BAB II Ulkus korneaa
-
Upload
ayudyah-annisha -
Category
Documents
-
view
225 -
download
3
description
Transcript of BAB II Ulkus korneaa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kornea
2.1.1. Anatomi dan Fisiologi
Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan
kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung
melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata
mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar
11,5 mm dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-
beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan
Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan endotel. Batas antara sclera
dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung dengan
kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Apabila kornea mengalami edema karena
suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan
sinar sehingga penderita akan melihat halo.
Gambar 1. Anatomi Mata
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour
aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari
atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam,
avaskularitasnya dan deturgensinya.
2.1.2. Fisiologi Kornea
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui
berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh strukturnya
yang uniform, avaskuler dan deturgesensi. Deturgesensi atau keadaan dehidrasi
relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel
dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Dalam mekanisme dehidrasi ini, endotel
jauh lebih penting daripada epitel.
Kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel berdampak jauh lebih parah
daripada kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema
kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, keru sakan pada epitel hanya
menyebabkan edema stroma kornea lokal sesaat yang akan meghilang bila sel-sel
epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari lapisan air mata prekorneal
menghasilkan hipertonisitas ringan pada lapisan air mata tersebut.
Hal ini mungkin merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma kornea
superfisial dan membantu mempertahankan keadaan dehidrasi. Penetrasi kornea utuh
oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat melalui epitel utuh dan
substansi larut-air dapat melalui stroma yang utuh. Agar dapat melalui kornea, obat
harus larut lemak dan larut-air sekaligus. Epitel adalah sawar yang efisien terhadap
masuknya mikroorganisme kedalam kornea. Namun sekali kornea ini cedera, stroma
yang avaskular dan membran Bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai macam
organisme, seperti bakteri, virus, amuba, dan jamur (Biswell, 2010)
2.1.2. Histologi
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:
1. Lapisan epitel
Lapisan epitel tebalnya 50 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak
bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan
sel gepeng.Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini
terdorong kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan
menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya
dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan macula okluden;
ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang
merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren. Epitel
berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman
Membran bowman terletak dibawah membrana basal epitel kornea
yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan
berasal dari bagian depan stroma.Lapis ini tidak mempunyai daya
regenerasi.
3. Jaringan Stroma
Jaringan stroma terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen
yang sejajar satu dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman
yang teratur sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang;
terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-
kadang sampai 15 bulan.Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga
keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan
embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
Membran descement merupakan membrana aselular dan merupakan
batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan
membrane basalnya.Membran descement bersifat sangat elastis dan
berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 µm.
5. Endotel
Endotel berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal,
besar 20-40 m. Endotel melekat pada membran descement melalui
hemidosom dan zonula okluden.
Gambar 2. Histologi Kornea
2.2. Ulkus Kornea
2.2.1. Defenisi
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif
disertai defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat
terjadi dari epitel sampai stroma.
2.2.2. Epidemiologi
Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya.
Insidensi ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di
Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi
karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak di ketahui
penyebabnya. Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada
tahun 1879 tetapi baru mulai periode 1950 keratomikosis diperhatikan.Banyak
laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan
peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat
imunosupresif dan lensa kontak.Singapura melaporkan selama 2.5 tahun dari
112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi jamur. Mortalitas atau morbiditas
tergantung dari komplikasi dari ulkus kornea seperti parut kornea, kelainan
refraksi, neovaskularisasi dan kebutaan. Berdasarkan kepustakaan di USA,
laki-laki lebih banyak menderita ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu
juga dengan penelitian yang dilakukan di India Utara ditemukan 61% laki-laki.
Hal ini mungkin disebabkan karena banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-
hari sehingga meningkatkan resiko terjadinya trauma termasuk trauma kornea.
2.2.3. Etiologi dan Faktor Resiko
Etiologi ulkus kornea adalah
1. Infeksi
Infeksi terbagi sebagai berikut.
a. Infeksi Bakteri
Infeksi bakteri disebabkan oleh P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia
dan spesies Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir
semua ulkus berbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak
dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat mukopurulen yang
bersifat khas menunjukkan infeksi P aeruginosa.
b. Infeksi Jamur
Infeksi Jamur disebabkan oleh sebagai berikut.
1. Jamur berfilamen (filamentous fungi); bersifat multiseluler dengan
cabang-cabang hifa.
a. Jamur bersepta : Fusarium sp, Acremonium sp, Aspergilus sp,
Clodosporium sp, Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora sp,
Curvularia sp, Altenaria sp.
b. Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.
2. Jamur ragi (yeast)
Jamur uniselular dengan pseudohifa dan tunas: Candida albicans,
Cryptococcus sp, Rodotolura sp.
