BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Setting ...€¦ · 4.2 Proses Pelaksanaan Penelitian....

68
43 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Setting Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum RSJD Surakarta Sebelum diintegrasikan ke dalam binaan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah seperti saat ini, Letak semula RS Jiwa Daerah Surakarta berada di jantung Kota Solo yang beralamat (lokasi lama) di Jl. Bhayangkara No. 50 Surakarta. Pada awalnya rumah sakit ini didirikan pada tahun 1918 dan diresmikan terpakai tanggal 17 Juli 1919 dengan nama D o o r g a n g h u i s v o o r krankzinnigen” dan dikenal pula dengan nama Rumah Sakit Jiwa “MANGUNJAYAN” yang menempati areal seluas + 0,69 ha dengan kapasitas tampung sebanyak 216 tempat tidur (TT). Gambar 4.1 RSJD Surakarta

Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Setting ...€¦ · 4.2 Proses Pelaksanaan Penelitian....

  • 43

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    4.1 Setting Penelitian

    4.1.1 Gambaran Umum RSJD Surakarta

    Sebelum diintegrasikan ke dalam binaan Pemerintah Daerah

    Provinsi Jawa Tengah seperti saat ini, Letak semula RS

    Jiwa Daerah Surakarta berada di jantung Kota Solo yang beralamat

    (lokasi lama) di Jl. Bhayangkara No. 50 Surakarta. Pada awalnya

    rumah sakit ini didirikan pada tahun 1918 dan diresmikan terpakai

    tanggal 17 Juli 1919 dengan nama “D o o r g a n g h u i s v o o r

    krankzinnigen” dan dikenal pula dengan nama Rumah Sakit Jiwa

    “MANGUNJAYAN” yang menempati areal seluas + 0,69 ha dengan

    kapasitas tampung sebanyak 216 tempat tidur (TT).

    Gambar 4.1 RSJD Surakarta

  • 44

    Atas dasar kesepakatan bersama pada tahun 1986 dalam

    bentuk Ruislag dengan Pemda Dati II Kodya Surakarta, kantor RS

    Jiwa Pusat Surakarta akan dipergunakan sebagai kantor KONI

    Kodia Surakarta, maka dalam proses pembangunan fisik lebih

    lanjut pada tanggal 3 Pebruari 1986, Rumah Sakit Jiwa Surakarta

    menempati lokasi yang baru di tepian sungai Bengawan Solo,

    tepatnya jalan Ki Hajar Dewantoro No. 80 Surakarta dengan luas

    area 10 ha lebih dengan luas bangunan 10.067 m2. Pada saat ini

    pemanfaatan lahan mencapai 45% dan daya tampung yang

    tersedia sebanyak 340 tempat tidur (TT) dengan wilayah kerja

    mencakup Eks. Karesidenan Surakarta, wilayah lain di Provinsi

    Jawa Tengah, Jawa Timur bagian barat dan sebagian wilayah DIY.

    Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

    Daerah, maka RS Jiwa Pusat Surakarta berubah menjadi RS Jiwa

    Daerah Surakarta di bawah Pemda Provinsi Jawa Tengah. RS Jiwa

    Pusat Surakarta diserahkan dari Pemerintah Pusat kepada kepada

    Pemerintah Daerah pada tahun 2001 berdasarkan SK Menteri

    Kesehatan No. 1079/Menkes/SK/X/2001 tanggal 16 Oktober 2001.

    Adapun penetapan RS Jiwa Pusat menjadi RS Jiwa Daerah

    Surakarta berdasarkan SK Gubernur Jawa Tengah No.

    440/09/2002 pada bulan Februari 2002. Kemudian sejak tahun

    2009 RS Jiwa Daerah Surakarta telah menjadi Badan Layanan

    Umum Daerah (BLUD) Provinsi Jawa Tengah. Daerah RSJD

  • 45

    Surakarta merupakan Rumah Sakit khusus kelas A. Saat ini

    terdapat beberapa instalasi-instalasi di RS Jiwa Daerah Surakarta

    antara lain: Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Gawat Darurat, Instalasi

    Rawat Inap, Instalasi Gangguan Mental Organic (Gmo) dan Napza,

    Instalasi Psikogeriatri, Instalasi Kesehatan Anak dan Remaja,

    Instalasi Elektromedik, Instalasi Psikologi, Instalasi Rehabilitasi,

    Instalasi Fisioterapi, Instalasi Gigi dan Mulut, Instalasi

    Laboratorium, Instalasi Radiologi, Instalasi Farmasi, Instalasi Gizi,

    Instalasi Kesehatan Jiwa Masyarakat, Instalasi Rekam Medik

    Rumah Sakit, Instalasi Pemeliharaan Saranan Rumah Sakit,

    Instalasi Pengelolaan Arsip & Perpustakaan Rumah Sakit, Instalasi

    Humas dan Pemasaran Rumah Sakit, Instalasi Sistem Informasi

    Manajemen (SIM) Rumah Sakit, Instalasi Sanitasi dan Instalasi

    Laundry.

    RSJD Surakarta berkapasitas 340 tempat tidur dan terbagi

    dalam 15 ruang perawatan. Ruang perawatan meliputi Ruang VIP;

    Ruang Kelas I; Ruang Kelas II dan Ruang Kelas III. Pasien yang

    memerlukan perawatan khusus, seperti pasien lanjut usia dirawat di

    Ruang Dewi Kunti, penderita adiksi dan NAPZA serta pasien

    Psikiatri yang disertai penyakit fisik dirawat di Ruang Wisanggeni,

    sedangkan pasien gaduh gelisah dirawat di ruang intensif. Pasien

    laki-laki dan perempuan dirawat dalam ruang terpisah. Pelayanan di

    Instalasi Rawat Jalan dilaksanakan setiap hari kerja (Senin s/d

  • 46

    Sabtu) dengan ketentuan jam sebagai berikut: Hari Senin s/d Kamis

    jam 08.00 s/d 14.00 WIB, Jumat jam 08.00 s/d 11.00, Sabtu jam

    08.00 s/d 12.00. Adapun berbagai kegiatan yang dilakukan adalah

    membantu rehabilitasi pasien agar dapat hidup mandiri, berfungsi

    dalam keluarga atau masyarakat serta untuk mengembangkan

    ketrampilan dan memperoleh dukungan dalam hidupnya. Kegiatan

    tersebut meliputi: Terapi Kelompok (problem solving), Terapi

    aktivitas sehari-hari, Terapi gerak/olahraga, Terapi rekreasi (Terapi

    musik), Terapi okupasi, Terapi ketrampilan, Terapi religious, Day

    care dan Home visit (kunjungan rumah).

    4.2 Proses Pelaksanaan Penelitian

    4.2.1 Persiapan Peneliti

    Proses penelitian di RSJD Surakarta tidak semudah yang

    peneliti bayangkan sebelumnya. Harus mengikuti aturan dan

    ketentuan yang sudah ditetapkan dari rumah sakit. Mulai dari

    memasukkan surat permohonan ijin penelitian dari Fakultas,

    melakukan presentasi dan menunggu konfirmasi dari pihak yang

    bersangkutan untuk kelanjutan penelitian, setelah itu melakukan

    pembayaran administrasi baru kemudian peneliti bisa melakukan

    penelitian/observasi/wawancara.

  • 47

    Pada tanggal 21 Mei 2016, peneliti menemui salah satu

    perawat ruangan bernama Tn. J yang bertanggungjawab

    mengarahkan peneliti selama melakukan penelitian. Beliau

    merupakan kepala ruang Sadewa. Setelah menemui Tn. J,

    peneliti menjelaskan maksud dan tujuan serta prosedur penelitian

    yang akan dilakukan. Setelah berbincang-bincang, Tn. J langsung

    memberikan rekomendasi untuk melakukan penelitian di ruang

    Kelas III (ruangan tenang) yaitu ruang Arjuna, Nakula, Sena dan

    Kresna untuk menjadi riset partisipan yang merupakan kepala

    ruangan (case manager), karena di RSDJ Surakarta yang

    bertanggung jawab atas pelaksanaan discharge planning adalah

    kepala ruangan (case manager). Setelah mendapatkan nomor

    telepon masing-masing partisipan akhirnya peneliti mencoba

    menghubungi dan melakukan Bina Hubungan Saling Percaya

    (BHSP) terhadap masing-masing partisipan.

    Pada tanggal 21 Mei 2016 peneliti menemui Ny. S sebagai

    riset partisipan pertama. Ny. S terlihat mengerjakan beberapa

    dokumen tapi masih meluangkan waktu menemui peneliti, setelah

    itu peneliti melakukan BHSP kembali dengan mulai

    memperkenalkan diri, menjelaskan maksud dan tujuan

    kedatangan serta meminta kesedian Ny.S menjadi riset partisipan

    dengan memberikan informed consent sebagai bukti bahwa Ny. S

  • 48

    bersedia menjadi riset partisipan tanpa unsur paksaan dan

    membuat kontrak waktu untuk melakukan wawancara.

    Setelah menemui Ny. S akhirnya peneliti menemui calon

    partisipan kedua yaitu Tn. G, saat itu beliau sedang mengadakan

    pelatihan dengan pegawai di RSJD Surakarta. Peneliti menunggu

    sebentar sampai akhirnya Tn. G meluangkan waktu untuk

    bertemu peneliti. Peneliti melakukan BHSP memperkenalkan diri,

    menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan setelah Tn. G paham

    dan bersedia peneliti memberikan Inform consent sebagai

    persetujuan kesediaan menjadi riset partisipan dalam penelitian

    yang dilakukan oleh peneliti dan kemudian melakukan kontrak

    waktu untuk peneliti melakukan wawancara dengan Tn. G untuk

    partisipan 3 dan 4 saat itu belum bisa ditemui karena sedang tidak

    berada di ruangan sehingga peneliti hanya melakukan kontak via

    handphone untuk menanyakan waktu untuk melakukan

    wawancara.

    4.2.2 Pelaksanaan Penelitian

    Pelaksanaan penelitian berlangsung selama 7 hari dari

    tanggal 21 Mei 2016 dan berakhir pada tanggal 28 Mei 2016.

    Pelaksanaan wawancara pada P1 dilaksanakan pada hari Selasa,

    24 Mei 2016, pukul 07.30 – 8.40 WIB di ruang Arjuna tempat P1

    bekerja. Selanjutnya pelaksanaan wawancara pada P2

  • 49

    dilaksanakan pada hari Kamis, 26 Mei 2016 pukul 07.40 – 08.45

    WIB di ruang Sena. Kemudian dilanjutkan wawancara dengan P3

    pada hari yang sama, yaitu pada pukul 10.13 – 10.46 WIB di

    ruang Nakula, karena kedua partisipan memiliki kesibukan dan

    berhalangan di hari sebelumnya sehingga peneliti menyesuaikan

    waktu luang yang dimiliki partisipan. Wawancara terakhir

    dilakukan terhadap P4 pada hari Sabtu, 28 Mei 2016 pukul 12.53

    – 13.30 WIB di ruang Kresna. Dalam melakukan penelitian, saat

    peneliti memiliki kendala dengan hasil wawancara sebelumnya

    peneliti langsung menemui masing-masing partisipan dan

    menanyakan kembali informasi apa yang peneliti ingin dapatkan

    dengan menyesuaikan waktu luang masing-masing partisipan.

    Selain melakukan wawancara peneliti juga melakukan observasi

    pada perawat dalam pelaksanaan discharge planning terhadap

    pasien dan keluarga selama peneliti melakukan penelitian peneliti

    hanya menemukan satu kali sebelum pasien pulang dengan

    pemberian edukasi oleh perawat. Selain itu, peneliti juga

    melakukan triangulasi sumber kepada 2 orang dari keluarga

    pasien dan 1 orang dari perawat yang bekerja di Instalasi Rawat

    Jalan, diperoleh bahwa perawat sudah melaksanakan perannya

    dengan baik, hanya saja pihak keluarga yang belum

    melaksanakan perannya dengan optimal.

