DEFISIENSI DAN TOKSISITAS HARA MINERAL SERTA …
Transcript of DEFISIENSI DAN TOKSISITAS HARA MINERAL SERTA …
1
BAHAN AJAR
DEFISIENSI DAN TOKSISITAS HARA MINERAL SERTA RESPONNYA
TERHADAP HASIL
Oleh
IR. I WAYAN WIRAATMAJA, MP.
NIP. 19590418 198601 1 001
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNUD 2017
ii
KATA PENGANTAR
Atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, maka Bahan Ajar “
Defisiensi Dan Toksisitas Hara Mineral Serta Responnya Terhadap Hasil ”
dapat diselesaikan sesuai dengan rencana. Bahan ajar ini merupakan sub
bab dari Mata Kuliah Nutrisi Tanaman. Penyusun berharap dengan
tersusunnya Bahan Ajar ini maka seluruh materi yang tersurat dan tersirat
didalamnya dapat memudahkan dan membantu pembaca, terutama
mahasiswa yang menempuh mata kuliah Nutrisi tanaman, serta dapat
memberi wawasan dan penuntun berfikir terkait dengan pemahaman dan
pengembangan masalah nutrisi tanaman. Disamping itu, bahan ajar ini
disusun agar mahasiswa dapat mempersiapkan diri secara matang sehingga
pada pokok bahasan tersebut dalam tiap pertemuan, mahasiswa siap
mengikuti secara aktif.
Kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak, terutama
kepada rekan-rekan staf dosen Program Studi Agroekoteknologi dan Dekan
Fakultas Pertanian Universitas Udayana atas segala bantuannya, baik moril
maupun dorongan semangat sehingga Bahan Ajar ini dapat diselesaikan.
Denpasar, Oktober 2017
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL………………………………………………………………………….. i
KATA PENGANTAR………………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………. iii
I. DIAGNOSIS DEFISIENSI DAN TOKSISITAS HARA MINERAL…….. 1
1.1. Zone Defisiensi, Peralihan, Kecukupan dan Lewat Cukup…… 1
1.2. Diagnosis Berdasarkan Gejala Visual……………………………. 3
1.3. Diagnosis Berdasarkan Analisis Tanaman……………………….. 12
1.4. Pengaruh Gangguan Unsur Hara Terhadap Pertumbuhan Tanaman……………………………………………………………… 16 1.5. Diagnosis Berdasarkan Analisis Tanah………………………….. 20
II. RESPON HASIL………………………………………………………… 26
2.1. Kurva Respon Hasil………………………………………………. 26
2.2. Hubungan Antara Ketersediaan Hara dengan Pertumbuhan Tanaman…………………………………………………………….. 29
2.3. Ketersediaan Hara dan Hubungan Sink-Source……………… 38-41
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 42
1
I. DIAGNOSIS DEFISIENSI DAN TOKSISITAS HARA MINERAL
Diagnosis defisiensi dan toksisitas hara mineral bertujuan untuk
menjelaskan bahasa tubuh dan status hara mineral dalam tubuh tanaman.
Apabila manusia sakit, maka mereka akan berkata kepada dokter dan
mengatakannya mengenai sakitnya dan apa yang dia rasakan. Tanaman
sesungguhnya juga mengkomunikasikan mengenai penderitaan yang
dialami dari kekurangan atau kelebihan hara meineral sebagai makanannya.
Namun bedanya tanaman diam, hanya divisualisasikan dengan bahasa
visual melalui gejala yang berkemabng pada daun, batang, akar atau organ
yang lain. Hal yang penting bagi kita adalah bagaimana memahami bahasa
visual itu sehingga kita dapat mendiagnose secara lebih baik lalu mengatasi
permasalahan yang diderita oleh tanaman yang bersangkutan.
Dalam manajemen produksi pertanian modern, kedepan rekomendasi
pemberian nutrisi harus didahului dengan diagnosis hara mineral pada
tanaman, misalnya melalui diagnosis berdasarkan gejala visual (visible
symptoms) dan analisis tanaman (plant analysis). Untuk mencegah dampak
negatif yang timbul, pemberian pupuk tertentu baru dilakukan bila status
hara mineral tersebut pada kisaran defisiensi (“deficiency range”) (Grundon,
1987).
1.1. Zone Defisiensi, Peralihan, Kecukupan dan Lewat Cukup
Hubungan antara pertumbuhan (yang dicerminkan dengan produksi
berat kering tanaman) dengan ketersediaan dan konsentrasi hara mineral
dalam jaringan tanaman secara umum digambarkan seperti pada Gambar 9
berikut. Pada prinsipnya hubungan tersebut dibedakan menjadi 4 zone yang
berbeda yaitu zone defisiensi, peralihan, kecukupan dan lewat cukup.
Artinya adalah status nutrisi tanaman yang mempengaruhi pertumbuhan dan
2
hasil adalah berbeda antara zone defisiensi, peralihan, kecukupan dan lewat
cukup. Namun status nutrisi seperti pada gambar tersebut tidak selalu dapat
berlaku umum, karena sangat tergantung dari jenis hara mineral dan
tanamannya. 100 75 50 25
0 Konsentrasi hara dalam jaringan
Gambar 1. Hubungan antara pertumbuhan dengan konsentrasi hara dalam jaringan tanaman
Gambar 1 menjelaskan bahwa pada zone defisiensi penambahan hara
dalam tanah (melalui pemupukan) hanya berakibat meningkatkan produksi
berat kering, tetapi konsentrasi hara dalam jaringan tanaman tetap,
sedangkan pada zone peralihan penambahan hara melalui pemupukan
disamping berakibat meningkatkan konsentrasi hara dalam jaringan
tanaman, juga meningkatkan produksi berat kering. Pada zone cukup
penambahan hara melalui pemupukan berakibat meningkatkan kandungan
hara dalam jaringan tanaman, tetapi tidak meningkatkan berat kering atau
hasil panen. Kurva respon pada bagian ini disebut “luxury consumption”
(konsumsi berlebihan). Sedangkan pada zone lewat cukup penambahan
Konsentrasi kritis/CDL
Zone kecukupan
Zone lewat cukup (toksik)
Pengurangan pertumbuhan 10%
Zone peralihan (transisi)
Pert
um
bu
han
(%
) d
ari la
ju m
aks.
Zo
ne d
efi
sien
si
CTL
3
hara melalui pemupukan berakibat kandungan hara dalam jaringan tanaman
bertambah, tetapi hasil panen atau produksi tanaman menurun.
Konsentrasi kritis (critical value) adalah konsentrasi tepat dibawah
konsentrasi yang membrikan pertumbuhan optimum. Karena konsentrasi
kritis hanya satu titik (bukan kisaran), maka sangat sulit
menginterprestasikan hasil analisis bila nilainya berada di atas atau di
bawah nilai tersebut. Para ahli lalu mengajukan istilah “CNR” (Critical
Nutrient Range) yaitu kisaran konsentrasi hara dalam jaringan tanaman yang
menyebabkan penurunan berat kering atau hasil sebesar 0 – 10%.
Konentrasi hara yang menyebabkan berat kering atau hasil menurun
sebesar 10% disebut CDL (critical defisiensi level), sedangkan CTL (critical
toxic level) adalah konsentrasi yang menyebabkan terjadinya toksisitas.
1.2. Diagnosis Berdasarkan Gejala Visual
Gangguan hara pada tanaman merupakan masalah utama bagi petani
di dunia, di samping masalah-masalah penting lainnya. Sistem bertanam
secara terus menerus dan meningkatnya intensitas tanam menyebabkan
problem gangguan hara bertambah besar. Disatu pihak menyebabkan
defisiensi hara tertentu dan dilain pihak menimbulkan toksisitas dimana
pada daerah tersebut sebelumnya hara bukan merupakan suatu masalah.
Dalam situasi seperti itu, petani-petani modern dan juga ilmuwan pertanian
membutuhkan informasi untuk membantu mengambil keputusan apakah
tanaman di lapangan mengalami gangguan hara atau tidak. Gejala
defisiensi atau toksisitas hara umumnya dapat digunakan untuk maksud
tersebut (Grundon, 1987).
Diagnosis berdasarkan gejala visual di lapangan sangat komplek dan
sulit terutama bila kejadian defisiensi lebih dari satu hara mineral secara
4
simultan atau defisiensi hara tertentu bersamaan dengan toksik hara yang
lain. Misalnya pada tanah masam tergenang, toksisitas Mn simultan dengan
defisiensi Mg. Diagnosis akan semakin komplek bila kekurangan atau toksik
hara disertai dengan adanya hama penyakit (Epstein, 1972; Marschner,
1986).
Diagnosis berdasarkan gejala visual (visible symptom) memerlukan
pendekatan sistematis antara lain apakah hara yang didiagnosis sifatnya
mobil dalam floem atau tidak, bagian tanaman mana yang terserang dan
lain-lain. Pendekatan sistematis tersebut menurut Marschner (1986) seperti
pada Gambar 10, sedangkan diagnosis visual menurut Grundon (1987)
memerlukan langkah-langkah observasi meliputi :
1. Pengumpulan informasi. Informasi mengenai tampilan tanaman dalam
keadaan sehat pada semua stadia pertumbuhannya. Informasi berikutnya
yang diperlukan adalah gejala gangguan masing-masing hara, dan
gangguan berbagai penyakit terhadap tanaman.
