Cholangitis Akut

21
Cholangitis Akut BAGIAN ILMU PENYAKIT BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN 2010 BAB I PENDAHULUAN Cholangitis akut merupakan infeksi bakteri dari sistem duktus bilier, yang bervariasi tingkat keparahannya dari ringan dan dapat sembuh sendiri sampai berat dan dapat mengancam nyawa. Pertama kali dikemukakan pada tahun 1877 oleh Charcot, ia mempostulatkan bahwa penyakit ini berhubungan dengan proses patologi berupa obstruksi bilier dan infeksi bakteri. Cholangitis merupakan salah satu komplikasi dari batu pada ductus choledochus. Penyakit ini perlu diwaspadai karena insidensi batu empedu di Asia Tenggara cukup tinggi, serta kecenderungan penyakit ini untuk terjadi pada pasien berusia lanjut, yang biasanya memiliki penyakit penyerta yang lain yang dapat memperburuk kondisi dan mempersulit terapi. Penting bagi dokter umum untuk mengetahui penyakit ini, agar dapat menegakkan diagnosis secara tepat, melakukan penanganan pertama, memberikan penjelasan yang baik kepada pasien, dan merujuk secara tepat. BAB II

Transcript of Cholangitis Akut

Page 1: Cholangitis Akut

Cholangitis Akut

BAGIAN ILMU PENYAKIT BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

2010

BAB I PENDAHULUAN

Cholangitis akut merupakan infeksi bakteri dari sistem duktus bilier, yang bervariasi

tingkat keparahannya dari ringan dan dapat sembuh sendiri sampai berat dan dapat mengancam

nyawa.

Pertama kali dikemukakan pada tahun 1877 oleh Charcot, ia mempostulatkan bahwa

penyakit ini berhubungan dengan proses patologi berupa obstruksi bilier dan infeksi bakteri.

Cholangitis merupakan salah satu komplikasi dari batu pada ductus choledochus.

Penyakit ini perlu diwaspadai karena insidensi batu empedu di Asia Tenggara cukup

tinggi, serta kecenderungan penyakit ini untuk terjadi pada pasien berusia lanjut, yang biasanya

memiliki penyakit penyerta yang lain yang dapat memperburuk kondisi dan mempersulit terapi.

Penting bagi dokter umum untuk mengetahui penyakit ini, agar dapat menegakkan

diagnosis secara tepat, melakukan penanganan pertama, memberikan penjelasan yang baik

kepada pasien, dan merujuk secara tepat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Kolangitis akut merupakan superimposa infeksi bakteri yang terjadi pada obstruksi

saluran bilier, terutama yang ditimbulkan oleh batu empedu, namun dapat pula ditimbulkan oleh

neoplasma ataupun striktur.

Patofisiologi

Page 2: Cholangitis Akut

Faktor utama dalam patogenesis dari cholangitis akut adalah obstruksi saluran bilier,

peningkatan tekanan intraluminal, dan infeksi saluran empedu. Saluran bilier yang terkolonisasi

oleh bakteri namun tidak mengalami pada umumnya tidak akan menimbulkan cholangitis. Saat

ini dipercaya bahwa obstruksi saluran bilier menurunkan pertahanan antibakteri dari inang.

Walaupun mekanisme sejatinya masih belum jelas, dipercaya bahwa bakteria memperoleh akses

menuju saluran bilier secara retrograd melalui duodenum atau melalui darah dari vena porta.

Sebagai hasilnya, infeksi akan naik menuju ductus hepaticus, menimbulkan infeksi yang serius.

Peningkatan tekanan bilier akan mendorong infeksi menuju kanalikuli bilier, vena hepatica, dan

saluran limfatik perihepatik, yang akan menimbulkan bacteriemia (25%-40%). Infeksi dapat

bersifat supuratif pada saluran bilier.