  • 50

    4.2.3 Karakteristik Partisipan

    Partisipan dalam penelitian ini merupakan perawat di

    Instalasi Rawat Inap yang bertanggung jawab langsung terhadap

    pelaksanaan discharge planning dan sudah bekerja lebih dari 3

    tahun. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 4 orang yang

    ditentukan melalui teknik sampling yaitu purposive sampling

    terhadap Kepala Ruang (Case manager) di ruang Arjuna, Nakula,

    Sena dan Kresna. Karakteristik yang telah sesuai dengan kriteria

    partisipan yang sudah ditentukan sebelumnya adalah sebagai

    berikut:

    Tabel 4.1. Tabel Karakteristik Partisipan

    Nomor Partisipan

    Inisial Partisipan

    Usia (Tahun)

    Jenis Kelamin

    (L/P)

    Pendidikan Lama Bekerja (Tahun)

    P01 Ny. S 58 Tahun P S1 33 Tahun

    P02 Tn. I 45 Tahun L S1 26 Tahun

    P03 Tn. G 47 Tahun L S1 26 Tahun

    P04 Ny. I 53 Tahun P S1 32 Tahun

    Keterangan:

    P01-P04 : Partisipan 1 (satu) sampai dengan partisipan 4 (empat)

    Ny : Nyonya

    Tn : Tuan

    P : Perempuan

    L : Laki-laki

  • 51

    S1 : Strata 1 (satu)

    4.3 Hasil Penelitian

    4.3.1 Analisa Data

    Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran peran

    perawat dalam pelaksanaan discharge planning di RSJD dr. Arif

    Zainudin Surakarta. Berdasarkan tujuan tersebut maka peneliti

    membagi dalam 2 (dua) tema besar, yaitu: Peran Perawat dan

    Proses Discharge Planning.

    Tema 1: Peran Perawat

    A. Pelaksanaan Peran Perawat Di Instalasi Rawat Inap RSJD

    Surakarta terkait Pelaksanaan Discharge Planning

    Berdasarkan data yang diperoleh dari keempat partisipan

    menunjukkan bahwa terdapat 5 (lima) peran perawat yang sering

    diterapkan di Instalasi Rawat Inap RSJD Surakarta terkait

    pelaksanaan discharge planning yaitu peran sebagai pemberi

    asuhan keperawatan, peran sebagai advokat, peran sebagai

    educator, peran sebagai koordinator dan peran sebagai

    kolaborator.

    Peran perawat yang pertama adalah sebagai pemberi asuhan

    keperawatan terkait pelaksanaan discharge planning. Berikut ini

    pernyataan P1 yang menunjukkan bahwa peran perawat terkait

  • 52

    pelaksanaan discharge planning sebagai pemberi asuhan

    keperawatan dengan mengerjakan sesuai prosedur yang sudah

    diberikan oleh Rumah Sakit:

    “Di Ruang Arjuna saya kira kan sudah ada apa namanya disinikan Rumah Sakit apa namanya yang istilahnya Rumah Sakitnya kan Rumah Sakit yang sudah terakreditasi juga ya jadi kita mengerjakannya sesuai prosedur jadi misalnya pasien yang sudah baik disinikan sudah ada pasien yang udah maintenen udah tenang persiapan pulang itu kan harus melewati rehabilitasi misalnya..” P1(110)

    Pernyataan P2 bahwa peran perawat terkait pelaksanaan

    discharge planning adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan

    sesuai dengan kebutuhan pasien diantaranya memfasilitasi

    kebutuhan ADL pasien dan memberikan jadwal kegiatan rutin

    minum obat. Hal tersebut dinyatakan dalam kutipan wawancara

    berikut:

    “Kita memfasilitasi ya entah untuk kebutuhan sehari-hari ya yang penting untuk kebutuhan ADLnya, dari makan sampai tidur kemudian dalam kebutuhan sehari-hari dari mandinya juga pakaiannya juga harus ganti tiap hari pagi siang sore untuk memberikan kebutuhan ke pasien” P2(590)

    “Kita harus memberikan jadwal-jadwal ke pasien misalnya yang dilakukan hari ini apa dengan kegiatan-kegiatan misalnya rutin minum obat. Jadi kita harus melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan pasien” P2(620)

    Hal serupa juga dinyatakan oleh P3 bahwa peran perawat

    terkait pelaksanaan discharge planning sebagai pemberi asuhan

  • 53

    keperawatan adalah usaha penyembuhan dengan pengobatan,

    perawatan, terapi, dan rehabilitasi:

    “Usaha pengobatan, perawatan, perawatan pasien ada terapi, aktivitas kelompok rehabilitasi, interaksi terstruktur itu kan sudah termasuk usaha penyembuhan, minum obat secara teratur terus kebiasaan membiasakan pasien memelihara kebersihan” P3 (1130)

    Partisipan 4 menyatakan bahwa peran perawat terkait

    pelaksanaan discharge planning sebagai pemberi asuhan

    keperawatan adalah dengan memberikan pembelajaran untuk

    menangani pasien sesuai masalah yang dihadapi.

    “Dari asuhan keperawatan itu mbak. Memberikan pembelajaran ke pasien sesuai dengan masalahnya, cara menanganinya” P4(1640)

    Peran perawat yang kedua adalah sebagai advokat terkait

    pelaksanaan discharge planning. Pernyataan P1 yang

    menunjukkan bahwa peran perawat sebagai advokat yaitu

    menanamkan rasa kekeluargaan, memberikan rasa nyaman,

    memberikan hak dan menyampaikan kewajiban pasien serta selalu

    mengawasi keadaan pasien. Pernyataan tersebut terdapat pada

    kutipan wawancara educator berikut ini:

    “Jadi kekeluargaan kita tanamkan ke pasien jadi biar merasa nyaman pasien disini juga kerasan jadi bagaimana supaya menganggap antar pasien itu sebagai saudara dan kita setiap saat atau selama 24 jam ya harus mengawasi

  • 54

    memang jadi kita pantau pasien itu bagaimana keadaannya..” P1(80)

    “Yang pertama kita memberikan hak pasien selama dirawat disini dan menyampaikan apa saja kewajiban yang harus dilakukan pasien selama di rumah sakit..” P1(90)

    Hal senada juga diungkapkan P2 bahwa peran perawat

    sebagai advokat adalah memberikan hak perawatan yang

    diinginkan pasien dan harus melindungi hak dan kewajiban pasien

    ditunjukkan dalam kutipan wawancara di bawah ini:

    “Ya, memang pasien itu punya hak dan kewajiban juga jadi ya memang harus kita punya hak masing-masing contohnya minta dokter dokter ini, perawat perawat ini, itu juga udah jadi kewajibannya juga ada jadi kita juga harus melindungi pasien hak dan kewajibannya” P2(600)

    Pernyataan P3 tentang peran perawat sebagai advokat

    adalah memelihara kenyamanan tempat bagi pasien dengan

    menyediakan ruangan berdasarkan keadaan pasien dan hak

    mendapatkan perawatan utuh, sebagai berikut:

    “Pasien kita beda dengan pasien umum ya, kenyamanan disini ya dari tempat, disediakan tempat kita pisahkan biasanya kalau mau ada pasien yang masih bingung dipisah kita sendirikan kita pindah ruangnya, kadang-kadangkan pasien tidak nyaman karena ada temannya yang bingung, ngamuk begitu mengganggu yang sudah baik. Kita pindahkan ke ruangan yang khusus merawat itu” P3(1100)

    “Hak pasien hak untuk dirawat ya hak untuk mendapatkan perawatan utuh. Ya kita sampaikan terutama pada keluarga pasien kita pasien jiwa, paling hak perawatan ya untuk mendapatkan perawatan memang kita berikan

  • 55

    kepada pasien. Kalau kewajiban pasien ya memenuhi aturan rumah sakit, aturan ruangan” P3(1110)

    Hal serupa juga dinyatakan P4 bahwa peran perawat sebagai

    advokat terkait pelaksanaan discharge planning adalah

    memberikan rasa aman dan nyaman dan menyampaikan hak dan

    kewajiban pasien. Pernyataan tersebut adalah sebagai berikut:

    “Ya kalau memberikan rasa aman dan nyaman ya tentunya kita berperan atau masuk ke dalam kehidupan pasien. Maksudnya gini tidak menjudgement, menerima pasien apa adanya terus tidak memanfaatkan pasien, terus kita lakukan dengan sabar ya pelan-pelan” P4(1610)

    “Ya sebelumnya disampaikan dulu hak-hak pasien dan kewajibannya apa-apa gitu” P4(1620)

    Peran perawat yang ketiga yaitu sebagai educator.

    Pernyataan P1 tentang peran perawat sebagai educator terkait

    pelaksanaan discharge planning adalah mengarahkan pasien

    mengatasi gangguan yang dimiliki dan mendidik pasien untuk

    memenuhi kebutuhan ADLnya sesuai kemampuan yang dimiliki.

    Berikut pernyataan tersebut:

    “Kalau pasien yang dulunya misalnya SLTA ya kita arahkan misalnya gangguannya apa terus cara mengatasi permasalahan, terus untuk keseharian misalnya kebutuhan-kebutuhan pokok sehari-harinya misalnya makan, minum dan kebersihan diri itu kita didik terus itu” P1(170)

  • 56

    Selanjutnya pernyataan P2 tentang peran perawat sebagai

    educator terkait pelaksanaan discharge planning adalah

    memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga terkait kondisi

    kejiwaan pasien dan jadwal kontrol obat, sebagai berikut:

    “Edukasi yang diberikan kepada pasien dan keluarga itu tentang pertama tentang kondisi pasien, tentang gangguan jiwanya” P2(680)

    Pernyataan P3 menyatakan bahwa peran perawat sebagai

    educator terkait pelaksanaan discharge planning adalah pendidikan

    minum obat sesuai aturan dan berkelanjutan terus menerus .

    Pernyataan itu terdapat pada kutipan wawancara berikut:

    “Pendidikan obat umpamanya kita sampaikan bahwa minum obat pada orang gangguan itu sangat penting dan tidak boleh terputus harus kontinu walaupun sudah pulang harus tetap dilakukan terus..” P3(1190)

    Selain itu P4 juga menyatakan bahwa peran perawat sebagai

    educator terkait pelaksanaan discharge planning adalah tentang

    cara merawat pasien di rumah, pencegahan kekambuhan dan

    kebutuhan nutrisi dan spiritual pasien.

    “Terutama bagaimana cara merawat pasien di rumah terus obatnya harus sesuai dengan dosisnya terus apabila ada kejadian yang misalnya pasiennya kelihatan mau kambuh lagi bagaimana cara mengatasinya, nutrisi dan spiritual” P4(1700)

    Peran perawat yang keempat adalah sebagai koordinator.

    Berikut ini pernyataan P1 menyatakan bahwa peran perawat

  • 57

    sebagai koordinator terkait pelaksanaan discharge planning adalah

    dengan melakukan kerjasama dengan staf lain dan kerjasama

    dengan KESWAMAS (Kesehatan Jiwa Masyarakat) dalam

    merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan dan mengontrol

    pasien.

