Deep Vein Thrombosis
-
Upload
rakasiwi-galih -
Category
Documents
-
view
35 -
download
2
Transcript of Deep Vein Thrombosis
Deep Vein Thrombosis
(DVT)
Introduksi Deep Vein Thrombosis (DVT)
Arteri-arteri mempunyai otot-otot yang tipis didalam dinding-dinding mereka supaya
mampu untuk menahan tekanan darah yang dipompa jantung keseluruh tubuh. Vena-vena tidak
mempunyai lapisan otot yang signifikan, dan disana tidak ada darah yang dipompa balik ke
jantung kecuali fisiologi. Darah kembali ke jantung karena otot-otot tubuh yang besar
menekan/memeras vena-vena ketika mereka berkontraksi dalam aktivitas normal dari gerakan
tubuh. Aktivitas-aktivitas normal dari gerakan tubuh mengembalikan darah ke jantung.
Ada dua tipe dari vena-vena di kaki; vena-vena superficial (dekat permukaan) dan vena-
vena deep (yang dalam). Vena-vena superficial terletak tepat dibawah kulit dan dapat terlihat
dengan mudah pada permukaan. Vena-vena deep, seperti yang disiratkan namanya, berlokasi
dalam didalam otot-otot dari kaki. Darah mengalir dari vena-vena superficial kedalam sistim
vena dalam melalui vena-vena perforatoryang kecil. Vena-vena superficial dan perforator
mempunyai klep-klep (katup-katup) satu arah didalam mereka yang mengizinkan darah mengalir
hanya dari arah jantung ketika vena-vena ditekan.
Bekuan darah (thrombus) dalam sistim vena dalam dari kaki adalah sebenarnya tidak
berbahaya. Situasi menjadi mengancam nyawa ketika sepotong dari bekuan darah terlepas
(embolus, pleural=emboli), berjalan ke arah muara melalui jantung kedalam sistim peredaran
paru, dan menyangkut dalam paru. Diagnosis dan perawatan dari deep venous thrombosis (DVT)
dimaksudkan untuk mencegahpulmonary embolism.
Bekuan-bekuan dalam vena-vena superficial tidak memaparkan bahaya yang
menyebabkan pulmonary emboli karena klep-klep vena perforator bekerja sebagai saringan
untuk mencegah bekuan-bekuan memasuki sistim vena dalam. Mereka biasanya tidak berisiko
menyebabkan pulmonary embolism.
Penyebab-Penyebab Deep Vein Thrombosis
Darah dimaksudkan untuk mengalir; jika ia menjadi mandek ada potensi untuknya untuk
membeku/menggumpal. Darah dalam vena-vena secara terus menerus membentuk bekuan-
bekuan yang mikroskopik yang secara rutin diuraikan oleh tubuh. Jika keseimbangan dari
pembentukan bekuan dan pemecahan dirubah, pembekuan/penggumpalan yang signifikan dapat
terjadi. Thrombus dapat terbentuk jika satu, atau kombinasi dari situasi-situasi berikut hadir:
Imobilitas (Keadaan Tak Bergerak)
Perjalanan dan duduk yang berkepanjangan, seperti penerbangan-penerbangan
pesawat yang panjang ("economy class syndrome"), mobil, atau perjalanan
kereta api
Opname rumah sakit
Operasi
Trauma pada kaki bagian bawah dengan atau tanpa operasi atau gips
Kehamilan, termasuk 6-8 minggu setelah partum
Kegemukan
Hypercoagulability (Pembekuan darah lebih cepat daripada biasanya)
Obat-obat (contohnya, pil-pil pengontrol kelahiran, estrogen)
Merokok
Kecenderungan genetik
Polycythemia (jumlah yang meningkat dari sel-sel darah merah)
Kanker
Trauma pada vena
Patah tulang kaki
Kaki yang memar
Komplikasi dari prosedur yang invasif dari vena
Gejala-Gejala Deep Vein Thrombosis
Superficial thrombophlebitis
Bekuan-bekuan darah pada sistim vena superficial paling sering terjadi disebabkan oleh
trauma (luka) pada vena yang menyebabkan terbentuknya bekuan darah kecil. Peradangan dari
vena dan kulit sekelilingnya menyebabkan gejala dari segala tipe peradangan yang lain:
kemerahan,
kehangatan,
kepekaan, dan
pembengkakan.
Sering vena yang terpengaruh dapat dirasakan sebagai tali menebal yang kokoh. Mungkin
ada peradangan yang menyertai sepanjang bagian dari vena.
Meskipun ada peradangan, tidak ada infeksi.
