BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Urgensi...

48
76 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Urgensi Pembentukan Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis Di Provinsi D.I Yogyakarta. Provinsi D.I Yogyakarta Menyadari bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk menjamin dan memajukan kesejahteraan setiap warga negara serta melindungi kelompok-kelompok masyarkat yang rentan, rentan dalam kemiskinan; kekurangan; keterbatasan dalam segala aspek kehidupan; kesenjangan serta hidup secara tidak layak dan bermartabat. Karena hal itu pula lah, Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi D.I Yogyakarta menggagas Peraturan Daerah penanganan gelandangan pengemis. Penanganan yang ingin dilaksanakan oleh pemerintah provinsi D.I Yogyakarta adalah penanganan gelandangan dan pengemis dengan langkah-langkah yang komprehensif, efektif, dan berkesinambungan, serta memiliki kepastian hukum untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan ketertiban umum. Penanganan gelandangan dan pengemis sebenarnya sudah dirangkum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan sudah ada produk hukum yang kuat yaitu sebuah Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 Tentang Penangan Gelandangan dan Pengemis,yang bertujuan untuk mencegah timbul nya gelandangan dan pengemis serta melaksanakan usaha rehabilitasi kepada gelandangan dan pengemis agar mereka dapat mencapai taraf hidup,

Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Urgensi...

76

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Urgensi Pembentukan Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta

Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis Di

Provinsi D.I Yogyakarta.

Provinsi D.I Yogyakarta Menyadari bahwa pemerintah memiliki

kewajiban untuk menjamin dan memajukan kesejahteraan setiap warga negara

serta melindungi kelompok-kelompok masyarkat yang rentan, rentan dalam

kemiskinan; kekurangan; keterbatasan dalam segala aspek kehidupan;

kesenjangan serta hidup secara tidak layak dan bermartabat. Karena hal itu pula

lah, Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi D.I Yogyakarta menggagas

Peraturan Daerah penanganan gelandangan pengemis. Penanganan yang ingin

dilaksanakan oleh pemerintah provinsi D.I Yogyakarta adalah penanganan

gelandangan dan pengemis dengan langkah-langkah yang komprehensif, efektif,

dan berkesinambungan, serta memiliki kepastian hukum untuk mewujudkan

kesejahteraan sosial dan ketertiban umum.

Penanganan gelandangan dan pengemis sebenarnya sudah dirangkum

dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan sudah ada produk

hukum yang kuat yaitu sebuah Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980

Tentang Penangan Gelandangan dan Pengemis,yang bertujuan untuk mencegah

timbul nya gelandangan dan pengemis serta melaksanakan usaha rehabilitasi

kepada gelandangan dan pengemis agar mereka dapat mencapai taraf hidup,

77

kehidupan dan penghidupan yang layak sebagai seorang warga negara Indonesia

yang hidup dengan norma-norma yang ada.Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

melalui Kepala Dinas sosial Provinsi D.I Yogyakarta pada bulan September 2014,

Bapak Drs Untung Sukaryadi, MM mengatakan ikhtiar penyusunan peraturan

daerah penanganan gelandangan dan pengemis adalah wujud tekad Yogyakarta

bahwa tahun 2015 Yogyakarta bebas dari gelandangan dan pengemis.1Maka

apabila Provinsi D.I Yogyakarta hanya menginginkan agar Yogyakarta bebas dari

gelandangan dan pengemis maka sebenarnya hal itu sudah terangkum juga

didalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana Pasal 504 KUHP yang berbunyi

bahwa;

1. Barang siapa meminta-minta ditempat umum dihukum karena meminta-

minta, dengan kurungan selama-lamanya enam minggu;

2. Minta-minta yang dilakukan bersama-sama oleh tiga orang atau lebih

yang masing-masing umurnya lebih dari 16 tahun, dihukum kurungan

selama-lamanya tiga bulan.

Maka dengan demikian sudah jelas sebenarnya bahwa penegakan agar Provinsi

D.I Yogyakarta bebas dari pengemis sudah dicakup oleh KUHP dimana

Kepolisian Republik Indonesia adalah yang berwenang untuk menegakkan nya,

disamping itu pula didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 505

menyatakan bahwa;

1 Bapak Drs Untung Sukaryadi, MM (24 September 2014) 2015 jogja bebas gepeng,

http://dinsos.jogjaprov.go.id/2015-jogja-bebas-gepeng/ ,diakses 19 Oktober 2015,Pukul 02.00

WIB

78

1. Barang siapa dengan tidak mempunyai mata pencaharian mengembara

kemana-mana,dihukum karena pelancongan,dengan kurungan selama-

lama nya tiga bulan;

2. Pelancongan yang dilakukan bersama-sama oleh tiga orang atau lebih

yang masing-masing umur nya lebih dari enam belas tahun,dihukum

kurungan selama-lama nya enam bulan.

Upaya represif dari KUHP ini sebenarnya juga sudah cukup untuk menanggulangi

marak nya gelandangan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,sehingga tujuan

awal Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta bahwa Yogyakarta 2015 bebas

gelandangan dan pengemis sudah seharusnya terlaksana oleh pihak Kepolisian

yang menindak nya karena hirarki Kitab Undang Undang Hukum Pidana lebih

tinggi daripada Peraturan Daerah.

Penanganan gelandangan dan pengemis sejalan dengan Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial, yakni bertujuan untuk

mengubah taraf hidup dengan cara mensejahterakan warga negara Indonesia yang

rentan dan berada dalam kondisi sebagai penyandang masalah kesejahteraan sosial

(PMKS) dengan cara yang sistematis. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31

Tahun 1980 Tentang Penangulangan Gelandangan dan Pengemis sudah dijelaskan

bagaimana mekanisme penanggulangan gelandangan dan pengemis yaitu melalui

usaha represif dan usaha preventif, usaha rehabilitasi sosial.2

2Pasal 1 ayat (4),(5).(6),Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 Tentang Penanngulangan

Gelandangan dan Pengemis.

79

1. Usaha Preventif adalah usaha secara terorganisir yang meliputi

penyuluhan, bimbingan, latihan, dan pendidikan, pemberian bantuan,

pengawasan serta pembinaan lanjut kepada berbagai pihak yang ada

hubungan nya dengan pergelandangan dan pengemisan,sehingga akan

tercegah terjadinya:

a. pergelandangan dan pengemisan oleh individu atau

keluarga-keluarga terutama yang sedang dalam keadaan

sulit penghidupannya;

b. meluasnya pengaruhdan akibat adanya pergelandangan dan

pengemisan didalam masyarakat yang dapat menggangu

ketertiban dan kesejahteraan pada umumnya;

c. pergelandangan dan pengemisan kembali oleh para

gelandangan dan pengemis yang telah di rehabilitir dan

telah ditransmigrasikan ke daerah pemukiman baru ataupun

telah dikembalikan ke tengah masyarakat.

2. Usaha represif adalah usaha-usaha yang terorganisir, baik melalui

lembaga maupun bukan dengan maksud menghilangkan pergelandangan

dan pengemisan, serta mencegah meluasnya didalam masyarakat.

3. Usaha rehabilitasi adalah usaha – usaha yang terorganisir meliuti usaha-

usaha penyantunan, pemberian latihan dan pendidikan, pemulihan

kemampuan dan penyaluran kembali ke daerah-daerah pemukiman baru

melalui transmigrasi maupun ke tengah-tengah masyarakat,pengawasan

serta pembinaan lanjut, sehingga dengan demikian para gelandangan dan

80

pengemis, kembali memiliki kemampuan untuk hidup secara layak sesuai

dengan martabat manusia sebagai warga negara Republik Indonesia.

Berbagai jenis peraturan perundang-undangan tersebut diatas sudah cukup

sebagai payung hukum penanggulangan gelandangan dan pengemis apabila semua

pihak melaksanakan tugas dan fungsi nya sebagaimana mesti nya, tujuan

kesejahteraan sosial yang sudah tercapai akan sangat berhubungan dengan kondisi

gelandangan dan pengemis, kalau kesejahteraan sosial sudah tercapai maka tidak

akan ada gelandangan dan pengemis di D.I Yogyakarta dan Indonesia pada

umumnya. Semua kebijakan tersebut adalah kewajiban Pemerintah daerah dalam

melaksanakan pelayanan yang sesuai dengan Asas Umum Pemerintahan yang

Baik dalam pelayanan terhadap penyandang masalah kesejahteraan sosial

gelandangan dan pengemis, seperti tertuang didalam ketentuan UU Nomor 32

Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah dimana penyelenggaraan nya harus

didasari oleh; pertama asas kepastian hukum; kedua asas tertib penyelenggaraan

negara; ketiga asas kepentingan umum;keempat asas keterbukaan; kelima asas

proporsionalitas; keenam asas professionalitas; ketujuh asas akuntabilitas;

kedelapan asas efisiensi; dan terakhir asas efektifitas.3 Terjadi nya tumpang tindih

peraturan perundang-undang adalah hal yang harus dihindari Pembuatan produk

hukum apapun harus melalui pengkajian dan penyelarasan sesuai dengan

ketentuan pasal 19 ayat (3) yang berbunyi4 :

3 Pasal 20 Ayat (1) Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. 4 Pasal 19 ayat (3) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan

81

“ Materi yang diatur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah

melalui pengkajian dan penyelarasan dituangkan dalam Naskah Akademik”.

Tujuan nya adalah agar tidak terjadi tumpang tindih didalam pengaturan

perundang-undangan atau kewenangan dalam melaksanakan peraturan perundang-

undangan.

Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

merasa bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 tentang

Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis perlu ditindaklanjuti dengan

peraturan yang lebih Operasional dan dapat di terapkan, hal itulah yang mendasari

pembentukan Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun

2014 tentang Penanganan Gelandangan dan Pegemis. Berbeda dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 tentang penanggulangan Gelandangan dan

Pengemis, Perda Penanganan gelandangan dan pengemis ini menambahkan

beberapa jenis usaha penanganan nya yaitu; usaha koersif dan usaha reintegrasi

sosial.5 Disamping untuk melayani dan melindung gelandangan dan pengemis ada

beberapa alasan mengapa Peraturan Daerah ini dibentuk antara lain;6

5 Pasal 1 ayat (1) Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang

Penanganan Gelandangan Dan Pengemis.(Tambahan Lembaran Daerah Daerah Istimewa

Yogyakarta Nomor 1) 6 Hasil wawancara dengan Bapak Ir.Baried Wibawa,Selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial,Tuna

Sosial dan Korban NAPZA.Senin 19 Oktober 2015. Senin 19 Oktober 2015

82

1. sudah menjadi kewajiban pemerintah Provinsi D.I Yogyakarta untuk

mensejahterakan masyarakat nya sesuai dengan Falsafah jawa dalam

pemerintahan Yogyakarta yaitu Hamemayu Hayuning Bawana,7

2. kota Yogyakarta sebagai kota wisata menjadi daya tarik tersendiri bagi

gelandangan dan pengemis, untuk hidup mengemis dengan cara mengiba

kepada wisatawan di objek – objek wisata yang ada di Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta,

3. kota Yogyakarta menjadi terkesan kumuh akibat gelandangan dan

pengemis berkeliaran di objek wisata andalan Yogyakarta,

4. tidak terciptanya ketertiban umum dan ketentraman masyarakat,

5. keselamatan dan kesehatan gelandangan dan pengemis yang rentan,

terdapat beberapa kasus tabrak lari terhadap pengemis dan atau

gelandangan di Yogyakarta dan juga ada gelandangan dan pengemis

yang sakit parah dan tidak ter-urus,

6. pada bulan-bulan tertentu, bulan suci Ramadhan didapati melonjak nya

jumlah pengemis di Yogyakarta,baik warga Provinsi D.I Yogyakarta

maupun dari luar Provinsi D.I Yogyakarta,

7. mayoritas gelandangan dan pengemis yang berada di Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta adalah masyarakat yang bukan penduduk D.I

Yogyakarta,

8. gelandangan dan pengemis adalah manusia pada usia produktif dengan

rentang pendidikan tidak sekolah sampai dengan sarjana strata satu (1).

7 Sebuah nilai luhur tentang kehidupan masyarakat jawa yang jika diartikan kedalam bahasa

Indonesia bermakna yaitu Cita-cita untuk menyempurnakan masyarakat dalam sebuah

pemerintahan.

83

Gelandangan dan pengemis yang marak berkeliaran di Provinsi D.I

Yogyakarta adalah tidak semuanya adalah warga Provinsi D.I Yogyakarta.

Kondisi ini tidak terlepas dari status Yogyakarta sebagai kota pariwisata sehingga

menarik gelandangan dan pengemis dari luar Provinsi D.I Yogyakarta untuk

datang ke Yogyakarta untuk mengemis dan menggelandang. Disaat hari tertentu

jumlah gelandangan dan pengemis di Yogyakarta yang datang dari luar Provinsi

D.I Yogyakarta akan meningkat drastis, sebagai contoh di Bulan Suci Ramadhan,

Idul Fitri,hari libur yang lama, baik dimasa Paskah dan hari Natal. Masa

keagamaan dimana mayoritas umat akan melaksanakan ibadah dengan bersedekah

menjadi kesempatan bagi gelandangan dan pengemis untuk mengiba sedekah dari

mereka. Pada masa liburan hal ini menjadi daya tarik terhadap gelandangan dan

pengemis berdatanganan ke Kota Yogyakarta karena banyak nya wisatawan dan

atau para pendatang di Yogyakarta. Dari diagram dibawah ini kita bisa melihat

jumlah gelandangan dan pengemis yang ditertibkan oleh Satuan Polisi Pamong

Praja D.I Yogyakarta pada Tahun 2013 sebanyak 72% adalah bukan warga D.I

Yogyakarta, sisa nya adalah 28% adalah warga Provinsi D.I Yogyakarta8.

8 Data rekapitulasi hasil Penelitian Pemutakhiran Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial

(PMKS) serta Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Tahun 2013-2014 di Dinas Sosial

Provinsi D.I Yogyakarta.

84

*Diolah penulis dari data Satpol-PP dan Dinas Sosial D.I Yogyakarta.

Jumlah gelandangan dan pengemis yang cenderung meningkat hal itu terlihat dari

data Satpol PP maupun Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta pada Tahun 2013.

Tabel IV.1

Jumlah gelandangan dan pengemis Tahun 2013 yang berhasil di tertibkan oleh

Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi D.I Yogyakarta.9

Kab.Sleman Kab.Bantul Kab.Kota

Yogyakarta

Kab.Kulon

Progo

Kab.Gunung

Kidul

TOTAL

52 Jiwa 15 Jiwa 13 Jiwa 7 Jiwa 2 Jiwa 89 Jiwa

*Diolah penulis dari data Satpol-PP dan Dinas Sosial D.I Yogyakarta.

9 Data rekapitulasi hasil Penelitian di Satpol PP Provinsi D.I Yogyakarta,Laporan Kegiatan

penertiban Gelandangan dan Pengemis.

Gelandangan Dan Pengemis Di Provinsi

D.I YOGYAKARTA

Bukan Warga Provinsi D.I

Yogyakarta

Warga Provinsi D.I Yogyakarta

85

Hasil ini didapat melalui operasi penertiban di seluruh kabupaten dan kota di

Provinsi D.I Yogyakarta dengan rentang waktu sejak tanggal 20 Juni 2013 hingga

9 September 2013.

Tabel IV.2

Hasil Pemutakhiran Data PMKS Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta10

GELANDANGAN PENGEMIS TOTAL

129 Jiwa 221 Jiwa 350 Jiwa

*Diolah penulis dari data Satpol-PP dan Dinas Sosial D.I Yogyakarta.

Terdapat kondisi lain dimana Wibawa mengatakan bahwa memang perlu

diketahui tidak semua gelandangan dan pengemis yang kita temui di tempat-

tempat tertentu memang membutuh kan uluran bantuan kita. Pengemisan ini

menjadi bisnis bahkan pekerjaan yang menjanjikan dengan penghasilan yang

lumayan menggiurkan dimana seorang pengemis yang mengemis dari pukul 10.00

WIB sampai pukul 16.00 WIB sedikit nya bisa mendapatkan uang sebanyak

Rp.200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) itupun dalam keadaan sepi.11Dalam

beberapa kasus banyak pengemis yang berada dalam binaan Dinas Sosial yang

mengaku memiliki penghasilan rata-rata Rp.1.500.000,00 (satu juta lima ratus

ribu rupiah) sampai dengan Rp.2.500.000,00 (dua juta rupiah) setiap bulan nya,

sehingga tidak mengherankan ini menjadi objek penghasilan yang menggiurkan

10 Data rekapitulasi hasil Penelitian Pemutakhiran Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial

(PMKS) serta Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Tahun 2013 di Dinas Sosial

Provinsi D.I Yogyakarta 11 Hasil wawancara dengan Ibu Nining Sri Wahyuni S.K.M,Selaku Pembina di Camp

Assesment,Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta.Rabu 21 Oktober 2015

86

bagi sebagian gelandangan dan/atau pengemis yang dengan segala kesempurnaan

yang ia miliki. Memilih hidup mengemis dan merendahkan harkat serta martabat

nya di hadapan orang lain karena dengan mengiba para pengemis ini bisa hidup

berkecukupan. Terdapat sebuah kasus dimana seorang ibu tega menjadikan anak

nya yang menderita hidrosepalus12 sebagai objek demi mengiba kepada warga

masyarakat di sekitaran Lembah UGM disaat sunmor pada hari minggu dan di

sepanjang jalan Malioboro Yogyakarta. Ibu ini setelah dirazia Satuan Polisi

Pamong Praja dan Dibina oleh Dinas Sosial diketahui bahwa Ibu asal Klaten Jawa

Tengah ini adalah orang yang berkecukupan bahkan dia menjadi Rentenir atau

seseorang yang meminjamkan uang dengan imbalan bunga kembali di salah satu

pasar tradisional di Klaten.13 Kondisi seperti ini pula lah yang memperkuat tekad

pembentukan Peraturan Daerah penanganan gelandangan dan pengemis

ini,pengemis yang berkeliaran di Yogyakarta adalah pengemis yang sudah

terorganisir dengan baik, dalam kasus tertentu ada kelompok pengemis yang

memiliki manajemen sendiri seperti pergantian lokasi mengemis dengan tujuan

agar orang-orang yang memberi tidak merasa bosan dalam memberi karena

pengemis nya selalu berganti-ganti. Pengemis yang tereksploitasi, adalah

kelompok pengemis biasa nya adalah anak dibawah umur yang memiliki tuan

yang mengeksploitasi mereka dimana pada waktu tertentu mereka dikumpulkan

12 Hidrosefalus (kepala-air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani: "hydro" yang berarti air dan

"cephalus" yang berarti kepala; sehingga kondisi ini sering dikenal dengan "kepala air") adalah

penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam otak (cairan serebro spinal) atau

akumulasi cairan serebrospinal dalam ventrikel serebral, ruang subarachnoid, atau ruang subdural.

Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak yang selanjutnya akan menekan

jaringan otak di sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf yang vital. 13 Hasil wawancara dengan Ibu Nining Sri Wahyuni S.K.M,Selaku Pembina di Camp

Assesment,Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta.Rabu 21 Oktober 2015

87

guna mengumpulkan hasil mengemis maupun mengamen. Modus operandi yang

bermacam-macam serta motif yang banyak membuat penanganan gelandangan

dan pengemis ini dirasa perlu, karena pada dasar nya perputaran uang dalam

pengemisan ini adalah dalam jumlah yang besar.Terdapat bos-bos mafia pengemis

yang mengekploitasi anak dibawah umur yang dilakukan secara tidak

manusiawi.14

Gelandangan dan pengemis adalah korban dari kondisi ketidak

seimbangan dalam sebuah pembangunan. Penyandang Masalah Kesejahteraan

Sosial (PMKS) terdapat juga orang yang difabel sejak lahir atau akibat kecelakaan

mereka membutuhkan perhatian Khusus dari pemerintah walaupun dalam banyak

kasus yang ditangani oleh Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

banyak warga binaan mereka adalah orang yang sehat secara jasmani dan berada

dalam usia produktif. Gelandangan dan pengemis yang dibina oleh Dinas Sosial

terdiri dari beberapa jenis mulai dari gelandangan biasa,gelandangan psikotik atau

(tidak sehat secara mental), gelandangan difabel, pengemis dikarenakan ketidak

sempurnaan secara fisik dan pengemis yang menjadikan mengemis adalah

penghasilan utama dan penghasilan sampingan dimana ia mengemis hanya di saat

tertentu misal nya disaat masa tunggu panen dan atau di hari besar keagamaan

contoh nya bulan puasa, lebaran dan hari hari besar keagaaman lain nya.