2. Mencatat sejarah perkembangan masalah. Pencatatan dilakukan
terhadap teknik budidaya, curah hujan, suhu, waktu tanam, varietas, jenis
tanaman yang ditanam sebelumnya dan pemeliharaannya, tipe tanah dan
hasil analisis tanah dan analisis sampel tanaman.
3. Mendeskripsikan gejala. Mencatat penampilan umum tanaman meliputi
warna, ukuran, bentuk, orientasi pertumbuhan, dan pola perkembangan
gejala pada organ.
4. Diagnosis akhir. Setelah semua informasi dikumpulkan, dibuat keputusan
penyebab masalah. Contoh : apabila gejalanya hanya pada single plant
mungkin karena variasi genetik tanaman. Gejala yang disebabkan oleh
gangguan hara umumnya terjadi pada banyak tanaman pada area luas
berhubungan dengan kondisi tanah atau pola pengelolaan.
5
Gejala defisiensi atau toksisitas secara visual umumnya telah cukup
membantu dalam mendiagnosis gangguan hara, terutama bila dilakukan
oleh orang atau ahli yang sudah berpengalaman pada tanaman spesifik
tertentu dan daerah tertentu dimana dia sudah biasa bekerja disana. Artinya
adalah dituntut pengetahuan yang cukup dan ketelitian yang tinggi karena
gejala gangguan hara bervariasi sangat besar tergantung atas spesies
tanaman, kondisi lingkungan, umur tanaman dan kemiripan gejalanya
dengan gangguan lain seperti infeksi penyakit, kerusakan oleh hama atau
karena gangguan gulma (Grundon, 1987; Marschner, 1986; Baligar dan
Duncan, 1990).
Apabila tanaman tidak dapat menerima hara yang cukup seperti yang
dibutuhkan, maka pertumbuhannya akan lemah dan perkembangannya
tampak abnormal. Pertumbuhan yang abnormal juga akan terjadi bila
tanaman menyerap hara melebihi untuk kebutuhannya bermetabolisme.
Diagonsis defisiensi dan tosksisitas hara pada tanaman dapat dilakukan
dengan 2 pendekatan yaitu pendekatan dengan diagnosis gejala visual dan
analisis tanaman (Grundon, 1987; Marschner, 1986; Baligar dan Duncan,
1990).
Tumbuhan menanggapi kurangnya pasokan unsur esensial dengan
menunjukkan gejala kekahatan yang khas. Gejala yang terlihat meliputi
terhambatnya pertumbuhan akar, batang atau daun, serta klorosis atau
nekrosis pada berbagai organ. Gejala khas sering membantu untuk
mengetahui fungsi suatu unsur pada tumbuhan dan pengetahuan akan
gejala tersebut menolong para petani untuk memastikan bagaimana serta
kapan harus memupuk tanamannya.
Sebagian besar gejala mudah terlihat dan tampak pada sistem tajuk,
kecuali bila tanaman ditumbuhkan secara hidroponik. Gejala pada akar tak
6
dapat dilihat tanpa mencabut akar dari tanah, sehingga gejala kekahatan
hara pada akar kurang dikenal.
Gejala kekahatan suatu unsur terutama bergantung pada dua faktor
yaitu fungsi unsur tersebut dan mudah tidaknya unsur tersebut berpindah
dari daun tua ke daun yang lebih muda atau ke organ-organ lainnya
(Epstein, 1972). Contoh yang baik untuk menjelaskan kedua faktor tersebut
adalah klorosis yang disebabkan oleh Mg. Karena Mg adalah bagian
esensial molekul klorofil, maka klorofil tak terbentuk tanpa Mg atau terbentuk
dalam jumlah sedikit bila konsentrasi Mg rendah. Klorosis pada daun tua
yang terletak lebih rendah terlihat lebih parah dari pada daun muda.
Perbedaan tersebut menggambarkan bahwa bagian yang lebih muda dari
tumbuhan mempunyai kemampuan untuk mengambil hara yang mudah
bergerak (mobil) dari bagian yang lebih tua (Salibury dan Ross, 1992).
Secara umum gangguan hara yang menghambat pertumbuhan dan
hasil dalam sekala yang ringan tidak dapat dilihat karakteristik gejala
visualnya secara spesifik. Gejala menjadi tampak dapat dilihat dengan
tegas apabila defisiensinya atau toksisitasnya berat sehingga laju
pertumbuhan dan hasil sangat tertekan. Sebagai contoh, gejala defisiensi
Mg pada serealia dapat teramati dengan jelas pada kondisi lapang selama
perkembangan batang, tetapi hal itu tidak berpengaruh merusak bila kahat
terjadi pada akhir pengisian biji (Pisarak, 1979 dalam Marschner, 1986).
Gejala defisiensi atau kelebihan hara lebih mudah dilihat pada daun,
tetapi mungkin juga terjadi pada bagian lain dari tanaman seperti pucuk
batang, buah dan akar. Gejala defisiensi atau toksisitas umumnya spesifik
untuk hara tertentu. Oleh karena itu adalah memungkinkan menggunakan
penampakan visual untuk mendiagnosis tanaman sakit karena kekurangan
atau kelebihan hara (Grundon, 1987). Agar diagnosis memberikan hasil
7
yang memuaskan, Marschner (1986) menyatakan perlunya pendekatan
sistematis dalam melakukan diagnosis berdasarkan gejala visual, seperti
disajikan pada Gambar 2. Klorosis dan nekrosis adalah 2 kriteria penting
yang digunakan dalam pendekatan sistematis tersebut.
Pada Gambar 2 tampak bahwa gejala visual defisiensi hara dapat
dilihat pada daun tua dan daun dewasa (“old and mature leaf blades”) atau
pada daun muda dan pucuk (“young leaf blades and apex”) tergantung
apakah hara yang didiagnosis sifatnya mobil atau immobil dalam phloem.
Untuk hara mobil seperti N dan Mg gejala visual pertama tampak pada daun
tua dan daun dewasa, sedangkan untuk hara immobil seperti Ca gejala
visual pertama tampak pada daun muda dan/atau pucuk.
8
Bagian tanaman (Plant part)
Gejala umum (prevailing symptoms)
Gangguan (disorder)
Defisiensi
Toksik
Keterangan : hara yang diberi tanda kurung, simtomnya atau gangguannya bervariasi
Gambar 2. Pendekatan sistematis diagnosis gejala visual (Marschner
(1986)
Berbeda dengan gejala visual defisiensi, gangguan toksisitas hara cara
pendekatannya hanya berdasarkan gejala visual pada daun tua dan daun
dewasa. Marschner menyatakan bahwa gejala visual defisiensi jauh lebih
spesifik sifatnya dari gejala visual toksisitas, karena toksik satu unsur hara
mineral tertentu akan menginduksi defisiensi hara mineral yang lain.
Ketelitian hasil diagnosis sangat ditentukan oleh akuratnya informasi
tambahan meliputi pH tanah, hasil analisis tanah, status air tanah, kondisi
cuaca, riwayat pemberian pupuk, fungsida atau pestisida dan lain-lain
(Marschner, 1986). Dalam beberapa kasus hasil diagnosis berdasarkan
Deformation (perubahan bentuk)
Young leaf blades and
apex
Chlorosis Uniform
Interveinal atau
Blotched
Fe (S)
Zn (Mn)
Nekrosis
Ca, B, Cu
Mo (Zn, B)
Old and mature leaf
blades
Nekrosis Spots
Tip and marginal scorch
Mn (B)
B (garam)
Chlorosis
Non spesifik
toxicity
Old and mature leaf
blades
Chlorosis Uniform
Interveinal atau
Blotched
N (S)
Mg (Mn)
Nekrosis Tip and marginal scorch
Interveinal
K
Mg (Mn)
9
gejala visual dapat secara langsung digunakan sebagai rekomendasi
pemupukan. Sebaliknya, sering pula terjadi hasil diagnosis gejala visual
belum cukup untuk dapat merekomendasi-kan pemupukan sehingga
diperlukan analisis tanaman (Baligar dan Duncan, 1990).
Kelemahan diagnosis gejala visual adalah : (1) Diagnosis tanaman di
lapangan sangat komplek, dimana gejala visual baru tampak bila
defisiensinya atau toksisitasnya yang dicerminkan oleh laju pertumbuhan
dan hasil tanaman betul-betul tertekan; (2) Diagnosis menjadi komplek bila
terjadi defisiensi beberapa jenis hara secara bersamaan atau defisiensi hara
tertentu disertai toksik hara lain. Contohnya, pada tanah tergenang,
defisiensi Mg disertai toksik Mn; dan (3) Diagnosis menjadi sulit bila ada
serangan hama penyakit, serangan mekanis dan lain-lain.
