Case Sulit

45
KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU PENYAKIT MATA RS MATA DR YAP Nama : Devy Winata Chandra NIM : 11.2012.182 Dokter pembimbing : dr. Enni Cahyani P., SpM., M.Kes. Fakultas Kedokteran : UKRIDA I. IDENTITAS Nama : Ny. Mardinah Umur : 50 tahun Jenis kelamin : perempuan Agama : Islam Pekerjaan : ibu rumah tangga Alamat : Kadilangu RT01 RW01 Kecamatan Baki Kabupaten/kota Sukoharjo Pemeriksa : Devy Winata II. ANAMNESIS

Transcript of Case Sulit

Page 1: Case Sulit

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU PENYAKIT MATA

RS MATA DR YAP

Nama : Devy Winata Chandra

NIM : 11.2012.182

Dokter pembimbing : dr. Enni Cahyani P., SpM., M.Kes.

Fakultas Kedokteran : UKRIDA

I. IDENTITAS

Nama : Ny. Mardinah

Umur : 50 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : ibu rumah tangga

Alamat : Kadilangu RT01 RW01 Kecamatan Baki Kabupaten/kota Sukoharjo

Pemeriksa : Devy Winata

II. ANAMNESIS

Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 21 Mei 2013 pkl. 15.00 WIB

Keluhan utama :

Mata kiri kabur seperti melihat kabut sejak 1 tahun yang lalu

Page 2: Case Sulit

Keluhan tambahan :

Silau setiap melihat cahaya

Riwayat penyakit sekarang :

Sejak 1 tahun SMRS, pasien pernah datang ke rawat jalan RS Mata dr Yap dengan

keluhan kedua mata silau kalau terkena sinar dan menjadi kabur selama kurang lebih

3 bulan. Pasien dikatakan menderita katarak pada kedua matanya, kemudian

diberikan obat tetes mata. Sejak 8 bulan SMRS, pasien datang kembali ke RS Mata

dr. Yap dengan keluhan kedua mata menjadi lebih kabur. Sejak 2 hari SMRS, pasien

datang kembali ke rawat jalan RS Mata dr Yap dengan keluhan mata kiri terasa

kabur seperti melihat kabut. Pasien juga mengeluh sering merasa silau setiap melihat

cahaya. Pasien juga mengatakan bahwa mata kanannya juga kabur dan tidak nyaman

ketika melihat cahaya. Pasien menyangkal adanya mata merah, sakit, berair,

mengeluarkan kotoran, dan gatal di kedua mata. Keluhan seperti sakit kepala

sebelah, mual dan muntah juga disangkal oleh pasien. Pasien mengatakan tidak

pernah mengenakan kacamata. Pasien juga tidak memiliki riwayat alergi, darah

tinggi, dan operasi, namun memiliki riwayat kencing manis.

Riwayat penyakit dahulu :

Umum :

Hipertensi : Tidak ada

Diabetes melitus : Ada

Asma : Tidak ada

Gastritis : Tidak ada

Alergi obat : Tidak ada

Mata :

Riwayat penggunaan kacamata (-)

Riwayat operasi mata (-)

Riwayat trauma mata (-)

Riwayat penyakit keluarga :

Adik pasien pernah menjalani operasi katarak di mata kiri sekitar 2 tahun yang lalu.

Page 3: Case Sulit

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status generalis

Keadaan umum : tidak tampak sakit

Kesadaran : compos mentis

Tanda vital :

TD :140/80

Nadi : 80x/menit

Respirasi : 18x/menit

Suhu : 36.5°C

Kepala : normocephali, rambut hitam merata

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik (-)

THT : septum deviasi (-), uvula di tengah, T1-T1 tenang

Thoraks : simetris, nyeri tekan (-), ronki (-/-), wheezing (-/-)

Paru-paru : nafas vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)