Saluran bilier pada keadaan normal bersifat steril. Keberadaan batu pada kandung

empedu (cholecystolithiasis) atau pada ductus choledochus (choledocholithiasis) meningkatkan

insidensi bactibilia. Organisme paling umum yang dapat diisolasi dalam empedu adalah

Escherischia coli (27%), Spesies Klebsiella (16%), Spesies Enterococcus (15%), Spesies

Streptococcus (8%), Spesies Enterobacter (7%), dan spesies Pseudomonas aeruginosa (7%).

Organisme yang ditemukan pada kultur darah sama dengan yang ditemukan dalam empedu.

Patogen tersering yang dapat diisolasi dalam kultur darah adalah E coli (59%), spesies Klebsiella

(16%), Pseudomonas aeruginosa (5%) dan spesies Enterococcus (4%). Sebagai tambahan,

infeksi polimikrobial sering ditemukan pada kultur empedu (30-87%) namun lebih jarang

terdapat pada kultur darah (6-16%).

Saluran empedu hepatik bersifat steril, dan empedu pada saluran empedu tetap steril

karena terdapat aliran empedu yang kontinu dan keberadaan substansi antibakteri seberti

immunoglobulin. Hambatan mekanik terhadap aliran empedu memfasilitasi kontaminasi bakteri.

Kontaminasi bakteri dari saluran bilier saja tidak menimbulkan cholangitis secara klinis;

kombinasi dari kontaminasi bakteri signifikan dan obstruksi bilier diperlukan bagi terbentuknya

cholangitis.

Tekanan bilier normal berkisar antara 7 sampai 14 cm. Pada keadaan bactibilia dan

tekanan bilier yang normal, darah vena hepatica dan nodus limfatikus perihepatik bersifat steril,

namun apabila terdapat obstruksi parsial atau total, tekanan intrabilier akan meningkat sampai

18-29 cm H2O, dan organisme akan muncul secara cepat pada darah dan limfa. Demam dan

Page 3: Cholangitis Akut

menggigil yang timbul pada cholangitis merupakan hasil dari bacteremia sistemik yang

ditimbulkan oleh refluks cholangiovenososus dan cholangiolimfatik.

Penyebab tersering dari obstruksi bilier adalah choledocholithiasis, striktur jinak, striktur

anastomosis bilier-enterik, dan cholangiocarcinoma atau karsinoma periampuler. Sebelum tahun

1980-an batu choledocholithiasis merupakan 80% penyebab kasus cholangitis yang tercatat.

Insidensi

Di Amerika Serikat, Cholangitis cukup jarang terjadi. Biasanya terjadi bersamaan dengan

penyakit lain yang menimbulkan obstruksi bilier dan bactibilia (misal: setelah prosedur ERCP, 1-

3% pasien mengalami cholangitis). Resiko tersebut meningkat apabila cairan pewarna

diinjeksikan secara retrograd.

Insidensi Internasional cholangitis adalah sebagai berikut. Cholangitis pyogenik rekuren,

kadangkala disebut sebagai cholangiohepatitis Oriental, endemik di Asia Tenggara. Kejadian ini

ditandai oleh infeksi saluran bilier berulang, pembentukan batu empedu intrahepatik dan

ekstrahepatik, abses hepar, dan dilatasi dan striktur dari saluran empedu intra dan ekstrahepatik.

Mortalitas/Morbiditas

Mortalitas dari cholangitis tinggi karena predisposisinya pada penderita dengan penyakit

penyerta yang lain. Pada zaman dahulu, tingkat mortalitasnya mencapai 100%. Dengan

ditemukannya Endoscopic retrograde cholangiography, sphincterotomy terapeutik secara

endoskopik, ekstraksi batu dan stenting bilier, tingkat mortalitas telah menurun sampai kira-kira

5-10%.

