Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

74
DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Maksud, Tujuan, dan Sasaran 4 C. Manfaat 5 BAB II. KEBIJAKAN PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL 10 A. Ruang Lingkup Pengelolaan Taman Nasional 13 B. Dimensi Hasil Taman Nasional 13 C. Dimensi Manajemen Taman Nasional 15 BAB III. FILOSOFI, YURIDIS DAN TEKNIS 18 A. Filosofi 18 B. Aspek Yuridis 25 C. Aspek Teknis 26 BAB IV. VISI, MISI, STRATEGI DAN TAHAPAN 29 A. Visi dan Misi 29 B. Strategi 30 C. Tahapan 31 BAB V. PERENCANAAN 33 A. Hirarki Perencanaan 34 B. Mekanisme Penyusunan Rencana 35 i

description

Draf pedoman RBM final untuk Taman Nasional

Transcript of Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

Page 1: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Maksud, Tujuan, dan Sasaran 4

C. Manfaat 5

BAB II. KEBIJAKAN PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL 10

A. Ruang Lingkup Pengelolaan Taman Nasional 13

B. Dimensi Hasil Taman Nasional 13

C. Dimensi Manajemen Taman Nasional 15

BAB III. FILOSOFI, YURIDIS DAN TEKNIS 18

A. Filosofi 18

B. Aspek Yuridis 25

C. Aspek Teknis 26

BAB IV. VISI, MISI, STRATEGI DAN TAHAPAN 29

A. Visi dan Misi 29

B. Strategi 30

C. Tahapan 31

BAB V. PERENCANAAN 33

A. Hirarki Perencanaan 34

B. Mekanisme Penyusunan Rencana 35

BAB VI. PELAKSANAAN 38

A. Pembentukan Tim Kerja RBM 38

B. Penguatan Kelembagaan 39

i

Page 2: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

C. Penataan Resort 40

a. Prakondisi Penataan Resort 40

b. Pembuatan Peta Indikatif Penataan Kawasan dan Cek

Lapangan 41

c. Pembuatan Revisi Peta Pembagian Wilayah Kerja

Resort. 42

D. Pembangunan SIM 47

BAB IX. MONITORING DAN EVALUASI 52

BAB X. PENUTUP 53

ii

Page 3: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

DAFTAR LAMPIRAN

Formulir 1 : Tata Batas

Formulir 2 : Infrastruktur dalam Kawasan dan daerah Penyangga

Formulir 3 : Gangguan Kawasan

Formulir 4 : Perjumpaan Satwa

Formulir 5 : Daya dukung Habitat

Formulir 6 : Survai Vegetasi

Formulir 7 : Wisata dan Jasa Lingkungan

Formulir 8 : Tipologi Daerah Penyangga

iii

Page 4: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sampai dengan tahun 2010, Kementerian Kehutanan telah

menunjuk/ menetapkan 521 unit kawasan konservasi dengan

luas 27.206.729 Ha yang terdiri dari cagar alam, suaka

margasatwa, taman nasional, taman wisata alam, taman hutan

raya, dan taman buru. Taman nasional (TN) merupakan kategori

kawasan konservasi yang mempunyai persentase luas paling

besar (58%), dengan variasi luasan antara 5.000-6.000 Ha (TN

Kelimutu, TN Gunung Merapi) sampai dengan lebih dari 1 juta

Ha (TN Lorentz, TN Betung Kerihun, TN Kayan Mentarang, TN

Gunung Leuser, TN Kerinci Seblat, SM Mamberamo Foya),

dengan kondisi biofisik (geologi, ekologi, biodiversitas), sosial

budaya, (landtenurship, pola penggunaan lahan, ragam etnik),

sejarah pembentukan kawasan, dan aspek ekonomi dan

dinamika politik yang sangat beragam antara satu kawasan

dengan kawasan yang lainnya.

Persoalan yang dihadapi pengelola taman nasional

disebabkan minimal dua faktor dominan, yaitu faktor external

dan faktor internal. Faktor-faktor external dapat diuraikan

sebagai berikut :

Seiring dengan perkembangan pembangunan, terbukanya

akses di sekitar kawasan konservasi, perubahan tata guna lahan

di daerah penyangga kawasan konservasi (beberapa sangat

menonjol seperti komoditi sawit dan karet di sebagian besar

Sumatera, Kalimantan, dan coklat di Sulawesi), kebutuhan kayu

bakar dan kayu konstruksi yang mendorong illegal logging di

kawasan konservasi, penambangan emas tanpa ijin, konflik

lahan-HGU di kawasan konservasi, pertambahan penduduk pada

sentra-sentra industri dan kota-kota baru di sekitar kawasan

konservasi, perburuan liar terorganisir, pembakaran lahan di

1

Page 5: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

daerah penyangga, merupakan berbagai faktor penyebab

semakin meningkatnya tekanan dan kerusakan pada kawasan

konservasi, termasuk di dalam kawasan taman nasional.

Akibat dari berbagai persoalan tersebut adalah menurunnya

kualitas biodiversitas, kerusakan habitat dan fragmentasi habitat

satwa liar, yang kemudian mendorong meningkatnya konflik

satwa liar-manusia. Di beberapa taman nasional, persoalan

perambahan telah terjadi dalam waktu yang lama sehingga

upaya-upaya penyelesaianya memerlukan mobilisasi

sumberdaya yang besar dan dukungan kebijakan dari berbagai

unsur khususnya pemerintah daerah.

Selain itu, pemanfaatan kawasan konservasi seperti jasa

lingkungan (air, carbon), hasil hutan bukan kayu, dan ekowisata

belum berkembang optimal dan menyeluruh (walaupun di

beberapa taman nasional telah berhasil dikembangkan dan

mulai menunjukkan hasilnya), sehingga kontribusi nyata

pengelolaan kawasan konservasi terhadap kesejahteraan

masyarakat sekitar dan pertumbuhan ekonomi daerah masih

sangat minim. Akibatnya, peren serta masyarakat dan

dukungan pemerintah daerah terhadap pengelolaan kawasan

konservasi pada umumnya masih (sangat) rendah.

Sedangkan faktor internal, yaitu faktor-faktor yang menjadi

pembatas dalam organisasi pengelola kawasan konservasi,

adalah belum efektifnya pengelolaan kawasan konservasi,

termasuk taman nasional di tingkat lapangan, di tingkat site atau

tapak. Penyebabnya dapat beragam, antara lain belum jelasnya

arahan kebijakan pengelolaan, sistem penganggaran yang tidak

berpihak pada pengelolaan di tingkat tapak atau kurang berpihak

pada persoalan-persoalan strategis mendesak, keterbatasan

sarana/prasarana, dan dukungan sistem informasi geografis dan

atau database untuk mendukung pendataan yang bersifat

spasial dan time series. Demikian pula dengan data sosial

2

Page 6: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

ekonomi dan kondisi interaksi masyarakat-kawasan, memerlukan

dukungan peningkatan kapasitas dan perubahan paradigma atau

orientasi petugas lapangan (resort) dalam penguasaan teknik

pengumpulan data dan analisis data/informasi tentang kondisi

dan dinamika sosio-kultural dan ekonomi masyarakat dalam

hubungannya dengan kawasan konservasi.

Sebagai unit pemangkuan kawasan konservasi terkecil,

resort merupakan ujung tombak pengelolaan kawasan

konservasi, termasuk di taman nasional. Petugas resort adalah

petugas yang sehari-hari berinteraksi secara langsung dengan

kawasan konservasi, dengan masyarakat yang tinggal di

sekitarnya, dan dengan persoalan-persoalan aktual di dalam dan

sekitar kawasan.

Di luar beberapa kawasan taman nasional yang telah

menerapkan secara konsisten sistem pengelolaan berbasis

resort, kinerja resort-resort sampai saat ini masih belum seperti

yang diharapkan. Aktifitas petugas resort sebagian besar masih

didominasi oleh aspek pengamanan, sementara aspek lain dari

pengelolaan taman nasional, seperti pengelolaan biodiversitas,

pengelolaan habitat dan manajemen populasi satwa dilindungi,

jasa lingkungan dan wisata, dan aspek pengembangan

masyarakat daerah penyangga, belum dapat dilakukan secara

proporsional untuk mendukung peningkatan pengelolaan

kawasan. Bahkan banyak taman nasional yang sampai saat ini

belum memiliki kantor resort. Dalam kondisi seperti ini, maka

taman nasionalseperti kawasan yang tidak ada pengelolanya,

yang biasa disebut sebagai “no manland”. Kawasan yang seolah-

olah tidak ada pemilikinya(pemiliknya tidak pernah atau jarang

ada di lapangan). Kondisi ini merupakan awal masuknya

berbagai pihak untuk menguasai kawasan, dan berbagai

kegiatan ilegal akan terus berlangsung di kawasan dengan

situasi ini.

3

Page 7: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

Kondisi-kondisi resort yang sangat minim tersebut

menyebabkan upaya pengamanan kawasan lebih bersifat

reaktif, petugas resort kurang memahami kondisi riil

biodiversitas yang ada di wilayah kerjanya, petugas resort

kurang peka terhadap dinamika sosial di sekitarnya, tingkat

pemahaman masyarakat sekitar terhadap konservasi rendah,

dan akhirnya stakeholders kurang memberikan dukungan

terhadap pengelolaan kawasan konservasi atau bahkan tidak

mengetahui bahwa mereka telah masuk ke dalam kawasan

konservasi. Hal ini bukan saja menjadi masalah di tingkat resort,

namun lebih disebabkan faktor leadership di tingkat seksi

maupun balai yang masih banyak menghadapi kendala dan

kelemahan-kelemahan yang mendasar khususnya dalam

pengelolaan taman nasional.

Dalam rangka mewujudkan pengelolaan taman nasional

yang efektif, perlu dibangun sistem pengelolaan kawasan

konservasi berbasis Resort (Resort Based Management /RBM).

Dengan manajemen berbasis resort diharapkan pada tingkat

lapangan, kondisi kawasan konservasi akan lebih diketahui,

kawasan akan lebih terjaga dan terkelola. Analisis terhadap data

dan keadaan lapangan dilakukan ditingkat Seksi Wilayah dan

dikompilasi di tingkat UPT, maka akan tersedia data dan

informasi yang lebih lengkap dan mungkin dapat berupa time

series, sebagai dasar perencanaan lebih lanjut yang lebih

akurat. Pada tingkat pusat, dengan tersedianya data dan

informasi tentang kondisi dan perkembangan pengelolaan di

setiap taman nasional, akan menjadi dasar untuk merumuskan

kebijakan konservasi yang lebih adapatif, proporsional, dan

aspiratif, sesuai dengan kondisi setempat serta dapat

mendukung pencapaian tujuan pengelolaan di setiap kawasan

tersebut.

4

Page 8: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

B. Maksud, Tujuan, dan Sasaran

Maksud pedoman pengelolaan taman nasional berbasis

resort adalah untuk memberikan acuan kepada pengelola taman

nasional dalam melaksanakan pengelolaan taman nasional

berbasis resort.

Tujuan penyusunan pedoman pengelolaan taman nasional

berbasis resort adalah :

1) Memberikan acuan penyusunan perencanaan pengelolaan

taman nasional berbasis resort.

2) Memberikan acuan pengorganisasian pengelolaan taman

nasional berbasis resort.

3) Memberikan acuan pelaksanaan pengelolan taman nasional

berbasis resort.

4) Memberikan acuan monitoring dan evaluasi taman nasional

berbaisis resort.

