Bbia Bogor_enny Hawani_pengembangan Pembuatan Starter Untuk Industri Modified Cassava Flour

64
PENGEMBANGAN PEMBUATAN STARTER UNTUK INDUSTRI MODIFIED CASSAVA FLOUR Enny Hawani Loebis, MSi Yuliasri Ramadhani Meutia, STP, MSi BALAI BESAR INDUSTRI AGRO BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN LITBANG UNGGULAN 2011

description

Pembuatan Starter Untuk Industri Modified Cassava Flour

Transcript of Bbia Bogor_enny Hawani_pengembangan Pembuatan Starter Untuk Industri Modified Cassava Flour

  • PENGEMBANGAN PEMBUATAN STARTER UNTUK INDUSTRI

    MODIFIED CASSAVA FLOUR

    Enny Hawani Loebis, MSi

    Yuliasri Ramadhani Meutia, STP, MSi

    BALAI BESAR INDUSTRI AGRO

    BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI

    KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

    LITBANG UNGGULAN 2011

  • 2

    ABSTRAK

    Tepung mokaf atau yang berasal dari kata mocaf (modified cassava flour) merupakan produk antara yang merupakan hasil modifikasi ubi kayu yang memiliki karakteristik fisik lebih baik daripada tepung ubi kayu dalam hal warna, aroma, dan tekstur. Tepung mokaf dapat dimanfaatkan untuk mengolah berbagai macam pangan seperti pada industri bakery, mi, cookies, kue basah, dan gorengan. Proses pembuatan tepung mokaf melibatkan tahap fermentasi yang melibatkan mikroba. Agar proses produksi tepung mokaf berjalan dengan cepat perlu dilakukan penambahan starter siap pakai secara eksternal. Selama ini ketersediaan/ supply starter berupa bakteri asam laktat untuk produksi tepung mokaf masih terbatas. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian pembuatan starter untuk kebutuhan industri tepung mokaf. Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mempelajari pembuatan starter untuk pembuatan tepung mokaf dan memperoleh sediaan starter untuk pembuatan tepung mokaf. Penelitian ini terdiri dari tahap isolasi dan identifikasi bakteri, uji aktivitas bakteri, pembuatan starter mokaf, dan penerapan / implementasi starter dalam pembuatan tepung mokaf. Pada penelitian ini dilakukan juga karakterisasi tepung ubi kayu yang difermentasi secara spontan untuk melihat apakah proses fermentasi spontan ubi kayu dapat menghasilkan karakteristik tepung sesuai persyaratan mutu tepung mokaf. Dipelajari juga bakteri yang terisolasi pada fermentasi spontan ubi kayu dalam hal jenis, aktivitas selulolitik dan pektinolitiknya. Pada penelitian ini juga dikembangkan teknologi proses pembuatan starter mokaf beserta karakteristik produk tepung mokaf yang dihasilkan oleh starter tersebut. Analisis tepung mokaf implementasi starter tersebut antara lain analisis proksimat, total asam, kadar HCN, sifat amilografi, kekuatan gel, derajat putih, dan uji organoleptik dari tepung yang dihasilkan.

    Pada penelitian ini dilakukan 5 kombinasi starter mokaf yang melibatkan isolat-isolat hasil fermentasi spontan ubi kayu dan kultur BAL Lactobacillus plantarum ATCC 8014 dan Lactococcus lactis subsp. lactis ATCC 11454. Beberapa bahan pengisi digunakan dalam pembuatan starter dan terpilih tepung beras sebagai bahan pengisi terbaik. Teknologi proses starter mokaf pada penelitian ini dapat menghasilkan tepung mokaf yang memiliki derajat putih yang tinggi (91,36% - 94,55%). Viskositas maksimum dari tepung mokaf hasil implemenasi starter pada penelitian ini berkisar antara berkisar antara 1807 sampai dengan 2000 BU. Nilai viskositas ini lebih tinggi dibandingkan tepung ubi kayu (850 BU) dan tepung mokaf dari Trenggalek (1000 BU). Dari 5 jenis starter yang digunakan, tepung mokaf yang difermentasi dengan starter 2 (Mosta 2) memiliki viskositas maksimum tertinggi. Kekuatan gel tepung mokaf hasil implementasi starter juga dilakukan untuk melihat seberapa besar rigiditas dari tepung mokaf tersebut dan Mosta 1 memiliki kekuatan gel tertinggi yaitu dengan rata-rata rigiditas sebesar 17,78 gf/mm.

  • 3

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Kebutuhan pangan berkembang dengan pesat sejalan dengan pertumbuhan

    penduduk, sehingga mendorong pemerintah bersama-sama dengan petani dan industri

    pangan perlu merancang strategi untuk mencapai swasembada pangan, agar mampu

    mencukupi kebutuhan pangan lokal. Salah satunya adalah peningkatan pemanfaatan

    umbi-umbian lokal, misalnya ubi kayu (Manihot esculenta, Crantz). Kebutuhan pangan

    suatu wilayah dalam keadaan tertentu sering tidak terpenuhi karena adanya berbagai

    masalah. Untuk menghindari hal tersebut diperlukan suatu strategi yang sesuai untuk

    memenuhi kebutuhan pangan lokal. Salah satu produk antara yang dapat memenuhi

    kebutuhan pangan adalah Modified Cassava Flour atau tepung mokaf yang merupakan

    produk turunan dari ubi kayu. Tepung mokaf mempunyai prinsip modifikasi sel ubi kayu

    melalui proses fermentasi yang menghasilkan karakteristik khas.

    Tepung mokaf mempunyai peluang untuk digunakan sebagai bahan baku

    industri, khususnya sebagai bahan pensubstitusi terigu, seperti pada industri bakery,

    mi, cookies, hingga industri makanan semi basah. Tepung mokaf yang diharapkan

    menjadi bahan baku industri tentu saja harus berdaya saing dan berstandar mutu baik,

    serta terjamin ketersediaannya sehingga pemanfaatannya akan terus berlanjut.

    Perbedaan antara proses pembuatan tepung mokaf dengan produk olahan ubi

    kayu pada umumnya adalah proses fermentasi pada tahap awal pengolahan. Proses

    fermentasi mengubah karakteristik dari tepung ubi kayu pada rasa, aroma, dan

    penampakan. Mikroba yang tumbuh akan menghasilkan enzim pektinolitik dan

    sellulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel ubikayu sedemikian rupa sehingga

    terjadi liberasi granula pati. Proses liberalisasi ini akan menyebabkan perubahan

    karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi,

    daya rehidrasi, dan kemudahan melarut. Selanjutnya granula pati tersebut akan

    mengalami hidrolisis yang menghasilkan monosakarida sebagai bahan baku untuk

    menghasilkan asam-asam organik. Senyawa asam ini akan terperangkap dalam bahan,

    dan ketika bahan tersebut diolah akan dapat menghasilkan aroma dan cita rasa khas

    yang dapat menutupi aroma dan citarasa ubi kayu yang cenderung tidak

  • 4

    menyenangkan konsumen. Aroma alami ubi kayu hampir hilang sehingga terjadi

    peningkatan dalam penerimaan sensorinya. Selama proses fermentasi terjadi pula

    penghilangan komponen penimbul warna, seperti pigmen (khususnya pada ketela

    kuning), dan protein yang dapat menyebabkan warna coklat ketika pemanasan.

    Dampaknya adalah warna tepung mokaf yang dihasilkan lebih putih jika dibandingkan

    dengan warna tepung ubi kayu biasa. Selain itu, proses ini akan menghasilkan tepung

    yang secara karakteristik dan kualitas hampir menyerupai tepung dari terigu. Sehingga

    produk tepung mokaf sangat cocok untuk menggantikan bahan terigu untuk kebutuhan

    industri makanan (Subagio, 2007).

    Agar proses produksi tepung mokaf berjalan dengan cepat perlu dilakukan

    penambahan starter siap pakai secara eksternal. Selama ini ketersediaan/ supply

    starter berupa bakteri asam laktat untuk produksi tepung mokaf masih terbatas. Oleh

    karena itu perlu dilakukan penelitian pembuatan starter untuk kebutuhan industri

    modified cassava flour.

    Tujuan

    Kegiatan ini bertujuan untuk: 1) Mempelajari pembuatan starter untuk pembuatan

    tepung mokaf; dan 2) Memperoleh sediaan starter untuk pembuatan tepung mokaf.

    Sasaran

    Sasaran dari penelitian ini adalah tersedianya suatu teknologi proses pembuatan

    starter mokaf yang diharapkan dapat membantu memenuhi kebutuhan industri

    pembuatan tepung mokaf melalui transfer teknologi pembuatan starter mokaf.

    Ruang Lingkup

    Ruang lingkup dalam penelitian ini antara lain:

    1) Persiapan bahan baku dan bahan penolong

    2) Isolasi dan identifikasi bakteri

    3) Uji aktivitas bakteri

    4) Pembuatan starter mokaf

    5) Penerapan / implementasi starter dalam pembuatan tepung mokaf

    6) Analisis tepung mokaf

  • 5

    Hasil yang Diharapkan

    Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah satu jenis starter yang terbaik

    untuk produksi tepung mokaf dan kondisi pertumbuhan optimumnya.

    Tinjauan Pustaka

    A. Tepung Mokaf

    Tepung modifikasi ubi kayu atau Edible Modified Cassava Flour (EMCF)

    adalah produk tepung dari ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) yang diproses

    menggunakan prinsip memodifikasi sel ubi kayu secara fermentasi. Mikroba yang

    tumbuh menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa

    naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut.

    Mikroba juga menghasilkan asam-asam organik, terutama asam laktat yang akan

    terimbibisi dalam bahan, dan ketika bahan tersebut diolah akan dapat menghasilkan

    aroma dan citarasa khas yang dapat menutupi aroma dan citarasa ubi kayu yang

    cenderung tidak menyenangkan konsumen. Selama proses fermentasi terjadi pula

    penghilangan komponen penimbul warna, dan protein yang dapat menyebabkan

    warna coklat ketika pengeringan. Dampaknya adalah warna tepung yang dihasilkan

    lebih putih jika dibandingkan dengan warna tepung ubi kayu biasa. Perbedaan

    komposisi kimia tepung mokaf dengan tepung ubi kayu biasa dapat dilihat pada

    Tabel 1.

    Dilaporkan bahwa semakin lama fermentasi pada pembuatan tepung mokaf

    maka viskositas pasta panas dan dingin akan semakin meningkat, karena selama

    fermentasi tersebut mikroba mendegradasi dinding sel sehingga pati dalam sel

    keluar dan mengalami gelatinisasi bila dipanaskan. Dibandingkan dengan pati

    tapioka, viskositas tepung mokaf lebih rendah. Dengan lama fermentasi 72 jam akan

    didapatkan produk tepung mokaf yang mempunyai viskositas mendekati tapioka.

    Tepung mokaf menghasilkan aroma dan citarasa khas yang dapat menutupi aroma

    dan citarasa ubi kayu sehingga cenderung lebih disukai konsumen bila diolah

    menjadi produk. Adonan dari tepung mokaf akan lebih baik bila dibuat dengan air

    hangat (Subagio et al.,2008).

  • 6

    Tabel 1. Perbedaan Komposisi Tepung mokaf dengan Tepung Ubi Kayu

    Tepung mokaf dapat digunakan sebagai bahan baku dari berbagai jenis

    makanan, mulai dari mie, bakeri, cookies hingga makanan semi basah. Kue

    brownis, kue kukus dan sponge cake dapat dibuat dengan berbahan baku tepung

    mokaf sebagai campuran tepungnya hingga 80%. Tepung mokaf juga dapat menjadi

    bahan baku beragam kue kering, seperti cookies, nastar, dan kastengel. Untuk kue

    basah, tepung mokaf dapat diaplikasikan pada produk yang umumnya berbahan

    baku tepung beras, atau tepung terigu dengan ditambah tapioka. Namun demikian,

    produk ini tidak sama persis karakteristiknya dengan tepung terigu, beras atau yang

    lainnya. Sehingga dalam aplikasinya diperlukan sedikit perubahan dalam formula,

    atau prosesnya sehingga akan dihasilkan produk yang bermutu optimal. Untuk

    produk berbasis adonan, tepung mokaf akan menghasilkan mutu prima jika

    menggunakan proses sponge dough method, yaitu penggunaan biang adonan.

    Disamping itu, adonan dari tepung mokaf akan lebih baik jika dilakukan dengan air

    hangat (40-60oC). Teknologi pengolahan tepung mokaf cukup sederhana dan bisa

    dilakukan dalam skala kecil.