    “Kami sebagai karu tidak mengerjakan sendiri jadi kita kerjasama dengan adek-adek atau dengan anak buah disini staf agar setiap hari juga tetap mengerjakan, memberikan asuhan keperawatan kepada pasien..” P1(70)

    “Dalam pengisian discharge planning itu dari awal dari pasien masuk sudah dikerjakan dari depan nanti kami yang di maintenance ini melanjutkan apa yang sudah dikerjakan disana kita lanjutkan misalnya disana belum terkaji nanti sini yang melanjutkan..” P1(120)

    “Pengorganisasian, kalau di rumah sakit ini penggorganisasian yang berhubungan dengan discharge planning itu kerjasamanya dengan KESWAMAS juga jadi KESWAMAS kerjasama dengan dinas sosial atau dengan fasilitas yang ada misalnya..” P1(130)

    “Kalau saya mempertahankan lingkup arjuna, tapi kalo yang rumah sakit itu melibatkan KESWAMAS jadi KESWAMAS itu kerjasama terus lintas sektor ya dengan pengarahan dengan memberikan selain itu selain mengambil pasien yang sudah terjadi misalnya pasung KESWAMAS itu kerjanya dengan ..” P1(140)

    “Sini kan pasien yang sudah bagus sama gak pernah dijenguk keluarga dan dengan apa namanya yang bertanggung jawab dinas sosial atau panti itu kita kembalikan kesana jadi kita ngantar kesana lo ke panti-panti itu nanti discharge planningnya kita bawakan kesana nanti biar yang sana tanggung jawab pengarahan juga disampaikan disana tanda tangan..” P1(150)

    “Ya gimana ya kalau saya sebagai karu jelas saya yang mengontrol terus jadi kalau memang ini belum dilaksanakan kepada keluarga ya kami tunggu sedatangnya keluarga..” P1(160)

  • 58

    Pernyataan P2 yang menyatakan bahwa peran perawat

    sebagai koordinator terkait pelaksanaan discharge planning adalah

    mengatur tugas dan mengendalikan tugas internal maupun

    eksternal serta merencanakan perencanaan pulang sesuai

    kebutuhan pasien dari awal masuk sampai pulang dengan

    memberikan edukasi kepada keluarga dan pasien. Hal tersebut

    ditunjukkan dalam kutipan wawancara di bawah ini:

    “Jadi perannya dan tugasnya kepala ruang itu ya kita harus mengembalikan dalam satu ruangan ini baik dari pasiennya maupun pegawainya. Jadi untuk pegawainya saya harus mengatur tugas dan tuntutan masing-masing diantaranya kan ada kepala tim dan ada perawat pelaksana. Katim itu kan ada 2 tim 1 dan tim 2, tim 1 membawahi beberapa perawat pelaksana dibagi ada 5 perawat pelaksana, tim 2 ada 5 perawat pelaksana, perannya adalah membawahi dari perawat pelaksana. Jadi katim itu sebagai pengendali untuk ruangan, intern internal. Jadi kalau untuk kepala ruang kan internal dan eksternal. Jadi eksternal itu menjalani ke perawatnya langsung atau ke ruangan yang lain” P2(580)

    “Untuk perencanaannya kita juga lihat dari faktor predisposisi dan faktor presipitasi, dari awal pasien itu masuk, kemudian di rumah itu bagaimana bagaimana kondisisnya, bagaimana kronologisnya sampai kejadian seperti ini, itu yang penting” P2(630)

    “Itu kan discharge planning kan diisi dulu dari IGD, jadi kebutuhan apa yang harus dilakukan” P2(640)

    “Setelah kita melakukan edukasi ada bukti bahwa kita memberikan edukasi, asuhan keperawatannya juga, kewajiban diagnose, kapan pulang. Untuk pemberi edukasi ada pihak admisi, perawat dan tim kesehatan lain mungkin edukasi terapi, dokter gigi, perawatan lain dari tenaga kefarmasian ada edukasinya sendiri..” P2(650)

    “Ketika pasien mau pulang, keluarganya datang kita berikan discharge planning kita berikan edukasi, sehingga discharge planning itu untuk persiapan pulang itu kita

  • 59

    berikan edukasi keluarganya dikumpulkan bersama pasiennya kemudian kita edukasi dari edukasinya jadwal kontrol, atau pengertian tentang penyakitnya, efek samping obat, kemudian pencegahan kekambuhan dan sebagainya. Jadi untuk perawatan di rumah mengenali tanda dan gejala untuk pasien, tindakan kambuh keluarga juga harus tau..” P2(660)

    “Kalau discharge planning itukan cuma edukasi untuk persiapan pasien pulang, memang sudah dilakukan, sudah di edukasi ke pasien dan keluarganya. Jadi memang kita menekankan untuk pasien itu untuk selalu kontrol jadi yang terjadi seperti itu pasien harus punya jadwal kontrol sendiri, tapi dari pihak keluarga kebanyakan itu kadang gak kontrol gitu lo..” P2(670)

    Pernyataan P3 juga menyatakan bahwa peran perawat

    sebagai koordinator terkait pelaksanaan discharge planning adalah

    dengan motivasi secara individu maupun bersama-sama dengan

    TAK (Terapi Aktivitas Kelompok). Selain itu, melakukan

    perencanaan meliputi perujukan dokter, ahli gizi, edukasi, edukasi

    kesehatan dan pengarahan discharge planning tentang minum obat

    teratur kepada keluarga dan pasien. Hal tersebut dinyatakan pada

    kutipan wawancara sebagai berikut:

    “Ya kita secara individu bisa, pasien dimotivasi secara individu satu persatu, secara bersama-sama juga bisa. Kita usul TAK itu kan, pendidikan secara permainan juga bisa” P3(1090)

    “Perencanaan perawatan pasien ada beberapa poin yang telah dibuat, jadi dengan rekam medik sudah ada dan dibuat dengan rawat inap” P3(1140)

    “Perencanaan itu sudah biasa dilakukan, discharge planning umpamanya point perencanaan pulang itu meliputi banyak hal ya saya ambilkan dulu. Ada beberapa hal itu untuk rujukan termasuk perujukan kepada dokter,

  • 60

    banyak hal. Perujukan pada ahli gizi, edukasi, edukasi kesehatan” P3(1150)

    “Langkahnya ya seperti biasa yang dijalani keperawatan saya kira, kalau ada permasalahan ya segera kita rujuk atau kita hubungi ke yang bersangkutan ya, karena ini hubungannya dengan dokter BPJP ya kita pertanyakan sama dokter BPJP. Kalau gizi ya konsul ke gizi” P3(1160)

    “Pengarahan discharge planning umpamanya minum obat teratur, jadi pasien kita tanyakan minum obatnya berapa kali, karena pasien jiwa itu kan permasalahan biasanya di kebiasaan kedisiplinan minum obat jadi masalah jadi kita anjurkan nanti tetap minum obat disini berapa kali dan mengingatkan sampai pulang pun nanti harus diminum jadi ada kesinambunganya begitu” P3(1170)

    “Kita tanyakan ke pasien, kalau pasiennya masih disini kita tanyakan, kalau sudah pulang biasanya kita anjurkan untuk kontrol, kalau obatnya habis diambil lagi diminum. Kalau ada keluarga, biasanya pasien pulang kan keluarganya ikut untuk mengawasi di rumah kita sampaikan bahwa ini harus minum obat dan perlu dilanjutkan terus” P3(1180)

    Di bawah ini pernyataan P4 yang menyatakan bahwa peran

    perawat sebagai koordinator terkait pelaksanaan discharge

    planning adalah disampaikan secara terus menerus dengan

    melakukan perencanaan dengan melihat riwayat pasien, kebutuhan

    yang diperlukan setelah pulang dan ditandakan terhadap pasien

    dengan memberikan pengarahan kepada keluarga karena keluarga

    merupakan orang terdekat pasien. Selain itu melakukan kerjasama

    dengan home care dalam memfasilitasi setelah pasien kembali ke

    rumah.

    “Disampaikan secara terus-menerus dan dilakukan berulang-ulang” P4(1600)

    “Disitukan ada lembaran discharge planning, sebelumnya kita korek dulu kepada keluarganya kira-kira apa yang

  • 61

    diperlukan begitu. Perencanaannya seperti itu jadi sebelum pasien pulang kita cari dulu misalnya pasien itu sudah sering keluar masuk apa tidak, kondisinya misalnya dia merupakan kekerasan di keluarga, atau..” P4(1650)

    “Disini kalau discharge planning yang melakukan kebetulan kepala ruangnya diberikan dari awal sampai pasien diperbolehkan pulang” P4(1660)

    “Sebelum pulang diulang lagi” P4 (1670)

    “Pengarahan kepada keluarga dan pasien. Tapi yang lebih ditekankan kepada keluarga karena keluarga yang harus mengawasinya” P4(1680)

    “Dengan home care untuk melihat perkembangannya terus menanyakan kegiatannya bagaimana di rumah terus apa yang sudah dipesankan dari sini dilakukan tidak di rumah..” P4(1690)

    Peran perawat yang kelima adalah sebagai kolaborator.

    Berikut pernyataan P1 yang menyatakan bahwa peran perawat

    sebagai kolaborator terkait pelaksanaan discharge planning adalah

    melakukan kerjasama dengan tim kesehatan lain diantaranya

    dokter, poli gigi dan lainnya dalam memfasilitasi kebutuhan pasien.

    “Tim kesehatan disini yang maksudnya instalasi lain, ya kita otomatis kerjasama jadi misalnya ada dokter memberikan advice konsul ke poli gigi misalnya ya kita mengadakan kontak dengan poli gigI..” P1(100)

    Di sisi lain, P2 juga menyatakan bahwa peran perawat

    sebagai kolaborator terkait pelaksanaan discharge planning adalah

    berkoordinasi dengan dokter, ahli terapi dan tim kesehatan lain. Hal

    tersebut dinyatakan dalam kutipan wawancara berikut ini:

  • 62

    “Kalau pasien memang membutuhkan dari tim kesehatan lain, kita juga harus koordinasi dulu, koordinasi dalam arti kita menghubungi dulu, dari dokter ke pct dari pct ke keperawatan kalau dari pasien memang perlu pemeriksaan laborat kita pemeriksaan terapi atau pemeriksaan lain, kita juga harus koordinasi dengan dokter dan tim kesehatan lain” P2(610)

    Selaras dengan hal itu, P3 menyatakan bahwa peran perawat

    sebagai kolaborator terkait pelaksanaan discharge planning adalah

    melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lain yang sesuai

    dengan bidangnya dalam membantu memenuhi kebutuhan pasien.

    Hal tersebut dibuktikan dalam kutipan wawancara berikut:

    “Kalau pasien datang dengan gangguan gizi umpamanya pasien kurang gizi, pertama kita analisa perawat mendapatkan kekurangannya dari pertama kita dapatkan pasien gangguan gizi timbangannya rendah, kemudian kita sampaikan pada instalasi gizi bahwa pasien ini perlu perhatian, jadi nanti pihak gizi datang kesini kita menganalisa pasiennya apa perlu diberikan tambahan diit semacamnya itu untuk gizi. Untuk yang lain hampir sama” P3(1120)

    Di bawah ini juga terdapat pernyataan P4 yang menyatakan

    bahwa peran perawat sebagai kolaborator terkait pelaksanaan

    discharge planning adalah melakukan koordinasi dengan

    menghubungi maupun memberikan surat pengantar kepada tim

    kesehatan lain dalam memfasilitasi pasien.

    “Misalnya ya waktunya untuk ke rehabilitasi, kita ke laboratnya kemudian koordinasi dengan rehabilitasi bahwa ini pasien mau ke rehabilitasi, sama juga misalnya

  • 63

    penunjang-penunjang disamping surat pengantar kita juga menghubungi” P4(1630)

    B. Motivasi Perawat dalam Melaksanakan Peran

    Adapun motivasi perawat dalam melaksanakan perannya dari

    data yang diperoleh, yaitu: merupakan tanggung jawab dan

    memberikan pelayanan yang optimal, menjaga kondisi pasien

    supaya stabil, melakukan kewajiban perawat dan melaksanakan

    peran perawat dengan sebaik-baiknya.

    Berikut ini pernyataan P1 yang menyatakan bahwa motivasi

    perawat dalam melaksanakan peran perawat merupakan tanggung

    jawab dan memberikan pelayanan yang optimal kepada pasien

    maupun keluarga.

    “Ya kita sebagai petugas yang profesional jadi punya tanggung jawab agar pasien yang kita asuh itu ya ada perbaikan atau sembuh lagi gitu. Motivasinya itu jadi kita mengerjakan agar pasien itu udah ada perbaikan jadi tidak hanya monoton “karepmu” gitu ndak ya ada motivasinya itu agar pelayanan kita ke pasien optimal. Keluarga pelanggan atau keluarga puas pasien juga puas pulang dengan baik gitu” P1(50)

    Selaras dengan pernyataan P1, P2 menyatakan bahwa

    motivasi perawat dalam melaksanakan peran perawat adalah

    tanggung jawab perawat dan menjaga kondisi pasien supaya stabil.

    Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan wawancara berikut ini:

  • 64

    “Motivasi kita adalah untuk apa ya untuk menjaga pasien itu biar stabil, motivasi kita adalah sebagai pegawai itu ya punya tanggung jawab” P2(560)

    Di sisi lain, P3 juga menyatakan bahwa motivasi perawat

    dalam melaksanakan peran perawat merupakan kewajiban. Berikut

    pernyataanya:

    “Motivasi kita ya kewajiban sebagai seorang perawat harus melakukan kewajiban perawat termasuk dari peran kita sebagai seorang perawat” P3(1070)

    Di bawah ini, pernyataan P4 yang menyatakan bahwa

    motivasi perawat dalam melaksanakan peran perawat adalah

    melaksanakan peran perawat dengan sebaik-baiknya.

