Maes Defisiensi

12
MANAJEMEN AGROEKOSISTEM PENGAMATAN DEFISIENSI UNSUR HARA PADA LAHAN SAWAH IRIGASI DI KAWASAN OMA CAMPUS MALANG Oleh: Choirummintin Wulandari - 135040200111017 Kelas A- Agroekoteknologi PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

description

ffffff

Transcript of Maes Defisiensi

MANAJEMEN AGROEKOSISTEM

PENGAMATAN DEFISIENSI UNSUR HARA

PADA LAHAN SAWAH IRIGASI

DI KAWASAN OMA CAMPUS MALANG

Oleh:

Choirummintin Wulandari - 135040200111017

Kelas A- Agroekoteknologi

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

APRIL 2015

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyak metode untuk mengevaluasi kesuburan tanah di dasarkan pada observasi atau pengukuran parameter pertumbuhan tanaman yang sedang tumbuh . Dalam mengamati masalah kahat hara yang timbul disebabkan karena kebutuhan hara tidak terpenuhi baik dari tanah maupun dari pemberian pupuk, maka gejala defisiensi yang spesifik akan muncul. Metode visual ini sangat unik karena tidak memerlukan perlengkapan yang mahal dan banyak serta dapat digunakan sebagai penunjang informasi yang sangat penting untuk perencanaan pemupukan pada musim berikutnya bagi teknik- teknik diagnostik lainnya. Kahat hara yang dapat di deteksi dini dapat diatasi dengan penambahan pupuk.

Gejala defisiensi hara atau kahat hara secara visual umumnya telah cukup membantu dalam mendiagnosis gangguan hara, terutama bila dilakukan oleh ahlinya. Apabila tanaman tidak menerima hara yang cukup maka pertumbuhannya akan lemah dan perkembangannya tampak abnormal. Menurut Baligar dan Duncan (1990) diagnosis defisiensi hara pada tanaman dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan dengan diagnosis gejala visual dan analisis tanaman.

Kimia tanah sawah sangat penting hubungannya dengan teknologi pemupukan yang efisien. Aplikasi pupuk baik jenis, takaran, waktu maupun cara pemupukan harus mempertimbangkan sifat kimia tersebut (Adiningsih, 2004). Tanaman padi membutuhkan suplai hara dengan proporsi yang seimbang dengan hara yang dapat diserap dari dalam tanah (Buresh et al, 2008)

Penggenangan pada sistem usaha tani tanah sawah secara nyata akan mempengaruhi perilaku unsur hara esensial dan pertumbuhan serta hasil padi. Perubahan kimia yang disebabkan oleh penggenangan tersebut sangat mempengaruhi dinamika dan ketersediaan hara padi. Dalam pengamatan defisiensi unsur hara ini dilakukan di kawasan Oma Campus, Sengkaling, Malang pada lahan sawah irigasi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana kondisi lahan sawah irigasi yang diamati di kawasan Oma Campus?

2. Mengapa devisiensi unsur pada lahan sawah irigasi di Oma Campus dapat terjadi ?

3. Bagaimana cara untuk menanggulangi atau meminimalisir devisiensi unsur hara pada tanaman padi di lahan sawah irigasi?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui kondisi secara umum lahan padi dengan sistem pengairan irigasi

2. Mampu memahami karakteristik lahan devisiensi unsur hara dengan melihat kenampakan dari vegetasinya

3. Mampu memberikan solusi atas permasalahan lahan sawah irigasi yang dihadapi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kondisi Lahan Sawah Irigasi di Kawasan Oma Campus

Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk menanam padi sawah, baik secara terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Lahan sawah mempunyai ciri utama yaitu tanahnya selalu tergenang. Dalam Pengolahannya, perlakuan standar yang diberikan adalah pemupukan dan pengairan. Pemberian air pada tanah sawah memang diperlukan tetapi tidak perlu berlebihan. Selain tidak intensif, pemberian air yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan sifat fisik tanah khususnya pada agregasi tanah (Masganti, 2000).

Kondisi tanaman padi pada lahan sawah yang diamati kurang lebih berusia 70-80 hst. Secara keseluruhan nampak bahwa daun-daun padi berwarna kuning kecoklatan dengan pola tertentu yakni warna kuning kecoklatan di bagian tepi daun sedangkan bagian tengah daun berwarna hijau. Hal ini menurut literatur merupakan gejala kahat unsur K.

Kahat kalium dimulai dengan warna kuning atau kecoklatan sepanjang pinggir daun pada daun tua. Warna tersebut akan berkembang kearah tulang daun utama dan pada daun-daun di atasnya.