Pasien-pasien dengan karakteristik berikut berhubungan dengan tingkat morbiditas dan

mortalitas yang lebih tinggi:

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Hipotensi

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Gagal ginjal akut

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Abses hepar

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Sirosis

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Inflammatory bowel disease

Page 4: Cholangitis Akut

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Striktur karena malignansi

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Radiologic cholangitis – post percutaneus

transhepatic cholangiography

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Jenis kelamin perempuan

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Usia lebih tua dari 50 tahu

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Kegagalan merespon terhadap terapi antibiotik dan

konservatif.

Usia lanjut, masalah medis penyerta, dan keterlambatan dekompresi bilier meningkatkan

tingkat kematian operatif yang timbul (17-40%). Tingkat mortalitas dari pembedahan elektif

setelah stabilisasi keadaan pasien lebih rendah secara signifikan (kira-kira 3%). Pada masa lalu,

cholangitis suppurativa diduga meningkatkan morbiditas; namun, studi prospektif tidak

menunjukkan bahwa dugaan tersebut benar.

Cholangitis seringkali terjadi secara sekunder karena batu empedu yang mengobstruksi

ductus choledochus, oleh karena itu memiliki faktor resiko yang sama dengan cholelithiasis.

Prevalensi batu empedu tertinggi terdapat pada orang-orang berkulit terang keturunan Eropa

utara, juga pada populasi Hispanik, Suku-suku asli amerika, dan Indian Pima.

Sebagai tambahan, populasi Asia tertentu dan penduduk negara dimana insidensi parasit

intestinal tinggi juga memiliki resiko yang lebih tinggi. Orang Asia lebih mungkin memiliki batu

primer karena infeksi bilier kronis, parasit, stasis bilier, dan striktur bilier. Cholangitis pyogenik

Rekuren jarang terjadi di Amerika Serikat. Orang kulit hitam dengan penyakit sickle cell anemia

memiliki resiko yang lebih tinggi.

Walaupun batu empedu lebih sering terjadi pada wanita daripada pada pria, rasio pria-

wanita sama pada cholangitis.

Pasien berusia lanjut dengan batu empedu asimtomatik lebih mungkin mengalami

komplikasi serius dan cholangitis. Cholangitis pada pasien tua yang datang dengan sepsis dan

perubahan status mental harus selalu dipikirkan, pasien tua lebih rentan terhadap batu kandung

empedu dan batu saluran empedu, dan oleh karena itu, cholangitis. Usia median presentasi

cholangitis adalah antara usia 50-60 tahun.

Page 5: Cholangitis Akut

Pemeriksaan klinis

Riwayat

Pada tahun 1877, Charcot menjelaskan cholangitis sebagai “triad” yang ditemukan pada

pemeriksaan fisik berupa: nyeri kuadran kanan atas, demam, dan Jaundice. Pentad Reynolds

menambahkan perubahan status mental dan sepsis pada triad tersebut. Terdapat berbagai

spektrum cholangitis, mulai dari gejala yang ringan sampai sepsis. Apabila terdapat shock septik,

diagnosis cholangitis mungkin dapat tidak terduga. Pikirkan cholangitis pada setiap pasien yang

nampak septik, terutama pada pasien-pasien tua, mengalami jaundice, atau yang mengalami

nyeri abdomen. Riwayat nyeri abdomen atau gejala kolik bilier dapat merupakan petunjuk bagi

penegakkan diagnosis.

Triad Charcot terdiri dari demam, nyeri abdomen kanan atas, dan Jaudice. Dilaporkan

terjadi pada 50%-70% pasien dengan cholangitis. Namun, penelitian yang dilakukan baru-baru

ini mengemukakan bahwa gejala tersebut terjadi pada 15%-20% pasien. Demam terjadi pada

kira-kira 90% kasus. Nyeri abdomen dan jaundice diduga terjadi pada 70% dan 60% pasien.

Pasien datang dengan perubahan status mental pada 10-20% kasus dan hipotensi terjadi pada

30% kasus. Tanda-tanda tersebut , digabungkan dengan triad Charcot, membentuk pentad

Reynolds.

