deep vein thrombosis

download deep vein thrombosis

of 13

description

makalah kedokteran

Transcript of deep vein thrombosis

Gangguan Muskuloskeletal Fraktur Tulang pada Regio Antebrachii

Trombosis Vena Dalam

Skenario 1Seorang laki-laki berusia 65 tahun sedang dirawat di ruang inap dikonsulkan dengan keluhan betis kirinya sakit disertai bengkak dan kemerahan sejak 4 hari yang lalu. Pasien tersebut sudah 2 hari dirawat setelah menjalani operasi pergantian sendi panggul kiri 2 hari yang lalu.PENDAHULUAN

Oleh karena dindingnya yang tipis dengan beberapa otot, vena rentan mengalami pelebaran, terutama di kaki, karena bagian ini tekanan hidrostatik kolum darah akan meningkatkan tekanan transmural. Kaki memiliki vena dalam dan superfisial yang dihubungkan oleh vena perforate.

Katup vena menjamin aliran ortograd yang melawan kekuatan gravitasi. Kontraksi yang bergantian dengan relaksasi pada otot kaki dan pergertakan sendi merupakan kekuatan penting, yang mengarahkan aliran balik vena melalui vena dalam (pompa otot sendi). Jika otot kaki berlelaksasi, katup pada vena perforate akan menjamin aliran darah dalam permukaan menuju vena dalam dan juga mencegah darah mengalir pada arah yang berlawanan pada saat oto berkontraksi.

Kontraksi otot tungkai menekan pembuluh darah dan menghasilkan efek pompa untuk membantu darah mengalir kembali ke jantung . jika otot pompa terhenti (karena tidak adanya kontraksi), aliran darah pada pembuluh dapat menurun dan dapat menyebabkan statis vena sehingga membentuk gumpalan-gumpalan kecil. Gumpalan inilah yang dapat menimbulkan masalah pada pembuluh darah balik maupun arteri pada bagian perifer sehingga dapat menyebabkan edema, kemerahan, dan nyeri.

Pada makalah ini akan dibahas mengenai Trombosis Vena Dalam, Periferal Arterial Disease,.

Gambar 01 & 02: Vena PerforataPEMBAHASAN

I. Trombosis Vena DalamAdalah suatu keadaan yang ditandai dengan ditemukannya bekuan darah di dalam vena dalam. Thrombus atau bekuan darah terjadi karena perlambatan dari aliran darah, kelainan dinding pembuluh darah, atau gangguan pembekuan darah yang sering dinamakan trias Virchow. Thrombus terbentuk pada daerah yang aliran darahnya (arteri) cepat pada umumnya berwarna abu-abu dan terdiri dari platelet. Thrombus terjadi sangat lambat pada system vena biasanya berwarna merah dan terdiri dari fibrin dan sel darah merah.EpidemiologiTrombosis vena dalam terjadi kira-kira 1 per 1000 orang per tahun. Kira-kira 1-5% menyebabkan kematian akibat komplikasi. Trombosis vena dalam sangat sedikit dijumpai pada anak-anak. Ratio laki-laki dan perempuan yaitu 1:1,2. Trombosis vena dalam biasanya terjadi pada umur lebih dari 40 tahun.

Etiologi

1. Kerusakan sel endotel

Lupus eritematous

Penyakit Burgers

Giant cell arteritis

Penyakit Takayasu

2. Hiperkoagulasi

Resistensi aktif protein C

Sindrom antifosfolipid

Defisiensi Antitrombin III

Defisiensi Protein C dan S

Disfibrogenemia

3. Stasis

Gagal jantung kongestif

Hiperviskositas

Tirah baring yang terlalu lama

Gangguan neurologik dengan hilangnya mekanisme pompa otot.Selain itu ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya trombosis vena dalam seperti pada umur lanjut, obesitas, infeksi, immobilisasi, penggunaan kontrasepsi, tembakau, dan perjalanan dengan pesawat terbang serta riwayat trauma.Faktor Resiko

