Briggite Cristy Zagita kinetika_C5_11.70.0135
-
Upload
james-gomez -
Category
Documents
-
view
26 -
download
0
description
Transcript of Briggite Cristy Zagita kinetika_C5_11.70.0135
2
KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR
LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI FERMENTASI
Disusun oleh :
Briggite Cristy Zagita 11.70.0135
Kelompok C5
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2014
0
1. HASIL PENGAMATAN1.1. Tabel Hasil Pengamatan Kinetika Fermentasi Vinegar
Kel Perlakuan WaktuΣmo tiap petak Rata-rata Σmo
tiap petakRata-rata Σmo
tiap ccOD pH
Total Asam(mg/ml)1 2 3 4
C1 Sari apel
N0 24 17 25 22 22 8,8x107 -0,0912 3,34 15,36N24 118 112 76 89 98,75 39,5x107 0,0898 3,37 13,44N48 190 200 175 180 186,25 74,5x107 1,4055 3,32 12,67N72 84 113 94 91 95,5 38,2x107 0,0389 3,31 13,44N96 99 115 94 103 102,75 41,1x107 1,3588 3,44 15,36
C2 Sari apel N0 118 112 76 89 98,75 3,95 ×108 0,0813 3,32 13,44N24 112 118 128 106 116 4,64 ×108 0,7716 3,22 14,4N48 188 210 192 161 187,75 7,51 ×108 0,8534 3,37 15,168N72 172 176 183 185 179 7,16 ×108 0,0658 3,31 18,24N96 149 121 195 169 158,5 6,34 ×108 1,9265 3,34 11,52
C3 Sari apel N0 190 200 175 180 12,15 4,9x107 0,0315 3,34 18,816N24 188 210 192 161 29,75 1,19x108 1,1381 3,22 16,32N48 55 68 115 127 91,25 3,65 x108 0,7323 3,43 14,4N72 176 158 166 172 124,25 4,97 x108 -0,1771 3,31 11,52N96 127 128 88 95 138,5 5,54 x108 1,9177 3,39 12,672
C4 Sari apel N0 55 65 70 71 65,25 26,1x107 0,4530 3,30 14,21N24 61 104 87 79 82,75 33,1 x107 0,6847 3,24 13,44N48 176 158 166 172 168 67,2 x107 0,9159 3,40 12,48N72 123 142 129 172 141,5 56,6 x107 -0,1821 3,33 13,44N96 99 110 103 130 110,5 44,2 x107 1,7039 3,46 12,48
C5 Sari apel N0 21 23 27 30 25,25 10,1 x107 -0,0216 3,28 15,36N24 149 121 195 169 87,75 35,1 x107 1,3511 3,20 10,56N48 131 165 140 118 109,5 43,8 x107 1,0411 3,32 14,4N72 99 110 103 130 133,5 53,4 x107 0,1550 3,33 2,69N96 221 258 284 293 264 105,6 x107 2,1425 3,46 11,52
1
2
1.2. Grafik Hubungan Pertumbuhan Yeast (total biomassa) dan Waktu
1.3. Grafik Hubungan Konsentrasi Sel Biomassa (OD) dan Waktu
1.4. Grafik Hubungan Pertumbuhan Yeast (total biomassa) dan pH
2
1.5. Grafik Hubungan Pertumbuhan Yeast (total biomassa) dan Konsentrasi Sel Biomassa (OD)
1.6. Grafik Hubungan Pertumbuhan Yeast (total biomassa) dan Total Asam
2
2. PEMBAHASAN
Proses fermentasi adalah proses reaksi pemecahan gula dari substrat yang diubah menjadi
alkohol dan gas CO2 oleh aktivitas yeast. Pada praktikum ini digunakan yeast Saccharomyces sp
sebagai inokulum, karena kultur ini merupakan khamir yang mampu memecah bahan pangan
dengan kandungan karbohidrat tinggi menjadi alkohol dan CO2 dan sering digunakan dalam
industri minuman beralkohol ( Gaman & Sherrington, 1994 ).
