Bioteknologi Fermentasi Asam Glutamat

25
BIOTEKNOLOGI FERMENTASI ASAM GLUTAMAT I. PENDAHULUAN. Bioteknologi adalah suatu bidang penerapan biosains dan teknologi yang menyangkut penerapan praktis organisme hidup atau komponen subselulernya pada industri jasa dan manufaktur serta pengelolaan lingkungan. Bioteknologi memanfaatkan bakteri, ragi, kapang, alga, sel tumbuhan atau sel jaringan hewan yang dibiakkan sebagai konstituen berbagai proses industri. Penerapan bioteknologi yang berhasil hanya akan mungkin tercapai bila dilakukan pengintegrasian berbagai disiplin ilmu pengetahuan alam dan teknologi, termasuk mikrobiologi, biokimia, genetika, biologi molekuler, kimia, seta rekayasa proses dan teknik kimia. Bioteknologi mencakup proses fermentasi (mulai dari bir dan anggur hingga roti, keju, antibiotika dan vaksin), pengelolaan air dan sampah, sebagian teknologi pangan, dan juga pelbagai penerapan baru lainnya. Sebagian besar teknik yang diterapkan dalam bioteknologi cenderung lebih ekonomis, lebih sedikit dalam pemakaian energi dan lebih aman bila dibandingkan dengan proses tradisional yang ada sekarang. Di samping itu, sebagian besar proses bioteknologi mengasilkan residu yang dapat terurai secara biologis serta tidak beracun. Dalam jangka panjang, bioteknologi memberikan suatu harapan atas pemecahan berbagai persoalan utama dunia, khususnya yang berhubungan dengan obat-obatan, produksi pangan, pengendalian polusi dan pengembangan sumber energi baru. Keterlibatan Bioteknologi Asam Glutamat sendiri berawal ketika Dr. Kukunae Ikeda menemukannya sebagai sumber “UMAMI” dan mendapat hak paten untuk memproduksi Asam Glutamat di tahun 1908. II. BAHAN MENTAH. Bahan mentah adalah bahan utama yang digunakan untuk proses produksi yang biasanya berasal dari pertanian. Dalam industri fermentasi asam amino, bahan mentah akan banyak berkaitan dengan media fermentasi, dan sebagian besar sumber utamanya adalah gula. Bahan mentah sumber

Transcript of Bioteknologi Fermentasi Asam Glutamat

Page 1: Bioteknologi Fermentasi Asam Glutamat

BIOTEKNOLOGI FERMENTASI ASAM GLUTAMAT

I. PENDAHULUAN.

Bioteknologi adalah suatu bidang penerapan biosains dan teknologi yang menyangkut penerapan praktis organisme hidup atau komponen subselulernya pada industri jasa dan manufaktur serta pengelolaan lingkungan. Bioteknologi memanfaatkan bakteri, ragi, kapang, alga, sel tumbuhan atau sel jaringan hewan yang dibiakkan sebagai konstituen berbagai proses industri. Penerapan bioteknologi yang berhasil hanya akan mungkin tercapai bila dilakukan pengintegrasian berbagai disiplin ilmu pengetahuan alam dan teknologi, termasuk mikrobiologi, biokimia, genetika, biologi molekuler, kimia, seta rekayasa proses dan teknik kimia.

Bioteknologi mencakup proses fermentasi (mulai dari bir dan anggur hingga roti, keju, antibiotika dan vaksin), pengelolaan air dan sampah, sebagian teknologi pangan, dan juga pelbagai penerapan baru lainnya.

Sebagian besar teknik yang diterapkan dalam bioteknologi cenderung lebih ekonomis, lebih sedikit dalam pemakaian energi dan lebih aman bila dibandingkan dengan proses tradisional yang ada sekarang. Di samping itu, sebagian besar proses bioteknologi mengasilkan residu yang dapat terurai secara biologis serta tidak beracun. Dalam jangka panjang, bioteknologi memberikan suatu harapan atas pemecahan berbagai persoalan utama dunia, khususnya yang berhubungan dengan obat-obatan, produksi pangan, pengendalian polusi dan pengembangan sumber energi baru.

Keterlibatan Bioteknologi Asam Glutamat sendiri berawal ketika Dr. Kukunae Ikeda menemukannya sebagai sumber “UMAMI” dan mendapat hak paten untuk memproduksi Asam Glutamat di tahun 1908.

II. BAHAN MENTAH.

Bahan mentah adalah bahan utama yang digunakan untuk proses produksi yang biasanya berasal dari pertanian. Dalam industri fermentasi asam amino, bahan mentah akan banyak berkaitan dengan media fermentasi, dan sebagian besar sumber utamanya adalah gula. Bahan mentah sumber gula di klasifikasikan dalam gula yang diekstrak dari tumbuhan seperti Beet, Tebu, dan gula yang diisolasi dari Pati dan Cassava.

Di Indonesia secara umum menggunakan bahan mentah Cane Molasses sebagai media fermentasi (sumber Carbon/Gula). Cane Molasses adalah hasil samping yang dihasilkan industri gula, dan tersusun dari zat-zat yang diperlukan untuk proses fermentasi seperti : Glukosa, Fruktosa, Mineral dan Vitamin. Dalam industri gula, glukosa dan fruktosa adalah gula yang sukar dikristalkan karena kristalnya tidak stabil dan sangat higroskopis.

Menurut Handbook of Molasses, Cane Molasses mengandung komponen gula Sukrosa 32 %, glukosa 14 %, fruktosa 16 %. Sumber lain, misalnya dari P3GI memberikan data yang berbeda-beda namun masih dalam kisaran yang sama.

Selama proses fermentasi akan selalu terjadi perubahan perubahan kondisi, salah satunya adalah perubahan pH yang cenderung turun. Untuk mengembalikan pH pada kondisi yang dikehendaki yaitu

Page 2: Bioteknologi Fermentasi Asam Glutamat

pH 7.0 ~ 8.0 ditambahkan ammonia (NH3). Penambahan ammonia ini diatur secara otomatis. Jika pH turun maka katup pipa NH3 akan membuka dan bila pH sudah sesuai maka katup akan menutup kembali.

Proses fermentasi juga memerlukan NH3 sebagai formulasi media untuk mencukupi kebutuhan Nitrogen (sumber Nitrogen). Selama fermentasi, sering terjadi pembuihan. Adanya buih dapat mengurangi kadar sel dan autolisis. Oleh karena itu dalam proses sering ditambahkan Antifoam atau senyawa antibuih. Dalam hal ini antifoam dapat menyebabkan penurunan transfer oksigen sehingga diusahakan penggunaan antifoam seoptimal mungkin. Dalam tangki fermentasi penggunaan antifoam biasanya sudah terkontrol secara otomatis.

Selama pertumbuhannya, bakteri penghasil asam glutamat memerlukan media yang cukup mengandung mineral dan vitamin. Dalam bahan mentah Cane Molasses sebenarnya sudah mengandung mineral dan vitamin, tetapi untuk menutupi kekurangannya maka dalam formulasi medium sering ditambahkan mineral dan vitamin seperti : Phosphat, Magnesium, Vitamin B, dan Vitamin C.