    No. Parameter Tepung mokaf Tepung

    Singkong

    1. Kadar Air (%) Maks 13 Maks 13

    2. Kadar Protein (%) Maks 1,0 Maks 1,2

    3. Kadar Abu (%) Maks 0,2 Maks 0,2

    4. Kadar Pati (%) 85 - 87 82 - 85

    5. Kadar Serat (%) 1,9 3,4 1,0 4,2

    6. Kadar Lemak (%) 0,4 0,8 0,4 0,8

    7. Kadar HCN (mg/kg) tidak terdeteksi tidak terdeteksi

  • 7

    B. Bakteri Asam Laktat

    Bakteri asam laktat (BAL) adalah bakteri yang memproduksi asam laktat,

    termasuk golongan bakteri Gram positif, tidak membentuk spora, sel berbentuk

    batang atau bulat, baik tunggal, berpasangan atau berantai, dan kadang-kadang

    berbentuk tetrad. BAL merupakan sebutan umum untuk bakteri yang

    memfermentasi gula seperti laktosa atau glukosa untuk menghasilkan sejumlah

    besar asam laktat. BAL diklasifikasikan berdasarkan morfologi, cara fermentasi

    glukosa, suhu pertumbuhan yang berbeda, bentuk produksi asam laktat yang

    dihasilkan, kemampuannya untuk tumbuh pada konsentrasi garam yang tinggi, serta

    ketahanannya terhadap asam dan alkali yang berbeda-beda (Mitsuoka, 1989).

    BAL bersifat tidak motil atau sedikit motil, bersifat mikroaerofilik sampai

    anaerob, bersifat kemoorganotropik dan kompleks, serta bersifat mesofilik atau

    menyukai suhu 10 40o C. BAL termasuk golongan osmotoleran yang mempunyai

    aw (water activity) minimal 0.95 untuk pertumbuhannya, tetapi beberapa mampu

    bertahan pada aw 0.93. Kandungan garam dalam media akan menurunkan nilai aw.

    Nilai aw minimum untuk berbagai genus BAL bervariasi. Lactobacillus, Pediococcus,

    dan Enterococcus dapat tumbuh pada kadar aw yang lebih rendah, yaitu pada kadar

    garam sekitar 6,5% dan 18%, sedangkan Lactococcus, Leuconostoc, dan

    Streptococcus membutuhkan aw lebih tinggi (Salminen, 2004).

    BAL bersifat katalase negatif, tidak mempunyai sitokrom, aerotoleran,

    anaerobic hingga mikroaerofilik, membutuhkan nutrisi yang kompleks seperti asam-

    asam amino, vitamin (B1, B6, B12, dan biotin), purin, dan pirimidin. Secara umum

    niasin dan asam pantotenat esensial bagi pertumbuhan bakteri asam laktat. Bakteri

    Lactococcus mesofil dan Lactobacilli membutuhkan Fe, Mg, Mo, Se, dan Mn.

    Lactococcus cremoris membutuhkan riboflavin dan biotin untuk pengikatan CO2

    dalam mensintesis asam aspartat dan asam lemak. Streptococcus thermophilus

    memerlukan asam panthotenat, tiamin, niasin, biotin, dan vitamin B6, sedangkan

    Lactobacillus memerlukan asam panthotenat, niasin, dan vitamin lainnya (Ono,

    1992).

    BAL dapat memproduksi asam laktat dari metabolism glukosa dan dibagi

    menjadi dua kelompok, yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. Produk akhir

  • 8

    dari proses homofermentatif sebagian besar berupa asam laktat sedangkan produk

    akhir dari proses heterofermentatif adalah asam laktat, etanol, asam asetat, dan

    CO2. Salminen (2004) mengklasifikasikan BAL ke dalam 9 genus yaitu Aerococcus,

    Carnobacterium, Enterococcus, Lactococcus sensu stricto, Oenococcus,

    Streptococcus sensu stricto, Tetragenococcus, Vagococcus, dan Weisella. Sisa

    genus BAL yaitu Lactobacillus dan Pediococcus membentuk kluster khusus BAL,

    yang dapat dibagi menjadi dua sub kluster dimana memungkinkan untuk

    membentuk status genus tersendiri. Pembagian genus BAL tersebut dilakukan

    berdasarkan pengkajian secara filogenetik.

    Secara fisiologis dan berdasarkan aktivitas metabolismenya, BAL

    dikelompokkan ke dalam dua sub grup, yaitu homofermentatif dan heterofermentatif.

    BAL homofermentatif melibatkan jalur Embden Meyerhof, yaitu glikolisis,

    menghasilkan asam laktat, 2 mol ATP dari 1 molekul glukosa/heksosa dalam kondisi

    normal, tidak menghasilkan CO2 dan menghasilkan biomassa sel dua kali lebih

    banyak daripada BAL heterofermentatif. Sedangkan BAL heterofermentatif

    melibatkan jalur 6-fosfoglukonat/ fosfoketolase yang selain menghasilkan asam

    laktat juga menghasilkan etanol, CO2, asam asetat, senyawa citarasa, mannitol,

    serta 1 mol ATP dari heksosa dan tidak memiliki enzim aldolase (Salminen, 2004).

    Genus terbesar dari BAL adalah Lactobacillus (Axxelson, 1998) di dalam

    Salminen (2004). Genus Lactobacillus bersifat Gram positif dan tidak membentuk

    spora, bersifat fakultatif anaerob, tumbuh optimum pada kisaran suhu 30 40oC

    namun dapat juga tumbuh pada kisaran suhu 5 35o C. Lactobacillus tumbuh

    optimum pada pH 5.5 5.8, namun secara umum dapat tumbuh pada pH kurang

    dari 5 (Batt, 1997). Lactobacillus banyak terdapat pada produk makanan fermentasi

    seperti produk-produk susu fermentasi seperti yogurt, keju, yakult, produk-produk

    fermentasi daging seperti sosis fermentasi, dan produk fermentasi sayuran seperti

    pikel dan sauerkraut. Lactobacillus berkontribusi untuk pengawetan, ketersediaan

    nutrisi, dan flavor pada produk fermentasi tersebut.

    Menurut De Vuyst dan Vandamme (1994) keuntungan penggunaan BAL

    untuk industri adalah sifatnya yang non-patogenik, tidak membentuk toksin/

    memproduksi toksin, mikroaerofilik, dan aerotoleran sehingga membutuhkan proses

  • 9

    fermentasi yang sederhana, dapat tumbuh dengan cepat, dapat memfermentasi

    berbagai jenis substrat yang murah, dan pertumbuhannya mampu mencegah

    pembusukan dan kontaminasi oleh mikroba lain, serta dapat memproduksi

    bakteriosin.

    C. Fermentasi Ubi Kayu oleh Bakteri Asam Laktat

    Fermentasi ubi kayu umumnya banyak dilakukan di daerah tropis karena

    proses fermentasi merupakan salah satu cara yang dapat mencegah terjadinya

    kebusukan umbi dengan cepat setelah proses pemanenan. Umbi ubi kayu bersifat

    lebih mudah rusak dibandingkan umbi-umbian lainnya. Fermentasi ubi kayu melalui

    proses perendaman (retting) dapat mereduksi toksin cyanogen yang terdapat

    secara indigenus pada berbagai konsentrasi (300 hingga 500 ppm), dan

    meningkatkan palatibilitas umbi tersebut untuk proses lebih jauh. Fermentasi alami

    ubi kayu dilakukan dengan pencelupan ubi kayu pada air selama 3 hingga 4 hari.

    Dengan proses fermentasi tersebut, umbi menjadi lunak, cyanogenik glikosida

    indigenus (linamarin dan lotaustralin) akan terdegradasi (Ayarnor, 1985), dan akan

    terbangun karakteristik flavor (Ampe et al. 1994 dan Oyewole, 1990).

    Proses fermentasi ubi kayu di Afrika Tengah dikenal proses perendaman ubi

    kayu untuk diproses lebih jauh menjadi foo-foo (tepung ubi kayu) atau chickwangue

    (roti ubi kayu atau stik ubi kayu). Produk-produk tersebut menyediakan hampir 50%

    asupan kalori dari populasi (Treche and Massamba, 1995 Di dalam Brauman et al.

    1996). Sebagian besar publikasi yang membahas tentang fermentasi ubi kayu

    berfokus pada detoksifikasi senyawa cyanogenik glikosida selama fermentasi atau

    pengaruh inokulasi bakteri terhadap flavor foo-foo dan pelembutan umbi (Brauman

    et al. 1996).

    Suatu studi menyebutkan dari aspek mikrobiologis pada fermentasi foo- foo

    (Okafor et al. 1984) atau produk fermentasi ubi kayu lainnya (Oyewole dan Odunfa,

    1992), terisolasi mikroorganisme yang bersifat aerob atau toleran terhadap oksigen

    (air-tolerant), namun mikroorganisme yang bersifat obligat anaerob tidak terdapat

    pada produk fermentasi ubi kayu tersebut (Brauman et al. 2006).

  • 10

    Studi kinetik pada fermentasi ubi kayu yang dilakukan oleh Brauman et al.

    (2006) menunjukkan bahwa tahap fermentasi ubi kayu merupakan suatu proses

    mikrobial yang komplek dimana sejumlah kecil BAL secara cepat menggantikan

    mikroflora epifitik pada ubi kayu dan mendominasi proses fermentasi umbi ubi kayu.

    Proses fermentasi ini dapat dijelaskan dari beberapa faktor; (i) Sebagai bakteri yang

    bersifat fakultatif anaerob BAL dapat membangun proses fermentasi, dimana

    oksigen masih terdapat pada media, dengan laju pertumbuhan BAL yang cepat

    dengan banyak terdapatnya gula-gula yang dapat difermentasi (sukrosa, glukosa,

    dan fruktosa), fermentasi tersebut dapat mendukung tumbuhnya flora lainnya; (ii)

    BAL memproduksi sejumlah besar asam laktat sehingga dapat menurunkan pH

    dengan cepat hingga sekitar 4.5, dengan demikian lingkungan pertumbuhannya

    menjadi bersifat selektif terhadap mikroorganisme yang tidak bersifat toleran

    terhadap asam, sebagaimana terjadi pada proses pembuatan sauerkraut; (iii) Galur

    BAL dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan yang bersifat toksik,

    sebagaimana BAL bersifat resisten terhadap konsentrasi tinggi (100 ppm) dari

    sianida bebas yang biasanya dapat menghambat mikroba lain; (iv) Sebagai

    tambahan, Lactococcus lactis yang terisolasi selama proses fermentasi

    menunjukkan produksi bakteriosin yang dapat menghambat pertumbuhan

    mikroorganisme lainnya.

    Sebanyak tiga tahap suksesi mikroorganisme terjadi selama proses

    fermentasi ubi kayu. Mikroflora homofermentatif yang terdapat pada ubi kayu secara

    cepat digantikan posisinya oleh Lactococcus lactis kemudian didominasi oleh

    Leuconostoc mesenteroides yang mendominasi proses. Pada akhirnya Lactobacillus

    plantarum mendominasi pada akhir masa fermentasi (Brauman et al., 2006).

    Produksi etanol dan asetat secara bersamaan pada tahap dominasi oleh

    Leuconostoc mesenteroides menjadikan tahap fermentasi heterofermentatif

    merupakan tahap yang penting pada tahap fermentasi ini (Oyewole, 1990).

    Dominasi oleh BAL heterofermentatif (Leuconostoc mesenteroides) selama

    fermentasi ubi kayu terhadap laktobasili homofermentatif menjadi suatu fitur pada

    fermentasi materi tumbuh-tumbuhan (Daeschel et al., 1987). Pertumbuhan yang

    cepat dari Lactococcus lactis pada tahap awal fermentasi akibat sifat resistensinya

  • 11

    yang tinggi terhadap sianida terkait dengan aktivitas linamarase bakteri tersebut.

    Pertumbuhan Lactobacillus plantarum yang relatif lambat dan terbatasi oleh pH

    internal serta kemampuannya untuk mempertahankan pH gradient pada konsentrasi

    asam organik yang tinggi berkontribusi pada kemampuannya untuk mengakhiri

    proses fermentasi ini. Selain itu, karena laju pertumbuhan Lb.plantarum lebih rendah

    daripada mikroflora yang terdapat pada ubi kayu menyebabkan bakteri ini tidak

    terdapat pada tahap awal proses fermentasi (McDonald et al. 1990).

    Pada proses fermentasi ubi kayu dengan perendaman, dimana sukrosa,

    glukosa, dan fruktosa terkandung secara simultan, maka BAL akan lebih memilih

    sukrosa sebagai substratnya. Pertumbuhan BAL pada campuran sukrosa dengan

    salah satu dari glukosa atau fruktosa menunjukkan bahwa terjadi penghambatan

    glukosa atau fruktosa tersebut oleh sukrosa. Seperti observasi sebelumnya bahwa

    pertumbuhan Lactococcus lactis pada campuran laktosa-galaktosa menunjukkan

    bahwa laktosa terdegradasi sebelum galaktosa pada saat laktosa ditransportasikan

    melalui sistem fosfotransferase (Thompson et al., 1978).