Gambar 1. Kondisi lahan

Gambar 2. Pengamatan defisiensi Gambar 3. Defisiensi unsur K

2.2 Penyebab Devisiensi Unsur Hara Pada Lahan Sawah Irigasi di Oma Campus

Ketidakseimbangan unsur hara dalam tanah disebabkan karena pola pemupukan yang tidak berimbang sehingga menguras unsur hara lain dalam tanah (Hermiyanto, 2005). Pupuk lain yang diberikan adalah pupuk Phonska yang mengandung unsur N, P, K dan S. Pemberian pupuk KCl dan SP-36 yang melebihi rekomendasi juga dapat berakibat negatif pada tanah. Pemupukan KCl dan SP-36 yang berlebihan dapat menjadi salah satu penyebab ketersediaan unsur P dan K yang terlalu tinggi. Unsur P dan K tersedia yang sangat tinggi tidak akan diserap semuanya oleh tanaman dan tidak kan digunakan seluruhnya oleh tanah dalam menjalankan proses, tetapiakan tertinggal untuk musim tanam berikutnya (Masganti, 2000). Perebutan masuknya hara pada akar tanaman dapat terjadi jika terdapat ketidakseimbangan kuantitas unsur hara.

Pengaruh air irigasi pada tanah yang dialirinya dapat bersifat netral, implementer, memperkaya ataupun memiskinkan. Air irigasi bersifat netral yaitu didapatkan pada tanah-tanah yang menerima pengairan dari air yang berasal dan melalui daerah aliran yang memiliki jenis tanah yang sama dengan tanah yang dialiri. Sifat suplementer dijumpai pada tanah yang telah kehilangan unsur-unsur hara akibat pencucian dan mendapatkan unsur-unsur hara lain dari air irigasi. Air irigasi bersifat memperkaya tanah apabila kandungan unsur hara akibat dari pengairan lebih besar jumlahnya daripada unsure hara yang hilang karena panen, drainase atau pengairan. Pencucian unsur hara dari permukaan kompleks adsorpsi dan larutan tanah oleh air irigasi bersifa memiskinkan tanah ( Suyana et al, 1999).

Kalium merupakan hara makro ketiga yang dapat menjadi kendala bila hasil panen diangkut terus-menerus dan jerami tidak dikembalikan ke tanah. Penyediaan K dari tanah sangat bervariasi tergantung sifat-sifat tanah, antara lain bahan induk tanah, kadar dan jenis liat, kadar bahan organik, drainase dan kapasitas tukar kation (KTK). Kadar K dalam tanah berkisar antara 0,5- 2,5% dan sekitar 90-98% dari K tersebut terdapat dalam bentuk tidak tersedia, 1-10% dalam bentuk lambat tersedia dan 1-2% dalam bentuk mudah tersedia (Havlin et al., 1999). Adapun K yang mudah tersedia adalah K larutan dan K diadsorpsi koloid tanah atau K-dd, sedangkan yang lambat tersedia adalah K dalam struktur mineral. Keempat bentuk K dalam tanah terdapat dalam keseimbangan yang dapat saling mengisi secara cepat bila padi sawah menyerap K dari larutan tanah. Pada sawah yang digenangi selama pertumbuhan, ketersediaan K relatif tinggi karena dinamika perubahan dan pergerakan K terjadi secara cepat. Air irigasi yang mengandung K dan pengembalian jerami yang mengandung K cukup tinggi dapat memperkecil kemungkinan lahan sawah kahat K. Kahat K tanaman padi hanya dijumpa pada tanah tertentu yaitu pada tanah yang miskin K, berdrainase buruk dan berkadar karbonat tinggi (Supartini et al., 1991).

2.3 Solusi Defisiensi Unsur Hara Pada Lahan Sawah Irigasi di Kawasan Oma Campus

Hara K dalam tanaman padi lebih banyak terdapat dalam jerami padi, oleh karena itu pengembalian jerami padi hasil panen dapat mengurangi takaran pupuk KCl yang diberikan. Dengan pengembalian jerami ke dalam tanah, pupuk KCl disarankan hanya diberikan pada lahan sawah berstatus K rendah. Sedang pada lahan sawah berstatus K sedang dan tinggi tidak dianjurkan. Pemberian pupuk kandang yang dilakukan pada awal tanam adalah pupuk kandang buatan para petani sendiri. Pupuk kandang selain dapat menambah pasokan hara juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman dan memudahkan dalam proses pengolahan tanah (Purnanto, 2007).