Apel (Pyrus malus) hidup subur di daerah dengan temperatur udara yang dingin. Tumbuhan ini
terutama dibudidayakan di daerah subtropics Eropa bagian utara. Apel lokal Indonesia terkenal
berasal dari Malang, Jawa Timur atau dari daerah Gunung Pangrango, Jawa Barat. Apel dapat
tumbuh dan berkembang di Indonesia jika dibudidayakan di daerah dengan ketinggian ± 1200
meter di atas permukaan laut. Buah apel (Pyrus malus) selain mempunyai kandungan senyawa
pektin juga mengandung zat gizi, antaralain Vitamin A, Vitamin B1, Vitamin C, kalsium,Fosfor,
zat besi, hidrat arang,lemak dan juga protein (Gaman, 1994).
Senyawa fitokimia di buah apel berfungsi sebagai antioksidan contohnya adalah senyawa
fenolik, golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam-asam organik
polifungsional. Apel mengandung betakaroten yang memiliki aktivitas provitamin A untuk
menangkal serangan radikal bebas penyebab berbagai penyakit degeneratif.
Pada jurnal “Pemanfaatn Air Limbah Kelapa Menjadi Produk Coco Cider: Kajian Penambahan
Gula dan Waktu Fermentasi” oleh Putu, dkk (2007), cider merupakan minuman hasil fermentasi
dari sari buah, mengandung alkohol 6,5% - 8%. Cider dapat juga dibuat dari seduhan kopi atau
teh dengan gula. Mikroorganisme yang berperan dalam fermentasi cider umumnya khamir
genus Saccharomyces, Candida dan Hansenula, bakteri Acetobacter xylinum. Lama fermentasi
produk cider tergantung dari jenis khamir yang dipakai, kadar awal gula, dan kadar alcohol
produk yang diinginkan. Selama fermentasi terjadi penguraian gula menjadi alcohol dengan hasil
samping berupa asam asetat, asam laktat dan aldehida. Lemak akan terurai menjadi asam lemak
dan membentuk ester asam lemak (komponen cita rasa yang penting). Mikroba pada cider
2
memiliki peran dalam pembentukan senyawa volatil pembentuk citarasa cider. Secara umum,
substrat untuk starter pembuatan minuman beralkohol seperti halnya cider, dibuat dari sari buah
dengan perbandingan air dengan buah 2:1 dan ditambah gula 10 persen. Hal ini telah sesuai yang
dilakukan dalam praktikum, bahan yang digunakan merupakan sari buah apel.
Cider apel adalah minuman hasil fermentasi dari sari buah apel mengandung alkohol 6,5-8%.
Fermentasi alkohol merupakan proses anaerobik dekomposisi heksosa yang menghasilkan etanol
dan CO2. Fermentasi yeast pada gula menghasilkan larutan mengandung alkohol 10-15 %.
Minuman dengan alkohol tinggi akan membunuh yeast. Fermentasi ini disebabkan oleh enzim
produksi dari yeast (Sharma & Caralli, 1989). Menurut jurnal “Pendugaan Umur Simpan Cuka
Apel Dengan Metode Accelerate Shelf Life Testing Dengan Pendekatan Arrhenius” oleh Ibnu,
Muhamad, dkk (2008), produk cuka apel atau cider apel ini dapat bertahan selama 24 bulan.
Produk cider bervariasi, mulai dari white cider (fermentasi jus buah misal apel dengan perubahan
warna atau diproduksi oleh perubahan warna dari fermentasi cider) sampai black cider
(campuran antara cider dengan barley malt). Proses fermentasi dilakukan oleh yeast strain
Saccharomyces spp (S. cerevisae, S. bayanus, dan S. uvarum), ditambahkan ke dalam jus sebagai
kultur murni. Jenis kultur yang digunakan tergantung dari banyak kriteria, seperti: sifat flokulasi,
kemampuan untuk melakukan fermentasi secara efisien pada suhu kamar, serta toleransi terhadap
alkohol dan sulfur dioksida (Arthey & Ashurst, 1998).