III. STRAIN PENGHASIL ASAM GLUTAMAT.

Asam Glutamat diproduksi umumnya secara fermentasi mikrobia, walaupun dapat juga diproduksi secara kimia. Proses pengolahan ini dalam skala industri berkembang secara pesat setelah penemuan bakteri Corynebacterium glutamicum oleh Kinoshita. Pada tahun 1962 di Jepang, Okumura menemukan bakteri Brevibacterium dan Brevibacterium lactofermentum yang sekarang banyak digunakan.

Kemampuan untuk menghasilkan asam glutamat ditunjukkan oleh beberapa mikroba yang termasuk genus : Bacillus, Micrococcus, Brevibacterium, Corynebacterium, Arthrobacter, dan Microbacterium. Corynebacterium glutamicum, Brevibacterium flavum, Brevibacterium lactofermentum, Brevibacterium thiogenitalis dan Microbacterium ammoniaphilum memberikan strain yang representatif.

Brevibacterium lactofermentum sebagai mikroba penghasil asam glutamat termasuk jenis Biotin required mutant, yaitu auxotroph terhadap asam oleat. Dengan cara menumbuhkan bakteri dalam media yang mengandung asam oleat terbatas maka membran sel akan lebih bersifat permeable sehingga akan terjadi akumulasi asam glutamat meskipun tumbuh dalam media dengan kadar biotin tinggi.

Pemeliharaan strain dilakukan dalam agar miring yang disimpan dalam suhu –70 °C. Selama pemeliharaan pengujian aktifitasnya tetap dilakukan.

Pada saat digunakan, awetan strain ini di refresing dari suhu refrigerasi ke suhu kamar, kemudian diambil beberapa ose untuk diinokulasikan ke media dalam shake flask yang nantinya dijadikan seed dan Seed Fermentor. Dari Seed Fermentor proses dilanjutkan ke dalam Main Fermentor (Fermentor utama) dimana akan terjadi proses penghasillan asam glutamat.

Page 3: Bioteknologi Fermentasi Asam Glutamat

IV. BIOSINTESA ASAM GLUTAMAT.

Proses ini di awali ketika glukosa sebagai sumber karbon dipecah menjadi fraksi C-3 dan C-2 secara mikrobiologis melalui jalur Embden Meyerhoff-Parnas (EMP) dan jalus Penthosa Phosphat, kemudian fraksi ini disalurkan ke dalam siklus Asam Tri-Karboksilat (TCA Cycle). Kunci prekusor asam glutamat adalah a-Ketoglutarat, yang dibentuk dalam siklus TCA melalui asam sitrat dan isositrat, kemudian dikonversi ke asam glutamat melalui reduksi aminasi dengan ion NH4 bebas. Tahap akhir ini dikatalisa NADP yang tergantung pada glutamat dehidrogenase. NADPH2 diperlukan dalam tahap reaksi ini dan dilengkapi melaui dekarboksilasi oksidatif dari isositrat menjadi ketoglutarat dengan enzim isositrat dehidrogenase. NADPH2 kemudian diregenerasi dengan aminasi reduksi dari a-Ketoglutarat.

Strain yang digunakan secara komersial untuk produksi asam glutamat mempunyai blok pada ketoglutarat dehidrogenase. Dengan tidak ada ion NH4, ketoglutarat terakumulasi karena halangan pada siklus TCA. Namun demikian untuk kelangsungan hidup sel, TCA harus terus tetap berlangsung lengkap untuk memperoleh ATP. Dengan demikian sering terjadi persaingan antara reaksi yang dikatalisa oleh isositrat liase menjadi suksinat dan glioksilat (untuk pertumbuhan sel) dan isositrat dehidrogenase untuk membentuk ketoglutarat, dan kemudian ke asam glutamat.

Produksi dan ekskresi asam glutamat tergantung pada permeabilitas membran sel. Peningkatan permeabilitas sel mikrobia penghasil asam glutamat dapat dilakukan dengan beberapa cara :

1. Melalui defisiensi biotin pada medium.

2. Defisiensi asam oleat dengan mikrobia yang bersifat asam oleat auxotroph.

3. Penambahan asam lemak jenuh (C-16 – C-18) atau asam lemak turunannya.

4. Melalui penambahan penicillin.

5. Melalui defisiensi gliserol dengan strain yang gliserol auxotroph.

Pada semua strain penghasil asam glutamat mempunyai persyaratan biotin untuk pertumbuhan, yang merupakan koenzim essensial dalam sintesa asam lemak. Apabila konsentrasi biotin lebih dari 5mg/l, peningkatan sintesa asam oleat akan menghasilkan kandungan phospolipid yang tinggi di dalam membran sel. Sel dengan kandungan phospolipid yang tinggi tidak mudah untuk mengekskresi asam glutamat.

V. COMMERCIAL PLANT

Di akhir pembahasan mengenai strain penghasil asam glutamat sudah disinggung, bahwa untuk memproduksi asam glutamat dalam skala industri perlu digunakan 2 reaktor (fermentor) : Fermentor

Page 4: Bioteknologi Fermentasi Asam Glutamat

untuk memperbanyak sel bakteri (Seed Fermentor) dan Fermentor untuk menghasilkan produksi (Fermentor Utama). Penggunaan fermentor ini disesuaikan dengan kondisi pertumbuhan bakteri yang biasanya disebut dengan Kurva Pertumbuhan Bakteri.

Pada waktu memasuki fase lag sampai dengan fase logaritmik, bakteri ada di dalam tangki Seed Fermentor. Adapun pembentukan asam glutamat dimulai pada permulaan fase pertumbuhan dan mencapai maksimum pada fase stasioner, tergantung ketersediaan sumber karbon di dalam medium.

Proses fermentasi memerlukan kontrol yang ketat. Kontrol dilakukan pada penyusunan atau penyiapan medium, pencegahan kontaminasi, pertumbuhan bakteri dan pemeliharaan bakteri pada kondisi fermentasi. Kondisi fermentasi ini meliputi : pH, suhu, oksigen, pengaturan gula pada medium.

Untuk pencegahan kontaminasi dilakukan dengan sterilisasi, meliputi sterilisasi udara, tangki fermentor, dan medium untuk pertumbuhan dan pemeliharaan. Selain itu juga dilakukan sampling yang periodik untuk mengetahui adanya kontaminasi.

Fermentasi akan berakhir kira-kira setelah 25 ~ 35 jam. Waktu fermentasi ini ditentukan oleh aktifitas bakteri yang juga terlihat di kurva pertumbuhannya. Akhir fermentasi ditandai dengan adanya kenaikan pH, habisnya gula pada medium dan kenaikan oksigen yang terlarut (DO2). Produk hasil fermentasi ini biasa dinamakan “BROTH” dan segera dilakukan proses selanjutnya yaitu proses pemurnian dan pengkristalan untuk memperoleh MSG kristal yang siap untuk dikemas.

Page 5: Bioteknologi Fermentasi Asam Glutamat

Produksi asam amino adalah perusahaan multi-miliar dolar. Kesemuanya dua puluh asam amino diproduksi, meskipun dalam jumlah yang sangat berbeda.

•Asam amino digunakan sebagai aditif pakan hewan “animal feed additives” (lisin, metionin, treonin), penguat rasa “flavor enhancers” (monosodium glutamat, serin, asam aspartat) dan sebagai nutrisi khusus di bidang medis.