Banyak pasien yang datang dengan ascending cholangitis tidak memiliki gejala-gejala

klasik tersebut. Sebagian besar pasien mengeluhkan nyeri pada abdomen kuadran lateral atas;

namun sebagian pasien (misal: pasien lansia) terlalu sakit untuk melokalisasi sumber infeksi.

Gejala-gejala lain yang dapat terjadi meliputi: Jaundice, demam, menggigil dan kekakuan

(rigors), nyeri abdomen, pruritus, tinja yang acholis atau hypocholis, dan malaise.

Riwayat medis pasien mungkin dapat membantu. Contohnya riwayat dari keadaan-

keadaan berikut dapat meningkatkan resiko cholangitis:

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Batu kandung empedu atau batu saluran empedu

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Pasca cholecystectomy

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Manipulasi endoscopik atau ERCP, cholangiogram

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Riwayat cholangitis sebelumnya

Page 6: Cholangitis Akut

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Riwayat HIV atau AIDS: cholangitis yang

berhubungan dengan AIDS memiliki ciri edema bilier ekstrahepatik, ulserasi, dan

obstruksi bilier. Etiologinya masih belum jelas namun dapat berhubungan dengan

cytomegalovirus atau infeksi Cryptosporidium. Penanganannya akan dijelaskan di

bawah, dekompresi biasanya tidak diperlukan.

Pemeriksaan Fisik

Pada umumnya, pasien dengan cholangitis nampak sakit cukup berat dan cukup sering

datang dalam keadaan shock septik tanpa sumber infeksi yang jelas.

Pemeriksaan fisik dapat ditemukan keadaan sebagai berikut:

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Demam (90%) walaupun pasien tua dapat tidak

mengalami demam

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Nyeri abdomen kuadran lateral atas (65%)

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Hepatomegali ringan

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Jaundice (60%)

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Perubahan status mental (10-20%)

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Sepsis

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Hipotensi (30%)

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Takikardia

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Peritonitis (jarang terjadi, dan apabila terjadi, harus

dicari diagnosis alternatif yang lain)

Penyebab

Pada negara-negara barat, Choledocholithiasis merupakan penyebab utama cholangitis

akut, diikuti oleh ERCP dan tumor.

Setiap kondisi yang menimbulkan stasis atau obstruksi saluran bilier pada ductus

choledochus, termasuk striktur jinak atau ganas, infeksi parasit, ataupun kompresi ekstrinsik

yang ditimbulkan oleh pancreas, dapat menimbulkan infeksi bakteri dan cholangitis. Obstruksi

parsial memiliki tingkat infeksi yang lebih tinggi daripada infeksi komplit.

Page 7: Cholangitis Akut

Batu saluran empedu merupakan predisposisi bagi cholangitis. Kira-kira 10-15% pasien

dengan cholecystitis memiliki choledocholithiasis, kira-kira 1% pasien pasca cholecystectomy

memiliki choledocholithiasis yang tersisa. Sebagian besar choledocholithiasis bersifat

simtomatik, sementara sebagian dapat bersifat asimtomatik selama bertahun-tahun.

Tumor yang bersifat obstruktif dapat menyebabkan cholangitis. Obstruksi parsial

berhubungan dengan peningkatan tingkat infeksi dibandingkan dengan obstruksi neoplastik total.

Tumor-tumor yang dapat menyebabkan cholangitis adalah:

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Kanker pancreas

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Cholangiocarcinoma

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Kanker ampulla vateri

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Tumor porta hepatis atau metastasis

Penyebab lain yang dapat menimbulkan cholangitis adalah:

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Striktur atau stenosis

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Manipulasi CBD secara endoskopik

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Choledochocele

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Sclerosing cholangitis (dari sklerosis bilier)

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->AIDS cholangiopathy

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Infeksi cacing Ascaris lumbricoides.