Sasaran pedoman pengelolaan taman nasional berbasis

resort adalah 50 Balai Besar/Balai Taman Nasional, Direktorat

teknis lingkup Ditjen PHKA. Berdasarkan Renstra Ditjen PHKA

2010-2014 (SK Dirjen PHKA Nomor SK.181/IV-Set/2010 tanggal

18 Nopember 2010), pengelolaan taman nasional berbasis resort

akan diterapkan pada 50 taman nasional. Pedoman ini dapat

pula diadopsi dalam pengelolaan kawasan konservasi lainnya,

dengan berbagai penyesuaian.

C. Manfaat

Berdasarkan hasil pelaksanaan pada beberapa taman

nasional, yakni di TN Gunung Halimun Salak, TN Alas Purwo, dan

TN Gunung Gede Pangrango, penerapan pengelolaan taman

nasional berbasis resort memberi manfaat sebagai berikut :

Bagi pengelola :

5

Page 9: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

1) Kawasan taman nasional akan lebih terjagaPotensi dan

permasalahan kawasan akan lebih diketahui;

2) Kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat sekitar akan

semakin dikenali;

3) Tersedianya data dan informasi tentang kondisi kawasan

taman nasional yang lebih lengkap, lebih valid/ akurat, terkini

, dan dalam bentuk time series dan spasial.

Bagi Pemerintah Daerah :

1) Berbagai persoalan dan potensi kawasan dapat lebih

dimengerti dan difahami karena komunikasi antara pengelola

dengan pemerintah daerah lebih intensif. Hal ini akan

mendorong penyelesaian persoalan lebih dini sehingga

dapat dicegah meningkatnya skala, kompleksitas, dan

berlarut-larutnya persoalan di lapangan.

2) Keberadaan taman nasional akan lebih dikenal, difahami, dan

didukung oleh pemerintah daerah,khususnya terkait dengan

manfaat jangka panjang kawasan bagi masyarakat, manfaat

tidak langsung kawasan bagi masyarakat luas, dan

sebagainya.

Bagi masyarakat :

1) Berbagai persoalan konkrit, seperti konflik batas kawasan,

ketergantungan masyarakat pada kawasan (air konsumsi, air

untuk pengairan, hasil hutan bukan kayu, pengambilan

bahan pangan, bahan bangunan, lahan perburuan

tradisional, upacara adat, kayu bakar, dsb), dapat dicarikan

jalan keluarnya secara lebih tepat, lebih terbuka, dan lebih

cepat karena adanya petugas yang secara reguler berada di

lapangan.

2) Potensi partisipasi masyarakat untuk membantu dalam

berbagai bentuk kegiatan di daerah penyangga, di batas

6

Page 10: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

taman nasional, maupun di dalam kawasan dapat lebih cepat

dikembangkan, sehingga dapat dibangun kelembagaan lokal

yang tepat dlaam pengembangan desa mitra taman

nasional. Masyarakat harus dijadikan sebagai subyek

pengelolaan taman nasional dan diposisikan sebagai bagian

dari solusi pengelolaan taman nasional, sehingga masyarakat

dapat merasakan secara konkrit manfaat keberadaan taman

nasional yang dikelola secara bersama, dengan tetap

memperhatikan kaidah-kaidah konservasi di satu sisi dan

kaidah kemanfaatan sosial, ekonomi, budaya di sisi yang

lainnya. Taman nasional selamat, masyarakat lebih

bermartabat dan lebih sejahtera.

Pada tingkat pusat,

Akan mempermudah dalam merumuskan kebijakan yang

sesuai dengan kondisi setempat. Hal ini dapat etrjadi, karena

UPT telah dapat melakukan berbagai tingkatan analisis

berdasarkan kondisi dan fakta-fakta di lapangan, baik secara

kualitatif maupun berdasarkan analisis kuantitatif yang

komprehensif, dengan mempertimbangkan 3 pilar

pembangunan yang berkelanjutan, yaitu sosial/budaya,

ekonomi, dan ekologi/lingkungan.

Dengan situasi tersebut, di tingkat pusat, Ditjen PHKA dapat

lebih mengembangkan proses pembelajaran/fasilitasi

(shared-learning) antara UPT yang berhasil mengembangkan

berbagai inisiatif berdasarkan pengelolaan berbasis resort

dengan UPT lain yang dapat segera belajar dari pengalaman-

pengalaman yang telah terjadi. Dengan demikian, upaya

membangun organisasi pembelajar (learning organization)

dapat dilakukan secara bertahap dan menyeluruh.

7

Page 11: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

Kebijakan atau pedoman-pedoman yang disusun dari pusat

akan didasarkan pada pengalaman lapangan di UPT,

sehingga pedoman tersebut menjadi applicable (lebih mudah

diaplikasikan) atau doable (lebih mudah untuk dilakukan),

karena memang berdasarkan pengalaman dari lapangan,

tentunya dengan berbagai tingkatan adaptasi sesuai dengan

konteks persoalan dan kondisi setempat.

D. Batasan dan Pengertian

Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan :

Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan dengan ciri

khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan yang

mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga

kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan

dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya

alam hayati dan ekosistemnya.

Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang

mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi

yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya,

pariwisata dan rekreasi.

Penataan Wilayah Pengelolaan adalah pembagian kawasan

taman nasional ke dalam satuan Seksi Pengelolaan Taman

Nasional (SPTN) yang dibagi ke dalam Wilayah Kerja Resort,

dengan mempertimbangkan aspek biofisik (biodiversitas,

ekologi, geologi, landsistem), sosial, budaya, dan ekonomi,

batas wilayah administrasi, tipologi daerah penyangga, batas

alam, dan sebagainya.

Pengelolaan taman nasional berbasis resort (resort based

management/RBM) adalah sistem pengelolaan taman nasional

8

Page 12: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

yang menjadikan resort sebagai unit pengelolaan terkecil dan

ujung tombak pengelolaan di tingkat lapangan.

Resort adalah unit pengelolaan terkecil taman nasional yang

mempunyai kelembagaan dan wilayah kerja tertentu.

Tipologi resort adalah pengelompokan resort berdasarkan

tingkat kesamaannya ditinjau dari karakteristik kawasan,

potensi, permasalahan, kondisi sosial ekonomi dan budaya

masyarakat. Tipologi resort akan menentukan pola dan prioritas

program/kegiatan yang akan dilakukan termasuk dukungan staf

baik dalam jumlah dan kompetensinya serta dukungan

pendanaan serta sarpras yang diperlukan.

Kantor resort adalah bangunan yang digunakan oleh petugas

resort untuk menjalankan tugasnya yang dilengkapi dengan

sarana-prasarana pendukung.

Sistem Informasi adalah sekumpulan komponen dari informasi

yang saling terintegrasi untuk mencapai tujuan yang spesifik;

input, model, output, teknologi, basis data (data base), kontrol

atau komponen pengendali.

Polisi Kehutanan (POLHUT) adalah Pegawai Negeri Sipil yang

diberi tugas, tanggung jawab, wewenang untuk melakukan

perlindungan dan pengamanan hutan dan peredaran hasil hutan.

Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) adalah Pegawai Negeri

sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak

secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan

pengendalian ekosistem hutan. Tugasnya adalah membantu

menyiapkan prakondisi pengelolaan hutan, pengujian hasil

hutan, rehabilitasi lahan dan perhutanan sosial, perlindungan

hutan dan konservasi alam, dan pengembangan profesi.

Penyuluh Kehutanan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi

tugas, tangggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh

pejabat yang berwenang untuk melakukan penyuluhan

kehutanan.

9

Page 13: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

E. Keterbatasan Pedoman

Mengingat beragamnya kondisi taman nasional baik ditinjau

dari aspek luasan, aksesibilitas, kelembagaan (Sumberdaya

manusia, sarana-prasarana, anggaran), bio-fisik dan sosekbud

masyarakat, dan kondisi pembangunan wilayah, maka pedoman

ini tidak akan dapat dilaksanakan secara seragam di seluruh UPT

taman nasional. Pada bagian tertentu dari pedoman ini

(misalnya dalam hal penentuan jenis data yang akan diambil,

tingkat kedalaman analisisnya, terkait dengan tipologi suatu

taman nasional dan daerah penyangganya). Fakta dan kondisi

TN Bukit Dua Belas yang sangat kental dengan data dan

informasi tentang masyarakat adat dnegan hak-hak ekslusifnya

terhadap kawasan, sistem tenurial, kearifan tradisional, pola

penggunaan ruang,akan mengarah pada pola pengumpulan dan

analisis data dan informasi yang sangat berbeda dnegan TN

Gunung Gede Pangrango, misalnya, yang tidak ada kondisi-

kondisi seperti itu di dalam kawasan taman nasionalnya. Maka,

UPT taman nasional diberikan ruang untuk melakukan

improvisasi dan adaptasi dalam mengembangkan pengelolaan

berbasis resort, sesuai dengan kondisi dan tujuan pengelolaan

masing-masing taman nasional.

10

Page 14: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

BAB II. KEBIJAKAN PENGELOLAAN TAMAN

NASIONAL

Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang

Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Taman

Nasional (TN) merupakan kawasan pelestarian alam yang

mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi dan

dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,

pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan

rekreasi.

Sampai akhir tahun 2010, Kementerian Kehutanan telah

menunjuk/ menetapkan 50 unit taman nasional dengan luas 16,4

juta hektar atau 58% dari luas total kawasan konservasi di

Indonesia. Sebagian besar kawasan taman nasional tersebut

menghadapi berbagai permasalahan, seperti perambahan hutan,

pemukiman liar, pembalakan, perburuan dan kebakaran.

Sementara itu, kondisi taman nasional sangat beragam dari

sejarah pembentukan, tujuan pengelolaan, luasan,

aksessibilitas, biofisik dan sosekbud masyarakat, kelembagaan

pengelola, tingkat capaian pengelolaan, kondisi dan dinamika

pembangunan wilayah, dan satus global (Ramsar Site, World

Heritage Site, Biosphere Reserve, dan lain-lain).

Masyarakat yang tinggal di sekitar atau di dalam taman

nasional pada umumnya masih mempunyai tingkat sosial

ekonomi rendah dan sangat tergantung pada sumberdaya alam

yang ada di dalam taman nasional. Demikian pula, kontribusi

pengelolaan taman nasional terhadap pertumbuhan ekonomi

daerah dan pendapatan asli daerah juga masih dinilai oleh

berbagai pihak, sebagai masih belum signifikan. Walaupun

demikian, kajian valuasi ekonomi pada beberapa taman nasional,

11

Page 15: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

seperti di TN Batang Gadis, TN Gunung Leuser, TN Kerinci Seblat,

TN Gunung Gede Pangrango, TN Gunung Halimun Salak, dan TN

Bunaken, misalnya, telah menunjukkan nilai ekonomi yang

sangat tinggi dan signifikan. Manfaat taman nasional yang

melewati batas-batas kawasannya, antara lain dalam bentuk

suplai air bersih, air untuk pertanian, penyeimbang iklim mikro,

stabilitas fluktuasi debit air sungai, penjaga kesuburan tanah di

wilayah hilir, pencegah tanah longsor, penjaga kesuburan tanah,

pengahsil listrik (mini/mikro hidro atau PLTA), merupakan bukti

yang tidak terbantahkan. Beberapa taman nasional dengan

tingkat kunjungan wisatawan baik lokal maupun mancanegera

yang tinggi (TN Bunaken, TN Bantimurung Bulusaraung, TN

Komodo, TN Gunung Leuser, TN Gunung Gede Pangrango) telah

mendorong berkembangnya ekonomi setempat, beragamnya

peluang usaha dan berusaha, dan lain sebagainya. Di sisi lain,

telah terjadi perubahan nilai-nilai sosial pada masyarakat,

pemerintahan yang desentralistik dan otonom, serta semakin

tingginya perhatian dunia internasional terhadap isu-isu

kerusakan dan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan.

