BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan teori 1. Metode...
Transcript of BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan teori 1. Metode...
7
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Tinjauan teori
1. Metode Amenorea Laktasi (MAL)
a. Pengertian MAL
MAL adalah kontrasepsi yang mengandalkan pemberian ASI secara
eksklusif, artinya hanya diberikan ASI tanpa tambahan makanan atau
minuman apapun lainnya (Setya & Sujiyatini, 2009, hal. 68).
MAL menggunakan praktik menyusui untuk menghambat ovulasi
sehingga berfungsi sebagai kontrasepsi. Apabila seorang wanita
memiliki seorang bayi berusia kurang dari 6 bulan dan amenore serta
menyusui penuh, kemungkinan kehamilan terjadi hanya sekitar 2%.
Namun, jika tidak menyusui penuh atau tidak amenorea, risiko
kehamilan akan lebih besar. Banyak wanita akan memilih bergantung
pada metode kontrasepsi lain seperti pil hanya progesteron serta MAL
(Everett, 2007, hal. 51).
b. MAL dapat dipakai sebagai kontrasepsi bila :
1) Menyusui secara penuh, lebih efektif bila pemberian > 8 x sehari.
2) Belum haid.
3) Umur bayi kurang dari 6 bulan (Saifuddin, dkk, 2006, hal. MK-1).
c. Cara kerja MAL
Proses menyusui dapat menjadi metode kontrasepsi alami karena
hisapan bayi pada puting susu dan areola akan merangasang ujung-
8
ujung saraf sensorik, rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus,
hipotalamus akan menekan pengeluaran faktor-faktor yang
menghambat sekresi prolaktin namun sebaliknya akan merangsang
faktor-faktor tersebut merangsang hipofise anterior untuk
mengeluarkan hormon prolaktin. Hormon prolaktin akan merangsang
sel–sel alveoli yang berfungsi untuk memproduksi susu.
Bersamaan dengan pembentukan prolaktin, rangsangan yang berasal
dari isapan bayi akan ada yang dilanjutkan ke hipofise anterior yang
kemudian dikeluarkan oksitosin melalui aliran darah, hormon ini
diangkut menuju uterus yang dapat menimbulkan kontraksi pada
uterus sehingga terjadilah proses involusi. Oksitosin yang sampai pada
alveoli akan merangsang kontraksi dari sel akan memeras ASI yang
telah terbuat keluar dari alveoli dan masuk ke sistem duktulus yang
selanjutnya mengalirkan melalui duktus laktiferus masuk ke mulut bayi
(Anggraini, 2010, hal. 11-12). Hipotesa lain yang menjelaskan efek
kontrasepsi pada ibu menyusui menyatakan bahwa rangsangan syaraf
dari puting susu diteruskan ke hypothalamus, mempunyai efek
merangsang pelepasan beta endropin yang akan menekan sekresi
hormon gonadotropin oleh hypothalamus. Akibatnya adalah
penurunan sekresi dari hormon Luteinizing Hormon (LH) yang
menyebabkan kegagalan ovulasi (BKKBN, 1991, hal. 8).
9
Gambar 2.1 skema cara kerja MAL
Sumber : Handayani, 2010, hal. 67
d. Keuntungan kontrasepsi MAL (Handayani, 2010, hal. 68)
1) Efektivitas tinggi (keberhasilan 98% pada enam bulan
pascapersalinan).
2) Tidak mengganggu senggama.
3) Tidak ada efek samping secara sistemik.
4) Tidak perlu pengawasan medis.
5) Tidak perlu obat atau alat.
6) Tanpa biaya.
e. Keuntungan non kontrasepsi MAL
1) Untuk bayi (Saifuddin, dkk, 2006, hal. MK-2)
a) Mendapatkan kekebalan pasif (mendapatkan antibody
perlindungan lewat ASI).
b) Sumber asupan gizi yang terbaik dan sempurna untuk tumbuh
kembang bayi yang optimal.
c) Terhindar dari keterpaparan terhadap kontaminasi dari air dan
susu formula.
2) Untuk ibu (Handayani, 2010, hal. 68)
a) Mengurangi perdarahan pasca persalinan.
10
b) Mengurangi resiko anemia.
c) Meningkatkan hubungan psikologik ibu dan bayi.
f. Keterbatasan MAL (Setya & Sujiyatini, 2009, hal. 70)
1) Perlu persiapan sejak perawatan kehamilan agar segera menyusui
dalam 30 menit pasca persalinan.
2) Mungkin sulit dilaksanakan karena kondisi sosial.
3) Efektifitas tinggi hanya sampai kembalinya haid atau sampai
dengan 6 bulan.