Langkah-langkah observasi dalam melakukan diagnosis berdasarkan
gejala visual menurut Grundon (1987) adalah : a) pengumpulan informasi
meliputi kondisi lingkungan tanaman seperti curah hujan dan suhu, waktu
tanam, varietas yang ditanam, riwayat tindakan budidaya dan tipe tanah, b)
pengamatan gejala, menyangkut bagian tanaman yang menampakkan
gejala, jenis gejala seperti abnormalitas, perubahan warna, ukuran, bentuk,
oriemntasi dan pola gejala, serta c) membuat kesimpulan (keputusan) hasil
diagnosis. Disebutkan bahwa apabila semua informasi telah terkumpulkan,
kemungkinan pertama yang paling penting adalah apakah gejala gangguan
tersebut disebabkan oleh serangga, penyakit, nematoda atau karena
kerusakan mekanis. Apabila gejalanya hanya ditemukan pada tanaman
tunggal (“a single plant”) biasanya hal tersebut disebabkan oleh hal-hal tadi
atau karena akibat variasi genetik (“genetic variation”) dalam populasi
tanaman. Gejala yang disebabkan oleh gangguan hara umunnya terjadi
pada banyak tanaman dalam sekala areal yang cukup luas karena terkait
10
dengan jenis tanah, manajemen pengelolaan, dan lain-lain. Bila gangguan
yang disebabkan oleh serangga, penyakit, nematoda atau karena kerusakan
mekanis dapat dieleminasi, maka gejala visual tiap-tiap jenis hara tertentu
dapat dibandingkan dan dicocokkan dengan ciri-ciri gangguan hara masing-
masing. Ciri-ciri tentang gejala kekahatan hara pada tanaman (Salisbury
dan Ross, 1992) disajikan pada Tabel 1.
Tabel . Ciri-ciri tentang gejala kekahatan hara tertentu pada tanaman (Salisbury dan Ross, 1992).
Unsur yang kahat
Gejala Unsur yang kahat
Gejala
Nitrogen
Daun yang lebih tua atau lebih rendah letaknya banyak terpengaruh; efeknya mengelompok atau menyebar
Kalsium
Daun muda atau kuncup daun yang terpengaruh, gejala mengelompok
Efeknya umumnya meluas keseluruh tumbuhan, dedaunan di bawah agak mengering atau terbakar, tumbuhan berwarna hijau tua atau hijau muda
Kuncup akhir mati, terjadi setelah perubahan bentuk pada ujung atau pangkal daun muda.
Tumbuhan hijau muda, dedaunan yang terletak lebih dibawah berwarna kuning, mengering sampai berwarna cokelat terang, tangkai pemdek dan pipih bila kekahatan unsur terjadi pada taraf
Daun muda pada kuncup akhir mula-mula melengkung secara khas, akhirnya mati pucuk mulai dari ujung dan tepi sehingga pertumbuhan selanjutnya dicirikan oleh
11
pertumbuhan lanjut
matinya jaringan di daerah ini.
Fosfor Tumbuhan hijau tua, sering muncul warna merah dan ungu, tangkai pendek dan pipih jika kekahatan unsur terjadi pada taraf pertumbuhan lanjut
Boron Daun muda pada kuncup khir pangkalnya menjadi hijau muda lalu patah. Pada pertumbuhan lanjut daun terpilin akhirnya tangkai kuncup akhir mati pucuk.
Magnesium Efeknya sering mengelompok, bercak warna atau klorosis dengan atau tanpa bercak jaringan mati pada daun yang terletak lebih bawah, sedikit atau tak ada daun yang terletak di bawah yang mengering
Tembaga Daun muda layu tetap (ujungnya terbakar) tanpa bercak atau gejala klorosis. Ranting atau tangkai tepat dibwah ujung dan pentul biji sering tak mampu tegak bila kekurangannya parah.
Magnesium Daun dengan bercak warna atau klorosis, memerah secara khas seperti pada tanaman kapas, kadang dengan bercak mati, ujung dan tepi daun melengkung ke bawah atau ke atas, tangkai pipih
Tembaga Kuncup akhir umumnya tetap hidup, layu atau klorosis pada daun muda atau daun kuncup dengan atau tanpa bercak jaringan mati, urat daun berwarna hijau muda atau hijau tua.
Kalium Daun dengan bercak warna atau klorosis, berbercak jaringan mati kecil atau besar.
Mangan Daun muda tidak layu, klorosis dengan atau tanpa bercak, jaringan mati tersebar diseluruh daun
Bercak jaringan mati kecil, biasanya diujung dan diantara urat-urat daun, lebih jelas di tepi daun,
Urat yang kecil cendrung tetap hijau sehingga tampak seperti jala-jala
12
tangkai pipih.
Seng Bercak meluas, menyebar dengan cepat, biasanya meliputi daerah antar urat daun dan akhirnya mencapai urat sekunder bahkan primer, daun tebal, tangkai beruas pendek.
Belerang Daun muda dengan urat dan jaringan antar urat daunberwarna hijau muda
Besi Daun muda klorosis, urat pokoknya bewarna hijau khas, tangkai pendek dan pipih.
1.3. Diagnosis Berdasarkan Analisis Tanaman
Fokus poerhatian dalam diagnosis gangguan hara mineral berdasarkan
analisis tanaman adalah menentukan nilai kritis defisiensi (“critical deficiency
levels/CDL”) dan nilai kritis keracunan (“critical toxicity levels/CTL”) masing-
masing hara mineral pada jaringan tanaman. Penentuan CDL diperlukan
dalam kaitannya dengan rekomendasi saat pemupukan dilakukan.
Pertumbuhan maksimum terjadi antara CDL dan CTL. Dalam prakteknya
nilai CDL bukan merupakan satu titik nilai, melainkan merupakan suatu
kisaran/range nilai. Biasanya nilai CDL didefiniskan sebagai suatu taraf
dimana perumbuhan atau hasil 5 – 10% dibawah maksimum (Epstein, 1972;
Marschner, 1986; Baligar dan Duncan, 1990).
Nilai CDL dan CTL umumnya ditentukan berdasarkan atas percobaan
dengan menumbuhkan tanaman pada kondisi lingkungan terkontrol dengan
variasi suplai hara mineral dalam kisaran yang luas. Berdasarkan atas hasil
percobaan tersebut kemudian hara mineral dalam jaringan tanaman dalam
hubungannya dengan pertumbuhan dan hasil dikelompokkan menurut
13
kisaran defisiensi, rendah, cukup, tinggi atau toksik (Marschner, 1986).
Misalnya untuk tanaman kedelai, Marschner (1986) menyebutkan kisaran
defisien, rendah, cukup, tinggi dan toksik masing-masing untuk hara P, K
dan Mn adalah seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan hara P, K dan Mn pada daun kedelai (persen berat kering) (Marschner, 1986).
Jenis hara Status kandungan hara
Defisien Rendah Cukup Tinggi Toksik
P (%) < 0,16 0,16 – 0,25
0,26 – 0,50
0,51 – 0,80
> 0,80
K (%) <1,26 1,26 – 1,70
1,71 – 2,50
2,51 – 2,75
> 2,75
Mn (mg/kg) <15 15 - 20 21 - 100 100 - 250 >250
Kandungan hara mineral dalam jaringan tanaman hasil diagnosis
berdasarkan analisis tanaman dipengaruhi oleh berbagai faktor penting yaitu
:1) stadia perkembangan tanaman, 2) bagian tanaman yang diambil sebagai
sampel, 3) spesies tanaman, 4) interaksi hara dalam tanah dan 5) faktor
lingkungan seperti suhu, kelembaban dan lain-lain (Marschner, 1986).
Pada umumnya status nutrisi pada tanaman paling baik dicerminkan
oleh kandungan hara mineral pada daun dibandingkan dengan organ-organ
lain (Grundon, 1987). Oleh karena itu daun biasanya paling sering
digunakan sebagai sampel dalam analisis tanaman. Namun demikian dalam
beberapa jenis tanaman dan jenis-jenis hara tertentu kadang-kadang
kandungannya berbeda antara lembaran daun (“leaf blades”) dan petiole
dimana kadang-kadang petiole lebih cocok digunakan sebagai indikator
status nutrisi tanaman (Bouma, 1983 dalam Marschner, 1986). Untuk
tanaman buah-buahan seringkali buahnya merupakan indikator paling baik
terutama untuk kalsium dan boron yang sangat terkait erat dengan kualitas
buah dan daya simpan (Chen et al., 1998)
14
Penggunaan organ daun sebagai sampel juga perlu
mempertimbangkan umur daun tergantung jenis hara yang akan dianalisis.
Untuk hara N, K dan Mg daun dewasa lebih baik digunakan sebagai
indikator status hara karena pada daun muda ketiga hara tersebut
konsentrasinya konstan (Marschner, 1986). Untuk kalium, daun muda tidak
cocok sebagai indikator karena taraf defisiensi dan toksik berkisar hanya dari
3,0 sampai 3,5% dibandingkan dengan 1,5 sampai 5,5% pada daun dewasa.
Sebaliknya untuk Ca, daun muda lebih cocok digunakan sebagai indkator
karena gejala defisiensi pertama terjadi pada bagian tersebut.