Ekstremitas : akral hangat, edema (-) di semua ekstremitas

KGB : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening

IV. STATUS OFTALMOLOGIKUS1. VISUS

OD OS

Visus 4/60 1/60

Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Addisi Tidak ada Tidak ada

Page 4: Case Sulit

Distansia pupil 55 mm 55mm

Kacamata lama Tidak ada Tidak ada

2. KEDUDUKAN BOLA MATA

OD OS

Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada

Enoftalmus Tidak ada Tidak ada

Deviasi Tidak ada Tidak ada

Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah

3. SUPERSILIA

OD OS

Warna Hitam Hitam

Simetris Simetris Simetris

4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR

OD OS

Edema Tidak ada Tidak ada

Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

Ektropion Tidak ada Tidak ada

Entropion Tidak ada Tidak ada

Blefarospasme Tidak ada Tidak ada

Trikiasis Tidak ada Tidak ada

Sikatriks Tidak ada Tidak ada

Fissura palpebra Normal Normal

Ptosis Tidak ada Tidak ada

Hordeolum Tidak ada Tidak ada

Kalazion Tidak ada Tidak ada

5. KONJUNGTIVA TARSALIS SUPERIOR DAN INFERIOR

Page 5: Case Sulit

OD OS

Hiperemis Tidak ada Tidak ada

Folikel Tidak ada Tidak ada

Papil Tidak ada Tidak ada

Sikatriks Tidak ada Tidak ada

Anemis Tidak ada Tidak ada

Kemosis Tidak ada Tidak ada

6. KONJUNGTIVA BULBI

OD OS

Sekret Tidak ada Tidak ada

Injeksi konjungtiva Tidak ada Tidak ada

Injeksi siliar Tidak ada Tidak ada

Pendarahan

subkonjungtiva

Tidak ada Tidak ada

Pterigium Tidak ada Tidak ada

Pinguekula Tidak ada Tidak ada

Nevus pigmentosus Tidak ada Tidak ada

Kista dermoid Tidak ada Tidak ada

7. SISTEM LAKRIMALIS

OD OS

Punctum lakrimalis Dalam batas normal Dalam batas normal

Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan

8. SKLERA

OD OS

Warna Putih Putih

Ikterik Tidak ada Tidak ada

Nyeri tekan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

9. KORNEA

Page 6: Case Sulit

OD OS

Kejernihan Jernih Jernih

Permukaan Rata dan licin Rata dan licin

Ukuran 12 mm 12 mm

Sensibilitas Normal Normal

Infiltrat Tidak ada Tidak ada

Keratik presipitat Tidak ada Tidak ada

Sikatriks Tidak ada Tidak ada

Ulkus Tidak ada Tidak ada

Perforasi Tidak ada Tidak ada

Arkus senilis Ada Ada

Edema Tidak ada Tidak ada

Tes placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan

10. BILIK MATA DEPAN

OD OS

Kedalaman Dalam Dalam

Kejernihan Jernih Jernih

Hifema Tidak ada Tidak ada

Hipopion Tidak ada Tidak ada

Efek Tyndall Tidak dilakukan Tidak dilakukan

11. IRIS

OD OS

Warna Cokelat Cokelat

Kripte Jelas Jelas

Sinekia Tidak ada Tidak ada

Koloboma Tidak ada Tidak ada

12. PUPIL

Page 7: Case Sulit

OD OS

Letak Sentral Sentral

Bentuk Bulat Bulat

Ukuran 12 mm 12 mm

Refleks cahaya

langsung

Positif Positif

Refleks cahaya tak

langsung

Positif Positif

13. LENSA

OD OS

Kejernihan Keruh Keruh

Letak Sentral Sentral

Shadow test Positif Positif

14. BADAN KACA

OD OS

Kejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

15. FUNDUS OKULI

OD OS

Batas Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Ekskavasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Rasio arteri : vena Tidak dilakukan Tidak dilakukan

C/D Ratio Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Makula lutea Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Eksudat Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Pendarahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Sikatriks Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Page 8: Case Sulit

Ablasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan

16. PALPASI

OD OS

Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

Massa tumor Tidak ada Tidak ada

Tensi okuli Normal Normal

Tonometri Schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan

17. KAMPUS VISI

OD OS

Tes konfrontasi Tidak sesuai

pemeriksa

Tidak sesuai

pemeriksa

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG USG Biometri

Dilakukan untuk menilai kekuatan lensa tanam (IOL), kelengkungan dan

kekuatan refraksi kornea, axial length bola mata, dan kekuatan refraksi total

yang diinginkan.

Laboratorium darah

Tanggal 21 Mei 2013

GDS 156

Ureum 35.7 10 – 50

Kreatinin 1.30 0.6 – 1.36

SGOT 24.7 7 – 32

SGPT 10.5 7 – 26

LDH 153 120 – 240

CKMB 7 < 22

Albumin 5.0 3.5 – 5.3

Na 136.99 135.37 – 145.00

Page 9: Case Sulit

K 4.17 3.48 – 5.50

Cl 102.27 96.00 – 106.00

Chol total 312 < 220

EKG untuk melihat kelainan jantung

Foto thorax PA untuk melihat kelainan pada jantung dan parenkim paru.

VI. RESUME

Seorang wanita berusia 50 tahun datang dengan keluhan penglihatan kabur pada

kedua matanya sejak 1 tahun SMRS. Pasien merasa silau jika melihat cahaya. Saat

itu, pasien dikatakan menderita katarak pada kedua matanya. 8 bulan SMRS, pasien

datang lagi dengan kedua matanya penglihatan menjadi lebih kabur dari sebelumnya

dan masih merasa tidak nyaman setiap melihat cahaya. 2 hari SMRS, pasien datang

lagi dengan keluhan penglihatan kabur dan terlihat adanya kabut terutama pada mata

kirinya. Pasien juga mengeluhkan silau setiap melihat cahaya. Keluhan ini membuat

pasien memutuskan untuk menjalani operasi katarak. Di keluarganya juga terdapat

riwayat penderita katarak. Pemeriksaan fisik : TD : 140/80 mmHg, Nadi : 80x/menit,

Respirasi : 18x/menit, Suhu : 36.5°C. Pada pemeriksaan mata didapatkan VOD :

4/60, VOS : 1/60, lensa OD dan OS sedikit keruh, shadow test OD dan OS (+).

VII. DIAGNOSIS KERJA

OD : katarak senilis stadium imatur

Dasar diagnosis :

Dari anamnesis, keluhan penglihatan kabur dan merasa tidak nyaman setiap melihat

cahaya. Usianya sudah menginjak 50 tahun. Dari pemeriksaan mata, didapatkan

VOD 4/60, lensa terlihat sedikit keruh dengan shadow test (+). Tidak ada keluhan

mata merah, sakit, ataupun riwayat trauma mata.

OS : katarak senilis stadium imatur

Page 10: Case Sulit

Dasar diagnosis :

Dari anamnesis, keluhan penglihatan kabur dengan lapang pandangan seperti melihat

kabut. Keluhan silau setiap melihat cahaya (+). Usianya sudah menginjak 50 tahun.

Dari pemeriksaan mata, didapatkan VOS 1/60, lensa terlihat sedikit keruh dengan

shadow test (+). Tidak ada keluhan mata merah, sakit, ataupun riwayat trauma mata.

VIII. DIAGNOSIS BANDING1. Katarak komplikata

2. Sikatrik kornea

3. Pterigium

IX. PENATALAKSANAAN

Non bedah :

Tatalaksana ini hanya efektif memperbaiki fungsi visual untuk sementara waktu dan

memperlambat pertumbuhan katarak :

- Penurun kadar sorbitol

- Pemberian aspirin

- Antioksidan vitamin C dan E

Bedah :

Preoperasi :

- Edukasi pasien tentang prosedur operasi

- Baju operasi, inform consent

- Midriatika tetes mata : epinephrine 1% 2 tetes OS

- Antibiotik profilaksis preoperasi : siprofloksasin 4 x 1 tetes ODS

Operasi : Ekstraksi Katarak Ektra Kapsular (EKEK) dengan fakoemulsifikasi + IOL

Post operasi :

Page 11: Case Sulit

- Siprofloksasin 0.3% tetes mata 4 x 1 tetes OS

- Kortikosteroid : fluorometolon 0.1% tetes mata 4 x 1-2 tetes OS

- Edukasi pasien agar mata tidak terkena air kurang lebih 3 bulan.

- Kontrol ke poliklinik setelah seminggu untuk menilai perbaikan luka,

pemeriksaan visus, dan komplikasi pasca operasi.

X. PROGNOSIS

Ad vitam : ad bonam

Ad functionam : ad bonam

Ad sanationam : ad bonam

Tinjauan Pustaka

Page 12: Case Sulit

KATARAK

ANATOMI LENSA

Gambar 1. Anatomi mata

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tidak berwarna dan hampir transparan

sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameter 9 mm. Di belakang iris, lensa digantung

oleh zonula zinii (ligamentum suspensorium lentis) yang menghubungkan dengan korpus

siliaris. Di anterior lensa, terdapat humor akuos. Di sebelah posteriornya, terdapat vitreus.