1. Duduk/berbaring terlalu lama tanpa menggerakan kaki

2. Sejarah keluarga dengan thrombus

3. Fraktur pada pelvis maupun kaki

4. Melahirkan dalam waktu 6 bulan terakhir

5. Kehamilan

6. Obesitas

7. Melakukan operasi (panggul, lutut) pada beberapa hari sebelumnya

8. Viskositas darah kentalPatosiologiStatis atau lambatnya aliran darah merupakan predisposisi untuk terjadinya thrombosis dan tampaknya menjadi factor pendukung pada keadaan imobilisasi atau saat anggota gerak tidak dapat dipakai untuk jangka waktu lama. Imobilisasi (seperti yang timbul selama masa perioperasi atau pada paralisis) menghilangkan pengaruh pompa vena perifer, meningkatkan stagnasi dan pengumpulan darah di ekstremitas bawah. statis darah dibelakang daun katup dapat menyebabkan penumpukan trombosit dan fibrin, yang mencetuskan perkembangan thrombosis vena.

Walaupun cedera endotel diketahui dapat mengawali pembentukan thrombus, lesi yang nyata tidak selalu dapat ditunjukkan. Tetapi, perubahan endotel yang tidak jelas, yang disebabkan oleh perubahan kimiawi, iskemia, atau peradangan dapat terjadi. Penyebab kerusakan endotel yang jelas adalah trauma langsung pada pembuluh darah (seperti fraktur dan cedera jaringan lunak) dan infuse intravena atau zat-zat yang mengiritasi (seperti kalium klorida, kemoterapi, atau antibiotic dosis tinggi.

Hiperkoagulabiitas darah bergantung pada interaksi kompleks antara berbagai macam variable, termasuk endotel pembuluh darah, factor-faktor pembekuan dan trombosit, komposisi, dan sifat-sifat aliran darah. Selain itu, system fibrinolitik intrinsic menyeimbangkan system pembekuan melalui lisis dan disolusi bekuan untuk mempertahankan patensi vascular. Keadaan hiperkoagulasi timbul akibat perubahan salah satu variable ini. Kelainan hematologis, keganasan, trauma, terapi estrogen, atau pembedahan dapat menyebabkan kelainan koagulasi.

Trombosis vena akan meningkatkan resistensi aliran vena dari ekstremitas bawah. Dengan meningkatnya resistensi, pengosongan vena akan terganggu, menyebabkan peningkatan volume dan tekanan darah vena. Thrombosis dapat melibatkan kantong katup dan merusak fungsi katup. Katup yang tidak berfungsi atau inkomptemen mempermudah terjadinya statis dan penimbunan darah di ekstremitas.

Thrombus akan menjadi semakin terorganisir dan melekat pada dinding pembuluh darah apabila thrombus semakin matang. Sebagian akibatnya, risiko embolisasi menjadi lebih besar pada fase-fase awal thrombosis, namun demikian juga bekuan tetap dan dapat terlepas menjadi emboli yang menuju sirkulasi paru. Perluasan progesif juga meningkatkan derajat obstruksi vena dan melibatkan daerah-daerah tambahan dari system vena. Pada akhirnya, patensi lumen mungkin dapat distabilkan dalam derajat tertentu (rekanalisasi) dengan retraksi bekuan dan lisis melalui system fibrinolitik endogen. Sebagian besar pasien memiliki lumen yang terbuka tapi dengan daun katup terbuka dan jaringan parut, yang menyebabkan aliran vena dua arah.

Kerusakan lapisan intima pembuluh darah menciptakan tempat pembentukan pembekuan darah. Trauma langsung pada pembuluh darah, seperti pada fraktur atau dislokasi, penyakit vena dan iritasi bahan kimia terhadap vena, semua dapat merusak vena.Kenaikan Koagubilitas terjadi paling sering pada pasien dengan penghentian obat anti koagulan secara mendadak. Kontrasepsi oral dan sejumlah besar diskrasia dapat menyebabkan hiperkoagulabilitas.

