contoh preskas

48
PRESENTASI KASUS I GLOMERULONEFRITIS AKUT DENGAN HIPERTENSI GRADE II Disusun Oleh : Kartika Hermawan 030.10.149 Pembimbing : Dr. Kirana Kamima, SpA KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK PERIODE 23 NOVEMBER 2015 30 JANUARI 2016 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA, 2015

description

koass anak

Transcript of contoh preskas

Page 1: contoh preskas

PRESENTASI KASUS I GLOMERULONEFRITIS AKUT DENGAN HIPERTENSI GRADE II Disusun Oleh : Kartika Hermawan 030.10.149 Pembimbing : Dr. Kirana Kamima, SpA KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK PERIODE 23 NOVEMBER 2015 � 30 JANUARI 2016 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA, 2015

Page 2: contoh preskas

1 BAB I PENDAHULUAN Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara berkembang meskipun frekuensinya lebih rendah di negara-negara maju.1 Glomerulonefritis saat ini merupakan penyebab ketiga gagal ginjal di seluruh populasi dan menduduki peringkat ketiga setelah diabetes dan hipertensi.2 Di Amerika Serikat, perkumpulan North American Pediatric Renal Trials and Collaborative Studies (NAPRTCS) mendokumentasikan data mengenai anak dengan gagal ginjal kronik stadium awal sejak tahun 1994. NAPRTCS menjadi sumber informasi tentang etiologi CKD pada anak-anak. Penyebab tersering adalah kelainan kongenital ginjal dan saluran kemih (48%), glomerulonefritis (14%) dan nefropati herediter (10%).3 Glomerulonefritis merupakan suatu penyakit ginjal yang disebabkan oleh proses inflamasi pada struktur glomerular sehingga sel darah merah dan protein keluar ke dalam urin. Glomerulonefritis dapat dibagi berdasarkan penyebabnya yakni primer, bila tidak ditemukan penyebab lain yang menimbulkan glomerulonefritis, atau sekunder bila terdapat penyakit lain yang menimbulkan glomerulonefritis.4 Salah satu penyebab glomerulonefritis akut (GNA) primer tersering adalah glomerulonefritis akut pasca-infeksi.5 Glomerulonefritis akut pasca-infeksi dapat disebabkan oleh agen bakteri, virus, jamur, parasit dan berbagai proses imunologis lainnya, namun pada anak-anak penyebab paling sering dari glomerulonefritis akut yakni GNA pasca infeksi streptococcus ß haemolyticus grup A tipe nefritogenik (GNAPS). Selain pascainfeksi, GNA dapat terjadi karena suatu penyakit imunologis maupun vaskular.4

Page 3: contoh preskas

2 BAB II PRESENTASI KASUS BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH STATUS PASIEN KASUS I Nama Mahasiswa : Kartika Hermawan Pembimbing : Dr. Kirana Kamima, SpA NIM : 030.10.149 Tanda tangan : IDENTITAS PASIEN Nama : Anak MN Suku bangsa : Betawi Jenis kelamin : Laki-laki Pendidikan : SD Umur : 7 tahun Agama : Islam Alamat : Jl. Kebon Pala I Tanah Rendah RT 07 RW 08 No. 2, Kp. Melayu, Jakarta Tempat/ tanggal lahir : Jakarta, 08-01-2008 Orangtua/ Wali Ayah Ibu Nama : Tn. A Umur : 31 tahun Pekerjaan : Supir Pendidikan : SMA Suku bangsa : Betawi Agama : Islam Alamat : Jl. Kebon Pala I Tanah Rendah RT 07 RW 08 No. 2, Kp. Melayu, Jakarta Nama : Ny.S Umur : 29 tahun Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pendidikan : SMA Suku bangsa : Betawi Agama : Islam Alamat : Jl. Kebon Pala I Tanah Rendah RT 07 RW 08 No. 2, Kp. Melayu, Jakarta

Page 4: contoh preskas

I. ANAMNESIS Lokasi : Bangsal 512 Timur Tanggal / waktu : 25 November 2015 / 13.30 WIB Tanggal masuk : 25 November 2015 Keluhan utama : Mimisan 3 kali sejak 1 hari SMRS Keluhan tambahan : Mata sembab, kaki bengkak, nyeri kepala, nyeri perut a. Riwayat Penyakit Sekarang Lima hari sebelum masuk rumah sakit, ibu pasien mengeluh bahwa mata anak pasien tampak sembab seperti habis menangis. Lalu dua hari kemudian pasien mengeluh kepalanya pusing sehingga menolak untuk pergi mengaji. Keesokan harinya pasien muntah-muntah lebih dari 10 kali. Muntah berwarna kuning, berisi makanan, dan rasanya asam. Pasien juga mengeluh nyeri kepala dan nyeri perut sehingga ibunya membawa pasien ke Puskesmas. Pasien minum obat dari Puskesmas namun keluhannya tidak berkurang. Satu hari SMRS pasien mimisan sehingga ibu pasien kembali membawa pasien ke Puskesmas. Menurut ibu pasien, anaknya tersebut memang kadang-kadang mimisan (kurang lebih 6 bulan sekali) namun mimisan pada waktu itu darahnya mengalir lebih deras daripada biasanya. Beberapa jam setelah pulang dari Puskesmas, pasien kembali mimisan untuk ketiga kalinya, sehingga ibu pasien melarikan pasien ke UGD. Setelah pulang dari UGD muntah-muntah berkurang, namun mata sembab dan nyeri kepala masih dirasakan pasien. Ibu pasien disarankan dokter UGD untuk kontrol ke Poli Anak. Keesokan harinya pada saat pergi ke Poli Anak, pasien mengeluh bahwa sendalnya sempit dan ibu pasien mendapati kedua kaki pasien tampak bengkak. Di Poli Anak didapatkan tekanan darah pasien tinggi, sehingga pasien dirawat inap. Satu bulan yang lalu, pasien sakit demam, batuk dan sakit tenggorokan selama kurang lebih 10 hari. Dua bulan terakhir, menurut ibunya, pasien tidak pernah ada luka atau kemerahan yang bengkak dan nyeri pada kulitnya.

Page 5: contoh preskas

4 b. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur Alergi (-) Difteria (-) Penyakit jantung (-) Cacingan (-) Diare Jarang Penyakit ginjal (-) DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-) Otitis (-) Morbili 6 bulan TBC (-) Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain Varicella : 4 tahun. ISPA : kadangkadang. Kesimpulan riwayat penyakit yang pernah diderita: Pasien tidak pernah mengalami gejala serupa. c. Riwayat Kehamilan/ Persalinan KEHAMILAN Morbiditas kehamilan Tidak ada Perawatan antenatal Rutin kontrol ke Puskesmas (sesuai anjuran bidan) Belum mendapatkan vaksin TT KELAHIRAN Tempat persalinan Puskesmas Penolong persalinan Bidan Cara persalinan Spontan Penyulit : Tidak ada Masa gestasi 39 minggu Keadaan bayi Berat lahir : 2400 gr Panjang lahir : 46 cm Lingkar kepala : Tidak tahu Langsung menangis (+) Kemerahan (+) Kuning (-) Nilai APGAR : Tidak tahu Kelainan bawaan : Tidak ada Kesimpulan riwayat kehamilan/ persalinan : Kontrol kehamilan baik, persalinan spontan, BBLR, tidak ada kelainan atau penyakit yang membutuhkan perawatan di RS.