    Suatu studi menunjukkan adanya produksi produk fermentasi tipikal (butirat

    dan sejumlah kecil propionat) serta terisolasinya bakteri Clostridium spp (Lodder,

    1970). Berlawanan dengan fermentasi sayuran lainnya, dimana adanya bakteri

    Clostridium penghasil asam butirat merupakan indikasi terjadinya kebusukan,

    namun pada perendaman ubi kayu, organisme ini berkontribusi pada pembentukan

    flavor pada produk fermentasi ubi kayu. Bakteri Clostridium ini juga mempunyai

    peranan penting dalam perusakan dinding sel tanaman, sebagaimana telah

    terisolasi galur yang mempunyai aktivitas pektinolitik. Seperti laporan sebelumnya

    yang mengindikasikan adanya Clostridium pada fermentasi linen flax dan hemp

    (Chesson, 1978) serta pada tahap akhir fermentasi zaitun oleh BAL (Gilliland dan

    Vaughn, 1946) namun tidak terdapat pada proses perendaman ubi kayu. Clostridia

    seperti C. butyricum dapat bertahan pada kondisi asam selama fermentasi,

    sebagaimana galur Clostridia penghasil asam yang dapat tumbuh pada kondisi pH

    rendah (pH 4,5) dengan terdapat sebanyak 5 g butirat atau asetat per liter

    (Crabbenham et al. 1985). Butirat, propionat, dan etanol dapat menjadi suatu

    senyawa karakter dari proses fermentasi dengan perendaman, karena senyawa-

  • 12

    senyawa tersebut tidak ditemukan pada proses fermentasi ubi kayu lainnya, seperti

    yang digunakan pada preparasi gari (Steinkraus, 1983).

    Khamir akan muncul pada akhir proses fermentasi dengan perendaman dan

    berperan penting pada perpanjangan umur simpan. Namun, khamir tidak berperan

    signifikan pada proses fermentasi. Fermentasi dengan perendaman dapat

    mengeliminasi 90% komponen sianida endogenus yang tedapat pada umbi ubi

    kayu. Pengeliminasian ini sebagian besar terjadi setelah 48 jam, pada saat

    linamarase endogenus pada ubi kayu mencapai optimum pada pH 5.5 (Cooke et al.

    1978). Linamarase pada BAL berperan pada proses degradasi, dan bakteri

    pektinase juga ditunjukkan membantu dalam proses ini (Amped dan Brauman,

    1995). Proses pereduksian linamarin selama fermentasi dengan perendaman lebih

    lambat daripada yang diamati pada fernentasi ubi kayu menjadi gari, dimana

    komponen sianogen tereliminasi kurang dari 5 jam (Giraud, 1993 di dalam Brauman,

    2005). Pada preparasi gari, pemarutan lebih dahulu kontak dengan linamarase,

    yang terdapat pada dinding sel tanaman, dan substratnya (linamarin) terdapat pada

    vakuola sel (Mkpong et al. 1990). Selain itu penurunan pH yang lambat

    dibandingkan dengan proses produksi gari menyebabkan penguraian sianohidrin

    menjadi sianida bebas yang lebih besar, suatu proses yang terhambat pada pH di

    bawah 5,5 (Cooke et al. 1978).

    Produk fermentasi adonan ubi kayu lainnya adalah Agbli Maw yang

    terdapat pada Afrika Barat. Di Ghana produk fermentasi tersebut dinamakan

    aglebima. Proses fermentasi berkontribusi pada sifat visko-elastis dari pasta yang

    dihasilkan, dimana produk tersebut dikonsumsi sebagai saus seperti lem.

    Mikroorganisme yang terlibat pada proses produksi Agbli Maw adalah

    Lactobacillus plantarum yang bersifat fakultatif heterofermentatif , Lactobacillus

    brevis dan Leuconostoc mesenteroides yang bersifat obligat heterofermentatif

    (Amoa-Awua et al. 1996 di dalam Nout dan Sarkar, 1999). Studi tentang suksesi

    BAL pada tahapan fermentasi ubi kayu dilaporkan juga oleh Oyewole dan Odunfa

    (1992) bahwa Lb.plantarum terkandung secara dominan pada 3 hari fermentasi.

    Gambar 1 memperlihatkan tahapan suksesi BAL pada proses fermentasi ubi kayu.

  • 13

    Waktu fermentasi (hari) 0 1 2 3 4

    Lb. coprophilus Lb.cellobiosus Lb.salivarus spp.bulgaricus Leuc. lactis Lb. lactis Lb.brevis Leuc. mesenteroides Lb.plantarum

    Gambar 1. Suksesi BAL pada proses fermentasi bubur ubi kayu (diadaptasi dari

    Oyewole dan Odunfa 1992)

    Beberapa peneliti melaporkan bahwa galur Lactobacillus plantarum dapat

    mendegradasi linamarin (Oyewole dan Odunfa, 1992). Degradasi linamarin pada 2

    tahapan proses dikatalisasi oleh -glukosidase (linamaringlucose + acetone

    cyanohidrine ), diikuti dengan enzim hydroxynitrile lyase (cyanohidrin acetone +

    HCN). Pengaruh positif BAL terhadap kualitas sensori pada fermentasi ubi kayu

    adalah perbaikan flavor dan sifat visko-elastik pada pasta panas produk fermentasi

    ubi kayu. Komponen aroma dari aglebima adalah alkohol berberat molekul rendah,

    1-propanol, isoamil alkohol, 3-metil-1 butanol, etil asetat, dan asetoin (Amoa-Awua

    et al., 1996 di dalam Nout dan Sarkar, 1999).

    Kemampuan pembengkakan pati ubi kayu yang terjadi tidak dipengaruhi oleh

    fermentasi asam laktat. Diduga sifat tersebut adalah akibat aktivitas enzim amilolitik,

    enzim depolimerisasi dari pati native, atau ekstraksi amilosa dari pati native yang

    terlibat pada galur amilolitik Lb.plantarum dan Lb. manihotivorans (Morlon-Guyot et

    al., 1998 di dalam Nout dan Sarkar, 1999). Sebuah studi tentang efek fermentasi

    asam laktat pada karakteristik fisiko kimia pati ubi kayu menunjukkan bahwa

    fermentasi dan pengeringan ringan tidak mempengaruhi kristalinitas dari tepung

    atau sifat gelatinisasinya (Mestres dan Rouau, 1997 di dalam Nout dan Sarkar,

    1999). Namun Numfor et al., (1995) di dalam Nout dan Sarkar (1999) mengamati

    penurunan yang signifikan pada kekerasan, gumminess, dan kelengketan

    (kekakuan) pada produk fermentasi ubi kayu yang dimasak. Diduga perusakan dan

  • 14

    degradasi enzimatik oleh amilosa dari pati native berperan penting. Bakteri asam

    laktat amilolitik dapat meningkatkan efek ini.

    Proses pelembutan pada pada proses fermentasi ubi kayu dikaitkan juga

    dengan adanya aktivitas pektinase yang tinggi bersamaan dengan hilangnya

    xylanase dan selulase yang mengindikasikan bahwa aktivitas pektinase

    bertanggungjawab terhadap proses pelembutan (softening). Dilaporkan terdapatnya

    pektin metilesterase pada fermentasi dengan perendaman tradisional (Oyewole dan

    Odunfa, 1992) dan fermentasi dengan menginokulasikan Corynebacterium spp

    (Okafor et al., 1984). Seperti yang terjadi untuk rami linen (Morvan et al., 1985),

    pelembutan (softening) ubi kayu dapat dicirikan dengan disosiasi serat selulosa dari

    pektin pada rami linen tersebut karena aksi enzim, seperti hidrolase dan lyase, pada

    keterkaitan glikosidik pektin. Terisolasinya bakteri Clostridium spp. pektinolitik pada

    tahapan fermentasi memperkuat hipotesis ini. Brauman et al., (1996) menyimpulkan

    bahwa fermentasi ubi kayu secara spontan dapat dilihat sebagai kombinasi dari

    fermentasi heterolaktik alami pada materi tanaman, seperti pada fermentasi pikel

    atau sauerkraut, dan pelembutan spontan menyerupai proses pada rami linen.

    D. Produksi Kultur Starter Bakteri Asam Laktat

    Metode produksi starter untuk keperluan produksi secara tradisional biasanya

    dilakukan dengan mentransfer dari kultur stok baik dalam bentuk cair maupun kering

    beku, atau bekuan yang disimpan dalam nitrogen cair (-196oC) dan dibuat kultur

    induk kira-kira sebanyak 100 ml untuk ditransfer tiap hari ke dalam 3 botol atau

    lebih, dipilih satu botol terbaik untuk kemudian diinokulasikan sebanyak 1% ke

    dalam media starter yang lebih besar jumlahnya atau intermediate, untuk kemudian

    diinokulasikan ke dalam media fermentasi. Meskipun perbanyakan starter

    membutuhkan banyak waktu, memerlukan keahlian operator dan rawan

    kontaminasi, tetapi cara ini banyak digunakan oleh industri (Surono, 2004).

    Hal penting diperlukan dalam mentransfer kultur starter adalah sub-kultur,

    yaitu transfer berkali-kali dapat memicu terbentuknya galur yang termutasi yang

    dapat mengubah sifat starter. Terlalu sering mentransfer akan mengakibatkan

    hilangnya fungsi plasmid tertentu seperti Lac+, suatu plasmid yang berperan dalam

  • 15

    produksi asam laktat (McKay, 1983; Davidson et al. 1995), produksi bakteriosin dan

    resistensinya (Klaenhammer, 1993), atau Prt+, yaitu suatu plasmid yang

    bertanggung jawab atas resistensi terhadap fage dan pemanfaatan sitrat (McKay,

    1983).

    Preservasi kultur starter terbagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu starter

    cair, yaitu menumbuhkan starter ke dalam susu skim 10 12% (untuk produk

    fermentasi susu), starter kering dengan pengeringan vakum, spray drying, kering

    beku atau freeze drying, dan starter bekuan yaitu dengan membekukan kultur starter

    pada suhu sub-zero (-30 sampai -40oC), atau suhu pembekuan ultra rendah (-

    196oC) dalam nitrogen cair. Starter cair harus dipelihara dan disimpan dalam lemari

    es dan sebaiknya disub-kultur hanya sebanyak 15 20 kali secara berurutan

    (Surono, 2004).

    Porubcan dan Sellars (1979), Gilliland (1985), Tamine dan Robinson (1985)

    mendeskripsikan tahap-tahap yang dilakukan dalam memproduksi starter

    konsentrat BAL yaitu preparasi inokulum, preparasi media, fermentasi pada pH

    konstan, pemanenan kultur, penambahan cryoprotectant, pembekuan, pengeringan

    beku (freeze drying), pengemasan dan penyimpanan.

    Penggunaan kultur starter kering bertujuan untuk mengurangi pekerjaan

    pemeliharaan kultur sebagaimana pada kultur cair. Kultur kering beku atau freeze

    dried yang paling banyak digunakan dibandingkan dengan jenis kultur starter

    lainnya, mengingat jumlah bakteri hidup relatif stabil pada kultur kering beku. Namun

    demikian, dibutuhkan biaya investasi yang sangat mahal mengingat harga

    pengering beku yang tinggi (Surono, 2004).

    Secara tradisional, mikroba yang diperlukan untuk fermentasi makanan telah

    terdapat pada bahan mentah atau peralatan yang digunakan dalam pengolahan

    makanan fermentasi. Sumber inokulum seperti ini masih mendasari kebanyakan

    fermentasi makanan. Ada pendapat bahwa penggunaan flora alami merupakan

    langkah yang ideal, karena produk makanan yang dihasilkan memiliki karakteristik

    flavor yang khas dan kompleks yang tidak dapat diperoleh melalui cara lain. Tetapi

    inokulum alami dapat bervariasi tergantung pada keadaan lingkungannya.

    Penggunaan inokulum yang bervariasi ini dapat menyebabkan proses fermentasi

  • 16

    dan mutu produk selalu berubah-ubah, sehingga tidak dapat diterapkan secara

    industri Karena alasan tersebut maka industri pengolahan makanan fermentasi

    menerapkan metode dan prosedur pengolahan dimana bahan mentah diinokulasi

    dengan spesies mikroba yang diinginkan. Dengan demikian penyediaan inokulum

    menjadi bagian yang penting dalam industri fermentasi makanan (Rahman, 1989).

    E. Media Fermentasi

    Secara umum media fermentasi menyediakan semua nutrien yang

    dibutuhkan oleh mikroba untuk memperoleh energi, pertumbuhan, bahan

    pembentuk sel dan biosintesis produk-produk metabolisme. Tergantung pada jenis

    mikroba dan produk yang akan diproduksi setiap fermentasi memerlukan media

    tertentu karena media yang idak sesuai dapat menyebabkan perubahan jenis

    produk dan perubahan rasio di antara berbagai produk hasil metabolisme mikroba

    selama fermentasi berlangsung. Senyawa-senyawa sumber karbon dan nitrogen

    merupakan komponen terpenting dalam media fermentasi karena sel- sel mikroba

    dan berbagai produk fermentasi sebagian besar terdiri dari unsur karbon dan

    nitrogen. Di samping itu medium fermentasi juga mengandung air, garam-garam

    organik dan beberapa vitamin (Rahman, 1989).