Bahan yang digunakan dalam pembuatan minuman beralkohol adalah sari apel (hasil juicer)
sebanyak 250 ml sebagai media yang sudah disterilkan dan ditambahkan kultur Saccharomyces
cereviceae sebanyak 30 ml. Sterilisasi adalah proses pemanasan dengan suhu tinggi untuk
membunuh mikroba (Widodo, 2003). Lalu diinkubasi dengan perlakuan shaker/penggoyangan
pada suhu ruang (25-30°C) selama 5 hari, dan setiap 24 jam dilakukan pengambilan sampel
sebanyak 10 ml secara aseptis. Shaker inkubator bertujuan sebagai media aerasi dan agitasi
(Said, 1987). Rahman (1992) mengatakan selama proses fermentasi berlangsung, labu tempat
2
bahan fermentasi diletakkan di atas shaker kecepatannya dapat diatur. Labu yang diberi
perlakuan shaker biasanya berada dalam kondisi tertutup. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar
udara dari luar tetap dapat masuk ke dalam labu. Menurut pendapat Lay (1994), penutup yang
biasa digunakan adalah kapas, busa, atau bahan lain yang tidak menghambat aliran udara ke
dalam labu tetapi tetap menjamin sterilitas media. Keadaan tidak steril menyebabkan
pertumbuhan mikroorganisme kontaminan dan mengganggu pengamatan terhadap
mikroorganisme yang ditumbuhkan. Gerakan berputar shaker menyebabkan media bergolak
sehingga terjadi aerasi.
Saat pemindahan kultur ke media steril, diperlukan tindakan aseptis tanpa terjadinya
pencemaran dari mikroorganisme di sekitar karena mikroorganisme dari luar masuk melalui
kontak langsung dengan permukaan. Hal ini berfungsi untuk mempertahankan kemurnian biakan
selama pemindahan berulang kali (Hadioetomo, 1993).
Proses inkubasi dilakukan pada inkubator dengan suhu ruang. Hal ini bertujuan agar suhu yang
dicapai benar-benar terjaga dan terbebas dari kontaminasi. Hal ini sesuai dengan teori Fardiaz
(1992), bahwa pertumbuhan khamir dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti nutrien substrat,
pH, suhu, ketersediaan oksigen, ada/tidaknya senyawa penghambat dan sebagainya. Suhu
optimum untuk pertumbuhan khamir adalah 25-30oC sedangkan suhu maksimumnya 37- 47 oC.
Proses inkubasi yang berlangsung selama 5 hari telah sesuai dengan teori Suratiningsih (1999),
proses peragian biasanya berjalan selama 5-15 hari.
Setiap 24 jam dilakukan pengambilan sampel sebanyak 10 ml secara aseptis dan dilakukan
pengujian kepadatan Saccharomyces cereviceae menggunakan alat Haemacytometer untuk
mengetahui tingkat pertumbuhan sel yeast. Atlas (1984) berpendapat bahwa haemocytometer
merupakan alat untuk menghitung jumlah sel darah. Alat ini dapat juga digunakan untuk
menghitung densitas sel dari alga yang tergolong kecil, untuk densitas >104sel/ ml.
Haemocytometer mempunyai jumlah ruang yang berbeda–beda tergantung produsen
pembuatnya. Tetapi pada umumnya, haemocytometer memiliki bagian berukuran 1 x 1 mm2,
terbagi menjadi sembilan bentuk persegi. Keakuratan penghitungan secara manual dengan
2
menggunakan haemocytometer tergantung keakuratan pencampuran sampel (tanpa gelembung),
jumlah ruang atau bilik yang dihitung, dan jumlah sel yang dihitung (biasanya 200 – 500 per 0.1
mm3). Saat meletakkan sampel pada haemocytometer, sampel diambil menggunakan pipet dan
diletakkan diatas cekungan haemocytometer. Kemudian, permukaan cekungan tersebut ditutup
menggunakan kaca preparat dan diamati dengan mikroskop.