Hal itu menuntut menuntut pergeseran cara pandang

(paradigma) terhadap pengelolaaan taman nasional yang

berorientasi pada penyeimbangan antara manfaat ekologi,

sosial, dan ekonomi. Pengelolaan taman nasional dapat memberi

manfaat nyata bagi masyarakat sekitar, berkontribusi pada

pertumbuhan ekonomi daerah, dan menjadi salah satu sumber

PAD, namun tetap berfungsi sebagai benteng penyelamatan

sumberdaya alam hayati yang masih tersisa. Hasil

pembangunan dari berbagai sektor selama 35 tahun terakhir

telah berdampak pada perubahan penggunaan lahan,

terbukanya akses, tumbuhnya kota-kota baru, pusat-pusat

industri, pertambangan, perkebunan, dan sebagainya.

Berkembangnya perkebunan kelapa sawit di Sumatera dan

12

Page 16: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

Kalimantan, diikuti di Sulawesi (terutama coklat) dan Papua,

telah mendorong perubahan tutupan lahan yang didominasi oleh

monokultur kelapa sawit. Berbagai persoalan perambahan di

taman nasional dipicu oleh meningkatnya permintaan akan

minyak kelapa sawit (crude palm oil), yang selanjutnya

mendorong perambahan besar-besaran di kawasan hutan, baik

di eks HPH di hutan produksi, hutan lindung yang tidak dikelola,

maupun di kawasan taman nasional. Tingkat kecepatan

perambahan kelapa sawit di Besitang TN Gunung Leuser,

Sumatera Utara pada periode tahun 2000-2007 mencapai 5 Ha

per hari. Demikian pula di eks HPH Nanjak Makmur, yang saat ini

dijadikan areal perluasan TN Tesso Nilo (Riau), mencapai 5,4 Ha

per hari.

Mempertimbangkan kondisi-kondisi eksternal tersebut di

atas dan untuk meningkatkan kinerja pengelolaan taman

nasional, pemerintah cq. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan

dan Konservasi Alam (PHKA), menetapkan beberapa kebijakan

pengelolaan taman nasional, yaitu :

1. Mempercepat penyusunan rencana pengelolaan dan

mempercepat penetapan zonasi kawasan.

2. Mempercepat tata batas dlaam rangka pemantapan status

hukum kawasan,

3. Membentuk Kelompok Kerja Penanganan Perambahan di

pusat dan di UPT untuk meningkatkan

efektifitaspenyelesaian permasalahan kawasan, khususnya

pembalakan liar dan perambahan hutan.

4. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan melalui

penerapan sistem pengelolaaan berbasis resort di seluruh

taman nasional.

Kebijakan itu disusun dalam Rencana Strategis Kementerian

Kehutanan Tahun 2010 – 2014. Penerapan sistem pengelolaan

13

Page 17: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

tersebut diharapkan akan memberi perubahan mendasar

terhadap pengelolaan taman nasional di Indonesia sehingga

dapat berfungsi optimal untuk tujuan penelitian, ilmu

pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya,

pariwisata dan rekreasi, dengan mempertimbangkan berbagai

keragaman di tingkat tapak, kondisi dan dinamika sosial

ekonomi di tingkat pemerintah kabupaten dan provinsi.

A. Ruang Lingkup Pengelolaan Taman Nasional

Standar pengelolaan taman nasional diturunkan mengikuti

kerangka kerja logis yang berhirarki, dimulai dari yang paling

abstrak hingga yang paling operasional. Hirarki tersebut dimulai

dari elemen tujuan taman nasional, kemudian diikuti oleh elemen

prinsip, kriteria dan indikator. Hirarki ini membantu konsistensi

berfikir dalam mengembangkan standar yang koheren

(sistematis-terpadu).

Dalam pengembangan prinsip, kriteria dan indikator,

keseluruhan hirarki informasi merupakan dimensi hasil,

kemudian dipadukan dengan dimensi manajemen yang

menggambarkan strategi pencapaian hasil sesuai dengan

persyaratan pengelolaan taman nasional. Dalam hal ini, prinsip

sebagai bagian eksplisit dari tujuan pengelolaan taman nasional,

dipandang sebagai dimensi hasil yang harus dicapai dalam

tingkat unit manajemen melalui penilaian serangkaian kriteria

yang ditetapkan. Indikator kemudian dikembangkan di dalam

matrik silang antara kriteria dan strategi manajemen tertentu

yang dianggap penting dalam pencapaian pengelolaan taman

nasional.

Pendekatan ini digunakan untuk mempertahankan

konsistensi, sistematis, dan keterpaduan antara indikator-

14

Page 18: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

indikator yang benar-benar relevan dalam penilaian pengelolaan

taman nasional.

B. Dimensi Hasil Taman Nasional

Tujuan pengelolaan taman nasional adalah untuk

perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan

keanekaragaman hayati dan eksositem, serta pemanfaatan

lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

Tujuan ditunjukknya suatu kawasan sebagai taman nasional,

pada umunya disebutkan di dalam keputusan menteri

kehutanan. Misalnya, TN Bali Barat ditunjuk untuk tujuan

pelestarian curik Bali; TN Ujung Kulon untuk pelestarian badak

Jawa; TN Bukit Dua Belas untuk perlindungan ruang hidup Orang

Rimba. Namun demikian, tidak seluruh SK Penunjukan suatu

Taman Nasional, disebutkan secara eksplisit tujuannya. Dalam

hal ketidakjelasan tujuan penunjukannya, maka menjadi

kewajiban pengelola untuk melakukan analisis atau kajian dalam

rangka menetapkan key features, atau beberapa species kunci,

atau tipe-tipe ekosistem penting atau kombinasi antara spesies

dan tipe ekosistem yang ditetapkan dan dicantumkan dalam

dokumen Rencana Pengelolaan Taman Nasional. Penetapan

tujuan tersebut sangat penting karena akan ditindaklanjuti

sebagai pedoman pengelolaan dan evaluasi tingkat efektivitas,

keberhasilan/kegagalan taman nasional tersebut.

Tujuan tersebut dapat terwujud jika terjadi hal-hal sebagai

berikut:

1) Kemantapan kawasan, yaitu prinsip mengenai pentingnya

keberadaan kawasan taman nasional yang diakui oleh para

pihak, mengingat kondisi sosio-politik masyarakat yang

bersifat dinamis. Kriteria kawasan yang mantap antara lain :

tersedianya dokumen legalitas kawasan (BATB, SK Penetapan

15

Page 19: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

Kawasan, beserta peta lampirannya), adanya pal batas di

lapangan (jenis pal, pemasangan yang benar dan dalam

kondisi baik), dan batas diakui oleh masyarakat , dan tidak

adanya aktifitas ilegal di dalam kawasan taman nasional.

2) Kelestarian fungsi ekologi, yaitu prinsip yang menjelaskan

ukuran keberhasilan dari sisi ekologi dan lingkungan,

sehingga menjamin pengelolaan taman nasional secara

berkelanjutan, terdiri dari beberapa kriteria, antara lain

kelestarian ekosistem, yang mencakup terjaminnya proses

ekologi di dalam kawasan taman nasional dan dalam

interaksinya dengan daerah penyangga.

3) Kelestarian fungsi ekonomi sumberdaya alam, yaitu

terjaminnya fungsi taman nasional untuk memberikan

manfaat ekonomi yang berkelanjutan, dengan kriteria antara

lain :

a)Tersedianya akses manfaat ekonomi bagi masyarakat dan

dalam pembangunan wilayah.

b)Tersedianya akses pemanfaatan sumber plasma nutfah

untuk budidaya di daerah penyangga.

c) Tersedia insentif bagi pelaku konservasi.

4. Kelestarian fungsi sosial budaya, yaitu terjaminnya

keberlangsungan manfaat sosial dan budaya sesuai dengan

aspirasi, kebutuhan, dan pranata sosial, dengan kriteria

antara lain :

a) Hubungan harmonis budaya lokal dan sumberdaya alam.

b) Terjaminnya ruang kelola masyarakat.

c) Kontribusi terhadap perkembangan pendidikan dan

pengetahuan baru sumberdaya alam.

16

Page 20: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

C. Dimensi Manajemen Taman Nasional

Untuk mencapai hasil, diperlukan strategi pencapaian hasil

yang tertuang dalam dimensi manajemen taman nasional, yang

dikelompokan menjadi:

a. Manajemen Kawasan, adalah strategi pengelolaan taman

nasional yang meliputi pemantapan kawasan, penataan

kawasan dan pengamanan kawasan. Manajemen kawasan

merupakan prasyarat keharusan dalam pengelolaan

taman nasional lestari. Dimensi manajemen ini meliputi:

1) Pengukuhan kawasan

2) Penataan kawasan

3) Pengaman dan penjagaan kawasan

b. Manajemen Sumberdaya Alam, adalah strategi

pengelolaan taman nasional yang merupakan inti

kegiatan dalam pengelolaan taman nasional lestari.

Dimensi manajemen tersebut meliputi:

1) Perlindungan sistem penyangga kehidupan.

2) Pengawetan keanekaragaman hayati.

3) Pemanfataan lestari sumberdaya alam hayati dan

ekosistemnya.

4) Pembinaan dan pemberdayaan masyarakat di daerah

penyangga

c. Manajemen Kelembagaan, merupakan prasyarat

kecukupan agar pengelolaan taman nasional dapat

berlangsung dan berkembang sesuai dengan target yang

telah ditetapkan. Dalam dimensi manajemen

kelembagaan minimal terdapat 3 hal pokok, yaitu:

1) Kepemimpinan (leadership)

2) Penataan organisasi (struktur, tata hubungan kerja,

kelola siklus keproyekan, kelola keuangan)

17

Page 21: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

3) Sumberdaya manusia (budaya kerja, kompetensi,

reward and punishment)

Secara umum, pengelolaan taman nasional digambarkan

dalam flowchart sebagai berikut :

18

Page 22: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

Kerangka Kerja Pengelolaan Taman Nasional

Flowchart ini menggambarkan kerangka kerja pengelolaan taman nasional, termasuk di dalamnya, adalah

pengelolaan taman nasional berbasis resort (RBM).

19

Page 23: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

BAB III. FILOSOFI, YURIDIS DAN TEKNIS

A. Filosofi

Kebijakan dialokasikannya kawasan konservasi seluas 27,23

juta Ha, di mana 58% adalah taman nasional, merupakan salah

satu wujud kewajiban dan perhatian negara terhadap hak asasi

warga negara untuk mendapatkan jaminan lingkungan hidup

yang layak dan sehat, menunjang kehidupan masyarakat,

sebagai sumber plasma nutfah, dan menjamin berlangsungnya

keseimbangan ekosistem bagi semua mahluk hidup yang ada di

dalamnya.