•Asam glutamat, lisin dan metionin adalah asam amino yang paling banyak dijual. Asam glutamat dan lisin dibuat melalui fermentasi; metionin dibuat oleh sintesis kimia. Produsen utama asam amino adalah Jepang, AS, Korea Selatan, Cina dan Eropa.

•Industri asam amino berakar pada praktek persiapan makanan di Jepang. Rumput laut telah digunakan selama berabad-abad di sana dan di negara-negara Asia lainnya sebagai bahan penyedap.

•In1908, Kikunae Ikeda dari Tokyo Imperial University mengisolasi prinsip penguat rasa dari kombu rumput laut (Laminaria japonica) sebagai kristal monosodium glutamat (MSG).

•Menambahkan MSG untuk daging, sayuran dan hampir semua jenis lain dari makanan jadi membuatnya gurih, sifat ini disebut umami.

•Segera setelah penemuan Ikeda, dan mengenali potensi pasar MSG, Ajinomoto Co di Jepang mulai mengekstraksi MSG dari hidrolisis asam gluten gandum atau kedelai yg dihilangkan lemak dan menjualnya sebagai penambah rasa.

•Produksi MSG melalui "fermentasi" tumbuh setelah Perang Dunia II di Jepang. Sekitar 1957, peneliti Jepang yang dipimpin oleh S. Kinoshita di Kyowa Hakko Kogyo Co mengisolasi bakteri tanah yang menghasilkan sejumlah besar asam glutamat.

•Strain yang menghasilkan ditemukan dengan cara menginokulasikan isolat pada cawan Petri duplikat. Koloni pada satu cawan Petri dibiarkan tumbuh dan satu set duplikatnya dibunuh dengan radiasi UV. Cawan Petri yang telah dibunuh itu dilapisi dengan agar semisolid berisi Leuconostoc mesenteroides. Karena L. mesenteroides memerlukan asam glutamat untuk pertumbuhan, maka mereka hanya tumbuh di sekitar koloni yang mengekskresikan glutamat. Isolat yang berpotensi menghasilkan glutamat, selanjutnya diambil dari cawan duplikat yang tidak dibunuh.

•Skrining bakteri penghasil glutamat

•Anggota Actinobacteria dalam genus Corynebacterium (awalnya bernama Micrococcus glutamicus) adalah produsen glutamat paling efektif.

Page 6: Bioteknologi Fermentasi Asam Glutamat

•Selama bertahun-tahun, berbagai bakteri penghasil glutamat telah diisolasi dan diklasifikasikan sebagai Arthrobacter, Brevibacterium, atau sebagai anggota genera lainnya, tetapi hasil riset sekarang telah menunjukkan bahwa hampir semua strain termasuk dalam genus Corynebacterium.

•Tipe liar menghasilkan hingga 10 g/l asam glutamat. Hasil ini, selanjutnya dengan cepat ditingkatkan dengan rekayasa bioproses dan dengan mengembangkan over-producing mutants. Hasil panen sekarang lebih dari 100 g per liter.

•Corynebacterium glutamicum mutants•Photograph of a petri dish on which were streaked various Corynebacterium glutamicum mutants engineered to overexpress different fine chemicals. The C. glutamicum-mediated production of l-glutamic acid by fermentation was one of the very first industrial processes developed during the biotechnology era.

•Isolasi bakteri penghasil glutamat menyebabkan pengembangan skala besar pembuatan MSG dari gula murah dan amonia bukan dari ekstrak tanaman atau hewan. yang lebih mahal.

•MSG = monosodium glutamateGlutamat adalah asam amino bebas yang paling melimpah dalam sitoplasma bakteri. Namun demikian, agar berguna, strain penghasil glutamat harus melakukan dua hal ini: mereka harus kelebihan glutamat lebih dari kebutuhan metabolisme normal, dan mereka harus mengeluarkan ke dalam kaldu fermentasi.

•Mekanisme yang tepat bagaimana C. glutamicum melakukan hal-hal masih belum sepenuhnya dipahami meskipun lebih dari empat puluh tahun studi.

•Beberapa ciri-ciri fisiologis yang jelas terlibat adalah:

–sifat biotin auxotrophy strain penghasil–penurunan tajam dalam aktivitas dehidrogenase α ketoglutarate selama produksi–dan kecenderungan untuk mengeluarkan glutamat, mungkin melalui transporter tertentu

•Banyak strain yang mengeluarkan glutamat adalah auxotrophs biotin, dan tumbuh dalam

medium kekurangan biotin ditemukan "memicu" produksi glutamat. Biotin adalah kofaktor yang digunakan oleh enzim yang mengkarboksilat substrat.

•Salah satu enzim tersebut adalah asetil-KoA karboksilase yang mengubah Asetil-KoA + CO2 menjadi malonil-CoA pada langkah pertama biosintesis asam lemak. Auxotrophs Biotin tumbuh dalam medium kekurangan biotin diusulkan memiliki membran yang telah berubah karena biosintesis asam lemak suboptimal.

•Sifat permeabilitas membran sel yang berubah dapat terjadi seperti kondisi pertumbuhan pada suhu lebih tinggi, atau adanya deterjen atau inhibitor biosintesis dinding sel seperti adanya penisilin dalam medium pertumbuhan juga dapat memicu ekskresi.

Page 7: Bioteknologi Fermentasi Asam Glutamat

•Menurunnya tingkat α-ketoglurate dehidrogenase selama produksi juga mungkin berhubungan dengan integritas membran. Dalam Corynebacteria, enzim memiliki tiga kegiatan pada dua peptida: dehydrogenase α-kg + dihidrolipoamide S-succinyltransferase peptida dan peptida dehidrogenase dihidrolipoamide. Yang terakhir ini dengan piruvat dehidrogenase, mungkin akan terikat membran dan dengan demikian rentan untuk dipengaruhi oleh faktor-faktor pemicu yang mengubah komposisi membran.

•Industri produksi MSG

•Meskipun rincian produksi MSG tetap eksklusif dan berbeda detil dari perusahaan ke perusahaan, garis besar umum dari proses industri dikenal. Proses ini paling umum dijalankan sebagai jenis fed-batch, gula yang ditambahkan selama proses fermentasi.

•Alasan untuk menggunakan fed-batch daripada batch, adalah bahwa konsentrasi gula tinggi, lebih dari 20% total dinyatakan akan perlu untuk ditambahkan ke medium. Konsentrasi gula yang tinggi dapat menyebabkan oksidasi yang tidak lengkap dari gula menjadi asam laktat atau asetat atau penghambatan pertumbuhan osmotik, yang selanjutnya mengakibatkan penurunan hasil.

•Kultur inokulum kecil ditumbuhkan pada glukosa, fosfat kalium, magnesium sulfat, ekstrak ragi dan urea sebagai sumber nitrogen. Kultur inokulum yang lebih besar menggunakan sumber bahan baku yang lebih murah dari gula tebu atau termasuk bit dan hydrolyzates pati dari jagung atau singkong.

•Sumber gula kasar sejajar dengan lokasi geografis dari proses. Artinya, sirup jagung digunakan di Amerika Serikat, tapioka (dari singkong) di Asia Selatan dan tebu dan molase bit di Eropa dan Amerika.