Diagnosis Diferential

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Cholecystitis dan kolik Bilier

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Penyakit Divertikuler

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Hepatitis

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Iskemia mesenterika

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Pancreatitis

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Shock Septik

Diagnosis lain yang perlu dipertimbangkan:

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Sirosis

Page 8: Cholangitis Akut

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Liver Failure

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Abses hepar

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Appendicitis accuta

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Ulcus pepticum yang mengalami perforasi

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Pyelonephritis

<!--[if !supportLists]-->o <!--[endif]-->Diverticulitis colon kanan

Pemeriksaan Penunjang

Uji Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin: Leukositosis: Pada pasien dengan cholangitis, 79% memiliki sel

darah putih melebihi 10.000/mL, dangan angka rata-rata 13.600. Pasien sepsis dapat leukopenik.

Pemeriksaan elektrolit dengan fungsi ginjal dapat dilakukan. Pemeriksaan kadar kalsium

darah diperlukan untuk memeriksa kemungkinan pancreatitis, yang dapat menimbulkan

hipokalsemia, dicurigai. Tes fungsi liver kemungkinan besar konsisten dengan keadaan

cholestasis, hiperbilirubinemia terdapat pada 88-100% pasien dan peningkatan kadar alkali

fosfatase pada 78% pasien. SGOT dan SGPT biasanya sedikit meningkat.

PTT dan aPTT biasanya tidak meningkat kecuali bila terdapat sepsis yang menimbulkan

Koagulasi intravaskuler diseminata (DIC) atau apabila terdapat sirosis pada pasien tersebut.

Pemeriksaan koagulasi tersebut diperlukan apabila pasien memerlukan intervensi operatif.

Golongan darah, screening darah dan crossmatch biasanya dilakukan apabila pasien memerlukan

cadangan darah untuk operasi.

Kadar C-reactive protein dan LED pada umumnya meningkat. Kultur darah (2 set):

antara 20% dan 30% kultur darah memberikan hasil yang positif, banyak diantaranya

menunjukkan infeksi polimikrobial

Hasil urinalisis biasanya normal

Lipase: keterlibatan ductus choledochus bagian bawah dapat menimbulkan pancreatitis

dan peningkatan kadar lipase. Sepertida dari pasien mengalami sedikit peningkatan pada kadar

lipase. Peningkatan enzim pankreas menunjukkan bahwa batu saluran empedu menimbulkan

Page 9: Cholangitis Akut

cholangitis, dengan ataupun tanpa gallstone pancreatitis (pancreatitis yang disebabkan oleh batu

empedu). Kultur empedu: kultur empedu dilakukan apabila pasien mengalami drainase bilier

oleh interventional radiology atau endoscopy.

Studi Pencitraan

Studi pencitraan penting untuk mengkonfirmasi keberadaan dan penyebab obstruksi bilier

dan untuk menyingkirkan kondisi yang lain. Ultrasonografi dan CT scan merupakan pemeriksaan

yang paling sering dilakukan.

Ultrasonografi sangat baik untuk melihat batu empedu dan cholecystitis. Pemeriksaan ini

sangat sensitif dan spesifik untuk memeriksa kandung empedu dan menilai dilatasi saluran bilier,

namun pemeriksaan ini sering melewatkan batu yang terdapat pada ductus biliaris distal.

Ultrasonografi transabdominal merupakan pemeriksaan awal pilihan. Ultrasonografi

dapat membedakan obstruksi intrahepatik dari obstruksi ekstrahepatik dan memperlihatkan

dilatasi ductus. Pada sebuah penelitian, hanya 13% choledocholithiasis dapat diamati pada USG,

namun dilatasi CBD terdapat pada 64% kasus. Keuntungan USG adalah dapat dilakukan secara

cepat di UGD (dengan USG portabel), kemampuan untuk melihan struktur lain (aorta, pancreas,

liver), kemampuan untuk mengidentifikasi komplikasi (misal perforasi, empyema, abscess) dan

tidak terdapatnya resiko radiasi

Kerugian dari USG adalah hasil pemeriksaan yang bergantung pada kemampuan operator

dan pasien (kadar lemak pasien dll), tidak mampu untuk melihat ductus cysticus, dan penurunan

sensitivitas bagi batu saluran empedu distal. Hasil USG yang normal tidak dapat menyingkirkan

diagnosis cholangitis.

Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) merupakan pemeriksaan yang

bersifat diagnostik dan terapeutik, dan merupakan kriteria standar bagi pencitraan sistem bilier.

ERCP hanya dilakukan bagi pasien yang memerlukan intervensi terapeutik. Pasien dengan

kecurigaan klinis yang tinggi bagi cholangitis sebaiknya segera dilakukan ERCP. ERCP

memiliki tingkat keberhasilan yang besar (98%) dan dianggap lebih aman daripada intervensi

bedah dan percutaneus.

Page 10: Cholangitis Akut

Penggunaan ERCP sebagai alat diagnostik memiliki tingkat komplikasi sebesar 1,38%

dan tingkat mortalitas sebesar 0,21%. Komplikasi utama dari ERCP terapeutik sebesar 5,4% dan

tingkat mortalitasnya sebesar 0,49%. Komplikasinya meliputi pancreatitis, perdarahan, dan

perforasi.

Pemeriksaan CT bersifat tambahan dan dapat menggantikan USG. CT helical atau spiral

dapat meningkatkan pencitraan saluran bilier. CT cholangiography mempergunakan zat kontras

yang diambil oleh hepatosit dan disekresi menuju saluran bilier. Hal ini meningkatkan

kemampuan untuk memvisualisasikan batu radioluscent dan meningkatkan tingkat deteksi dari

patologi bilier lain. Ductuc intrahepatik dan ekstrahepatik dan inflamasi saluran bilier dapat

terlihat pada CT scan. Batu empedu tidak dapat terlihat dengan baik pada CT Scan biasa,

Keuntungan dari CT adalah: Kemampuan untuk melihat proses patologis lain yang

merupakan penyebab ataupun komplikasi dari cholangitis (misal: tumor ampulla, cairan

pericholecystic, abses hepar). Diagnosis diferential juga kadang dapat terlihat (misal:

diverticulitis kolon kanan, nekrosis papilla, sebagian bukti pyelonephritis, iskemia mesenterium,

dan appendix yang ruptur. Deteksi patologi bilier dengan CT cholangiography lewat pendekatan

ERCP.

Kerugian dari CT meliputi kemampuan pencitraan batu empedu yang buruk, reaksi alergi

terhadap kontras, paparan terhadap radiasi, dan kurangnya kemampuan untuk memvisualisasikan

saluran bilier dengan kadar bilirubin serum yang meningkat.

Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) merupakan studi noninvasif

yang semakin sering dipergunakan untuk diagnosis batu bilier dan patologi bilier lain. MRCP

akurat untuk mendeteksi choledocholithiasis, neoplasma, striktur, dan dilatasi sistem bilier.

Keterbatasan MRCP meliputi ketidakmampuan untuk melakukan tes diagnostik invasif seperti

pengambilan sample empedu, uji sitologis, pengambilan batu, ataupun stenting. Pemeriksaan

MRCP memiliki keterbatasan dalam melihat batu dengan ukuran kecil (<6mm>

Kontraindikasi absolutnya sama dengan MRI tradisional, termasuk keberadaan alat pacu

jantung (pacemaker), klip aneurisma serebral, implan okuler atau cochlear, dan benda asing pada

okuler. Kontraindikasi relatif meliputi terdapatnya prosthesa katup jantung, neurostimulator,

prosthese logam dan implan pada penis. Resiko MRCP pada kehamilan masih belum diketahui.

Page 11: Cholangitis Akut

Pada umumnya, foto polos abdomen tidak banyak membantu pada diagnosis cholangitis

akut. Ileus dapat diamati pada kasus tersebut. Antara 10-30% batu empedu memiliki cincin

kalsium, sebagai akibatnya bersifat radioopak. Foto abdomen dapat menunjukkan udara dalam

saluran bilier setelah manipulasi endoscopik apabila pasien mengalami cholecystitis

emphysematosa, cholangitis, ataupun fistula cholecystic-enteric. Udara dalam dinding kandung

empedu mengindikasikan cholecystitis emphysematosa.