Page 6: contoh preskas

5 d. Riwayat Perkembangan Pertumbuhan gigi I : 6 bulan (Normal: 5-9 bulan) Gangguan perkembangan mental : Tidak ada Psikomotor : Tengkurap : Tidak tahu (Normal: 3-4 bulan) Duduk : 7 bulan (Normal: 6-9 bulan) Berdiri : 12 bulan (Normal: 9-12 bulan) Berjalan : 15 bulan (Normal: 13 bulan) Bicara : 15 bulan (Normal: 9-12 bulan) Perkembangan pubertas : Belum pubertas. Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : Tidak terdapat gangguan perkembangan fisik maupun mental. e. Riwayat Makanan Umur (bulan) ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim 0 � 2 ASI - - - 2 � 4 ASI - - - 4 � 6 ASI - - - 6 � 8 ASI + + - 8 � 10 ASI + + + 10 -12 ASI + + + Umur (bulan) ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim 0 � 2 ASI - - - 2 � 4 ASI - - - 4 � 6 ASI - - - 6 � 8 ASI + + - 8 � 10 ASI + + + 10 -12 ASI + + + Kesimpulan riwayat makanan: Tidak ada kesulitan makan pada pasien, jenis makanan cukup bervariasi dengan jumlah yang cukup.

Page 7: contoh preskas

6 f. Riwayat Imunisasi Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur ) BCG 1 bulan - - - - DPT / PT 2 bulan 4 bulan 6 bulan - 6 tahun Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan - - Campak 9 bulan - - - 6 tahun Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan - - Kesimpulan riwayat imunisasi: Imunisasi dasar lengkap. g. Riwayat Keluarga a. Corak Reproduksi No Tanggal lahir Jenis kelamin Hidup Lahir mati Abortus Mati (sebab) Keterangan kesehatan 1. 8-01-2008 Laki-laki + - - - Pasien b. Riwayat Pernikahan Ayah Ibu Nama Tn. A Ny. S Perkawinan ke- 1 1 Umur saat menikah 23 tahun 21 tahun Pendidikan terakhir SMA SMA Agama Islam Islam Suku bangsa Betawi Betawi Keadaan kesehatan Sehat Sehat Kosanguinitas Tidak ada Tidak ada Penyakit, bila ada Tidak ada Asma bronkiale c. Riwayat Penyakit Keluarga: Nenek pasien dari ibu menderita hipertensi dan kakek pasien dari ibu menderita diabetes mellitus, penyakit jantung dan flek paru. Penyakit ginjal, cuci darah, transplantasi ginjal dalam keluarga disangkal. Tidak ada di keluarga pasien yang pernah mengalami gejala serupa. d. Riwayat Kebiasaan: Ayah pasien merupakan perokok aktif. Tidak ada di keluarga yang suka meminum alkohol atau mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Kesimpulan riwayat keluarga: Tidak ada keluarga pasien yang memiliki gejala serupa. Penyakit ginjal (-).

Page 8: contoh preskas

7 h. Riwayat Lingkungan Pasien tinggal bersama dengan orang tua, nenek, paman, dan bibi pasien. Rumah bertingkat dua, beratap genteng, berlantai keramik, dan berdinding tembok. Ventilasi dan pencahayaan baik. Sumber air bersih dari PAM. Sumber air minum dari air isi ulang. Sampah dibuang ke tempat sampah. Rumah pasien terletak di kawasan padat penduduk. Kesimpulan keadaan lingkungan: Keadaan lingkungan cukup baik. i. Riwayat Sosial dan Ekonomi Ayah pasien bekerja sebagai supir pribadi. Penghasilan kurang lebih Rp.4.000.000,-/bulan. Sedangkan ibu pasien merupakan ibu rumah tangga. Menurut ibu pasien penghasilan tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Kesimpulan sosial ekonomi: Cukup baik. II. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 25 November 2015 pukul 14.00 WIB. A. Status Generalis Keadaan Umum Kesan Sakit : tampak sakit sedang Kesadaran : compos mentis Kesan Gizi : baik Keadaan lain : anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (-) Data Antropometri Berat Badan sekarang : 23 kg Lingkar Kepala : 49,5 cm Berat Badan sebelum sakit : 22 kg Lingkar Lengan Atas : 15 cm Tinggi Badan : 115 cm Lingkar Perut : 53 cm Status Gizi - BB / U = 23/25 x 100 % = 92 % (Gizi normal menurut kurva NCHS) - TB / U = 115/122 x 100 % = 94,2 % (Tinggi normal menurut kurva NCHS) - BB / TB = 23/ 22 x 100 % = 104 % (Gizi normal menurut kurva NCHS) - LK = 49,5 cm (-1 SD menurut Kurva Nellhaus) - LILA = 25 cm (Persentil 10 - 25 tabel Frisancho A.R)

Page 9: contoh preskas

8 Tanda Vital . Tekanan Darah : 160/ 100 mmHg, tergolong hipertensi grade II. Pasien berusia 7 tahun dan tinggi badannya berada dalam persentil 10 untuk usianya. Tekanan darah sistolik normal untuk pasien adalah 94 � 107 mmHg, sedangkan tekanan darah diastolik normalnya adalah 55-70 mmHg. . Nadi : 96 x/ menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular . Pernapasan : 20 x/ menit, tipe abdomino-torakal, inspirasi : ekspirasi = 1:3 . Suhu (aksila) : 36,7o C KEPALA : Deformitas (-), hematoma (-) RAMBUT : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut, WAJAH : Simetris, edema palpebra (+/+) MATA : Visus : tidak dinilai Ptosis : -/- Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/- Konjuntiva pucat : -/- Cekung : -/- Exophthalmus : -/- Kornea jernih : +/+ Strabismus : -/- Lensa jernih : +/+ Nistagmus : -/- Pupil : bulat, isokor Refleks cahaya : langsung +/+ , tidak langsung +/+ TELINGA : Bentuk : normotia Tuli : -/- Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/- Liang telinga : lapang Membran timpani : Sulit dinilai Serumen : +/+ Cairan : -/- HIDUNG : Bentuk : simetris Sekret : -/- Mukosa hiperemis : -/- Napas cuping hidung : - / - Deviasi septum : -

Page 10: contoh preskas

9 BIBIR: - Simetris saat diam, mukosa berwarna merah muda, kering (-), sianosis (-) MULUT: - Oral higiene baik, trismus (-), mukosa gusi dan pipi merah muda, ulkus (-), halitosis (-). Lidah : normoglosia, ulkus (-), hiperemis (-) massa (-) TENGGOROKAN: - Arkus faring simetris, hiperemis (-). Tonsil T2-T2 tidak hiperemis, kripta tidak melebar, detritus (-). Faring tidak hiperemis, granula (-), ulkus (-), massa (-), PND (-) LEHER: - Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun KGB, tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran tiroid maupun KGB, trakea teraba di tengah. THORAKS : . JANTUNG Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V 1 cm medial linea midklavikularis sinistra Perkusi : Batas kiri jantung : ICS V linea midklavikularis sinistra Batas kanan jantung : ICS III � V linea sternalis dextra Batas atas jantung : ICS III linea parasternalis sinistra Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-) . PARU Inspeksi - Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernapasan yang tertinggal, pernapasan abdomino-torakal, pada sela iga tidak terlihat adanya retraksi, tidak ditemukan efloresensi pada kulit dinding dada. Palpasi - Nyeri tekan (-), benjolan (-), gerak napas simetris kanan dan kiri, vokal fremitus sama kuat kanan dan kiri Perkusi : Sonor di kedua lapang paru. Auskultasi : Suara napas vesikuler, reguler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Page 11: contoh preskas

10 ABDOMEN : Inspeksi - Perut datar, tidak ada efloresensi yang bermakna, benjolan (-), turgor baik Palpasi - Datar, supel, NT (-), hepar dan lien tidak teraba membesar. - Ballotement -/-, Nyeri ketok CVA -/- Perkusi : Timpani pada seluruh lapang perut, shifting dullness (-) Auskultasi : Bising usus (+), frekuensi 3 x / menit ANOGENITALIA: - Edema skrotum (-), hipospadi (-), epispadi (-), fimosis (-), parafimosis (-) KGB : Preaurikuler : tidak teraba membesar Postaurikuler : tidak teraba membesar Submandibula : tidak teraba membesar Supraclavicula : tidak teraba membesar Axilla : tidak teraba membesar Inguinal : tidak teraba membesar ANGGOTA GERAK : Ekstremitas : akral hangat ++/++ Tangan Kanan Kiri Tonus otot Normotonus Normotonus Sendi Aktif Aktif Refleks fisiologis (+) (+) Refleks patologis (-) (-) Lain-lain Edema (-) Edema (-) Kaki Kanan Kiri Tonus otot Normotonus Normotonus Sendi Aktif Aktif Refleks fisiologis (+) (+) Refleks patologis (-) (-) Lain-lain Pitting edema (+) pada dorsum pedis Pitting edema (+) pada dorsum pedis