    Media padat atau semi padat menggunakan partikel substrat padat seperti

    jagung giling, bekatul gandum, dan tepung biji kapas dengan atau tanpa

    penambahan larutan substrat padat tersebut. Salah satu kelemahan media padat

    atau semi padat adalah pemakaian substrat yang tidak efisien. Karena itu

    khususnya dalam fermentasi aerobik, sifat porositas media padat dan semi padat

    menjadi faktor yang penting. Media padat atau semi padat dengan sifat porositas

    yang baik memungkinkan penetrasi udara ke bagian dalam media sehingga

    pertumbuhan dapat terjadi di seluruh bagian media (Rahman, 1989).

    F. Mikroenkapsulasi Sel Bakteri Asam Laktat

    Teknik mikroenkapsulasi telah dimanfaatkan secara luas untuk melindungi sel

    atau jaringan dari mikroorganisme terhadap pengaruh lingkungan dan degradasi

    fisiologis (Krasaekoopt et al. 2003). Dari beberapa teknik imobilisasi sel yang ada,

  • 17

    teknik pemerangkapan (entrapment) dengan Ca Alginat adalah yang biasa

    digunakan untuk mengimobilisasi sel BAL (Chandramouli et al. 2004). Alginat

    merupakan heteropolisakarida linier yang diekstrak dari berbagai tipe alga, yang

    mempunyai dua unit struktur asam D-mannunorat dan asam L-gulunorat. Ca Alginat

    digunakan pada enkapsulasi sel BAL dengan kisaran konsentrasi 0,5 4%

    (Krasaekoopt et al., 2004).

    Alginat mempunyai beberapa keuntungan antara lain mudah membentuk

    matriks gel pada sel bakteri, bersifat non-toksik terhadap sel yang diimobilisasi,

    murah, membutuhkan kondisi proses yang ringan (misalnya suhu), dapat dengan

    mudah dipreparasi, penangannya mudah, dapat dengan mudah melarut dan

    membebaskan sel-sel yang terperangkap (Mortazavian et al. 2007). Selain itu

    alginat telah diterima sebagai aditif pada makanan (Prevost dan Divies, 1992).

    Alginat juga memiliki beberapa kekurangan yaitu pada kondisi asam akan

    mengalami keretakan dan kehilangan stabilitas mekaniknya pada kondisi lingkungan

    yang mengandung asam laktat (Mortazavian et al., 2007). Selain itu karena gel

    alginat terbentuk dengan adanya ion kalsium, integritasnya terdeteriorisasi pada

    saat diaplikasikan dengan ion monovalen atau chelating agent yang menyerap

    kalsium seperti fosfat, laktat, dan sitrat (Mortazavian et al., 2007). Kekurangan

    lainnya adalah sulitnya diaplikasikan pada skala industri karena kesulitannya untuk

    di-scale up terkait dengan keretakan dan pembentukan pori-pori pada permukaan

    gel, kapsulnya dapat mendifusi kelembaban dan cairan lainnya dengan cepat

    sehingga menurunkan sifat ketahanannya terhadap faktor lingkungan (Gouin, 2004).

    Kekurangan-kekurangan tersebut dapat secara efisien dengan mengkombinasikan

    alginat dengan komponen polimer lainnya, melapisi (coating) kapsulnya dengan

    komponen lain, serta modifikasi struktur alginat dengan menggunakan berbagai

    aditif (Krasaekoopt et al., 2003).

    Gelatin, suatu turunan protein dari kolagen terdenaturasi yang mengandung

    hidroksiprolin, prolin, dan glisin dalam jumlah besar, yang dapat digunakan sebagai

    gelling agent untuk proses enkapsulasi yang bersifat reversible bila diproses secara

    termal. Karena sifatnya yang amfoterik, gelatin dinyatakan sebagai kandidat yang

  • 18

    baik untuk diaplikasikan bersama-sama polisakarida anionik seperti alginat

    (Krasaekoopt et al. 2003).

    Selama proses pengeringan, survival mikroorganisme dapat ditingkatkan

    dengan penambahan media protektif. Disakarida trehalose berperan sebagai

    protecting agent yang kritikal pada membran untuk sel khamir selama kondisi stres

    dari lingkungan seperti perlakuan panas, pengeringan, pembekuan, dan confers

    viabilitas sel yang lebih tinggi dengan adanya etanol konsentrasi tinggi (Zayed dan

    Roos, 2004). Untuk meningkatkan efektifitasnya, Trehalose harus ditambahkan dan

    diasimilasikan pada media pertumbuhan. Cho et al. (2006) juga melaporkan bahwa

    karbohidrat berperan sebagai protective agent pada kondisi stress seperti suhu

    tinggi, pembekuan, pengeringan, dan tekanan osmosis yang tinggi.

    Xiaoyan dan Xiguang (2009) melakukan mikroenkapsulasi sel BAL dengan

    alginat dan gelatin dengan penambahan trehalose sebagai aditif dengan metode

    ekstrusi dan dikeringkan pada suhu 4oC. Dilaporkan bahwa trehalose sebagai

    sumber karbohidrat pada kultur media dapat menurunkan produksi asam dan

    mempertahankan sel BAL agar tidak berploriferasi. Selain itu trehalose memberikan

    pengaruh positif pada ketahanan sel BAL terhadap kondisi stress dari lingkungan

    seperti keasaman dan pengeringan. Trehalose dengan konsentrasi sebesar 0,15

    mol/L media dapat melindungi sel BAL pada penyimpanan suhu 4oC serta

    mempertahankan viabilitas selnya hingga lebih dari 107 CFU/g setelah 8 minggu

    penyimpanan. Pelepasan sel BAL dari kapsul dapat dilakukan pada kondisi asam

    (pH 1,2) hingga kondisi netral (pH 6,8). Namun dipaparkan bahwa pelepasan sel

    BAL pada media netral terjadi lebih cepat dan lebih besar dibandingkan pada

    kondisi asam. Imobilisasi sel BAL dengan kombinasi alginat, gelatin, dan trehalose

    disimpulkan dapat meningkatkan ketahanan sel yang diekspos pada media asam

    (pH 1,2) dengan laju survival sebesar 76%, sehingga metode imobilisasi ini dapat

    diaplikasikan pada farmasi dan industri pangan (Xiaoyan dan Xiguang, 2009).

  • 19

    BAHAN DAN METODE

    Bahan dan Alat

    Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi ubi kayu, kultur bakteri

    asam laktat (BAL), dekstrin, tepung tapioka, tepung beras, dan tepung ubi kayu. Bahan

    kimia yang digunakan antara lain deMann Rogosa Sharpe (MRS) Broth (Oxoid), MRS

    Agar (Oxoid), Gliserol, API 50CH (Biomiereux), API 50 CHL Medium (McFarland),

    Citrus pectin (Sigma P9135), ZnSO4, MgSO4, NaOH, Buffer kalium asetat, CMC, Asam

    3,5-dinitro salisilat, CaCl2, Alginat, Gelatin, KH2PO4 untuk Phosphate Buffer Saline

    (PBS), Natrium Chlorida (NaCl), spiritus, serta bahan-bahan kimia untuk analisis

    lainnya. Bahan-bahan penolong yang digunakan antara lain cawan petri, jarum ose,

    tabung reaksi, rak tabung reaksi, botol pengemas, mikro tips, lampu spiritus,

    Erlenmeyer, toples plastik, box plastik, plastik pengemas, kain saring, baskom plastik,

    pisau stainless steel, aluminium foil, gelas piala, dan kapas.

    Peralatan yang digunakan antara lain pipet mikro, autoklaf, oven, inkubator,

    spektrofotometer, refrigerated sentrifuse, pH meter, Brabender visco-amylograph, alat

    pemarut, pengepres, spinner, pengayak, dan pengemas.

    Prosedur Kerja

    1. Persiapan Fermentasi Spontan Ubi Kayu

    Sebanyak 2 kg ubi kayu dikupas dan dicuci bersih, kemudian diparut hingga

    menjadi bubur ubi kayu. Kemudian ditambahkan 2 liter air hingga ubi kayu

    terendam. Bubur ubi kayu dibiarkan terendam selama 24 jam hingga terjadi

    fermentasi ubi kayu secara spontan. Setelah 24 jam dilakukan pembilasan dan

    penambahan air baru sampai ubi kayu kembali terendam kemudian didiamkan

    kembali selama 24 jam. pH rendaman ubi kayu sebelum dan sesudah dibilas diukur

    dengan menggunakan pH meter. Tahap perendaman dan pembilasan ini dilakukan

    hingga hari ke-4. Perubahan sifat fisiko kimia tepung fermentasi spontan ubi kayu

    diamati melalui analisis proksimat, karakteristik gelatinisasi, derajat putih, dan

    penampakan granula pati di bawah mikroskop polarisasi.

  • 20

    2. Isolasi dan Identifikasi Bakteri

    Isolasi bakteri juga dilakukan pada rendaman ubi kayu yang difermentasi

    secara spontan untuk mengidentifikasi bakteri yang tumbuh dominan pada ubi kayu

    yang difermentasi secara spontan (tanpa penambahan kultur bakteri). Isolasi

    dilakukan pada hari ke-1 hingga hari ke-4 perendaman ubi kayu. Sebanyak 5 ml

    rendaman ubi kayu dilarutkan dalam 45 ml media MRSB steril, kemudian diinkubasi

    pada suhu 37 oC selama 24 jam. Setelah terlihat adanya pertumbuhan bakteri

    dilakukan penggoresan pada media MRSA steril dengan goresan kuadran dengan

    menggunakan jarum ose, kemudian diinkubasikan pada suhu 37 oC selama 24 48

    jam.

    Goresan koloni bakteri pada cawan petri diambil dan disuspensikan ke dalam

    1 ml larutan NaCl 0.85% steril, selanjutnya suspensi dimasukkan ke dalam 10 ml

    API 50 CHL Medium (McFarland), kemudian dipipet ke dalam 50 buah sumur kecil

    pada kit API 50 CH. Setiap sumur yang berisi berbagai macam gula dan

    oligosakarida ditutup dengan mineral oil. Hasil analisis dengan API 50 CH diolah

    dengan software apiweb untuk mengidentifikasi karakteristik fermentasi

    karbohidrat oleh bakteri tersebut. Selain dari rendaman fermentasi spontan ubi kayu,

    isolasi juga dilakukan pada beberapa enzim dari beberapa industri tepung mokaf.

    3. Uji Aktivitas Bakteri

    a. Kurva Pertumbuhan Bakteri

    Isolat BAL yang telah terisolasi diamati kurva pertumbuhannya melalui

    pengamatan dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm

    pada interval waktu 3 jam selama 30 jam.

    b. Aktivitas Selulolitik (Miller 1959, diacu dalam Tri Panji 1999)

    Sebanyak 0,5 ml kultur bakteri, 0,5 ml buffer kalium asetat pH 5,5 dan

    0,05 g CMC dimasukkan ke dalam tabung reaksi berulir steril secara aseptik.

    Campuran lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 2 jam. Selanjutnya ke dalam

    campuran tersebut ditambahkan larutan asam 3,5-dinitro salisilat sebanyak 3 ml

    dan 6 ml akuades. Campuran lalu divorteks selama 3 menit dan dididihkan

  • 21

    dalam air dengan suhu 100oC selama 15 menit. Campuran lalu didinginkan

    selama 30 menit dan dibaca serapannya pada panjang gelombang 550 nm. Nilai

    konsentrasi glukosa yang dihasilkan dikonversi dari nilai absorban yang terbaca

    dengan perhitungan:

    A standar = [glukosa standar ]

    A sampel [glukosa sampel]

    Satu unit aktivitas enzim adalah banyaknya mol glukosa yang dihasilkan

    pada penambahan 1 ml enzim pada substrat (selulosa) per menit waktu inkubasi,

    dengan perhitungan:

    AE = [Glukosa sampel pada topt] [ Glukosa sampel pada tnol ] x fp

    Waktu inkubasi (menit) x BM glukosa

    c. Aktivitas Pektinolitik (Soares dan Gomez, 1999)

    Secara kuantitatif aktivitas pektinolitik diukur melalui aktivitas

    pektinesterase. Sebanyak 20 ml larutan pektin 1% (citrus pectin) dalam 0,1 N

    NaCl diatur menjadi pH 7,5 dengan menggunakan 0,5 M NaOH. Ke dalam

    larutan pektin tersebut kemudian ditambahkan 5 ml larutan kultur dan pH

    ditetapkan kembali menjadi 7,5 dengan penambahan NaOH 0,5 M sedikit demi

    sedikit.