3. Jamur difasik
Pada jaringan hidup membentuk ragi, sedangkan pada media perbiakan
membentuk misellium : Blastomices sp, Coccididies sp, Histoplasma
sp, Sporothrix sp.
Tampaknya di Asia Tenggara penyebabnya yang terbanyak adalah
Aspergllus sp dan Fusarium sp.
c. Infeksi Virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk
khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel
yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi
pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian
sentral.Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia (jarang).
d. Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air
yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi
kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal
pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila memakai larutan
garam buatan sendiri.Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan
pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah yang tercemar.
2. Non Infeksi
Penyebab non infeksi adalah sebagai berikut.
a. Bahan Kimia
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik
dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi
pengendapan protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak
tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat
superfisial saja. Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih
yang mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan
terjadi penghancuran kolagen kornea.
b. Radiasi atau Suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari
yang akan merusak epitel kornea.
c. Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis
sicca yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan
defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan
permukan palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan timbulnya
bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul
ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea terpulas dengan
flurosein.
d. Defisiensi Vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena
kekurangan vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran
cerna dan ganggun pemanfaatan oleh tubuh.
e. Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya;
kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan
imunosupresif.
f. Kelainan dari Membrane Basal, seperti karena trauma.
g. Pajanan
h. Neurotropik
3. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
Penyebab karena system imun misalnya pada penyakit
granulomatosa wagener dan rheumathoid arthritis.
Faktor resiko terjadinya ulkus kornea dapat dibedakan atas dua, yaitu sebagai
berikut.
1. Faktor Okular
a. Trauma
Trauma akibat tumbuh-tumbuhan, trauma kimia dan panas, Iatrogenic trauma
ocular, seperti Keratoplasty dan Keratorefractive surgery.
b. Abnormalitas pada permukaan mata
Misdirection of lashes, Incomplete lid closure
c. Infeksi pada adneksa
Blepharitis, Meibomitis, Dry Eye, Dacryocystitis
d. Nutrisi
Defisiensi vitamin A
e. Lensa kontak
Kebersihan lensa kontak, penggunaan solusi yang terkontaminasi
f. Compromised cornea
2. Faktor Sistemik
Faktor sistemik diantaranya Diabetes mellitus, Stevens-Johnson Syndrome,
Blepharoconjunctivitis, Infeksi Gonococcal dengan konjungtivitis,
Immunocompromised status.
2.2.4. Klasifikasi
2.2.5. Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui
cahaya, dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih,
sebab susunan sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan
cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam
bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan
yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat
menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di
daerah pupil.
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan
tidak segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak
vaskularisasi. Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang
terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru
kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan
tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-
sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang
mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna
kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin,
kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada
kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra
(terutama palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh.
Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan
fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan
fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh
iris.
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut.
Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini
menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul
kecil dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini
menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan
sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan
menyebabkan terjadinya sikatrik.5
2.2.6. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada ulkus kornea secara umum dapat berupa.
1. Gejala Subyektif, dapat berupa.
a. Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
b. Sekret mukopurulen
c. Merasa ada benda asing di mata
d. Pandangan kabur
e. Mata berair
f. Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
g. Silau
h. Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus
terdapat pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan
lapisan epitel kornea.
2. Gejala Objektif, dapat berupa.
a. Injeksi siliar
b. Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
c. Hipopion
2.2.7. Diagnosa
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya
riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang
bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering
kambuh.Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi,
virus terutama keratitis herpes simplek.Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat
penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi
khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi
siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat
dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.
2.2.8. Diagnosa Banding
Karatomalasia, tukak hipersensitif stafilokok, dan infiltrar sisa benda
asing.
2.2.9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat berupa.
a. Ketajaman penglihatan
b. Tes refraksi
c. Tes air mata
d. Pemeriksaan slit-lamp
e. Keratometri (pengukuran kornea)
f. Respon reflek pupil
g. Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
Gambar9 .Kornea ulcer dengan fluoresensi
h. Biopsi jaringan kornea
Diwarnai dengan periodic acid Schiff atau methenamine silver.
i. Nomarski differential interference contrast microscope
Untuk melihat morfologi jamur dari kerokan kornea (metode
nomarski
j. Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau
KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula
kimura dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan
pewarnaan KOH, gram atau Giemsa.Lebih baik lagi dengan biopsi
jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid Schiff.
Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak
maltosa.