Page 12: contoh preskas

11 KULIT: - Warna sawo matang merata, pucat (-), tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit baik, lembab, pengisian kapiler <2 detik TULANG BELAKANG: - Bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-) TANDA RANGSANG MENINGEAL : Kaku kuduk (-) Brudzinski I (-) (-) Brudzinski II (-) (-) Laseq (-) (-) Kerniq (-) (-) III. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan darah lengkap (25-11-2015) HEMATOLOGI Hasil Interpretasi Eritrosit 4 juta/ uL Normal Hemoglobin 10,3 g/ dL Menurun Hematokrit 31% Menurun Leukosit 9.000/ µL Normal Trombosit 270.000/ µL Normal LED 11 mm/ jam Normal MCV 78,4 fL Normal MCH 25,7 pg Normal MCHC 32,8 g/ dL Normal RDW 12,5% Normal Hitung Jenis : Basofil Eosinofil Neutrofil batang Neutrofil segmen Limfosit Monosit 1% 2% 0 59% 29% 9% Normal Normal Menurun Normal Normal Meningkat

Page 13: contoh preskas

12 2. Pemeriksaan urin (25-11-2015) URINALISIS Hasil Interpretasi Warna Kuning Normal Kejernihan Agak keruh Tidak normal Glukosa Negatif Normal Bilirubin Negatif Normal Keton + Meningkat pH 6,5 Normal Berat jenis 1.025 Normal Darah samar +++ Meningkat Albumin urin ++ Meningkat Urobilinogen 1 EU/ dL Normal Nitrit Negatif Normal Esterase lekosit + Meningkat Sedimen Urin : Leukosit Eritrosit Epitel Silinder Kristal Bakteri Jamur 4-6/ LPB Penuh Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Normal Meningkat Normal Normal Normal Normal Normal 3. Pemeriksaan kolesterol total, ureum, kreatinin, albumin, dan CRP (25-11-2015) KIMIA KLINIK Hasil Interpretasi Kolesterol Total 205 mg/ dL Normal Ureum 46 mg/ dL Meningkat Kreatinin 0,55 mg/ dL Normal Albumin 3,6 g/ dL Menurun CRP Kuantitatif < 5 mg/ dL Normal

Page 14: contoh preskas

13 4. Pemeriksaan ASTO (25-11-2015) IMUNOSEROLOGI Hasil Interpretasi ASTO < 200 IU/ mL Normal 5. Pemeriksaan elektrolit (26-11-2015) ELEKTROLIT Hasil Interpretasi Natrium 141 mmol/ L Normal Kalium 3,1 mmol/ L Menurun Klorida 104 mmoL/ L Normal IV. RESUME Pasien laki-laki berusia 7 tahun datang dengan keluhan mimisan tiga kali sejak satu hari SMRS, disertai bengkak pada mata dan kaki, nyeri kepala, dan nyeri perut. Riwayat demam, batuk, sakit tenggorokan satu bulan SMRS. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 160/100 mmHg (hipertensi grade II), edema palpebra dan edema pada dorsum pedis dextra dan sinistra. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan terdapat mikrohematuria, albuminuria, hipoalbuminemia, dan ASTO negatif. V. DIAGNOSIS KERJA Glomerulonefritis akut dengan hipertensi grade II VI. DIAGNOSIS BANDING - Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus dengan hipertensi grade II - Nefropati IgA dengan hipertensi grade II - Sindroma nefrotik dengan hipertensi grade II VII. PEMERIKSAAN ANJURAN - Pemeriksaan serum komplemen C3 - Pemeriksaan ulang ASTO setelah 10 hari - USG ginjal - Biopsi ginjal

Page 15: contoh preskas

14 VIII. TATALAKSANA Non-medikamentosa - Informasi dan edukasi orang tua pasien mengenai keadaan dan penyakit pasien - Memasang IV line - Observasi tanda vital dan keluhan pasien - Tirah baring - Monitor urin output/ 24 jam - Restriksi cairan - Diet rendah garam, rendah protein, total kalori 1.600 kcal. Medikamentosa - Nifedipin 2 x 5 mg PO - Captopril 2 x 6,25 mg PO - Furosemid 2 x 20 mg IV - Amoksisilin 3 x 350 mg PO IX. PROGNOSIS - Ad Vitam : ad bonam - Ad Sanationam : ad bonam - Ad Fungsionam : dubia ad bonam

Page 16: contoh preskas

15 X. FOLLOW UP Tanggal S O A P 26-11-2015 07.00 WIB Bengkak . Muntah (-) Mimisan (-) Nyeri kepala (+) Nyeri perut (-) KU/Kes: TSS/CM TD: 140/100 mmHg, N: 78x/menit S: 36,3 oC R: 20x/menit Mata: edema palpebra -/- Thorax: BJI-II reg, m (-), g (-). SN ves rh -/-, wh -/- Abdomen: Supel. BU (+), NT (-) Ext: edema dorsum pedis (-/-) BB: 22 kg LP: 53 cm M: 450 cc U: 1.150 cc, kuning, keruh BC: -700 cc D: 2,2 cc/ kgBB/ jam GNA dengan hipertensi grade II Venflon Nifedipin 2x5 mg PO Captopril 2x6,25 mg PO Amoksisilin 3x350 mg PO Furosemid 2x20 mg IV 27-11-2015 07.00 WIB Bengkak (-) Muntah (-) Mimisan (-) Nyeri kepala (-) Nyeri perut (-) KU/Kes: TSS/CM TD: 130/90 mmHg N: 72x/menit S: 36 oC R: 20x/menit Mata: edema palpebra -/- Thorax: BJI-II reg, m (-), g (-).

Page 17: contoh preskas

GNA dengan hipertensi grade II Venflon Nifedipin 2x5 mg PO Captopril 2x6,25 mg PO Amoksisilin 3x350 mg PO Furosemid 2x20 mg IV

Page 18: contoh preskas

16 SN ves rh -/-, wh -/- Abdomen: Supel. BU (+), NT (-) Ext: edema dorsum pedis (-/-) BB: 21 kg LP: 53 cm M: 1.250 cc U: 1.400 cc, kuning, jernih BC: -150 cc D: 2,7 cc/ kgBB/ jam 28-11-2015 07.00 WIB Bengkak (-) Muntah (-) Mimisan (-) Nyeri kepala (-) Nyeri perut (-) KU/Kes: TSS/CM TD: 140/90 mmHg N: 66x/menit S: 36,8 oC R: 20x/menit Mata: edema palpebra -/- Thorax: BJI-II reg, m (-), g (-). SN ves rh -/-, wh -/- Abdomen: Supel. BU (+), NT (-) Ext: edema dorsum pedis (-/-) BB: 21 kg LP: 53 cm M: 1.250 cc U: 990 cc, kuning, jernih BC: +260 cc D: 2 cc/ kgBB/ jam GNA dengan hipertensi grade II Venflon Nifedipin 2x5 mg PO Captopril 3x6,25 mg PO Amoksisilin 3x350 mg PO Furosemid 2x20 mg IV

Page 19: contoh preskas

17 Grafik tekanan darah tanggal 25-11-2015 Grafik tekanan darah tanggal 26-11-2015 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 21.00 23.00 Tekanan Darah Sistolik Diastolik 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 01.00 05.00 07.00 09.00 16.00 18.00 20.00 22.00 Tekanan Darah Sistolik Diastolik