Trombofelitis adalah peradangan dinding vena dan biasanya disertai pembekuan darah. Ketika pertama kali terjadi bekuan pada vena akibat statis atau hiperkoagulabilitas tanpa disertai peradangan, maka proses ini dinamakan Flebotrombosit. Trombosis vena dapat terjadi pada semua vena namun sering terjadi pada vena ekstremitas. Gangguan ini dapat menyerang dengan baik vena supervisial mapun vena dalam tungkai. Pada vena supervisial, vena safena adalah yang paling sering terkena. Pada vena dalam tungkai yang sering terkena adalah vena iliofemoralis.

Trombos vena tersusun atas agregat trombosit yang menempel pada dinding vena, di sepanjang bangunan tambahan ekor yang mengandug fibrin, sel darah putih dan sel darah merah. Bekuan darah dapat membesar atau memanjang sesuai arah aliran darah akibat terbentuknya lapisan bekuan darah. Trombosis vena yang terus tumbuh ini sangat berbahaya karena sebagian bekuan dapat terlepas dan mengakibatkan oklusi emboli pada pembuluh darah paru. Fragmentasi dapat terjadi spontan karena bekuan secara alamiah bisa larut atau dapat terjadi sehubungan dengan peningkatan tekanan vena seperti saat berdiri tiba-tiba atau melakukan aktivitas otot setelah lama istirahat.Manifestasi Klinik

Pada trombosis vena dalam yang kecil biasanya tidak memberikan gejala (asimptomatik), lebih dari 50% penderita trombosis vena dalam tidak memberikan keluhan dan tanda karena trombus tidak menyumbat lumen sehingga tidak menyebabkan bendungan. Jika terjadi obstruksi akan tampak gejala dan tanda sebagai berikut :

1. Nyeri pada salah satu kaki

2. Nyeri tekan di otot betis

3. Udem kaki

4. Kaki agak panas

5. Nyeri dorsofleksi kaki pada uji Homan

6. Perubahan warna kulit pada kaki.Kadang kaki membengkak dan nyeri karena seluruh trombus melekat pada dinding vena sehingga seluruh vena tungkai sampai pelvis tersumbat, keadaan ini disebut flegmasia alba dolens. Pada keadaan ini kaki nyeri sekali, sangat membengkak dan kulitnya putih karena iskemia disertai dengan bercak bendungan. Pada stadium lanjut terdapat flegmasia serulea dolens yang ditandai dengan kaki yang nyeri sekali, berwarna biru tua dan hematoma karena mulai terjadi nekrosis atau gangrene. Justru pada penderita yang tanpa gejala dan tanda, trombosis vena dalam dapat menyebabkan emboli paru karena sebagian besar trombus di tungkai dan pelvis tidak melekat ke dinding vena.Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Berdasarkan anamnesis didapatkan adanya keluhan nyeri pada kaki, edema, dan factor resiko berupa umur lanjut, obesitas, infeksi, immobilisasi, penggunaan kontrasepsi, tembakau, dan perjalanan dengan pesawat terbang serta adanya riwayat trauma.Berdasarkan pemeriksaan fisik dapat ditemukan edema (biasanya unilateral), nyeri dan nyeri tekan pada kaki, distensi vena, demam, tanda homan (+).