    “Motivasinya karena kita sebagai seorang perawat ya bagaimana kita bisa melaksanakan peran perawat dengan sebaik-baiknya agar pasien paling tidak waktu mondoknya kan disini jiwa yo mba kalau di jiwa itu kan sering keluar masuk ntah bagaimana dia lama gitu jadi anunya lama biar tidak masuk lagi” P4(1580)

    C. Kendala yang Dihadapi Perawat dalam Menjalani Peran

    terkait Pelaksanaan Discharge Planning

    Perawat dalam menjalani perannya juga mengalami kendala.

    Berdasarkan data dari keempat partisipan diperoleh pernyataan

    bahwa kendala yang dihadapi perawat dalam melaksanakan

    perannya terkait pelaksanaan discharge planning antara lain:

    pasien tampak bingung dan tidak mengerti apabila diajarkan

  • 65

    perawat, kurangnya peran keluarga, ketidakseimbangan jumlah

    perawat yang merawat pasien, rendahnya tingkat pendidikan

    pasien dan keluarga, latar belakang dan pemahaman yang dimiliki

    pasien jiwa berbeda-beda. Berikut pernyataan P1 yang menyatakan

    bahwa kendala yang dihadapi perawat dalam melaksanakan peran

    perawat adalah kebingungan yang dialami pasien dan kurangnya

    perhatian serta peran keluarga terhadap keadaan anggota keluarga

    yang di rawat.

    “Kendala kalau disini pasien banyaknya GMO, kalau GMO itu kan pasiennya gak mudeng..” P1 (60)

    “Kalau kendalanya ya itu kalau ke keluarga lo, kalau ke pasien kan pasien disini terus ya. Kalau ke keluarga itu kebanyakan pasien kelas tiga ke bawah itu pasiennya sudah sering mondok, keluarga itu kemungkinan kebanyakan itu anu sudah bosen dirumah jadi malah untung kalau disini jadi jarang dibesuk ya ada satu dua yang masih dibesuk tapi kemungkinan jarang..P1(190)

    “Kalau dari perawat sendiri tidak ada kendala cuma kadang pasien dan keluarga masih tampak bingung dan kalau ditanya jawabnya njih..njih manut manut” P1(370)

    Lain halnya dengan P1, P2 menyatakan bahwa kendala yang

    dihadapi perawat dalam melaksanakan peran perawat adalah

    ketidakseimbangan antara jumlah pasien dengan jumlah perawat.

    Selain itu P2 juga menyatakan kendala lain adalah kondisi pasien

    dan kondisi keluarga dilihat dari tingkat pendidikan. Hal ini

    dinyatakan pada kutipan wawancara berikut:

  • 66

    “Kendalanya kita itu tidak seimbang antara jumlah pasien dengan jumlah perawat kurang seimbang jadi setidaknya itu satu perawat itu maksimal lima pasien. Disini 13 cuma itu dibagi jadi tiga shift jadi kalau untuk jaga siang malam itu kan cuma dua pegawai/perawat” P2(570)

    “Untuk kendala itu memang dari kondisi pasien dari tingkat mungkin kondisi pasien dan kondisi keluarga, kemungkinan dari tingkat pendidikan, pendidikannya rendah kan kita tidak tau pasien itu seperti apa, keluarganya seperti apa. Kita yang memberikan edukasi ya juga harus melihat kondisi. Itu kendalanya seperti itu. P2(700)

    “Kendalanya mungkin di keluarga karena apa yang kita sampaikan itu ntah dilakukan apa ndak nantinya kan tergantung dari pasien dan keluarga” P2(880)

    Pernyataan P3 yang menyatakan bahwa kendala yang

    dihadapi perawat dalam melaksanakan peran perawat adalah

    berbagai macam latar belakang dan pemahaman yang dimiliki

    pasien khususnya pasien jiwa, pendidikan pasien dan keadaan

    yang tidak stabil.

    “Karena pasien kan berbagai macam latar belakang, berbagai macam pemahaman, apalagi kita pasiennya jiwa, jadi kadang-kadang untuk peran pemeliharan kesehatan saja persepsinya pasien juga macam-macam karena pasien memang bukan pasien umum tapi gangguan jiwa seperti itu” P3(1080)

    “Ya karena pasien jiwa tadi, kemampuan pasien lain-lain, terus pendidikan pasien juga beda-beda terus pasien kondisi pasiennya juga kadang-kadang berubah-ubah ya kadang hari ini baik, kadang tidak seperti itu” P3(1210)

    “Seperti tadi ya pasien bingung itu yang menjadi kendala” P3(1390)

  • 67

    Di bawah ini pernyataan P4 yang menyatakan bahwa kendala

    yang dihadapi perawat dalam melaksanakan peran perawat adalah

    kondisi pasien yang jenuh, kurangnya peran keluarga dan

    pendidikan keluarga.

    “Kendalanya ya kondisi pasien, kadang kalau pasiennya sudah sering keluar masuk itu kan kondisinya jenuh sekali itu kan kadang kita harus super ekstra dalam memberikan ataupun kadang keluarga sering sering mengatakan iya tapi tidak terlaksana..” P4(1590)

    “Pendidikan keluarga kadang kita harus mikir juga kondisi pasien” P4(1720)

    D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Perawat

    dalam Menjalankan Perannya

    Berdasarkan data yang diperoleh dari keempat partisipan

    menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi keberhasilan

    perawat menjalankan perannya diantaranya adalah ilmu

    pengetahuan yang dimiliki perawat, pengalaman kerja, komunikasi

    yang benar dan usia.

    Berikut pernyataan P1 yang menyatakan bahwa faktor yang

    mempengaruhi keberhasilan perawat menjalankan perannya adalah

    ilmu pengetahuan perawat itu sendiri serta pengaman kerja yang

    dimiliki.

    “Dikasih ilmu, pelajaran dari waktu sekolah dan pengalaman bekerja ini kan juga mempengaruhi mendidik pasien caranya bagaimana untuk mengatasi” P1(180)

  • 68

    Pernyataan P2 menyatakan bahwa komunikasi merupakan

    faktor yang mempengaruhi keberhasilan perawat dalam

    menjalankan perannya. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada

    kutipan wawancara di bawah ini:

    “Komunikasi dan pengetahuan perawat itu sangat mempengaruhi” P2(690)

    Di bawah ini, hal senada juga dinyatakan P3 bahwa

    komunikasi yang benar merupakan faktor yang mempengaruhi

    keberhasilan perawat dalam menjalankan perannya.

    “Cara berkomunikasi yang benar supaya edukasi yang diberikan bisa diterima oleh pasien dan keluarga” P3(1200)

    Selain itu, P4 yang menyatakan bahwa faktor yang

    mempengaruhi keberhasilan perawat dalam menjalankan perannya

    adalah tingkat pengetahuan, komunikasi dan usia. Hal ini

    dinyatakan pada kutipan di bawah ini:

    “Faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan mungkin tingkat pengetahuan kayanya itu ya, komunikasi dan umur juga bisa mempengaruhi” P4(1710)

  • 69

    Tema 2: Proses Pelaksanaan Discharge Planning

    Berdasarkan data dari keempat partisipan diperoleh bahwa

    proses discharge planning yang dilakukan pada pasien dimulai dari

    pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi,

    evaluasi dan dokumentasi.

    A. Pengkajian

    1. Pengkajian Awal masuk

    Berdasarkan data yang diperoleh, 3 dari 4 partisipan

    menyatakan bahwa pengakajian awal masuk pasien sudah

    dilakukan oleh perawat dari IGD/Rawat Jalan/Ruang Akut sehingga

    perawat Rawat Inap hanya melanjutkan pengkajian dan mengecek

    kembali apabila masih ada yang kurang dan belum dikaji.

    Berikut pernyataan P1 yang menyatakan bahwa dalam

    proses pelaksanaan discharge planning adalah dimulai dengan

    pengkajian awal (mendalam) pasien saat masuk ke IGD kemudian

    dibawa ke ruangan melanjutkan kembali, mengecek serta

    melengkapi pengkajian yang belum lengkap. Di bawah ini kutipan

    wawancara tersebut:

    “Kalau saya mengkajinya kan cuma reassessment jadi semua udah dikaji di depan jadi seperti ini assessment keperawatan di IGD misalnya kan udah dikaji saya tinggal melanjutkan..” P1(230)

  • 70

    Pernyataan P2 senada dengan pernyataan P1 yang

    menyatakan bahwa pengkajian awal masuk pasien dimulai dari IGD

    atau rawat jalan dan dilanjutkan oleh perawat ruangan untuk

    melengkapi pengkajian yang kurang. Pernyataan tersebut terdapat

    pada kutipan wawancara berikut:

    “Kalau pengkajian pasien masuk itu dari IGD atau rawat jalan kemudian di lanjutkan ke IGD, kalau untuk pengkajian disini kita tidak terlalu dalam untuk mengkaji mungkin ada kekurangan apa baru kita kaji..” P2(740)

    Di bawah ini pernyataan P3 yang menyatakan bahwa

    pengkajian awal masuk pasien dari ruang akut kemudian

    dilanjutkan ke ruang perawatan pasien untuk dilengkapi jika

    pengkajian awal belum lengkap.

    “Iya, dari pasien ruang akut pindah kesini kita kaji kembali assesmentnya kita kaji. Kadang-kadangkan assessment itu dari sana kan belum lengkap. Kita lengkapi disini, pengkajian itu kadang belum lengkap dan bisa dilengkapi diruang sini” P3(1250)

    2. Pengkajian Sebelum Pemulangan

    Berdasarkan data yang diperoleh dari keempat partisipan

    menyatakan bahwa pengkajian sebelum pemulangan mengacu

    pada medik dan tergantung dengan persetujuan dokter. Perawat

    hanya melihat dari aktivitas sehari-hari dan perkembangan kondisi

    pasien serta melaporkan kepada dokter karena dokter merupakan

  • 71

    penanggungjawab utama dan memiliki peranan tinggi sehingga

    yang dapat memperbolehkan pasien untuk pulang adalah dokter.

    Perawat hanya mengkaji dengan memantau dan melihat

    perkembangan berdasarkan perencanaan seperti kemampuan

    melakukan aktivitas sehari-hari, kooperatif dan mampu

    bersosialisasi.

    Berikut ini pernyataan P1 bahwa sebelum pemulangan

    pasien dikaji dan perawat bekerjasama dengan dokter melihat

    perkembangan pasien, apabila diperbolehkan pulang dengan

    mendapatkan persetujuan dokter, perawat hanya melaksanakan

    kemudian menghubungi keluarga untuk menjemput pasien dan

    menyelesaikan administrasi.

    “Terus kemudian kalau pasien sudah boleh pulang acc dokter toh keluarga dihubungi dan kami yang bertugas untuk menyelesaikan administrasi bersama keluarga walaupun pasien sini jarang membayar tapi kan tetap harus menyelesaikan administrasi” P1(240)

    “Kalau menunggu semua aspek tercapai mungkin tidak ya. Seperti saya katakan sebelumnya kalau keadaan pasien sudah membaik kita laporkan dokter kemudian dokter cek, tergantung kalau dokter sudah acc pulang kita tinggal melaksanakan” P1(250)

    Berikut adalah pernyataan P2 bahwa pengkajian sebelum

    pemulangan ditinjau oleh dokter karena dokter adalah

    penanggungjawab dan yang bisa memperbolehkan pasien pulang

  • 72

    atas izin dokter penanggungjawab dengan melihat aktivitas dan

    perkembangan pasien sehari-hari.

    “Kalau yang menyatakan boleh pulang itu dari dokter meninjau pulang, kita sebagai perawat tidak bisa untuk memberikan karena yang memberikan tanggung jawab itu dokter penanggung jawab..” P2(750)

    “Untuk kondisi pasien itu tergantung dari riwayatnya, mungkin pasien ini sering keluar masuk, itu mungkin maksimal dari kesembuhannya itu tidak bisa seratus persen. Jadi kalau kita bisa melihat pasien itu bisa beraktivitas sehari-hari” P2(760)

    Pernyataan P3 yang menyatakan bahwa bahwa pengkajian

    sebelum pemulangan dari medis tidak disampaikan dan memiliki

    standar sendiri. Di sisi lain perawat melakukan pengkajian

    berdasarkan perencanaan yang ada apabila pasien sudah mampu

    melakukan dengan baik perawat akan melaporkan pasien untuk

    pulang.