Page 20: contoh preskas

18 Grafik tekanan darah tanggal 27-11-2016 Grafik tekanan darah tanggal 28-11-2016 0 20 40 60 80 100 120 140 160 00.00 03.00 06.00 09.00 11.00 15.00 16.00 20.00 Tekanan Darah Sistolik Diastolik 0 20 40 60 80 100 120 140 00.00 03.00 06.00 11.00 16.00 20.00 Tekanan Darah Sistolik Diastolik

Page 21: contoh preskas

19 BAB III TINJAUAN PUSTAKA I. GLOMERULONEFRITIS AKUT PASCA STREPTOKOKUS a. DEFINISI Glomerulonefritis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya inflamasi glomerulus, baik sebagai penyakit primer ginjal ataupun sebagai manifestasi proses penyakit sistemik.6 Glomerulonefritis akut pasca Streptokokus (GNAPS) adalah suatu sindrom nefritik yang ditandai dengan onset tiba-tiba hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal. GNAPS adalah salah satu penyebab gross hematuria glomelular yang paling sering pada anak. Gejala timbul setelah infeksi, umumnya oleh kuman Streptococcus ß- hemoliticus grup A di saluran napas atas atau kulit.7 b. EPIDEMIOLOGI GNAPS masih merupakan komplikasi yang sering terjadi akibat infeksi Streptococcus ß-hemoliticus grup A di dunia. Insidensi tertinggi adalah di negara-negara berkembang, yaitu 24,3-6,0 kasus per 100.000 orang.6 Insidensi yang lebih rendah dipengaruhi oleh faktor kebersihan lingkungan dan penyebaran antibiotik untuk mengobati infeksi Streptococcus ß- hemoliticus grup A. Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 1,3:1 dan terbanyak menyerang anak pada usia antara 6-8 tahun (40,6%).8 Usia rata-rata penderita GNAPS adalah usia 6-8 tahun. Prevalensinya rendah pada usa dibawah 2 tahun dan diatas 20 tahun. Laki-laki berisiko dua kali lebih besar dibandingkan perempuan.6 GNAPS sering didahului faringitis saat musim dingin atau didahului pioderma saat musim panas. Infeksi Streptococcus ß-hemoliticus grup A di tenggorok disebabkan serotype 12 sedangkan di kulit disebabkan serotype 49.9

Page 22: contoh preskas

20 c. ETIOLOGI Terdapat 80 subtipe Streptococcus ß-hemoliticus grup A yang diklasifikasikan berdasarkan protein M permukaannya. Masa inkubasi bakteri ini adalah 7-14 hari, tapi dapat lebih lama pada pioderma Streptococcus ß-hemoliticus grup A.6 GNAPS didahului oleh infeksi Streptococcus ß-hemoliticus grup Amjarang oleh streptokokus dari tipe lain. Hanya sedikit Streptococcus ß- hemoliticus grup A strain nefritogenik yang mampu menimbulkan GNAPS. Beberapa tipe yang sering menyerang saluran napas adalah dari tipe M 1, 2, 4, 12, 18, 25 dan yang menyerang kulit adalah tipe M 49, 55, 57, 60.7 d. PATOGENESIS Secara umum patogenesis glomerulonefritis telah dimengerti, namun mekanisme yang tepat bagaimana terjadinya lesi glomerulus dan hematuria pada GNAPS belumlah jelas. Pembentukan kompleks-imun bersirkulasi dan pembentukan kompleks-imun in situ telah ditetapkan sebagai mekanisme patogenesis GNAPS. Hipotesis lain yang sering disebut adalah adanya neuroamidase yang dihasilkan oleh streptokokus yang mengubah IgG endogen sehingga menjadi autoantigenik. Akibatnya terbentuklah autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut yang mengakibatkan pembentukan kompleks imun bersirkulasi, yang kemudian mengendap di ginjal.7 Kebanyakan bentuk glomerulonefritis akut dimediasi oleh proses imunologik. Pada GNAPS, bukti-bukti menunjukkan bahwa kompleks imun, yang dibentuk oleh kombinasi antibodi spesifik dan antigen streptokokus, terlokalisir di dinding kapiler glomerulus dan mengaktivasi sistem komplemen. Sistem imun mungkin juga diaktivasi oleh antigen steptokokal yang menempel ke struktur glomerulus dan berperan sebagai �planted antigen� atau dengan perubahan antigen endogen.10

Page 23: contoh preskas

21 Gambar 1. Patofisiologi GNAPS10 Bermacam-macam sitokin dan faktor imunitas seluler menginisiasi suatu respon inflamasi yang bermanifestasi menjadi proliferasi seluler dan edema di glomerular. Hanya beberapa strain streptokokus yang menyebabkan glomerulonefritis akut. Penelitian yang dilakukan 53 tahun lalu menunjukkan identifikasi strain tertentu dari streptokokus grup A yang nefritogenik. Yang lebih baru, streptokokus non-grup A, terutama grup C, ditemukan juga menyebabkan glomerulonefritis.10 Sedikitnya 2 antigen diisolasi dari streptokokus nefritogenik, zimogen (suatu prekursor dari exotoksin B) dan glyceraldehydes phosphate dehydrogenase (GNADH), telah diidentifikasi dan dipercaya mampu menginisiasi respons imunologik. Fraksi tersebut memiliki afinitas tertentu terhadap glomerulus dan telah terbukti menginduksi respons antibodi. Hal ini membawa pada aktivasi sejumlah jalur mediator proinflamasi di glomerulus. Walaupun infeksi streptokokus dihubungkan secara erat dengan GNAPS, sesungguhnya mekanisme kerusakan pada ginjal masih belum dijelasskan secara detail. Penelitian terbaru juga menunjukkan kemampuan dari SPEB dan NAPIr, suatu reseptor plasmin streptokokal, untuk terikat dan mengaktivasi plasmin, dengan demikian menginisiasi kaskade inflamasi.

Page 24: contoh preskas

22 Gambar 2. Etiopatogenesis GNAPS 10 Nefritogenisitas dari NAPIr-GAPDH streptokokus (kiri) diperkirakan berhubungan dengan aktivitas pengikatan-plasmin yang mampu memicu reaksi inflamasi dan degradasi Membran Basal Glomerulus, kompleks ini menempati glomerulus dengan plasmin, tapi tidak dengan IgG atau komplemen. SpeB dan zSpeB (kanan) dapat menginduksi immunecomplex-mediated glomerulonephritis ketika SpeB menempel dengan komplemen dan IgG dan tampak di tumpukan subepitelial, dimana merupakan penampakan khas dari GNAPS.10 Pada kebanyakan pasien dengan GN akut sedang-berat, terjadi penurunan filtrasi glomerulus, dan kemampuan untuk mengekskresi garam dan air biasanya berkurang yang menyebabkan peningkatan volume cairan ekstraseluler. Volume cairan ekstraseluler yang meningkat menyebabkan edema, dan juga berperan dalam hipertensi, anemia, kongesti sirkulasi, dan ensefalopati.10

Page 25: contoh preskas

23 e. PATOLOGI Seperti pada GN akut lain, ginjal terlihat membesar simetris. Pada mikroskop cahaya, seluruh glomeruli tampak membesar dan bloodless dan menampakkan proliferasi sel mesangial difus dengan pembesaran matriks mesangial.9 Gambar 3. Glomerulus pasien GNAPS terlihat membesar dan perdarahan kurang dan menunjukkan proliferasi mesangial dan eksudasi netrofil. (400x) 9 PMN sering ada di glomerulus selama masa awal penyakit. Kresentik dan inflamasi intersisial mungkin dapat terlihat pada kasus sangat berat. Perubahan-perubahan ini tidak spesifik untuk GNAPS. Mikroskopik imunofloresensi menampakkan deposit yang bertumpuk-tumpuk dari immunoglobulin dan komplemen di membrane basalis glomerulus dan di mesangial. Pada mikroskop electron, deposit electron-dense atau �humps� terlihat pada sisi epitel membran basalis glomerulus.9 Gambar 4. Mikroskop electron pada GNAPS memperlihatkan deposit electron dense (D) di sisi epitel (Ep) dari membrane basalis glomerulus. PMN (P) tampak di dalam lumen (L) kapiler. BS = Bowman space. M = mesangium.9