Selain pengukuran biomassa dengan Haemacytometer, dilakukan pula penentuan hubungan
absorbansi dengan kepadatan sel. Percobaan ini dilakukan dengan mengambil sampel dan
kemudian diukur nilai Optical Density (OD) dengan alat spektrofotometer pada panjang
gelombang 660 nm. Sedangkan dari Wang et al. (2004) menggunakan absorbansi 600 nm untuk
menghitung konsentrasi biomassa.
Pengukuran pH dan total asam juga dilakukan pada praktikum kali ini. Pengukuran pH dilakukan
dengan menggunakan alat pHmeter. Pengukuran total asam dilakukan dengan metode titrasi dan
dihitung dengan rumus:
Total asam = ml NaOHxnormalitas NaOH x19210 ml sampel
Gambar 1. Setelah titrasi N0
2
Gambar 2. Setelah titrasi N24
Gambar 3. Setelah titrasi N48
Gambar 4. Setelah titrasi N72
2
Gambar 5. Setelah titrasi N96
Gambar 6. Setelah ditambah kultur
Gambar 7. Sebelum ditambah kultur
2
Gambar 8. Setelah titrasi hari N0 (C1-C5)
Gambar 9. Haemocytometer N0
Gambar 10. Haemocytometer N24
Pada praktikum kali ini, diperoleh hasil berbeda-beda
antar kelompok. Perbedaan ini cenderung fluktuatif
2
dengan perbedaan yang sangat besar. Hal ini disebabkan oleh sulitnya menggunakan alat
haemocytometer. Atlas (1984) berpendapat bahwa keakuratan penghitungan secara manual
dengan haemocytometer tergantung pada :
Keakuratan pencampuran sampel (tanpa gelembung)
Jumlah ruang / bilik yang dihitung
Jumlah sel yang dihitung (biasanya 200 – 500 per 0.1 mm3)
Perbedaan dari hasil perhitungan bisa disebabkan karena adanya kesalahan dalam penghitungan
jumlah mikroorganisme di dalam bilik (ada yang terlewatkan).
Pada hasil percobaan terlihat bahwa rata-rata jumlah mikroorganisme semua kelompok
mengalami peningkatan dari hari ke hari. Hal ini tidak berlaku pada kelompok C1 yang
mengalami penurunan jumlah mikroorganisme pada hari ke 3 dan meningkat kembali pada hari
ke-4. Kesalahan seperti ini dapat disebabkan karena kesalahan dalam perhitungan jumlah
mikroorganisme dalam bilik dan ketidak atelitian praktikan dalam menghitung. Seharusnya, dari
hari ke hari jumlah mikroorganisme mengalami peningkatan sesuai dengan kurva pertumbuhan
mikroorganisme.
Fase pertumbuhan yeast meliputi fase lag, log, stasioner. Fase lag terjadi dengan cepat setelah
inokulasi dan merupakan masa penyesuaian yeast dengan lingkungan. Mikroorganisme
mengorganisasi kembali molekulnya ketika dipindahkan ke medium baru. Saat fase ini, jumlah
massa meningkat sedikit tanpa peningkatan densitas sel. Pada fase log, sel sudah menyesuaikan
diri dengan lingkungan baru. Setelah adaptasi, sel mengganda dengan cepat, jumlah dan densitas
sel meningkat secara eksponensial. Pada akhir fase, terjadi fase stasioner yaitu fase dimana
pertumbuhan mikroorganisme sama dengan kematian (Shuler, 1989).