Dengan mempertimbangan luas kawasan yang dikelola,

yang dapat digolongkan sebagai sumber daya milik bersama

atau “common pool resources”., yang merupakan sumberdaya

alam milik publik, walaupun berdasarkan UU No.5 tahun 1990,

pemerintah memegang mandat pengelolaannya, namun telah

disadari bahwa pemerintah tidak akan mampu mengemban

tugas tersebut, tanpa dukungan dari semua pihak, termasuk

masyarakat, pemerintah daerah, pihak swasta, lembaga

swadaya masyarakat, dan bahkan masyarakat internasional.

Pengelolaan sumberdaya alam oleh privat (private), atau oleh

negara (state) terbukti tidak menjadi jaminan kelestarian dan

kemanfaatannya. Oleh karena itu, perlu dicari opsi-opsi

pengelolaan yang dapat melibatkan para pihak secara

proporsional, kontekstual, dan diupayakan dengan pendekatan

komprehensif yang mensyaratkan pengelolaan yang lintas batas

(beyond boundary).

Pengelolaan kawasan taman nasional tidak dapat dilakukan

hanya dengan menjaga (pasif) di batas kawasan tersebut.

Kawasan taman nasional dipengaruhi dan mempengaruhi pola-

pola penggunaan lahan dan kebijakan penggunaan lahan di

20

Page 24: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

sekitarnya. Oleh karena kompleksitas sumberdaya taman

nasional, maka pengelolaannya harus dilakukan oleh para

pengelola yang memiliki ragam keilmuan.

Tidak cukup hanya sarjana kehutanan saja yang mengelola

suatu taman nasional. Bahkan bidang-bidang keilmuan dasar,

seperti klimatologi, ilmu tanah, geologi, taxonomi, biologi

(termasuk biologi kelautan), sosiologi, antropologi budaya,

sangat diperlukan dalam membantu pengelolaan suatu taman

nasional, di samping ilmu-ilmu terapan lainnya, seperti

kegempaan, kegunungapian, ekonomi sumberdaya, pengelolaan

daerah aliran sungai, geo-information sistem.

Pengelolaan berbasis resort atau resort-based management

(RBM) sebenarnya telah lama diterapkan oleh petugas taman

nasional di masa lalu. Inti sari dari pengelolaan ini adalah

bagaimana staf taman nasional dapat bekerja secara (lebih) rutin

di lapangan. Kehadiran di tingkat lapangan ini sangat penting,

minimal atas dasar dua alasan.

Pertama, bahwa kawasan taman nasional itu ada yang

menjaga. Hal ini penting untuk memberikan pernyataan bahwa

kawasan taman nasional yang luas itu (dimana batas dan tanda-

tandanya seringkali tidak jelas/tidak ada, dengan berbagai

alasannya), ada yang “memiliki”, karena ada yang “menjaga”,

atas nama undang-undang, yang dapat menunjukkan bukti-bukti

atau alas haknya. Dengan demikian, pihak lain yang akan

melakukan tindakan atau mengklaim dengan berbagai alasannya

akan berhadapan dengan pihak pengelola/penjaga taman

nasional tersebut. Masyarakat atau pihak manapun akan berfikir

ulang untuk berspekulasi bahwa kawasan taman nasional itu

adalah lahan tidur, tidak ada yang memiliki maka bisa menjadi

milik siapa saja (no manland).

Kedua, sebagai akibat dari penjagaan yang rutin di tingkat

lapangan itu, maka petugas akan lebih mengenal taman nasional

21

Page 25: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

yang dikelolanya. Baik isinya, persoalannya dalam hubungannya

dengan tugas konservasi maupun hubungan antara masyarakat

di sekitar atau yang tinggal di dalam taman nasional atau pihak

lainnya, dengan upaya konservasi yang dilakukannya.

Pemahaman ke dalam dan keluar ini akan membantu petugas

lapangan untuk dapat mengambil sikap dan atau tindakan yang

diperlukan untuk mencegah dan atau melakukan upaya-upaya

persuasif, agar berbagai persoalan dapat diselesaikan dengan

berbagai pendekatan yang tepat, termasuk bagaimana

mengelola konflik-konflik horizontal terkait dengan penggunaan

kawasan atau hasil hutan oleh masyarakat. Demikian pula

potensi-potensi dari dalam kawasan taman nasional yang dapat

dikembangkan di luar kawasan untuk kepentingan

kesejahteraan masyarakat, dapat dipotret, sehingga dapat mulai

dibangun “sistem bertetangga” yang baik, saling menghormati

dan saling menguntungkan.

Hal-hal tersebut di atas hanya bisa dilakukan apabila pola

pengelolaan taman nasional dikembalikan ke lapangan, ke

tingkat tapak, atau resort. Mandat pengelolaan di tingkat tapak

atau resort (sebagai unit pengelolaan kawasan terkecil), telah

diamanatkan dalam Permenhut No.03 tahun 2007 tentang

Organisasi dan tata Kerja Balai Taman Nasional; Renstra Ditjen

PHKA (2010-2014) .

Dengan berbagai latar belakang filosofi seperti tersebut di

atas, maka pengelolaan berbasis resort atau RBM adalah suatu

“kendaraan” atau “mean” bagi pengelola taman nasional, untuk

mencapai tujuan (end) pengelolaan taman nasional.

Kendaraan berupa RBM tersebut sangat penting, disamping

untuk mencapai tujuan akhir pengelolaan taman nasional, RBM

diharapkan akan memberikan dampak pada perubahan

paradigma (cara pandang), sikap mental staf (attitude), dan

pengetahuan dan keahliannya (knowledge and skill), untuk

22

Page 26: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

membantu organisasi pengelola taman nasional menjadi

organisasi yang lebih bernuansa pro-aktif bukan reaktif, menjadi

organisasi yang selalu belajar dari lapangan (learning

organization), sehingga akhirnya dapat menjadi organisasi yang

dapat bersikap antisipatif, berperilaku mencegah daripada

menyelesaikan keterlanjuran persoalan yang biasanya telah

menjadi besar dan sangat kompleks untuk diselesaikan.

RBM menjadi bagian penting dari proses memperbaiki

“perilaku” organisasi publik seperti organisasi Balai Taman

Nasional, menuju organisasi lebih terbuka (inklusif), lebih efektif

(tepat sasaran), lebih efisien (tepat dalam menetapkan prioritas

dan fokus intervensi/kegiatan per satuan biaya dan waktu), dan

dapat membangun jejaring kerja, sebagai bagian dari

dikembangkannya proses-proses penyadaran bersama

(collective awareness) para pihak yang memiliki kepentingan dan

atau dipengaruhi oleh keberadaan kawasan taman nasional.

Kesadaran kolektif akan mendorong aksi kolektif lintas sektor,

lintas kelembagaan, dan lintas keilmuan, di tataran horizontal

dan vertikal.

RBM menjadi titik awal dari perubahan besar organisasi

pengelola taman nasional saat ini dan ke depan dalam kerangka

filosofi dan konteks perubahan paradigmatik seperti diuraikan di

atas. Namun demikian, RBM juga akan meningkatkan kualitas

berbagai aspek teknis dalam manajemen suatu taman nasional,

khususnya dalam proses “siklus manajemen”.

RBM akan menghasilkan data dan informasi yang lebih

berkualitas, lebih valid, karena menggunakan metode atau

teknik pengumpulan data yang tepat. Aliran data dan informasi

dari bawah ini diharapkan akan memperbaiki sistem siklus

manajemen, mulai dari identifikasi akar masalahmenetapkan

tujuanmenyiapkan perencanaanpelaksanaan

23

Page 27: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

monitoringevaluasioutputoutcomesreview terhadap akar

masalah, dan seteruskan menjadi siklus yang terus menerus

memperbaiki dirinya, sebagaimana digambarkan dalam diagram

siklus manajemen berikut ini:

24

Page 28: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

Siklus Manajemen dalam konteks Pengelolaan RBM

RBM mendorong dibangunnya sistem kerja yang lebih

terbuka-inklusif, kombinasi antara pendekatan bottom up dan

top down planning.

Yang dimaksud dengan pendekatan top-down adalah

kebijakan yang ditetapkan oleh pusat (Ditjen PHKA dengan

Direktorat terkait) tentang program yang harus dilaksanakan

oleh UPT. Misalnya dalam Renstra Ditjen PHKA 2010-2014 yang

menyatakan bahwa selama 5 (lima) tahun 50 UPT taman

nasional harus melaksanakan konsep RBM.

Yang dimaksud dengan pendekatan bottom up adalah

direncanakannya penerapan konsep RBM dengan mengalokasi

anggaran pelaksanaan konsep RBM. Di tingkat UPT akan

dilakukan proses perumusan tahapan kegiatan yang disiapkan

dari bawah (resort) dan dikoordinasikan oleh seksi wilayahnya

Pengelolaan TN Berbasis Resort

Menyusun

Rencana

Identifikasi

Akar Masalah

Laksanakan

Monitoring

Evaluasi

Output

MenetapkanT

ujuanOutcome

25

Page 29: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

masing-masing sebagaimana dimuat dalam pedoman

pelaksanaan RBM.

Dalam proses top-down dan bottom up, terdapat mekanisme

timbal balik yang saling mendukung agar terjadi keterpaduan

dan konsisten sebagai salah satu prasyarat keberhasilan

pelaksanaan kegiatan sesuai dengan indikator output dan

outcome, sebagaimana tercantum dalam penetapan kinerja UPT.

Penetapan Kinerja UPT tersebut ditandatangani oleh Kepala UPT

dan Dirjen PHKA, berdasarkan Surat Sekditjen PHKA Nomor

S.1226/SET-1/2011 tanggal 20 Mei 2011 (untuk Balai TN) dan

Surat No. S.1343/SET-1/2011 tanggal 1 Juni 2011 (untuk Balai

KSDA). Untuk memastikan terjaminnya keterpaduan dan

konsistensi, pusat akan mendukung kepastian anggaran,

asistensi teknis, dan pendampingan kepada UPT yang tengah

melaksanakan kegiatan.

1. RBM dalam Siklus Manajemen

Setiap resort bukan suatu unit yang mandiri, tetapi

merupakan bagian dari unit pengelolaan taman nasional. Dalam

konteks perencanaan, resort menjadi bagian dari perencanaan

kawasan secara menyeluruh yang dikoordinasikan di tingkat

Seksi Wilayah Pengelolaan, dan dipadukan pada tingkat Balai

sebagai satu kesatuan perencanaan. Pada tahapan pelaksanaan

kegiatan, Balai akan mengkoordinasikan kegiatan berdasarkan

usulan dan kebutuhan di setiap resort. Kendali pelaksanaan

kegiatan menjadi tanggung jawab Seksi Wilayah. Sedangkan

monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan berbasis resort

dilaksanakan oleh Tim Monev di tingkat Balai yang ditetapkan

oleh Kepala UPT. Pada situasi tertentu, konsep pelaksanaan RBM

termasuk sistem monitoring dan evaluasinya dapat dilaksanakan

bersama para pihak.

26

Page 30: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

Hasil monitoring dan evaluasi harus dipastikan menjadi

masukan di berbagai tahapan “siklus manajemen” untuk proses

pembelajaran dan sekaligus dapat meningkatkan kinerja dan

atau tujuan pengelolaan taman nasional.

2. Mitos RBM:

Berbagai interpretasi atau pemahaman yang beragam

tentang pengelolaan taman nasional berbasis resort atau RBM

adalah hal yang wajar, mengingat belum adanya pedoman yang

dapat diacu untuk memberikan batasan tentang RBM tersebut.