    Campuran diinkubasi selama 1 jam pada suhu 27 28oC, kemudian

    dititrasi dengan NaOH 0,02 M hingga pH menjadi 7,5 kembali. Aktifitas

    pektineserase dinyatakan sebagai :

    A = a / t

    Dimana, A = aktivitas pektinesterase

    a = volume titran sampel (ml)

    t = waktu inkubasi (detik)

    4. Pembuatan Starter

    Isolat bakteri yang memiliki aktivitas selulolitik dan pektinolitik diimobilisasi

    sehingga menjadi sediaan kultur starter yang dapat digunakan untuk memproduksi

  • 22

    tepung mokaf. Tahapan imobilisasi sel bakteri diawali dengan penumbuhan bakteri

    pada 500 ml media MRSB kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam. Sel

    dipanen dengan sentrifugasi pada kecepatan 3000xg selama 10 menit dan dibilas

    sebanyak dua kali dengan buffer fosfat (pH 7,4). Seluruh larutan yang akan

    digunakan untuk imobilisasi sel, termasuk alginat dan CaCl2, sebelum digunakan

    disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.

    Bakteri diimobilisasi dengan alginat dan gelatin dengan perbandingan 2 : 1.

    Sel bakteri dicampurkan dengan materi karier. Campuran sel bakteri dan materi

    pembawa (karier) diinjeksikan dengan menggunakan jarum syringe ke dalam arutan

    CaCl2 (dengan jarak sekitar 10 cm). Granula sel yang terimobilisasi dibiarkan

    selama 1 jam hingga mengeras dan dipindahkan ke dalam botol steril untuk

    disimpan (Xiaoyan & Xiguang, 2009). Granula sel yang telah dibuat kemudian

    dicampurkan dengan bahan pengisi (filler) berupa maltodesktrin, maizena, tepung

    ubi kayu, dan tepung beras dengan perbandingan 1 : 3. Dari keempat jenis tepung

    tersebut akan dipilih satu jenis bahan pengisi yang terbaik. Viabilitas inokulum

    starter setelah 1 bulan penyimpanan dihitung dengan metode pemupukan

    menggunakan media MRSA dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam.

    Selain itu dibuat juga inokulum yang dikeringkan dengan alat kristalisasi

    berupa pengering vakum berkompresor. Alat kristalisasi tersebut mempunyai

    spesifikasi sebagai berikut:

    Kompresor dingin panas :0,3 HP

    Pompa vakum : 0,5 HP

    Suhu dingin : -10oC ~ -+20oC

    Suhu panas : 30oC 60oC

    Kapasitas tabung dingin : 2 L

    Kapasitas tabung panas : 2L

    Inokulum yang dibuat dengan alat kristalisasi ini dibandingkan dengan

    inokulum yang dibuat tanpa alat kristalisasi.

  • 23

    5. Implementasi Starter dengan Pembuatan Tepung Mokaf

    Proses pembuatan tepung mokaf diawali dengan penyiapan starter.

    Sebanyak 3 kg ubi kayu dikupas, dicuci bersih, diparut, dan dipres untuk diambil

    airnya. Air perasan digunakan untuk menumbuhkan kultur starter dan media. Media

    dan kultur starter dari masing-masing perlakuan ditimbang dengan perbandingan 1 :

    1, kemudian dimasukkan ke dalam air perasan ubi kayu. Kultur starter dan media

    dibiarkan selama 24 jam. Pembuatan tepung mokaf dilakukan dengan

    menggunakan ubi kayu dalam bentuk chips. Ubi kayu ditambahkan dengan air,

    starter, dan asam sitrat, kemudian difermentasi selama 24 jam. pH cairan sebelum

    dan sesudah difermentasi diamati.

    Setelah 24 jam, fermentasi dihentikan dengan menggunakan NaCl.

    Kemudian ditambahkan air baru dan dilakukan pemerasan dan pembuangan air

    dengan menggunakan spinner. Setelah itu dilakukan , pengeringan oven pada suhu

    50oC selama 20 jam, penepungan, dan pengayakan.

    6. Analisis Tepung Mokaf

    Analisis yang dilakukan pada tepung mokaf meliputi kadar air, kadar HCN,

    kadar serat kasar, total asam, kadar pati, kadar abu, derajat putih, kekuatan gel, dan

    sifat amilografi dari tepung mokaf hasil implementasi starter pada penelitian ini.

    Selain itu dilakukan uji organoleptik yang menguji tingkat kesukaan konsumen

    terhadap warna, tekstur, dan bau pada tepung mokaf yang dibuat dengan starter

    yang dibuat pada penelitian ini, tepung mokaf dari industri mokaf yang sudah ada,

    dan tepung mokaf yang dibuat menggunakan enzim/starter dari industri pengolah

    tepung mokaf yang sudah sebelumnya. Pengamatan dilakukan dengan skala

    hedonik bernilai satu sampai lima, dimana 1 menunjukkan sangat tidak suka, 2

    menunjukkan tidak suka, 3 menunjukkan sedikit suka (netral), 4 menunjukkan suka,

    dan 5 menunjukkan sangat suka.

  • 24

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Hasil Penelitian

    A. Fermentasi Spontan Ubi Kayu

    Proses pembuatan starter tepung mokaf diawali dengan isolasi bakteri asam

    laktat pada enzim atau inokulum pembuat mokaf dari industri tepung mokaf, isolasi

    dari bakteri yang tumbuh pada fermentasi spontan ubi kayu pada hari ke-1 hingga

    hari ke-4, serta dari rendaman ubi kayu yang tidak dibilas selama 4 hari.

    Pembentukan asam telah terjadi sejak hari pertama perendaman yang dapat diamati

    melalui penurunan pH, hingga hari ke-4 perendaman. Penurunan asam terjadi

    akibat terbentuknya asam laktat hasil metabolisme bakteri asam laktat yang tumbuh

    spontan pada rendaman ubi kayu. Hasil pengukuran pH rendaman ubi kayu dapat

    dilihat pada Tabel 2.

    Tabel 2. Pengamatan Keasaman Selama Fermentasi Spontan Ubi Kayu

    Perendaman hari ke- pH

    Sebelum Pembilasan Setelah Pembilasan

    1 6,50 -

    2 4,78 4,96

    3 4,60 4,90

    4 4,90 4,90

    Berdasarkan hasil pengukuran pH dan penampakan hasil fermentasi

    spontan ubi kayu dapat dilihat bahwa asam laktat merupakan metabolit tunggal

    yang terdapat pada rendaman ubi kayu tersebut. Secara visual dapat diamati

    dengan tidak terbentuknya gelembung gas pada rendaman ubi kayu tersebut.

    Hal ini menandakan bahwa bakteri asam laktat jenis homofermentatif yang

    dominan tumbuh pada proses fermentasi spontan ini. Produk akhir dari proses

    fermentasi BAL homofermentatif sebagian besar berupa asam laktat sedangkan

    produk akhir dari proses heterofermentatif adalah asam laktat, etanol, asam

  • 25

    asetat, dan CO2 (Salminen, 2004). Penampakan rendaman ubi kayu setelah

    difermentasi dapat dilihat pada Gambar 2.

    (a) (b) (c)

    Gambar 2. Penampakan rendaman ubi kayu pasca fermentasi spontan (a) fermentasi

    hari ke-2; (b) fermentasi hari ke-3; (c) fermentasi hari ke-4.

    Ubi kayu yang difermentasi spontan dianalisis setiap harinya selama 4

    hari yang meliputi analisis proksimat, kadar serat kasar, kadar pati, kadar HCN,

    total asam, derajat keputihan, karakteristik gelatinisasi, dan ukuran lolos ayakan.

    Selain itu juga dilakukan isolasi BAL yang tumbuh dominan setiap hari pada 4

    hari fermentasi tersebut. Isolat yang diperoleh setelah difermentasi selama 1

    hari, 2 hari, 3 hari, dan 4 hari berturut-turut dinamakan FSb1, FSb2, FSb3, dan

    FSb4. Selama proses fermentasi spontan ubi kayu terjadi perubahan sifat

    amilografi yang diukur dengan menggunakan Alat Brabender Visco Amylograph

    seperti dapat dilihat pada Tabel 3. Metode uji amilografi tepung dapat dilihat

    pada Lampiran 1.

    Tabel 3. Perubahan Sifat Amilografi Tepung Hasil Fermentasi Spontan Ubi Kayu

    Kode sampel Suhu awal gelatinisasi

    (SAG)

    Suhu Puncak

    Gelatinisasi (SPG)

    Viskositas

    maksimum

    Tepung ubi

    kayu

    30 + (24 x 1.5) = 66.0 oC 30 + (28 x 1.5) = 87.0oC 850 BU

    FSb1 30 + (26 x 1.5) = 69C 30 + (39 x 1.5) = 88.5C 1780 BU

    FSb2 30 + (26 x 1.5) = 69C 30 + (44 x 1.5) = 96C 1760 BU

    FSb3 30 + (25 x 1.5) = 67.5C 30 + (43 x 1.5) = 94.5C 2287 BU

  • 26

    Kode sampel Suhu awal gelatinisasi

    (SAG)

    Suhu Puncak

    Gelatinisasi (SPG)

    Viskositas

    maksimum

    FSb4 30 + (25 x 1.5) = 67.5C 30 + (40 x 1.5) = 90C 2300 BU

    Tepung

    mokaf

    30 + (28 x 1.5) = 72.0 oC 30 + (43 x 1.5) = 94.5oC 1000 BU

    Sifat amilografi pati diukur berdasarkan peningkatan viskositas pati pada

    proses pemanasan dengan menggunakan Brabender Amylograph. Selama

    pemanasan terjadi peningkatan viskositas yang disebabkan oleh pembengkakan

    granula pati. Pengamatan sifat amilografi meliputi suhu awal gelatinisasi, suhu

    puncak gelatinisasi, dan viskositas maksimum. Suhu awal gelatinisasi adalah

    suhu pada saat pertama kali viskositas mulai naik. Suhu awal gelatinisasi

    merupakan suatu fenomena sifat fisik pati yang komplek yang dipengaruhi oleh

    beberapa faktor antara lain ukuran molekul serta rasio amilosa dan amilopektin.

    Viskositas maksimum atau yang disebut juga viskositas puncak merupakan titik

    maksimum viskositas pasta yang dihasilkan selama proses pemanasa dan pada

    saat itu dicapai suhu akhir gelatinisasi. Pada suhu ini granula pati telah

    kehilangan sifat birefringence-nya. Viskositas maksimum dari tepung fermentasi

    spontan ubi kayu ini berkisar antara 1780 sampai 2300 BU (Brabender Unit).

    Nilai viskositas ini lebih tinggi dibandingkan tepung ubi kayu (850 BU) dan

    tepung mokaf dari Trenggalek (1000 BU). Menurut Tan et al. (2009) viskositas

    maksimum berkorelasi negatif dengan amilosanya. Viskositas maksimum yang

    tinggi akan berpengaruh terutama pada tekstur produk yang diaplikasikan,

    karena semakin besar derajat viskositasnya maka tekstur yang dihasilkan akan

    semakin kuat dan tidak mudah rapuh.

    Berdasarkan karakterisasi sifat amilografi tepung fermentasi ubi kayu

    dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan viskositas maksimum dari tepung dengan

    bertambahnya waktu fermentasi. Berdasarkan Tabel 3, bila dibandingkan

    dengan tepung ubi kayu sebagai kontrol negatifnya, terjadi peningkatan suhu

    gelatinisasinya pada tepung fermentasi spontan ubi kayu. Suhu gelatinisasi

    tepung fermentasi ubi kayu mendekati suhu gelatinisasi tepung mokaf dari

  • 27

    Trenggalek sebagai kontrol positifnya. Demikian juga dengan viskositas

    maksimum tepung fermentasi spontan ubi kayu semakin meningkat dengan

    bertambahnya waktu fermentasi. Hal ini diduga karena aktivitas dari bakteri

    asam laktat yang bersifat selulolitik yang menyebabkan terdegradasinya dinding

    selulosa pada tepung sehingga tepung lebih mudah tergelatinisasi. Selain itu

    pada proses fermentasi terjadi penyerangan bagian amilopektin (bagian yang

    renggang) dari tepung tersebut sehingga struktur amorphous dari pati akan

    meningkat, kandungan amilosa akan meningkat, dengan demikian tepung

    memiliki indeks glikemik yang rendah.

    Fermentasi spontan ubi kayu juga dapat mengubah kekuatan gel tepung

    fermentasi spontan tersebut dibandingkan dengan kekuatan gel pada tepung ubi

    kayu tanpa fermentasi. Pengamatan kekuatan gel tepung fermentasi spontan ubi

    kayu dibandingkan dengan tepung ubi kayu dan tepung mokaf dapat dilihat

    pada Tabel 4.