Secara klinis, lensa terdiri dari kapsul, korteks, nukleus embrional, dan nukleus dewasa.

Kapsul lensa adalah membran yang semipermeabel (sedikit lebih permeabel daripada

kapiler) yang menyebabkan air dan elektrolit masuk. Di depan lensa terdapat selapis tipis

epitel subkapsuler. Nukleus lensa lebih tebal dari korteksnya. Semakin bertambahnya usia,

laminar epitel subkapsuler terus diproduksi sehingga lensa semakin besar dan kehilangan

elastisitas.

Lensa dapat membiaskan cahaya karena indeks bias biasanya sekitar 1.4 pada sentral dan

1.36 pada perifer. Kekuatan bias lensa kira-kira +20D. Namun, bila lensa ini diambil

kemudian diberi kacamata, maka penggantian kacamata ini tidak sebesar +20D, tetapi hanya

+10D, karena adanya perubahan letak atau jarak lensa ke retina. Makin tua seseorang maka

makin berkurang kekuatan penambahan dioptrinya dan kekuatan penambahan dioptri ini

Page 13: Case Sulit

akan hilang setelah usia 60 tahun. Kemampuan lensa untuk menambah kekuatan refraksinya

disebut sebagai daya akomodasi.1

Lensa terdiri dari 65% air dan 35% protein (tertinggi kandungan nya di antara seluruh

tubuh) dan sedikit sekali mineral. Kandungan kalium lebih tinggi pada lensa dibanding area

tubuh lainnya. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun

tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah, atau saraf pada lensa.

Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu :

o Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi

untuk menjadi cembung

o Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan

o Terletak ditempatnya

Keadaan patologik lensa ini berupa :

o Tidak kenyal pada orang dewasa akan mengakibatkan presbiopia

o Keruh atau yang disebut katarak

o Tidak berada ditempatnya atau subluksasi dan dislokasi.

FISIOLOGI LENSA

Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk memfokuskan

cahaya yang datang dari jauh m. Siliaris berelaksasi, menegangkan serat zonula dan

memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukuran terkecil, dalam posisi ini daya

refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya akan terfokus pada retina. Sementara untuk

cahaya yang berjarak dekat m.siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang,

artinya lensa yang elastis menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerja

sama fisiologis antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk memfokuskan benda jatuh

pada retina dikenal dengan akomodasi. Akomodasi merupakan suatu proses ketika lensa

merubah fokus untuk melihat benda dekat. Pada prosesnya, terjadi perubahan bentuk lensa

yang dihasilkan oleh kinerja otot siliaris pada serabut zonular. Kelenturan lensa paling tinggi

dijumpai pada usia kanak-kanak dan dewasa muda, dan semakin menurun dengan

bertambahnya usia. Ketika lensa berakomodasi, kekuatan refraksi akan bertambah.

Page 14: Case Sulit

Akomodasi dapat distimulasi oleh obyek pada ukuran dan jarak tertentu, atau oleh suasana

remang-remang, dan aberasi kromatis. Proses akomodasi dimediasi oleh serabut

parasimpatis nervus okulomotor (n. kranial III).2,3

Gangguan pada lensa dapat berupa kekeruhan, distorsi, dislokasi dan anomali geometri.

Keluhan yang dialami penderita berupa pandangan kabur tanpa disertai nyeri. Pemeriksaan

dapat dilakukan pada penyakit lensa adalah pemeriksaan ketajaman penglihatan dan dengan

melihat lensa melalui slitlamp, oftalmoskop, senter tangan, atau kaca pembesar, sebaiknya

dengan pupil dilatasi.

DEFINISI

Gambar 2. Katarak

Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan latin Cataracta yang berarti

air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air

terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang

dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau karena

keduanya.3

EPIDEMIOLOGI

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), katarak merupakan kelainan

mata yang menyebabkan kebutaan dan gangguan penglihatan yang paling sering ditemukan

seperti tercantum pada gambar berikut :

Page 15: Case Sulit

Gambar 3. Epidemiologi katarak

Katarak memilik derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat disebabkan oleh

berbagai hal, biasanya akibat proses degeneratif. Pada penelitian yang dilakukan di

Ameriksa Serikat didapatkan adanya 10% orang menderita katarak, dan prevalensi ini

meningkat sampai 50% pada mereka yang berusia 65-75 tahun dan meningkat lagi sekitar

70% pada usia 75 tahun. Katarak congenital, katarak traumatic, dan katarak jenis jenis lain

lebih jarang ditemukan.1

KLASIFIKASI

1. Katarak kongenital

Merupakan katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera bayi lahir dan bayi berusia

kurang dari 1 tahun. Katarak pada neonatus yang sehat bisa timbul karena pewarisan.

Namun kadang tidak diketahui penyebabnya. Penyebab katarak pada neonatus tidak

sehat adalah infeksi intrauteri maupun adanya gangguan metabolik. Infeksi intrauterin

seperti rubella dan gangguan metabolik seperti galaktosemia. Faktor risiko terjadinya

katarak kongenital adalah penyakit metabolik yang diturunkan, riwayat katarak dalam

keluarga dan infeksi virus pada ibu ketika bayi masih dalam kandungan.

Bentuk kekeruhan pada katarak kongenital :

a. Katarak Hialoidea yang persisten

Arteri hialoidea merupakan cabang dari arteri retina sentral yang memberi makan

pada lensa. Pada usia 6 bulan dalam kandungan, arteri hialoidea mulai diserap

sehingga pada keadaan normal, padawaktu bayi lahir sudah tidak nampak lagi.

Kadang-kadang penyerapan tidak berlangsung sempurna,sehingga masih tertinggal

Page 16: Case Sulit

sebagai bercak putih dibelakang lensa, berbentuk ekor yang dimulai di posterior

lensa. Gangguan terhadap visus tidak begitu banyak. Visus biasanya 5/5,

kekeruhannya statisioner, sehingga tidak memerlukan tindakan.

b. Katarak Polaris Anterior

Berbentuk piramid yang mempunyai dasar dan puncak, karena itu disebut juga

katarak piramidalis anterior. Puncaknya dapat kedalam atau keluar. Keluhan

terutama mengenai penglihatan yang kabur waktu terkena sinar, karena pada waktu

ini pupil mengecil, sehingga sinar terhalang oleh kekeruhan dipolus anterior. Sinar

yang redup tidak terlalu mengganggu, karena pada cahaya redup, pupil melebar,

sehingga lebih banyak cahaya yang dapat masuk. Pada umumnya tidak

menimbulkan gangguan stationer, sehingga tidak memerlukan tindakan operatif.

