasi
S : Sampel
RA : Random Alokasi
P1 : Perlakuan pada Kelompok I (kelompok kontrol) diberikan povidon iodin
10%
P2 : Perlakuan pada Kelompok II diberikan povidon iodin 10% dan pasta ekstrak
daun jambu biji
P3 : Perlakuan pada Kelompok III diberikan pasta ekstrak daun jambu biji
P3
P2
O2
O3
P1
33
O1 : Pengukuran jumlah fibroblast dan kolagen kelompok I setelah diberikan
povidon iodin 10%
O2 : Pengukuran jumlah fibroblast dan kolagen kelompok II setelah diberikan
pasta ekstrak daun jambu biji
O3 : Pengukuran jumlah fibroblast dan kolagen kelompok III setelah diberikan
povidon iodin 10% dan pasta ekstrak daun jambu biji
Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat : LPPT (Laboratorium Penelitian & Pengujian Terpadu) Unit I, II, dan IV dan
Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Penelitian ini dilakukan di LPPT UGM karena keterbatasan sarana dan prasarana dalam
memotong mandibula marmut di FKH Universitas Udayana Denpasar.
Waktu : September 2015 - Oktober 2015
4.2 Sumber Data
Sesuai dengan rancangan penelitian, maka sampel marmut (cavia cobaya) dalam
penelitian ini berjumlah 38 ekor dan dibagi dalam 3 kelompok yang tidak berpasangan, yaitu
kelompok I kontrol diberikan povidon iodin 10%, kelompok II perlakuan diberikan gel
ekstrak daun jambu biji dan kelompok III perlakuan diberikan povidon iodin 10% dan pasta
gel daun jambu biji.
4.3 Besar Sampel :
Perhitungan besar sampel dihitung berdasarkan rumus Frederer (Hanafiah, 2004).
34
Rumus :
(n – 1) (r – 1) ≥ 15
(n – 1) (3 – 1) ≥ 15
(n – 1) (2) ≥ 15
(n – 1) ≥ 8
n ≥ 9
Keterangan :
n : jumlah ulangan (replikasi)
r : jumlah perlakuan
Besar sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 9 per kelompok. Untuk
menghindari drop out pada sampel ditambahkan 20 % sehingga jumlah sampel menjadi 10,8
dan dibulatkan menjadi 11 ekor per kelompok. Jadi jumlah sampel seluruhnya adalah 33
ekor.
4.3.1 Kriteria Sampel
Sampel yang digunakan sebagai objek penelitian ini adalah marmut jantan (Cavia
Cobaya) yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
4.3.2 Kriteria Inklusi :
1. Marmut jantan dewasa (Cavia Cobaya)
35
2. Umur marmut 3 bulan
3. Berat badan 250-350 gram
4. Sehat
4.3.3 Kriteria Eksklusi : Marmut memiliki kelainan pada giginya atau mempunyai cacat
fisik.
4.3.4 Kriteria Drop out : Marmut tidak mau makan, sakit atau marmut mati saat
penelitian.
4.4 Variabel Penelitian
4.4.1 Klasifikasi dan identifikasi variabel
Variabel pada penelitian ini adalah semua faktor yang mempengaruhi fibroblast dan
kolagen antara lain :
4.4.1.1 Variabel Bebas :
1. Pasta ekstrak daun jambu biji dan povidon iodin 10%
4.4.1.2 Variabel Tergantung :
1. Jumlah fibroblas.
2. Serat kolagen.
4.4.1.3 Variabel Kendali :
1. Makanan dan kandang marmut.
2. Umur marmut 3 bulan
36
3. Jenis kelamin marmut jantan
4. Berat badan marmut 250-350 gram
5. Kelembaban
6. Suhu
7. Cahaya.
4.4.1.4 Hubungan antar variabel :
Gambar 4.2 Hubungan antar variabel
4.5 Definisi Operasional
1. Pasta ekstrak jambu biji adalah pasta yang mengandung zat aktif, yang diperoleh
secara maserasi dengan menggunakan larutan metanol 40% dan diencerkan
dengan akuades steril dan dibuat dalam sediaan pasta.