Gelandangan dan pengemis ini pada umum nya memiliki keluarga dan tempat

tinggal sendiri, tetapi karena berbagai alasan mulai dari alasan ekonomi bahkan

ada yang beralasan mengemis sebagai gaya hidup. Gelandangan dan pengemis

14 Hasil Penelitian penulis di camp assessment Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta.

88

yang dibina oleh Dinas sosial bekerja sama dengan satuan kerja perangkat daerah,

polisi dan Tentara Nasional Indonesia ini sering terdapat orang yang dibina

kemudian dikembalikan kepada keluarga nya tetapi kembali lagi hidup

menggelandang dan atau mengemis karena mereka sudah terlalu nyaman cukup

duduk ditempat tertentu mengiba kepada warga masyarakat yang melintas

kebutuhan hidup mereka sudah terpenuhi. Adapun penanganan yang di maksud

didalam Peraturan Daerah terdapat di pasal 1 Ayat (7),(8),(9),(10)15 adalah antara

lain;

1. Upaya preventif adalah usaha secara terorganisir yang meliputi

penyuluhan, bimbingan, latihan,dan pendidikan, pemberian bantuan

sosial, pengawasan serta pembinaan lanjut kepada berbagai pihak yang

ada hubungan nya dengan pergelandangan dan pengemisan,

2. Upaya koersif adalah tindakan pemakasaan dalam proses rehabilitasi

sosial,

3. Upaya rehabilitatif adalah usaha-usaha yang terorganisir penyantunan

perawatan, pemberian latihan dan pendidikan, pemulihan kemampuan

dan penyaluran kembali baik ke daerah-daerah pemukiman baru melalui

transmigrasi maupun ke tengah-tengah masyarakat,pengawasan serta

pembinaan lanjut sehingga para gelandangan dan /atau pengemis

memiliki kemampuan untuk hidup secara layak dan bermartabat sebagai

warga Republik Indonesia,

15 pasal 1 Ayat (7),(8),(9),(10) Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta No 1 Tahun 2014

Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis.

89

4. Reintegrasi sosial adalah proses pengembalian keadaan keluarga, dan

atau masyarakat sehingga dapat menjalankan fungsi-fungsi sosialnya

dengan baik sebagaimana masyarakat pada umum nya.

Dengan metode usaha penanganan tersebut diatas Pemerintah Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta bertujuan untuk mengurangi jumlah gelandangan

dan pengemis di Yogyakarta semua pihak diharapkan turut mengambil peran

seperti melarang siapun untuk memberikan sumbangan nya kepada gelandangan

dan pengemis di tempat-temat umum dan menyalurkan nya organisasi yang

berkecimpung didalam nya seperti panti asuhan, lembaga swadaya masyarakat

dan lembaga kesejahteraan sosial yang bergerak dalam bidang sosial

kemasyarakatan. Larangan terhadap pemberian uang dan atau sumbangan dalam

bentuk apapaun kepada gelandangan dan pengemis ini diatur didalam Perturan

Daerah ini didalam pasal 22 ayat (1) dan (2) 16yang berbunyi:

1. Setiap orang/lembaga/badan hukum dilarang memberi uang dan/atau

barang dalam bentuk apapun kepada gelandangan dan pengemis ditempat

umum.

2. Pemberian uang dan/atau barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat disalurkan melalui lembaga/badan sosial sesuai peraturan

perundang-undangan.

Bertujuan untuk memotong hubungan, antara gelandangan dan pengemis kepada

masyarakat yang memberikan bantuan secara langsung diharapkan dengan ada

16 pasal 22 ayat (1) dan (2) Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta No 1 Tahun 2014

Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis.

90

nya pengaturan ini jumlah gelandangan dan pengemis bisa berkurang akibat tidak

adanya penghasilan dari hidup menggelandang atau mengemis. Pemerintah

Daerah Istimewa Yogyakarta melalui peraturan daerah ini juga serius dalam

larangan ini terlihat jelas didalam upaya penegakan dengan mekanisme Hukum

pidana seperti didalam pasal 24 ayat (5) ketentuan pidana Peraturan Daerah

Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 tahun 2014 yang berbunyi;17

1. Setiap orang yang melanggar ketentuan memberi uang dan/barang dalam

bentuk apapun barang dalam bentuk apapun kepada gelandangan dan

pengemis di tempat umum sebagaimana di dalam pasal 22 diancam

dengan hukuman pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) hari dan/atau

denda paling banyak Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah).

Ketentuan pidana ini memang pada implementasinya susah untuk dilaksanakan,

karena memang tidak semua orang menyadari dampak dari uang dan atau barang

yang mereka berikan kepada gelandangan di pengemis,bahwa sifat dermawan

mereka juga justru menjadikan gelandangan dan pengemis menjadi malas untuk

bekerja seperti layak nya orang lain mereka menjadi terbiasa hidup mengemis dan

atau menggelandang dalam memenuhi kebutuhan hidup nya.18 Satuan Polisi

Pamong Praja Provinsi D.I Yogyakarta sebagai penegak Perda merasa bahwa jika

menegakkan ketentuan pidana ini terkesan dilematis karena tidak semua orang

yang memberi karena sifat dermawan nya ada juga yang terpaksa agar

17 ibid pasal 24 ayat (5) Ketentuan Pidana 18 Hasil wawancara dengan Bapak Andy Lilik Ariyanto.,S.IP.,MM. Selaku Kepala Seksi

Penegakan Perundang-undangan Satuan Polisi Pamong Praja,Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta.Kamis 22 Oktober 2015

91

gelandangan dan atau pengemis nya segera pergi, disamping Peraturan Daerah ini

masih terlalu dini untuk ditegakkan bagian ketentuan pidana nya. Fokus

penegakan Peraturan daerah ini jatuh kepada gelandangan dan pengemis nya agar

dapat dibina dengan tujuan agar jumlah gelandangan dan pengemis bisa ditekan.19

Gelandangan dan pengemis yang biasa berkeliaran di Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta pada umum nya adalah jenis gelandangan dan pengemis

yang berada pada kategori orang yang menjadikan mengemis dan/atau

menggelandang adalah mata pencaharian mereka walaupun mereka secara fisik

adala orang yang sehat dan pada usia produktif yang seharusnya dapat bekerja

mencari mata pencaharian mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka

bukan nya hidup meminta-minta dan mengiba kepada orang lain. Upaya Preventif

dengan adanya ketentuan Hukum Pidana bagi gelandangan dan pengemis serta

bagi orang atau siapapun yang memberi bantuan uang dan atau barang kepada

mereka diharapkan mampu menekan jumlah gelandangan dan pengemis.Upaya

koersif yaitu usaha pemaksaan dalam proses rehabilitasi bagi mereka yang

terjaring razia gelandangan dan pengemis selanjutnya mereka di rehabilitasi

diharapkan dengan upaya rehabilitatif gelandangan dan pengemis saat di

kembalikan kepada masyarakat dapat hidup sesuai norma yang ada hidup tanpa

mengemis dan menggelandang lagi. Didalam peraturan daerah ini juga diatur

mengenai ketentuan pidana bagi mereka yang hidup menggelandang dan/atau

19 Hasil wawancara dengan Bapak Andy Lilik Ariyanto.,S.IP.,MM. Selaku Kepala Seksi

Penegakan Perundang-undangan Satuan Polisi Pamong Praja,Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta.Kamis 22 Oktober 2015

92

mengemis juga bagi mereka yang memperalat dan/atau mengajak orang lain untuk

mengemis yaitu;20

1. Setiap orang yang melanggar ketentuan pergelandangan dan/atau

pengemisan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 huruf a,diancam

dengan hukuman pidana kurungan paling lama 6 (enam) minggu dan/atau

denda paling banyak Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

2. Setiap orang yang melanggar ketentuan pergelandangan dan pengemisan

secara berkelompok sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 huruf a

diancam dengan hukuman pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan

dan/atau denda paling banyak Rp.20.000.000,00

3. Setiap orang yang melanggar ketentuan memperalat orang lain

sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 guruf b diancam dengan hukuman

pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling

banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh Juta Rupiah) sebagaimana diatur

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

4. Setiap orang yang melanggar ketentuan mengajak, membujuk membantu,

,memaksa dan mengkordinir orang lain secara perorangan atau

berkelompok sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 huruf c diancam

dengan hukuman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau

denda paling banyak Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah).

5. Setiap orang yang melanggar ketentuan memberi uang dan/atau barang

dalam bentuk apapun kepada gelandangan dan pengemis ditempat umum

20 pasal 24 ayat (1),(2),(3),(4),(5). Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta No 1 Tahun

2014 Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis

93

sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 diancam dengan hukuman pidana

kurungan paling lama 10 (sepuluh) hari dan/atau denda paling banyak

Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah).

Tindak Pidana dalam ketentuan pidana pada Peraturan Daerah Daerah

Istimewa Yogyakarta ini adalah jenis Pelanggaran. Ketentuan pidana dalam

Peraturan daerah ini juga bersifat ultimum remedium Sudikno Mertokusumo

didalam buku nya Penemuan Hukum sebuah Pengantar beliau menulis bahwa

penegakan Hukum Pidana merupakan solusi terakhir dimana itu berarti Hukum

Pidana digunakan sebagai alat terakhir apabila tidak ada lagi solusi penyelesaian

yang dirasa bisa menyelesaikan permasalahan ini.21Ketentuan penyidikan yang

diatur didalam Perda ini adanya Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yaitu dari

Kesatuan Polisi Pamong Praja disamping penyidik dari Kepolisian Republik

Indonesia. Soedikno didalam bukunya mengatakan hukum berfungsi sebagai

perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terlindungi,

hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal,

damai, tetapi dapat terjadi juga pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum yang

telah dilanggar itu harus ditegak kan. Melalui penegakan penegakan hukum inilah

hukum ini menjadi kenyataan. Penegakan dan pelaksanaan hukum sering

merupakan penemuan hukum dan tidak sekedar penerapan hukum.22

21 Mertokusumo,Sudikno.2006.PenemuanHukum Sebuah Pengantar.Liberty,Yogyakarta.hlm 128 22 Sudikno Mertokusumo, Bab-bab tentang Penemuan Hukum,Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm

1-4.