Varicosities dapat memberi kecenderungan pada superficial thrombophlebitis. Ketika
klep-klep dari vena-vena yang lebih besar pada sistim superficial gagal (vena-vena saphenous
yang lebih besar dan lebih berkurang), darah dapat mengalir balik dan menyebabkan vena-vena
untuk membengkak dan menjadi menyimpang atau berliku-liku. Klep-klep gagal ketika vena-
vena kehilangan kelenturan dan peregangannya. Ini dapat disebabkan oleh umur, berdiri yang
berkepanjangan, kegemukan, kehamilan, dan faktor-faktor genetik.
Deep Venous Thrombosis
Gejala-gejala dari deep vein thrombosis berhubungan dengan rintangan dari darah yang
kembali ke jantung dan menyebabkan aliran balik pada kaki. Secara klasik, gejala-gejala
termasuk:
nyeri,
bengkak,
kehangatan, dan
kemerahan.
Tidak semua dari gejala-gejala ini harus terjadi; satu, seluruh, atau tidak ada mungkin
hadir dengan deep vein thrombosis. Gejala-gejala mungkin meniru infeksi atau cellulitis dari
kaki.
Menurut sejarah, dokter-dokter akan mencoba menimbulkan sepasang penemuan-
penemuan klinik untuk membuat diagnosis. Dorsiflexion dari kaki (menarik jari-jari kaki menuju
ke hidung, atau Homans' sign) dan Pratt's sign (memencet betis untuk menghasilkan nyeri), telah
ditemukan tidak efektif dalam membuat diagnosis.
Saat Untuk Mencari Perawatan Medis Untuk Deep Vein Thrombosis
Diagnosis dari thrombosis superficial atau deep sering bersandar pada ketrampilan klinik
dari dokter. Tes-tes diagnostik perlu disesuaikan pada setiap situasi.
Kaki yang bengkak, kemerahan, dan nyeri mungkin adalah indikator-indikator dari
bekuan darah dan harus tidak diabaikan. Gejala-gejala ini mungkin disebabkan oleh penyebab-
penyebab lain (contohnya, cellulitis atau infeksi), namun mungkin sulit untuk membuat
diagnosis tanpa mencari nasehat medis.
Jika ada nyeri dada atau sesak napas yang berhubungan, maka keprihatinan lebih jauh ada
bahwa pulmonary embolus mungkin adalah penyebabnya. Sekali lagi, segera mencari nasehat
adalah tepat.
Mendiagnosa Deep Vein Thrombosis
Diagnosis dari superficial thrombophlebitis dibuat secara klinik.
Ultrasound sekarang adalah metode standar dari mendiagnosa kehadiran deep vein
thrombosis. Teknisi ultrasound mungkin mampu untuk menentukan apakah ada bekuan, dimana
ia berlokasi di kaki, dan berapa besarnya. Ultrasounds dapat dibandingkan melalui waktu untuk
melihat apakah bekuan telah tumbuh atau menghilang. Ultrasound adalah lebih baik untuk
"melihat" vena-vena diatas lutut dibanding pada vena-vena dibawah lutut.
Venography, menyuntikan zat pewarna (dye) kedalam vena-vena untuk mencari
thrombus, umumnya tidak dilakukan lagi dan telah lebih menjadi catatan kaki sejarah.
D-dimer adalah tes darah yang mungkin digunakan sebagai tes penyaringan (screening)
untuk menentukan apakah ada bekuan darah. D-dimer adalah kimia yang dihasilkan ketika
bekuan darah dalam tubuh secara berangsur-angsur larut/terurai. Tes digunakan sebagai indikator
positif atau negatif. Jika hasilnya negatif, maka tidak ada bekuan darah. Jika tes D-dimer positif,
itu tidak perlu berarti bahwa deep vein thrombosis hadir karena banyak situasi-situasi akan
mempunyai hasil positif yang diharapkan (contohnya, dari operasi, jatuh, atau kehamilan). Untuk
sebab itu, pengujian D-dimer harus digunakan secara selektif.
Pengujian darah lainnya mungkin dipertimbangkan berdasarkan pada penyebab yang
potensial untuk deep vein thrombosis.
Perawtan Untuk Deep Vein Thrombosis (DVT)
Superficial Thrombophlebitis
Perawatan untuk bekuan-bekuan darah superficial adalah simptomatik dengan:
kompres-kompres hangat,
pengompresan kaki, dan
obat-obat anti-peradangan seperti ibuprofen.
Jika thrombophlebitis terjadi dekat selangkangan kaki dimana sistim-sistim superficial
dan dalam bergabung bersama, ada potensial bahwa thrombus dapat meluas kedalam sistim vena
dalam. Pasien-pasien ini mungkin memerlukan terapi anticoagulation atau pengenceran darah
(lihat bawah).