Beberapa hal yang seringkali disalahfahami sebagai RBM antara

lain adalah sebagai berikut :

(1) Pengelolaan berbasis resort cukup dibuktikan hanya sebatas

membangun kantor resort. Banyak ditemukan di lapangan,

kantor resort yang sudah dibangun, tidak dihuni oleh Kepala

atau staf resort, dengan berbagai alasannya.

(2) Pengelolaan berbasis resort hanya sebatas menjaga (pasif)

dan melindungi kawasan (ekslusif). Pola ini adalah pola lama

yang memang cukup efektif pada masa lalu, namun saat ini

cara ini sudah tidak mampu lagi menyelesaikan berbagai

persoalan kawasan.

(3) Pengelolaan berbasis resort hanya sebatas wacana yang

terjebak pada formalitas kebijakan pusat maupun Kepala

Balai. Kepala Balai Taman Nasional membentuk dan

menerbitkan surat keputusan tentang pengelolaan berbasis

resort, termasuk menetapkan kepala resort dan staf resort,

namun belum ditindaklanjuti dengan penempatan staf di

lapangan.

(4) Pengelolaan berbasis resort hanya sekedar mengumpulkan

data, dan tidak ada tindaklanjut dari perencanaan maupun

27

Page 31: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

pelaksanaan dari kegiatan yang diusulkan berdasarkan data

dan informasi yang telah berhasil dikumpulkan oleh resort.

(5) Pengelolaan berbasis resort sulit diterapkan, dengan alasan

keterbatasan dana, sarana dan prasarana, serta luas dan

sulitnya medan yang akan dikelola dengan pola RBM. Sikap

ini akan berlanjut dengan sebatas penerbitan keputusan

Kepala Balai tentang Pengelolaan Berbasis Resort, namun

tidak ada realisasi di tingkat lapangan.

B. Aspek Yuridis

Aspek yuridis yang menjadi landasan dalam merumuskan

sistem pengelolaan taman nasional berbasis resort adalah :

1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

2) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

sebagaimana telah dirubah oleh Undang-undang Nomor 19

tahun 2004.

3) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 tentang

Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman

Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam.

4) Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 1998 tentang

Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.

5) Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang

Pengawetan Tumbuhan dan Satwa.

6) Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1999 tentang

Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.

7) Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1998 tentang

Perlindungan Hutan.

8) Peraturan Pemerintah Nomor 06 Tahun 2007 tentang Tata

Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan sebagaimana yang

telah dirubah oleh PP No. 03/2008 tentang Perubahan PP

No.6 Tahun 2007.

28

Page 32: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

9) Permenhut Nomor 41 Tahun 2010 tentang Pedoman

Penyusunan RPTN

10) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P 56/Menhut-II/2006

tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional.

11) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 03 Tahun 2007 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman

Nasional.

12) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.40/Menhut-II/2010

tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemenhut.

13) Keputusan Direktur Jenderal PHPA Nomor

49/Kpts/Dj-VI/1997 tentang Petunjuk Teknis Pengembangan

Daerah Penyangga.

14) Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

No.54/KEP/M/PAN/7/2003 tentang jabatan Fungsional

Pengendali Ekosistem Hutan dan Angka Kreditnya.

15) Keputusan Menteri Kehutanan No: SK.86/Menhut-II/2004

tentang Petunjuk Teknis jabatan Fungsional PEH dan Angka

Kreditnya

16) Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomo 10

Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan

Fungsional PEH dan Angka Kreditnya.

17) Permenhut P.40 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Kementerian Kehutanan.

18) Keputusan Direktur Jenderal PHPA Nomor

SK.181/Kpts/IV/2010 tentang Rencana Strategis Ditjen PHKA

Tahun 2010-2014.

C. Aspek Teknis

Justifikasi teknis perlunya penerapan sistem pengelolaan

berbasis resort pada taman nasional adalah :

29

Page 33: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

1) Kawasan taman nasional belum dijaga dengan efektif. Hal

ini disebabkan karena kawasan yang luas, rendahnya

tingkat kehadiran petugas resort dan belum aktifnya

petugas resort dalam melaknakan tugas pemangkuan

kawasan. Sistem penjagaan kawasan sangat ditentukan oleh

kebijakan di tingkat Balai. Apabila hanya terbatas pada

patroli rutin, tanpa ada upaya membangun sistem

penjagaan (secara lebih rutin) dan pengelolaan kawasan di

tingkat resort, maka banyak persoalan kawasan tidak

diketahui dengan pasti akar penyebabnya, sehingga

terkesan ada unsur pembiaran yang berakibat persoalan

menjadi semakin besar dan kompleks.

2) Potensi kawasan taman nasional terutama yang

dimanfaatkan oleh masyarakat belum banyak diketahui

secara komprehensif, baik pola, besaran, nilai ekonomi,

sosial/budaya, maupun dampaknya. Hal ini disebabkan

belum adanya kegiatan di tingkat resort yang diprioritaskan

untuk melakukan pendataan terkait dengan pemanfaatan

potensi kawasan.

3) Kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat sekitar

taman nasional belum banyak dikenali. Hal ini disebabkan

karena tidak adanya penugasan bagi staf resort untuk

melakukan identifikasi atau pendataan tentang kondisi

sosial budaya dan ekonomi masyarakat yang tinggal di

dalam maupun di sekitar kawasan taman nasional. Padahal,

data dan informasi tentang tipologi masyarakat ini sangat

penting dalam kaitannya dengan pola interaksi dan

bagaimana menempatkan atau memposisikan masyarakat

dalam mendukung pengelolaan taman nasional.

4) Belum tersedianya data dan informasi tentang kondisi

kawasan taman nasional yang lengkap, valid/akurat, ,

terbarui, dan berkala, sebagai data dasar. Hal ini

30

Page 34: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

disebabkan karena petugas resort belum diberikan tugas

untuk melakukan pendataan/pencatatan, dan analisis secara

baik dan sistematis ketika sedang bertugas di lapangan;

5) Eksistensi taman nasional belum banyak dikenal dan

difahami oleh para pihak khususnya masyarakat dan

pemerintah daerah. Hal ini disebabkan karena belum

intensifnya aktifitas komunikasi, penyuluhan, dan sosialisasi

yang dilakukan baik oleh petugas resort, seksi wilayah,

maupun di tingkat balai.

6) Kawasan taman nasional dinilai oleh banyak pihak belum

banyak memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat

sekitar maupun pertumbuhan ekonomi daerah. Sementara

itu, fakta membuktikan bahwa nilai manfaat ekonomi

taman nasional telah dirasakan oleh masyarakat di

sekitarnya, namun nilai tersebut tidak dihitung sebagai

manfaat nyata.Nilai air pertanian, air konsumsi, penjaga

kesuburan tanah, pencegah erosi, dan lain sebagainya.

7) Pengelolaan taman nasional belum mendapatkan dukungan

secara memadai dari masyarakat dan pemerintah daerah

setempat. Hal ini lebih disebabkan kurang intensifnya

komunikasi dan sosialisasi tentang manfaat nyata

(langsung) maupun manfaat tidak langsung taman nasional

bagi para pihak. Kurangnya data dan informasi dan analisis

tentang nilai ekonomi, ekologi, dan sosial budaya taman

nasional merupakan salah satu faktor penyebabnya.

31

Page 35: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

BAB IV. VISI, MISI, STRATEGI DAN TAHAPAN

A. Visi dan Misi

Visi pengelolaan taman nasional berbasis resort adalah “

terwujudnya pengelolaan taman nasional yang lebih efektif dan

efisien sehingga dapat memberi manfaat optimal secara ekologi,

sosial, dan ekonomi ”

Sejalan dengan rumusan visi tersebut , maka pengelolaan

taman nasional berbasis resort memiliki misi sebagai berikut :

1) Memantapkan kelembagaan resort melalui pemantapan

organisasi resort, seksi wilayah, peningkatan SDM,

penyediaan sarana-prasarana, dan dana operasional yang

memadai.

2) Meningkatkan kinerja resort melalui penyempurnaan tata-

hubungan kerja dan prosedur kerja resort, antar resort,

resort-seksi wilayah-balai, sesuai tugas pokok dan

fungsinya.

3) Mengembangkan kajian dalam rangka menetapkan tipologi

resort sebagai dasar menetapkan opsi pengelolaan atau

menetapkan usulan prioritas kegiatan resort.

4) Mengarahkan hasil kerja resort sebagai bagian dari proses

perencanaan dari bawah (bottom-up planning), dan

menempatkan resort sebagai ujung tombak pelaksanaan

kegiatan di bawah koordinasi seksi wilayah.

5) Meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap

pengelolaan taman nasional melalui peningkatan

pemahaman terhadap konservasi sumberdaya alam,

32

Page 36: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

6) Meningkatkan dukungan para pihak terhadap pengelolaan

taman nasional, melalui berbagai bentuk kerjasama di

tingkat lokal.

B. Strategi

Sebagai unit pengelolaan terkecil dari taman nasional, resort

pada dasarnya terdiri dari tiga unsur manajemen yaitu:

masukan/input (SDM, sarpras, anggaran), proses (norma standar

prosedur kerja/ NSPK), dan keluaran/output (data dan informasi

dikelola dianalisis, kawasan dikelola dengan lebih efektif).

Berdasarkan hal tersebut maka untuk mewujudkan pengelolaan

taman nasional berbasis resort dilakukan strategi sebagai

berikut :

Pertama, menguatkan kelembagaan resort. Strategi ini

dilakukan melalui pemantapan keorganisasian resort, seksi

wilayah, peningkatan SDM, peningkatan sarana-prasarana, dan

dukungan anggaran yang memadai..

Kedua, menetapkan norma standar prosedur kerja/ NSPK

resort dan seksi wilayah. NSPK ini menjadi acuan bagi seluruh

petugas resort dan seksi wilayah dan seluruh jajaran UPT dalam

melaksanakan tugas pokok dan fungsinya masing-masing.

Ketiga, memanfaatkan hasil kerja petugas resort dalam

penyusunan rencana tahunan UPT. Strategi ini dilakukan melalui

pemanfaatan data dan informasi yang dikumpulkan oleh petugas

resort sebagai bahan untuk menentukan tipologi resort, dan

selanjutnya tipologi setiap resort akan menentukan usulan

kegiatan tahunannya. Kompilasi usulan kegiatan disetiap resort

yang dianalisis oleh seksi wilayah akan dijadikan dasar

penyusunan usulan kegiatan pada tingkat UPT yang akan

diusulkan ke pusat.

33

Page 37: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

Keempat, memposisikan resort sebagai ujung tombak

pelaksanaan kegiatan. Hasil usulan kegiatan di setiap resort

yang didasarkan pada tipologi resort, dilaksanakan oleh resort

yang bersangkutan di bawah koordinasi seksi wilayah, sehingga

dapat dilakukan kerjasama dan belajar bersama antar resort

khususnya yang memiliki tipologi yang relatif sama.