•Amonia dan amonium sulfat digunakan sebagai sumber nitrogen. Amonia juga dapat digunakan untuk mengontrol pH selama fermentasi. Sumber vitamin murah dan nutrisi lain, seperti corn steep liquor, produk sampingan dari pembuatan tepung jagung yang penuh dengan asam amino, asam nukleat, mineral dan vitamin.

•Untuk memulai proses, kultur C. glutamicum digunakan untuk menginokulasi kultur pada tabung Erlenmeyer yang digoyang. Sel-sel yang dihasilkan dipindah ke tangki kultur kecil yang tumbuh dan digunakan untuk menginokulasi tangki yang lebih besar, dan seterusnya.

•Volume kultur adalah bervariasi tetapi umumnya dalam kisaran 200-1000 liter, kemudian 10,000-20,000 l dan akhirnya tangki produksi sekitar 50,000-500,000 l.

•Proses ini dikontrol secara cermat setiap langkah sehingga kepadatan sel, komposisi nutrien dari medianya, suhu, pH, aerasi, kecepatan agitasi/pengadukan dan tingkat aliran gula dijaga selalu konsisten dari batch ke batch.

•Asam oleat (0,65 ml / l) dapat ditambahkan pada awal fermentasi untuk mendorong ekskresi glutamat; pH diatur sekitar 8,5 dengan amonia, dan dipertahankan pada 7,8 selama proses tersebut.

•Setelah 14 jam pertumbuhan, suhu meningkat dari sekitar 32-33°C sampai 38°C. Gula dimasukkan setelah fermentasi berlangsung sampai sekitar 36 jam. Selama proses fed-batch sekitar 160 g atau lebih glukosa per liter dimasukkan ke dalam bioreaktor.

Page 8: Bioteknologi Fermentasi Asam Glutamat

•Konsentrasi glutamat dimonitor pada interval waktu tertentu, setelah proses selesai, kaldu dipompa dari bioreaktor ke tangki pemanenan. Hasil glutamat dari fermentasi skala besar, lebih dari 100 g/l.

•Itu berarti bahwa hasil bioreaktor 100.000 liter sekitar 10.000 kg glutamat. Pada harga pasar sekitar $ 1,25 per kg, fermentor tunggal memiliki nilai sekitar $ 12.500. Mengingat biaya energi, tenaga dan pengolahan yang tidak mahal, hal ini merupakan konsekuensi dari persaingan sengit antara perusahaan.

•MSG developed a largely unwarranted bad reputation in the 1960s. There is a tiny percentage of the population (less than one percent, if I recall correctly) who have a sensitivity [1] to it. The Food and Drug Administration has declared the product safe, but warns of the small risk of such sensitivities.

Page 9: Bioteknologi Fermentasi Asam Glutamat

BIOSINTESIS ASAM GLUTAMAT BERBASIS PEMANFAATAN MIKROORGANISME

Posted January 6, 2012 by aguskrisno in Uncategorized. Leave a Comment

Latar Belakang

Untuk keperluan hidupnya, jasad hidup memerlukan bahan makanan. Juga mikroba, untuk kehidupannya memerlukan bahan-bahan organik dan anorganik yang diambil dari lingkungannya. Biosintesis sebagai salah satu kegiatan jasad hidup di dalam metabolisme, berbeda dengan nutrisi, karena di sini diperlukan sumber energi. Asam glutamat merupakan asam amino yang banyak diproduksi (4 juta ton/tahun). Glutamat sendiri adalah salah satu jenis asam amino non-essensial yang merupakan substansi dasar penyusun protein dan bisa diproduksi sendiri oleh tubuh kita untuk keperluan metabolisme serta ditemukan hampir di dalam setiap makanan yang mengandung protein.

Beberapa jenis makanan yang mengandung glutamat dari alam adalah tomat, keju, saos soya, saos ikan, dan bahkan juga terdapat di air susu ibu (ASI). Asam glutamat biasanya digunakan pada produksi MSG.

Asam glutamat sebagian dapat dihasilkan dengan cara menggunakan mikroba. Berbagai teknik yang telah diketahui dalam pembuatan asam L-glutamat, tapi memiliki bermacam variasi efisiensi dalam konversi gula menjadi asam glutamat. Dalam semua sistem dan di antara parameter lain, ekskresi asam glutamat oleh sel-sel bakteri memiliki tingkat faktor peleburan.

Pada Abad 21 teknik pembuatan MSG mulai beragam. Menurut “The Encyclopedia of Common Natural Ingredients” MSG bisa diproduksi dengan menggunakan proses klasik (proses ekstraksi), teknik hidrolisis protein, sintesis kimia, dan fermentasi oleh mikroba. Oleh karena itu dalam blog ini akan dibahas mengenai biosintesis asam glutamat berbasis pemanfaatan mikroorganisme.

Strain Mikrobia

Sebagian besar asam £-Glutamat diproduksi oleh bakteri gram positif yang tidak membentuk spora, non-motil, dan membutuhkan biotin untuk tumbuh.

Tabel. Strain Mikrobia yang menghasilkan Asam £-Glutamat

Genus

Spesies

Corynebacterium C. glutamicum,C. lilium, C. callunae, C. herculis

Brevibacterium B. divaricatum, B. aminogenes, B. flavum,B. lactofermentum, B.saccharolyticum,B. roseum, B. immariophilum, B. alunicum,B. ammoniagenes B. thiogenitalis

Microbacterium M .salicinovolum, M . ammoniaphilum,M . Flavum var. glutamicum

Arthrobacter A. globiformis , A. aminofaciens

Page 10: Bioteknologi Fermentasi Asam Glutamat

Kondisi Kultur

1. Sumber Karbon

Bakteri penghasil asam £-Glutamat dapat menggunakan berbagai macam sumber karbon, seperti glukosa, fruktosa, sukrosa, maltosa, ribosa, atau silosa, sebagai substrat untuk pertumbuhan sel dan biosintesis asam glutamat. Konsentrasi biotin pada medium harus benar-benar dikontrol dalam level suboptimal agar memaksimalkan pertumbuhan sehingga diperoleh asam glutamat yang tinggi. Oleh karena itu, bahan baku kaya biotin, seperti molase dari gula bit dan gula tebu, tidak dapat digunakan sebelum ditemukannya pengaruh mediasi biotin pada penisilin dan asam lemak jenuh C16-C18. Asam oleik hanya membutuhkan akumulasi mutan asam £-Glutamat pada medium yang kaya biotin ketika konsentrasi asam oleik terkontrol pada level suboptimal agar pertumbuhan maksimal.

2. Sumber Nitrogen dan Kontrol pH

Medium yang baik untuk fermentasi asam £-Glutamat mengandung nitrogen dengan kadar 9,5 %. Contoh sumber nitrogen yang dapat ditambahkan ke dalam medium adalah amonium klorida atau amonium sulfat. Bakteri yang menghasilkan asam glutamat juga memiliki aktivitas urease yang kuat sehingga urea juga dapat digunakan sebagai sumber nitrogen. Ion amonium berpengaruh pada pertumbuhan sel dan pembentukan produk sehingga konsentrasinya dalam medium harus dikontrol pada konsentrasi rendah.