94

Bergerak dari penegakan perda tersebut sejak diundangkan pada Bulan

Februari 2014 melalui data penertiban Satpol PP D.I Yogyakarta sejak Mei 2014

hingga November 2014 diperoleh data sebagai berikut.

Tabel IV.3

Jumlah gelandangan dan pengemis Tahun 2014 yang berhasil di tertibkan oleh

Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi D.I Yogyakarta.23

Kab.Sleman Kab.Bantul Kab.Kota

Yogyakarta

Kab.Kulon

Progo

Kab.Gunung

Kidul

Total

48 Jiwa

29 Jiwa

157 Jiwa

13 Jiwa

NIHIL

247

Jiwa

*Diolah penulis dari data Satpol-PP dan Dinas Sosial D.I Yogyakarta.

Hasil penertiban yang secara signifikan meningkat ini kurang selaras

dengan hasil rekapitulasi data Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,

yang merilis data gelandangan dan pengemis didalam buku laporan mereka

sebagai berikut;

23 Hasil Penelitian di Satpol PP Provinsi D.I Yogyakarta,Rabu 22 Oktober 2015.

95

Tabel IV.4

Jumlah gelandangan dan pengemis Tahun 2014 yang berhasil didata oleh Dinas

Sosial Provinsi D.I Yogyakarta24

GELANDANGAN PENGEMIS Total

112 Jiwa 199 Jiwa 311

*Diolah penulis dari data Satpol-PP dan Dinas Sosial D.I Yogyakarta.

Perbedaan hasil pemutakhiran data antara Satpol PP Provinsi D.I Yogyakarta dan

Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta. Perbedaan itu terjadi akibat selain Satpol

PP Provinsi D.I Yogyakarta Dinas Sosial atau Panti Sosial Bina Karya Juga

sesekali melaksanakan penjaringan terhadap gelandangan dan pengemis,maka

jumlah jiwa sebanyak 64 jiwa yang tidak terdata dari hasil Laporan Satpol PP

tersebut adalah hasil penjaringan yang dilakukan oleh bukan Satpol PP D.I

Yogyakarta.25Data penanganan ini juga terkadang tidak selaras juga diakibatkan

pendataan yang dilakukan oleh Satpol PP Provinsi D.I Yogyakarta adalah data

penertiban dimana setelah diserahkan kepembinaan di Dinas Sosial Provinsi D.I

Yogyakarta terdapat gelandangan dan pengemis yang berhasil melarikan diri dari

pembinaan di camp assessment.

Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan

Dan Pengemis yang berlaku efektif sejak bulan Februari 2014 juga dapat dilihat

24 Buku Cetak Hasil Pemutakhiran Data PMKS dan PSKS Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta. 25 Hasil wawancara dengan Bapak Ir.Baried Wibawa,Selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial,Tuna

Sosial dan Korban NAPZA.Senin 19 Oktober 2015.

96

bagaimana hasil penertiban nya didalam tabel hasil penertiban Satpol PP Provinsi

D.I Yogyakarta sejak tanggal 24 Januari hingga 21 Agustus 2015 sebagai berikut.

Tabel IV.5

Jumlah gelandangan dan pengemis Tahun 2015 yang berhasil di tertibkan oleh

Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi D.I Yogyakarta.26

Kab.Sleman Kab.Bantul Kab.Kota

Yogyakarta

Kab.Kulon

Progo

Kab.Gunung

Kidul

TOTAL

9 Jiwa 22 Jiwa 166 Jiwa - - 197 Jiwa

Pelaksanaan penertiban yang dilakukan oleh Satpol PP Provinsi

D.I Yogyakarta dengan Dinas Sosial beserta Instansi di Provinsi D.I Yogyakarta

dengan intensitas yang lebih banyak setelah adanya Perda Penanganan

gelandangan dan pengemis ini kemudian menunjukkan hasil yang baik. Turun nya

jumlah gelandangan dan pengemis di Provinsi D.I Yogyakarta walaupun tidak

secara signifikan membuktikan bahwa peraturan ini bekerja. Sebelum adanya

peraturan penanganan gelandangan dan pengemis ini,gelandangan dan pengemis

yang di razia hanya akan didata setelah itu dilepas kembali tanpa ada wujud

penanganan yang jelas. Peranan setiap satuan kerja seperti Dinas Pendidikan

membina agar gelandangan dan pengemis mendapat pendidikan formal maupun

informal sehingga terbina dari sisi kependidikan, Dinas Pertanian, memberikan

pembinaan dan penyuluhan dalam bertani sehingga selesai dibina mereka dapat

kembali ke desa memulai hidup bertani, bertani dengan baik dan benar sehingga

26 Hasil Penelitian di Satpol PP Provinsi D.I Yogyakarta,rekapitulasi hasil kegiatan penertiban.

97

memiliki penghasilan yang cukup secara finansial. Dinas Kesehatan menambah

jumlah tenaga kesehatan dalam perawatan gelandangan dan pengemis di camp

assessment Dinas Sosial agar kesehatan fisik dan psikis mereka terjaga dan

terawat dan semua Instansi yang sekira nya dapat menunjang keberhasilan

penanganan ini secara komprehensif.

Dengan adanya mekanisme penanganan dari Perda Nomor 1 Tahun 2014

Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis ini dapat mengurangi jumlah

gelandangan dan pengemis di Yogyakarta serta menjadikan gelandangan dan

pengemis ini menjadi manusia yang mampu berkarya melalui pembinaan yang

lebih Terpadu.

B. Peranan Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta Dan Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam

Penanganan Gelandangan Dan Pengemis Di Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta.

1. Peranan Satuan Polisi Pamong Praja Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam

Penanganan Gelandangan Dan Pengemis Di Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta.

Satuan Polisi Pamong Praja adalah Bagian Perangkat Daerah dalam

menegak kan Peraturan Daerah dalam Penegakan Perda dan penyelenggaraan

ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.27 Sebagaimana ketentuan Pasal 4

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja,

27 Pasal 1 ayat (8) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Satuan Polisi Pamong

Praja.(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5094)

98

bahwa tugas Satuan Polisi Pamong Praja adalah menegakkan Perda dan

menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta

perlindungan masyarakat. Untuk mewujudkan tugas tersebut, maka melalui

program peningkatan keamanan dan kenyamanan lingkungan, Satuan Polisi

Pamong Praja Daerah Istimewa Yogyakarta telah melakukan berbagai upaya

untuk menekan keberadaan gelandangan, pengemis dan anak jalanan. Hal tersebut

selain dalam rangka melaksanakan tugas pokoknya juga untuk mewujudkan visi

Yogyakarta sebagai kota Pendidikan dan tujuan wisata terkemuka. Hal ini sejalan

dengan fungsi pembentukan Satpol PP didalam Peraturan Pemerintah Nomor 6

Tahun 2010 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja antara lain ;28

1. penyusunan program dan pelaksanaan Penegakan Perda,penyelenggaran

ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta perlindungan

masyarakat;

2. pelaksanaan kebijakan penegakan Perda dan peraturan kepala daerah;

3. pelaksanaan kebijakan penyelenggaran ketertiban umum dan ketertiban

umum dan ketentraman masyarakat di daerah;

4. pelaksanan kebijakan perlidungan masyarakat;

5. pelaksanaan kordinasi penegakan Perda dan peraturan kepala

daerah,penyelenggaraan ketertiban umum dan ketertiban masyarakat

dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia,Penyidik Pegawai Negeri

daerah,dan/atau aparatur lainnya;

28 Ibid Pasal 5

99

6. pengawasan terhadap masyarakat,aparatur,atau badan hukum agar

mematuhi dan menaati peraturan daerah dan peraturan kepala daerah; dan

7. pelaksanaan tugas lain nya yang diberikan oleh kepala daerah.

Satuan Polisi Pamong Praja melaksanakan penegakan Undang –Undang dalam

penanganan gelandangan dan pengemis sudah dilakukan walaupun Peraturan

Daerah tentang penanganan gelandangan dan pengemis disusun dikarenakan

sudah menjadi tugas pokok fungsi Satpol PP. Menjaga ketertiban umum dan

ketentramanan masyarakat adalah termasuk menangani gelandangan dan

pengemis yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta.29

Penanganan masalah gelandangan pengemis dan anak jalanan memang

harus melibatkan semua stakeholder yaitu pemerintah, masyarakat, LSM dan

komunitas atau gelandangan, pengemis dan anak jalan itu sendiri. Dalam

penanganannya mereka harus jadi subyek bukan obyek wacana. Sebelumnya

rancangan peraturan daerah mengenai gelandangan pengemis dan anak jalanan

yang lalu ditolak oleh komunitas dan LSM karena kurangnya keterlibatan

komunitas yaitu gelandangan pengemis dan anak jalanan, dan komunitas jalanan

lainnya. Oleh karena itu diadakan dialog bersama diantara pihak-pihak yang

terkait. Penanganan gelandangan, pengemis dan anak jalanan lebih diutamakan

pada pemberdayaan bukan represif tapi preventif.30 Fenomena kemiskinan di

29 Hasil wawancara dengan Bapak Andy Lilik Ariyanto.,S.IP.,MM. Selaku Kepala Seksi

Penegakan Perundang-undangan Satuan Polisi Pamong Praja,Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta.Kamis 22 Oktober 2015 30 Hasil wawancara dengan Bapak Andy Lilik Ariyanto.,S.IP.,MM. Selaku Kepala Seksi

Penegakan Perundang-undangan Satuan Polisi Pamong Praja,Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta.Kamis 22 Oktober 2015

100

Provinsi Yogyakarta merupakan hal yang sangat kompleks dan tidak secara

mudah dilihat dari satu angka absolut.