Terdapat kontroversi apakah rekomendasi pemupukan lebih tepat
berdasarkan hasil analisis tanaman atau hasil analisis tanah. Analsis tanah
menunjukkan potensi ketersediaan hara dalam tanah yang dapat diserap
akar, sedangkan analisis tanaman merefleksikan status nutrisi aktual dalam
jaringan tanaman. Marschner (1986) menyatakan secara prinsip kombinasi
kedua metode tersebut akan lebih baik dalam merekomendasikan
pemupukan dibandingkan hanya dengan satu metode saja. Kepentingan
relatif dalam meilih salah satu metode dari kedua metode tersebut
tergantung pada beberapa kondisi seperti spesies tanaman, sifat tanah dan
hara mineral yang menjadi masalah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kandungan hara hasil analisis
tanaman adalah :
1. Stadia pertumbuhan tanaman dan umur daun. Semakin tua umur
tanaman atau organ tanaman, kandungan haranya semakin turun
kecuali Ca. Penurunan tersebut karena meningkatnya kandungan
pembentuk struktur sel (dinding sel dan ligin). Contohnya seperti tabel
berkut 3.
15
Tabel 3. Kandungan hara tanaman Picca abies pada umur berbeda
Jenis hara
Umur tanaman Picca abies (tahun)
1 2 3 4
N 1,79 1,76 1,46 1,22
P 0,20 0,17 0,14 0,13
K 0,63 0,56 0,47 0,44
Mg 0,04 0,04 0,03 0,03
Ca 0,28 0,40 0,50 0,59
Keterangan : angka atau data tersebut berupa persentase kandungan hara
terhadap berat kering tanaman
2. Spesis tanaman. Kandungan hara berbeda menurut spesies karena
perbedaan metabolismenya, walaupun yang dianalisis adalah organ
yang sama dengan umur sama.
3. Bagian tanaman dan posisinya. Daun umumnya merupakan bagian atau
organ tanaman yang paling ocock untuk analisis, karena Responnya
terhadap pemberian hara cepat dan baik, Mudah dikumpulkan dan
Konsentrasi haranya cukup tinggi sehingga penenuan titik kritis bisa
lebih mudah.
4. Interaksi hara. Meningkatnya persediaan hara tertentu akan
meningkatkan pertumbuhan tanaman, sehingga apabila hara lain tidak
meningkat maka terjadilah defisiensi hara lain tersebut.
5. Faktor lingkungan (cahaya, temperature, RH). Bila cahaya meningkat
maka fotosintesis meningkat dan hal itu menurunkan konsentrasi
kebanyakan hara. Atau ratio hara/BK menurun. Bila temperatur
meningkat mengakibatkan transpirasi meningkat, serapan hara
meningkat dan itu menyebabkan kandungan hara dalam jaringan
meningkat (ratio hara/BK meningkat). Selanjutnya bila RH turun maka
transpirasi meningkat. Akibatnya adalah analog seperti temperature
meningkat.
16
6. Sifat tanah. Pada pH rendah maka Al, B, Cu, Fe dan Mn meningkat
tetapi Mo menurun. Pada kadar air kapasitas lapang, hara meningkat
tetapi diluar kapasitas lapang maka hara menurun.
1.4. Pengaruh Gangguan Unsur Hara Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Pengaruh defisiensi unsur hara yang nyata adalah menghambat
pertumbuhan tanaman sehingga ukuran tanaman menjadi relative lebih
kecil. Efek lebih jauh adalah menurunkan asimilat (hasil fotosintesis) bersih
tanaman.
Defisiensi unsur hara dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan
sel secara tiba-tiba. Akan tetapi respon sel berbeda-beda menurut jaringan
dan organ tanaman. Respon sel akar (root) dan tajuk (shoot) terhadap
defisiensi unsur hara menghasilkan root/shoot rasio yang makin besar.
Artinya pada kondisi defisiensi, akar memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih
baik dari pada tajuk. Keadaan ini terjadi disebabkan oleh distribusi asimilat
lebih besar ditujukan pada akar dengan harapan akar akan tumbuh lebih
cepat, lebih panjang, lebih dalam dan kelak akan mampu memasok nutrisi
untuk pertumbuhan tajuk lebih baik. Pengaruh defisiensi berbagai unsure
hara dan jaringan/organ yang dipengaruhi seperti Tabel 4, sedangkan
gejala-gejala umum defisiensi dan toksisitas unsur hara seperti pada Tabel 5
dan Tabel 6.
17
Tabel 4. Pengaruh defisiensi berbagai unsur hara dan jaringan/ organ yang dipengaruhi
Pengaruh Jaringan/organ
Defisiensi N
- Menekan jumlah sel
- Menghambat pembesaran sel
- Meningkatkan denukleasi
- Meningkatkan pembentukan sel aerenchyma
Akar
Daun dan akar
Kortek akar
Kortek akar
Defisiensi P
- Menghambat pembesaran sel
- Meningkatkan pembentukan sel aerenchyma
Daun
Akar
Defisiensi K
- Ukuran sel mengecil
Daun
Defisiensi Ca
- Menghambat pembelahan sel
- Menghambat pembesaran sel
- Meningkat denukleasi
Berbagai organ
Pollen tube
Kortek akar
Defisiensi Fe
- Memacu pembelahan sel
Akar
Defisiensi Mn
- Memacu pembesaran sel
- Memacu pembelahan sel
Akar
Akar
Defisiensi B
- Menekan pembelahan sel
- Menekan pembesaran sel
- Menekan pemanjangan sel
Akar
Akar
Akar
Kelebihan Na
- Menekn pembelahan sel
- Menekan pembesaran sel
Akar
Akar
Sumber : Fageria (1992)
18
Tabel 5. Gejala-Gejala Umum Defisiensi Unsur hara
Unsur Gejala defisiensi unsur
Nitrogen (N)
Fosfor (P)
Kalium
(K)
Kalsium
(Ca) Magnesium
(Mg)
Sulfur (S)
Seng (Zn)
Besi (Fe)
Mangan (Mn)
Tembaga (Cu)
Molibdenum
(Mo)
Boron (Bo)
Perubahan warna menjadi pucat (klorosis) terjadi pada daun-daun tua. Secara keseluruhan daun-daun berwarna hijau kekuningan (pucat) dan pertumbuhan terhambat (kerdil) Pertumbuhan terhambat (kerdil), daun-daun tua ungu oranye, daun-daun muda berwarna hijau tua kusam Daun-daun tua menunjukkan gejala flek-flek terbakar atau pada tepi daun mulai dari ujung daun. Tanaman lebih peka terhadap penyakit, kekeringan dan udara dingin. Daun-daun muda yang baru terbentuk berwarna putih, titik tumbuh mati (mati pucuk) dan mengeriting. Tepi-tepi daun helaian di sela-sela tulang daun dan mengalami klorosis dan disertai perubahan warna daun tua menjadi bersemu merah muda, daun kadang-kadang menggulung mirip dengan gejala kekeringan. Klorosis terjadi pada daun-daun muda. Pada kasus berat seluruh daun tanaman berwarna hijau kekuningan (pucat) seperti gejala defisiensi N. Timbul strip-strip karat pada daun tua dan disertai klorosis pada daun-daun dewasa, ukuran daun lebih sempit-sempit. Klorosis terjadi pada helaian di sela-sela tulang daun muda, pada kasus berat seluruh daun berubah warna menjadi kuning yang akhirnya putih. Gejala yang timbul akibat defisiensi Mn mirip dengan gejala defisiensi Fe, tetapi pada taraf berat daun tidak menjadi putih melainkan mengalami nekrosis (mati) Klorosis pada daun-daun muda, daun menggulung dan mati pucuk. Daun-daun muda menjadi burik pucat, daun-daun menjadi putih dan mengalami kelayuan. Pucuk daun berwarna hijau pucat, berwarna perunggu dan kematian pada titik tumbuh.
Sumber : Fageria et.al. (1991)
19
Tabel 6. Gejala-gejala Umum Keracunan Unsur hara
Unsur Gejala Keracunan unsur
N
P
K
S
Mg
Fe
Zn
Mn
Cu
B
Tanaman berwarna hijau tua, rimbun, namun biasanya membentuk sistem perakaran yang kecil (dangkal dan terbatas), gejala terbakar pada daerah tepi daun dan diikuti mati jaringan pada helaian di sela-sela tulang daun Nekrosis dan mati titik tumbuh. Klorosis pada helaian daun di sela-sela tulang daun muda dan gejala gosong di daerah tepi daun tua Kelebihan K menyebabkan defisiensi Mg, Mn, Zn dan Fe. Pertumbuhan terhambat dan ukuran daun menjadi sempit, tulang daun menguning dan menimbulkan gejala terbakar pada daun. Kelebihan Mg dapat menginduksi defisiensi k Menyebabkan timbulnya warna perunggu pada daun-daun tua dan menyebabkan defisiensi unsure P, K dan Zn. Kelebihan Zn dapat menyebabkan defisiensi Fe. Klorosis terjadi pada helaian di sela-sela tulang daun muda, pada kasus berat seluruh daun berubah warna menjadi kuning yang akhirnya putih. Penguningan daun yang dimulai dari tepi daun-daun tua. Penyebaran klorofil yang tidak merata. Pertumbuhan terhenti, cabang yang terbentuk sedikit, menginduksi defisiensi Fe. Interveinal necrosis
Sumber : Fageria et.al.(1997)
20
1.5. Diagnosis Berdasarkan Analisis Tanah
Sudah lama diperdebatkan apakah hasil analisis tanah atau analisis
tanaman yang lebih cocok untuk rekomendasi pemupukan. Kedua metode
tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Analisis tanah
menunjukkan potensi ketersediaan hara dalam tanah yang dapat diserap
oleh akar dalam kondisi pertumbuhan dan aktivitas akar yang baik. Analisis
tanaman merepleksikan status hara aktual dalam tanaman. Oleh karena itu,
kombinasi kedua metode sebagai dasar rekomendasi pemupukan lebih baik
daripada hanya dengan 1 metode. Sebagai contoh, pada rumput makanan
ternak (pastures) metode analisis tanaman lebih baik, karena pola perakaran
dari pasture yang tercampur (ada spesies yang akarnya dalam dan dangkal),
dan dengan mengetahui komposisi hara aktual pada rumput sangat penting
artinya bagi nutrisi ternak.