    “Kalau dari medis biasanya tidak disampaikan, dia punya standar sendiri, kalau perawat saya kira kalau perencanaan yang kita rencanakan yang sudah bisa dilakukan boleh pulang..” P3(1260)

    “Ya tidak semua nanti kan sambil jalan, kan kadang-kadang bisa dilakukan di rumah, kalau terlalu lama disini kan pasien bosan..” P3(1270)

    Di bawah ini pernyataan P4 yang menyatakan bahwa

    pengkajian sebelum pemulangan mengacu pada medik dan pasien

    boleh pulang apabila ADL, komunikasi dan masalah sudah teratasi

    juga sudah di setujui oleh dokter untuk pulang.

  • 73

    “Dokter juga sudah mengacckan ini sudah boleh pulang biasanya gitu jadi terkait dengan mediknya biasanya masih tergantung ke mediknya jadi perawat belum bisa menentukan secara mandiri bahwa ini pasien sudah boleh pulang tapi secara medik” P4(1760)

    “ADL, komunikasi, masalah sudah teratasi. Tapi ada juga kalau keluarga memaksa untuk diambil pulang biarpun masalahnya belum teratasi bisa juga..” P4(1770)

    “Tidak semua aspek harus tercapai..biasanya masih tergantung ke mediknya jadi perawat belum bisa menentukan secara mandiri bahwa ini pasien sudah boleh pulang tapi secara medik” P4(1780)

    B. Diagnosa Keperawatan

    Berdasarkan wawancara terhadap keempat partisipan

    diperoleh pernyataan bahwa untuk menentukan diagnosa

    keperawatan adalah dengan allo dan auto anamnesa, riwayat

    pasien masuk, pengakajian, kognitifnya, psikomotor, dan afektif.

    Pernyataan P1 yang menyatakan bahwa diagnosa

    keperawatan ditentukan dengan allo dan auto anamnesa, yaitu

    dengan menanyakan pasien dan keluarga terkait riwayat penyakit

    yang dialami pasien serta selalu melakukan pemantauan terkait

    diagnosa yang ada. Pernyataan tersebut pada kutipan wawancara

    berikut ini:

    “Ya dengan allo dan auto jadi allo anamnesa dengan pasien misalnya ditanya pie kamu ada apa dibawa kemari misalnya mendengar suara-suara itu berarti menjurus ke halusinasi misalnya..” P1(260)

    “Ya otomatis mantau disini kan juga ada tulisan-tulisan perawat jadi resiko perilaku kekerasan misalnya seperti ini..” P1(270)

  • 74

    Berikut pernyataan P2 yang menyatakan bahwa untuk

    menentukan diagnosa keperawatan dengan melihat riwayat pasien

    saat masuk, dari kebiasaan pasien di rumah.

    “Jadi untuk menentukan diagnosa ya dari kebiasaan pasien di rumah pada saat dia mau di masukkan kesini itu seperti apa..” P2(770)

    “Ya memang kalau kepala ruang itu harus tau dari pasien masing-masing itu seperti apa, kepala ruang harus tau” P2(780)

    Pernyataan P3 yang menyatakan bahwa untuk menentukan

    diagnosa keperawatan adalah dari pengkajian untuk mendapatkan

    tanda dan gejala yang mendukung diagnosa. Berikut pernyataan

    tersebut:

    “Dari pengkajian kita dapatkan tanda-tanda yang mendukung ke diagnose itu, halusinasi umpamanya dia ada gangguan suara. Jadi kita diagnosakan halusinasi. P3(1280)

    “Ya” P3(1290)

    Di bawah ini pernyataan P4 yang menyatakan bahwa untuk

    menentukan diagnosa keperawatan berdasarkan kognitif,

    psikomotor dan afektif pasien.

    “Ya kognitifnya, psikomotor, dan afektif” P4(1790)

    “Ya. Mungkin kalau untuk pelaksanaannya kan tidak saya, tapi kan saya tetap memantau semua pasien” P4(1800)

  • 75

    C. Intervensi (Perencanaan)

    Berdasarkan wawancara dan hasil observasi peneliti

    diperoleh bahwa perencanaan pemulangan pasien dalam bentuk

    discharge planning form yang berisikan jadwal kontrol, obat-obatan,

    edukasi, perawatan di rumah dan kebutuhan lainnya sesuai

    kebutuhkan pasien. Perawat tidak memiliki perencanaan khusus

    melainkan melaksanakan perencanaan yang sudah ada dari dokter

    selama 30 hari perawatan. Perawat hanya memberikan strategi

    pelaksanaan (SP) tergantung diagnosa yang dialami pasien.

    Di bawah ini pernyataan P1 yang menyatakan bahwa

    perencanaan pemulangan pasien ditentukan oleh dokter dengan

    melihat perkembangan dari 30 hari program discharge planning

    yang sudah ditentukan, apabila melebihi target perencanaan, maka

    perawat melaporkan kepada dokter terkait keadaan pasien untuk

    tindakan selanjutnya. Selain perencanaan dokter, perawat juga

    mengarahkan pasien kontrol, minum obat teratur dan didampingi

    oleh keluarga. Adapun isi discharge planning adalah jadwal kontrol,

    obat-obatan, perawatan di rumah dan sebagainya.

    “Dokter itu merencanakan planning itu toh itu discharge planning itu kebanyakan kalau disini kan satu bulan care planningnya dokter” P1(280)

    “Dokter, saya juga mengarahkan atau teman-teman itu ya kontrol, minum obat di rumah harus teratur, cara pemberian obat itu, obat harus kalau yang ada

  • 76

    keluarganya loh ya itu yang memegang harus keluarga..” P1(290)

    “Banyak ya dek, dari jadwal kontrol, obat-obatan, perawatan di rumah bagaimana, diitnya seperti apa dan sebagainya” P1(390)

    Pernyataan P2 yang menyatakan bahwa perencanaan

    pemulangan pasien dari sisi perawat tidak memiliki perencanaan

    khusus hanya memberikan asuhan keperawatan dan SP (Strategi

    Pelaksanaan) sesuai diagnose keperawatan.

    “Kalau dari perawat tidak punya rancangan khusus ya kita cuma bisa melihat dari diagnosa keperawatan itu cuma dari asuhan keperawatannya sudah tercapai atau belum itu yang dari keperawatan tapi kalau SP (Strategi Pelaksanaan)..” P2(790)

    “Kita selama merawat pasien kita melakukan asuhan keperawatan tergantung dari diagnosa masing-masing, dari asuhan keperawatan ada beberapa SP yang harus kita lakukan..” P2(800)

    “Untuk discharge planning itu sejak awal memang harus diisi dulu dari IGD, dari kasus-kasus apa, harus diisi dulu dengan perencanaan seperti ini. Rata-rata kita rencanakan perlu diedukasi, dari jadwal kontrol, discharge planning itu apa, perawatan di rumah bagaimana” P2(900)

    Berikut pernyataan P3 yang menyatakan bahwa perencanaan

    pemulangan pasien ditentukan dari hasil anamnesa pasien dan

    melakukan pengkajian sehingga mendapatkan perencanaan terkait

    ketertiban kontrol, penanganan dan pengawasan keluarga untuk

    mendampingi pasien, perujukan ahli gizi edukasi.

  • 77

    “Ya pasiennya kita anamnesa, kita wawancarai pasien sesudah melakukan pengkajian, kemudian diisi perencanaan-perencanaannya” P3(1300)

    “Banyak hal, ketertiban kontrol, kemudian ketertiban multidisiplin anggota keluarga nanti di rumah biar tidak kumat lagi, pengawasan keluarga ya untuk pendampingan pasien, kadang pasien kan perlu didampingi misalnya untuk minum obat biasanya perlu pendamping” P3(1310)

    “Perencanaan pulang itu meliputi banyak hal ya saya ambilkan dulu. Ada beberapa hal itu untuk rujukan termasuk perujukan kepada dokter, banyak hal. Perujukan pada ahli gizi, edukasi, edukasi kesehatan” P3(1410)

    Di bawah ini P4 menyatakan bahwa perencanaan

    pemulangan pasien hanya mengikuti dan melaksanakan

    perencanaan dari medis yaitu tentang minum obat dan sebagainya.

    Selain itu pemberian edukasi sesuai format discharge planning RS.

    “Biasanya mengikuti dari perencanaan yang sudah dibuat dari medis tinggal kita melaksanakan perencanaan yang sudah dibuat” P4(1810)

    “Perencanaan yang sudah dibuat oleh medik itu yang kita kerjakan baik kontrol, minum obat dan sebagainya” P4(1820)

    “Isi discharge planning ya biasanya terkait edukasi yang kita berikan tentang jadwal kontrolnya misalnya kapan, menjelaskan aturan dan efek samping obat, pencegahan terhadap kekambuhan, perawatan dirumah, diit, spiritual dan perujukkan dokter, ahli gizi dan lain-lain” P4(1920)

    D. Implementasi (Pelaksanaan)

    Berdasarkan data yang diperoleh dari keempat partisipan

    diperoleh pernyataan bahwa prosedur pelaksanaan discharge

    planning sudah dikerjakan dari awal pasien masuk (IGD)

  • 78

    selanjutnya perawat hanya melengkapi dan melanjutkan.

    Pelaksanaan discharge planning khususnya pemberikan edukasi

    baik terhadap pasien setiap hari sampai hari pemulangan pasien

    juga diberikan edukasi terhadap pasien dan keluarga terkait jadwal

    kontrol, minum obat, penanganan di rumah dan edukasi terkait

    kebutuhan pasien selama perawatan di rumah.

    P1 menyatakan bahwa pelaksanaan edukasi dilakukan setiap

    hari, mengingatkan pasien dan persiapan pulang juga diberikan

    eduksi kepada keluarga dan pasien tentang cara penanganan,

    jadwal kontrol, jadwal minum obat dengan mengisi form bukti

    pemberian edukasi yang ditandatangani oleh pihak pemberi dan

    penerima edukasi. Pernyataan ini terdapat pada kutipan wawancara

    berikut ini:

    “Untuk sehari-hari kita juga selalu mengingatkan pasien dan memberikan edukasi, yang paling sering tentang minum obat, cuci tangan, mandi dan sebagainya” P1 (300)

    “Biasanya kan persiapan pulang terus keluarga juga harus tau tanda dan gejala pasien bingung, misalnya pasien disini kita edukasi ya keluarga juga harus tau..” P1(310)

    “Prosedur discharge planning itu kami kerjakan pasien itu dari depan sudah ada discharge planning yang diisi dari depan nah disini nanti depan itu mampunya seberapa tinggal kami melanjutkan..” P1(380)

    Berikut pernyataan P2 yang menyatakan bahwa pelaksanaan

    discharge planning di mulai sejak awal pasien masuk dan berisikan

    tentang kebutuhan pasien selama perawatan. Pemberian edukasi

  • 79

    mulai dari pertama kali pasien masuk sampai pasien dinyatakan

    pulang dengan didamping keluarga dan dibuktikan dengan

    pengisian dokumen pemberian edukasi dari pihak penerima

    (keluarga) maupun pemberi edukasi (perawat).

    “Saya kira mulai dari pertama masuk sampai pasien pulang ya kita beri edukasi terus, biasanya sebelum minum obatpun kita beri edukasi” P2(810)

    “Sebelum pasien pulang diberikan edukasi terlebih dahulu kepada pasien dan didampingi oleh wali/keluarga” P2(820)

    “Untuk prosedurnya discharge planning itu seharusnya sudah terisi sejak dari rawat jalan pasien dari rawat inap dari IGD nanti kalau pasien begitu masuk ke pintu ke IGD maupun rawat jalan itu discharge planning sudah ada, perencanaanya itu sudah harus terisi..” P2(890)

    Pernyataan P3 yang menyatakan bahwa pelaksanaan

    discharge planning dalam hal edukasi diberikan setiap saat bertemu

    pasien terkait aktivitas sehari-hari pasien. Adapun prosedur

    pengisian discharge planning dilakukan dari awal pasien masuk

    smpai pasien pulang dengan 30 hari perencanaan.