Dengan pemberian midriatika, seperti sulfasatropin 1% atau homatropin 2% dapat

memperbaiki visus, karena pupil menjadi lebih lebar, tetapi terjadi pula

kelumpuhan dari Mm. Siliaris, sehingga tidak dapat berakomodasi.

c. Katarak Polaris Posterior

Kekeruhan terletak di polus posterior. Sifat-sifatnya sama dengan katarak polaris

anterior. Juga stationer, tidak menimbulkan banyak ganggan visus, sehingga tidak

memerlukan tindakan operasi.Tindakan yang lain sama dengan katarak polaris

anterior.

d. Katarak Aksialis

Kekeruhan terletak pada aksis pada lensa. Kelainan dan tindakan sama dengan

katarak polaris posterior.

e. Katarak Zonularis

Mengenai daerah tertentu, biasanya disertai kekeruhan yang lebih padat, tersusun

sebagai garis-garis yang mengelilingi bagian yang keruh dan disebut riders,

merupakan tanda khas untuk katarak zonularis. Paling sering terjadi pada anak-

anak, kadang herediter dan sering disertai anamnesa kejang-kejang. Kekeruhannya

berupa cakram (diskus), mengelilingi bagian tengah yang jernih.

f. Katarak Stelata

Kekeruhan terjadi pada sutura, dimana serat-serat dari substansi lensa bertemu,

yang merupakanhuruf Y yang tegak di depan dan huruf Y terbalik di belakang.

Biasanya tidak banyak menggangguvisus, sehingga tidak memerlukan pengobatan.

Page 17: Case Sulit

g. Katarak Kongenital Membranasea

Terjadi kerusakan dari kapsul lensa, sehingga substansi lensa dapat keluar dan di

serap, maka lensa semakin menjadi tipis dan akhirnya timbul kekeruhan seperti

membran.

h. Katarak kongenital total

Katarak kongenital total disebabkan gangguan pertumbuhan akibat peradangan

intrauterin. Katarak ini mungkin herediter atau timbul tanpa diketahui sebabnya.

Lensa tampak putih, rata, keabu-abuan seperti mutiara.

Patologi kelainan metabolik pada katarak kongenital :

a. Galaktosemia

Galactosemia adalah inherediter autosomal resesif ketidakmampuan untuk

menkonversi galactosa menjadi glukosa. Sebagai konsekuensi ketidakmampuan hal

tersebut, terjadi akumulasi galaktosa pada seluruh jaringan tubuh, lebih lanjut lagi

galactosa dikonversi menjadi galaktitol (dulcitol), sejenis gula alcohol dari

galactosa. Galactosemia dapat terjadi akibat defek pada 1 dari 3 enzimes yang

terlibat dalam proses metabolism galaktosa : galactosa 1-phosphate uridyl

transferase, galactokinase, atau UDP-galactose-4-epimerase. Pada galaktosemia

klasik disertai gejala malnutrisi, hepatomegali, ikterik dan degradasi mental.

Penyakit ini akan fatal jika tidak terdiagnosis dan tidak diterapi. Pada pasien

dengan galaktosemia, 75% akan berlanjut menjadi katarak. Akumulasi dari

galaktosa dan galakttitol dalam sel lensa akan meningkatkan tekanan osmotic dan

influk cairan kedalam lensa. Nucleus dan kortex bagian dalam menjadi lebih keruh,

disebabkan oleh “oil droplet”.

b. Diabetes mellitus

Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan dari lensa, refraktif index dan

kemampuan akomodasi. Jika glukosa darah meningkat, juga meningkatkan

komposisi glukosa dalam humor aqueous. Glukosa pada aqueous juga akan

berdifusi masuk ke dalam lensa, sehingga komposisi glukosa dalam lensa jug akan

meningkat. Beberapa dari glukosa akan di konfersi oleh enzim aldose reduktase

menjadi sorbitol. Yang mana tidak akan dimetabolisme tetapi tetap di lensa. Setelah

itu, perubahan tenakan osmotik menyebabkan infux cairan ke dalam lensa, yang

Page 18: Case Sulit

menyebabkan pembengkakan lensa. Fase saat terjadinya hidrasi lenti dapat

memnyebabkan perubahan kekuatan refraksi dari lensa. Pasien dengan diabetes

bisa menyebabkan perubahan refraksi. Pasien dengan diabetes dapat terjadi

penurunan kemampuan akomodasi sehingga presbiop dapat terjadi pada usia muda.

Katarak adalah penyebab tersering kelainan visual pada pasien dengan diabetes.

Terdapat 2 tipe klasifikasi katarak pada pasien tersebut. True diabetic cataract, atau

snowflake cataract, dapat bilateral, onset terjadi secara tiba tiba dan menyebar

sampai subkapsular lensa, tipe ini biasa terjadi pada usia dengan diabetes mellitus

yang tidak terkontrol. kekeruhan menyeluruh supcapsular seperti tampilan

kepingan salju terlihat awalnya di superfisial anterior dan korteks posterior lensa.

Vacuola muncul dalam kapsul lensa. Pembengkakan dan kematangan katarak

kortikal terjadi segera sesudahnya. Peneliti percaya bahwa perubahan metabolik

yang mendasari terjadinya true diabetic cataract pada manusia sangat erat kaitannya

dengan katarak sorbitol yang dipelajari pada hewan percobaan. Meskipun true

diabetic cataract jarang ditemui pada praktek klinis saat ini, Setiap dilaporkannya

katarak kortikal matur bilateral pada anak atau dewasa muda sebaiknya diwaspadai

oleh klinisi kemungkinan diabetes mellitus. Tingginya resiko katarak terkait usia

pada pasien dengan diabetes mungkin akibat dari akumulasi sorbitol dalam lensa,

berikutnya terjadi perubahan hadration dan peningkatan glikosilasi protein pada

lensa diabetik.

2. Katarak senilis

Berdasarkan lokasi kekeruhan, katarak senilis memiliki 3 tipe, yaitu :

a. Katarak nuklear

Pada dekade keempat kehidupan, tekanan yang dihasilkan serat lensa menyebabkan

pemadatan pada seluruh lensa, terutama nukleus. Lama-kelamaan inti sel yang

mulanya putih kekuningan menjadi cokelat dan kemudian kehitaman (katarak

brunesen atau nigra).

b. Katarak kortikal

Pada katarak kortikal terjadi penyerapan air sehingga lensa menjadi cembung dan

terjadi miopisasi akibat perubahan indeks refraksi cahaya.