2. Iodin povidon (povidone-iodine, PVP-I) adalah sebuah polimer larut air yang
mengandung sekitar 10% iodin aktif, jauh lebih ditoleransi kulit, tidak
Variabel Bebas : gel
ekstrak daunjambu biji dan
povidon iodin 10%
Variabel Tergantung :
jumlah fibroblas dan serat
kolagen
Variabel Kendali : makanan,
kandang marmut, umur marmut,
jenis kelamin marmut, berat badan
marmut, kelembaban, suhu, cahaya
37
memperlambat penyembuhan luka, dan meninggalkan deposit iodin aktif yang
dapat menciptakan efek berkelanjutan. Keuntungan antiseptik berbasis iodin
adalah cakupan luas aktivitas antimikroba. Iodin menewaskan semua patogen
utama berikut spora-sporanya, yang sulit diatasi oleh desinfektan dan antiseptik
lain.
3. Tampon adalah massa silinder yang dibentuk dengan gulungan kapas serta kasa
steril yang mampu menyerap darah pasca pencabutan gigi.
4. Luka pencabutan gigi adalah luka pada soket gigi daerah dilakukannya
pencabutan gigi. Pencabutan pada gigi incisivus kanan atas dilakukan dengan
menggunakan tang hemostat.
5. Jumlah fibroblas dinilai dengan menghitung fibroblas yang aktif (memiliki
sitoplasma yang besar, kromatin halus, nukleus ovoid dan tampak nyata), di
sekitar daerah perlukaan gingiva labial yang telah dibuat preparat dengan
pengecatan Harris Hematoxylin-Eosin, dan dilihat pada lima lapang pandang yang
dihitung menggunakan mikroskop binokuler (Olympus Type CX31), dengan
pembesaran 400 X (Lab Patologi Anatomi UGM, 2014).
6. Kolagen merupakan protein utama penyusun komponen matrik ekstraseluler dan
memegang peranan penting dalam proses penyembuhan di daerah soket gigi pasca
pencabutan gigi marmut jantan menggunakan mikroskop binokuler (Olympus
Type CX31) pada 5 lapang pandang dengan pembesaran 400x (Lab Patologi
Anatomi UGM, 2014).
7. Makanan marmut adalah AD II pellet serta daun kacang tanah dan minumnya RO
(Reverse Osmosis), (LPPT IV UGM, 2014).
8. Kandang marmut terbuat dari bahan stainless dengan ukuran panjang 50 cm x
lebar 40 cm x tinggi 40 cm, (LPPT IV UGM, 2014).
38
9. Jenis kelamin marmut : jantan.
10. Berat badan marmut : 250 – 350 gram.
11. Kelembaban udara : 70 – 75 %, (LPPT IV UGM, 2014).
12. Cahaya : 12 jam terang dan 12 jam gelap, (LPPT IV UGM, 2014).
13. Suhu : 25 ⁰C – 27 ⁰C, (LPPT IV UGM, 2014).
Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan penelitian :