Analisis tanah bertujuan untuk mengetahui kandungan unsur hara
sebagai gambaran status kesuburan tanah. Kesuburan tanah tersebut
dapat dinilai dengan beberapa metode pendekatan yaitu : (1) Analisa contoh
tanah, (2) Mengamati gejala-gejala (symptom) pertumbuhan tanaman, (3)
Analisa contoh tanaman, (4) Percobaan pot di rumah kaca, dan (5)
Percobaan lapangan (Yacob, 2004).
Analisis Contoh Tanah
Analisis tanah dilakukan terhadap contoh tanah yang diambil di
lapangan dengan metode tertentu sesuai tujuan yang diharapkan. Analisa
tanah dilabo-ratorium dilakukan terhadap variabel-variabel kimia dan fisik
tanah seperti pH, kapasitas tukar kation, nitrogen, kalium, fosfor, kalsium,
magnesium (hara makro), hara mikro (Fe, Cu, Zn, B, Mo, dll), bahan organik,
tekstur tanah dan sebagainya. Kadar unsur hara tanah yang diperoleh dari
21
data analisis tanah bila dibandingkan dengan kebutuhan unsur hara bagi
masing-masing jenis tanaman, maka dapat diketahui apakah status/kadar
unsur hara dalam tanah tersebut sangat rendah (kurang), rendah, sedang,
cukup ataukah tinggi, sesuai kriteria tertentu.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam uji tanah ialah bahwa metode
analisa tanah tersebut : (1) harus dapat mengekstraksi bentuk unsur hara
yang tersedia saja, secara tepat. Jadi sifatnya selektif artinya tidak
mengekstraksi bentuk yang tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman, (2)
metode analisa yang dipakai dilaboratorium harus sederhana, cepat, mudah
dilaksanakan dan memiliki ketepatan dan ketelitian tinggi, (3) hasil analisis
harus dapat direproduksi. Dengan demikian larutan kimia yang dibuat harus
didasarkan pada pengetahuan yang baik tentang bentuk-bentuk kimia dari
unsur hara di dalam tanah dan tentang sifat akar tanaman dan mekanisme
pelarutan bentuk-bentuk kimia oleh akar tanaman. Oleh karena itu uji kimia
tanah perlu dikorelasikan dengan serapan hara oleh tanaman melalui
percobaan rumah kaca (uji korelasi) dan percobaan lapangan (uji kalibrasi).
Uji korelasi dimaksudkan untuk mendapatkan metode yang tepat untuk
suatu unsur dan tanaman tertentu. Sedangkan uji kalibrasi dimaksudkan
untuk mendapatkan hubungan antara selang kadar suatu unsur hara atau
nilai kritisnya dengan respons tanaman di lapangan terhadap unsur
tersebut. Dengan demikian memberikan nilai agronomik bagi angka uji
tanah tersebut. Tanpa uji kalibrasi maka angka-angka uji tanah tidak berarti
sama sekali. Tentang uji kalibrasi, hal yang perlu diingat ialah bahwa
pengujian harus dilakukan terhadap tiap jenis tanaman, tiap tanah dan tiap
tipe iklim, dengan teknik bercocok tanam yang sama.
Hasil uji tanah yang dilakukan dapat dipakai untuk: (1) menentukan
jumlah hara yang tersedia bagi tanaman, (2) memberi peringatan kepada
22
petani tentang bahaya-bahaya yang mungkin akan terjadi pada
pertanamannya, baik bahaya defisiensi ataupun keracunan, (3) menjadi
dasar penetapan dosis pupuk, dan (4) memberikan perkiraan produksi akibat
pemakaian dosis pupuk tersebut sehingga memungkinkan dilakukannya
evaluasi ekonomi, dan (5) membantu pemerintah dalam menyusun
kebijaksanaan antara lain dalam hal pengadaan dan penyebaran pupuk,
perencanaan wilayah, dan infrastruktur.
Mengamati Symptom Pertumbuhan Tanaman
Mengamati symptom pertumbuhan tanaman metodenya seperti pada
diiagnosis berdasarkan gejala visual seperti di atas. Kekurangan unsur hara
di dalam tanah dapat memperlihatkan gejala-gejala pertumbuhan tertentu
pada tanaman. Misalnya kekurangan unsur hara besi (Fe) akan
menyebabkan chlorosis; kekurangan hara nitrogen (N) menyebabkan
tanaman kerdil, dan sebagainya.
Analisis Contoh Tanaman
Analisis contoh tanaman merupakan bagian dari cara diagnosis
berdasarkan analisis tanaman, dimana dalam hal ini terkait dengan
kenyataan bahwa kekurangan unsur hara di dalam tanah dapat juga
diketahui dari analisis jaringan tanaman. Pendekatan ini didasarkan pada
prinsip bahwa konsentrasi suatu unsur hara di dalam tanaman merupakan
hasil interaksi dari semua faktor yang mempengaruhi penyerapan unsur
tersebut dari dalam tanah. Analisis tanaman umumnya dilakukan terhadap
bagian-bagian tertentu saja ataupun seluruh bagian tanaman. Interpretasi
keadaan kesuburan tanah akan lebih baik apabila kedua cara ini (analisis
23
tanah dan tanaman) digabungkan. Teknik analisis tanaman lebih umum
dipakai untuk tanaman umur panjang dibandingkan tanaman semusim.
Seperti halnya dengan uji tanah, maka pada analisis tanamanpun
pemilihan metode analisis dilakukan melalui uji-uji korelasi dan kalibrasi. Uji
korelasi disini bertujuan untuk mencari hubungan yang paling baik dari kadar
suatu unsur dalam bagian-bagian tanaman tertentu atau seluruhnya dan
pada umur-umur tertentu dengan produksi tanaman. Pada uji kalibrasi dicari
hubungan antara selang ataupun nilai kritis dari unsur tersebut dalam
tanaman dengan produksi tanaman.
Adapun tujuan umum dari analisis tanaman dalam mentukan status
nutisi bagi tanman adalah :
a. Untuk mengdiagnosa atau memperkuat diagnosa gejala kekurangan
unsur hara tertentu yang tampak pada pertumbuhan tanaman di
lapangan. Analisis tanaman telah menjadi alat yang efektif dan
menyakinkan dalam mengidentifikasi kekurangan hara pada tanaman.
b. Untuk mengidentifikasi masalah yang terselubung. Beberapa gejala
kekurangan hara tidak menunjukkan gejala yang spesifik dalam tanaman
atau vigor tanaman tetap baik, tetapi produksi rendah. Analisis tanaman
dapat mengidentifikasi keadaan tersebut (masalah terselubung).
c. Untuk mengetahui kekurangan hara sedini mungkin. Analisis jaringan
tanaman mampu melihat kekurangan hara, walaupun gejala yang
ditunjukkan tidak cukup kuat. Data analisis tanaman dihubungkan
dengan data analisis tanah akan sangat membantu mempercepat
penanganan masalah kekurangan hara di dalam tanah.
d. Untuk mempelajari bagaimana hara dapat diserap tanaman. Jika unsur
hara (pupuk) ditambahkan kedalam tanah untuk memperbaiki
kekurangan hara, seringkali tidak banyak diketahui bagaimana
24
sebenarnya unsur hara masuk/diserap ke dalam tanaman. Dengan
perkataan lain, jika ada respons tidak ada hara yang diserap, padahal
nyatanya hara tidak kurang, disinilah perlunya mengetahui bagaimana
hara dapat diserap setelah ditahan oleh tanah, atau pemberian yang
kurang menguntungkan, atau bagaimana unsur hara diserap tetapi tidak
efektif untuk pertumbuhan tanaman.
e. Untuk mengetahui interaksi atau antagonisme diantara unsur hara.