Page 19: Case Sulit

c. Katarak subkapsular posterior

Terjadinya kekeruhan di sisi belakang lensa. Katarak ini menyebabkan silau,

pandangan kabur pada kondisi cahaya terang, serta pandangan baca menurun.

Banyak ditemukan pada pasien diabetes, pasca radiasi, dan trauma.

Katarak senilis juga dibagi menjadi 4 stadium, yaitu :

Katarak insipien

Pada stadium ini belum menimbulkan gangguan visus. Visus pada stadium ini bisa

normal atau 6/6 – 6/20. Kekeruhan terutama terdapat pada bagian perifer berupa

bercak-bercak seperti baji (jari-jari roda), terutama mengenai korteks anterior,

sedangkan aksis masih terlihat jernih. Gambaran ini disebut Spokes of wheel, yang

nyata bila pupil dilebarkan.

Katarak imatur

Sebagian lensa keruh. Merupakan katarak yang belum mengenai seluruh lapis

lensa. Visus pada stadium ini 6/60 – 1/60. Kekeruhan ini terutama terdapat

dibagian posterior dan bagian belakang nukleus lensa. Kalau tidak ada kekeruhan

di lensa, maka sinar dapat masuk ke dalam mata tanpa ada yang dipantulkan. Oleh

karena kekeruhan berada di posterior lensa, maka sinar oblik yang mengenai bagian

yang keruh ini, akan dipantulkan lagi, sehingga pada pemeriksaan terlihat di pupil,

ada daerah yang terang sebagai reflek pemantulan cahaya pada daerah lensa yang

eruh dan daerah yang gelap, akibat bayangan iris pada bagian lensa yang keruh.

Keadaan ini disebut shadow test(+).

Katarak intumesen, kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang

degeneratif menyerap air. Volume lensa bertambah akibat meningkatnya tekanan

osmotik bahan degeneratif lensa. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat

menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.

Katarak matur

Pada katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Kekeruhan ini bisa

terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur tidak

dikeluarkan, maka cairan lensa akan keluar sehingga lensa kembali pada ukuran

Page 20: Case Sulit

normal dan terjadi kekeruhan lensa yang lama kelamaan akan mengakibatkan

kalsifikasi lensa pada katarak matur. Bilik mata depan berukuran dengan

kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada shadow test, atau

disebut negatif. Visus pada stadium ini 1/300. Di pupil tampak lensa seperti

mutiara.

Gambar 4. Katarak matur

Katarak hipermatur

Merupakan katarak yang telah mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi

keras, lembek, dan mencair. Massa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul

lensa, sehingga lensa menjadi kecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan

terlihat bilik mata dalam dan terlihat lipatan kapsul lensa. Visus pada stadium ini

1/300 – 1/~. Kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula

zinn menjadi kendur. Bila proses katarak berlanjut disertai dengan kapsul yang

tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks

akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang

terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut katarak

Morgagni.

Gambar 5. Katarak hipermatur

Page 21: Case Sulit

Insipien Imatur Matur Hipermatur

Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif

Cairan lensa Normal Bertambah

(air masuk)

Normal Berkurang

(air + massa

lensa keluar)

Iris Normal Terdorong Normal Tremulans

Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam

Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka

Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopositif

Penyulit - Glaukoma - Uveitis +

Glaukoma

Tabel 1. Perbedaan stadium katarak

3. Katarak komplikata

Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti radang, dan

proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaucoma, tumor

intraocular, iskemia ocular, nekrosis anterior segmen, buftalmos,akibat suatu trauma

dan pasca bedah mata. Katarak komplikata dapat juga disebabkan oleh penyakit

sistemik endokrin (diabetes melitus, hipoparatiroid, galaktosemia, dan miotonia distrofi)

dan keracunan obat (steroid local lama, steroid sistemik, oral kontraseptik dan miotika

antikolinesterase).

Katarak komplikata memberikan tanda khusus dimana mulai katarak selamanya di

daerah bawah kapsul atau pada lapis korteks, kekeruhan dapat difus, pungtata, linear,

rosete, reticulum dan biasanya terlihat vakuol.

Dikenal 2 bentuk yaitu bentuk yang disebabkan kelainan pada polus posterior mata dan

akibat kelainan pada polus anterior bola mata.

Kelainan pada polus posterior mata

Terjadi akibat penyakit koroiditis, retinitis pigmentosa, ablasio retina, kontusio retina

dan miopia tinggi yang mengakibatkan kelainan badan kaca. Biasanya kelainan ini

Page 22: Case Sulit

berjalan aksial yang biasanya tidak berjalan cepat di dalam nukleus sehingga sering

terlihat nukleus lensa tetap jernih.

Kelainan pada polus anterior mata

Biasanya akibat kelainan kornea berat, iridosiklitis, kelainan neoplasma, dan

glaukoma.

4. Katarak traumatik

Paling sering akibat cedera benda asing di lensa atau trauma tumpul terhadap bola mata.

Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing karena lubang pada kapsul

lensa menyebabkan humor akuos dan kadan korpus vitreus masuk ke dalam struktur

lensa. Pasien akan mengeluh penglihatan kabur secara mendadak. Mata menjadi merah,

lensa opak dan mungkin terjadi pendarahan intraokular, apabila humor akuos dan

korpus vitreus keluar dari mata, mata menjadi sangat lunak.

PATOFISIOLOGI

Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi dan sklerosis:

1. Teori hidrasi, terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitel lensa yang berada

di subkapsular anterior, sehingga air tidak dapat dikeluarkan dari lensa. Air yang

banyak ini akan menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik yangmenyebabkan

kekeruhan lensa.

2. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana serabut kolagen terus

bertambah sehingga terjadi pemadatan serabut kolagen di tengah. Makin lama serabut

tersebut semakin bertambah banyak sehingga terjadilah sklerosis nukleus lensa.

Perubahan yang terjadi pada lensa usia lanjut:

1. Kapsula

Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak)

Mulai presbipoic

Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur 

Page 23: Case Sulit

Terlihat bahan granular 

2. Epitel-makin tipis

Sel epitel (germinatif pada ekuator bertambah besar dan berat)

Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata

3. Serat lensa

Serat irreguler

Pada korteks jelas kerusakan serat sel

Brown sclerotic nucleus, sinar UV lama kelamaan merubah protein nukleus

lensa, sedang warna coklat protein lensa nucleus mengandung histidin dan

triptofan dibanding normal

Korteks tidak berwarna karena kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi foto

oksidasi.

Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda. Perubahan fisik dan kimia dalam

lensa mengakibatkan hilangnya transparansi, akibat perubahan pada serabut halus multipel

yang memanjang dari badan silliar ke sekitar daerah di luar lensa, misalnya menyebabkan

penglihatan mengalami distorsi. Pada protein lensa menyebabkan koagulasi, sehingga

mengakibatkan pandangan dengan penghambatan jalannya cahaya ke retina.4-5

GEJALA KLINIS

Seorang pasien dengan katarak senilis biasanya datang dengan riwayat kemunduran secara

progesif dan gangguan dari penglihatan. Penyimpangan penglihatan bervariasi, tergantung

pada jenis dari katarak ketika pasien datang.

a. Penurunan visus, merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan pasien dengan

katarak senilis.

b. Silau, Keluhan ini termasuk seluruh spectrum dari penurunan sensitivitas kontras

terhadap cahaya terang lingkungan atau silau pada siang hari hingga silau ketika

endekat ke lampu pada malam hari.

c. Perubahan miopik, progesifitas katarak sering meningkatkan kekuatan dioptrik lensa

yang menimbulkan myopia derajat sedang hingga berat. Sebagai akibatnya, pasien

presbiop melaporkan peningkatan penglihatan dekat mereka dan kurang

Page 24: Case Sulit

membutuhkan kaca mata baca, keadaan ini disebut dengan second sight. Secara

khas, perubahan miopik dan second sight tidak terlihat pada katarak subkortikal

posterior atau anterior.ex bagian dalam menjadi lebih keruh, disebabkan oleh “oil

droplet

d. Diplopia monocular. Kadang-kadang, perubahan nuclear yang terkonsentrasi pada

bagian dalam lapisan lensa, menghasilkan area refraktil pada bagian tengah dari

lensa, yang sering memberikan gambaran terbaik pada reflek merah dengan

retinoskopi atau ophtalmoskopi langsung. Fenomena seperti ini menimbulkan

diplopia monocular yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata, prisma, atau lensa

kontak.

e. Noda, berkabut pada lapangan pandang.

f. Ukuran kaca mata sering berubah.

PENATALAKSANAAN

Non bedah

Tatalaksana non bedah hanya efektif dalam memperbaiki fungsi visual untuk sementara

waktu. Di samping itu, walaupun banyak penelitian mengenai tatalaksana medikamentosa

bagi penderita katarak, hingga saat ini belum ditemukan obat-obatan yang terbukti mampu

memperlambat atau menghilangkan pembentukan katarak pada manusia. Beberapa agen

yang mungkin dapat memperlambat pertumbuhan katarak adalah penurun kadar sorbitol,

pemberian aspirin, antioksidan vitamin C dan E.

Bedah

Indikasi paling penting dari tindakan bedah pada penderita katarak adalah keinginan pasien

untuk memperbaiki fungsi visual, bukan berdasarkan visus penderita. Hal yang perlu

dievaluasi sebelum dilakukan pembedahan adalah :

1. Riwayat kesehatan secara umum

Pemeriksaan harus meliputi semua sistem, adanya penyakit sistemik dan kemungkinan

adanya alergi obat.

2. Riwayat kesehatan mata

Page 25: Case Sulit

Sangat penting untuk menentukan prognosis dan hasil operasi, misalnya adanya riwayat

trauma, inflamasi, ambliopia, glaukoma, kelainan nervus optikus, atau penyakit retina.

3. Riwayat operasi

Jika pasien sudah pernah menjalani operasi katarak sebelumnya, penting untuk

menanyakan jenis operasi yang pernah dilakukan, ada tidaknya permasalahan maupun

komplikasi pasca operasi.

4. Riwayat pekerjaan dan kebiasaan

Informasi ini lebih didasarkan pada fungsi visual terhadap aktifitas sehari-hari.

5. Kemampuan dan ketaatan pasien

6. Pemeriksaan eksternal

Meliputi penilaian motilitas bola mata, pupil, dan semua organ tambahan mata.

7. Pemeriksaan slitlamp

Dilakukan untuk menilai kondisi konjungtiva, kornea, bilik mata depan, iris, dan lensa

itu sendiri.

8. Pemeriksaan fundus

Untuk menilai kondisi segmen posterior bola mata.

9. Pemeriksaan fungsi visual

Meliputi pemeriksaan visus dan lapang pandangan.

10. Pemeriksaan biometri

Dilakukan untuk menghitung kekuaran lensa tanam. Panjang bola mata harus dihitung

secara akurat dengan USG.

Tindakan bedah pada katarak

A. Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK)

EKIK merupakan operasi katarak dengan membuang lensa dan kapsul secara

keseluruhan. EKIK cenderung dipilih pada kondisi katarak yang tidak stabil,

menggembung, hipermatur, dan terluksasi. Kontraindikasi mutlak untuk EKIK adalah

katarak pada anak-anak dan ruptur kapsul karena trauma. Sedangkan kontraindikasi

relatif EKIK adalah jika pasien merupakan penderita miopia tinggi, sindrom Marfan,

katarak Morgagni, dan vitreus masuk ke kamera okuli anterior.

Keuntungan EKIK adalah tidak diperlukan operasi tambahan karena membuang seluruh

lensa dan kapsul tanpa meninggalkan sisa, alat-alatnya relatif sederhana, lebih mudah

dilakukan, dan pemulihan penglihatan segera setelah operasi dengan menggunakan

Page 26: Case Sulit

kacamata +10D. Kerugian EKIK adalah penyembuhan luka yang lama karena besarnya

irisan yang dilakukan, merupakan pencetus astigmatisma, dan dapat menimbulkan iris

dan vitreus inkarserata.

B. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK)

EKEK adalah teknik operasi katarak dengan membuang nukleus dan korteks lensa

melalui kapsula anterior. Pada operasi ini, kantong kapsul ditinggal sebagai tempat

untuk menempatkan lensa tanam. Keuntungan EKEK adalah dilakukan dengan irisan

kecil sehingga menyebabkan trauma yang lebih kecil pada endotel kornea,

menimbulkan astigmatisma lebih kecil dibandingkan EKIK, dan menimbulkan luka

yang lebih stabil dan aman. Operasi EKEK tidak boleh dilakukan apabila kekuatan

zonula lemah atau tidak cukup kuat untuk mendorong nukleus dan korteks lensa.