Tingkat keasaman (pH) medium sangat mudah menjadi asam karena ion amonium terasimilasi dan dihasilkan asam glutamat. Amonia dalam bentuk gas lebih baik daripada basa cair dalam menjaga pH pada level 7-8, sebagai pH optimum untuk produksi asam £-Glutamat. Amonia dalam bentuk gas berperan sebagai agen pengontrol pH dan sebagai sumber nitrogen serta dapat mengatasi bermacam-macam masalah teknis. Penambahan otomatis gas amonia dapat mengontrol pH dengan tepat. Selain itu, juga mencegah efek merugikan dari amonia dan pengenceran yang tidak diinginkan pada cairan fermentasi.

3. Faktor Tumbuh

Bakteri penghasil asam £-Glutamat membutuhkan biotin untuk pertumbuhan dan konsentrasinya harus dikontrol agar memperoleh produk yang maksimal. Dampak biotin pada fermentasi asam £-Glutamat sangat erat kaitannya dengan permeabilitas asam £-Glutamat terhadap membran sel.

4. Ketersediaan Oksigen

Biosintesis dari asam glutamat merupakan proses aerob yang membutuhkan oksigen selama proses fermentasinya. Untuk mengoptimalkan produksi, kadar oksigen terlarut harus dijaga pada kondisi optimal. Sel yang melakukan respirasi akan mengkonsumsi oksigen dalam media hanya dalam beberapa detik sehingga oksigen harus disuplai secara terus-menerus untuk menjaga konsentrasi oksigen terlarut.

Akumulasi Produk Lain yang Dipengaruhi oleh Perubahan Kondisi Kultur

1. Asam Laktat dan Asam Suksinat

Page 11: Bioteknologi Fermentasi Asam Glutamat

Brevibacterium flavum yang memproduksi asam glutamat mengakumulasi asam laktat dan asam suksinat ketika dikulturasi dengan jumlah oksigen yang kurang. Saat jumlah suplai oksigen kurang dari kondisi kejenuhan komplet ke berbagai derajat kecukupan kebutuhan oksigen, produk utama berubah dari asam glutamat menjadi asam suksinat kemudian menjadi asam laktat. Lebih dari 30 g l-1 asam suksinat atau 45 g l-1 asam laktat dapat mengakumulasi pada 72 h kondisi optimum.

2. Asam α-Ketoglutarat

Suplai oksigen yang cukup dengan ketidakadaan ion amonium pada fermentasi asam £-Glutamat akan menghasilkan akumulasi asam α-Ketoglutarat. Ketika pengontrol pH diubah dari NH4OH menjadi NaOH pada pada akhir fase pertumbuhan, 18 g l-1 asam α–Ketoglutarat terakumulasi pada hasil substrat 0,20 g g l-1 pada pembudidayaan 72 h.

3. Asam £-Glutamin

Asam £-Glutamat diubah menjadi £-glutamin ketika terdapat kelebihan amonium klorida pada kultur pada pH rendah dengan adanya ion seng. Pada medium yang mengandung 40 g l-1 amonium klorida dan 10 mg l-1 sulfat seng, sel terakumulasi lebih dari 40 l-1 £-Glutamin pada 0,30 g l-1 sumber karbon. Konsentrasi tinggi ion amonium pada kondisi pH rendah menghasilkan produksi N -asetil-£-glutamin. Ion seng efektif dalam pengurangan ekskresi N -asetil-£-glutamin dalam akumulasi £-glutamin.

Fisiologi Mikrobia dari Fermentasi Asam £-Glutamat

1. Permeabilitas Membran Sel dan Asam Glutamat dalam Hubungannya dengan Konsentasi Biotin

Biotin merupakan komponen kunci dalam fermentasi asam £-Glutamat. Akumulasi produk asam £-Glutamat. dapat mencapai maksimal ketika konsentrasi biotin dalam keadaan suboptimal. Kelebihan biotin dapat menunjang pertumbuhan sel, namun menurunkan akumulasi asam glutamat. Kandungan biotin untuk mengakumulasi asam glutamat adalah 0,5 pg per gram sel kering. Akan tetapi, adanya kelebihan biotin pada penambahan penicillin diketahui dapat menghentikan formasi cross-links peptidoglikan bakteri pada fase pertumbuhan sehingga memungkinkan sel untuk mengakumulasi asam £-Glutamat dalam jumlah yang besar. Antibiotik lain seperti cephalosporin C , yang menghentikan sintesis dinding sel, juga dapat menggantikan fungsi penisilin. Penambahan asam lemak jenuh C16-C18 maupun esternya dengan polialkohol hidrofilik selama fase pertumbuhan juga memungkinkan sel untuk mengakumulasi asam £-Glutamat dalam medium yang kaya biotin. Penggunaan antibiotik dan asam lemak jenuh C16-C18 ini akan mempermudah suatu industri dengan bahan dasar kaya biotin, seperti gula tebu dan gula bit.

Akumulasi asam £-Glutamat tidak tergantung pada proses biosintesis tapi pada proses ekskresi. Ekskresi asam £-Glutamat sangat berkaitan dengan permeabilitas dinding sel yang terdiri atas kumpulan dari komponen kimia dan fisika dari membran sel. Produksi sel asam £-Glutamat dengan jumlah biotin terbatas atau berlebih dan diolah dengan penisilin ataupun Tween-60 terekskresi intraseluler asam £-Glutamat ketika dicuci dengan larutan buffer fosfat. Sel tidak dapat tumbuh

Page 12: Bioteknologi Fermentasi Asam Glutamat

tanpa adanya pengolahan dengan penisilin ataupun Tween-60 meskipun ada biotin berlebih. Asam amino lain dikeluarkan dari sel bahkan ketika pertumbuhan berlangsung dengan biotin terbatas. Walaupun dengan jumlah biotin terbatas selama ekskresi sel asam £-Glutamat, pemenuhan kebutuhan asam oleik atau penambahan asam lemak jenuh C16-C18 mengandung sedikit fosfolipid dalam membran sel. Di lain sisi, sel dengan kemampuan rendah dalam mengakumulasi asam £-Glutamat pada medium dengan kandungan biotin tinggi akan mengandung lebih banyak konsentrasi membran fosfolipid.

Biotin merupakan kofaktor dari asetil KoA karboksilase, enzim pertama pada biosintesis asam oleik, dan asam lemak jenuh C16-C18 menghambat biosintesis pada asam oleik dengan menahan asam karboksilase asetil KoA. Jumlah biotin ataupun asam lemak jenuh C16-C18 yang terbatas dapat menyebabkan biosistesis asam oleik berjalan tidak sempurna dan menghasilkan penurunan konsentrasi fosfolipid. Akibatnya, fosfolipid seperti kardiolipin dan phosphatidynositol dimannoside dibutuhkan dalam pengaturan permeabilitas sel asam £-Glutamat.

Pengaruh penisilin pada permeabilitas asam £-Glutamat tidak dapat dijelaskan dengan kandungan fosfolipid pada membran sel. Permeabilitas pada sel dengan penisilin dipengaruhi oleh tekanan osmosis. Selama terjadi penurunan tekanan osmosis, penisilin meningkatkan ekskresi asam £-Glutamat dalam medium kaya biotin dan studi mikroskopik menunjukkan bahwa penisilin meningkatkan masa elongasi dan pembesaran sel. Sementara itu, asam lemak jenuh C16-C18 meningkatkan ekskresi asam £-Glutamat dalam medium kaya biotin tanpa tergantung pada tekanan osmosis. Berdasar hal tersebut, penisilin mempunyai pengaruh sekunder terhadap fungsi membran. Utamanya, penisilin menghambat sintesis dinding sel sehingga membran sel lebih mudah rusak.