4) Tidak melindungi terhadap IMS termasuk virus hepatitis B/HBV
dan HIV/AIDS.
g. Yang boleh menggunakan MAL (Handayani, 2010, hal. 69)
1) Ibu yang menyusui secara eksklusif.
2) Bayinya berumur kurang dari 6 bulan.
3) Belum mendapat haid setelah melahirkan.
h. Yang seharusnya tidak memakai MAL
1) Sudah mendapat haid setelah bersalin.
2) Tidak menyusui secara eksklusif.
3) Bayinya sudah berumur lebih dari 6 bulan.
4) Bekerja dan terpisah dari bayi lebih lama dari 6 jam (Setya &
Sujiyatini, 2009, hal. 71; Saifuddin, dkk, 2006, hal. MK- 3).
11
i. Keadaan yang memerlukan perhatian
Tabel 2.1 keadaan yang memerlukan perhatian
No Keadaan Anjuran
1 Ketika mulai memberikan
makana pendamping secara
teratur (menggantikan satu kali
menyusui)
Membantu klien memilih metode lain.
Walaupun metode kontrasepsi lain
dibutuhkan, klien harus didorong untuk
tetap melanjutkan pemberian ASI.
2 Ketika haid sudah kembali Membantu klien memilih metode lain.
Walaupun metode kontrasepsi lain
dibutuhkan, klien harus didorong untuk
tetap melanjutkan pemberian ASI.
3 Bayi menghisap susu tidak
sering (On Demand) atau jika <
8 x sehari
Membantu klien memilih metode lain.
Walaupun metode kontrasepsi lain
dibutuhkan, klien harus didorong untuk
tetap melanjutkan pemberian ASI.
4 Bayi berumur 6 bulan atau lebih Membantu klien memilih metode lain.
Walaupun metode kontrasepsi lain
dibutuhkan, klien harus didorong untuk
tetap melanjutkan pemberian ASI.
Sumber: Setya & Sujiyatini, 2009, hal. 70
j. Hal yang harus disampaikan kepada klien (Setya & Sujiyatini,
2009, hal. 71; Saifuddin, dkk, 2006, hal. MK- 3)
1) Seberapa sering harus menyusui.
Bayi disusui sesuai kebutuhan bayi (on demand). Biarkan bayi
menyelesaikan hisapan dari satu payudara sebelum memberikan
payudara lain, supaya bayi mendapat cukup banyak susu akhir.
Bayi hanya membutuhkan sedikit ASI dari payudara berikut atau
sama sekali tidak memerlukan lagi. Ibu dapat memulai dengan
12
memberikan payudara lain pada waktu menyusui berikutnya
sehingga kedua payudara memproduksi banyak susu.
2) Waktu antara 2 pengosongan payudara tidak lebih dari 4 jam.
3) Biarkan bayi menghisap sampai dia sendiri yang melepas
hisapannya.
4) Susui bayi ibu juga pada malam hari karena menyusui waktu
malam membantu pertahanan kecukupan persediaan ASI.
5) Bayi terus disusukan walau ibu/bayi sedang sakit.
6) ASI dapat disimpan dalam lemari pendingin
7) Kapan mulai memberikan makanan padat sebagai makanan
pendamping ASI. Selama bayi tumbuh dan berkembang dengan
baik serta kenaikan berat badan cukup, bayi tidak memerlukan
makanan selain ASI sampai dengan umur 6 bulan. (Berat Badan
naik sesuai umur, sebelum BB naik minimal 0,5kg, ngompol
sedikitnya 6 kali sehari)
8) Apabila ibu menggantikan ASI dengan minuman atau makanan
lain, bayi akan menghisap kurang sering dan akibatnya menyusui
tidak lagi efektif sebagai metode kontrasepsi.
9) Haid
Ketika ibu mulai dapat haid lagi, itu pertanda ibu sudah subur
kembali dan harus segera mulai menggunakan metode KB lainnya.
13
10) Untuk kontrasepsi dan kesehatan
Bila menyusui tidak secara eksklusif atau berhenti menyusui maka
perlu ke klinik KB untuk membantu memilihkan atau memberikan
metode kontrasepsi lain yang sesuai.
k. Beberapa catatan dari konsensus Bellagio (1988) untuk mencapai
keefektifan 98% (Setya & Sujiyatini, 2009, hal. 71; Saifuddin, dkk,
2006, hal. MK- 4)
1) Ibu harus menyusui secara penuh atau hampir penuh (hanya
sesekali diberi 1-2 teguk air/minuman pada upacara adat/agama).
2) Perdarahan sebelum 56 hari pasca persalinan dapat diabaikan
(belum dianggap haid).