Page 26: contoh preskas

24 Gambar 5. Gambaran mikroskopik sedimen urin memperlihatkan gambaran khas pada hematuria non-glomerular: sel darah merah dalam bentuk dan ukuran yang seragam namun menunjukkan dua populasi sel karena sejumlah kecil sel kehilangan pegmen hemoglobinnya.9 Gambar 6. Gambaran mikroskopik sedimen urin memperlihatkan gambaran khas pada hematuria glomerular: sel darah merah kecil dan bervariasi dalam bentuk, ukuran, dan kandungan hemoglobin.9 f. GEJALA KLINIS Gejala klinis klasik dari GNAPS adalah sindrom nefritik akut yang ditandai dengan hematuria, edema, hipertensi, dan gangguan ginjal. Makroskopik hematuria terdapat pada sepertiga pasien, dan biasanya akan menghilang setelag beberapa hari. Namun, mikroskopik hematuria dapat bertahan hingga bertahun-tahun dan memburuk saat demam.9

Page 27: contoh preskas

25 Tabel 1. Penyakit primer ginjal yang bermanifestasi sebagai glomerulonefritis akut 9 Pasien biasanya menunjukan gejala sindrom nefritis akut 1-2 minggu setelah faringitis streptokokus atau 3-6 minggu setelah pioderma. Tingkat keparahan kerusakan bervariasi dari hematuria mikroskopik asimtomatik dengan fungsi ginjal normal hingga gagal ginjal akut. Pasien dapat juga mengalami ensefalopati dan/atau gagal ginjal yang disebabkan oleh hipertensi atau hipervolemia. Ensefalopati dapat juga terjadi karena akibat langsung dari efek toksik bakteri streptokokus di system saraf pusat. Edema biasanya disebabkan dari retensi air dan garam dan sindrom nefrotik dapat muncul pada 10-20 % kasus. Gejala nonspesifik seperti malaise, letargi, nyeri abdomen/pinggang, dan demam umum terjadi. Edema subglotis akut dan gangguan pernapasan juga pernah dilaporkan muncul.6 Tanda kardinal yang khas terdiri dari : 1. Hematuria dengan urin berwarna teh/cucian daging tanpa disertai disuria, 2. Edema terutama periorbital dan dapat juga seluruh tubuh, 3. Hipertensi, 4. Oliguria / anuria.11

Page 28: contoh preskas

26 Dapat disertai dengan tanda-tanda sindrom nefrotik seperti proteinuria dan hipoalbuminemia. Selain itu karena komplikasinya dapat terjadi tandatanda kongesti dan ensefalopati. Fase akut biasanya menyembuh sendiri dalam 6-8 minggu. Walaupun ekskresi protein urin dan hipertensi biasanya normal dalam 4-6 minggu setelah onset, hematuria mikroskopik dapat bertahan hingga 1-2 tahun.12 Edema terjadi pada 90% pasien, tetapi edema yang terjadi biasanya ringan. Hipertensi terjadi pada 80% anak dan setengahnya merupakan hipertensi berat sehingga memerlukan terapi antihipertensi. Edema dan hipertensi biasanya akan membaik setelah 5-10 hari. 5% anak mengalami komplikasi otak akibat hipertensi seperti nyeri kepala, kejang, perubahan kesadaran, dan gangguan penglihatan.6 g. DIAGNOSIS Diagnosis secara klinis GNAPS dapat ditegakkan pada seorang anak dengan sindrom nefritis akut (gross hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal), bukti infeksi strptokokus sebelumnya, ASTO + dan C3 serum yang rendah.6,10,12 h. PEMERIKSAAN PENUNJANG Konfirmasi diagnosis membutuhkan adanya bukti yang jelas tentang infeksi streptokokus yang invasive. Kultur tenggorok yang positif dapat mendukung diagnosis atau menunjukkan keadaan karier. Di sisi lain, peningkatan antibodi terhadap antigen streptokokal memastikan adanya infeksi streptokokus. Penting untuk diketahui titer antistreptolisin O (ASTO) biasanya meningkat setelah infeksi faring namun jarang meningkat setelah infeksi kulit pioderma. Titer antibodi tunggal yang paling baik untuk menunjukkan adanya infeksi streptokokus di kulit adalah deoxyribonuclease (DNase) B antigen. Tes streptozim merupakan suatu pemeriksaan alternative untuk mendeteksi antibodi terhadap streptolysin O, DNase B, hyaluronidase, streptokinase, dan nicotinamide-adenine dinucleotidase menggunakan tes slide aglutinasi.13

Page 29: contoh preskas

27 Tabel 2. Kadar komplemen pada nefritis akut 13 i. TATALAKSANA Tatalaksana ditujukan untuk menangani efek akut dari penurunan fungsi ginjal dan hipertensi. Walaupun pemberian 10 hari antibiotik sistemik dengan penisilin dianjurkan untuk membatasi penyebaran organisme nefritogenik, terapi antibiotik tidak memperngaruhi perjalanan penyakit dari glomerulonefritis. Pembatasan garam, dieresis, dan farmakoterapi dengan antagonis kalsium, vasodilator, atau ACE-inhibitor adalah terapi standar yang digunakan untuk menangani hipertensi.6,10,12 j. PROGNOSIS Penyembuhan sempurna terdapat pada >95% anak dengan GNAPS. Mortalitas dari fase akut dapat dicegah dengan penanganan yang tepat dari gagal ginjal akut, gagal jantung, dan hipertensi. Fase akut sangat berat dan membawa pasien pada hialinisasi glomerular dan insufisiensi ginjal kronik sangat jarang terjadi. Rekurensi sangat jarang terjadi.

Page 30: contoh preskas

28 Tabel 3. Perbedaan etiologi, gejala klinis, prognosis pada sindroma nefritik 13 II. NEFROPATI IMUNOGLOBULIN A a. PATOGENESIS Patomekanisme IgAN sampai sekarang belum jelas, tetapi diduga akibat suatu proses imunologik yang dimulai dengan adanya antigen yang menimbulkan antibodi IgA terhadap antigen tersebut yang pada gilirannya membentuk IgA immune complex.14 Kompleks IgA ini ternyata menghambat aktivasi komplemen sehingga tidak dapat melarutkan kompleks imun ini yang kemudian tidak dapat dieliminasi oleh ginjal setelah tiba di glomerulus dan mengakibatkan terbentuknya deposit. Deposit kompleks imun IgA ini terlihat sebagai deposit berbentuk granular yang terlihat dengan mikroskop elektron sehingga disebut granular electron-dense deposit yang dapat dikonfirmasi dengan mikroskop imunofloresensi.14,15

Page 31: contoh preskas

29 Deposit ini kemudian merangsang sel-sel mesangium mengeluarkan sitokin, yang disertai penurunan sintesis prostaglandin E2 dan peningkatan produksi tromboksan A2 yang secara bersama-sama menyebabkan proliferasi sel-sel mesangium dan proses inflamasi sehingga terjadi glomerulonefritis yang memberi gejala hematuria dan proteinuria. Endapan IgA di mesangium glomerulus seperti yang terjadi pada IgAN ternyata juga terdapat pada Henoch Schonlein Syndrome sehingga diduga kedua penyakit ini mempunyai patomekanisme yang sama.14,15 b. GEJALA KLINIS Hematuria merupakan gejala yang menonjol yang sering didahului oleh infeksi saluran pernafasan atas atau oleh diare 1-2 hari sebelumnya. Hal ini berbeda dengan GNAPS yang memerlukan waktu 1-2 minggu sebelum timbulnya gejala. Hematuria mikroskopik merupakan gejala yang persisten, sedangkan proteinuria tidak selalu terjadi dan bersifat ringan. Gejala hipertensi dapat menyertai hematuria sedangkan edema hanya terjadi pada 10% kasus. Selain hematuria sebagai gejala utama, maka IgAN dapat bermanifestasi dalam bentuk:16,17 1. Sindrom nefrotik akut (SNA) 2. Sindrom nefrotik (SN) 3. Gabungan gejala SNA dan SN 4. Rapidly progressive glomerulonephritis c. DIAGNOSIS Diagnosis berdasarkan atas:17 . Gejala klinis . Pemeriksaan laboratorium: o Serum IgA meningkat dalam darah o Komplemen C3 biasanya normal o Endapan IgA di mesangium glomerulus