    “Setiap kita bertemu pasien selalu kita ingatkan karna itu merupakan tugas supaya pasien tidak lupa walaupun masih banyak pasien yang ngeyel” P3(1320)

    “Edukasi tentang cuci tangan, edukasi munim obat, edukasi cara pemeliharaan kebersihan diri mandi berapa kali..” P3(1330)

    “Prosedur pengisian discharge planning ya dari awal pasien masuk kemudian perencanaan pulang kan sebetulnya 30 hari, 1 bulan 30 hari perencanaan perawatan. Dilanjutkan terus sampai pasien diperbolehkan pulang” P3(1400)

  • 80

    Di bawah ini pernyataan P4 yang menyatakan bahwa

    pelaksanaan discharge planning terkait pemberian edukasi

    dilakukan sejak awal pasien masuk sampai pasien dinyatakan

    pulang. Edukasi yang diberikan berupa kepatuhan minum obat,

    ADL (Activity Daily Life) dan cara merawat pasien. Prosedur

    discharge planning dikerjakan dari awal pasien masuk sampai

    pasien pulang.

    “Edukasinya dilakukan sejak pasien awal masuk diingatkan terus sampai pasien dinyatakan pulang “ P4(1830

    “Pemberian edukasi diberikan kepada pasien dan keluarga terkait kepatuhan minum obat, tanggal kontrol, ADL dan cara merawat pasien di rumah bagaimana” P4(1840)

    “Prosedur discharge planning biasanya sudah dikerjakan dari awal pasien masuk biasanya itu dari IGD, dibawa ke ruangan kita disini kemudian melengkapi perencanaan yang sudah dibuat sebelumnya sampai pasien pulang seperti itu” P4(1910)

    E. Evaluasi dan Dokumentasi

    Berdasarkan data yang diperoleh dari keempat partisipan,

    tiga diantaranya menyatakan bahwa evaluasi yang dilakukan

    terhadap pelaksanaan discharge planning adalah dengan home

    care/home visit, daftar pulang pasien dan kartu kontrol pasien serta

    menanyakan kembali kepada pasien terkait apa yang sudah

    disampaikan perawat.

  • 81

    P1 menyatakan bahwa evaluasi pelaksanaan discharge

    planning dilakukan oleh pihak yang berkompeten melanjutkan

    discharge planning yaitu home care/home visit untuk melihat

    perkembangan pasien dan pasien yang memiliki masalah jarang

    kontrol tetapi tidak semua pasien dapat dijangkau hanya daerah

    tertentu.

    “Evaluasi discharge planning dilakukan oleh pihak yang berkompeten untuk melanjutkan discharge planning. Biasanya ada home care atau home visit hah iya itu ada home visit dan home care.. P1(330)

    Berikut pernyataan P2 yang menyatakan bahwa evaluasi

    pelaksanaan discharge planning dilihat dari jadwal kontrol rutin

    pasien dan jumlah pasien yang mendaftar pulang.

    “Kalau discharge planning evaluasinya cuma kalau pasiennya memang kontrolnya kapan, nanti bisa terilihat dari mendaftar pulangnya pasien itu..” P2(840)

    Di bawah ini pernyataan P3 yang menyatakan bahwa

    evaluasi pelaksanaan discharge planning adalah dengan

    menanyakan kembali terkait apa yang sudah disampaikan

    sebelumnya.

    “Kita tanyakan evaluasi apakah yang kemaren kita sampaikan sudah dilaksanakan atau belum.” P3(1350)

    Selain itu, pernyataan partisipan terkait dokumentasi bahwa

    perawat wajib melakukan pendokumentasi yang dilakukan pada

  • 82

    catatan perawat mulai dari jadwal kontrol, tanda-tanda vital pasien

    untuk melihat perkembangan pasien. Selain itu perawat juga

    melakukan pendokumentasian pada catatan pasien dengan

    memberikan kartu kontrol, leaflet dan pamflet.

    Pernyataan P1 menyatakan bahwa perawat melakukan

    pendokumentasian pelaksanaan discharge planning dilakukan pada

    catatan perawat tentang jadwal kontrol pasien dan pada pasien

    juga diberikan dokumentasi berupa kartu kontrol. Pernyataan

    tersebut terdapat pada kutipan wawancara berikut:

    “Pendokumentasiannya ya di discharge planning aja kalo khusus discharge planning lo ya, ini kan contohnya discharge planning ini cuma seperti ini, ini yang pasien pulang jadi ini kan pasien datangnya bulan lima ya tanggal 8 ini jadwal kontrolnya seharusnya ini ini seharusnya jadwal kontrol itu tanggal 17 bulan 6 tapi pasien baru pulang tanggal 23 bulan 5 otomatis tanggal 23 bulan 5 ini belum sampai jadwal kontrol sudah kontrol nanti..” P1(340)

    “Itu saya kalau cuma dari sini untuk kontrol ini aja. Jadi klau untuk kontrol pasien itu dibawai ini oleh keluarganya nanti waktu kontrol ke depan mudah kan disini ada tanggal kontrol terus obatnya yang diberikan apa ya masuknya kapan nanti pulang..” P1(350)

    Selaras dengan hal itu, P2 juga menyatakan bahwa

    pendokumentasian pada catatan perawat itu wajib dilakukan untuk

    memantau perkembangan pasien. Pendokumentasian yang

    diberikan pada pasien dalam bentuk leaflet tentang kebutuhan

    pasien yang dilakukan di rumah. Pernyataan tersebut pada kutipan

    di bawah ini:

  • 83

    “Iya, harus. Itu wajib kalau di data catatan keperawatan itu mulai dari tanda-tanda vitalnya semuanya ada disini. Jadi kita bisa melihat perkembangan pasien seperti apa, diagnosa keperawatannya seperti apa, yang terlihat dari pengkaiian..” P2(850)

    “Kalau dalam bentuk tulisan tidak ada, tapi ada leaflet tentang kebutuhan pasien yang dilakukan di rumah, tentang asuhan keperawatannya apa tergantung diagnose pasiennya..” P2(860)

    Berikut pernyataan P3 yang menyatakan bahwa apapun

    tindakan yang diberikan kepada pasien harus didokumentasikan.

    Pendokumentasian pada catatan pasien berupa kartu kontrol.

    “Iya, pendokumentasian semua tindakan yang dilakukan di dokumentasikan” P3(1360)

    “Kalau dari perawatan tidak ada tertulis, cuma lisan tertulisnya tidak ada, cuma kartu kontrol di kartu kontrol itu sudah ditulis terapi ya, umpamanya obat ini berapa kali sehari, terus nanti wajib kontrolnya kapan” P3(1370)

    Di bawah ini pernyataan P4 yang menyatakan bahwa

    pendokumentasian pada catatan perawat ada dilakukan dan

    pendokumentasian pada cacatan pasien berupa edukasi secara

    lisan dan secara tulisan berupa pamphlet.

    “Ada” P4(1870)

    “Ada di rekam medik pasien. Berupa edukasi. Ada juga pamflet-pamflet” P4(1880)

  • 84

    F. Upaya Perawat dan Rumah Sakit Terhadap Pelaksanaan

    Discharge Planning

    Dari wawancara dengan keempat partisipan diperoleh

    pernyataan bahwa follow up ataupun upaya yang sudah dilakukan

    perawat dan rumah sakit terhadap pelaksanaan discharge planning

    diantaranya dengan melihat dari kartu kontrol, kegiatan rutin yang

    dilakukan oleh Kesehatan Jiwa Masyarakat (KESWAMAS) yaitu

    home visit/home care dan family gathering. Dari pelaksanaan

    discharge planning yang dilakukan, yang perlu dipertahankan

    adalah saran dan anjuran yang diberikan, di rumah harus dilakukan,

    pemberian edukasi terhadap keluarga dan pasien dan selalu

    mengingatkan pasien dan keluarga berulang-ulang. Adapun semua

    upaya sudah dilakukan dengan baik selanjutnya tergantung dari

    keluarga maupun pasien untuk melaksanakan atau tidak.

    Berikut ini pernyataan P1 yang menyatakan bahwa follow up

    ataupun upaya yang sudah dilakukan perawat dan rumah sakit

    terhadap pelaksanaan discharge planning adalah pemantauan

    kartu kontrol dan pelaksanaan home visit. Oleh karena itu, upaya

    yang harus dipertahankan adalah saran dan anjuran waktu pulang

    dilaksanakan di rumah oleh keluarga dan pasien.

    “Mungkin melihat dari kartu kontrol dan home visit” P1(360)

    “Setelah pasien sudah kembali/pulang ke rumah, ya home visit tadi” P1(400)

  • 85

    “Yah kalo yang di pertahankan ya saran dan anjuran waktu pulang itu di rumah dilaksanakan” P1(410)

    Pernyataan P2 yang menyatakan bahwa follow up ataupun

    upaya yang sudah dilakukan perawat dan rumah sakit terkait

    pelaksanaan discharge planning adalah melihat dari jadwal kontrol

    dan kegiatan home visit dan yang perlu dipertahankan dari

    pelaksanaan discharge planning adalah pemberian edukasi.

    “Untuk follow upnya, kita tidak melakukan untuk follow up discharge planning ya kita cuma bisa melihat dari jadwal kontrolnya, pasien sudah di rumah kan kita tidak bisa memantau” P2(870)

    “Itu ada home visit ya, home visit itu terintegrasi ya tergantung dari kebutuhan pasiennya apa mungkin ada dari manjemen membutuhkan berapa..” P2(910)

    “Yang perlu dipertahankan adalah dengan pemberian edukasi, kita harus pertahankan karena ini memang sudah dilakukan..” P2(920)

    Berikut pernyataan P3 yang menyatakan bahwa follow up

    ataupun upaya yang sudah dilakukan perawat dan rumah sakit

    terhadap pelaksanaan discharge planning adalah menanyakan

    kembali ke pasien dan kegiatan family gathering. Selain itu,

    pendidikan dan kontrol kembali ke rumah sakit merupakan hal yang

    perlu dipertahankan.

    “Follow upnya ya kita tanyakan ke pasien, kalau pasiennya pulang ya nanti biasanya pasiennya kontrol kesini lagi” P3(1380)

  • 86

    “Ada family gathering, jadi keluarga ada semacam perkumpulan keluarga dan pasien, kemudian ada suatu pertemuan, direncanakan oleh dua KESWAMAS..”P3(1420)

    “Pendidikan perlu kemudian untuk kontrol kembali ke rumah sakit itu perlu tergantung keadaan pasien” P3(1430)

    Di bawah ini pernyataan P4 yang menyatakan bahwa follow

    up ataupun upaya yang sudah dilakukan perawat dan rumah sakit

    terhadap pelaksanaan discharge planning adalah home care/home

    visit dan family gathering. Adapun hal yang perlu ditingkatkan dari

    perawat adalah mengingatkan pasien dan keluarga secara

    berulang-ulang.

    “Home care dan family gathering” P4(1890)

    “Biasanya dari bidang KESWAMAS ya mbak, ada juga kegiatan home visit, family gathering” P4(1930)

    “Yang perlu ditingkatkan yaitu mengulang-ulang mengingatkan pasien dan keluarga jangan sampai bosan. Ya semua kan tergantung dari keluarga” P4(1940)

  • 87

    4.4 Pembahasan

    Dalam pembahasan, peneliti akan mendeskripsikan

    berdasarkan 2 tema dari hasil penelitian yang berfokus pada

    gambaran peran perawat dalam pelaksanaan discharge planning di

    RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta.

    4.4.1 Peran Perawat

    Menurut Mubarak dan Chayatin (2009), peran-peran

    perawat terdiri dari: peran perawat sebagai pemberi perawatan

    (care giver), konselor (counsellor), advokat (advocate), pemberi

    edukasi (educator), koordinator (coordinator), kolaborator

    (collaborator), Konsultan (consultant) dan pembaharu.

    4.4.1.1 Pelaksanaan Peran Perawat di Instalasi Rawat Inap

    RSJD Surakarta terkait Pelaksanaan Discharge Planning

    Perawat di Instalasi Rawat Inap RSJD Surakarta

    melaksanakan peran perawat terkait pelaksanaan discharge

    planning sebagai pemberi asuhan keperawatan (care provider),

    peran sebagai advokat, peran sebagai educator, peran sebagai

    koordinator dan peran sebagai kolaborator.