Kota Yogyakarta dikenal sebagai Kota Pariwisata dan Kota Pelajar yang

secara tidak langsung menjadi daya tarik terjadinya perpindahan penduduk dari

desa ke kota yang sangat berpengaruh terhadap jumlah penduduk disamping

keberagaman etnis, budaya serta adat yang berada di Yogyakarta. Terdapat

beberapa faktor penyebab terjadinya kemiskinan,yaitu faktor interen dan eksteren,

adapun faktor internal antara lain 31;

1. Rendah nya kualitas mental atau budaya dimana mereka merasa bahwa

kemiskinan adalah takdir yang harus dijalani dalam hidup ini dan sikap

acuh tak acuh serta terkesan pasrah,sehingga tidak mempunyai inisiatif,

tidak mempunyai gairah, dan tidak dinamis untuk mengubah nasib

mereka yang dianggap buruk,

2. Kemampuan, life skill serta Sumber Daya Manusia yang rendah

diakibatkan oleh tidak mengenyam dunia pendidikan dan keterampilan

dengan berbagai alasan,

3. Kurangnya manajemen yang diakibatkan oleh kerentanan kemiskinan,

sehingga tak jarang aset-aset yang ada dijual demi mencukupi kebutuhan

hidup,

31 Hasil wawancara dengan Bapak Andy Lilik Ariyanto.,S.IP.,MM. Selaku Kepala Seksi

Penegakan Perundang-undangan Satuan Polisi Pamong Praja,Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta.Kamis 22 Oktober 2015

101

4. Tidak mampu bersaing dengan masyarakat pada umumnya dalam segala

hal.

Faktor Eksternal penyebab kemiskinan antara lain;

1. Keterbatasan ruang informasi atau tidak tersosialisasikan nya tugas dan

fungsi Pemerintah dalam pelayanan pengentasan kemiskinan sehingga

masyarakat tidak mendapat bantuan sosial baik dari pemerintah maupun

lembaga non pemerintah,

2. Terdapat ketidak-merataan dalam mengakomodir penyandang masalah

kesejahteraan sosial, seperti pelatihan keterampilan, pembagian modal

bantuan yang bermanfaat dalam meningkatkan taraf kehidupan mereka,

3. Lingkungan sosial budaya yang menjadikan turunnya gairah dalam

bekerja serta berkarya untuk lebih maju dalam kehidupannya,

4. Kebijakan publik yang tidak memihak terhadap kesejahteraan

masyarakatnya sehingga mengakibatkan perekonomian terpuruk yang

menciptakan kemiskinan disamping kebijakan publik yang

mengesampingkan rakyat PMKS akibat dari pembangunan.

Sebagai pembantu pemerintah daerah dalam menegakkan peraturan

Daerah dan Peraturan Gubernur Satpol PP, dalam hal ini adalah Peraturan Daerah

Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 tahun 2014 tentang Penanganan

Gelandangan dan Pengemis, Satpol PP melakukan operasi rutin berupa penertiban

terhadap gelandangan dan pengemis dengan maksud untuk menekan jumlah

gelandangan dan pengemis di Daerah Istimewa Yogyakarta serta melakukan

102

sosialisasi Peraturan Daerah tentang penanganan gelandangan dan pengemis

terhadap warga masyarakat. Tujuan dari operasi rutin berupa penertiban tersebut

adalah untuk meningkatkan kenyamanan dan ketertiban lingkungan sehingga

tercipta kondisi masyarakat yang tertib dan teratur.32Terciptanya ketertiban umum

dan kenyamanan masyarakat adalah sebuah keharusan mengingat Daerah

Istimewa Yogyakarta adalah kota pendidikan dan kota pariwisata berbasis

Budaya. Penindakan dengan cara penertiban adalah perintah perda nomor 1 tahun

2014 tentang penanganan gelandangan dan pengemis dalam upaya Koersif

dengan cara; penertiban; penjangkauan; pembinaan di RPS; dan pelimpahan.

Satuan Polisi Pamong Praja Daerah Itimewa Yogyakarta dibawah

Pimpinan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Bapak V.Bambang Budi Istiarjo.,SE

menyadari bahwa gelandangan dan pengemis yang berhasil di tertibkan harus

mendapatkan penanganan yang manusiawi begitu juga dalam proses penangkapan

nya, Satpol PP berusaha sebisa mungkin untuk memberikan pengertian serta

motivasi kepada gelandangan dan pengemis yang berhasil di tertibkan. Satuan

Polisi Pamong Praja melaksanakan tugas dan fungsi nya berdasarkan ketentuan

yang berlaku, adapun mekanisme penegakan Perda tersebut adalah;33

i. PERSIAPAN

Persiapan kegiatan dimulai dengan kegiatan koordinasi dengan Satuan

32Hasil wawancara dengan Bapak Andy Lilik Ariyanto.,S.IP.,MM. Selaku Kepala Seksi

Penegakan Perundang-undangan Satuan Polisi Pamong Praja,Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta.Kamis 22 Oktober 2015 33 Hasil pemantauan lapangan,penulis turut serta dalam operasi penertiban gelandangan dan

pengemis serta anak jalanan bersama dengan satu regu Satpol PP D.I Yogyakarta,dengan

Kordinator Lapangan Bapak Binardi,selaku kepala unit pelaksana penertiban gelandangan dan

pengemis dan/atau staff Penegakan Perundang-undangan Satpol PP D.I Yogyakarta.Kamis 29

Oktober 2015.

103

Polisi Kabupaten/kota se-Provinsi D.I Yogyakarta, Kepolisian D.I Yogyakarta,

Dinas Sosial Kabupaten/Kota se-Provinsi D.I Yogyakarta, Camp Assessment

Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta, dan Rumah Sakit Grhasia Pakem.

Koordinasi disini meliputi arahan serta maksud dan tujuan kegiatan,penetapan

sasaran penertiban,penentuan waktu dan lokasi yang akan di tertibkan dan teknis

pelaksanaan penertiban. Dalam sesi persiapan ini juga dilakukan pengecekan

petugas penertiban dan kelengkapan alat penertiban seperti kendaraan pengangkut

pasukan dan hasil penertiban serta segala kebutuhan dan kelengkapan pelaksanaan

penertiban.

ii. PELAKSANAAN OPERASI PENERTIBAN

Pelaksanaan operasi penertiban gelandangan dan pengemis yang

dilaksanakan atas perintah Undang-undang dan dengan tujuan menegakkan Perda

Nomor 1 tahun 2014 tentang Penanganan gelandangan dan pengemis.Petugas

operasi penertiban terdiri dari Petugas Satpol PP D.I Yogyakarta, Dinas

Ketertiban Kota Yogyakarta, Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta dan Petugas

Kepolisian dari Polisi Resort Kota Yogyakarta.Kegiatan Operasi yang

dilaksanakan sesuai dengan hasil laporan intel dari Satpol PP atau dari laporan

masyarakat.Penertiban dilakukan dengan cara sweeping didaerah yang sudah

menjadi target penertiban, disaat melaksanakan penertiban tidak jarang target

operasi yaitu gelandangan dan pengemis melarikan diri setelah melihat mobil

dan/atau truk Satpol PP yang terkadang menimbulkan kericuhan saat petugas

operasi terlibat aksi kejar-kejaran dengan gelandangan dan pengemis yang

berusaha melarikan diri. Tertabrak kendaraan yang melintas adalah kejadian yang

104

paling ditakutkan oleh petugas penertiban karena gelandangan dan pengemis yang

melarikan diri terkadang tidak memperdulikan aksi nya sehingga tak jarang

mereka tertabrak kendaraan yang melintas.34 Gelandang dan pengemis yang

berhasil ditertibkan kemudian dimasukkan dan diangkut dengan kendaraan truk

Satpol PP, kemudian diperjalanan satu persatu hasil penertiban tersebut didata

oleh petugas untuk kemudian diserahkan kepada Pembina di Camp Assessment

Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta. Memanusiakan manusia adalah prinsip

yang dipegang oleh petugas yang melakukan penertiban maka dari itu petugas

menangani gelandangan dan pengemis secara manusiawi. Satuan Polisi Pamong

Praja sesuai dengan Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang penanganan gelandangan

dan pengemis melakukan tindakan penertiban terhadap setiap orang yang; tinggal

ditempat umum; mengalami gangguan jiwa yang berada di tempat umum;

meminta-minta ditempat umum, pemukiman, tempat peribadatan dan atau orang

yang meminta-minta dengan alat.35Hal ini adalah wujud dari upaya koersif

didalam Perda D.I Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang penangan

gelandangan dan pengemis.

iii. PENYERAHAN HASIL PENERTIBAN

Hasil Penertiban oleh Petugas Gabungan Satpol PP dengan Satuan Kerja

Perangkat Daerah Provinsi D.I Yogyakarta ini kemudian dibawa ke Camp

Assessment Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta untuk di identifikasi dan dibina

34 Hasil wawancara dengan Bapak Andy Lilik Ariyanto.,S.IP.,MM. Selaku Kepala Seksi

Penegakan Perundang-undangan Satuan Polisi Pamong Praja,Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta.Kamis 22 Oktober 2015 35 Pasal 9 ayat (2) huruf (a),(b),(c),(d).Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1

Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan Dan Pengemis.

105

sesuai dengan tugas dan fungsi Camp assesment Dinas Sosial Provinsi D.I

Yogyakarta.

Satuan Polisi Pamong Praja selain melaksanakan penegakan Perda juga

melaksanakan upaya preventif, dimana Satpol PP D.I Yogyakarta turut

melaksanakan beberapa kali Penyuluhan dan sosialisasi Peraturan Daerah

Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penanganan Gelandangan

Dan Pengemis, sosialisasi dilaksanakan di tempat tempat yang kiranya sering

terjadi pergelandangan dan pengemis, sasaran nya adalah mereka yang sering

memberi uang secara langsung kepada pengemis atau gelandangan. Dengan

sosialisasi seperti ini masyarakat dapat mengetahui bahwa memberi uang secara

langsung ditempat umum adalah sebuah pelanggaran hukum sehingga partisipasi

masyarakat dilibatkan dalam penanganan gelandangan dan pengemis ini.

Keterlibatan masyarakat dalam menangani gelandangan dan pengemis selain

dapat mengurangi jumlah gelandangan dan pengemis secara tidak langsung juga

sebagai partisipan dalam melaporkan kegiatan pergelandangan dan pengemis

mengingat jumlah anggota Satpol PP yang tidak mencukupi dalam menjangkau

seluruh daerah Provinsi D.I Yogyakarta.

2.A. Peranan Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam

Penanganan Gelandangan Dan Pengemis Di Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta.

Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah garda terdepan

dalam melaksanakan penanganan gelandangan dan pengemis di Provinsi Daerah

106

Istimewa Yogyakarta sesuai dengan tujuan mencapai kesejahteraan sosial.

Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual,

dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri,

sehingga dapat melaksanakan fungsi sosial nya.36Adapun penyelengaraan

kesejahteraan sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang

dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk

pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara,yang

meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan pelindungan

sosial.37 Penyelenggaraan Kesejahteraan sosial ini bertujuan untuk;38

a. Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup;

b. Memulihkan funsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian;

c. meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan

menangani masalah kesejahteraan sosial;

d. meningkatkan kemampuan, kepedulian, dan tanggung jawab sosial dunia

usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan

berkelanjutan;

e. meningkatkan kemampuan, kepedulian masyarakat dalam

penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan

berkelanjutan; dan

f. meningkatkan kulaitas manajemen penyelanggaraan sosial.

36 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial(Tambahan

Lemabaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967) 37 Ibid Pasal 1 ayat (2). 38 Ibid Pasal 3 huruf (a),(b),(c),(d),(e),(f).

107

Dinas Sosial mempunyai tugas melaksanakan urusan Pemerintah Daerah

di bidang sosial, dan kewenangan dekonsentrasi serta tugas pembantuan yang

diberikan oleh Pemerintah,39dan untuk melaksanakan tugas tersebut Dinas Sosial

memiliki fungsi;40

a. penyusunan program dan pengendalian di bidang sosial;

b. perumusan kebijakan teknis di bidang sosial;

c. pengelolaan rehabilitasi dan perlindungan sosial, bantuan dan jaminan

sosial, pengembangan sosial serta partisipasi sosial masyarakat;

d. pelaksanaan koordinasi perijinan di bidang sosial;

e. pemberian fasilitas penyelenggaraan sosial kabupaten/kota;

f. pelaksanaan pelayanan umum sesuai dengan kewenangan nya;

g. pemberdayaan sumberdaya dan mitra kerja dibidang sosial;

h. pelaksanaan kegiatan ketatausahaan;

i. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh gubernur sesuai dengan

fungsi dan tugas nya.

Rincian tugas tersebut diatas lah Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta Visi Agar terwujud nya kemandirian masyarakat menuju

kesejahteraan sosial, dengan Misi antara lain; meningkat kapasitas manajemen

organisasi, menumbuhkan kesadaran, tanggung jawab dan komitmen masyarakat

dalam peningkatan kesejahteraan sosial, meningkatkan harkat dan martabat serta

39 Pasal 2 Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 46 Tahun 2008 Tentang

Rincian Tugas Dan Fungsi Dinas Dan Unit Pelaksana Teknis Pada Dinas Sosial, (Berita Daerah

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2008 Nomor 37). 40 Ibid Pasal 3 Tugas Dinas Sosial.

108

kualitas hidup penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) melalui

rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial,

mengembangkan prakarsa dan mengoptimalkan peran aktif masyarakat dalam

pendayagunaan potensi sumber kesejahteraan sosial berbasis nilai-nilai

kepahlawanan, keperintisan dan kesetiakawanan sosial. 41

Visi dan misi Dinas Sosial ini akan terwujud apabila semua Sistem dan

subsistem berjalan sesuai fungsi nya maka didalam struktur organisasi Dinas

Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dibawah Kepala Dinas sebagai

Pimpinan dibentuk bidang perlindungan dan rehabilitasi sosial, yang kemudian

membawahi seksi Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial dan korban NAPZA disingkat

RTS yang dipimpin Kepala Seksi RTS yaitu Bapak Ir.Baried Wibawa. Seksi

Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial dan korban NAPZA (RTS) ini memiliki tugas

menyusun pedoman, penyelengaraan pembinaan, bimbingan dan pengendalian,

serta fasilitasi perlindungan dan rehabilitasi sosial tuna sosial dan korban

napza.42Penanganan gelandangan dan pengemis merupakan tugas dari seksi

Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial dan korban NAPZA (RTS) ini, disini disusun lah

program rehabilitasi sosial dan metode pelaksanaan nya.

Dinas sosial melalui Kepala Seksi Rehabibitasi Sosial Tuna Sosial dan

korban NAPZA (RTS) menyadari bahwa pelayanan sosial penanganan

gelandangan pengemis yang dilakukan oleh Pemerintah D.I Yogyakarta melalui

41 Hasil wawancara dengan Bapak Ir.Baried Wibawa,Selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial,Tuna

Sosial dan Korban NAPZA.Senin 19 Oktober 2015. 42 Pasal 15 ayat (1) Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 46 Tahun 2008

Tentang Rincian Tugas Dan Fungsi Dinas Dan Unit Pelaksana Teknis Pada Dinas Sosial, (Berita

Daerah

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2008 Nomor 37).

109

upaya preventif, koersif, rehabilitasi dan reintegrasi sosial sangat efektif dalam

menekan jumlah gelandangan dan pengemis di Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta sejak berlaku nya Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta

Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis

dikarenakan mekanisme penanganannya sudah jelas diatur, sangat berbeda apabila

dibandingkan dengan sebelum ada nya perda, karena saat itu gelandangan hanya

di data dan di bina saja tidak ada upaya yang lebih lanjut.43Setelah berlaku nya

Perda Dinas sosial bertindak dalam upaya preventif yaitu dengan cara melakukan

sosialisasi serta penyuluhan edukasi kepada masyarakat dalam rangka

meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan cara hidup mandiri dan berdikari.

Bimbingan sosial di setiap daerah-daerah yang rentan terhadap masalah

kesejahteraan sosial sekaligus memberikan bantuan sosial berupa sembako dan

bantuan lain nya. Dalam Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta juga

melakukan pelatihan keterampilan dan pendidikan bagi gelandangan dan

pengemis yang sedang dibina oleh Dinas Sosial dan juga bagi mereka yang rentan

menjadi gelandangan dan pengemis, biasa nya program pelatihan ini bekerja sama

dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lain nya seperti Dinas Ketenaga-

Kerjaan dan Dinas Pendidikan Provinsi atau kabupaten/kota Di Yogyakarta.

Peningkatan taraf kesehatan bagi masyarakat yang rentan terhadap penyandang

masalah kesejahteraan sosial juga dilaksanakan oleh Dinas Sosial bekerja sama

dengan Dinas Kesehatan dan instansi kesehatan seperti Rumah sakit sebagai

43 Hasil wawancara dengan Bapak Ir.Baried Wibawa,Selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial,Tuna

Sosial dan Korban NAPZA.Senin 19 Oktober 2015.

110

wujud kepedulian pemerintah terhadap kesehatan masyarakat nya. Dalam upaya

rehabilitasi Dinas Sosial juga memiliki kerjasama sebuah Unit Pelayanan Terpadu

Daerah yaitu dengan panti-panti sosial Rumah Perlindungan Sosial yang ada di

Provinsi D.I Yogyakarta. Sejalan dengan penanganan gelandangan dan pengemis,

Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta bekerja sama dengan UPTD.

Panti Sosial Bina Karya dimana panti ini adalah media pembinaan bagi

Penayandang masalah kesejahteraan sosial gelandangan dan pengemis di panti ini

upaya yang bersifat rehabilitatif seperti tertuang di Peraturan Daerah Daerah

Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan

Dan Pengemis dilaksanakan,adapun upaya rehabilitasi dilakukan dengan cara

sebagai berikut;44

a. motivasi dan diagnosa psikososial;

b. perawatan dan pengasuhan;

c. pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahan;

d. bimbingan mental spritual;

e. bimbingan fisik;

f. bimbingan sosial dan konseling psikososial;

g. pelayanan aksesibilitas;

h. bantuan dan asistensi sosial;

i. bimbingan dan resosialisai;

j. bimbingan lanjut;dan

44 Pasal 10 ayat (2) huruf (a),(b),(c),(d),(e),(f),(g),(h),(i),(j),(k).Peraturan Daerah Daerah Istimewa

Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan Dan Pengemis.(Tambahan

Lembaran Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1)

111

k. rujukan.

Upaya rehabilitasi ini dilaksanakan oleh dinas sosial di sebuah tempat yang

dinamakan camp assessment disini lah gelandangan kemudian di data dan di bina.

Pembinaan bagi gelandangan dan pengemis yang berhasil ditertibkan

kemudian dirujuk oleh Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi D.I Yogyakarta baik

kabupaten dan/atau kota dilakukan oleh dinas sosial provinsi D.I Yogyakarta di

pisah kan sesuai dengan kategori nya, seperti gelandangan psikotik, gelandangan

yang memiliki gangguan jiwa dimasukkan kedalam ruangan atau tempat yang

memang didesain khusus untuk mereka yang memiliki gangguan

kejiwaan,kemudian gelandangan yang tidak psikotik akan ditempatkan di camp

yang sama dengan pengemis. Terhadap anak jalanan atau pengemis yang masih

dalam kategori anak-anak kemudian dirujuk ke Rumah Perlindungan Sosial yang

ada.Penanganan gelandangan dan pengemis yang dilakukan oleh dinas sosial

melalui upaya reintegrasi sosial dimana gelandangan dan pengemis yang sudah

selesai dibina,atas izin case manager dan pembimbing konseling gelandangan

atau pengemis tersebut kemudian dikembalikan kepada keluarganya. Upaya

reintegrasi sosial ini dilakukan oleh dinas sosial bertujuan agar gelandangan dan

pengemis yang sudah dibina ini kembali ke kehidupan sewajarnya bersama

keluarga dan sanak saudara nya.Upaya reintegrasi sosial bagi pengemis dilakukan

apabila pembimbing atau pembina merasa bahwa gelandangan dan pengemis ini

sudah memiliki tekat yang kuat untuk tidak hidup mengemis dan/atau

112

menggelandang lagi.45 Terhadap gelandangan psikotik, Dinas sosial berupaya

untuk mencari identitas dari psikotik tersebut mulai dari menyebar selebaran

dan/atau menstimulus gelandangan tersebut melalui bantuan psikolog kejiwaan

berharap mereka mengetahui identitas dan alamat gelandangan psikotik tersebut

sehingga diserahkan kepada keluarganya. Apabila keluarga tidak menerima

dan/atau tidak ditemukan alamat atau identitas nya maka dinas sosial bekerja

sama dengan instansi Rumah Sakit Ghrasia dan panti sosial swasta akan membina

dan merawat si gelandang psikotik tersebut.