Page 32: contoh preskas

30 Tabel 4. Penegakkan Diagnosis Nefropati IgA Gambar 1. Morfologi mesangium ginjal pada nefropati IgA (A) Mikroskop dengan pembesaran 400x yang menunjukkan ekspansi daerah mesangial dengan sel dan matriks. (B) Mikroskop imunofluoresens dengan pembesaran 400x menunjukkan deposisi IgA, dengan predominan di daerah mesangium glomerulus. (C) Tanda panah menunjukkan sel epitelil kresentik d. TERAPI Sampai saat ini masih belum ada terapi yang efektif untuk pasien dengan IgAN. Namun beberapa pilihan terapi dapat memperlambat progresifitas penyakit. Karena IgAN hanya mengenai 1,3 persen populasi, tidak ada agen terapetik yang terbukti mampu untuk mempertahankan fungsi ginjal.18,19 . Terapi suportif, terurai dalam tabel 5. C

Page 33: contoh preskas

31 . Terapi khusus Terapi ini ditujukan pada pasien IgAN dengan gejala klinis baik dengan adanya proteinuria, hipertensi dan gangguan fungsi ginjal. Derajat proteinuria merupakan salah satu prediktor terkuat pada outcome IgAN. Risiko terjadinya gagal ginjal meningkat seiring dengan proteinuria yang tinggi. Sebaliknya, proteinuria yang lebih rendah merupakan tanda penurunan risiko gagal ginjal. Kebanyakan penelitian menggunakan batasan proteinuria 1 g/hari, di atas itu akan terjadi risiko gagal ginjal, yang lain menentukan di atas 0,5 g/hari baru terjadi peningkatan risiko. Lebih lanjut lagi masih belum dapat dipastikan batasan mana yang menjadi prediktor terbaik, proteinuria pada saat awal atau kadar protein yang dapat dipertahankan selama tahun pertama atau saat usia 1 tahun. Hipertensi yang tidak terkontrol mempunyai efek terhadap proteinuria dalam menyebabkan penyakit menjadi progresif. Indikator yang ketiga adalah risiko penurunan GFR pada manifestasi awal.18 o ACE Inhibitor. Telah disebutkan bahwa ACE inhibitor dapat mengurangi risiko penyakit ginjal progresif pada pasien nefropati DM tipe 1, nefrosklerosis hipertensi dan non-diabetic glomerular and interstitial renal disease. Namun tidak ada penelitian yang

Page 34: contoh preskas

32 menunjukkan bahwa ACE inhibitor dapat mempertahankan fungsi ginjal pada pasien dengan IgAN.7 Beberapa penelitian menunjukkan ACE inhibitor dapat menurunkan ekskresi protein di urin namun tanpa dapat memperbaiki fungsi renal. Data penelitian yang tersedia sangat terbatas untuk menguji efek pada proteinuria dengan menggunakan kombinasi terapi ACE inhibitor dan angiotensin II type 1 receptor antagonists. Pada 2 penelitian kecil, kombinasi losartan dan ACE inhibitor menunjukkan efek yang baik dalam mereduksi ekskresi protein di urin, sementara menaikkan dosis 2x lipatnya tidak memberikan efek. ACE inhibitor saat ini telah digunakan luas untuk menurunkan tekanan darah dan proteinuria, dimana keduanya merupakan faktor yang dapat dimodifikasi untuk progresifitas penyakit IgAN.19 o Kortikosteroid Kortikosteroid telah digunakan selama lebih dari 20 tahun dalam terapi IgAN karena efek antiinflamasi dan imunosupresifnya. Pada penelitian RCT terakhir, pemberian steroid (1 g IV methylprednisolone per hari selama 3 hari saat awal bulan ke 1, 3 dan 5, ditambah dengan 0,5 mg prednison/kgBB oral, alternating day selama 6 bulan) menunjukkan penurunan proteinuria sebesar 50% setelah 6 bulan dan menurunkan risiko 50% terhadap kenaikan kadar serum kreatinin dan 36% terhadap kenaikan kadar serum kreatinin setelah 5 tahun.17,19,20,21 Percobaan yang membandingkan terapi kortikosteroid ditambah dengan azathioprine dibandingkan dengan terapi kortikosteroid saja sedang dalam proses di Italia; studi ini bertujuan untuk menentukan apakah terapi kombinasi lebih efektif dan memberikan efek toksik lebih rendah dibandingkan dengan terapi steroid saja.19 e. PROGNOSIS Prognosis IgAN sering dihubungkan dengan gejala-gejala pertama yang timbul. Prognosis jelek bila penyakit ini mulai timbul pada anak usia tua, tidak adanya gejala hematuria makroskopik, proteinuria berat atau

Page 35: contoh preskas

33 persisten. Selain gejala klinik, maka histologik yang berat juga merupakan faktor prediksi untuk menunjukkan prognosis jelek. Prognosis menjadi baik bila penyakit ini dapat dideteksi dini sehingga pengobatan dini dapat dilaksanakan.17 Tabel 6. Marker prognosis pada penyakit nefropati IgA

Page 36: contoh preskas

34 III. KRISIS HIPERTENSI Hipertensi krisis adalah keadaan gawat darurat yang memerlukan penanganan segera. Hipertensi krisis dibedakan atas hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi. Hipertensi emergensi berarti hipertensi yang disertai kerusakan organ target sedangkan hipertensi urgensi merupakan hipertensi yang tidak disertai kerusakan organ target.9,10 Umumnya hipertensi pada anak adalah hipertensi sekunder, dan penyebab hipertensi krisis yang paling sering adalah penyakit renoparenkim dan renovaskular. Penyebab tersering krisis hipertensi pada anak adalah glomerulonefritis akut, penyalahgunaan obat, penyakit vascular kolagen, hipertensi renovaskular, dan trauma kepala.22 Hipertensi krisis terjadi melalui beberapa mekanisme antara lain melalui sistem renin angiotensin, overload cairan, stimulasi simpatetik, disfungsi endotel, dan obat-obatan. Sebagai keadaan gawat darurat, prinsip tata laksana hipertensi krisis adalah menurunkan tekanan darah secepatnya untuk mencegah kerusakan organ target. Penurunan tekanan darah secara cepat tidak direkomendasikan mengingat hipotensi, mekanisme kegagalan autoregulasi, dan kemungkinan iskemia otak dan viseral. Penurunan tekanan darah pada 6-12 jam pertama tidak melebihi sepertiga dari total reduksi tekanan darah yang diinginkan, diikuti dengan sepertiganya 24 jam berikutnya, dan sepertiga terakhir pada 2-4 hari berikutnya.22

Page 37: contoh preskas

35 Tabel 7. Klasifikasi hipertensi pada anak dan dewasa dengan rekomendasi terapi 23

Page 38: contoh preskas

36 Tabel 8. Pemeriksaan laboratorium pada anak dengan hipertensi 24

Page 39: contoh preskas

37 Tabel 9. Evaluasi klinis pada anak dengan hipertensi 23

Page 40: contoh preskas

38 Hipertensi urgensi adalah hipertensi berat tanpa disertai kerusakan target organ. Obat anti-hipertensi oral biasanya berhasil untuk mengontrol tekanan darah, walaupun pada beberapa kasus diindikasikan pengobatan secara parenteral.25 Terdapat banyak obat yang aman yang dapat digunakan utuk anak dengan krisis hipertensi, antara lain sodium nitrprussidem nikardipin, labetalol, nifedipin, esmolol, diazoxide, hidralazin, dan minoxidil. Nifedipin merupakan obat yang sangat efektif dalam mengontrol krisis hipertensi.23,26-29 Pada suatu penelitian nifedipin sublingual 2,5-10 mg diberikan untuk menangani krisis hipertensi pada 31 pasien anak. Rata-rata tekanan darah adalah 160/ 111 mmHg. Sistolik dan diastolik turun dalam 5 menit dan efek maksimal didapatkan setelah 60 menit. Sesuai dengan data, nifedipin dapat diberikan sublingual ataupun ditelan. Nifedipin akan menurunkan tekanan darah dalam 5 � 20 menit, dengan efek maksimum pada 60 � 90 menit setelah pemberian. Dosis awal pemberian adalah 0,25 � 0,50 mg/kg, sampai dosis maksimal 10 mg.23,30