2. Mekanisme Biosintesis Asam £-Glutamat

Produksi asam £-Glutamat membutuhkan dua enzim penting, yaitu Phosphoenol Carboxylase dan α-Ketoglutarate Dehydrogenase. Phosphoenol Carboxylase akan mengkatalis karboksilasi dari fosfofenol piruvat ke dalam bentuk oxaloasetat. Sedangkan α-Ketoglutarate Dehydrogenase, mengubah α-Ketoglutarat menjadi suksinil KoA. Efisiensi dari fiksasi karbondioksida oksaloasetat bergantung pada hasil dari aktivitas Phosphoenol Carboxylase. Asam aspartat menunjukan adanya hambatan dan tantangan enzim. Penghambatan ini telah ditingkatkan oleh asam α-Ketoglutarat. Oleh karena itu, endogenus asam aspartat dan asam α-Ketoglutarat harus diminimalkan apabila produk asam £-Glutamatingin dimaksimalkan. α-Ketoglutarate Dehydrogenase ini penting untuk oksidasi glukosa menjadi CO2. Enzim ini dicegah oleh cisakonitat, suksinil KoA, NADH, NADPH, piruvat dan oksalat yang kemudian akan diubah menjadi asetil KoA. Kandungan α-Ketoglutarate Dehydrogenase dari bakteri penghasil asam glutamat sangat menguntungkan untuk sintesis asam glutamat dari asam α-Ketoglutarat, mencegah oksidasi asam α-Ketoglutarat menjadi CO2 dan H2O melalui suksinil KoA. Nilai K m α-Ketoglutarate Dehydrogenase untuk asam α-Ketoglutarata adalah sekitar 1×17 glutamat dehydrogenase. Enzim ini kemudianmengkatalis formasi asam glutamat menjadi lebih luas daripada α-Ketoglutarate Dehydrogenase. Akibatnya,, konsentrasi endogenus α-Ketoglutarat yang mengatur daur metabolit α-Ketoglutarat mengikuti biosinteseis asam glutamat ataupun oksidasi. Hal ini ditunjukan dengan cukup tingginya produksi asam glutamat.

3. Perubahan Genetik Mikrobia Penghasil Asam £-Glutamat

Page 13: Bioteknologi Fermentasi Asam Glutamat

Kelebihan produksi dari asam glutamat ditunjukan dengan adanya strain asing dalam dinding permeabilitas yang telah dimodifikasi. Akan tetapi, produktivitasnya ditingkatkan oleh adanya perkembangan mikrobia. Sebagai salah satu contoh, dinding permeabilitas sel asam £-Glutamat dimodifikasi dengan mutasi berupa mutan temperatur sensitif yang menunjukan pertumbuhan normal pada 30oC tetapi tidak tumbuh pada 37°C, asam £-Glutamat diproduksi dalam jumlah besar bahkan medium mengandung biotin secara berlebihan pada kultur bertemperatur 30°C sampai 40°C selama pembudidayaan. Sintesis membran dari mutan ini dibentuk agar tidak mampu bertahan pada suhu 37°C- 40°C. Oleh karena itu, terjadi pengurangan asam £-Glutamat. Tidak ada kontrol kimia dari penicillin ataupun asam lemak jenuh C16 – C18 yang dibutuhkan untuk produksi asam £-Glutamat dalam medium yang kaya akan biotin. Usaha yang lain untuk meningkatkan produksi, yaitu meningkatkan fiksasi karbondioksida. Asam £-Glutamat disintesis melalui siklus glioksilat sebagai sistem pembaharuan oksaloasetat tanpa fiksasi karbondoksida. Peningkatan fiksasi ini memungkinkan terjadinya peningkatan produksi.

Sebagian dari monofluoroasetat yang resistan terhadap mutan diturunkan dari Brevibacterium lactofermentum yang menunjukan peningkatan produktivitas dari asam glutamat dengan peningkatan aktivitas Phosphoenol Carboxylase. Penurunan aktivitasi Isositrat lyase juga turut meningkatkan jumlah asam £- Glutamat. Fiksasi karbondioksida telah ditingkatkan oleh perubahan mutan tersebut. Piruvat hydrogen mutan yang tidak resisten diturunkan dari Brevibacterium lactofermentum yang menggunakan asam asetis dan glukosa secara kontinu. Asam asetis telah diasimilasi sebagai subtrat asetil KoA dan glukosa sebagai oksaloasetat.

Aplikasi dalam teknik DNA rekombinan untuk meningkatkan bakteri penghasil asam glutamat merupakan penawaran cara baru. Berbagai jenis plasmid Brevibacterium lactofermentum dan plasmid Corynebacterium yang menghubungkan spectinomycin resisten yang ditemukan dicocokan sebagai sistem vektor yang memungkinkan. Kontraksi dari plasmid ini mengandung kumpulan gen dengan asam glutamat yang ditunjukan Brevibacterium lactofermentum.

Gambar 1. Jalur pembentukan asam glutamat melalui siklus glioksilat sebagai sistem pembentuk oksaloasetat tanpa pembentukan karbondioksida.

Gambar 2. Jalur pembentukan asam glutamat melalui fosfoenolpiruvat dengan pengikatan karbondioksida

4. Fermentasi Asam Glutamat Skala Besar

Sterilisasi kontinu lebih berhasil daripada sterilisasi batchwise untuk mengeliminasi mikrobia asing yang tidak diinginkan pada media volum besar. Beberapa manfaatnya adalah (1) hemat energi; (2) kendali mutu yang lebih baik; (3) meningkatnya produktivitas. Filter udara yang dilengkapi dengan wol kaca biasanya bagus untuk sterilisasi udara.

Pada fermentasi asam £-Glutamat, dibutuhkan input daya yang lebih sedikit untuk agitasi daripada fermentasi antibiotik, sebagaimana cairan kultur bakteri memiliki viskositas (kekentalan) lebih rendah daripada cairan kultur mycelial . Meskipun demikian, perlu diperhatikan bahwa kebutuhan oksigen dan perubahan panas secara perlahan perunit waktu dan volum pada kultur adalah lebih tinggi, karena asimilasi gula dan respirasi sel yang juga pada laju yang lebih tinggi.

Page 14: Bioteknologi Fermentasi Asam Glutamat

Untuk keberhasilan operasi fermentasi, tekanan pelarutan oksigen, suhu, dan pH harus dioptimalkan selama fermentasi. Kelarutan oksigen dipelihara di atas 0,01 atm dengan mengubah laju aliran udara, suhu dikontrol lewat alat pendingin, dan kultur pH dipelihara pada level konstan dengan gas amonia. Pengendalian tersebut dapat dilakukan dengan sistem computer-aided . Selain itu, serangkaian kontrol pada beberapa operasi, contohnya mensterilisasikan sistem, penggunaan medium pada fermenter, pemberian larutan gula terkonsentrasi ke fermenter, dan kemudian pencucian fermenter dengan air, dapat dengan mudah diprogram sehingga dapat berlangsung secara serempak.