Pemeriksaan Penunjaang

Venografi Kontras. Merupakan pemeriksaan baku emas standar yang menjadi titik sandar penilaian teknik pletismografi impendasi. Pemindaian tungkai radio-fibrinogen, dan Dupleks (penilaian aliran Doopler dikombinasikan dengan pemindaian ultrasonografi) yang lebih baru. Akurasinya dalam mendeteksi DVT tergantung pada pemgalaman operator. prosedur ini invasif tetapi resikonya kecil terhadap suatu reaksi alergi atau thrombosis vena. Ultrasonografi. Mempunyai 3 teknik: Kompresi ultrasound: dengan memberikan tekanan pada lumen pembuluh darah jika tidak ada sisa lumen saat dilakukan tekanan ini mengindikasikan bahwa tidak adanya trombosis pada vena. Dupleks ultrasonografi : karakteristik aliran darah dinilai dengan menggunakan pulsasi signal Doppler. Aliran darah yang normal terjadi secara spontan dan fasik dengan pernapasan. Ketika pola fasik tidak ada, ini mengindikasikan adanya obstruksi dari aliran vena. Colour flow duplex : menggunakan teknik dupleks ultrasonografi tetapi dengan tambahan warna pada Doppler sehingga dengan mudah mengidentifikasi pembuluh darah. Tes D-dimer. Plasma D-dimer adalah spesifik turunan dari fibrin, yang dihasilkan ketika fibrin terdegradasi oleh plasmin, jadi konsentrasinya meningkat pada pasien dengan tromboembolisme vena. Walaupun sensitive untuk tromboembolisme vena, konsentrasi yang tinggi D-dimer tidak cukup spesifik untuk membuat suatu diagnosis karena d-dimer juga dapat meninggi pada kelainan seperti keganasan, kehamilan dan setelah operasi.Penatalaksanaan

Terapi ditujukan pada upaya menghentikan proses koagulasi darah, mencegah terjadinya emboli paru, dan pembentukan trombus baru, diberikan heparin intravena atau trombolitik selama beberapa hari, dan sediaan penghambat agregasi trombosit atau warfarin selama beberapa bulan. Jika terjadi emboli pelana, embolektomi a.pulmonalis merupakan operasi darurat yang harus segera dikerjakan. Operasi ini jarang memperlihatkan hasil langsung baik, karena diperlukan mesin pintas kardiopulmonal. Kadang perlu ditempatkan paying atau jala di vena kava inferior yang dipasang secara perkutan menembus lumen vena untuk menvegaha kambuhnya emboli paru. Pencegahan terjadinya tromboemboli vena terdiri dari pemberian antikoagulan kepada penderita risiko tinggi misalnya heparin subkutis dosis rendah.

Antikoagulan

Penanganan trombosis vena dalam tergantung atas lokasi trombus. Trombus pada vena tungkai dapat ditangani tanpa antikoagulan, khususnya jika trombus berkembang sebagai akibat kejadian yang tidak teridentifikasi seperti trauma atau pembedahan. Trombus vena dalam pada daerah proksimal tungkai harus ditangani dengan antikoagulan untuk mencegah penyebaran trombus dan emboli paru. Terapi dimulai dengan menggunakan heparin secara intravena, dengan tujuan mencapai APTT lebih dari dua kali waktu control.

Obat-obatan trombolitikDapat menghasilkan resolusi DVT yang lebih cepat daripada heparin namun tidak menurunkan rekurensi atau menurunkan gejala pascatrombosis dibandingkan dengan antikoagulan standard. Sindrom pasca trombolisis, disebabkan oleh hipertensi vena karena inkompetensi katup vena dan obstruksi vena residu, merupakan komplikasi kronis DVT dan terdiri dari gejala nyeri, pembengkakan dan kadang ulserasi tungkai bawah. Sindrom ini terjadi lebih dari 50% pasien dengan DVT proksimal dan pada sekitar 33% pasien dengan thrombosis vena betis.

Pembedahan

Komplikasi

1. Perdarahan.

Perdarahan diakibatkan oleh penggunaan terapi antikoagulan.

2. Emboli paruTerjadi akibat terlepasnya trombus dari dinding pembuluh darah kemudian trombus ini terbawa aliran darah hingga akhirnya berhenti di pembuluh darah paru dan mengakibatkan bendungan aliran darah. Ini dapat terjadi beberapa jam maupun hari setelah terbentuknya suatu bekuan darah pada pembuluh darah di daerah tungkai. Gejalanya berupa nyeri dada dan pernapasan yang singkat.