Kecepatan pertumbuhan spesifik mikroorganisme ( specific growth rate ) menunjukkan angka
pertumbuhan mikroorganisme per satuan waktu. Perlakuan shaker adalah perlakuan dimana
erlenmeyer yang sudah diberi kultur diletakkan di alat shaker incubator. Alat tersebut akan
bergerak secara perlahan dan teratur, sehingga erlenmeyer diatasnya akan ikut terkocok. Fungsi
pengocokan adalah kultur akan tersebar secara merata pada media dan memberi suplai oksigen
2
pada kultur. Menurut teori dari Said (1985), perlakuan shaker bertujuan untuk mensuplai oksigen
pada media dan dalam penggunaannya dengan sumber karbon untuk membantu pertumbuhan
mikrobia secara aerobik.
Selain dilakukan perhitungan dalam jumlah mikroorganisme, dilakukan pengukuran nilai Optical
Density (OD) menggunakan spektrofotometer. Harjadi (1986) mengatakan, prinsip analisa
kuantitatif secara spektroskopi adalah membandingkan absorbsi energi radiasi pada panjang
gelombang tertentu dari larutan sampel terhadap larutan standar. Dalam analisa ini, panjang
gelombang yang digunakan disesuaikan dengan kemampuan zat mengabsorbsi energi radiasi
pada panjang gelombang tersebut. Sehingga pada praktikum kali ini digunakan panjang
gelombang 660 nm karena cider apel bersifat sangat keruh.
Pada pengukuran nilai OD ini, semakin tinggi nilai absorbansi, maka nilai transmittance akan
semakin kecil. Jika absorbance digambarkan dalam sebuah grafik dengan konsentrasi suatu garis
lurus maka dapat diramalkan dengan menggunakan hukum Beer’s. Dari garis lurus ini diketahui
bahwa semakin meningkat konsentrasinya maka meningkat pula nilai absorbansinya (Ewing,
1976). Seharusnya nilai OD akan mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan
kekeruhan. Kekeruhan cider dari hari-ke hari ada yang mengalami peningkatan tetapi nilai
ODnya tidak sesuai dengan kekeruhan. Nilai OD mengalami penurunan bahkan bernilai negatif.
Hal ini disebabkan karena kesalahan dalam penggunaan alat spektrofotometer sehingga terdapat
kesalahan hasil. Menurut teori yang ada, meningkatnya absorbansinya terjadi ketika jumlah sel
yeast/cc meningkat, dan begitu pula sebaliknya.
Pada praktikum ini juga dilakukan pengukuran pH pada cider. Seharusnya pada hasil
pengamatan didapatkan hasil penurunan pH setelah proses inkubasi. Tetapi yang didaptkan tidak
sesuai dengan teori dari Fardiaz (1992) yang mengatakan bahwa penurunan pH terjadi karena
proses fermentasi menyebabkan penurunan pH pada substrat.pada setiap kelompok justru
didapatkan hasil peningkatan pH selama masa inkubasi. Hal ini disebabkan karena saat
pengukuran dengan pH meter, larutan sampel tidak diaduk merata terlebih dahulu dan hanya
menyentuh bagian permukaan larutan sehingga menyebabkan ketidak akuratan dalam
2
pengukuran. Efek penurunan pH menyebabkan rasa asam pada produk akhir cider. Proses
fermentasi menyebabkan penurunan pH karena adanya ethanol dan CO2. Hal ini juga
mempengaruhi sifat organoleptik pada cider, contohnya adalah pada aroma.
Penurunan pH juga diikuti dengan peningkatan total asam pada produk cider. Pada hasil
pengamatan tidak diadapatkan hasil yang sesuai teori. Ada yang mengalami peningkatan,
penurunan, bahkan perubahan seperti meningkat dan menurun. Hal ini disebakan karena
kesalahan saat titrasi, dimana praktikan saat melihat angka yang tertera pada buret terdapat
kesalahn sehingga perhitungannya menjadi salah dan tidak sesuai dengan teori.