C. Small Incision Cataract Surgery (SICS)

Perbedaan yang nyata dengan EKEK adalah pada irisan operasi dilakukan dengan irisan

yang kecil sehingga hampir tidak membutuhkan jahitan pada luka insisi. Keunggulan

SICS dibanding EKEK adalah penyembuhan yang relatif lebih cepat dan risiko

astigmatisma yang lebih kecil.

Beberapa kriteria ideal untuk dilakukan manual SICS adalah pada kondisi kornea

dengan kejernihan baik, ketebalan normal, endotelium sehat, kedalaman bilik mata

depan cukup, dilatasi pupil yang cukup, zonula yang utuh, tipe katarak kortikal, atau

sklerosis nukleus derajat II dan III.

D. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular dengan Fakoemulsifikasi

Teknik operasi dengan fakoemulsifikasi menggunakan suatu alat disebut “tip” yang

dikendalikan secara ultrasonik untuk memecah nukleus dan mengaspirasi lensa,

sehingga berbeda dengan EKEK konvensional. Pada fakoemulsifikasi, luka akibat

operasi lebih ringan sehingga penyembuhan luka juga berlangsung lebih cepat.

Astigmat pasca bedah bisa diabaikan.2,4

Perawatan pasca bedah

Jika digunakan tehnik insisi kecil, maka penyembuhan pasca operasi biasanya lebih pendek.

Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari itu juga, tetapi dianjurkan untuk bergerak dengan

Page 27: Case Sulit

hati-hati dan menghindari peregangan atau mengangkat benda berat selama sekitar satu

bulan, olahraga berat jangan dilakukan selama 2 bulan. Matanya dapat dibalut selama

beberapa hari pertama pasca operasi atau jika nyaman, balutan dapat dibuang pada hari

pertama pasca operasi dan matanya dilindungi pakai kacamata atau dengan pelindung

seharian. Kacamata sementara dapat digunakan beberapa hari setelah operasi, tetapi

biasanya pasien dapat melihat dengan baik melui lensa intraokuler sambil menantikan

kacamata permanen (biasanya 6-8 minggu setelah operasi).6

Selain itu juga akan diberikan obat untuk :

Mengurangi rasa sakit, karena operasi mata adalah tindakan yang menyayat maka

diperlukan obat untuk mengurangi rasa sakit yang mungkin timbul benerapa jam

setelah hilangnya kerja bius yang digunakan saat pembedahan.

Antibiotik mencegah infeksi, pemberian antibiotik masih dianggap rutin dan perlu

diberikan atas dasar kemungkinan terjadinya infeksi karena kebersihan yang tidak

sempurna.

Obat tetes mata streroid. Obat yang mengandung steroid ini berguna untuk

mengurangi reaksi radang akibat tindakan bedah.

Obat tetes yang mengandung antibiotik untuk mencegah infeksi pasca bedah.7

Hal yang boleh dilakukan antara lain :

Memakai dan meneteskan obat seperti yang dianjurkan

Melakukan pekerjaan yang tidak berat

Bila memakai sepatu jangan membungkuk tetapi dengan mengangkat kaki keatas.

Yang tidak boleh dilakukan antara lain :

Jangan menggosok mata

Jangan membungkuk terlalu dalam

Jangan menggendong yang berat

Jangan membaca yang berlebihan dari biasanya

Jangan mengedan keras sewaktu buang air besar

Jangan berbaring ke sisi mata yang baru dibedah

Page 28: Case Sulit

KOMPLIKASI

Komplikasi pada kasus katarak meliputi komplikasi dari penyakit katarak itu sendiri dan

komplikasi dari pembedahan katarak.

Komplikasi dari katarak

1. Glaucoma fakomorfik. Pada katarak intumesen, terjadi pemecahan protein lensa

menjadi molekul yang lebih kecil sehingga air masuk ke dalam lensa sehingga

menyebabkan lensa membengkak. Lensa yang membengkak ini dapat menjadi sangat

besar dan dapat menutup sudut dari kamera okuli anterior sehingga menyebabkan

glaucoma fakomorfik. (termasuk dalam glaucoma sekunder sudut tertutup)

2. Glaucoma fakolitik. Pada katarak hipermatur, massa lensa berdegenerasi keluar dari

kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengkerut. Massa lensa ini berperan sebagai

antigen yang kemudian mengakibatkan reaksi radang. Kemudian makrofag masuk ke

cairan akuos dan lensa dan memakan materi lensa. Debris protein dan sel-sel radang

yang tersangkut dalam anyaman trabekulum menghambat aliran keluar humor aqueous

sehingga meningkatkan tekanan intraocular sehingga terjadi glaucoma fakolitik.

(termasuk dalam glaucoma sekunder sudut terbuka.

3. Lens induced uveitis (phakoanaphylactic uveitis). Merupakan peradangan yang terjadi

pada uvea karena katarak hipermatur, dimana massa lensa mencair keluar dari kapsul

lensa, masuk ke kamera okuli anterior, dan menimbulkan reaksi radang karena

pembentukan antibody terhadap protein lensa. Peradangan ini dapat juga terjadi pada

rupture kapsul lensa karena trauma atau akibat komplikasi pembedahan. (RP)

4. Subluksasi atau Dislokasi Lensa

Pada stadium hipermatur, zonula zinii pada lensa dapat melemah dan rusak. Hal ini

menyebabkan subluksasi lensa, dimana sebagian zonula zinii tetap utuh dan terdapat

bagian sisa lensa, atau dislokasi, dimana seluruh bagian zonula zinii telah rusak dan

tidak ada sisa lensa

Komplikasi dari pembedahan katarak

1. Kebocoran vitreous. Jika kapsul posterior rusak pada saat pembedahan, vitreous gel

dapat masuk ke kamera okuli anterior (COA) yang dapat meningkatkan risiko

terjadinya glaucoma atau traksi retina. Keadaan ini membutuhkan alat untuk

Page 29: Case Sulit

mengaspirasi dan membuang gel (vitrectomy), dan tidak memungkinkan untuk segera

meletakkan IOL

2. Prolaps iris. Iris dapat menonjol keluar melalui bekas insisi segera setelah periode pos-

operative. Prolaps iris tampak sebagai area gelap di dekat tempat insisi. Bentuk pupil

berubah. Keadaan ini membutuhkan pembedahan yang tepat.