3. Sindrom post trombotik

Terjadi akibat kerusakan katup pada vena sehingga seharusnya darah mengalir keatas yang dibawa oleh vena menjadi terkumpul pada tungkai bawah. Ini mengakibatkan nyeri, pembengkakan dan ulkus pada kaki.PrognosisSemua pasien dengan trombosis vena dalam pada masa yang lama mempunyai resiko terjadinya insufisiensi vena kronik.Kira-kira 20% pasien dengan DVT yang tidak ditangani dapat berkembang menjadi emboli paru, dan 10-20% dapat menyebabkan kematian. Dengan antikoagulan terapi angka kematian dapat menurun hingga 5 sampai 10 kali

DIAGNOSIS BANDINGII. Occlusive Arterial DiseasePenyakit arteri oklusif merupakan penyumbatan atau penyempitan lumen aorta dan cabang-cabang utamanya yang menimbulkan gangguan aliran darah. Gangguan ini biasanya terjadi pada tungkai dan kaki. Penyakit arteri oklusif dapat mengenai arteri karotis, mesenterika dan arteri seliaka. Oklusi arteri akut dapat disebabkan oleh trombosit atau emboli.Penyakit arteri oklusif merupkan komplikasi aterosklerosis yang sering dijumpai. Mekanisme oklusinya bisa bersifat edogenus. Yang di sebabkan oleh pembentukan emboli atau trombus, atau eksogenus, yang disebabkan oleh trauma atau fraktur. Faktor prediposisi bagi penyakit arteri oklusif meliputi kebiasaan merokok, pertambahan usia; keadaan hipertensi; hiperlipidemia, serta diabetes melitus dan riwayat gangguan vaskuler, infark miokard atau stroke dalam keluarga.Manifestasi klinik antara lain, nyeri ini datang mendadak dan dapat dirasakan ebagai ngilu, kram, kelelahan atau kelemahan. Nyeri istirahat bersifat menetap, ngilu dan tidak nyaman dan biasanya terjadi pada bagian distal ekstremitas. Menaikkan ekstremitas atau meletakkannya secara horizontal akan meningkatkan nyeri. Sedang bila digantungkan akan menguragi nyeri. Sebagian pasien tidur dengan tungkai yang sakit tergantung di sisi tempat tidur sebagai usaha mengurangi nyeri.III. Superfisial Trombopheblitis

Tromboflebitis superfisial merupakan suatu gangguan dimana terjadi peradangan dan pembekuan bekuan darah di dalam vena yang berada tepat di bawah kulit. Paling sering mengenai tungkai, tetapi bias juga mengenai vena-vena superfisial di daerah lipat paha atau lengan. Trombofeblitis yang terjadi di lengan biasanya terjadi karena pemasangan kateter intravena (infus).

Resiko terjadinya trombofeblitis superfisial adalah iritasi bahan kimia, infeksi, kehamilan, duduk atau berada pada posisi tertentu untuk waktu lama, menggunakan pil KB, adanya varises. Gejala yang timbul adalah sebagai berikut, rasa nyeri, edema pada peradangan dengan cepat, kulit kemerahan, terasa hangat.Untuk mendiagnosa trombofeblitis superfisial dapat dilakukan pemeriksaan ultrasonografi Doppler, venografi, dan kultur darah jika terdapat tanda-tanda infeksi. Trombofeblitis superfisial seringkali membaik dengan sendirinya.

IV. Limfedema

Adalah pembengkakan yang disebabkan oleh gangguan pengaliran getah bening kembali ke dalam darah.Etiologi / Penyebab Limfedema.Limfedema kongenital merupakan suatu kelainan bawaan yang terjadi akibat terlalu sedikitnya pembuluh getah bening, sehingga tidak dapat mengendalikan seluruh getah bening. Kelainan ini hampir selalu mengenai tungkai dan jarang terjadi di lengan. Lebih sering menyerang wanita. Terdapat 2 tipe yaitu, limfedema kongenital dan limfedema yang didapat. Limfedema yang didapat lebih sering terjadi daripada limfedema kongenital.