    Tabel 4. Data Kekuatan Gel Tepung Ubi Kayu yang Difermentasi Spontan

    Kode Isolat Force (g) Distance (mm) Rigiditas

    (g/mm)

    Tepung ubi

    kayu

    147,5 14,984 9,84

    145,6 14,785 9,85

    FSb1 252,9 15,000 16,86

    253,9 14,943 16,99

    FSb2 250,6 14,970 16,74

    252,2 14,930 16,89

    FSb3 295,0 14,892 19,81

    285,2 14,993 19,02

    FSb4 259,4 14,990 17,30

    273,5 14,990 18,31

    Tepung mokaf 139,0 7,563 18,38

    143,0 9,310 15,68

  • 28

    Tepung ubi kayu yang difermentasi mengalami kenaikan kekuatan gel

    dibandingkan dengan tebung ubi kayu tanpa fermentasi. Kekuatan gel tepung

    fermentasi spontan ubi kayu juga mendekati bahkan sedikit lebih besar daripada

    tepung mokaf yang sudah komersial. Kenaikan kekuatan gel tepung tersebut

    disebabkan oleh aktivitas selulolitik dan pektinolitik BAL pada saat fermentasi

    yang menyebabkan semakin meningkat rigiditas dari adonan tepung.

    Derajat putih tepung hasil fermentasi spontan ubi kayu juga diuji dengan

    menggunakan Whiteness meter. Data derajat putih tersebut dapat dilihat pada

    Tabel 5. Selain tepung hasil fermentasi spontan ubi kayu, dilakukan juga

    pengujian derajat putih pada tepung ubi kayu.

    Tabel 5. Derajat Putih Tepung Fermentasi Spontan Ubi Kayu

    Kode Sampel Ulangan Derajat Putih

    Skala (0 110) Persen (%)

    Tepung ubi kayu (kontrol) 1 90,8 82,55

    2 90,4 82,18

    FSb1 1 91,2 82,91

    2 91,4 83,09

    FSb2 1 91,0 82,73

    2 90,0 82,64

    FSb3 1 93,0 84,55

    2 92,7 84,27

    FSb4 1 89,8 81,64

    2 89,6 81,45

    Berdasarkan pengamatan derajat putih, fermentasi spontan ubi kayu

    dapat sedikit meningkatkan derajat putih pada tepung dibandingkan dengan

    kontrolnya berupa tepung ubi kayu, namun peningkatan yang terjadi tidak terlalu

    signifikan, bahkan pada fermentasi hari ke-4 (FSb4) derajat putih tepung lebih

    rendah. Hal ini diduga karena pada hari ke-4 fermentasi mulai terbentuk

  • 29

    mikroorganisme lain yang menghasilkan metabolit lain yang diduga

    mempengaruhi penampakan warna tepung. Secara sensori teramati pada saat

    fermentasi hari ke-4 timbul aroma selain asam laktat yang menandakan

    dimulainya proses peragian. Hal ini diperkuat dengan terisolasinya khamir yang

    diduga merupakan Saccharomyces cerevisiae pada hari ke-4 fermentasi ini.

    Penampakan khamir yang terisolasi pada fermentasi hari ke-4 dapat dilihat pada

    Gambar 3.

    Gambar 3. Khamir yang terisolasi pada fermentasi spontan hari ke-4

    Hasil analisis komposisi kimia tepung fermentasi spontan ubi kayu dapat

    dilihat pada Tabel 6.

    Tabel 6. Hasil Analisis Tepung Fermentasi Spontan Ubi Kayu

    Parameter Kode Tepung

    FSb1 FSb2 FSb3 FSb4 FStb4

    Air 8,99 % 8,96 % 7,24 % 6,29 % 8,26 %

    Abu 0,89 % 0,37 % 0,41 % 0,50 % 0,68 %

    Protein

    (Nx6,25)

    1,31 % 0,90 % 0,83 % 0,88 % 0,89 %

    Lemak 1,20 % 1,13 % 0,80 % 1,14 % 0,60 %

    Serat kasar 2,28 % 2,40 % 2,10 % 2,25 % 1,73 %

    Karbohidrat 87,6 % 88,6 % 90,7 % 91,2 % 91,4 %

    Derajat asam* 3,29 2,36 2,64 2,73 3,01

  • 30

    Parameter Kode Tepung

    FSb1 FSb2 FSb3 FSb4 FStb4

    HCN < 3

    mg/kg

    < 3 mg/kg < 3

    mg/kg

    < 3

    mg/kg

    < 3

    mg/kg

    Pati 74,9 % 76,2 % 74,2 % 64,2 % 39,9 %

    Keterangan: * satuan untuk derajat asam adalah ml NaOH 1N/100 gram

    Berdasarkan data, dapat dilihat bahwa komposisi kimia tepung ubi kayu

    yang difermentasi spontan mendekati syarat mutu tepung mokaf pada RSNI

    tepung mokaf (dapat dilihat pada Tabel 11). Kadar pati yang rendah diduga

    karena banyaknya pati yang terbuang pada saat pemerasan/ pembilasan bubur

    ubi kayu yang dibuat. Dengan demikian dapat disimpulkan juga bahwa

    fermentasi ubi kayu dalam bentuk bubur di satu sisi dapat berlangsung dengan

    baik karena luas permukaannya yang lebih besar, namun di sisi lain kadar pati

    dari tepung fermentasi tersebut sangat rendah karena banyaknya pati yang

    terbuang selama proses pemerasan, hal ini juga terkait rendemen yang

    dihasilkan yang lebih rendah.

    Penampakan perubahan kristal pati pada tepung fermentasi spontan ubi

    kayu dapat dilihat pada Gambar 4.

    FSb1 FSb2

  • 31

    FSb3 FSb4

    Gambar 4. Pengamatan Kristal Pati pada Tepung Fermentasi Spontan Ubi Kayu

    Hari ke-1 (FSb1), hari ke-2 (FSb2), hari ke-3 (FSb3), dan hari ke-4

    (FSb4).

    Berdasarkan pengamatan mikroskop polarisasi, granula pati tepung

    fermentasi ubi kayu memiliki bentuk poligonal, bulat, dan lonjong dengan ukuran

    granula yang beragam. Granula pati memiliki karakteristik birefringent yaitu

    berbentuk kristal dengan pengamatan di bawah mikroskop polarisasi karena suhu

    pemanasan pada pembuatan tepung fermentasi ubi kayu berada di bawah suhu

    awal gelatinisasinya. Secara kualitatif dapat dilihat bahwa seiring dengan

    bertambahnya waktu fermentasi maka akan semakin banyak rantai amilopektin

    (struktur lebih bercabang) pada pati yang terbuka menjadi struktur yang lebih

    terbuka, sehingga terjadi peningkatan water holding capacity (kemampuan

    menangkap air) pada tepung ubi kayu yang difermentasi spontan.

    B. Isolasi dan Identifikasi Bakteri

    Tahapan isolasi diawali dengan penumbuhan pada media cair MRSB

    kemudian diinkubasi selama 24 48 jam pada suhu 37oC. Setelah itu digoreskan

    pada media agar MRSA secara kuadran hingga terbentuk koloni tunggal. Inkubasi

    MRSA dilakukan selama 24 48 jam pada suhu 37oC. Media MRSB sebelum dan

    sesudah adanya pertumbuhan BAL dapat dilihat pada Gambar 5.

  • 32

    Gambar 5. Media MRSB sebelum ditumbuhi BAL (kiri) dan setelah ditumbuhi BAL

    (kanan)

    Pertumbuhan BAL pada media MRSB ditandai dengan terbentuknya kekeruhan.

    Media MRS baik yang berbentuk broth maupun agar bersifat spesifik terhadap

    pertumbuhan bakteri asam laktat karena kandungan gulanya yang tinggi. Koloni tunggal

    BAL yang tumbuh di MRSA kemudian dimurnikan kembali dengan melakukan

    penggoresan ulang pada media MRSA yang kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC

    selama 24 48 jam. Pertumbuhan BAL pada media MRSA dapat dilihat pada Gambar

    6. Untuk mengawetkan BAL yang telah terisolasi, BAL digoreskan pada agar miring

    MRSA kemudian disimpan pada suhu 4o C. BAL yang ditumbuhkan pada agar miring

    MRSA perlu disegarkan setiap bulan untuk memelihara viabilitasnya.

    Isolasi BAL dilakukan pada ubi kayu yang difermentasi spontan hari ke-1, ke-2,

    ke-3, dan ke-4 dengan pembilasan yang dilakukan setiap hari (isolat FSb1, FSb2,

    FSb3, dan FSb4); isolasi pada ubi kayu yang difermentasi spontan selama 4 hari tanpa

    dilakukan pembilasan (isolat FSb4); isolasi pada enzim mokaf dari industri mokaf di

    Pati (isolat EnDr); isolasi pada enzim mokaf dari industri mokaf di Magelang (EnMgl);

    serta isolasi pada enzim mokaf dari industri mokaf di Trenggalek (EnSbg).

    Gambar 6. Isolat BAL yang digoreskan pada MRSA.

  • 33

    Isolat-isolat yang berhasil diisolasi diidentifikasi berdasarkan sifat

    fenotipiknya menggunakan perangkat API 50 CH yang mengidentifikasi BAL

    berdasarkan karakteristik fermentasinya terhadap beberapa gula sederhana dan

    karakteristik biokimia lainnya. Penampakan hasil pengujian API 50 CH dapat

    dilihat pada Lampiran 3. Data diolah dengan software apiweb (Lampiran 4 )

    dan identifikasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.

    Tabel 7. Hasil Identifikasi Isolat BAL dengan Menggunakan API 50 CH

    Kode Isolat Hasil Identifikasi

    FSb1 Lactobacillus plantarum

    FSb2 Lactobacillus plantarum

    FSb3 Lactobacillus delbrueckii ssp delbrueckii

    FSb4 Lactococcus lactis ssp lactis 2

    FStb4 Lactococcus lactis ssp lactis 1

    EnDr Lactococcus lactis ssp lactis 1

    EnMgl Lactobacillus plantarum 2

    EnSBg Lactobacillus delbrueckii subsp. delbrueckii

    Berdasarkan hasil identifikasi dapat dilihat bahwa Lactobacillus plantarum

    (Lb. plantarum) mendominasi hari-hari pertama fermentasi spontan ubi kayu. Hal

    ini berlawanan dengan hasil penelitian McDonald et al. (1990) yang menyatakan

    bahwa Lb.plantarum tidak terdapat pada tahap awal proses fermentasi ubi kayu

    karena laju pertumbuhannya yang rendah dibandingkan mikroflora lain yang

    terdapat pada ubi kayu. Namun galur BAL yang terdapat pada tahap awal

    fermentasi sama dengan galur BAL yang terisolasi dari enzim mokaf dari

    industri pengolahan tepung mokaf di Magelang. Studi tentang suksesi BAL pada

    tahapan fermentasi ubi kayu dilaporkan juga oleh Oyewole dan Odunfa (1992)

    bahwa Lb.plantarum terkandung secara dominan selama 3 hari fermentasi.

  • 34

    BAL yang terisolasi pada fermentasi ubi kayu hari ke-3 (FSb3) teridentifikasi

    sebagai Lb. delbrueckii ssp delbrueckii. Galur BAL yang terisolasi pada hari ke-3

    fermentasi tersebut sama dengan galur BAL yang terisolasi dari enzim mokaf dari

    Trenggalek. Berdasarkan hasil survey, enzim mokaf Trenggalek menggunakan 4

    jenis kultur BAL. Diduga galur Lb.delbrueckii ssp delbrueckii merupakan salah satu

    isolat yang digunakan dalam pembuatan enzim mokaf.

    Pada ubi kayu yang difermentasi selama 4 hari, BAL yang tumbuh

    teridentifikasi sebagai Lc. lactis ssp lactis baik yang dibilas setiap hari maupun yang

    difermentasi tanpa pembilasan (FSb4 dan FStb4). Isolat yang teridentifikasi ini sama

    dengan isolat yang diperoleh dari enzim yang diperoleh dari industri mokaf di

    daerah Pati (EnDr).

    C. Uji Aktivitas Bakteri

    a. Kurva Pertumbuhan Isolat

    Kurva pertumbuhan bakteri menunjukkan pola pertumbuhan bakteri yang

    meliputi fase lag atau fase adaptasi, fase logaritmik, fase stasioner, dan fase

    kematian. Kurva pertumbuhan isolat BAL pada penelitian ini dapat dilihat pada

    Gambar 7.