Pola penanaman pada lahan yang tidak pernah diselang atau diberokan juga dapat memicu ketersediaan unsur hara tanah. Sisa unsur hara karena penambahan pupuk pada penanaman sebelumnya masih ada karena lahan tidak pernah diberokan. Untuk lahan yang diberokan dilakukan petani karena tidak ada biaya untuk masa tanam berikutnya. Sistem tanam yang monokultur akan menyebabkan pengurasan hara dalam tanah yang lama-kelamaan akan mengurangi tingkat kesuburan tanah.

Selain itu, ada beberapa solusi agar tidak terjadi atau mengurangi dampak defisiensi unsur hara antara lain :

a. Petani hendaknya mengurangi dosis dalam aplikasi pupuk dan menyesuaikan dengan rekomendasi pupuk tepat dosis spesifik lokasi dari pemerintah. Pemupukan yang berlebihan selain tidak hemat secara ekonomi dapat menyebabkan degradasi kualitas tanah akibat ketidakseimbangan unsur hara dalam tanah. Pemupukan berlebihan dapat menekan salah satu unsur yang berada dalam jumlah minim.

b. Jika tidak diberokan hendaknya petani melakukan rotasi tanaman seperti padi-padi-palawija agar tidak terjadi pengurasan hara yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas tanah.

c. Sumber air untuk irigasi hendaknya dipertimbangkan agar air irigasi yang diberikan tidak tercemar yang nantinya akan mengakibatkan penurunan kualitas tanah dan penurunan produksi.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pada lahan sawah di Oma Campus yang diamati, nampak terdapat defisiensi unsur K. Defisiensi unsur K ditandai dengan adanya warna kuning kecoklatan pada bagian tepi daun sementara pada bagian tengah daun berwarna hijau. Penyebab dari defisiensi unsur K ini disebabkan karena pemupukan yang tidak seimbang, pencucian dan terangkut hasil panen sementara tidak ada pengembalian hara pada lahan. Beberapa solusi agar tidak terjadi atau mengurangi dampak defisiensi unsur hara antara lain :

a. Petani hendaknya mengurangi dosis dalam aplikasi pupuk dan menyesuaikan dengan rekomendasi pupuk tepat dosis spesifik lokasi dari pemerintah. Pemupukan yang berlebihan selain tidak hemat secara ekonomi dapat menyebabkan degradasi kualitas tanah akibat ketidakseimbangan unsur hara dalam tanah. Pemupukan berlebihan dapat menekan salah satu unsur yang berada dalam jumlah minim.

b. Jika tidak diberokan hendaknya petani melakukan rotasi tanaman seperti padi-padi-palawija agar tidak terjadi pengurasan hara yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas tanah.

c. Sumber air untuk irigasi hendaknya dipertimbangkan agar air irigasi yang diberikan tidak tercemar yang nantinya akan mengakibatkan penurunan kualitas tanah dan penurunan produksi.

3.2 Saran

Rekomendasi yang telah disebutkan di atas bisa menjadi langkah alternatif untuk menghindari adanya defisiensi unsur hara K pada tanaman. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini, masih banyak kekurangan, sehingga kritik dan saran sangat membantu untuk proses belajar yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Baldwin, K.R. 2007. Soil Quality Consideration for Organic Farmers. Center For Environmental Farming Systems. US Journal. http://www.Css.corne.edu/faculty/hobbs/. United States.

Baligar, V.C. and R.R. Duncan. 1990. Crops as Enhan- cers of Nutrient Use. Academic Press, Inc. Toronto. 574 p.

Hermiyanto, B. 2005. Soil Quality Indices Under Different Land Use in a Typical Small Agricultural Watershed, Central Java, Indonesia. Agrijurnal. 10 (1): 20-31.

Masganti. 2000. Perubahan Kadar N,P, dan K Sawah Tadah Hujan Pada Budidaya Kedelai Akibat teknik Olah Tanah dan Pemberian Jerami. Jurnal Tanah dan Air Vol. 1 No.2 Desember 2000. FP UNISKA Muhammad Arsyad Al Banjary. Banjarmasin.

Purnanto, A.T. 2007. Studi Komparasi Kualitas Tanah Pada Beberapa Penggunaan Lahan Di Kawasan Selatan Lereng Gunung Api Lawu. Skripsi S-1. Fakultas Pertanian Universitas Negeri Sebelas Maret.Surakarta.

Suyana, J., Endang S.M., dan Sutarno. 1999. Evaluasi Sumbangan Hara dan Kualitas Air dari Irigasi Bengawan Solo. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Negeri Sebelas Maret. Surakarta.