3. Endoftalmitis. Merupakan komplikasi yang serius dari katarak namun jarang terjadi

(<0.3%). Pasien datang dengan mata merah, nyeri, penurunan tajam penglihatan

biasanya beberapa hari setelah pembedahan, tampak hipopion di COA. Pasien

memerlukan tindakan oftalmologist segera, pengambilan sampel cairan aqueous dan

vitreous untuk analisis mikrobiologi dan pengobatan dengan antiobiotik intravitreus,

topical, dan sistemik.

4. Astigmatisme post-operatif. Terjadi karena jahitan insisi di kornea mengganggu

kurvatura kornea. Insisi yang kecil tanpa jahitan dengan teknik fakoemulsifikasi

menghilangkan komplikasi ini.

5. Edema macula kistoid. Makula menjadi edema setelah pembedahan, yang ditandai

dengan penurunan berat tajam penglihatan.

6. Ablasi retina. Terjadi 2-3% pasca EKIK dan 0.5-2% pasca EKEK. Risiko ablasi retina

meningkat pada rupture kapsul posterior diikuti hilangnya vitreous, myopia axial (>

25mm), dan riwayat ablasi retina pada mata satunya.

7. Opasifikasi kapsul posterior. Berkurangnya kejernihan kapsul posterior pada hampir

20% pasien post operatif katarak. Keadaan ini dapat terjadi karena sel epithelial residual

pada kapsul lensa yang intak membuat kekeruhan lagi pada kapsul posterior, (timbul

katarak sekunder post EKEK) sehingga pandangan menjadi kabur dan tampak silau.

Keadaan ini dapat diatasi dengan neodymium:yttrium-aluminum-garnet (Nd:YAG)

laser.1,2,4

PENCEGAHAN

Katarak dapat dicegah, di antaranya dengan menjaga kadar gula darah selalu normal pada

penderita diabetes mellitus, senantiasa menjaga kesehatan mata, mengonsumsi makanan

yang dapat melindungi kelainan degeneratif pada mata dan antioksidan seperti buah-buahan

banyak yang mengandung vitamin C, minyak sayuran, sayuran hijau, kacang-kacangan,

Page 30: Case Sulit

kecambah, buncis, telur, hati dan susu yang merupakan makanan dengan kandungan vitamin

E, selenium, dan tembaga tinggi.

Vitamin C dan E dapat memperjelas penglihatan. Vitamin C dan E merupakan antioksidan

yang dapat meminimalisasi kerusakan oksidatif pada mata, sebagai salah satu penyebab

katarak. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 3.000 orang dewasa selama lima tahun

menunjukkan, orang dewasa yang mengonsumsi multivitamin atau suplemen lain yang

mengandung vitamin C dan E selama lebih dari 10 tahun, ternyata risiko terkena katarak

60% lebih kecil.

Seseorang dengan konsentrasi plasma darah yang tinggi oleh dua atau tiga jenis antioksidan

( vit C, vit E, dan karotenoid) memiliki risiko terserang katarak lebih rendah dibandingkan

orang yang konsentrasi salah satu atau lebih antioksidannya lebih rendah.

Hasil penelitian lainnya yang dilakukan Farida (1998-1999) menunjukkan, masyarakat yang

pola makannya kurang riboflavin (vitamin B2) berisiko lebih tinggi terserang katarak.

Menurut Farida, ribovlafin memengaruhi aktivitas enzim glutation reduktase. Enzim ini

berfungsi mendaur ulang glutation teroksidasi menjadi glutation tereduksi, agar tetap

menetralkan radikal bebas atau oksigen.

PROGNOSIS

Dengan kecanggihan teknologi di bidang medis khususnya penanganan katarak, sangat kecil

kemungkinan terjadinya komplikasi pada perjalanan penyakit katarak. Bedah katarak

dikatakan memiliki risiko sangat kecil untuk terjadinya komplikasi, dan membuat prognosis

pada penyakit katarak ini menjadi baik. Yang terpenting adalah pengetahuan dan kesadaran

si penderita untuk segera memeriksakan diri ke dokter dan menjalani bedah katarak.1,5

Page 31: Case Sulit

PEMBAHASAN

Diagnosa katarak senilis imatur pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesa,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan oftalmologis.

Dari anamnesa, didapatkan bahwa katarak senilis matur terjadi pada mata kanan dan kiri

dimana tajam penglihatan pasien menurun dan pasien melihat seperti kabut, terutama pada

mata kiri pasien. Pasien pun merasa silau saat melihat cahaya dan semakin lama semakin

mengganggu aktifitas pasien. Usia pasien pun sudah memasuki 50 tahun. Hal ini sesuai

dengan teori katarak senilis imatur dimana katarak terjadi karena proses degeneratif dengan

gejala klinis mata tenang visus turun perlahan.

Dari pemeriksaan oftalmologis, ditemukan mata kiri visusnya 1/60, lensa tampak keruh tipis

dan shadow test (+). Hal ini sesuai dengan jenis katarak senilis tipe imatur. Sedangkan mata

kanan visusnya 4/60, lensa tampak keruh tipis dan shadow test (+). Hal ini sesuai dengan

jenis katarak senilis tipe imatur.

Pengobatan yang diberikan adalah operasi Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (EKEK)

dengan fakoemulsifikasi + IOL, dan harus rutin kontrol ke poli setelah seminggu untuk

menilai perbaikan luka, pemeriksaan visus, dan komplikasi pasca operasi.

Page 32: Case Sulit

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, S., Yulianti, S.R. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Cetakan ke-1. Jakarta: Balai

Penerbit FK UI; 2006. h.204-16.

2. Riordan-Eva, P., Whitches, J.P. [editor]. Vaughan & asbury’s oftalmologi umum

[terjemahan]. Edisi ke-17. Jakarta: EGC; 2009.h.169-176.

3. Kanski, J.J., Bowling, B. Clinical ophthalmology: a systematic approach [e-book]. Edisi

ke-7. China: Elsevier Saunders; 2011.h.270-303.

4. Morosidi, S.A., Paliyama, M.F. Ilmu penyakit mata. Jakarta: FK Ukrida; 2011.59-60.

5. Suhardjo, Hartono [editor]. Ilmu Kesehatan Mata. Edisi pertama. Cetakan pertama.

Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UGM; 2007.h.85-101.

6. Vaugan G. D, Asbury T, Eva R.P. (2000). Oftalmologi umum. Bab.20 lensa hal 401-

406. Edisi 14. Widya medika : Jakarta.

7. Wijana, Nana S.D, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke-6, Penerbit Abadi Tegal, Jakarta,

1993 : 190-196