Page 41: contoh preskas

39 Tabel 10. Obat anti-hipertensi pada hipertensi berat pada anak usia 1-17 tahun23

Page 42: contoh preskas

40 BAB IV PEMBAHASAN KASUS Pasien laki-laki berusia 7 tahun datang dengan keluhan mimisan tiga kali sejak 1 hari SMRS, disertai bengkak pada muka dan kedua kaki, nyeri kepala, dan nyeri perut. Secara umum edema generalisata dapat disebabkan oleh penurunan tekanan onkotik plasma, seperti pada sindroma nefrotik, malnutrisi, protein-losing enteropathy, sirosis hepatis atau peningkatan volume intravaskular sehingga meningkatkan tekanan hidrostatik, seperti pada gagal jantung kongestif, glomerulonefritis akut, gagal ginjal. Maka dari itu diperlukan pemeriksaan fisik lengkap untuk mengetahui etiologi edema yang terdapat pada pasien. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 160/100 mmHg, edema palpebra (+/+), pitting edema pada dorsum pedis kanan dan kiri. Berdasarkan The Fourth Report on The Diagnosis, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure in Children and Adolescents, tekanan darah pasien tergolong dalam hipertensi grade II, yaitu di atas persentil 99 + 5 mmHg untuk usianya.31 Hipertensi menjelaskan serangkaian gejala yang terjadi pada pasien yaitu frekuensi mimisan meningkat, nyeri kepala, dan nyeri abdomen. Pasien memiliki hipertensi grade II dan membutuhkan observasi dan terapi segera untuk menurunkan tekanan darahnya, agar tidak terjadi target organ damage seperti perdarahan otak, ensefalopati hipertensi, dan gagal ginjal akut. Hal ini menjelaskan indikasi rawat inap pada pasien. Sembilan puluh persen hipertensi sekunder pada anak disebabkan oleh kelainan pada ginjal. Maka dari itu dibutuhkan pemeriksaan penunjang darah lengkap, urinalisis, albumin, fungsi ginjal (ureum, kreatinin), kolesterol total, CRP, ASTO, dan elektrolit (Na, K, Cl) untuk mengevaluasi kelainan ginjal yang diduga terjadi pada pasien.

Page 43: contoh preskas

41 Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan mikrohematuria (darah samar +++ sedimen eritrosit), albuminuria (albumin urin ++), hipoalbuminemia (albumin serum 3,6 g/ dL), peningkatan kadar ureum (46 mg/ dL) dan ASTO negatif (<200 IU/ mL). Laju filtrasi glomerulus (LFG) dapat diperkirakan dengan rumus Schwartz : LFG = ..,...... ........ ........ = ..,...... x ...... ..,.... = 86,3 mL/ menit Berdasarkan gambaran klinis pasien, yaitu hipertensi, edema, hematuria, proteinuria, dan penurunan LFG maka dapat disimpulkan pasien mengalami sindroma nefritis akut. Penyebab sindroma nefritis akut tersering pada anak-anak usia 6-15 tahun adalah glomerulonephritis akut pasca infeksi streptokokus. Penyebab lain yang lebih jarang antara lain nefropati IgA, sindroma Alport, nefritis Lupus, nefritis Henoch-Schonlein purpura, serta membranoproliferative glomerulonephritis.32 Glomerulonefritis akut juga dapat terjadi pasca infeksi bakteri lain seperti stafilokokus, Streptococcus pneumonia, dan beberapa bakteri gram negatif.33 Dari anamnesis didapatkan pasien memiliki riwayat sakit demam, batuk, dan nyeri tenggorok satu bulan yang lalu. Hal ini mendukung diagnosis ke arah glomerulonephritis akut pasca infeksi streptokokus. Namun pada pemeriksaan ASTO didapatkan negatif. Menurut literatur, pemeriksaan ASTO didapatkan positif hanya pada 80-85% infeksi streptokokus grup A, maka hasil pemeriksaan negatif tidak dapat mengeksklusi diagnosis. Dalam meningkatkan akurasi pemeriksaan, dianjurkan melakukan pemeriksaan ASTO ulang 10 hari setelah pemeriksaan yang pertama. 22 Dalam mencari etiologi dari glomerulonefritis akut dibutuhkan beberapa pemeriksaan tambahan. Pemeriksaan komplemen C3 merupakan tes diagnostik lini pertama dimana dapat membagi etiologi glomerulonefritis akut menjadi dua bagian besar, yaitu yang memiliki kadar komplemen rendah (GNAPS, nefritis Lupus, glomerulonefritis membranoproliferatif) dan yang memiliki kadar komplemen normal (nefropati IgA, glomerulonefritis mesangioproliferatif, nefritis Henoch-Schonlein purpura, dan anti-GBM antibody disease). USG ginjal dilakukan untuk mengevaluasi struktur anatomi ginjal (ukuran ginjal, obstruksi, fibrosis).

Page 44: contoh preskas

42 Biopsi ginjal merupakan pemeriksaan invasif untuk diagnosis definitif dari penyakit ginjal dan dapat menjadi acuan untuk prognosis dan terapi. Indikasi dari biopsi ginjal meliputi :34-36 . Kegagalan dalam membuktikan infeksi streptokokus melalui peningkatan ASTO atau streptozyme titer . Normocomplementemia . Insufisiensi renal, terutama bila laju filtrasi glomerulus menetap di bawah 30 mL/ menit/ 1,73m2 selama lebih dari 1 minggu . Penurunan kadar komplemen (C3) lebih dari 6-8 minggu, tanpa resolusi gejala glomerulonefritis akut . Episode hematuria rekuren Penatalaksanaan pada pasien meliputi tatalaksana medikamentosa dan nonmedikamentosa, dan diuraikan seperti di bawah ini : . Tirah baring untuk mengurangi derajat hematuria serta mengurangi aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan darah.35 . Observasi tanda vital dan keluhan pasien untuk mendeteksi adanya target organ damage dan untuk mengetahui respon terapi antihipertensi. . Monitor urin output/ 24 jam untuk mengetahui balans cairan dan respon terapi diuretika. . Restriksi cairan dan diet rendah garam (1,2 gram/ hari) untuk mengurangi retensi cairan.36 . Diet rendah protein (1 gram/ kg/ hari) untuk mengurangi beban ginjal dalam ekskresi hasil metabolism protein. . Menurut rekomendasi The Fourth Report on The Diagnosis, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure in Children and Adolescents, pasien dengan hipertensi stage II seringkali membutuhkan 2 jenis antihipertensi maka dari itu pada pasien diberikan Nifedipin 2x5 mg PO (dosis 0,25-0,5 mg/kgBB/dosis) dan Captopril 2x6,25 mg PO (dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/dosis).31 . Furosemid 2x20 mg IV (dosis 0,5-4 mg/kgBB/dosis 2-4 kali per hari). Pada pasien diberikan obat golongan loop diuretic untuk mengurangi reabsorpsi