Proses Fermentasi

Fermentasi merupakan kegiatan mikrobia pada bahan pangan sehingga dihasilkan produk yang dikehendaki. Mikrobia yang umumnya terlibat dalam fermentasi adalah bakteri, khamir dan kapang. Contoh bakteri yang digunakan dalam fermentasi adalah Acetobacter xylinum pada pembuatan nata decoco, Acetobacter aceti pada pembuatan asam asetat. Contoh khamir dalam fermentasi adalah Saccharomyces cerevisiae dalam pembuatan alkohol sedang contoh kapang adalah Rhizopus sp pada pembuatan tempe, Monascus purpureus pada pembuatan angkak dan sebagainya. Fermentasi dapat dilakukan menggunakan kultur murni ataupun alami serta dengan kultur tunggal ataupun kultur campuran. Fermentasi menggunakan kultur alami umumnya dilakukan pada proses fermentasi tradisional yang memanfaatkan mikroorganisme yang ada di lingkungan. Salah satu contoh produk pangan yang dihasilkan dengan fermentasi alami adalah gatot dan growol yang dibuat dari singkong. Tape merupakan produk fermentasi tradisional yang diinokulasi dengan kultur campuran dengan jumlah dan jenis yang tidak diketahui sehingga hasilnya sering tidak stabil. Ragi tape yang bagus harus dikembangkan dari kultur murni. Kultur murni adalah mikroorganisme yang akan digunakan dalam fermentasi dengan sifat dan karaktersitik yang diketahui dengan pasti sehingga produk yang dihasilkan memiliki stabilitas kualitas yang jelas. Dalam proses fermentasi kultur murni dapat digunakan secara tunggal ataupun secara campuran. Contoh penggunaan kultur murni tunggal adalah Lactobacillus casei pada fermentasi susu sedang contoh campuran kultur murni adalah pada fermentasi kecap, yang menggunakan Aspergillus oryzae pada saat fermentasi kapang dan saat fermentasi garam digunakan bakteri Pediococcus sp dan khamir Saccharomyces rouxii

Medium yang digunakan dapat berupa bahan mentah terutama yang mengandung karbon (C):glukosa, fruktosa, maltosa, sukrosa, xilosa, dan asam asetat serta sumber nitrogen (N): garam ammonium, ammonia (NH3). Selain sumber C dan N juga diperlukan biotin dalam medium yang merupakan faktor pembatas, tergantung sumber C yang digunakan. Contoh medium yang sering digunakan adalah molase atau tetes tebu. Mikroba yang dapat melakukan fermentasi asam glutamat adalah bakteri gram positif non motil yang membutuhkan biotin untuk tumbuh dalam jumlah sedikit atau aktivitas α-ketoglutarate dehydrogenase dan aktivitas glutamate dehydrogenase yang tinggi seperti Micrococcus glutamicus, Bacillus circulans, Bacillus megaterium, Corynebacterium, Brevibacterium, Microbacterium, Arthrobacter. Perubahan permeabilitas dapat meningkatkan produksi asam glutamat oleh Micrococcus, Corynebacterium, Brevibacterium, dan Microbacterium. Kunci dari over produksi glutamate adalah karena spesies tersebut tidak mempunyai enzim α-

Page 15: Bioteknologi Fermentasi Asam Glutamat

ketoglutarat dehidrogenase yang memecah α-ketoglutarat menjadi suksinil-CoA, dan membutuhkan biotin (tidak dapat mensintesis biotin).

Jika ditumbuhkan pada glukosa, spesies ini dapat memproduksi glutamat, terkumpul di dalam selsampai 50 mg/g berat kering, dan karena adanya regulasi umpan balik, produksi glutamat dapat berhenti. Jika permeabilitas sel dinaikkan, glutamat menjadi lebih mudah dikeluarkan dari sel mengakibatkan konsentrasi glutamat di dalam sel tetap rendah, dan produksi glutamat terus berlangsung.

Perubahan permeabilitas dapat dilakukan dengan cara : 1. Penggunaan biotin yang terbatas (konsentrasi sangat rendah, biasanya 9-5 mg/L), 2. Penambahan Penicillin atau turunan asam lemak. Konsentrasi biotin yang rendah dan penambahan Penicillin atau turunan asam lemak akan menurunkan konsentrasi fosfolipid di dalam membran sehingga permeabilitas membran berubah. Fermentasi berlangsung dalam kondisi yang aerobik sehingga membutuhkan sistem aerasi. Reaksi yang terjadi selama fermentasi adalah sebagai berikut:

C6H12O6 + NH3 + 1,5 O2 C4H9O4N + CO2 + 3 H2O

(glukosa) (asam glutamat)

3 C2H4O2 + NH3 + 1,5 O2 C4H9O4N + CO2 + 3 H2O

(asetat) (asam glutamat)

Lintasan atau jalur biosintesa asam glutamat perlu dipelajari untuk pengenalan sifat-sifat mikroba dan kondisi fermentasi optimum sehingga yield yang diperoleh lebih banyak.

Pembentukan asam glutamat dari glukosa membutuhkan sekurang-kurangnya 16 tahap reaksi enzimatis. Asam α-ketoglutarat diubah menjadi asam glutamat melalui reaksi reduktif aminasi (penambahan NH3). Enzim yang mengkatalisa reaksi tersebut adalah NADP-specific glutamic acid dehidrogenase. Untuk mengaktifkan enzim tersebut diperlukan NADPH2.

Untuk mengubah glukosa menjadi senyawa dengan tiga atom dan dua atom karbon, disamping menggunakan jalur HMP (hexomonophosphat) juga menggunakan jalur EMP (embdenmeyerhoff-parnas). Lintasan HMP menghasilkan lebih banyak NADPH2 yang diperlukan untuk reaksi konversi asam α-ketoglutarat menjadi asam glutamat.

Fermentasi asam glutamat merupakan fermentasi aerobik, maka kekurangan oksigen selama proses fermentasi menyebabkan jalur EMP lebih dominan. Hasilnya adalah banyak dihasilkannya asam-asam organik lain, seperti asam laktat, akibatnya asam glutamat yang terakumulasi berkurang.

Fermentasi berlangsung selama 35-45 jam kemudian hasil fermentasi tersebut disentrifus untuk menghilangkan biomassa yang terbentuk dan bahan-bahan padat organik lainnya. Asam glutamat yang ada dalam larutan induk dipisahkan dengan resin, di mana asam glutamat akan tertahan didalam resin.

Page 16: Bioteknologi Fermentasi Asam Glutamat

Pengujian secara kualitatif terhadap adanya asam glutamat dilakukan dengan kromatografi lapis tipis (thin layer chromatography). Laju spesifik (Rf) spot dari sampel hasil fermentasi di dalam labu Kolben dibandingkan dengan spot asam glutamat standar.

Bila ditemukan bakteri penghasil asam glutamat maka kemudian dilakukan percobaan-percobaan dengan berbagai perlakuan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Sebagai contoh ialah percobaan teknik mutasi dan percobaan variasi media sehingga dihasilkan strain serta kondisi fermentasi yang optimal menghasilkan asam glutamat.