Penanganan gelandangan dan pengemis yang berprinsip pada

penghormatan pada harkat dan martabat manusia serta pengakuan terhadap hak-

hak warga negara juga pemberian kesempatan yang sama yang tidak membedakan

pelayanan gelandangan dan pengemis yang ditangani berdasarkan suku,agama ras

atau golongan sehingga tercipta pelayanan sosial yang prima dan humanis.Semua

ini bertujuan agar gelandangan dan pengemis tersebut hidup secara mandiri dalam

menjalani hidupnya tanpa mengemis dan/atau menggelandang lagi melalui

tumbuhnya tanggung jawab sosial didalam diri gelandangan dan pengemis itu

sendiri. Terhadap gelandangan dan pengemis yang berada pada usia produktif dan

memiliki keinginan untuk bekerja Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta bekerja

sama dengan sektor sektor wirausaha yang ada mulai dari perusahaan percetakan,

sampai menjadi penjual koran di peempatan-perempatan di kota Yogyakarta.

45 Hasil wawancara dengan Ibu Nining Sri Wahyuni S.K.M,Selaku Pembina di Camp

Assesment,Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta.Rabu 21 Oktober 2015.

113

Secara garis besar peranan Dinas Sosial dalam penanganan gelandangan pengemis

adalah sebagai berikut;46

1. penertiban dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah,bersama unsur

masyarakat dan kepolisian;

2. hasil penertiban kemudian dibawa ke camp assessment di Sewon

Yogyakarta;

3. di camp assessment hasil penertiban di pisah-pisahkan sesuai dengan

kategorinya,apakah gelandangan,gelandangan psikotik,pengemis atau

anak jalanan;

4. setelah di identifikasi awal dan didata maka dilayani sesuai dengan

kategori permasalahan sosial nya;

5. gelandangan psikotik dimasukkan ke wilayah khusus agar tidak terjadi

kericuhan dengan yang bukan psikotik atau dirujuk ke rumah sakit jiwa

mitra dinas sosial seperti Rumah Sakit Grhasia;

6. kemudian yang termasuk kedalam kategori anak dibawah umur akan

dirujuk ke Rumah Perlindungan Sosial (RPS) yang kemudian mendapat

perlakukan khusus disana;

7. bagi gelandangan dan pengemis non psikotik kemudian dicek kesehatan

nya, kemudian ditempatkan di camp satu dimana mereka akan tinggal

sementara mendapat pembinaan;

46 Hasil wawancara dengan Bapak Ir.Baried Wibawa,Selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial,Tuna

Sosial dan Korban NAPZA.Senin 19 Oktober 2015.

114

8. setelah berhasil dibina bagi gelandangan dan/atau pengemis yang berasal

dari luar Provinsi D.I Yogyakarta mereka kemudian di pulangkan ke

daerah asal sesuai prosedur yang ada;

9. bagi gelandangan dan pengemis yang sudah dibina dan ingin bekerja,

dinas sosial menyediakan lowongan pekerjaan dari mitra yang ada seperti

menjadi penjual koran dan pekerjaan lain nya atau dirujuk di panti sosial

yang ada seperti Panti Sosial Bina Karya untuk mendapatkan pelatihan

dan pembinaan lanjutan.

Hasil akhir dari pembinaan oleh Dinas Sosial dan Satuan Kerja Perangkat

Daerah ini adalah manusia yang dulunya hidup menggelandang dan mengemis

menjadi manusia yang hidup mandiri serta berdikari. Dinas Sosial juga

menyediakan media yaitu bantuan sosial juga bantuan untuk membuka usaha

mandiri sebagai output dari pembinaan serta pelatihan keterampilan seperti

berwirausaha, pemanfaatan lingkungan di UPTD Panti Sosial Bina Karya yaitu

usaha warung, usaha jasa pijat, dan bertani. Bagi mereka yang bersedia menjalani

hidup baru Dinas Sosial memberikan bantuan juga bagi mereka yang mau ber-

transmigrasi ke desa-desa dan memulai hidup sebagai usahawan agro bisnis

dan/atau usaha lain nya di Kampung Desaku Menanti di Kabupaten Gunung Kidul

Provinsi D.I Yogyakarta atau di Rusunawa Kota Yogyakarta. Semua upaya-upaya

yang dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta

beserta unsur TNI dan Kepolisian dan Lembaga Swadaya Masyarakat dan

Organisasi Sosial yang ada di Provinsi D.I Yogyakarta akan sangat tidak

signifikan dalam mengurangi gelandangan dan pengemis di Yogyakarta apabila

115

masyarakat tidak turut serta berperan dalam mengurangi gelandangan dan

pengemis.

2.B. Peranan Program Camp Assessment Dinas Sosial Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta Dalam Penanganan Gelandangan Dan Pengemis Di

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

didasari oleh filosofi jawa yaitu Hamemayu Hayuning Bawana, Sebuah nilai luhur

tentang kehidupan masyarakat jawa yang jika diartikan kedalam bahasa Indonesia

bermakna yaitu Cita-cita untuk menyempurnakan masyarakat dalam sebuah

pemerintahan. Filosofi tersebut sangat selaras dengan kebijakan pelayanan publik

dalam hal ini penanganan gelandangan dan pengemis, pemerintah sebagai

pelayan, pelindung pemberi ketertiban dan ketentraman sehingga masyarakat

hidup sejahtera. Secara sosiologis gelandangan dan pengemis adalah fenomena

yang terjadi akbibat adanya perubahan yang terjadi di kehidupan sosial

masyarakat, karena apabila pelayanan publik tidak menjangkau kaum urban pada

akhirnya mereka menjadi kaum miskin perkotaan yang menjadi Penyandang

Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yaitu gelandangan dan pengemis.

Mensejahterakan masyarakat sebagai tujuan setiap pemerintahan maka

dari itu Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan tindakan

lanjutan penertiban gelandangan dan pengemis berupa upaya rehabilitatif seperti

yang diatur di Peraturan Daerah Daerah IstimewaYogyakarta Nomor 1 Tahun

2014 Tentang Penanganan Gelandangan Pengemis. Sebelum adanya peraturan

116

daerah ini setiap gelandangan dan pengemis yang berhasil di tertibkan hanya akan

dibawa ke Dinas Sosial kemudian dilakukan pendata-an dan pembinaan singkat

dari Dinas Sosial dan instansi terkait kemudian ada yang dibina di Panti Sosial

Bina Karya (PSBK) dan mayoritas di lepaskan kembali.47Dilepas setelah

mendapat pembinaan singkat merupakan hal yang kurang efektif karena

gelandangan dan pengemis tersebut akan kembali kejalanan menjadi gelandangan

dan pengemis lagi sehingga Kota Yogyakarta akan tetap banyak gelandangan dan

pengemis yang menjadikan kota terkesan kumuh serta tidak menjadi kota yang

nyaman dan tertib sebagai kota yang menjadikan pariwisata budaya sebagai

andalan nya.

Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta dengan segala sumberdaya yang ada

kemudian memiliki sebuah gagasan dimana gelandangan dan pengemis yang

berhasil ditertibkan akan direhabilitasi, upaya rehabilitatif inilah kemudian yang

menjadi ide awal pembentukan program penanganan melalui camp assessment

dimana melalui camp assessment inilah upaya rehabilitatif itu bisa dilaksanakan

dengan rentang waktu selama satu hingga dua bulan. Tujuan nya adalah dengan

penanganan melalui upaya rehabilitatif yang lebih komprehensif inilah jumlah

gelandangan dan pengemis dapat berkurang serta dengan pemberdayaan

gelandangan dan pengemis memalui pelatihan keterampilan gelandangan dan

pengemis ini kembali hidup bermartabat sehingga ketentraman dan ketertiban

umum di D.I Yogyakarta dapat tercipta.Camp Assessment adalah sub bagian kerja

dari Seksi Rehabilitasi Sosial, Tuna Sosial dan Korban NAPZA (RTS) Dinas

47 Hasil Wawancara dengan Bapak Tri Widodo.,AKS.Selaku case manager di Camp Assessment

Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta.Kamis 21 Oktober 2015

117

Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Camp Assessment ini berlokasi di

Jalan Yogyakarta-Parangtritis Sewon Bantul Yogyakarta. Bangunan nya sendiri

terbagi atas dua camp yaitu camp satu adalah gedung utama dan kantor serta

rumah perawatan terdapat disini, di camp satu ini pula proses identifikasi awal

dan pendataan dilakukan juga sebagai tempat gelandangan psikotik atau

gelandangan dengan penyakit kejiwaan di rawat.Camp dua terdapat dilokasi

berbeda walaupun masih terdapat di sewon Bantul Yogyakarta, berlokasi sekitar

tiga ratus meter (300m) dari camp satu. Didalam camp ini dibina gelandangan dan

pengemis yang tidak mengidap penyakit kejiwaan, tujuan pemisahan nya adalah

agar tidak terjadi kericuhan antara orang dengan penyakit kejiwaan dengan yang

tidak dan juga tidak manusiawi saat mereka digabung dalam satu ruangan yang

sama.

Didalam camp assesment ini Widodo mengatakan bahwa gelandangan dan

pengemis yang berhasil ditertibkan awalnya akan didata, di cek kesehatan nya

apabila tidak dalam kondisi yang sehat maka akan langsung masuk ke ruang

perawatan atau kalau sudah dalam kondisi mengkhawatirkan akan di rujuk ke

rumah sakit daerah atau mitra dinas sosial.48Setelah dilakukan identifikasi awal

maka gelandangan dan pengemis yang ditertibkan tadi akan dimandikan,

diberikan pakaian serta ditempatkan di camp dua terpisah dari gelandangan yang

psikotik, dan apabila dari identifikasi ternyata ada anak dibawah umur akan di

rujuk ke Rumah Perlindungan Sosial.Untuk mencapai upaya rehabilitatif di camp

assessment ini gelandangan dan pengemis mendapat pelayanan berupa motivasi

48 Hasil Wawancara dengan Bapak Tri Widodo.,AKS.Selaku case manager di Camp Assessment

Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta.Kamis 21 Oktober 2015

118

agar hidup tidak mengelandang dan mengemis juga mendapat pelayanan

diaganosa psikososial dan kesehatan dari psikolog dan perawat serta staff pembina

yang rata rata adalah sarjana keperawatan dan sarjana kesehatan masyarakat. Perlu

disadari bahwa gelandangan dan pengemis ini juga perlu mendapat bimbingan

mental dan spritual serta kerohanian agar kesadaran untuk berubah itu datang dari

dalam diri gelandangan dan pengemis itu sendiri.