Tidak jarang ditemui, penambahan hara (pupuk) tertentu menyebabkan
berkurangnya sejumlah hara lainnya di dalam tanah dan menyebabkan
penyerapan unsur hara tersebut oleh tanaman menjadi rendah dan
produksinya juga menurun. Penjelasan bagaimana interaksi tersebut,
sering tidak diketahui. Tersedianya data analisis tanaman mempercepat
kita untuk mengetahui masalah tersebut didalam pemberian hara makro
dan mikro.
f. Sebagai alat bantu pemahaman fungsi hara dalam tanaman. Analisis
seluruh bagian tanaman atau bagian-bagian tertentu secara periodik
dalam satu musim, di bawah kondisi lingkungan tertentu menunjukkan
perbedaan yang besar diantara tanaman, dan sama dalam
varietas/galur. Analisis tanaman digunakan dalam menunjukkan
mobilitas unsur dalam tanaman dan bagian tanaman, dan dapat
mengetahui dimana terdapatnya kebutuhan terbesar beberapa hara
dalam proses metabolisme.
g. Sebagai pembantu dalam mengidentifikasi masalah. Kadang-kadang
analisis tanaman dibutuhkan dalam uji tanah, dalam mengidentifikasi
kasus masalah khusus. Misalnya tanaman jagung pada tanah sangat
masam diduga kekurangan Mg (daunnya kering pucat dan nekrosis).
Hasil analisis tanaman memang Mg-nya rendah (0,07%), tetapi juga
25
kadar Mn sangat tinggi (1000 mg/kg) sedangkan lainnya terlihat normal.
Padahal pH tanahnya hanya berkisar dari 4,7 sampai 5,0; range pH ini
tidak terlalu rendah untuk tanaman jagung.
Percobaan Pot di Rumah Kaca
Percobaan pot di rumah kaca dengan menggunakan tanaman sebagai
indikator (Biological test) dapat pula memberi gambaran mengenai status
unsur hara di dalam tanah. Pendekatan yang dilakukan disini adalah :
contoh-contoh tanah diambil dari daerah yang akan diteliti kemudian dengan
berat tertentu dimasukkan kedalam pot dan ditanamai dengan tanaman
tertentu pula. Selanjutnya setiap pot diberikan perlakuan pupuk menurut
jenis dan jumlah unsur hara yang diteliti (sebagian tanpa pupuk/kontrol).
Dari pertumbuhan atau produksi tanaman yang diperoleh dapat dideteksi
kekurangan dan kebutuhan akan unsur hara dari tanah dan tanaman
tersebut.
Percobaan Lapangan
Percobaan pertumbuhan dan produksi tanaman (biological test) di
lapangan dengan menggunakan berbagai jenis dan jumlah pupuk tertentu
dapat diketahui kekurangan unsur hara yang perlu ditambahkan ke dalam
tanah dalam bentuk pupuk untuk memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman
dalam mencapai tingkat produksi tertentu.
26
II. . RESPON HASIL
2.1 Kurva Respon Hasil
Menjaga dan mengontrol nutrisi tanaman merupakan salah satu aspek
yang sangat fundamental dalam pertanian modern. Pengaruh
menguntungkan penambahan hara mineral ke dalam tanah untuk
memperbaiki pertumbuhan tanaman telah dikenal dalam pertanian sejak
lebih dari 2.000 tahun yang lalu (Marschner, 1986). Kemampuan tanaman
untuk memperoleh hara dari tanah tergantung pada kompleks faktor-faktor,
seperti laju tanah mensuplai ion ke permukaan akar, laju akar
mengeksplorasi tanah yang belum tereksploitasi (“unexploited”) serta
interaksi faktor lingkungan dan faktor mikrobiologis.
Pertumbuhan tanaman (dinyatakan dalam bahan kering) dalam
hubungannya dengan persediaan hara mineral dapat digambarkan dalam
bentuk kurve respon pertumbuhan (Gambar 3). Dalam gambar tersebut
dapat dilihat bahwa hara mineral dalam hubungannya dengan pertumbuhan
dikelompokkan menjadi 3 daerah. Pertama; zone kahat/defisien (deficient
range) yaitu laju pertumbuhan meningkat dengan meningkatnya persediaan
hara, kedua; zone cukup (adequate range) yaitu laju pertumbuhan telah
mencapai maksimum dan pada keadaan itu tidak dipengaruhi oleh
persediaan hara tanah, dan ketiga; zone toksik (toxic range) yaitu laju
pertumbuhan menurun dengan meningkatnya persediaan hara (Marschner,
1986).
Dalam produksi tanaman, suplai hara optimal biasanya dilakukan melalui
pemupukan. Aplikasi pemberian pupuk yang rasional membutuhkan
informasi jumlah hara yang tersedia dalam tanah serta status nutrisi pada
jaringan tanaman. Pendekatan yang dapat dilakukan adalah disamping
dengan melakukan analisis kandungan hara tanah tersedia juga dengan
27
analisis status hara tanaman. Analisis status hara tanaman dapat dilakukan
berdasarkan diagnosis gejala visual dan/atau analisis tanaman sebagai
dasar untuk rekomendasi apakah diperlukan pemupukan atau tidak, pupuk
jenis apa yang diperlukan dan berapa jumlahnya (Grundon, 1987; Baligar
dan Duncan, 1990). Berkaitan dengan hal tersebut, dalam manajemen
produksi pertanian modern kedepan rekomendasi pemberian nutrisi harus
didahului dengan diagnosis hara mineral pada tanaman, misalnya melalui
diagnosis berdasarkan gejala visual (visible analysis). Untuk mencegah
dampak negatif yang timbul, pemberian pupuk tertentu baru dilakukan bila
status hara mineral tersebut pada kisaran defisiensi (“deficiency range”)
(Grundon, 1987).
28
symptoms) dan analisis tanaman (plant
Gambar 3-4 memperlihatkan gambaran ideal laju pertumbuhan
sebagai fungsi dari konsentrasi suatu unsur dalam tumbuhan. Pada rentang
konsentrasi rendah yang dinamakan daerah kahat, pertumbuhan naik sangat
tajam bila unsur diberikan lebih banyak dan konsentrasinya dalam tumbuhan
meningkat. Di atas konsentrasi kritis (konsentrasi jaringan minimum yang
Gambar 3. Hubungan antara ketersediaan hara dengan
pertumbuhan tanaman
Gambar 4. Gambaran umum pertumbuhan sebagai fungsi dari konsentrasi
hara dalam jaringan tumbuhan (Epstein, 1972).
29
menghasilkan pertumbuhan hampir maksimum, sekitar 90%), kenaikan
konsentrasi akibat pemupukan tidak banyak berpengaruh pada pertumbuhan
(daerah berkecukupan). Daerah berkecukupan menunjukkan adanya
pemakai-an unsur secara berlebihan, akibat adanya penimbunan di vacuola.
Daerah tersebut cukup lebar untuk hara makro, tetapi lebih sempit untuk
hara mikro. Kenaikan lebih lanjut dari unsur itu akan menyebabkan
keracunan dan pertumbuhan yang menurun (daerah beracun) (Epstein
1972; Baligar dan Duncan, 1990).
Karena penyediaan hara dari tanah sangat bervariasi, tidaklah
mengherankan bila menemukan perbedaan dalam jumlah hara pada
tanaman dilapang. Sebagai contoh, Fitter dan Hay (1981) menyebutkan
herba cenderung mempunyai nitrogen tinggi karena hasil dari adanya
peningkatan nitrogen secara simbiotik. Secara fisiologis tanaman dapat
menyesuaikan diri terhadap kondisi-kondisi lingkungan melalui sinyal yang
timbul dalam tanaman tersebut. Misalnya, tanaman yang tumbuh pada
tanah miskin P akan memiliki kadar P yang rendah. Kadar P tanaman yang
rendah tersebut merupakan sinyal bagi tanaman/akar untuk meningkatkan
daya penyerapan P.
2.2. Hubungan Antara Ketersediaan Hara dengan Pertumbuhan Tanaman
Ketersediaan hara mineral secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi aktivitas fotosintesis tanaman. Apabila ketersediaan hara
mineral suboptimal maka pertumbuhan daun terhambat, dan ini membatasi
besarnya luas daun tanaman. Luas daun yang rendah akan membatasi
hasil fotosintesis bersih yang dihasilkan. Bila hal tersebut terjadi pada fase
reproduktif, maka hasil per luasan areal yang didapatkan akan menurun.
30
Hara mineral berpengaruh terhadap perkembangan bunga dan biji.
Pada beberapa tanaman seperti kedelai, gugurnya bunga dan polong yang
sedang tumbuh merupakan faktor utama yang membatasi hasil.
Kekurangan K selama periode pengisian biji pada gandum memperpendek
periode pengisian biji dan mengurangi berat biji. Pada tanaman Buah Naga
Merah, kandungan hara N, P, dan K jaringan pucuk yang rendah
menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut lambat. Hasil penelitian Rai
dan Sukewijaya (2007) menunjukkan bahwa pertumbuhan tunas Buah Naga
Merah di dataran rendah lebih baik dibandingkan dengan di dataran tinggi,
ditunjukkan oleh rata-rata pertambahan panjang dan keliling tunas di dataran
rendah jauh lebih besar serta berat segar dan berat kering oven tunas nyata
lebih berat, dimana hal itu antara lain berhubungan dengan kemampuan
tanaman di dataran rendah mampu menyerap hara lebih baik.