C. Tahapan

Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan,

penerapan sistem pengelolaan taman nasional berbasis resort

dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut :

1. PERENCANAAN a. Hirarki Perencanaanb. Mekanisme Penyusunan Rencanac. Sistematika Dokumen Perencanaan TN Berbasis Resort

2. PRAKONDISI KELEMBAGAANa. Pembentukan Tim Penyusun RBMb. Penguatan Kelembagaanc. Pembangunan Sisitem Informasi Manajemen

3. PEMANTAPAN KAWASANa. Pengukuhan Kawasanb. Penataan Kawasan

Zonasi Wilayah Kerja

c. Pengamanan dan Penjagaan

4. PELAKSANAAN a. Perlindunganb. Pengawetanc. Pemanfaatand. Koordinasi Pembinaan Daerah Penyanggae. Manajemen Data dan Informasi

34

Page 38: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

5. MONITORING DAN EVALUASI

Tahapan pembangunan pengelolaan taman nasional

berbasis resort dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2. Tahapan Pelaksanaan Pengelolaan Taman Nasional Berbasis Resort

Tahapan pelaksanaan sistem pengelolaan taman nasional berbasis resort

TAHAP PERENCANAAN

Penyusunan Rencana Pengelolaan Berbasis Resort

Penyusunan Rencana Pengelolaan Berbasis Resort

PEMBENTUKAN TIM KERJAPEMBENTUKAN TIM KERJA

TAHAP PELAKSANAAN

Penguatan Kelembagaan

Penguatan Kelembagaan

Penataan ResortPenataan Resort Pembangunan Sistem Informasi

Manajemen

Pembangunan Sistem Informasi

Manajemen

MONITORING DAN EVALUASIMONITORING DAN EVALUASI

Perlindungan Ekosistem

Perlindungan Ekosistem

Pengawetan Jenis

Pengawetan Jenis

Pemanfaatan Secara LestariPemanfaatan Secara Lestari

Pembinaan Daerah Penyangga

Pembinaan Daerah Penyangga

35

Page 39: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

BAB V. PERENCANAAN

Perencanaan adalah suatu proses kegiatan penentuan

tindakkan atau langkah-langkah yang dilakukan secara

terkoordinasi, terpadu, dan terarah untuk mencapai tujuan dalam

waktu tertentu dengan mempertimbangkan faktor internal

(kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan

ancaman).

Rencana pengelolaan taman nasional berbasis resort

merupakan dokumen yang akan menjadi acuan bagi pengelola

taman nasional dalam pelaksanaan pengelolaan berbasis resort

untuk mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan dalam

pengelolaan taman nasional sebagaimana dicantumkan dalam

Rencana Pengelolaan Taman Nasional.

Rencana pengelolaan taman nasional berbasis resort

disusun oleh tim kerja RBM dan dilaporkan kepada Dirjen PHKA.

Rencana pengelolaan taman nasional berbasis resort disusun

dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. Didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang

berlaku, termasuk namun tidak terbatas pada Undang-

Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri dan

kebijakan terkait (pedoman, juklak, dan juknis).

2. Mengacu pada Rencana Pengelolaan dan Zonasi Taman

Nasional.

3. Mempertimbangkan faktor internal (kekuatan dan

kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman).

4. Disusun secara partisipatif, akomodatif dan inovatif dengan

berorientasi pada pencapaian tujuan pengelolaan taman

nasional.

5. Perencanaan pengelolaan berbasis resort harus merupakan

proses dialogis, sehingga terbangun suatu mekanisme

36

Page 40: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

umpan balik terhadap keseluruhan proses pengelolaan

taman nasional.

A. Hirarki Perencanaan

Perencanaan dalam pengelolaan taman nasional berbasis

resort mengacu pada Pasal 31, Permenhut No.

03/Menhut-II/2007). Perencanaan pengelolaan taman nasional

berbasis resort mengoptimalkan setiap unit kerja dalam tubuh

organisasi pengelolaan taman nasional dengan cara memberikan

peran yang jelas dalam mendukung pengelolaan taman nasional

berbasis resort. Hirarkhi perencanaan, kedudukan dan muatan

masing-masing rencana kerja berdasarkan hirarki perencanaan

dan struktur kelembagaan taman nasional adalah sebagai

berikut:

Table 1. Kedudukan dan Muatan Dokumen Perencanaan Pengelolaan Taman Nasional

Dokumen Kedudukan Muatan

Rencana Pengelo-laan Taman Nasional (RPTN) 20 Tahun

Penjabaran tujuan pengelo-laan taman nasional yang berpedoman pada dasar pe-nunjukan atau penetapannya

- Visi dan penjabarannya- Misi - Arah pengelolaan taman nasional

Rencana Kerja 5 Tahun (RENSTRA) atau RKL/5 Tahun

Berpedoman kepada RPTN Visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan indikatif pengelolaan taman nasional sesuai dengan tugas dan fungsi balai taman nasional.

Rencana Kerja 5 Tahun Berbasis Re-sort

Berpedoman Kepada RPTN dan Rencana Strategis

Visi, misi, tujuan, strategi, tahapan, program dan kegiatan

Rencana Kerja 1 Tahun (RKT)

Berpedoman pada Rencana Strategis dan Rencana RBM

Kebijakan, program dan kegiatan pengelolaan kawasan taman nasional, baik yang dilakukan oleh pengelola (BTN, Bidang Wilayah, Seksi Wilayah, Resort) maupun yang ditempuh dengan mendorong pastisipasi masyarakat.

Rencana Kerja Balai Taman Nasional 1 Tahun

Berpedoman pada Renja Taman Nasional

Program dan kegiatan pengelolaan taman nasional yang lingkup urusannya lintas bidang wilayah atau seksi wilayah.

37

Page 41: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

Renja Kerja Bidang Wilayah 1 Tahun

Berpedoman pada Renja Taman Nasional

Program dan kegiatan pengelolaan taman nasional yang lingkup urusannya lintas seksi wilayah.

Renja Kerja Seksi Wilayah 1 Tahun

Berpedoman pada Renja Taman Nasional

Program dan kegiatan pengelolaan taman nasional yang lingkup urusannya lintas resort

Rencana Kerja Re-sort 1 Tahun

Berpedoman pada Renja Taman Nasional

Program dan kegiatan teknis pengelolaan taman nasional di tingkat tapak

Konstruksi perencanaan taman nasional berbasis resort

menitikberatkan pada inisiatif resort sebagai ujung tombak

pengelolaan di tingkat tapak. Kepala Seksi Wilayah

menyelenggarakan koordinasi, integrasi, singkronisasi dan

sinergi perencanaan pembangunan antar resort di wilayahnya

masing-masing. Sementara Kepala Bidang Wilayah

menyelenggarakan koordinasi, integrasi, singkronisasi dan

sinergi perencanaan pembangunan antar seksi wilayah di

wilayahnya masing-masing. Kemudian Kepala Taman Nasional

menyelenggarakan koordinasi, integrasi, singkronisasi dan

sinergi perencanaan pembangunan antar bidang wilayah.

B. Mekanisme Penyusunan Rencana

Penyusunan rencana pengelaan resort dilaksanakan secara

terpadu dari atas dan dari bawah (top down and bottom up

planning). Proses top-down (atas bawah) merupakan langkah-

langkah penyampaian batasan umum oleh balai taman nasional

kepada resort tentang penyusunan rencana kerja. Batasan

umum ini mencakup prioritas program dan kegiatan yang

berorientasi pada pengembangan potensi yang dimiliki kawasan

dan penanganan permasalahan yang dihadapi taman nasional.

Dalam batasan ini, resort diberi keleluasaan untuk merancang

program dan kegiatan untuk pencapaian sasaran pengelolaan

taman nasional yang telah disepakati. Rancangan ini secara

berjenjang dikoordinasikan, diintegrasikan, disingkronisasikan

dan disinergikan oleh seksi wilayah dan bidang wilayah untuk

38

Page 42: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

selanjutnya disampaikan kembali ke balai taman nasional untuk

selanjutnya diserasikan secara terpadu dan sinergis. Inilah inti

dari proses botton-up (bawah-atas).

A. SISTEMATIKA DOKUMEN PENGELOLAAN TN BERBASIS RESORT

Dokumen rencana pengelolaan taman nasional berbasis

resort, disusun dengan kerangka sebagai berikut :

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN

KEADAAN UMUM TAMAN NASIONAL

Letak, Luas, Sejarah Pembentukan Kawasan

BioFisik Kawasan

Daerah Aliran Sungai

Sosekbud Masyarakat

Tipologi Daerah Penyangga

Perkembangan Pembangunan Wilayah

PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL

Visi dan Misi

Tujuan dan Sasaran

Strategi

Program Prioritas

RENCANA PENGELOLAAN BERBASIS RESORT

Perencanaan

i. Manajemen Kawasan :

1. Pengukuhan Kawasan

39

Page 43: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

2. Penataan Ruang: Zonasi, Wilayah Kerja dan Tipologi Resort

3. Pengamanan dan Penjagaanii. Manajemen Sumberdaya Alam Hayati :

1. Perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan2. Pengawetan Keanekaragaman Hayati3. Pemanfaatan Lestari4. Koordinasi Pemberdayaan Daerah Penyangga

iii. Manajemen Kelembagaan:

1. Kepemimpinan (leadership)

2. Penataan organisasi (struktur, tata hubungan kerja,

kelola siklus keproyekan, kelola keuangan)

3. Sumberdaya manusia (budaya kerja, kompetensi,

pembinaan, reward and punishment)

iv. Pelaksanaanv. Monitoring dan Evaluasi

PENUTUP

LAMPIRAN :

1. Peta Batas Administrasi Taman Nasional

2. Peta Wilayah Kerja Seksi

3. Peta Wilayah Kerja Resort

4. Peta Zonasi

5. Peta Tipologi Daerah Penyangga

6. Peta Tematik :

a. Peta Geologi, Jenis Tanah, Kelerengan

b. Peta DAS/Sub DAS

c. Peta Aksesibilitas

d. Peta Sebaran Potensi Jasling dan Wisata Alam

e. Peta Sebaran Tipe Ekosistem

f. Peta Indikasi Kerusakan/Gangguan Kawasan

g. Peta Indikatif Sebaran Desa/Kampung

h. Peta Indikasi Sebaran Satwa

40

Page 44: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

BAB VI. PELAKSANAAN

A. Pembentukan Tim Kerja RBM

Pelaksanaan sistem pengelolaan taman nasional berbasis

resort diawali dengan dibentuknya tim kerja RBM yang

ditetapkan berdasarkan surat keputusan kepala UPT (Kepala

Balai Besar/ Balai Taman Nasional). Tim kerja RBM bertugas

menyusun dokumen rencana pengelolaan taman nasional

berbasis resort, mengawal pelaksanaannya mulai dari tahap

perencanaan, prakondisi, pelaksanaan, sampai tahap monitoring

dan evaluasi. Anggota tim kerja harus mempunyai kompetensi

berdasarkan kualifikasi kemampuan yang dibutuhkan sekaligus

memiliki integritas yang baik berdasarkan rekam jejaknya. Kerja

awal dilakukan desk study dan analisis terhadap dokumen-

dokumen perencanaan (rencana pengelolaan, zonasi, BATB, peta

tata batas, peta citra, peta google, berbagai laporan survai,

laporan kejadian (LK), dan hasil-hasil riset dan monitoring yang

relevan). Apabila diperlukan, ditindaklanjuti dengan groundcheck

ke lapangan, mengambil sampel atau melakukan wawancara

semi terbuka dengan key stakeholders, antara lain dengan tokoh

formal, informal di tingkat desa atau dusun, mantan staf yang

memiliki pengetahuan tentang sejarah penataan batas kawasan

di wilayah kerjanya, persoalan-persoalan kawasan di masa lalu;

diskusi juga perlu dilakukan dengan kelompok masyarakat atau

lembaga swadaya masyarakat yang aktif membantu dan

memiliki pengalaman lapangan.