  • 88

    a. Pemberi Asuhan Keperawatan (Care Giver)

    Partisipan melakukan perannya sebagai care giver dengan

    melaksanakan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh rumah

    sakit, yaitu memberikan asuhan keperawatan berdasarkan

    kebutuhan pasien terkait pemenuhan kebutuhan sehari-hari,

    pemberian obat, perawatan, terapi, rehabilitasi dan memberikan

    pembelajaran kepada pasien untuk menangani masalah yang

    dihadapi. Hal tersebut berkaitan dengan teori konsep keperawatan

    Virginia Handerson dalam Dwidiyanti, 1998 menyatakan bahwa

    peran perawat adalah menyempurnakan dan membantu mencapai

    kemampuan untuk mempertahankan atau memperoleh kemandirian

    dalam memenuhi empat belas kebutuhan dasar manusia yang

    diklasifikasikan menjadi empat kategori, yaitu: psikologis, biologis,

    sosiologis dan spiritual. Pemberian asuhan keperawatan

    merupakan poin penting dalam pelaksanaan peran perawat,

    dimana perawat harus melihat kebutuhan dasar manusia

    berdasarkan empat belas kebutuhan dasar manusia yang

    diungkapkan Handerson, dimana yang disebut manusia dalam

    konteks ini adalah pasien yang dipandang sebagai komponen bio,

    psiko, kultural dan spiritual yang mempunyai empat belas

    kebutuhan dasar. Oleh karena itu perawat memiliki peran sebagai

    pelaksanan/pemberi asuhan keperawatan dalam meningkatkan

    kemandirian pasien dan peningkatkan derajat kesehatan pasien.

  • 89

    b. Advokat

    Pelaksanaan peran perawat sebagai advokat yang dilakukan

    oleh partisipan adalah dengan melindungi hak dan memberikan

    kewajiban kepada pasien, menanamkan rasa kekeluargaan,

    memberikan rasa aman dan nyaman kepada pasien. Salah satu

    kebutuhan dasar manusia menurut Virginia Handerson dalam

    Dwidiyanti, 1998 adalah kebutuhan rasa aman dan nyaman.

    Ketidaktahuan seseorang dapat menimbulkan kekhawatiran tanpa

    sebab yang dipengaruhi dalam keadaan sehat maupun sakit. Oleh

    karena itu, perawat berperan penting memberikan rasa aman dan

    nyaman terhadap pasien sehingga mengurangi rasa

    takut/kekhawatiran yang dialami pasien. Perawat di RSJD

    mengupayakan pelayanan yang optimal dengan selalu memberikan

    hak yang seharusnya didapatkan pasien seperti pemenuhan

    kebutuhan pangan, istirahat, kebersihan diri dan informasi terkait

    tindakan yang diberikan ke pasien serta mengajarkan kepada

    pasien tentang apa yang harus mereka lakukan selama dirawat. Hal

    tersebut didukung oleh Hidayat (2008) dalam Firmansyah (2016)

    menyatakan bahwa peran perawat sebagai advokat adalah

    mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak

    atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang

    penyakitnya dan hak atas privasi. Pasien memiliki hak penuh atas

    setiap tindakan, informasi, dan penanganan yang akan diterimanya.

  • 90

    Sebagai seorang perawat profesional harus memiliki kemampuan

    dalam menjalankan peran khususnya sebagai advokat dengan

    memiliki tanggungjawab besar. Peran perawat lainnya terkait peran

    sebagai advokat adalah menanmkan rasa kekelurgaan. Hal

    tersebut didukung dengan teori caring yang dikemukakan oleh

    Watson dengan memahami respon manusia terhadap masalah

    kesehatan yang actual ataupun yang potensial, kebutuhan manusia

    dan bagaimana berespon terhadap orang lain dan memahami

    kekurangan dan kelebihan pasien dan keluarganya maupun

    pemahaman terhadap dirinya sendiri. Selain itu memberikan

    kenyamanan dan perhatian serta empati pada pasien dan

    keluarganya (Watson, 1987 dalam Dwidiyanti, 1998). Hal tersebut

    menggambarkan sikap kepedulian perawat yang tidak membeda-

    bedakan pasien melainkan mengajarkan rasa kebersamaan dan

    saling pengertian antara satu dengan lainnya.

    c. Educator

    Partisipan melaksanakan peran sebagai educator terkait

    pelaksanaan discharge planning dengan memberikan pengarahan

    dan pendidikan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari (ADL),

    pendidikan tentang kepatuhan minum obat, perawatan pasien di

    rumah, pencegahan kekambuhan, kebutuhan nutrisi dan spiritual

    pasien. Pernyataan tersebut sejalan dengan Bastable (2002)

    menyatakan bahwa peran educator perawat dalam memberikan

  • 91

    pendidikan kepada pasien menunjukkan potensinya untuk

    meningkatkan kepuasan konsumen, memperbaiki kualitas

    kehidupan, memastikan kelangsungan perawatan, mengurangi

    insidensi komplikasi penyakit, meningkatkan kepatuhan terhadap

    rencana pemberian perawatan kesehatan, menurunkan ansietas

    pasien, dan memaksimalkan kemandirian dalam melakukan

    aktivitas kehidupan sehari-hari. Selain itu, menurut teori Abdellah

    dkk (1960) dalam Potter dan Perry (2005) yang sering dikenal

    dengan 21 masalah keperawatan Abdellah, yaitu memfasilitasi

    kesadaran akan diri sendiri sebagai individu yang memiliki

    kebutuhan fisik, emosi dan perkembangan yang berbeda-beda,

    mempertahankan komunikasi verbal dan nonverbal,

    mempertahankan nutrisi untuk seluruh sel tubuh, dan memfasilitasi

    pencapaian tujuan spiritual personal yang progresif. Teori tersebut

    mendukung pernyataan partisipan terkait peran mereka sebagai

    educator dalam pelaksanaan discharge planning dimana perawat

    berperan mengarahkan pasien untuk mendapatkan pelayanan

    seoptimal mungkin dengan berbagai upaya yang sudah dilakukan

    untuk mengingatkan, mengajarkan pasien agar mampu melakukan

    edukasi yang sudah disampaikan secara berulang-ulang.

  • 92

    Pernyataan lain juga yang mendukung adalah menurut

    Doheny (1982) dalam Kusnanto (2004) menyatakan bahwa perawat

    dalam menjalankan peran educator membantu pasien untuk

    meningkatkan kesehatannya melalui pemberian pengetahuan

    terkait dengan keperawatan dan tindakan medis yang diterima

    sehingga pasien atau keluarga dapat menerima tanggung jawab

    terhadap hal-hal yang diketahuinya.

    Peningkatan wawasan dan cara berfikir selanjutnya akan

    memberikan dampak, salah satunya terhadap persepsi seseorang

    dalam mengambil keputusan untuk berperilaku (Nugroho, dkk.,

    2008). Pendidikan/edukasi yang diberikan partisipan khususnya

    terkait kepatuhan minum obat selalu diingatkan oleh partisipan

    kepada pasien, begitupun sebelum pemulangan pasien partisipan

    menjalankan perannya sebagai educator dengan memberikan

    edukasi kepada pasien dan keluarga tentang perawatan yang

    dilakukan di rumah, jadwal kontrol, diit (makanan) yang tidak boleh

    dikonsumsi pasien dan lain sebagainya. Namun terkadang masih

    terdapat pasien dan keluarga yang tidak melakukan anjuran

    maupun edukasi yang telah disampaikan, hal tersebut dapat dilihat

    dari data kunjungan pasien dan tingkat kekambuhan yang

    menyebabkan pasien kembali dirawat di RSJ.

  • 93

    d. Koordinator

    Peran perawat sebagai koordinator terkait pelaksanaan

    discharge planning yang dilakukan oleh partisipan adalah dengan

    merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol

    pasien, melakukan kerjasama dengan staf lain (sesama perawat),

    mengatur dan mengendalikan tugas internal maupun eksternal,

    merencanakan perencanaan pemulangan sesuai kebutuhan pasien,

    memberikan edukasi terhadap pasien dan keluarga, memberikan

    motivasi secara terus menerus. Hal tersebut di atas sejalan dengan

    pernyataan Hidayat (2008) bahwa peran perawat sebagai

    koordinator adalah mengarahkan, merencanakan serta

    mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga

    pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan

    kebutuhan pasien. Oleh karena itu, peran perawat sebagai

    koordinator merupakan peran yang sangat penting dimana perawat

    dituntut untuk mampu berkoordinasi dengan baik terhadap tim

    kesehatan lain dalam merencanakan dan melakukan pelayanan

    kesehatan sehingga dapat memfasilitasi kebutuhan pasien dan

    meningkatkan derajat kesehatannya. Dalam hal tersebut

    dibutuhkan kerjasama serta komunikasi yang baik untuk

    menciptakan suasana yang harmonis dengan sesama tenaga

    kesehatan. Pemberian motivasi secara terus menerus itu

    sesuai dengan teori harapan (Expectancy Theory) yang

  • 94

    menyatakan bahwa seseorang akan termotivasi bila memiliki

    harapan akan sebuah hasil yang nantinya akan bernilai positif bagi

    dirinya sendiri. Vroom lebih menekankan pada harapan, daya tarik

    dan usaha sebagai pemenuhan suatu kebutuhan (Vroom Pace dan

    Faules, 1998 dalam Saam dan Wahyuni, 2012).

    e. Kolaborator

    Peran yang dilakukan oleh partisipan sebagai kolaborator

    terkait pelaksanaan discharge planning adalah melakukan

    kerjasama dengan tim kesehatan lain, yaitu dokter, poli gigi, dan

    tenaga kesehatan lainnya dengan menghubungi ataupun bersurat

    dalam hal menjalin kerjasama dalam memfasilitasi kebutuhan

    pasien.

    Terkait peran perawat sebagai kolaborator, penelitiaan yang

    sejalan dengan itu, menurut Secretary of Health and Human

    Services Commission on Nursing (1988) dalam Isnaeni (2014)

    bahwa pentingnya praktik kolaboratif untuk memberikan perawatan

    kesehatan dengan merekomendasikan agar para pengguna jasa

    perawat dan profesi medis meningkatkan dan memelihara

    kolaborasi antara tim perawatan kesehatan. Fokus utama perawat

    untuk menangani masalah kolaboratif adalah memantau pasien

    terhadap awitan komplikasi atau perubahan dalam status

    komplikasi yang sering terjadi. Komplikasi biasanya berhubungan

  • 95

    dengan proses penyakit pasien atau tindakan pengobatan atau

    pemeriksaan diagnostik (Smeltzer, 2001).

    Partisipan dalam melaksanakan tugas dan perannya, yaitu

    melakukan kerjasama dengan tim kesehatan lain. Setiap tim

    kesehatan memiliki tugas dan peranan sesuai fungsi dan

    wewenangnya. Dalam menunjang kemajuan kondisi kesehatan

    pasien diperlukan bantuan dari berbagai penunjang kesehatan yang

    ada di kawasan RSJ sesuai dengan advice dokter. Dalam hal ini,

    partisipan menyatakan bahwa dokter memegang peranan penting

    yang berkaitan dengan kondisi/keadaan pasien. Dokter merupakan

    penanggungjawab utama terhadap pasien, sehingga sebelum

    melakukan tindakan apapun terhadap pasien harus

    memberitahukan kepada penanggungjawab pasien yaitu dokter.

    Khususnya, pada saat seorang pasien dinyatakan boleh pulang

    harus atas izin dari dokter penanggungjawabnya. Oleh karena itu,

    peran perawat sebagai kolaborator dengan melakukan kerjasama

    dengan tim kesehatan lain sangat diperlukan untuk menunjang

    perubahan positif terhadap kondisi kesehatan pasien.

    4.4.1.2 Motivasi Perawat Dalam Melaksanakan Peran

    Salah satu sumber motivasi menurut Suwatno (2011) adalah

    sumber motivasi dalam diri (intrinsik). Motivasi intrinsik adalah

    motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu

  • 96

    dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada

    dorongan untuk melakukan sesuatu. Berdasarkan hasil penelitian

    yang diperoleh bahwa, motivasi partisipan dalam melaksanakan

    peran merupakan tanggung jawab dalam memberikan pelayanan

    yang optimal, menjaga kondisi pasien, melakukan kewajiban

    perawat dan melaksanakan peran perawat dengan sebaik-baiknya.

    Hal ini diperkuat Handoko (2001) yang menjelaskan bahwa motivasi

    intrinsik sebagai tenaga pendorong yang mendorong manusia untuk

    bertindak atau suatu tenaga di dalam diri manusia yang

    menyebabkan manusia bertindak. Sejalan dengan hal tersebut di

    atas, motivasi dapat mempengaruhi persepsi seseorang (Hidayat,

    2004).