Pertumbuhan tunas yang lebih baik pada tanaman buah naga merah di
dataran rendah (di Desa Antap, Kecamatan Selemadeg Barat, Tabanan)
didukung oleh lingkungan tumbuh yang sesuai dengan syarat tumbuh yang
dikehendaki. Suhu udara yang ideal bagi tanaman buah naga merah adalah
antara 26 – 36°C dan kelembaban udara 70 – 90% (Kristanto, 2003). Dari
pengamatan suhu dan kelembaban udara harian pada masing-masing lokasi
penelitian (Gambar 5 dan 6) diketahui bahwa kisaran suhu dan kelembaban
udara harian di dataran rendah lebih sesuai dengan kondisi optimal yang
dibutuhkan tanaman buah naga merah yaitu suhu udara berkisar antara 28 –
31°C dan kelembaban antara 67 – 74%, sedangkan di dataran tinggi kisaran
suhu harian 16 – 26°C dan kelembaban udara harian 86 – 97%. Kisaran
suhu antara 16 – 26 0C tergolong terlalu rendah bagi pertumbuhan buah
naga merah. Intensitas cahaya matahari di dataran rendah (79,35%) lebih
tinggi dibandingkan di dataran rendah (53,57%), sementera intensitas
31
cahaya matahari untuk pertumbuhan tanaman buah naga merah yang baik
70 – 80%.
Tabel 7. Pertambahan panjang tunas, pertambahan keliling tunas, panjang tunas total, keliling tunas total, keliling batang utama, berat segar tunas dan berat kering oven tunas tanaman buah naga merah pada masing-masing lokasi penelitian
Lokasi Penelitian
Pertam-bahan panjang tunas (cm/ minggu)
Pertam-bahan keliling tunas cm/ minggu)
Panjang tunas total (cm)
Keliling tunas total (cm)
Keliling batang utama (cm)
Berat segar tunas (gram)
Berat kering oven tunas (gram)
Dataran rendah
12,19** 1,33**
146,23**
15,92**
18,22**
322,54**
35,33**
Dataran tinggi 0,78 0,77 9,37 9,25 21,46 29,98 5,22
Keterangan : ** = berbeda sangat nyata berdasarkan uji-t (P < 0,05) Nilai t-tabel 5% = 2,064 ; 1% = 2,797
Suhu udara yang rendah di dataran tinggi (di Desa Pancasari,
Kecamatan Sukasada, Buleleng) memberikan pengaruh kurang
menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman buah naga merah. Suhu rendah
bersifat membatasi proses metabolisme tanaman, dimana dalam penelitian
ini tercermin dari terhambatnya serapan hara oleh tanaman. Terhambatnya
serapan hara pada tanaman buah naga merah di dataran tinggi ditunjukkan
dari hasil analisis jaringan tanaman dimana kandungan hara N, P dan K
pada pucuk tanaman di dataran tinggi lebih rendah dibandingkan dengan
tanaman di dataran rendah, padahal ketersediaan hara N, P dan K yang
ditunjukkan dari hasil analisis tanah di kedua lokasi penanaman
menunjukkan tingkat ketersediaan yang sama yaitu berturut-turut untuk N
(sedang), P (sangat tinggi), dan K (sangat tinggi). Disamping itu, intensitas
32
cahaya matahari yang lebih rendah di dataran tinggi membatasi proses
fotosintesis sehingga pertumbuhan tunas lebih lambat, ditunjukkan oleh
berat kering oven tunas yang nyata lebih rendah.
33
Rata-rata suhu udara harian
10
15
20
25
30
35
I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV XV XVI XVII XVIII
Minggu
Su
hu
( C
)
dataran rendah dataran tinggi
Gambar 5. Rata-rata suhu udara harian di lapangan selama penelitian berlangsung (Desember 2005 s/d April 2006)
34
Rata-rata kelembaban udara harian
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV XV XVI XVII XVIII
Minggu
Kel
emb
aban
ud
ara
(%)
dataran rendah dataran tinggi
ambar 6. Rata-rata kelembaban udara harian di lapangan selama penelitian berlangsung (Desember 2005 s/d April 2006)
35
Tabel 8. Hasil analisis jaringan tanaman pada masing-masing lokasi penelitian
Lokasi Penelitian
Tanaman sampel*
N Total (%) P (%) K (%)
Dataran rendah
Sampel 1 0,84 2,09 3,89 Sampel 2 1,50 0,78 4,46 Sampel 3 1,16 1,61 4,74 Rata-rata 1,17 1,49 4,36
Dataran tinggi
Sampel 1 0,43 1,42 2,23 Sampel 2 0,40 0,88 2,68 Sampel 3 0,41 1,33 2,64 Rata-rata 0,41 1,21 2,52
Keterangan: *Jumlah sampel/contoh dari masing-masing lokasi penelitian adalah 3 tanaman
Analisis dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (2006)
Tabel 9. Hasil analisis tanah pada masing-maisng lokasi penelitian
Jenis Analisis Dataran Rendah Dataran Tinggi
Nilai Keterangan Nilai Keterangan
1. pH (1:2,5) 6,65 Netral 6,38 Agak Masam 2. Daya Hantar
Listrik (mmhos/cm)
1,20 Rendah 1,40 Rendah
3. C organik (%) 3,15 Tinggi 2,47 Sedang
4. N total (%) 0,24 Sedang 0,24 Sedang
5. P tersedia (ppm) 270,60 Sangat
Tinggi 74,17
Sangat Tinggi
6. K tersedia (ppm) 853,74 Sangat
Tinggi 756,8
0 Sangat Tinggi
7. Kadar Air (%)
- Kering Udara 7,84 5,79 - Kapasitas Lapang
38,57 38,55
8. Tekstur
- Pasir 39,00 63,09
- Debu 39,95 Lempung 32,55 Lempung Berpasir
- Liat 21,05 4,36
Keterangan: Analisis dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana (2005)
36
Dari analisis jaringan tanaman (Tabel 21) diketahui bahwa tanaman di
dataran tinggi memiliki rata-rata kandungan N total jauh lebih kecil (0,41 %)
dibandingkan dengan kandungan N di dataran rendah (1,17%). Kondisi
serupa juga terjadi pada analisis jaringan tanaman terhadap unsur P dan K.
Walaupun kandungan N, P dan K dalam jaringan tanaman di dataran rendah
lebih tinggi, ternyata konsentrasi tersebut belum masuk dalam katagori
konsentrasi berlebihan atau toksik bagi tanaman (toxicity level) (Marschner,
1986). Rendahnya konsentrasi N dalam jaringan tanaman di dataran tinggi
diduga disebabkan karena pengaruh curah hujan yang lebih tinggi
dibandingkan di dataran rendah dan tekstur tanah yang lebih kasar dimana
tekstur tanah di lokasi penelitian dataran rendah adalah lempung sedangkan
di dataran tinggi lempung berpasir (Tabel 22). Data curah hujan selama
penelitian berlangsung menunjukkan rata-rata curah hujan bulanan di
dataran rendah 216,2 mm dengan jumlah hari hujan 12,8 hari sedangkan
rata-rata curah hujan bulanan di dataran tinggi 391,6 mm dengan jumlah hari
hujan 20 hari. Sesuai pendapat Hardjowigeno (1995) bahwa kehilangan N
dari tanah disebabkan pencucian oleh air hujan dan konsentrasi N lebih
rendah pada tanah berpasir karena lebih mudah merembeskan air. Peranan
utama nitrogen bagi tanaman ialah membentuk sel-sel baru sehingga
pertumbuhan vegetatif tanaman seperti batang, cabang, dan daun
terangsang. Kandungan nitrogen yang lebih tinggi pada jaringan tanaman
buah naga merah di dataran rendah mampu memacu pertumbuhan tunas
lebih cepat. Menurut Marschner (1986) kandungan N yang cukup berfungsi
memacu dan memperbaiki ukuran panjang, lebar, dan luas batang tanaman.
Walaupun ketersediaan hara sangat memengaruhi pertumbuhan
tanaman, tetapi kandungan hara di pucuk ternyata tidak mempengaruhi
37
tingkat gurgurnya bunga dan buah pada tanaman manggis. Hasil penelitian
Rai (2007) menunjukkan bahwa pada tanaman manggis kandungan hara N,
P dan K daun pada pucuk yang bunganya gugur berbeda tidak nyata
dengan kandungan hara N, P dan K daun pada pucuk yang bunganya tidak
gugur, baik pada tanaman asal biji maupun asal sambungan. Hal tersebut
menunjukkan status hara N, P dan K daun bukan sebagai faktor penyebab
gugurnya bunga pada tanaman manggis.
Kandungan hara N, P dan K daun pada pucuk yang buahnya gugur
juga berbeda tidak nyata dengan kandungan hara N, P dan K daun pada
pucuk yang buahnya tidak gugur, baik pada tanaman asal biji maupun pada
tanaman asal sambungan. Data kandungan hara N, P dan K daun pada
pucuk yang bunga dan buahnya gugur yang diperoleh dari hasil penelitian ini
menggambarkan bahwa gugurnya bunga atau buah pada tanaman manggis
asal biji dan sambungan tidak berhubungan erat dengan status hara N, P
dan K daun. Padahal Storey & Treeby (1999) mengemukakan bahwa
kandungan hara pada bagian-bagian tanaman, terutama di daun, sangat
relevan digunakan untuk mengidentifikasi defisiensi, kelebihan atau
ketidakseimbangan hara.