Sintesis asam amino menggunakan dua galur mikroba, yaitu stringent strain dan relaxed strain. Stringent strain adalah mikroba yangn berhenti membentuk asam amino apabila jumlah asam amino yang diproduksi sudah mencukupi kebutuhannya. Mikroba ini bersifat menghemat sumber-sumber makanan yang jumlahnya terbatas di alam. Sintesa asam amino dihambat karena terbentuknya senyawa Guanosin Tetra Phosphat dan Guanosin Penta Phosphat. Relaxed strain tidak membentuk kedua zat tersebut, sehingga dapat mensintesa asam amino dalam jumlah yang melebihi kebutuhannya.

Mikroba penghasil asam glutamat termasuk dalam relaxed strain. Hal ini disebabkan karena mikroba tersebut kekurangan enzim α-ketoglutarat dehidrogenase yang diperlukan untuk mengubah asam α-ketoglutarat menjadi suksinil-CoA dalm siklus Kreb. Dengan adanya NH3 yang diberikan selama fermentasi, asam α-ketoglutarat diubah menjadi asam glutarat.

Fermentasi asam glutamat dapat dibedakan menjadi dua grup berdasarkan kelompok mikroba yang digunakan, yaitu fermentasi galur liar dan fermentasi galur mutan.

1. Galur Liar

Galur liar yang dapat memproduksi asam glutamat adalah Arthrobacter, Corynebacterium, Brevibacterium dan Microbacterium. Kebanyakan bakteri pembentuk asam glutamat adalah gram positif, non motil, tidak membentuk spora, dan yang terpenting adalah bakteri-bakteri tersebut semuanya membutuhkan biotin untuk pertumbuhannya, serta kekurangan enzim α-ketoglutarat dehidrogenase.Telah diketahui bahwa biotin mempunyai peranan dalam ekskresi asam glutamat. Asam glutamat banyak terakumulasi dalam media kultur bila konsentrasi biotin berada di bawah kondisi optimum yang diperlukan untuk pertumbuhan sel bakteri. Pemberian lebih banyak biotin akan meningkatkan pertumbuhan sel tetapi menurunkan akumulasi asam glutamat. Konsentrasi kritis biotin untuk ekskresi asam glutamat adalah 0.5 mikrogram per liter media.

Kekurangan biotin tidak berarti menyebabkan berkurangnya aktifitas sintesa asam glutamat,tetapi berkurangnya permeabilitas mebran sel. Kekurangan biotin menyebabkan perubahan komposisi membran sel yaitu menurunkan kandungan fosfolipid dan meningkatkan rasio molar dari asam lemak jenuh dan asama lemak tak jenuh menjadi lebih besar dari satu. Dalam hal ini biotin berperanan dalam sintesa asam lemak di dalam sel.

Biotin diperlukan dalam sintesa asam-asam lemak. Biotin dan ATP diperlukan oleh enzim asetil-CoA karboksilase dalam mengubah asetil-CoA menjadi malonil-CoA yang seterusnya menjadi asam-asam lemak. Peranan biotin dapat digantikan oleh asam oleat. Mutan yang memerlukan asam oleat dapat mengakumulasi asam glutamat bila ditumbuhkan pada media dengan kandungan asam oleat terbatas, walaupun kelebihan biotin.

Page 17: Bioteknologi Fermentasi Asam Glutamat

Penambahan turunan asam lemak yaitu POEFE (poly oxyethilene fatty acid ester) mempunyai efek yang sama dengan biotin dalam ekskresi asam glutamat, yaitu menyebabkan perubahan komposisi membran sel.

Penisilin juga menyebabkan ekskresi asam glutamat, namun dalam hal ini efek penisilin berbeda dengan biotin atau POEFE. Penisilin menghambat sintesa membran

sel, sehingga membran seltipis dan dapat mengekskresikan asam glutamat. Hal ini diikuti dengan perubahan bentuk sel menjadi lebih panjang atau lebih cembung.

Kerja POEFE tidak tergantung pada tekanan osmotik media, sedangkan penisilin hanya dapat mengekskresikan asam glutamat bila tekanan osmotik cukup rendah, sehingga penisilin tidak efektif digunakan dalam media dengan tekanan osmotik tinggi.

Penambahan asam lemak jenuh C16–18 menghambat sintesa asam oleat dengan cara menahan enzim asetil-CoA karboksilase. Penurunan asam oleat menghambat pembentukan fosfolipid, sehingga terjadi kebocoran sel. Fermentasi dengan menggunakan galur liar memproduksi asam glutamat dalam jumlah sedikit,karena tergantung pada mekanisme pengaturan dalam jalur biosintesa. Galur liar Collobacterium coliform mengakumulasi 15 gram asam glutamat per liter media.

2. Galur Mutan

Mutasi terhadap galur liar dimaksudkan untuk memperoleh galur yang memproduksi asam glutamat dalam jumlah yang tinggi, mempunyai toleransi besar terhadap perubahan kondisi, mempunyai kisaran pH dan suhu yang lebar serta tahan terhadap kadar gula tinggi.

Dua cara yang biasa digunakan untuk pengaturan biosintesa asam amino ialah feed back inhibition dan feed back repression. Mekanisme FBI dapat dijelaskan dengan teori protein alosterik dimana hasil metabolit akhir dari jalur biosintesa menghambat enzim sebelumnya. Enzim yang dihambat ini adalah protein alosterik yang mempunyai sisi aktif dan sisi regulatori pada permukaannya. Sisi regulatori dapat bereaksi dengan inhibitor dan menyebabkan perubahan bentuk (pengkerutan) protein alosterik serta mempengaruhi sisi aktif. Hal ini menyebabkan sisiaktif tidak dapat bereaksi dengan substrat dan enzim tidak aktif lagi. Dengan demikian, inhibisi menghambat kerja enzim.

Berbeda dengan inhibisi, represi menghambat pembentukan enzim. Dalam proses ini produk akhir mengontrol jumlah enzim dalam jalur biosintesa. Ada empat gen yang berperan dalam sintesa protein, yaitu RPOS (operon) yang terdiri dari R (gen represor), P (gen promotor), O (genoperator), dan S (gen struktural). Pembentukan enzim secara normal terjadi bila tidak ada korepresor yang bergabung dengan aporepresor dan menghalangi proses transkripsi. Korepresor biasanya produk akhir atau turunannya. Jika represor aktif menyerang pada gen O pada DNA, transkripsi atau transfer kode-kode genetik dari gen S kepada mRNA tidak terjadi.

Untuk memproduksi beberapa asam amino intermediat pada biosintesa asam amino, termasuk asam glutamat, dapat digunakan auksotrop dimana jalur biosintesa telah dihalangi, yaitu dengan membunuh mikroba pada media yang mengandung sedikit asam amino represor. Dengan demikian, mikroba masih tetap hidup dan terbebas dari FBI dan FBR. Mutan tersebut dikenal sebagi mutan

Page 18: Bioteknologi Fermentasi Asam Glutamat

auksotrop. Dalam fermentasi asam glutamat dikenal Brevibacterium thiogenitalis yang merupakan mutan auksotrop asam oleat dan Corynebacterium alcanolyticum, suatu mutan auksotrop gliserol.