Pada jurnal “Effect of Alcoholic Fermentation in The Content of Phenolic Compounds in Cider
Processing” oleh Nogueira, Alessandro et al,. (2008), reaksi deesterifikasi diperoleh dari
sejumlah hidrolase Saccharomyces S6U. Disebutkan juga bahwa cider apel memiliki komponen
fenolik. Komposisi komponen fenolik ini tergantung dari varietas apel dan prosedur pembuatan
cider. 5 jenis utama polifenol pada apel adalah flavan-3-ols, hydroxycinnamic acids, 5-
caffeoylquinic acid dan 4-p-coumaroylquinic acid, dihydrochalcones, flavonols, anthocyanins
pada kulit. Aktivitas antioksidan dari kelima polifenol ini akan berkurang dari cyaniding-3-
galactoside > procyanidins > quercetin glycosides > chlorogenic acid > phloridzin.
Jurnal “Effect of Biomass Reduction on The Fermentation of Cider” oleh Nogueira, Alessandro
et al,. (2007), pengurangan biomassa pada cider dengan cara membuang sebagian populasi yeast
dengan cara flotasi, filtrasi atau sentrifugasi. Waktu yang tepat untuk mengurangi populasi yeast
adalah 1,5-2 hari setelah inokulasi.tanpa pengurangan populasi, maka kandungan gula total pada
produk hanya 0,21 g/100 ml dan derajat alkoholnya 6,35oGL.
Grafik hubungan pertumbuhan yeast dan waktu pada kelompok C1-C4 sudah sesuai dengan
kurva pertumbuhan yeast seiring berjalannyanya waktu. Tetapi pada kelompok C5 grafiknya
terus menanjak. Hal ini mungkin disebabkan Karen saat penghitungan jumlah mikroorganisme
dengan haemocytometer terdapat kesalahan. Kemungkinan yeast yang terhitung bukan yeast
untuk fermentasi cider apel sehingga jumlahnya terus meningkat akibat kontaminasi. Sedangkan
2
grafik hubungan konsentrasi biomassa dengan waktu memiliki bentuk yang hamper sama untuk
tantar kelompok. Dimana mengalami penurunan dan kemudian mengalami peningkatan lagi.
Pada grafik hubungan pertumbuhan yeast dengang pH berantakan tiap kelompok. Disebutkan
dalam teori seharusnya dengan bertambahnya jumlah mikroorganisme,maka pH produk akan
menurun. Begitu juga pada grafik hubungan pertumbuhan yeast dengan OD, berantakan. OD
seharusnya menunjukkan jumlah miroorganisme dengan ditandai cairan media bertambah keruh
akibat pertumbuhan yeast yang semakin banyak. Grafik hubungan yeast dan total asam juga
berantakan, padahal menurut teori di atas, total asam pada produk meningkat seiring dengan
pertumbuhan yeast. Tetapi hasil berbeda didapatkan pada praktikum kali ini.
Semua kesalahan ini dapat diakibatkan karena pengaruh kontaminasi pada produk. Disebutkan
dalam jurnal “Apple Wine Processing with Different Nitrogen Contents” oleh Alberti, Aline, et
al,.(2011), bahwa di dalam media bisa ditumbuhi oleh yeast non Saccharomyces yang bersaing
untunk mendapatkan nutrisi. Selain itu, kandungan nitrogen dalam media juga mempengaruhi
pertumbuhan yeast dan laju fermentasi, kinetika produksi aroma, instabilitas mikrobiologi.
2
3. KESIMPULAN
Cider adalah produk fermentasi sari buah yang difermentasi oleh Saccharomyces spp
khususnya S. cerevisae, S. bayanus, dan S. uvarum.
Penghancuran buah apel menjadi sari buah apel bertujuan untuk mengeluarkan gula yang
terkandung dalam sari buah.
Kadar gula mempunyai peran penting sebagai sumber karbon dalam proses fermentasi yang
akan dipecah menjadi alkohol dan CO2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme adalah suhu, nutrisi yang
terkandung pada substrat, suhu, kelembaban, oksigen dan pH.
Tujuan dari shaker adalah agar mikroorganisme tersuplai oksigen dan sel-sel yeast tersebar
merata pada seluruh media.
Tujuan sterilisasi sari buah apel adalah untuk membunuh organisme kontaminan yang
sebelumnya sudah ada di dalam sari buah tersebut.