Deep venous thromboses
Deep venous thromboses atau thrombos-thrombos vena dalam yang terjadi dibawah lutut
cenderung tidak embolisasi (terlepas). Mereka mungkin diamati dengan rentetan ultrasounds
untuk memastikan mereka tidak meluas keatas lutut. Pada saat yang sama, penyebab dari deep
vein thrombosis mungkin perlu ditujukan.
Perawatan untuk deep venous thrombosis diatas lutut adalah antikoagulasi, kecuali ada
kontraindikasi. Kontraindikasi-kontraindikasi termasuk operasi besar baru-baru ini (karena
antikoagulasi akan mengencerkan semua darah dalam tubuh, tidak hanya yang di kaki, menjurus
pada persoalan-persoalan perdarahan yang signifikan), atau reaksi-reaksi abnormal ketika
sebelumnya dipaparkan pada obat-obat pengencer darah.
Antikoagulasi mencegah pertumbuhan yang lebih jauh dari bekuan darah dan
mencegahnya dari pembentukan embolus yang dapat berjalan ke paru.
Antikoagulasi adalah proses dua langkah. Warfarin (Coumadin) adalah obat pilihan
untuk antikoagulasi. Ia segera dimulai, namun sayangnya mungkin memerlukan waktu satu
minggu atau lebih untuk darahnya mengencer secara tepat. Oleh karenanya, heparin berat
molekul rendah [enoxaparin (Lovenox)] dimasukan pada saat yang bersamaan. Ia
mengencerkan darah melaui mekanisme yang berbeda dan digunakan sebagai terapi penghubung
(jembatan) hingga warfarin telah mencapai tingkat therapeutiknya. Suntikan-suntikan enoxaparin
dapat diberikan pada basis pasien rawat jalan.
Untuk pasien-pasien yang mempunyai kontraindikasi-kontraindikasi pada penggunaan
dari enoxaparin (contohnya, gagal ginjal tidak mengizinkan obatnya untuk dimetabolis), heparin
intravena dapat digunakan sebagai tindakan pertama. Ini memerlukan opname di rumah sakit.
Dosis dari warfarin dimonitor dengan tes-tes darah yang mengukur waktu prothrombin
atau INR (international normalized ratio). Untuk deep vein thrombosis yang tidak rumit
(menyulitkan), lamanya terapi dengan warfarin yang direkomendasikan adalah tiga sampai enam
bulan.
Beberapa pasien-pasien mungkin mempunyai kontraindikasi-kontraindikasi untuk terapi
warfarin, contohnya seorang pasien dengan perdarahan di otak, trauma utama, atau operasi yang
signifikan baru-baru ini. Satu alternatif mungkin adalah untuk menempatkan saringan (filter)
di inferior vena cava (vena utama yang mengumpulkan darah dari kedua kaki-kaki) untuk
mencegah emboli mencapai jantung dan paru-paru. Saringan-saringan ini mungkin efektif namun
mungkin juga adalah sumber dari pembentukan bekuan yang baru.
Komplikasi-Komplikasi Deep Vein Thrombosis (DVT)
Pulmonary embolism adalah komplikasi utama dari deep vein thrombosis. Ia dapat hadir
dengan nyeri dada dan sesak napas dan adalah kondisi yang mengancam nyawa. Lebih dari 90%
dari pulmonary emboli timbulya dari kaki-kaki.
Post-phlebitic syndrome dapat terjadi setelah deep vein thrombosis. Kaki yang
terpengaruh dapat menjadi bengkak dan nyeri secara kronis dengan perubahan-perubahan warna
kulit dan pembentukan borok-borok (ulcer) disekitar kaki dan pergeangan kaki.
Pencegahan Deep Vein Thrombosis
Seperti kasusnya dengan kebanyakan penyakit medis, pencegahan adalah kepentingan
utama. Mengecilkan faktor-faktor risiko adalah kunci pada pencegahan deep vein thrombosis.
Pada tatacara rumah sakit, staff bekerja keras untuk mengecilkan potensial untuk
pembentukan bekuan pada pasien-pasien yang lumpuh (tidak dapat bergerak). Compression
stockings (kaos-kaki penekan) digunakan secara rutin. Pasien-pasien operasi berjalan keluar dari
ranjang lebih dini dan dosis rendah heparin atau enoxaparin digunakan untuk deep vein
thrombosis prophylaxis (langkah-langkah yang diambil untuk mencegah DVT).
Untuk mereka yang berwisata, adalah direkomendasikan bahwa mereka berdiri dan
berjalan setiap beberapa jam selama perjalanan yang jauh.
Compression stockings mungkin bermanfaat dalam mencegah pembentukan deep vein
thrombosis dimasa depan pada pasien-pasien dengan sejarah bekuan sebelumnya.