    Gambar 7. Kurva Pertumbuhan Isolat BAL

    0

    0.5

    1

    1.5

    2

    2.5

    0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30

    Ab

    sorb

    ansi

    Waktu inkubasi (jam)

    FSb1 FSb2 FSb3 FSb4

    FStb 4 EnDr EnMgl EnSbg

  • 35

    00.00020.00040.00060.0008

    0.0010.00120.00140.00160.0018

    Bakteri asam laktat mulai membentuk metabolit-metabolitnya pada akhir

    fase logaritmik, sehingga waktu optimal untuk memulai proses fermentasi adalah

    pada akhir fase logaritmik tersebut. Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa

    rata-rata akhir fase logaritmik untuk tiap isolat adalah 24 jam, sehingga

    mikroenkapsulasi dilakukan setelah isolat berumur 24 jam.

    b. Aktivitas Selulolitik

    Aktivitas selulolitik isolat-isolat yang diperoleh dapat dilihat pada

    Gambar 8. Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa aktivitas selulolitik BAL

    yang terisolasi pada fermentasi spontan ubi kayu berbeda-beda. Selulolitik

    merupakan aktivitas bakteri dalam perombakan selulosa dengan bantuan enzim

    selulase. Enzim selulolitik dibentuk oleh sebagian besar mikroorganisme, salah

    satunya adalah BAL. Tingginya aktivitas selulolitik ditemukan dalam filtrat pada

    awal fase stasioner pertumbuhan BAL dan enzim ini dilepaskan secara otomatis

    dengan adanya substrat. Degradasi selulosa yang terdapat pada ubi kayu lebih

    efisien ketika kontak secara langsung antara sel BAL dengan substrat.

    Gambar 8. Aktivitas selulolitik Isolat BAL yang diperoleh dari fermentasi spontan ubi

    kayu, dari enzim mokaf, dan Isolat Murni BAL.

  • 36

    Aktivitas selulolitik pada isolat-isolat yang tumbuh pada fermentasi spontan

    ubi kayu berbeda-beda sesuai dengan lingkungan tempat pertumbuhan BAL.

    Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa aktivitas selulolitik semakin meningkat

    seiring dengan lamanya fermentasi, kecuali pada hari ke-3 fermentasi. Pada

    aktivitas selulolitik yang tinggi diduga karena isolat yang diperoleh memiliki daya

    adaptasi yang cukup tinggi, dan isolat tersebut menghasilkan enzim selulase secara

    lengkap. Sedangkan isolat yang memiliki daya adaptasi rendah, karena belum

    mendekomposisikan bahan selulosa yang diberikan disebabkan karena kondisi

    media selulosa cair masih cukup mengandung glukosa untuk pertumbuhannya,

    sehingga isolat-isolat tersebut belum menghidrolisis bahan selulosa yang diberikan

    sebagai sumber energi dan karbonnya. Isolat yang memiliki aktivitas selulolitik

    tertinggi adalah isolat dari hasil fermentasi spontan ubi kayu hari ke-4 (FStb4).

    c. Aktivitas Pektinolitik

    Aktivitas pektinolitik dari isolat BAL yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 8.

    Tabel 8. Pengamatan Aktivitas Pektinolitik yang Diamati Sebagai Aktivitas

    Pektinesterase

    Kode

    Isolat

    Volume titran

    (ml)

    Waktu inkubasi

    (detik)

    Aktivitas

    pektinesterase

    FSb1 6,00 60 0,100

    FSb2 5,85 60 0,0975

    FSb3 5,90 60 0,098

    FSb4 2,35 60 0,039

    FStb4 2,60 60 0,043

    EnMgl 2,25 60 0,0375

    EnDr 1,60 60 0,026

    EnSbg 1,75 60 0,029

  • 37

    Aktivitas pektinolitik dihitung sebagai aktivitas pektinesterase.

    Pektinesterase adalah enzim golongan pektinase yang mampu menghidrolisis

    senyawa pektin. Enzim ini bekerja secara spesifik pada gugus metoksi dari

    residu 6-karboksil pada rantai utama senyawa galakturonan. Hasil dari degradasi

    senyawa pektin ini adalah asam pektik, methanol, dan proton (Poliana and

    MacCabe, 2007). Karena itulah semakin banyak asam pektik yang dihasilkan

    maka akan semakin banyak NaOH yang dibutuhkan dalam mentitrasi larutan

    pektin. Semakin banyak volume titran (NaOH) menunjukkan semakin tinggi

    aktivitas pektinolitik isolat. Pada isolat hasil fermentasi spontan, isolat FSb1

    memiliki aktivitas pektinolitik tertinggi. Hal ini diduga karena kandungan pektin

    pada ubi kayu sebelum fermentasi cukup tinggi sehingga bakteri yang dapat

    tumbuh adalah yang mempunyai aktivitas pektinolitik terbaik. Isolat yang

    diperoleh dari fermentasi hari ke-2 sampai hari ke-4 memiliki aktivitas pektinolitik

    semakin rendah, hal ini diduga karena kandungan pektin pada hari ke-2

    fermentasi dan seterusnya sudah mengalami degradasi sehingga bakteri yang

    tumbuh adalah yang memiliki aktivitas pektinolitik lebih rendah, sesuai dengan

    substrat yang tersedia pada rendaman ubi kayu tersebut.

    Enzim pendegradasi pektin biasanya digunakan untuk meningkatkan

    stabilitas jus buah dan wine. Selain itu enzim pektinolitik ini digunakan untuk

    pelembutan serat alami serta ekstraksi minyak dari sayur-sayuran dan kulit jeruk

    sitrus (Soares et al. 1999).

    D. Pembuatan Starter

    Seluruh isolat BAL yang diisolasi dari fermentasi spontan ubi kayu diawetkan

    dengan cara diliofilisasi sebagai kultur stok BAL sebelum pembuatan inokulum untuk

    starter. Starter dibuat dengan 5 kombinasi isolat BAL seperti dapat dilihat pada

    Tabel 9.

  • 38

    Tabel 9. Kombinasi Isolat BAL yang Digunakan untuk Starter Tepung Mokaf

    Kode Starter Jenis Isolat

    Starter 1 Lactobacillus plantarum ATCC 8014

    Starter 2 Lactococcus lactis subsp.lactis ATCC 11454

    Starter 3 Lactobacillus plantarum ATCC 8014 + Lactococcus lactis

    subsp.lactis ATCC 11454

    Starter 4 Lactobacillus plantarum (FSb1) + Lactococcus lactis

    subsp.lactis (FStb4)

    Starter 5 Lactobacillus plantarum (FSb1) + Lactobacillus delbrueckii

    subsp. delbrueckii (FSb3) + Lactococcus lactis subsp.lactis

    (FStb4)

    Inokulum starter dipersiapkan dengan mengimobilisasi sel dengan alginat

    dan gelatin (2:1) sebagai karier dengan pre-treatment menggunakan sodium

    sitrat dan penambahan suplemen berupa trehalose. Kultur yang terimobilisasi

    kemudian ditambahkan dengan berbagai bahan pengisi dengan beberapa

    perbandingan untuk selanjutnya dikeringkan pada pengering vakum

    berkompresor. Pengering vakum berkompresor tersebut dapat dilihat pada

    Gambar 9. Bahan pengisi yang digunakan antara lain tepung ubi kayu

    (cassava), maizena, tepung beras, dan maltodekstrin. Perbandingan yang

    digunakan ditetapkan berdasarkan trial dan error kemampuan bahan pengisi

    membentuk tekstur starter yang homogen dengan kultur terimobilisasi.

  • 39

    Gambar 9. Alat pengering vakum berkompresor

    Bahan pengisi terbaik yang digunakan untuk membuat inokulum starter

    adalah tepung beras dengan perbandingan antara kultur terimobilisasi dan

    bahan pengisi sebesar 1:2, dikeringkan dengan pengering vakum berkompresor

    pada suhu 36 38oC selama 3 4 jam. Gambar 10 menunjukkan penampakan

    beberapa inokulum yang dibuat dengan menggunakan bahan pengisi tepung

    cassava, maltodekstrin, dan tepung beras.

    (a) (b) (c)

    Gambar 10. Penampakan inokulum starter dengan berbagai bahan pengisi. (a)

    bahan pengisi tepung cassava; (b) bahan pengisi maltodektrin; dan

    (c) bahan pengisi tepung beras.

    Bahan pengisi yang terpilih digunakan untuk membuat seluruh kombinasi

    starter seperti pada Tabel 9. Seluruh kombinasi starter diuji melalui implementasi

    kemampuan starter tersebut untuk memfermentasi ubi kayu menghasilkan

    tepung mokaf yang memenuhi syarat mutu tepung mokaf. Pengamatan hasil

    jumlah BAL yang hidup pada starter dapat dilihat pada Tabel 10.

  • 40

    Tabel 10. Data Viabilitas Starter Mokaf

    Kode starter Jumlah BAL awal

    (koloni/gram)

    Starter 1 1,50 x 106

    Starter 2 3,48 x 107

    Starter 3 1,97 x 108

    Starter 4 2,68 x 107

    Starter 5 1,91 x 108

    Berdasarkan data viabilitas pada Tabel 10, maka dapat diketahui bahwa

    jumlah BAL yang hidup pada starter yang dibuat pada penelitian ini berkisar

    pada 106 sampai 108 koloni/gram. Jumlah BAL yang terdapat pada starter pada

    penelitian ini cukup tinggi. Hal ini karena perlakuan imobilisasi pada pembuatan

    starter dapat melindungi sel atau jaringan dari BAL terhadap pengaruh

    lingkungan dan degradasi fisiologis (Krasaekoopt et al. 2003). Jumlah BAL awal

    pada starter penelitian ini lebih tinggi dibandingkan jumlah BAL pada starter

    mokaf dari industri yang masih baru (104 koloni/gram). Viabilitas BAL yang tinggi

    diharapkan dapat memperpanjang umur pakai dari starter mokaf tersebut. Dari

    kelima starter yang dibuat pada penelitian ini, starter 3 menunjukkan viabilitas

    paling tinggi. Namun tingginya jumlah BAL pada starter ini juga dipengaruhi oleh

    kondisi pertumbuhan BAL sebelum kultur diimobilisasi.

    E. Implementasi Starter dengan Pembuatan Tepung Mokaf

    Masing-masing starter (starter 1 sampai dengan 5) diimplementasikan untuk

    membuat tepung mokaf. Starter yang dinyatakan terbaik adalah starter yang dapat

    menghasilkan sifat fisiko kimia yang dapat memenuhi syarat mutu tepung mokaf,

    dan memiliki karakteristik gelatinisasi yang baik.

  • 41

    Syarat mutu tepung mokaf yang terdapat pada Rancangan Standar Nasional

    Indonesia (RSNI) tepung mokaf dapat dilihat pada Tabel 11.

    Tabel 11. Syarat Mutu Tepung Mokaf

    No Kriteria uji Satuan Persyaratan

    1 Keadaan

    1.1 Bentuk - serbuk halus

    1.2 Bau - normal

    1.3 Warna - putih

    2 Benda asing - tidak ada

    3 Serangga dalam semua bentuk stadia dan potongan-potongannya yang tampak

    - tidak ada

    4 Kehalusan

    4.1 Lolos ayakan 100 mesh (b/b) % min. 90

    4.2 Lolos ayakan 80 mesh (b/b) % 100

    5 Kadar air (b/b) % maks. 13

    6 Abu (b/b) % maks. 1,5

    7 Serat kasar (b/b) % maks. 2,0

    8 Derajat putih (MgO = 100) - min. 87

    9 Belerang dioksida (SO2) g/g Negatif

    10 Derajat asam mL NaOH 1 N / 100 g

    maks. 4,0

    11 HCN mg/kg maks. 10

    12 Cemaran logam

    12.1 Kadmium (Cd) mg/kg maks. 0,2

    12.2 Timbal (Pb) mg/kg maks. 0,3

    12.3 Timah (Sn) mg/kg maks. 40,0

    12.4 Merkuri (Hg) mg/kg maks. 0,05

    13 Cemaran arsen (As) mg/kg maks. 0,5

    14 Cemaran mikroba

    14.1 Angka lempeng total koloni/g maks. 1 x 106

    14.2 Escherichia coli APM/g maks. 10

    14.3 Bacillus cereus koloni/g < 1 x 104

    14.4 Kapang koloni/g maks. 1 x 104

  • 42

    Pengujian pada tepung mokaf hasil implementasi starter pada penelitian ini

    hanya dilakukan pada sifat fisiko kimia tepung mokaf tersebut. Rendaman ubi kayu

    pada pembuatan tepung mokaf dalam tahap implementasi ini dapat dilihat pada

    Gambar 11.

    Gambar 11. Perendaman chips ubi kayu dengan air dan starter mokaf

    Pengukuran pH rendaman ubi kayu sebelum dan sesudah fermentasi dapat

    dilihat pada Tabel 12. Tepung mokaf yang dihasilkan selain diuji komposisi kimia nya

    juga dilakukan pengujian terhadap kekuatan gel (gel strength), sifat amilografi, dan

    derajat putihnya.