Page 45: contoh preskas

43 natrium (meningkatkan eksresi natrium yang diikuti oleh air) sehingga dapat menurunkan edema dan tekanan darah.31 . Amoksisilin 3x350 mg PO (dosis 10-25mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis). Meskipun pada pasien tidak terdapat tanda-tanda infeksi aktif pada tenggorok, namun tetap diberikan antibiotik untuk mengeradikasi fokus infeksi yang mengandung antigen nefritogenik.36 Secara umum , prognosis dari sindroma nefritis akut pada anak-anak adalah baik. Kematian biasa disebabkan karena komplikasi dari hipertensi (perdarahan serebral) atau gagal ginjal (hiperkalemia).32 Pada pasien tidak ditemukan adanya tanda-tanda komplikasi yang fatal. Hipertensi umumnya sembuh dalam 1-2 minggu dan jarang membutuhkan terapi jangka panjang. Hematuria mikroskopik dan proteinuria ringan dapat terus berlangsung selama beberapa bulan setelah gejala akut. Pada umumnya kekambuhan glomerulonefritis akut sangat jarang. Sebagian kecil pasien (<2%) setelah fase akut mengalami glomerulosklerosis dan gagal ginjal kronik.33,36

Page 46: contoh preskas

44 DAFTAR PUSTAKA 1. Shiva F, Far RR, Behjati MR. Acute glomerulonephritis in children. J Pak Med Assoc 1994; 44(5):116-8. 2. Hricik DE, Chung-Park M, Sedor JR. Glomerulonephritis. N Engl J Med 1998; 339:888-99. doi: 10.1056/NEJM199809243391306. 3. Harambat J, Van Stralen KJ, Kim JJ, Tizard EJ. Epidemiology of chronic kidney disease in childhood. Pediatr Nephrol 2012; 27:363-73. doi:10.1007/s00467-011- 1939-1. 4. Miyazaki N, Matsumoto J. Primary and Secondary Glomerulonephritis. Nephrol. Dial. Transplant; 2012: 27 (suppl 2) :ii182-ii196. doi:10.1093/ndt/gfs223 5. Alpers C, Kowalewska J. Fibrillary glomerulonephritis and immunotactoid glomerulopathy. J Am Soc Nephrol. 19: 34�37, 2008. doi:10.1681/ ASN.2007070757 6. McCaffrey J, Shenoy M. The glomerulonephritis. Symposium: Nephrology. Pediatrics and Child Health, 2011: 22:8 7. Rusdidjas,Ramayati R, Infeksi Saluran Kemih dalam: Buku Ajar NefrologiAnak: Edisi 2: Alatas H,dkk : IDAI : Jakarta, 2002: 323-61 8. Sardjito DRH, Alatas H, Singadipoera B, et al. Glomerulonefritis pasca streptokokus pada anak � studi kolaboratif multisenter. Dalam: Kosnadi L dkk, ed. Naskah lengkap Simposium Nasional IV Nefrologi Anak dan peningkatan berkala I. Kesehatan Anak ke 6. Semarang, 23-24 Juni 1989; 176-94 9. Davis ID, Avner ED. Conditions Particularly Associated with Hematuria. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editors. Nelson Textbook of Pediatrics. Pennsylvania: Saunders; 2004 10. Acute Post-Streptococcal Glomerulonephritis. Diunduh dari: http://www.health.nt.gov.au/library/scripts/objectifyMedia.aspx?file=pdf/10/84.p df. Diakses 25 November 2015. 11. Kasahara T, et all. Prognosis of ASPGN is excellent in children, when adequately diagnosed. Pediatrics International, 2001, 43:364-7 12. Hay WW, Hayward AR, Levin MJ, Sondheimer JM. Current Pediatric Diagnosis & Treatment. 18th edition. New York: McGraw Hill; 2006. 13. Madaio MP, Harrington JT. The Diagnosis of Glomerular Disease. Arch Intern Med, 2011; 161: 25-34 14. Tumlin J a., Madaio MP, Hennigar R. Idiopathic IgA nephropathy: Pathogenesis, histopathology, and therapeutic options. Clin J Am Soc Nephrol. 2007;2(5):1054- 1061. doi:10.2215/CJN.04351206. (5) 15. Lau KK, Gaber LW, Delos Santos NM, Fisher K a, Grimes SJ, Wyatt RJ. Pediatric IgA nephropathy: clinical features at presentation and outcome for African-Americans and Caucasians. Clin Nephrol. 2004;62(3):167-172. doi:10.5414/CNP62167. (6) 16. White R, Yoshikawa N, Feehally J. IgA nephropathy and Henoch-Schonlein nephritis. In: Barrat T, Avner E, Harmon W, eds. Pediatric Nephrology. Vol 4th ed. Baltimore; 1999:691-706. (1) 17. Yoshikawa N, Tanaka R, Iijima K. Pathophysiology and treatment of IgA nephropathy in children. Pediatr Nephrol. 2001;16(5):446-457. doi:10.1007/s004670100582. (2) 18. Floege J, Eitner F. Current Therapy for IgA Nephropathy. J Am Soc Nephrol. 2011;22(10):1785-1794. doi:10.1681/ASN.2011030221. (4)

Page 47: contoh preskas

45 19. Barratt J, Feehally J. IgA nephropathy. J Am Soc Nephrol. 2005;16(7):2088- 2097. doi:10.1681/ASN.2005020134. (7) 20. Welch TR, Fryer C, Shely E, Witte DP, Quinlan M. Double-blind, controlled trial of short-term prednisone therapy in immunoglobulin A glomerulonephritis. J Pediatr. 1992;121(3):474-477. doi:10.1016/S0022-3476(05)81808-6. (12) 21. John AR. Diagnosis and management of hypertension in childhood. Pediatr Ann 1997;26: 105-10. 22. Fivush B, Neu A, Furth S. Acute hypertensive crises in children: emergencies and urgencies. Curr Opin Pediatr 1997;9:233-6. 23. National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Children and Adolescents. The fourth report on the diagnosis, evaluation, and treatment of high blood pressure in children and adolescents. Pediatrics. Aug 2004;114(2 Suppl 4th Report): 555-76. 24. Acute Hypertension and Hypertensive Crisis in Children. Diunduh dari: http://www.pedheartsat.org/articles/Acute%20Hypertension%20and%20Hyperte nsive%20Crisis%20in%20Children.html. Diakses 26 November 2015. 25. Treatment of Pediatric Hypertension. Diunduh dari: http://www.medscape.com/viewarticle/409504_7. Diakses 27 November 2015 26. Evans JHC, Shaw NJ, Brocklebank JT. Sublingual nifedipine in acute severe hypertension. Arch Dis Child 1988;63:975-7. 27. Dilmen U, Caglar K, Senses A, Kinik E. Nifedipine in hypertensive emergencies in children. Am J Dis Child 1983;137:1162-5. 28. Lopez-Herce J, Albajara L, Garcia S, Ruza F. Treatment of hypertensive crises in children with nifedipine. Intensive Care Med 1988;14:519-21. 29. Roth B, Herkenrath J, Krebber J, Abu-Chaaban T. Nifedipine in hypertensive crises in infants and children. Clin Exp Theory Pract 1986;A8:871-7. 30. Deal JE, Barratt TM, Dillon MJ. Management of hypertensive emergencies. Arch Dis Child 1992;67:1089-92. 31. National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Children and Adolescents. The Fourth Report on The Diagnosis, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure in Children and Adolescents. Pediatrics 114(2 Suppl 4th report):555-576; 2004. 32. Fathallah-Shaykh S. Pediatric nephritis. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/982811-overview#a7. Diakses 29 November 2015. 33. Pan CG, Avner ED. Glomerulonephritis associated with infections. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editors. Nelson Textbook of Pediatrics. Pennsylvania: Saunders; 2004 34. Hammad T. Antistreptolysin O Titer. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/2113540-overview#a3 Diakses 29 November 2015. 35. Parmar MS. Acute glomerulonephritis. Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/239278-overview Diakses 28 November 2015. 36. Rodriguez-Iturbe B, Mezzano S. Acute postinfectious glomerulonephritis. In: Avner ED, Harmon WE, Niaudet P, Yoshikawa N, eds. Pediatric nephrology. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2009.

Page 48: contoh preskas