Gambar 10.Pewarnaan gram ulkus kornea fungi
Gambar 11Pewarnaan gram ulkus kornea Gambar 12 Pewarnaan gram
ulkus kornea
herpes simplex herpes zoster
Gambar 13. Pewarnaan gram ulkus kornea bakteri Gambar 14.Pewarnaan gram
ulkus kornea
bakteri akantamoeba
2.2.10. Penatalaksanaan
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada
kornea.Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan
obat tetes mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur,
sikloplegik dan mengurangi reaksi peradangan dengann steroid.Pasien
dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri,
tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik.
Pengobatan ulkus kornea dapat berupa sebagai berikut.
1. Pengobatan konstitusi
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan
umum yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus
diperbaiki dengan makanan yang bergizi, udara yang baik, lingkungan
yang sehat, pemberian roboransia yang mengandung vitamin A,
vitamin B kompleks dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus yang disebabkan
kuman yang virulen, yang tidak sembuh dengan pengobatan biasa,
dapat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau 10 cc susu steril yang
disuntikkan intravena dan hasilnya cukup baik. Dengan penyuntikan ini
suhu badan akan naik, tetapi jangan sampai melebihi 39,5°C. Akibat
kenaikan suhu tubuh ini diharapkan bertambahnya antibodi dalam
badan dan menjadi lekas sembuh.
2. Pengobatan local
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera
dihilangkan.Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati
sebaik-baiknya.Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan
baik. Infeksi lokal pada hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat
lain harus segera dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan sebagai berikut.
a. Sulfas atropine sebagai salap atau larutan
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-
2 minggu.Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya
akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan
lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga
sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah
pembentukan sinekia posterior yang baru
b. Skopolamin sebagai midriatika
c. Analgetik
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes
pantokain, atau tetrakain tetapi jangan sering-sering.
d. Antibiotic
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau
yang berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi
subkonjungtiva.Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan
salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga
dapat menimbulkan erosi kornea kembali.
e. Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh
terbatasnya preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis
keratomitosis yang dihadapi bisa dibagi sebagai berikut.
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal
amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml,
Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal,
Natamicin, Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa,
berbagai jenis anti biotik
f. Antiviral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik
diberikan streroid lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti
biotik spektrum luas untuk infeksi sekunder analgetik bila
terdapat indikasi.Untuk herpes simplex diberikan pengobatan
IDU, ARA-A, PAA, interferon inducer.
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif
karena dapat menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan
memberikan media yang baik terhadap perkembangbiakan kuman
penyebabnya. Perban memang diperlukan pada ulkus yang bersih
tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.Untuk menghindari
penjalaran ulkus dapat dilakukan sebagai berikut.
1. Kauterisasi
a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik,
larutan murni trikloralasetat
b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter
atau termophore. Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya
yang mengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus
sampai berwarna keputih-putihan.
2. Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat
tidak menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti cairan
coa yang lama dengan yang baru yang banyak mengandung
antibodi dengan harapan luka cepat sembuh. Penutupan ulkus
dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari
sekitar limbus yang kemudian ditarik menutupi ulkus dengan
tujuan memberi perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk
mempercepat penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap
konjungtiva ini dapat dilepaskan kembali.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi
spontan berikan sulfas atropine, antibiotik dan balut yang
kuat.Segera berbaring dan jangan melakukan gerakan-gerakan.
Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja,
maka dapat dilakukan :
Iridektomi dari iris yang prolaps
Iris reposisi
Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat
Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah
berlangsung lama, kita obati seperti ulkus biasa tetapi prolas
irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya sembuh menjadi leukoma
adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.
Gambar 15.Ulkus kornea perforasi, jaringan iris keluar dan
menonjol, infiltrat pada kornea ditepi perforasi.
3. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan
diatas tidak berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut
yang mengganggu penglihatan, kekeruhan kornea yang
menyebabkan kemunduran tajam penglihatan, serta memenuhi
beberapa kriteria yaitu :
Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas
penderita
Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.
Gambar 16. Keratoplasti
2.2.11. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
a. Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
b. Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan
panopthalmitis
c. Prolaps iris
d. Sikatrik kornea
e. Katarak
f. Glaukoma sekunder
2.2.12. Pencegahan
Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera
berkonsultasi kepada ahli mata setiap ada keluhan pada mata.Sering kali
luka yang tampak kecil pada kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan
mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata.
1. Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam
mata
2. Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa
menutup sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam
keadaan basah
3. Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai
dan merawat lensa tersebut.
2.2.13. Prognosis
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan
ada tidaknya komplikasi yang timbul.Ulkus kornea yang luas memerlukan
waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat
avaskular.Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat
pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih
buruk.Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan
penggunaan obat.Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat
terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan resistensi.
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan
dengan pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua
metode; migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan
pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil
dapat sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus
yang besar, perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat
membentuk jaringan granulasi dan kemudian sikatrik.