38
Tabel 10. Kandungan hara N, P dan K daun pada pucuk yang bunga dan buahnya gugur dan tidak gugur pada tanaman manggis asal biji dan sambungan
Jenis hara Keadaan bunga Keadaan buah
Bunga gugur
Bunga tidak gugur
Buah gugur
Buah tidak gugur
N 1,14 1,07 tn 1,10 1,14 tn
P 0,04 0,05 tn 0,05 0,05 tn
K 0,85 0,94 tn 0,96 1,21 tn
Keterangan : Untuk jenis hara yang sama pada masing-masing keadaan bunga dan buah, angka-angka yang diikuti oleh tanda tn berarti berbeda tidak nyata pada uji F taraf 5%.
2.3. Ketersediaan Hara dan Hubungan Sink-Source
Status hara mineral dalam jaringan tanaman sangat mempengaruhi
keseimbangan hubungan antara organ pengguna dan penampung
fososintat (sink) dengan organ penghasil fotosintat (source). Sebagai contoh
pemberian N dengan takaran mencukupi adalah penting untuk pertumbuhan
pucuk dan untuk mendapatkan nilai leaf area indeks (LAI) optimal, yatu
nilaiLAI yang dibutuhkan untuk mendapatkan produktivitas tanaman tinggi.
Namun di lain pihak, pemberian N dalam jumlah banyak akan menghambat
pembentukan dan perkembangan organ reproduktif karena terjadi dominansi
pertumbuhan vegetatif sehingga terjadi ketidakseimbangan hubungan antara
sink-source.
Produksi optimum dapat dicapai bila faktor yang menunjang
pertumbuhan tanaman juga dalam keadaan optimum, termasuk kebutuhan
terhadap unsur hara. Ada tiga unsur hara esensial utama bagai tanaman
yaitu nitrogen, fosfor dan kalium. Tanaman yang kekurangan unsur hara
nitrogen, fosfor dan kalium akan mengalami hambatan pertumbuhan dan
produksi, baik kuantitas, kualitas maupun kontinyuitasnya. Jenis hara-hara
lain selain nitrogen, fosfor dan kalium juga sangat penting bagi pertumbuhan
39
dan perkembangan tanaman, tetapi dalam praktek budidaya upaya
pemupukan lebih mengutamakan pada ketiga jenis hara esensial utama
tersebut.
Tanaman yang dipupuk nitrogen berlebihan menyebabkan
pertumbuhannya akan berkembang lebat, pertumbuhan vegetatifnya
dominan, sehingga hanya berbuah sedikit. Pengamatan bahwa pohon yang
vegetatifnya vigor dan memproduksi bunga sedikit mendorong Kraus dan
Kraybill (1918, dalam Cameron dan Dennis, 1986) meneliti peranan nitrogen
dalam pembentukan bunga pada tomat. Ditemukan bahwa tomat berbunga
berhubungan dengan karbohidrat/nitrogen (nisbah C:N) yang tinggi.
Selanjutnya Ryugo (1988) membuat model hubungan antara karobohidrat
dan nitrogen pada pohon apel. Pohon apel termasuk kelas I jika karbohidrat
kurang, vegetatif lemah, nitrogen cukup, dan tidak membentuk bunga; Kelas
II jika karbohidrat agak kurang, vegetatif agak vigor karena pemupukan
nitrogen, tidak berbunga; Kelas III jika mempunyai karbohidrat cukup,
nitrogen cukup, pohon memproduksi bunga banyak dan membentuk buah;
sedangkan kelas IV jika pohon kekurangan nitrogen, memproduksi bunga
sedikit yang jarang membentuk buah. Kondisi pohon dapat diubah dari satu
kelas ke kelas lainnya antara dengan pemupukan dan pemangkasan yang
sesuai. Berdasarkan model yang dikembangkan oleh Ryugo (1988)
tersebut, pohon buah-buahan dapat diatur pembungaannya dengan
mengatur pemupukan nitrogen secara tepat, yang berarti mengatur
keseimbangan hubungan sink-source.
Tajuk tanaman yang terlalu rimbun menyebabkan tanaman sulit
berbuah atau tidak mampu berbuah sama sekali, karena daun-daun banyak
yang ternaungi. Daun-daun yang ternaungi (shaded) atau tumpang tindih
(overlap) antara yang satu dengan yang lain merupakan daun “parasit”
40
sehingga daun tersebut tidak berfungsi sebagai penghasil fotosintat, malah
mengambil fotosintat dari daun-daun yang mendapatkan cahaya matahari.
Membuang cabang atau ranting yang tidak bermanfaat akan merangsang
terjadinya transisi dari pertumbuhan vegegatif ke reproduktif, sekaligus dapat
mengendalikan pertumbuhan tanaman yang berlebihan dan mendukung
kontinyuitas produksi.
Pada prinsipnya pengaturan keseimbangan pertumbuhan vegetatif dan
reproduktif dalam kaitannya dengan pengaturan keseimbangan sink-source
adalah untuk dapat meningkatkan akumulasi fotosintat pada tajuk tanaman
sehingga nisbah C:N meningkat. Tinggi rendahnya hasil fotosintesis dan
akumulasi fotonsintat ditentukan oleh kapasitas “source” (source strenght)
dan kapasitas “sink” (sink strenght). “Source” pada umumnya adalah daun,
merupakan organ tanaman yang mampu mengekspor sebagian fotosintat
yang dihasilkan, dengan kata lain mampu memprodusir fotosintat lebih dari
yang dia konsumsi. Sedangkan “sink” adalah organ tanaman yang memakai
dan/atau menampung hasil fotosintat, misalnya tunas baru, akar, bunga,
buah dan daun-daun yang ternaungi. Kapasitas “source” meliputi dua aspek
yaitu (1) aspek kuantitatif (source size), berkaitan dengan banyaknya
“source”, ditunjukkan oleh jumlah daun atau luas daun, dan (2) aspek
kualitatif (source activity), berkaitan dengan mutu “source” yaitu kecepatan
berfotosintesis per satuan waktu per satuan luas daun. Kapasitas “sink” juga
terdiri atas dua aspek yaitu (1) aspek kuantitatif (sink size), bekaitan dengan
kemampuan/ruang yang tersedia untuk menampung, dan (2) aspek kualitatif
(sink activity), berkaitan dengan kecepatan “sink” untuk menampung hasil
fotosintesis per satuan waktu. Perlakuan pemupukan dengan dosis yang
tepat sehingga tanaman tidak kelebihan atau kekurangan unsur hara
merupakan upaya untuk menyeimbangkan kapasitas source dan kapasitas
41
sink. Upaya budidaya lain seperti pemangkasan cabang, ranting dan daun-
daun ternaungi misalnya, disatu sisi mengurangi source size sekaligus sink
size tetapi disisi lain meningkatkan source activity sehingga pada akhirnya
meningkatkan akumulasi fotosintat yang terbentuk. Akumulasi fotosintat ini
dapat digunakan sebagai sumber energi untuk merangsang pembungaan
dan selanjutnya untuk mendukung perkembangan organ reproduktif secara
optimal sehingga produktivitas tanaman tinggi.
42
DAFTAR PUSTAKA
Baligar, V. C. and R. R. Duncan. 1990. Crops as Enhancers of Nutrient Use. Academic Press, Inc. Toronto. 574p.
Cameron, J. S. and F. G. Dennis. 1986. The Carbohydrate-Nitrogen Relationship and Flowering/Fruiting: Kraus and Kraybill Revisited. Hort. Sci. 21(5):1099-1102
Chen, Y., J. S. Smagula, W. Litten and S. Dunham. 1998. Effect of Boron and Calcium Foliar Sprays on Pollen Germination and Development, Fruit Set, Seed Development, and Berry Yield and Quality in Lowbush Blueberry (Vaccinium angustifolium Ait.). J. Amer. Soc. Hort. Sci. 123(4):524-531.
Epstein, E. 1972. Mineral Nutrition of Plants: Principles and Persepectives. John Wiley and Sons, Inc. Toronto. 412p.
Grundon, N. J. 1987. Hungry Crops: A Guide to Nutrient Deficiencies in Field Crops. Department of Primary Industries, Queensland Government. Information Series Q187002. 242p.
Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.
Marschner, H. 1986. Mineral Nutrition in Higher Plants. Academic Press Inc, London Ltd. 674p.
Rai, I. N., M. Sukawijaya (2008). Fenofisiologi Pertumbuhan Pucuk Tanaman Buah Naga Merah (Hylocereus undatus). AGRITROP. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian 27(1):22-29.
Rai, I. N 2007. Bunga dan Buah Gugur pada Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L.) Asal Biji dan Sambungan. AGRITROP. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Vol.26, No.2, 2007. ISSN : 0215 8620, Hal. 66-73.
Ryugo K. 1988. Fruit Culture: Its Science And Art. New York: John Wiley & Sons, Inc. 344pp.
Salisbury, F. B. and C. W. Ross. 1992. Plant Physiology. 4th Edition. Terjemahan : Diah R. Lukman dan Sumaryono. Fisiologi Tumbuhan. Jilid
Storey R, Treeby MT. 2000. Seasonal changes in nutrient concentrations of navel orange fruit. Scientia Horticulturae 84:67-82.