Limfefema biasanya merupakan akibat dari pembedahan mayor, terutama setelah pengobatan kanker dimana kelenjar getah bening diangkat atau disinari dengan sinar X, pembentukan jaringan parut karena infeksi berulang pada pembuluh getah bening.Pada manifestasi klinik, limfedema kongenital mengalami pembengkakan yang dimulai secara bertahap pada salah satu tungkai. Pada stadium awal, pembengkakan akan menghilang jika tungkai diangkat. Lama-lama pembengkakan tampak lebih jelas dan tidak menghilang secara sempurna meskipun setelah beristirahat semalaman. Pada limfedema yang didapat, kulit tampak sehat tetapi mengalami pembengkakan. Penekanan pada daerah yang membengkak tidak meninggalkan lekukan.V. Periferal Arterial DiseaseMerupakan suatu kondisi adanya lesi yang menyebabkan aliran darah dalam arteri yang mensuplai darah ke ekstermitas menjadi terbatas. Arteri yang paling sering terlibat adalah arteri femoralis dan arteri popliteal pada ekstermitas bawah dan brakiosefalika atau subklavia pada ekstermitas atas. Stenosis arteri atau sumbatan karena arteri sclerosis, tromboembolisme dan vaskulitis dapat menjadi penyebab PAD. Arterisklerosis menjadi penyebab paling banyak.Pada PAD, arteri yang terganggu tidak dapat berespon terhadap stimulus untuk vasodilatasi. Selain itu, endotel yang mengalami disfungsi pada arterisklerosis tidak dapat melepaskan substansi vasodilator seperti adenosine serta nitrit oksida dalam jumlah yang normal. Hal ini dapat menyebabkan tidak tercukupinya suplai darah dan oksigen ke jaringan. Sehingga menimbulkan nekrosis pada jaringan dan ganggren.

Gejala penyakit arteri perifer meliputi:

Nyeri kram pada otot pinggul, paha atau betis setelah aktivitas, seperti berjalan atau naik tangga (klaudikasio intermiten).

Kaki mati rasa atau terasa lemah.

Dingin di kaki bawah atau kaki, terutama bila dibandingkan dengan kaki yang lain

Luka pada jari-jari kaki kaki atau kaki yang tidak kunjung sembuh

Perubahan warna kaki Anda

Bulu rontok atau lebih lambat pertumbuhannya rambut pada kaki dan tungkai bawah.

Pertumbuhan kuku lambat

Kulit pada daerah kaki berwarna pucat.

Tidak ada denyut atau denyut yang lemah di kaki atau tungkai.

Disfungsi ereksi pada priaKESIMPULAN

Berbeda dengan arteri, vena mempunyai dinding yang tipis dan mempunyai katup. Pada tungkai, agar darah kembali ke jantung diperlukan bantuan dari kontraksi otot. Tungkai yang dibiarkan lama tidak bergerak, akan mengalami statis vena dan pergerakan darah pun menjadi lebih lambat. Akibatnya, terbentuk thrombus. Thrombus inilah yang menyumbat aliran darah vena sampai pada akhirnya daerah yang tersumbat mengalami edema, kulit kemerahan, nyeri. Thrombus sewaktu-waktu dapat terlepas sehingga terbawa aliran darah sampai akhirnya menyumbat paru. Hal ini yang dinamakan emboli pulmonal. Tatalaksana thrombosis vena dalam adalah obat-obatan anti koagulan, trombolitik dan pencegahan. Thrombosis vena dalam dapat dicegah dengan menggerakan kaki, berjalan, tidak dehidrasi, dan diet sehat (tidak obesitas).DAFTAR PUSTAKA

1. Turner R, Blackwood R. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Binarupa Aksara; 2006. Hal 63-71.

PAGE 1