1. Gel ekstrak daun jambu biji
2. Iodin povidon 10%
3. Anestesi (xylonor pellets, chlorofom)
4. Akuades steril (kontrol)
5. Cat Harris Hematoxylin –Eosin
6. Cat Mallory
7. Alkohol 70 %
8. Larutan buffer formalin 10 %
2. Alat Penelitian
a. Alat untuk pembuatan ekstrak kulit manggis
1. Almari pengering
2. Penggiling dan penyaring
39
3. Timbangan elektrik
4. Corong
5. Homogenizer
6. Tabung Erlenmeyer
7. Vacuum Rotary Evaporator
8. Cawan porselen
9. Water Bath
10. Botol kaca dan tutupnya.
b. Alat untuk perlakuan subjek penelitian
1. Nampan plastik
2. Syringe
3. Ekskavator
4. Tang Hemostat
5. Bengkok
6. Kertas saring
7. Toples
8. Gunting bedah
9. Pinset
c. Alat untuk pembuatan preparat histologis
40
1. Tabung kaca
2. Automatic tissue processor
3. Cetakan blok parafin
4. Freezer
5. Mikrotom
6. Water bath
7. Hot Plate
8. Staining jar
9. Objek glass
10. Deck glass
d. Alat untuk pengamatan
1. Mikroskop Binokuler (Olympus Type CX31).
4.6 Prosedur Penelitian
4.6.1 Pembuatan ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava linn.)
Ekstrak daun jambu biji (Ipomea batatas L.) diproses di Laboratorium Penelitian dan
Pengujian Terpadu (LPPT) Unit II Yogyakarta. Ekstrak daun jambu biji didapat dari maserasi
dengan menggunakan pelarut metanol 40% karena dapat menghasilkan suatu hasil yang
optimal, sebab bahan pengotor yang larut dalam cairan hanya dalam skala kecil. Metanol
merupakan pelarut yang dapat menyari senyawa yang dapat bersifat polar, semipolar,
41
maupun non polar sehingga memungkinkan zat aktif pada daun jambu biji melalui metode
maserasi.
Daun jambu biji dikeringkan didalam almari pengering dengan suhu 50⁰C selama 4
hari. Daun jambu biji kering tersebut kemudian diserbuk menggunakan mesin penyerbuk dan
disaring. Metanol 40% ditambahkan hasil penyerbukan ubi jalar ungu kering, kemudian
diaduk dengan pengaduk listrik selama 30 menit dan didiamkan 24 jam lalu disaring
menggunakan corong Buchner. Perlakuan ini diulang sampai 3 kali sehingga didapatkan hasil
berupa ampas dan filtrat. Filtrat yang diperoleh diuapkan dengan menggunakan vacuum
rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental. Ekstrak kental kemudian diuapkan
dengan pemanas water bath 70⁰C. Hasilnya kemudian dituangkan ke dalam cawan porselin
lalu dipanaskan kembali pada suhu 70⁰C sehingga didapatkan ekstrak daun jambu biji (LPPT
Unit II UGM, 2014).
1.7.2 Pembuatan pasta ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava linn.)
Pasta ekstrak daun jambu biji adalah ekstrak daun jambu biji sebanyak 10 mg
ditambah dengan 1,00 gr Na CMC dan 180,00 mg Methyl paraben dan propil paraben
dilarutkan dengan sisa gliserin diaduk hingga homogen, kemudian ditambah air, CaCO3
sedikit demi sedikt diaduk hingga homogen.
4.6.2 Perlakuan pada marmut
Semua hewan marmut yang akan dipakai sebagai hewan coba diadaptasikan selama 3
hari sampai 1 minggu dalam kandang sebelum dilakukan penelitian sesuai dengan prosedur
tetap di LPPT Unit IV UGM Yogyakarta. Marmut 33 ekor dibagi menjadi 3 kelompok
42
(masing-masing 11 ekor) yaitu kelompok I, kelompok II dan kelompok III. Masing-masing
kelompok nantinya akan didekapitasi pada hari ke-7. Sebelum dilakukan perlakuan semua
marmut dianestesi menggunakan ketamin dengan dosis 0,2 ml/kgBB secara intramaskuler
pada paha atas. Gigi incisivus kanan rahang bawah diluksasi dengan menggunakan
ekskavator kemudian dicabut menggunakan tang hemostat. Pada kelompok I soket gigi bekas
pencabutan diaplikasi iodin povidon 10% secara topikal, kelompok II diaplikasi iodin
povidon 10% dan pasta ekstrak daun jambu biji secara topikal dan pada kelompok III
diaplikasi pasta ekstrak daun jambu biji secara topikal.
4.6.3 Pembuatan Sediaan Histologis
Marmut dikorbankan pada hari ke-7 pasca cabut gigi. Sebelum dilakukan
pengorbanan, marmut-marmut tersebut dianestesi menggunakan dietil eter dengan cara
memasukkan marmut ke dalam toples kemudian dimasukkan kapas yang telah diberi dietil
eter. Pengorbanan dilakukan dengan cara dekapitasi. Soket pasca cabut gigi beserta tulang
disekitarnya dipotong, dibersihkan dengan larutan NaCl fisiologis dan difiksasi menggunakan
beffered formalin 10% selama 24 jam untuk mempertahankan struktur jaringan sehingga
menjadi stabil secara fisik dan kimiawi. Jaringan tersebut kemudian didekalsifikasi untuk
menghilangkan atau melarutkan ion kalsium dari jaringan dengan menggunakan formic acid
HCl selama 4 hari.