Pemeriksaan lain

Scintigrafi bilier (hepatic 2,6-dimethyliminodiacetic acid [HIDA] dan diisopropyl

iminodiacetic acid [DISIDA]). Scan HIDA dan DISIDA merupakan uji fungsional dari kandung

empedu. Obstruksi CBD menimbulkan nonvisualisasi dari usus kecil. Scan HIDA pada obstruksi

total dari saluran bilier tidak memperlihatkan saluran bilier. Keuntungannya adalah kemampuan

untuk menilai fungsi empedu dan hasilnya dapat positif dapat muncul sebelum pembesaran

ductus dapat dilihap melalui USG.

Kerugiannya adalah apabila terdapat kadar bilirubin yang tinggi (>4,4) dapat menurunkan

sensitifitas pemeriksaan ini. Keadaan baru makan atau tidak makan selama 24 jam juga dapat

mempengaruhi pemeriksaan ini, selain itu pencitraan anatomis bagi struktur-struktur lain selain

saluran bilier tidak memungkinkan. Pemeriksaan ini memerlukan waktu beberapa jam, sehingga

tidak direkomendasikan pada pasien kritis atau pada pasien yang tidak stabil.

Penanganan

Leukositosis, hiperbilirubinemia, dan peningkatan fosfatase alkali dan transaminase

cukup sering terjadi, dan apabila terjadi, mendukung diagnosis klinis dari cholangitis. USG

berguna apabila pasien belum pernah didiagnosa dengan batu empedu, karena USG dapat

memperlihatkan batu kandung empedu, memperlihatkan ductus yang berdilatasi, dan dapat

menentukan lokasi obstruksi. Tes diagnostik definitif adalah ERCP. Pada kasus dimana ERCP

tidak dapat dilakukan, PTC diindikasikan. ERCP dan PTC akan menunjukkan tingkat obstruksi,

namun penyebabnya tidak dapat ditentukan dengan cara ini. ERCP dan PTC dapat

memungkinkan kultur empedu, memungkinkan pengangkatan batu (apabila ada), dan drainase

saluran empedu dengan kateter drain atau stent.

Page 12: Cholangitis Akut

Pengobatan pertama pada pasien dengan cholangitis meliputi antibiotik intravena dan

resuscitasi cairan. Antibiotik cephalosporin (misal cefazolin, cefoxitin) merupakan obat pilihan

pada kasus-kasus ringan sampai sedang. Apabila kasusnya berat atau memburuk secara

progresif, obat-obatan aminoglikosida ditambah clindamycin ataupun metronidazole sebaiknya

ditambahkan pada regimen pengobatan. Pasien tersebut mungkin memerlukan pemantauan di

ICU dan dukungan vassopressor. Sebagian besar pasien akan merespon terhadap tindakan ini.

Namun, saluran empedu yang mengalami obstruksi harus didrainase sesegera mungkin setelah

pasien stabil. Sekitar 15% pasien tidak akan merespon terhadap terapi antibiotik intravena dan

resusitasi cairan, dan dekompresi bilier darurat mungkin diperlukan. Dekompresi bilier dapat

diakukan melalui endoskopi, melalui rute transhepatic percutaneus, ataupun secara bedah.

Pemilihan prosedur tersebut sebaiknnya berdasarkan pada tingkat dan sigat obstruksi bilier.