Dalam pembuatan cider apel ini yeast yang digunakan adalaj jenis Sacharomyces cereviceae.
Semakin lama waktu fermentasi maka semakin banyak jumlah sel yang dihasilkan.
Semakin tinggi nilai absorbansi yang didapat semkin besar pula konsentrasi sel yang terdapat
dalam media.
Semakin lama fermentasi, pH produk semakin menurun karena banyaknya yeast yang
tumbuh dan menghasilkan asam.
Semakin banyak yeast yang tumbuh maka total asam pada produk mengalami peningkatan.
2
Semarang, 15 Juni 2014
Praktikan, Asisten Dosen,
Stella Mariss H.
Meilisa Lelyana D.
Chrysentia Archinitta L. M.
Katharina Nerissa A. A.
Andriani Cintya S.
Briggite Cristy Zagita
11.70.0135
C5
2
4. DAFTAR PUSTAKA
Alberti, Aline, et al,.(2011). Apple Wine Processing with Different Nitrogen Contents. Brazilian Archives of Biology and Technology. Brasil
Arthey, D & PR. Ashurst. (1998). Friut Processing. Blackie Academic & Professional. London.
Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental & Applications. Mcmilland Publishing Company. New York.Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Gaman, P. M. & K. B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Hadioetomo, R.S. (1993). Mikrobiologi Dasar dalam Praktek : Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia. Jakarta.
Harjadi, W. (1986). Ilmu Kimia Analisis Dasar. Gramedia. Jakarta.
Ibnu, Muhamad, dkk,. (2008). Pendugaan Umur Simpan Cuka Apel Dengan Metode Accelerate Shelf Life Testing Dengan Pendekatan Arrhenius. Universitas Brawijaya. Jawa Timur.
Lay, B. W. (1994). Analisi Mikroba di Laboratorium. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Nogueira, Alessandro et al,. (2007). of Biomass Reduction on The Fermentation of Cider. Brazilian Archives of Biology and Technology. Brasil.
Nogueira, Alessandro et al,. (2008). Effect of Alcoholic Fermentation in The Content of Phenolic Compounds in Cider Processing. Brazilian Archives of Biology and Technology. Brasil.
Putu, Luh, dkk,. (2007). Pemanfaatn Air Limbah Kelapa Menjadi Produk Coco Cider: Kajian Penambahan Gula dan Waktu Fermentasi. Universitas Udayana. Bali
Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi Industrial II. Penerbit Arcan. Jakarta.
Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.
Shuler, L.M. (1989). Bioprocess Engineering Basic Concepts. Prentice Hall international Incorporation. London.
Wang, D.; Y. Xu; J. Hu; dan G. Zhao. (2004). Fermentation Kinetics of Different Sugars by Apple Wine Yeast Saccharomyces cerevisiae. Journal Of The Institute Of Brewing.
Widodo. (2003). Bioteknologi Industri Susu. Lacticia Press. Yogyakarta.
2
5. LAMPIRAN
5.1. PERHITUNGAN
Kelompok C5
No Jumlah sel / cc = 1
2,5 x 10-7 x 25,25
= 10,1 x 107
Total asam = 8x0 ,1x19210
=15,36 mg/ml
N24 Jumlah sel / cc = 1
2,5 x 10-7 x 87,75
= 35,1 x 107
Total asam = 5 ,5x0,1x19210
=10,56 mg/ml
N48 Jumlah sel / cc = 1
2,5 x 10-7 x 109,5
= 43,8 x 107
Total asam = 7 ,5 x0,1x19210
=14,4 mg/ml
N72 Jumlah sel / cc = 1
2,5 x 10-7 x 133,5
= 53,4 x 107
Total asam = 1 ,4x0,1x19210
=2,69 mg/ml
N96 Jumlah sel / cc = 1
2,5 x 10-7 x 264
= 105,6 x 107
Total asam = 6x0 ,1x19210
=11,52 mg/ml