Proses selanjutnya yaitu jaringan dimasukkan ke dalam automatic tissue
processor. Dalam proses ini, dilakukan fiksasi ulang sekiranya fiksasi yang telah dilakukan
sebelumnya kurang sempurna. Tahap selanjutnya adalah dehidrasi jaringan untuk
menghilangkan kadar air dalam jaringan dengan menggunakan alkohol mulai konsentrasi
rendah sampai konsentrasi tinggi (70%, 80%, 95%, dan 100%) secara bertahap. Pada
jaringan yang telah didehidrasi selanjutnya dilakukan clearing menggunakan xylol. Proses ini
43
berfungsi untuk menarik keluar kadar alkohol yang berada dalam jaringan dan memberikan
warna bening pada jaringan serta zat perantara masuknya ke dalam parafin. Tahap
selanjutnya adalah infiltrasi parafin cair pada suhu 57⁰C-59⁰C yang berfungsi mengisi
rongga-rongga yang ada setelah ditinggalkan oleh cairan sebelumnya.
4.6.4 Perhitungan Jumlah Fibroblas
Indikator yang dipakai untuk mengetahui pengaruh dari aplikasi ekstrak daun jambu
biji terhadap kecepatan proses penyembuhan soket gigi pasca cabut gigi adalah jumlah
fibroblas. Perhitungan jumlah fibroblas dilakukan pada daerah soket gigi marmut dari apeks
kearah servikal. Daerah soket ini cukup luas maka sel fibroblas dilihat dengan mikroskop
binokuler (Olympus Type CX31) perbesaran 400x, serta perhitungan dilakukan dengan 5
lapang pandang kemudian hitung berapa jumlah fibroblas tiap lapang pandang sehingga
terlihat jelas. Dari lapang pandang 1 sampai lapang pandang 5 dijumlahkan, dan diambil rata-
ratanya (Lab Patologi Anatomi UGM,2014).
4.6.5 Penghitungan jumlah serat kolagen
Pengukuran dilakukan dengan menghitung jumlah pembuluh darah pada daerah soket
mandibula yang sudah dibuat sediaan histologi dan dibagi menjadi 5 lapang pandang dengan
menggunakan mikroskop binokuler (Olympus Type CX31) pembesaran 400x. Dalam
penelitian ini dihitung jumlah pembuluh darah tiap lapang pandang lalu dijumlahkan semua
kemudian dibagi 5 sehingga dapat mewakili semua lapang pandang (Permatasari dkk., 2012).
44
4.7 Prosedur Penelitian
45
Gambar 4.3 Alur Penelitian
4.8 Analisis Data
Data dianalisis secara statistik dengan langkah-langkah sebagai berikut :
Marmut
24 ekor marmut
Random Alokasi
Kelompok I
Kontrol
Diolesi iodin povidon 10%
2x sehari
Dekapitasi marmut hari ke-7 pada masing-masing kelompok
Kelompok III
Diolesi ekstrak pasta
ubi jalar ungu
2x sehari
Pembuatan preparat dengan Pewarnaan Harris H-E
Penghitungan jumlah fibroblas dan jumlah pembuluh darah
Analisis Data
Pencabutan gigi insive bawah kanan
Kelompok II
Diolesi iodin povidon 10% dan
ekstrak pasta ubi jalar ungu
2x sehari
46
1. Analisis Deskriptif : analisis data untuk memberikan gambaran tentang karakteristik
data (fibroblas dan serat kolagen) yang didapatkan dari hasil penelitian yaitu rerata,
standar deviasi, nilai minimum dan nilai maksimum
2. Uji Normalitas dan Homogenitas
a. Distribusi data diuiji dengan uji Shapiro-Wilk oleh karena sampelnya < 30. Data
yang diuji yaitu fibroblas dan serat kolagen. Sebaran data adalah normal dengan
nilai p>0,05.
b. Homogenitas data diuji dengan Levene’s test. Data yang diuji yaitu fibroblast dan
serat kolagen. Data adalah homogen dengan nilai p>0,05.
3. Uji Efek Perlakuan
3.1 Jika distribusi data normal dan homogen maka data dianalisis dengan uji
Independent sample T test.
3.2 Jika distribusi data tidak normal maka data dianalisis dengan Mann Whitney.