    Tabel 12. Hasil Pengukuran pH Rendaman Ubi Kayu pada Pembuatan Tepung Mokaf

    Sebelum dan Sesudah Fermentasi Berlangsung

    Starter yang Digunakan pH awal pH setelah fermentasi

    Starter 1 7.0 4.5 5.0

    Starter 2 7.0 4.5 5.0

    Starter 3 7.0 4.5 5.0

    Starter 4 7.0 4.5 5.0

    Starter 5 7.0 4.5 5.0

    Penurunan pH pada saat pembuatan tepung mokaf menunjukkan bahwa proses

    fermentasi telah berlangsung dengan menurunnya pH hasil pembentukan asam laktat

  • 43

    starter yang digunakan. Keadaan bau rendaman ubi kayu menggunakan mokaf adalah

    normal dengan artian tidak ada bau yang tidak diharapkan (off flavor).

    F. Analisis Tepung Mokaf

    Hasil analisis komposisi kimia tepung mokaf hasil fermentasi menggunakan

    starter pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 13.

    Tabel 13. Hasil analisis Tepung Mokaf yang Dibuat Dengan Starter Pada Penelitian

    ini

    Parameter Kode Tepung

    Mosta 1 Mosta 2 Mosta 3 Mosta 4 Mosta 5

    Air 6,41 % 8,53 % 5,60% 8,75 % 6,19 %

    Abu 0,68 % 0,58 % 0,57 % 0,42 % 0,55 %

    Protein

    (Nx6,25)

    0,89 % 0,87 % 1,00 % 1,70 % 0,99 %

    Lemak 0,60 % 1,60 % 0,87 % 1,40 % 0,77 %

    Serat kasar 1,73 % 1,36 % 3,06 % 1,31 % 2,64 %

    Karbohidrat 91,4 % 87,1 % 88,9 % 86,4 %

    Derajat

    asam

    3,01 ml

    NaOH/100

    g

    1,88 ml

    NaOH/ 100

    g

    2,50 ml

    NaOH/

    100g

    2,05 ml

    NaOH/100g

    2,47 ml

    NaOH/100

    g

    HCN Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

    Pati 76,7 % 76,7 % 76,7% 76,4 % 77,2 %

    Keterangan: Mosta 1 = Tepung mokaf yang dibuat dengan starter 1

    Mosta 2 = Tepung mokaf yang dibuat dengan starter 2

    Mosta 3 = Tepung mokaf yang dibuat dengan starter 3

    Mosta 4 = Tepung mokaf yang dibuat dengan starter 4

    Mosta 5 = Tepung mokaf yang dibuat dengan starter 5

  • 44

    Berdasarkan data pada Tabel 13, komposisi kimia dari tepung mokaf yang dibuat

    dengan starter pada penelitian ini dapat memenuhi syarat mutu yang tertera pada RSNI

    tepung mokaf. Kadar air maksimum yang ditetapkan pada standar adalah 13%,

    sedangkan pada tepung mokaf yang dibuat dengan starter pada penelitian ini berada

    pada kisaran 8%. Kadar air merupakan salah satu titik kritis pada tepung mokaf karena

    bila kadar air melebihi 13% dapat mempersingkat umur simpan dari tepung mokaf

    tersebut, karena merupakan kondisi ideal untuk tumbuhnya mikroba. Kadar abu semua

    tepung mokaf (mosta 1 sampai mosta 5) memenuhi syarat mutu tepung mokaf yaitu di

    bawah 1,5 %.

    Kadar lemak tepung mokaf hasil implementasi berkisar antara 0,6 1,6 %. Kadar

    lemak tidak dipersyaratkan dalam RSNI, namun kadar lemak yang tinggi berkorelasi

    dengan penurunan kejernihan pasta pati (sebagaimana pada serealia) dan menekan

    pembengkakan butiran pati (Kasemsuwan et al. 1998).

    Kadar serat kasar mokaf hasil implementasi starter tidak semuanya memenuhi

    persyaratan kandungan serat kasar pada RSNI karena persyaratan serat kasar yang

    ditetapkan adalah 2 %, sedangkan pada Mosta 3 terlihat kadar serat kasarnya adalah

    3,06 %. Namun kandungan serat kasar ini tidak terlalu signifikan dalam menentukan

    kualitas starter karena diduga kadar serat kasar yang sedikit melebihi standar ini terkait

    dengan proses pengayakan tepung mokaf ini, karena serat kasar merupakan bagian

    yang tidak dapat dihidrolisis oleh asam atau basa. Berdasarkan hasil studi banding di

    lapangan (pada industri tepung mokaf), kadar serat kasar sebesar 3% masih masuk ke

    dalam spesifikasi mutu tepung mokaf. Spesifikasi mutu yang digunakan oleh industri

    tepung mokaf tersebut yang tercantum pada Certificate of Analysis (CoA) yang

    dikeluarkan oleh Universitas Jember dapat dilihat pada Lampiran 5.

    Pengamatan derajat putih tepung mokaf yang dibuat dengan starter pada

    penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 14.

  • 45

    Tabel 14. Data Analisis Derajat Putih Tepung Mokaf Hasil Implementasi Starter Pada

    Penelitian Ini

    Kode Tepung Ulangan Derajat Putih

    Skala 0 - 110 Persen (%)

    Mosta1 1 102,8 93,45

    2 102,7 93,36

    3 102,8 93,45

    Mosta 2 1 101,9 92,64

    2 102,0 92,73

    3 101,9 92,64

    Mosta 3 1 100,6 91,45

    2 100,5 91,36

    3 101,0 91,82

    Mosta 4 1 103,7 94,27

    2 103,9 94,45

    3 104,0 94,55

    Mosta 5 1 101,8 92,55

    2 101,8 92,55

    3 101,5 92,27

    Nilai derajat putih contoh diukur dengan membandingkan nilai derajat

    putih yang terbaca pada alat Whiteness Meter dengan nilai derajat putih barium

    sulfat standar yaitu sebesar 110,8. Syarat mutu tepung mokaf diukur

    berdasarkan refleksi sinar contoh dengan standar MgO yaitu sebesar 87. Maka

    untuk tepung mokaf implementasi starter ini dibandingkan dengan derajat putih

    tepung mokaf dari Koperasi Loh Jinawi Trenggalek yang diuji dengan Whiteness

    Meter yang dapat dilihat pada Tabel 15 berikut.

  • 46

    Tabel 15. Pengukuran Derajat Putih Tepung Mokaf dari Koperasi Gemah Ripah Loh

    Jinawi Trenggalek

    Sampel Ulangan Derajat putih

    Skala 0 - 110 Persen (%)

    Tepung mokaf 1 88,8 80,73

    2 88,9 80,82

    3 88,6 80,55

    Berdasarkan perbandingan antara Tabel 13 dan Tabel 14, tepung mokaf hasil

    implementasi starter pada penelitian ini memiliki derajat putih lebih tinggi dibandingkan

    tepung mokaf yang sudah beredar di pasaran. Derajat putih dari tepung mokaf

    ditentukan oleh kondisi fermentasi yang berlangsung. Bila penanganan selama

    fermentasi berlangsung baik, maka akan menghasilkan derajat putih yang baik. Derajat

    putih merupakan salah satu faktor penentu dalam standar mutu tepung mokaf. Dari

    hasil implementasi starter pada penelitian ini, mosta 4 atau tepung moka yang

    difermentasi dengan starter 4 memiliki derajat putih yang paling tinggi atau rata-rata

    94,42%.

    Selain derajat putih, sifat amilografi dan kekuatan gel tepung mokaf juga diuji

    seperti yang dapat dilihat pada Tabel 16 dan Tabel 17 berikut.

    Tabel 16. Pengamatan Sifat Amilografi Tepung Mokaf Hasil Implementasi Starter

    Kode

    Tepung

    Suhu awal gelatinisasi

    (SAG)

    Suhu Puncak Gelatinisasi

    (SPG)

    Viskositas

    maksimum

    Mosta 1 50oC+(13x1,5oC) = 69,5oC 50oC+(19x1,5oC) = 78,5oC 1920 BU

    Mosta 2 50oC+(12x1,5oC) = 68oC 50oC+(21x1,5oC) = 81,5oC 2000 BU

    Mosta 3 50oC+(14x1,5oC) = 71oC 50oC+(23x1,5oC) = 84,5oC 1807 BU

    Mosta 4 50oC+(12x1,5oC) = 68oC 50oC+(22x1,5oC) = 83 oC 1850 BU

    Mosta 5 50oC+(13x1,5oC) = 69,5oC 50oC+(23x1,5oC) = 84,5oC 1860 BU

  • 47

    Sifat fungsional pati dari tepung sangat berpengaruh terhadap viskositas

    dan elastisitas adonan. Sifat fungsional pati meliputi rasio amilosa dan

    amilopektin serta sifat amilografi pati. Pati mengandung fraksi linier berupa

    amilosa dan fraksi bercabang berupa amilopektin. Amilosa adalah faktor

    terpenting yang mempengaruhi kekuatan dan kekenyalan adonan pati karena

    asosiasi, retrogradasi, dan interaksi yang tepat dengan lemak membentuk

    komplek heliks dan dengan amilopektin membuat ikatan gel yang kuat (Jane and

    Chen, 1992). Pada proses fermentasi tepung mokaf terjadi perpecahan sel,

    karena dilakukan penyerangan enzim terhadap struktur amilopektin dari pati,

    sehingga struktur menjadi merenggang karena terjadi peningkatan amilosa pada

    pati mokaf tersebut. Dengan meningkatnya kadar amilosa pengembangan pati

    cenderung terbatas dan kekentalan pasta panas lebih stabil (Richana dan

    Widaningrum, 2009). Karena itulah terjadi peningkatan viskositas tepung ubi

    kayu yang difermentasi menjadi tepung mokaf seperti yang dapat dilihat pada

    Tabel 16.

    Sifat amilografi pati diukur berdasarkan peningkatan viskositas pati pada

    proses pemanasan dengan menggunakan Brabender Amylograph. Selama

    pemanasan terjadi peningkatan viskositas yang disebabkan oleh pembengkakan

    granula pati. Pengamatan sifat amilografi meliputi suhu awal gelatinisasi, suhu

    puncak gelatinisasi, dan viskositas maksimum. Suhu awal gelatinisasi adalah

    suhu pada saat pertama kali viskositas mulai naik. Suhu awal gelatinisasi

    merupakan suatu fenomena sifat fisik pati yang komplek yang dipengaruhi oleh

    beberapa faktor antara lain ukuran molekul serta rasio amilosa dan amilopektin.

    Viskositas maksimum atau yang disebut juga viskositas puncak merupakan titik

    maksimum viskositas pasta yang dihasilkan selama proses pemanasan dan

    pada saat itu dicapai suhu akhir gelatinisasi. Pada suhu ini granula pati telah

    kehilangan sifat birefringence-nya. Viskositas maksimum dari tepung mokaf hasil

    implemenasi starter pada penelitian ini berkisar antara berkisar antara 1807

    sampai dengan 2000 BU. Nilai viskositas ini lebih tinggi dibandingkan tepung ubi

    kayu (850 BU) dan tepung mokaf dari Trenggalek (1000 BU). Dari 5 jenis starter

    yang digunakan, tepung mokaf yang difermentasi dengan starter 2 (Mosta 2)

  • 48

    memiliki viskositas maksimum tertinggi. Menurut Tan et al. (2009) viskositas

    maksimum berkorelasi negatif dengan amilosanya. Viskositas maksimum yang

    tinggi akan berpengaruh terutama pada tekstur produk yang diaplikasikan,

    karena semakin besar derajat viskositasnya maka tekstur yang dihasilkan akan

    semakin kuat dan tidak mudah rapuh.

    Kekuatan gel tepung mokaf hasil implementasi starter juga dilakukan

    untuk melihat seberapa besar rigiditas dari tepung mokaf tersebut (Tabel 17).

    Berdasarkan Tabel 17 dapat dilihat bahwa Mosta 1 memiliki kekuatan gel

    tertinggi yaitu dengan rata-rata rigiditas sebesar 17,78 gf/mm.

    Tabel 17. Data Kekuatan Gel (Gel Strength) Tepung Mokaf Implementasi Starter

    Kode

    Tepung

    Kekuatan Gel

    (gf)

    Jarak (mm) Rigiditas

    (g/mm)

    Rata-rata

    Rigiditas (g/mm)

    Mosta 1 275,7 15,000 18,38 17,78

    250,8 15,000 16,72

    273,1 14,958 18,26

    Mosta 2 247,6 14,980 16,53 16,64

    252,6 14,980 16,86

    247,9 14,988 16,54

    Mosta 3 179,1 11,328 15,81 16,41

    183,9 11,113 15,81

    212,2 12,040 17,62

    Mosta 4 251,3 14,940 16,82 16,29

    242,0 15,000 16,13

    238,7 14,985 15,93

    Mosta 5 239,9 14,917 16,08 15,84