Deep vein thrombosis (DVT) merupakan pembentukan bekuan darah pada lumen vena
dalam (deep vein) yang diikuti oleh reaksi inflamasi dinding pembuluh darah dan jaringan
perivena (Wakefield, 2008). DVT disebabkan oleh disfungsi endotel pembuluh darah,
hiperkoagulabilitas dan gangguan aliran darah vena (stasis) yang dikenal dengan trias virchow
(JCS Guidelines, 2011; Bailey, 2009; Hirsh, 2002). DVT merupakan kelainan kardiovaskular
tersering nomor tiga setelah penyakit koroner arteri dan stroke (Patterson, 2011). DVT terjadi
pada kurang lebih 0,1% orang/tahun. Insidennya meningkat 30 kali lipat dibanding dekade yang
lalu. Insiden tahunan DVT di Eropa dan Amerika Serikat kurang lebih 50/100.000
populasi/tahun (JCS Guidelines, 2011). Faktor resiko DVT antara lain faktor
demografi/lingkungan (usia tua, imobilitas yang lama), kelainan patologi (trauma,
hiperkoagulabilitas kongenital, antiphospholipid syndrome, vena varikosa ekstremitas bawah,
obesitas, riwayat tromboemboli vena, keganasan), kehamilan, tindakan bedah, obat-obatan
(kontrasepsi hormonal, kortikosteroid) (JCS Guidelines, 2011; Goldhaber, 2010; Sousou, 2009;
Bailey, 2009). Meskipun DVT umumnya timbul karena adanya faktor resiko tertentu, DVT juga
dapat timbul tanpa etiologi yang jelas (idiopathic DVT) (Bates, 2004; Hirsh, 2002). Untuk
meminimalkan resiko fatal terjadinya emboli paru diagnosis dan panatalaksanaan yang tepat
sangat diperlukan. Kematian dan kecacatan dapat terjadi sebagai akibat kesalahan diagnosa,
kesalahan terapi dan perdarahan karena penggunaan antikoagulan yang tidak tepat, oleh karena
itu penegakan diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat sangat diperlukan (Bates, 2004; Hirsh,
2002).
DIAGNOSIS
DVT dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe sentral (iliac DVT dan femoral DVT) dan tipe
perifer (DVT pada vena poplitea dan daerah distal). Berdasarkan gejala dan tanda klinis serta
derajat keparahan drainase vena DVT dibagi menjadi DVT akut dan kronis. Diagnosis DVT
ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala dan tanda yang ditemukan pada pemeriksaan fisik
serta ditemukannya faktor resiko (Bates, 2004). Tanda dan gejala DVT antara lain edema, nyeri
dan perubahan warna kulit (phlegmasia alba dolens/milk leg, phlegmasia cerulea dolens/blue leg)
(JCS Guidelines, 2011). Skor dari Wells (tabel 1) dapat digunakan untuk stratifikasi (clinical
probability) menjadi kelompok resiko ringan, sedang atau tinggi (JCS Guidelines, 2011; Hirsh,
2002).
Tabel-1. Skor Wells (Hirsh, 2002)
Pasien dengan DVT dapat memiliki gejala dan tanda yang minimal dan tidak khas
karenanya pemeriksaan tambahan seringkali diperlukan untuk menegakkan diagnosa (Hirsh,
2002). Pemeriksaan D-dimer <0,5 mg/ml dapat menyingkirkan diagnosis DVT. Nilai prediktif
negatif pemeriksaan D-dimer pada DVT lebih dari 95%, pemeriksaan ini bersifat sensitif tapi
tidak spesifik, sehingga tidak dapat dipakai sebagai tes tunggal untuk diagnosis DVT (Adam,
2009; Wolberg, 2009). Angiografi (venografi atau flebografi) merupakan pemeriksaan baku yang
paling bermakna (gold standard), namun pemeriksaan non invasive ultrasound (USG Doppler)
dapat menggantikan peran angiografi pada kondisi tertentu. USG Doppler memberikan
sensitivitas 95% dan spesifisitas 96% untuk mendiagnosa DVT yang simptomatis dan terletak
pada bagian proksimal akan tetapi pada isolated calf vein thrombosis sensitivitasnya hanya 60%
dan spesifisitasnya kurang lebih 70% (JCS Guidelines, 2011; Righini, 2007; Hirsh, 2002: Ramzi,
2004). Jika dengan metode pemeriksaan USG doppler dan D-dimer diagnosis DVT belum dapat
ditegakkan maka magnetic resonance venography (MRV) harus dilakukan (JCS Guidelines,
2011). Algoritme diagnosis DVT dapat dilihat pada gambar-1.