Pasien dengan choledocholithiasis atau keganasan periampuler paling baik ditangani

menggunakan pendekatan endoskopik, dengan sphincterotomy dan pengangkatan batu, atau

dengan penempatan stent bilier secara endoskopi. Pada pasien dengan obstruksi yang lebih

proksimal atau terletah pada perihiler, atau penyakitnya disebabkan striktur pada anastomosis

enterik-bilier, atau apabila usaha melalui jalur endoskopi mengalami kegagalan, drainase

transhepatik perkutaneus dipergunakan. Apabila ERCP atau PTC tidak memungkinkan, operasi

darurat dan dekompresi ductus choledochus dengan T tube mungkin diperlukan untuk

menyelamatkan nyawa. Namun perlu diingat bahwa mortalitas pasien yang diobati dengan terapi

bedah lebih tinggi daripada pasien yang berhasil diobati dengan endoskopi. Secara keseluruhan

tingkat kematian pada pasien dengan cholangitis karena batu empedu sebesar 2% dan kematian

pada pasien dengan toxic cholangitis adalah sebesar 5%.

Terapi operasi definitif sebaiknya ditunda sampa cholangitis selesai ditangani dan

diagnosis yang tepat ditegakkan. Pasien dengan stent yang terpasang dan mengalami cholangitis

biasanya memerlukan uji pencitraan berulang dang penggantian stent dengan guidewire.

Intervensi segera (misal: sphincterotomy endoscopik, PTC, atau operasi dekompresi)

diperlukan pada 10% pasien dengan cholangitis akut. 90% sisanya pada akhirnya akan diobati

dengan pembedahan elektif atau sphincterotomy endoskopik setelah terapi antibiotik dan

evaluasi diagnostik yang seksama.

Page 13: Cholangitis Akut

Cholangitis akut berhubungan dengan tingkat mortalitas total sebesar 5%. Saat terdapat

gagal ginjal, gangguan jantung, abses hepar dan keganasan, tingkat mortalitas dan morbiditasnya

jauh lebih tinggi.

Pengobatan Lain

Extracorporeal shock-wave lihotripsy (ESWL) pertama kali dipergunakan untuk

menghancurkan batu ginjal. Teknik ini telah dikembangkan untuk pengobatan batu empedu, baik

pada kandung empedu maupun pada saluran empedu. Pengobatan ini sering dikombinasikan

dengan prosedur endoskopik untuk memudahkan lewatnya batu yang telah terfragmentasi atau

pengobatan oral yang dapat melarutkan fragmen tersebut. Kadang kala, batu dapat dilarutkan

dengan mempergunakan berbagai bahan kimia yang dimasukkan langsung pada slauran bilier,

BAB III

KESIMPULAN

Pasien-pasien dengan gejala nyeri abdomen kuadran kanan atas, jaundice, demam patut

dicurigai menderita Cholangitis, terutama apabila mempunyai riwayat batu empedu. Karena

penyakit ini berhubungan dengan obstruksi saluran bilier.

Pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan darah rutin, fungsi hati (SGOT

& SGPT), alkali fosfatase, dan bilirubin serum, dan kultur bakteri dari sampel darah. Studi

pencitraan yang dapat membantu adalah USG, ERCP, PTC, CT scan Helical dengan kontras, dan

MRCP.

Penanganan pertama adalah antibiotik intravena dan resusitasi cairan untuk stabilisasi

pasien, kadangkala diperlukan dekompresi darurat pada kasus-kasus berat. Pada pasien yang

dapat distabilisasi dengan antibiotik dan cairan IV, terapi elektif untuk dekompresi dapat

dilakukan kemudian. Terapi dapat dilakukan secara endoskopik, dengan PTC, ataupun dengan

pembedahan.

DAFTAR PUSTAKA

Page 14: Cholangitis Akut

http://emedicine.medscape.com/article/774245-overview

FC Brunicardi, DK Andersen et al., 2007. Schwartz Principle’s of Surgery, 8th Ed. Mc Graww

Hill Companies.

CM Townsend, RD Beauchamp et al., 2004. Sabiston Textbook of Surgery, Biological basis of

modern surgical practice, 17th Ed, Elsevier-Saunders

CT Albanese, JT Anderson et al., 2006. Current surgery diagnosis and treatment. Mc Graww Hill

Companies.