Didalam tubuh yang sehat terdapat juga jiwa yang sehat menyadari hal

tersebut case manager di camp asssessment Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta

Nining menyatakan pelaksanakan program bimbingan fisik berupa olahraga

adalah rutin setiap hari. Untuk mengetahui alasan para gelandangan dan pengemis

hidup menggeladang dan mengemis juga dilakukan bimbingan berupa konseling

dengan setiap pembina yang menangani klien, klien adalah sebuah sebutan

seorang pembina atau pembimbing terhadap gelandangan dan/atau pengemis yang

mereka tangani.49 Di camp assessment ini kegiatan pembinaan juga bekerja sama

dengan Institusi Kepolisian dan TNI, dimana TNI dan POLRI membina mereka

agar mereka cinta negara, memiliki sifat patrotisme, TNI dan POLRI juga melatih

fisik gelandangan dan pengemis dengan cara baris berbaris dan gerak jalan di

lapangan camp assessment. Pembinaan di camp assessment melibat kan banyak

pihak diluar Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta antara lain; Dinas Pendidikan,

Dinas Ketenagakerjaan, Panti Sosial Bina Karya (PSBK), Kepolisian Republik

Indonesia, dalam hal ini adalah Kepolisian Sektor Sewon, Tentara Nasional

Indonesia dalam hal ini adalah petugas dari Komando Distrik Militer Bantul,

49 Hasil wawancara dengan Ibu Nining Sri Wahyuni S.K.M,Selaku Pembina di Camp

Assesment,Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta.Rabu 21 Oktober 2015.

119

Tenaga Medis Dokter dan perawat dari Rumah Sakit Umum Daerah Sardjito dan

Rumah Sakit Jiwa Grhasia, pekerja sosial, psikolog, rohaniawan dan juga relawan

sosial bagi perorangan atau organisasi sosial. Semua pihak mengambil peran

sesuai dengan kemampuan dan keahlian mereka.50

Pembinaan dalam rangka upaya rehabilitatif di camp assessment

berkapasitas seratus lima puluh sampai dengan 180 jiwa di kordinatori oleh

seorang case manager yang mengatur jalan nya proses pembinaan, kemudian ada

tiga administrator yang mengatur bagian keuangan,administrasi keuangan dan

administrasi teknis dan barang. Untuk mengawasi jalan nya pembinaan sebagai

perpanjangan tangan dari Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta ada seorang

pengawas, untuk menjaga kesehatan warga binaan terdapat dua dokter umum, satu

berstatus Pegawai Negeri Sipil dan satu dokter swasta mereka menjaga kesehatan

warga binaan juga mengelola jalan nya Klinik kesehatan di camp assessment.

Setiap gendangan dan pengemis atau klien camp assessment didampingi oleh dua

belas orang (12) pendamping guna melaksanakan bimbingan konseling serta

pembinaan mental. Untuk bagian dapur untuk kebutuhan makanan dan minuman

gelandangan dan pengemis terdapat delapan orang juru masak untuk dua camp

yang ada yang kemudian dibagi menjadi dua regu masak setiap shift nya.

Gelandangan dan pengemis yang dibina kerap berusaha melarikan diri dari upaya

rehabilitatif dalam pembinaan di camp assessment untuk itu setiap camp dijaga

50 Hasil Wawancara dengan Bapak Tri Widodo.,AKS.Selaku case manager di Camp Assessment

Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta.Kamis 21 Oktober 2015

120

oleh tiga orang Satuan Pengaman (SATPAM) yang ditotal ada sebanyak 12 orang

SATPAM yang dibagi dalam tiga orang SATPAM setiap regu setiap shift nya.51

Aktifitas setiap hari nya di camp assessment dimulai sejak pagi hari

dimana warga binaan dibangunkan kemudian diberikan waktu untuk

melaksanakan ibadah sesuai dengan kepercayaan yang di anut, kemudian bersama

pendamping/pembina dan SATPAM warga binaan melaksanakan pendidikan

jasmani berupa olahraga ringan senam. Setelah berolahraga warga binaan

kemudian dipersilahkan untuk mandi dan bersih bersih dilanjutkan dengan

sarapan kemudian pembinaan sesuai dengan agenda harian apabila tidak ada

pembinaan dari instansi lain. Pembinaan mental, pemeriksaan kesehatan akan

dilakukan oleh dokter jaga dan perawat jaga. Siang hari gelandangan dan

pengemis yang menjadi klien atau warga binaan akan mendapat jatah makan

siang, setelah itu mereka akan melanjutkan pembinaan lagi atau kerja bakti

kebersihan apabila wilayah camp assesment dirasa perlu untuk dibersihkan.

Setelah itu si malam hari warga binaan setelah mandi dan bersih-bersih kemudian

makan malam lalu ditutup dengan istirahat malam, kemudian begitu untuk

keesokan harinya.52

Gelandangan dan pengemis yang menjadi warga binaan di camp

assessment Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ini rata-rata dibina

selama satu hingga dua bulan, hal ini tergantung dari hasil pembinaan apakah

51 Hasil Wawancara dengan Bapak Tri Widodo.,AKS.Selaku case manager di Camp Assessment

Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta.Kamis 21 Oktober 2015. 52 Hasil wawancara dengan Ibu Nining Sri Wahyuni S.K.M,Selaku Pembina di Camp

Assesment,Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta.Rabu 21 Oktober 2015.

121

proses rehabilitasi sudah apat dinyatakan berhasil sehingga gelandangan dan

pengemis tadi layak dan pantas untuk diterjunkan ketengah-tengah masyarakat

dengan segala kemampuan dan keterampilan yang didapat selama pembinaan.

Setiap klien yang dibina akan mendapat pemantauan dan penilaian dari pembina

atau pendamping yang bertanggung jawab kemudian dalam sebuah rapat case

conference yang dihadiri oleh Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial, Tuna Sosial dan

Korban NAPZA (RTS) Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta, case manager di

camp assessment, para pendamping atau pembina yang kemudian membahas

segala sesuatu nya termasuk emberian izin terhadap warga binaan yang di nilai

sudah layak dan pantas untuk dilepas ke masyarakat.53Tidak semua warga binaan

yang sudah dilepas ke masyarakat bisa hidup mandiri serta tidak menggelandang

dan mengemis lagi, hal ini terbukti dalam laporan kegiatan Satuan Polisi Pamong

Praja (SATPOL PP) D.I Yogyakarta terdapat hasil penertiban dengan

gelandangan dan pengemis yang sudah pernah dibina sebelumnya. Kepada

gelandangan dan pengemis dalam kategori ini case manager biasa nya akan

memperlama proses pembinaan agar hasil binaan benar-benar bisa hidup tanpa

mengemis atau menggelandang.

Peranan camp assessment tidak hanya sekedar merehabilitasi

saja,disamping merawat gelandangan dan pengemis,mereka juga dicarikan

pekerjaan yang pantas untuk mereka baik bekerja sama dengan Panti Sosial Bina

Karya (PSBK) untuk melatih keterampilan mereka dari menjahit, memijat, juga

keterampilan lainnya. Beberapa dari gelandangan dan pengemis yang menurut

53 Hasil Wawancara dengan Bapak Tri Widodo.,AKS.Selaku case manager di Camp Assessment

Dinas Sosial Provinsi D.I Yogyakarta.Kamis 21 Oktober 2015.

122

pembina atau pendamping nya layak bekerja biasa nya bekerja sama dengan

perusahaan surat kabar warga binaan kemudian dipekerjakan sebagai penjual

koran.54Pelayanan Camp Assement sebagai wujud upaya rehabilitatif adalah

sebuah gagasan yang sangat efektif dalam penanganan gelandangan dan pengemis

maka sebagai output dari camp assessment gelandangan dan pengemis yang

dibina akan terjun ke kehidupan yang jauh dari pengemisan dan

pergelandangan,usaha pengembalian kepada keluarga dan siap mengampu hasil

binaan camp assessment selama kurang lebih dua bulan, yang dimaksud dengan

reintegrasi sosial sesuai dengan Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta

Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penganagan Gelandangan Dan Pengemis adalah;

upaya reintegrasi sosial gelandangan dan pengemis psikotik dilakukan setelah

ditemukan keluarga dan siap menjadi pengampu; dalam hal gelandangan dan

pengemis psikotik tidak mempunyai keluarga, Unit Pelaksana Teknis Daerah

(UPTD) berkewajiban memberikan perlindungan sosial berkelanjutan.55

Reintegrasi sosial atau pengembalian ke daerah asal atau keluarga dilakukan

setelah dibina dan sudah mendapat kriteria layak dan pantas untuk dikembalikan

ke tengah-tengah masyarakat. Pengembalian ke daerah asal pun tidak serta merta

dilepas begitu saja harus jelas alamat dan keluarga nya kemudian pembimbing

atau pembina dari camp assessment dan petugas dari Dinas Sosial Provinsi D.I

Yogyakarta berkordinasi dengan Dinas Sosial asal warga binaan dan kemudian

54 Ibid Hasil Wawancara dengan Bapak Tri Widodo.,AKS.Selaku case manager di Camp

Assessment. 55 Pasal 14 ayat (1) dan (2).Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014

Tentang Penanganan Gelandangan Dan Pengemis.(Tambahan Lembaran Daerah Istimewa

Yogyakarta Nomor 1)

123

diserahkan kepada keluarga dihadapan petugas Dinas Sosial daerah asal warga

hasil binaan camp assessment Dinas Sosial D.I Yogyakarta.

Peranan camp assessment Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta sangat signifikan dalam mengurangi jumlah gelandangan dan

pengemis dengan upaya rehabilitatif, dibandingkan dengan sebelum adanya

mekanisme pengaturan layak nya Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta

Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis yang

hanya didata kemudian dibina sehari lantas kemudian dilepas. Didalam camp

assessment inilah sebagian besar upaya upaya yang ada di PERDA ini

dilaksanakan, dengan segala keterbatasan sumberdaya yang ada camp assessment

mampu memanusiakan manusia dengan cara rehabilitasi yang manusiawi,

terpadu,berkesinambungan serta komprehensif.