    Partisipan menganggap apabila pasien diibaratkan sebagai

    keluarga partisipan sendiri, sehingga ada dorongan tersendiri dari

    masing-masing partisipan untuk bertindak dan memberikan

    pelayanan seoptimal mungkin. Rasa simpatik diberikan terhadap

    pasien, tetapi tidak secara berlebihan melainkan sewajarnya sesuai

    dengan porsi yang dibutuhkan. Oleh karena itu, motivasi yang

    berasal dari dalam diri perawat akan memberikan dampak positif

    terhadap tindakan yang akan dilakukan, sehingga memberikan

    kepuasan dan kenyamanan baik terhadap pasien dan perawat

    sekalipun.

  • 97

    4.4.1.3 Kendala yang Dihadapi Perawat dalam Menjalani Peran

    terkait Pelaksanaan Discharge Planning

    Dalam melaksanakan perannya sehari-hari perawat pasti

    memiliki kendala. Adapun kendala yang dihadapi partisipan dalam

    menjalani perannya antara lain: Pasien tampak bingung dan tidak

    mengerti apabila diajarkan perawat, kurangnya peran keluarga,

    ketidakseimbangan jumlah perawat yang merawat pasien,

    rendahnya tingkat pendidikan pasien dan keluarga, latar belakang

    dan pemahaman yang dimiliki pasien jiwa berbeda-beda.

    Terkait pasien tampak bingung dan tidak mengerti apabila

    diajarkan perawat serta rendahnya tingkat pendidikan pasien dan

    keluarga, hasil penelitian Nugroho, dkk (2008) menyatakan bahwa

    pendidikan yang baik dapat meningkatkan kematangan intelektual

    seseorang dan merupakan faktor penting dalam proses penyerapan

    informasi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka

    semakin mudah menerima serta mengembangkan pengetahuan

    dan teknologi. Peningkatan wawasan dan cara berfikir selanjutnya

    akan memberikan dampak, salah satunya terhadap persepsi

    seseorang dalam mengambil keputusan.

    Sejalan dengan pernyataan partisipan bahwa kurangnya

    peran keluarga menjadi salah satu kendala yang dirasakan, hal

    tersebut didukung penelitian Fhitrishia (2008) menyatakan bahwa

  • 98

    keluarga sangat berpengaruh pada perkembangan kepribadian

    setiap anggota keluarganya. Peran serta keluarga sangat

    dibutuhkan dalam proses pengobatan pasien gangguan jiwa,

    karena keluarga merupakan faktor fundamental bagi perkembangan

    dan pertumbuhan setiap anggota keluarganya. Sebagai sebuah

    keluarga seharusnya mengetahui tentang peran dan tanggung

    jawab dalam proses keperawatan yang direncanakan untuk

    perawatan klien di rumah. Faktor ini adalah salah satu faktor yang

    sering kali diabaikan oleh pihak keluarga padahal peran keluarga

    dalam proses penyembuhan merupakan peran yang paling penting

    (DepKes RI, 2006). Oleh karena itu selain peran perawat, keluarga

    sangat memiliki peranan penting dalam proses penyembuhan

    pasien khususnya pasien jiwa. Sebaik apapun upaya yang sudah

    diberikan oleh perawat dalam menjalankan perannya dalam

    memberikan pelayanan kesehatan yang optimal akan percuma

    apabila tidak didukung oleh peran serta dari keluarga pasien.

    Penelitian Fagerstrom (2009) di Finlandia mengatakan

    bahwa sumber daya manusia memberikan keunggulan kompetitif

    dalam organisasi perawatan kesehatan sejalan dengan hasil

    penelitian yang menyatakan bahwa ketidakseimbangan jumlah

    perawat yang merawat pasien menjadi salah satu kendala yang

    dihadapi oleh partisipan. Hendaknya semakin meningkat jumlah

    pasien yang dirawat dapat disesuaikan dengan jumlah tenaga

  • 99

    kesehatan yang memberikan pelayanan khususnya perawat.

    Perawat bertugas merawat, mengawasi, dan menjaga pasien

    selama 24 jam perawatan. Sehingga, beban kerja yang dimiliki

    perawat lebih besar dan membutuhkan tenaga ekstra dalam

    menjalankan peran sebagai perawat.

    4.4.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan

    Perawat dalam Melaksanakan Peran

    Menurut Notoadmodjo (2003) faktor yang berasal dari

    perawat yang mempengaruhi keberhasilan dalam pemberian

    pendidikan kesehatan adalah sikap, emosi, pengetahuan dan

    pengalaman masa lalu. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan

    bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan perawat

    dalam melaksanakan perannya adalah ilmu pengetahuan yang

    dimiliki perawat sejak dalam pendidikan, pengalaman kerja yang

    lama, melakukan komunikasi dengan benar terhadap pasien dan

    keluarga dan usia perawat yang sudah tua.

    Terkait hasil penelitian yang menyatakan bahwa ilmu

    pengetahuan yang dimiliki perawat merupakan salah satu faktor

    yang mempengaruhi keberhasilan perawat dalam melaksanakan

    peran. Hal itu sejalan dengan pernyataan Naylor (1990) dalam

    Yuliana (2013) bahwa pengetahuan dan kemampuan perawat

  • 100

    dalam proses keperawatan dapat memberikan kontinuitas

    perawatan melalui proses discharge planning.

    Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan perawat dalam

    melaksanakan peran adalah pengalaman. Mendukung pernyataan

    di atas, pengalaman merupakan salah satu sumber pengetahuan

    atau pengalaman itu suatu cara memperoleh kebenaran

    pengetahuan (Widyaningtyas,2010).

    Adapun komunikasi merupakan faktor yang mempengaruhi

    keberhasilan perawat dalam melaksanakan peran. Komunikasi

    antara perawat dan pasien/keluarga dalam pendidikan kesehatan

    sangat penting dalam perencanaan pemulangan, sehingga

    memudahkan pasien dalam menerima dan memahami instruksi

    yang diberikan serta secara mandiri menjaga atau meningkatkan

    kesehatannya ketika sudah berada di rumah. Komunikasi yang

    efektif juga akan meningkatkan kepatuhan pasien untuk kontrol.

    Kontrol dilakukan untuk mengevaluasi kesehatan pasien karena

    pasien tidak dapat melaksanakan secara mandiri tanpa bantuan

    petugas kesehatan. Dampak yang terjadi ketika pasien/keluarga

    belum mampu untuk melakukan perawatan secara mandiri adalah

    angka kekambuhan pasien meningkat karena pasien tidak mampu

    untuk menjaga atau meningkatkan kesehatannya, padahal

    pengetahuan tentang kontrol yang diberikan pada pasien bertujuan

  • 101

    untuk mengevaluasi kondisi pasien, sehingga angka kekambuhan

    pasien dapat dicegah (Dessy, dkk., 2011).

    Menurut Teori Havighurst, umur dewasa tua memiliki tugas

    perkembangan yaitu pencapaian tanggung jawab dengan apa yang

    dilakukannya (Potter dan Perry, 2005). Teori tersebut sesuai

    dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa usia perawat yang

    sudah tua merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

    keberhasilan perawat dalam melaksanakan peran.

    Oleh karena itu, perawat harus mampu menerapkan ilmu

    pengetahuan yang diperoleh sejak dalam pendidikan, pengalaman

    kerja yang lama akan membuat perawat semakin profesional

    dibidangnya, melakukan komunikasi dengan benar, yaitu

    menerapkan komunikasi terapeutik, sehingga pasien dan keluarga

    diharapkan dapat mengerti dan lebih memahami apa yang

    disampaikan perawat. Hal lainnya yaitu terpaut usia perawat yang

    sudah tua diharapkan memiliki tanggung jawab dan lebih

    memahami dan dapat melakukan perannya sebaik mungkin.

    4.4.2 Proses Pelaksanaan Discharge Planning (Perencanaan

    Pulang)

    Perencanaan pulang yang berhasil adalah suatu proses

    yang terpusat, terkoordinasi, dan terdiri dari berbagai disiplin ilmu

    yang memberi kepastian bahwa pasien mempunyai suatu rencana

  • 102

    untuk memperoleh perawatan yang berkelanjutan setelah

    meninggalkan rumah sakit (AHA, 1983 dalam Potter dan Perry,

    2005). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa proses

    pelaksanaan discharge planning dilakukan dari awal pasien masuk

    dengan melakukan pengkajian, diagnose keperawatan,

    perencanaan (Intervensi), pelaksanaan (Implementasi), evaluasi,

    dan dokumentasi. Hal ini sejalan dengan Kozier (2004) yang

    menyatakan bahwa discharge planning yang efektif seharusnya

    mencakup pengkajian berkelanjutan untuk mendapatkan informasi

    yang komprehensif tentang kebutuhan pasien yang berubah-ubah,

    pernyataan diagnosa keperawatan, perencanaan untuk memastikan

    kebutuhan pasien sesuai dengan apa yang dilakukan oleh pemberi

    pelayanan kesehatan.

    4.4.2.1 Pengkajian

    a) Pengkajian Awal Masuk Rumah Sakit

    Berdasarkan hasil penelitian, partisipan menyatakan bahwa

    pengkajian awal pasien masuk RSJ sudah dilakukan oleh perawat

    dari IGD/Instalasi Rawat jalan/Ruang akut sehingga perawat

    Instalasi Rawat Inap hanya melanjutkan pengkajian dan mengecek

    kembali apabila masih ada yang kurang dan belum dikaji.

    Pernyataan tersebut sejalan dengan Potter dan Perry (2005) yaitu

    perencanaan pemulangan sejak awal pasien masuk, tindakan

  • 103

    dalam mempersiapkan pasien dan keluarga yang dilakukan

    sebelum hari pemulangan pasien dan tindakan yang dilakukan

    pada hari pemulangan pasien. Perencanaan pemulangan dimulai

    ketika pasien masuk dalam rangka mempersiapkan pemulangan

    yang awal dan kebutuhan yang mungkin untuk perawatan tindak

    lanjut di rumah. Komunikasi dan kerjasama dengan pasien dan

    keluarga sangat penting untuk memenuhi kebutuhan pasien setelah

    pemulangan dari rumah sakit (Brunner dan Suddarth, 2002). Oleh

    sebab itu, pengkajian awal diperlukan untuk menentukan

    perencanaan perawatan pasien selama perawatan dan

    pelaksanaan sesudah pasien kembali ke rumah.

    b) Pengkajian Sebelum Pemulangan

    Berdasarkan hasil yang diperoleh, partisipan menyatakan

    bahwa pengkajian sebelum pemulangan mengacu pada medik dan

    tergantung dengan persetujuan dokter. Perawat hanya melihat dari

    aktivitas sehari-hari dan perkembangan kondisi pasien serta

    melaporkan kepada dokter karena dokter merupakan

    penanggungjawab utama dan memiliki peranan tinggi sehingga

    yang dapat memperbolehkan pasien untuk pulang adalah dokter.

    Perawat hanya mengkaji dengan memantau dan melihat

    perkembangan berdasarkan perencanaan seperti kemampuan

    melakukan aktivitas sehari-hari, kooperatif dan mampu

    bersosialisasi. Hasil tersebut sesuai dengan Potter dan Perry

  • 104

    (2005) yang menyatakan bahwa pada saat ini telah terjadi

    perubahan dalam pelaksanaan perencanaan pemulangan dengan

    struktur terdiri di mana perawat sebagai koordinasi dalam

    pelaksanaannya dan selalu berkonsultasi dengan klien dan

    keluarga serta profesional lainnya dalam perencanaan pemulangan.

    Menurut peneliti, koordinasi yang baik antara pasien, keluarga dan

    perawat serta perawat dengan tim kesehatan lain sangat diperlukan

    pada saat pengkajian sebelum pemulangan untuk melihat kondisi

    dan kesiapan pasien maupun keluarga untuk menentukan

    keberhasilan dalam melakukan perawatan lanjutan setelah keluar

    dari rumah sakit.

    4.4.2.2 Diagnosa Keperawatan

    Hasil penelitian dari pernyataan partisipan bahwa untuk

    menentukan diagnosa keperawatan adalah dengan allo dan auto

    anamnesa, riwayat pasien masuk, pengakajian, kognitifnya,

    psiko