Tim Kerja yang ditugasi menyiapkan sistem pengelolaan

berbasis resort harus didukung pendanaannya melalui DIPA,

sehingga dapat bekerja secara efektif dan efisien, tanpa

terkendala masalah pendanaan. Tim Kerja ditugasi dengan

41

Page 45: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

target waktu 1 (satu) tahun anggaran, dan diharapkan sudah

mampu menghasilkan draft-1 Pengelolaan Taman Nasional

Berbasis Resort.

B. Penguatan Kelembagaan

1. Kepemimpinan (leadership)

Kepemimpinan dalam perencanaan dan pelaksanaan

konsep RBM sangat menentukan. Pemimpin menentukan

arah (visi), cara mencapainya (misi dan strategi), dan

menetapkan secara bersama-sama tahapan pelaksanaan

RBM. Pemimpin juga memberikan contoh, mendorong

motivasi kerja dan budaya kerja baru, dan mengawal

proses pembelajaran. Pemimpin akan memberdayakan

potensi-potensi staf pelaksana RBM, sehingga dapat

dibangun pola kerja baru dan sekaligus dapat dibangun

cikal bakal pemimpin baru masa depan.

2. Penataan organisasi (struktur, tata hubungan kerja, kelola

”siklus manajemen”, dan kelola keuangan)

Dalam membangun RBM perlu dilakukan kajian dan

analisis tentang struktur organisasi, tata hubungan kerja

Balai-Seksi-Resort; analisis terhadap pola ”siklus

manajemen” yang dilakukan saat ini dan implikasinya

dalam tata kelola keuangan dan pelaporan. RBM akan

memerlukan perubahan-perubahan yang mendasar dari

berbagai mekanisme ”manajemen organisasi” tersebut di

atas.

3. Sumberdaya manusia (budaya kerja, kompetensi, reward

and punishment)

Pengelolaan sumberdaya manusia, termasuk analisa

kebutuhan kompetensi, rencana aksi peningkatan

kapasitas dan alokasi sumberdaya manusia; membangun

42

Page 46: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

nilai-nilai organisasi dan budaya kerja, dan membangun

sistem penghargaan, insentif/disinsentif, dan pola

pembinaan.

C. Penataan Resort

Penataan kawasan merupakan langkah pertama yang harus

dilaksanakan dalam pengelolaan taman nasional agar kawasan

tersebut dapat dikelola secara sistematis dan efektif sesuai

tujuan yang ditetapkan. Dalam rangka pengelolaan taman

nasional berbasis resort, dua tahap penataan kawasan yang

harus dilakukan adalah :

Penataan kawasan taman nasional dilaksanakan dengan

tahapan sebagai berikut:

a. Prakondisi Penataan Resort

Pada tahapan ini, sebagian besar adalah melakukan analisis

informasi sekunder (desk-study) tentang dokumen-dokumen

internal kawasan, seperti dokumen perencanaan yang telah ada

(Rencana Pengelolaan, Rencana Lima Tahunan atau Renstra,

Zonasi, kondisi dan status tata batas kawasan; kelengkapan

peta-peta kawasan-peta-peta dasar, antara lain peta geologi,

peta geomorfologi, peta jenis tanah, peta iklim, peta topografi;

Dokumen-dokumen eksternal (dari Pemprov/Pemkab), antara lain

tentang peta dan (draft) Perda tata ruang provinsi/kabupaten,

Renstra Pemprov/Pemkab, dokumen rencana pembangunan

infrastruktur, dan lain sebagainya; Hasil-hasil kajian tentang

potensi kawasan, survei spesies, kajian pembangunan daerah,

43

Page 47: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

kajian pola penggunaan ruang, kesesuaian lahan; kajian tentang

pengembangan daerah, pemekaran desa, kecamatan,

kabupaten, provinsi; potensi pertambangan, perkebunan,

pertanian, perikanan, industri, untuk mengetahui dan mengkaji

potensi konflik kepentingan di kemudian hari, terkait dengan

pengembangan daerah penyangga kawasan konservasi. Salah

satu hasil kajian terpenting pada tahap pertama adalah plotting

batas kawasan ke dalam peta citra satelit , untuk mengetahui :

1) batas indikatif kawasan dan kondisi kawasan di dalam batas

tersebut, adanya pola-pola pembukaan yang mengarah

berbagai bentuk gangguan, yang mengarah ke deforestasi

kawasan;

2) batas antara kawasan dengan batas-batas administrasi desa,

kecamatan, kabupaten dan provinsi;

3) pola pembukaan kawasan yang mungkin mengarah ke

deforestasi, dikaitkan dengan jaringan jalan, sungai, dan pola

dan trend penggunaan lahan, dan

4) titik-titik di mana diprediksi sudah atau dapat dikembangkan

potensi-potensi kawasan, baik wisata alam maupun jasa

lingkungan.

b. Pembuatan Peta Indikatif Penataan Kawasan dan Cek

Lapangan

Tim Kerja membuat Peta Dasar Penataan Kawasan (PDPK)

dengan skala antara 1:100.000 s/d 1:25.000. PDPK telah

menggambarkan secara indikatif pembagian kawasan ke dalam

wilayah-wilayah pengelolaan, baik seksi wilayah maupun resort,

dan secara indikatif sudah mulai menunjukkan arahan zonasi.

PDPK dihasilkan dari proses tumpang susun (overlay) antara lain

peta-peta :

a) peta citra terakhir di kawasan dan daerah penyangga.

44

Page 48: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

b) peta indikatif “open area” yang diduga sebagai

perambahan.

c) peta (indikatif arahan) zonasi.

d) peta kajian vegetasi/sebaran flora dan atau fauna.

e) peta batas kawasan-peta penunjukan/penetapan.

f) peta topografi.

g) peta jaringan jalan dan sungai.

h) peta tata guna lahan di daerah penyangga.

i) peta-peta lain yang relevan.

PDPK yang dihasilkan pada tahapan pertama dan dijadikan

dasar untuk melakukan groundchecking dan wawancara dengan

key stakeholders, dengan fokus bahasan pada pembagian

kawasan ke dalam wilayah-wilayah pengelolaan, yaitu Seksi

Wilayah dan Resort, yaitu menentukan batas-batas alam (sungai,

anak sungai, punggung bukit, gunung, alur, jalan) yang dapat

dipakai sebagai penanda batas dan luas wilayah pengelolaan di

tingkat Seksi Wilayah maupun Resort yang merupakan unit

manajemen terkecil dari taman nasional. Penggunaan batas

alam tersebut akan lebih efektif dan memudahkan bagi

pengelola untuk mengenali di lapangan.

Pokok bahasan diarahkan pula pada “persoalan”, konflik,

dan “potensi” yang ada di Seksi Wilayah dan Resort, dalam

kaitannya dengan batas desa/dusun, pola interaksi desa/dusun

dengan kawasan, dan sebagainya.

PDPK dapat dijadikan salah satu acuan awal untuk

menghubungkan pola-pola interaksi desa-kawasan yang

diterjemahkan menjadi peta sketsa dalam konstelasi sejarah

(time series analysis), yang disusun secara partisipatif bersama

aparat desa/dusun, tokoh pemuda, LSM melalui Diskusi

Kelompok Terfokus (Focus Group Discussion-FGD). Metode

45

Page 49: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

Participatory Rural Apprisal (PRA) dapat digunakan dalam proses

dialog multipihak ini.

Hasil dari PRA ini dimasukkan ke dalam sistem database di

tingkat Seksi Wilayah atau UPT Taman Nasional. Peta sketsa ini

sangat penting untuk mengetahui gambaran spasial pola

interaksi desa-kawasan atau kegiatan ekonomi desa yang

bersumber dari kawasan taman nasional.

c. Pembuatan Revisi Peta Pembagian Wilayah Kerja Resort.

Hasil dari groundcheck dan FGD dijadikan dasar untuk

melakukan revisi batas kawasan di tingkat Seksi Wilayah dan

Resort. Hasil ikutan terpenting dari FGD antara lain agar Profil

atau Tipologi Seksi dan Profil atau Tipologi Resort dapat mulai

digambarkan lebih jelas. Profil ini menggambarkan kondisi

tutupan lahan di Seksi/Resort, yang dapat mengindikasikan

seberapa luas areal-areal terbuka dan pola sebarannya; pola-

pola interaksi dan ketergantungan desa-desa atau dusun-dusun

dengan kawasan dikaitkan dengan areal-areal terbuka; persoalan

batas-batas kawasan dengan desa/dusun.

Pada tahap ini, mungkin saja sudah muncul berbagai

informasi tambahan seperti kelembagaan-kelembagaan lokal

yang berpotensi menjadi mitra, aspirasi lokal menyangkut

persoalan-persoalan atau konflik-konflik yang dihadapi oleh

desa/dusun, terkait dengan kawasan dan potensi di dalamnya.

Termasuk informasi tentang opsi-opsi penempatan Kantor Seksi

Wilayah atau Kantor Resort yang layak dan tepat; rencana

pembangunan sistem komunikasi antar Resort dan Resort ke

Kantor Seksi Wilayah.

D. Pemantapan Kelembagaan Resort

1. Tugas Pokok Resort

46

Page 50: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

Sesuai Pasal 31 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor

P.03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit

Pelaksana Taman Nasional, untuk meningkatkan efektifitas

pengelolaan taman nasional maka dapat ditetapkan resort yang

merupakan jabatan non struktural dengan keputusan kepala Unit

Pelaksana Teknis (UPT) taman nasional.

Sebagai unit manajemen terkecil pengelolaan taman

nasional, resort mempunyai visi mengemban tiga pilar

konservasi yaitu perlindungan ekosistem, pengawetan jenis flora

dan fauna, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam

hayati.

Adapun tugas pokok resort sebagai berikut :

Tugas internal :

1. Memelihara pal batas kawasan, termasuk membuat

laporan tertulis apabila terjadi persoalan di lapangan

seperti pal yang rusak, hilang atau dipindahkan oleh pihak-

pihak yang tidak bertanggungjawab.

2. Melakukan penjagaan, patroli dan operasi pengamanan

kawasan. Hasil dari kegiatan ini dijadikan bahan dasar

untuk menyiapkan peta kerawanan kawasan dikaitkan

dengan aksesibilitas, peta pemain, jaringan pemain, yang

mungkin berkaitan dengan kondisi di tingkat desa atau

kecamatan.

3. Melakukan penyelidikan dugaan tindak pidana kehutanan,

dengan memprioritaskan targetnya pada aktor intelektual

serta membuat laporan tertulis kepada seksi wilayah.

Apabila diperlukan, Resort harus didukung oleh

Koordinator Polhut dan PPNS untuk menindaklanjuti.

47

Page 51: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

4. Melakukan pendataan/inventarisasi potensi

keanekaragaman hayati. Resort harus didukung oleh PEH

dan mitra taman nasional.

5. Melakukan monitoring populasi dan habitat tumbuhan dan

satwa liar dilindungi. Resort akan didukung dan didampingi

oleh PEH dan mitra taman nasional.

6. Melakukan upaya pencegahan dan pemadaman kebakaran

hutan, dnegan mendorong dikembangkannya kelompok-

kelompok masyarakat yang membantu, seperti Masyarakat

Peduli Api (MPA) sebagaimana yang telah dikembangkan di

beberapa UPT.

7. Monitoring dan pendataan potensi atau pemanfaatan jasa

lingkungan dan wisata alam, yang menyangkut lokasi,

potensi yang dapat atau sudah dikembangkan, dampak

positif dan negatif dari kegiatan pemanfaatan jasa

lingkungan atau wisata alam, pelaku yang

bertanggungjawab apabila belum mendapatkan ijin namun

telah dilakukan kegiatan di lapangan.

Tugas eksternal :

1. Membangun komunikasi dengan tokoh formal dan informal

desa-desa di sekitar kawasan, sebagai awal untuk

kerjasama jangka panjang terkait dengan persoalan

kawasan, pengamanan dan pengelolaan taman nasional,

mengetahui tingkat dan pola ketergantungan masyarakat-

taman nasional, dan persoalan lainnya yang berpotensi

mengganggu keutuhan kawasan.

2. Melakukan penyuluhan dan sosialisasi tentang batas

kawasan, tujuan pengelolaan taman nasional atau

pentingnya upaya konservasi kepada masyarakat sekitar.

Termasuk di dalamnya, membangun mekanisme yang

disepakati dalam menyelesaikan berbagai kesalahfahaman

48

Page 52: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

atau konflik yang terjadi terkait dengan kawasan, status

hukum kawasan, hak-hak ulayat dan akses masyarakat ke

dalam kawasan, dan sebagainya. Dalam pelaksanaannya,

Resort harus dibantu oleh Penyuluh Kehutanan.

3. Melakukan koordinasi dengan para pihak di tingkat desa

dan kecamatan. Hal ini penting terkait dengan berbagai

program pembangunan di tingkat desa atau kecamatan

yang dapat berdampak langsung maupun tidak langsung

bagi kelestarian kawasan taman nasional. Misalnya,

berpartisipasi dalam Rakorbang Kecamatan, program

pembangunan jalan desa, jalan antar desa yang melewati

kawasan akan berdampak pada kawasan. Apabila

diperlukan, Resort harus dibantu Kepala Seksi Wilayah

untuk berkomunikasi di tingkat Kecamatan.

4. Melakukan uji coba kerjasama dengan kelompok-kelompok

masyarakat pada skala kecil dan melakukan pembelajaran

untuk mengetahui kemanfaatan kerjasama bagi upaya

pelestarian kawasan dan bagi masyarakat.

2. Struktur Organisasi Resort

Sesuai struktur organisasi Balai Besar / Balai Taman

Nasional, resort merupakan unit manajemen terkecil yang

bersifat non struktural di bawah Seksi Pengelolaan Taman

Nasional (SPTN). Agar resort dapat mengemban fungsi

pemangkuan terhadap bagian kawasan taman nasional yang

menjadi wilayah kerjanya, maka pada setiap resort harus

terdapat tenaga fungsional Polisi Kehutanan (Polhut), Pengendali

Ekosistem Hutan (PEH), dan penyuluh kehutanan. Selain itu

untuk melaksanakan tugas-tugas administrasi umum pada

setiap resort harus terdapat tenaga non struktural. Kedudukan

49

Page 53: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

resort dalam struktur organisasi Balai Besar Taman Nasional dan

Balai Taman Nasional dapat dilihat pada Gambar 3. dan Gambar

4. Sedangkan struktur organisasi resort dapat dilihat pada

Gambar 5.

Tabel 3. Jenis Pengeluaran Resort

No. Jenis Anggaran

1. Honor kepala resort selaku koordinator

2.Pengadaan logistik (makanan, minuman, dan

BBM )3. Pengadaan alat –alat rumah tangga

Balai Besar Taman Nasional

Balai Besar Taman Nasional

Bidang Teknis Konservasi Taman Nasional

Bidang Teknis Konservasi Taman Nasional

Bidang Pengelolaan Taman Nasional

Bidang Pengelolaan Taman Nasional

Bagian Tata UsahaBagian Tata Usaha

Seksi PengelolaanTaman Nasional

Seksi PengelolaanTaman Nasional

ResortResort

Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok Jabatan Fungsional

50

Page 54: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

4. Pengadaan ATK dan penggandaan

5. Pengadaan bahan dan alat survey lapangan

6. Upah kerja pelaksanaan tugas minimal resort

D. Pembangunan SIM

Sistem Informasi adalah sekumpulan komponen informasi

yang saling terintegrasi untuk mencapai tujuan spesifik, berupa:

input, model, output, teknologi, basis data, kontrol dan

komponen pengendalinya. Sistem informasi (SI) memiliki

peranan strategis baik sebagai baseline maupun alat kendali

pengelolaan kawasan. Sistem informasi manajemen (SIM)

berfungsi untuk mendukung decision support system (DSS) pada

level UPT dan Pusat. Melalui berbagai metode analisis, dinamika

kawasan dan kecenderungan akan mudah diperkirakan. Hal ini

akan sangat membantu untuk pengambilan keputusan secara

cepat, tepat dan dapat dipertanggung-jawabkan secara teknis

dan anggaran.

Secara umum, kebutuhan akan sistem informasi

pengelolaan kawasan taman nasional di Indonesia masih belum

optimal di tingkat UPT dan Pusat. Sampai saat ini, PHKA masih

kesulitan untuk menyajikan dinamika kawasan konservasi karena

belum tersedianya sistem koleksi data dari Resort ke Balai. UPT

yang telah membangun sistem informasi tidak dapat

meneruskan data-datanya karena tidak ada sistem yang

mengatur aliran data ke pusat. Hampir semua prosesnya

dilakukan secara manual.

Pengembangan sistem informasi yang menghubungkan UPT

dan jejaringnya di pusat (PHKA) merupakan tool strategis dalam

mendukung pembangunan RBM. Skenario pembangunan SIM

dilakukan sebagai berikut:

51

Page 55: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

Gambar. Skenario Pembangunan SIM

Dalam konteks RBM dan SIM, resort merupakan satuan unit

informasi terkecil berbasis pada informasi perlindungan,

pengawetan, pemanfaatan kawasan dan daerah penyangga. SIM

dibangun dengan tujuan:

1. Revitalisasi resort sebagai unit informasi pemangkuan kawasan dengan pola koleksi data yang terstruktur, membantu penyusunan rencana kerja dan pertanggungjawaban anggaran operasionalnya.

2. Menyediakan data dan informasi terolah secara statistikal maupun spasial yang memudahkan UPT menganalisis dinamika kondisi kawasan dan daerah penyangga serta monitoring dan evaluasi pengelolaan kawasan.

3. Mendukung aliran data ke Pusat PHKA sebagai bahan decicion support system (DSS).

52

Page 56: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

PROSES ALIRAN DATA

RESORTSistem

Aplikasi(SEKSI)

SERVERBALAI

(Spasial/nonspasial)

InputData

Koleksi Data

SERVERPHKA

(Spasial/nonspasial)

User d i Balai

Pengolah/Penyajidata dan statistik

FungsionalPEH/Penyuluh

Fungsional Polhut

U rusan Kepegawaian

Urusan Konservasi

User d i D irektorat T eknis

Pemanfaatan JasaLingkungan KawasanKonservasi dan Hutan

Lindung

KonservasiKeanekaragaman Hayati

Sekretaria t D irektoratJendera l

Kawasan Konservasi danBina Hutan L indung

Pengendalian KebakaranHutan

Penyid ikan danPengamanan Hutan

K A W A S A NR E S O R T

T a llyshee t

Catatan:Tally sheet (formulir isian) yang harus diisi oleh petugas Resort adalah sebagai berikut :

Formulir 1 : Tata Batas

Formulir 2 : Infrastruktur dalam Kawasan dan daerah Penyangga

Formulir 3 : Gangguan Kawasan

Formulir 4 : Perjumpaan Satwa

Formulir 5 : Daya dukung Habitat

Formulir 6 : Survai Vegetasi

Formulir 7 : Wisata dan Jasa Lingkungan

Formulir 8 : Tipologi Daerah Penyangga

Protokol Data

53

Page 57: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

Dalam RBM, setiap unit kerja memiliki tugas yang spesifik. Tugas

utama resort adalah melakukan pengamatan, pencatatan,dan

pelaporan dengan menggunakan Formulir isian (Tally Sheet), dan

melaporkannya untuk setiap periode tertentu kepada Seksi

Wilayah. Sedangkan input data tally sheet dilakukan oleh Seksi

Wilayah dengan menggunakan ”Sistem Informasi RBM” .

Hasilnya berupa data elektronik non spasial, dilaporkan ke Balai,

untuk diolah menjadi informasi spasial dan statistik. Informasi ini

menjadi dasar bagi Balai untuk melakukan perencanaan dan

atau solusi terhadap berbagai persoalan atau potensi pada setiap

resort atau beberapa resort dengan tipologi yang hampir sama.

No ORGANISASI TUGAS1 Resort/ unit setingkat resort 1. pengamatan

2. pencatatan3. pelaporan

2 Seksi Pengelolaan Taman Nasional (Seksi)

1. sortasi, kompilasi, dan entri data dalam SIM

2. analisis data 3. pengiriman data ke server Balai4. rekomendasi teknis ke

Balai/Bidang dan Kebijakan Internal lingkup Seksi

3 Bidang Pengelolaan Taman Nasional (Bidang)

1. analisis data 2. pelaporan ke Balai3. supervisi dan pendampingan4. rekomendasi teknis ke Balai dan

Kebijakan Internal lingkup Bidang4 Balai 1. analisis data

2. pengiriman data ke server PHKA3. menyediakan perlengkapan yang

dibutuhkan untuk pemeliharaan SIM

4. usulan penganggaran SIM5. pencermatan tipologi resort6. bahan untuk perencanaan dan

menetapkan skala prioritas bagi setiap resort

7. bahan usulan prioritas investasi di tingkat Balai

8. supervisi dan pendampingan di tingkat Seksi

9. publikasi untuk kepentingan

54

Page 58: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

No ORGANISASI TUGASinternal dan atau eksternal

5 Direktorat Teknis PHKA 1. menyediakan perlengkapan yang dibutuhkan

2. pemeliharaan sistem3. penganggaran4. entri data dalam SIM5. analisis data6. supervisi dan pendampingan7. rekomendasi teknis untuk

penyusunan prioritas kebijakan internal

6 Administrator 1. pemeliharaan sistem2. pengelolaan database3. pengembangan database4. analisa data5. penyajian informasi6. pelayanan/fasilitasi kepada

pengelola SIM di UPT/PHKA

55

Page 59: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

BAB IX. MONITORING DAN EVALUASI

Monitoring bertujuan untuk memperoleh data dan informasi

tentang pelaksanaan pengelolaan taman nasional berbasis resort

yang sedang dilaksanakan. Monitoring dilakukan oleh Balai

dalam jangka waktu tertentu (misalnya setiap 3 bulan), dengan

maksud agar seri kegiatan yang dilakukan dapat mencapai

output yang telah ditetapkan.

Evaluasi bertujuan untuk menilai tingkat keberhasilan

pelaksanaan penerapan sistem pengelolaan berbasis resort pada

akhir tahun. Evaluasi dilakukan oleh Balai bersama dengan

Direktorat KK dan BHL. Hasil evaluasi akan bermanfaat

memberikan umpan balik kepada Balai dalam memperbaiki

kinerja RBM di wilayahnya.

56

Page 60: Draft Pedoman Rbm_final 13 Juni 2011

BAB X. PENUTUP

Pedoman ini merupakan acuan dalam penerapan sistem

pengelolaan taman nasional berbasis resort. Hal-hal yang secara

teknis belum cukup diatur dalam pedoman ini agar diatur lebih

lanjut oleh UPT taman nasional yang disesuaikan dengan kondisi

setempat.

57