3) Bayi menghisap secara langsung.
4) Menyusui dimulai dari setengah sampai satu jam setelah bayi lahir.
5) Pola menyusui on demand (menyusui setiap saat bayi
membutuhkan) dan dari kedua payudara.
6) Sering menyusui selama 24 jam termasuk malam hari.
7) Hindari jarak menyusui lebih dari 4 jam.
Setelah bayi berumur 6 bulan, kembalinya kesuburan
mungkin didahului haid, tetapi dapat juga tanpa didahului haid. Efek
ketidaksuburan karena menyusui sangat dipengaruhi oleh Cara
menyusui, seringnya menyusui, lamanya setiap kali menyusui, jarak
antara menyusui dan kesungguhan menyusui
14
Setelah berhasil dan aman untuk memakai MAL maka ibu
harus menerapkan menyusui secara eksklusif sampai dengan enam
bulan. Untuk mendukung keberhasilan menyusui eksklusif dan MAL
maka beberapa hal yang penting untuk diketahui yaitu cara menyusui
yang benar meliputi posisi, perlekatan dan menyusui secara efektif
Apabila jawaban untuk semua pertanyaan tersebut menjadi ya
Gambar 2.2 Langkah-langkah penentuan saat pemakaian KB
Sumber : Saifuddin, dkk, 2006, hal. MK-6
2. Pengetahuan
a. Definisi
Pengetahuan merupakan hasil tahu. Hal ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan melalui indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba terhadap suatu objek tertentu. Sebagian
Apakah ibu sudah haid lagi?
Apakah ibu sudah memberikan
makanan/minuman tambahan
atau biarkan jangka waktu lama
tidak menyusui
Apakah bayi sudah berumur
lebih dari 6 bulan?
Hanya ada kemungkinan
Hamil 1-2% pada saat ini
Kemungkinan kehamilan
untuk ibu ini meningkat.
Untuk tetap terhindar dari
kehamilan nasehatnya ibu
tersebut untuk memulai
memakai cara KB tambahan
dan teruskan memberian ASI
demi kesehatan bayinya
belum
belum
belum
ya
ya
sudah
15
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pada
waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat
dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap obyek
(Notoatmodjo, 2003, hal. 121; Notoatmodjo, 2007, hal. 139; Wawan &
Dewi, 2010, hal.11).
b. Tingkat pengetahuan
Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan :
1) Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang
telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu (Notoatmodjo,
2005, hal. 50). Atau merupakan suatu kemampuan mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu
“tahu” ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari antara lain menyebutkan, mendefinisikan, menyatakan,
dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003, hal. 122). Contoh: dapat
menjelaskan definisi MAL.
2) Memahami (Comprehension)
Memahami merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang
telah paham terhadap objek atau harus dapat menjelaskan
16
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan
sebagainya terhadap objek yang dipelajari (Notoatmodjo, 2007,
hal. 141). Misalnya dapat menjelaskan cara kerja MAL.
3) Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil
(sebenarnya) atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui
tersebut pada situasi yang lain (Notoatmodjo, 2005, hal. 51).
Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan
hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam
konteks atau situasi yang lain (Wawan & Dewi, 2010, hal. 13).
Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan
hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus
pemecahan masalah (problem solving cyclel) di dalam pemecahan
masalah kesehatan dari kasus yang diberikan (Notoatmodjo,
2003, hal. 123).
4) Analisa (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam
suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitan satu dan lainnya
(Notoatmodjo, 2003, hal. 123). Atau kemampuan untuk
menjabarkan dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan
antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah
17
atau objek yang diketahui (Notoatmodjo, 2005, hal. 51).
Kemampuan analisis ini dapat dilihat bila seseorang dapat
membedakan atau memisahkan, mengelompokan,
menggambarkan (membuat bagan), dan sebagainya terhadap
pengetahuan atas objek tersebut (Notoatmodjo, 2005, hal. 51;
2007, hal. 141).
5) Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk
merangakum atau meletakkan dalam satu hubungan yanga logis
dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki
(Notoatmodjo, 2005, hal. 51).
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada
(Wawan & Dewi, 2010, hal. 13). Misalnya, dapat menyusun,
dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan
dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang
telah ada (Notoatmodjo, 2007, hal. 142).
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Wawan & Dewi,
2010, hal. 14). Misalnya, dapat membandingkan antara anak yang
18
mendapatkan ASI eksklusif dengan yang tidak, dapat menafsirkan
penyebab ibu tidak mau ikut KB, dan sebagainya.
c. Proses adopsi perilaku
Penelitian Rogers (1974), yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003, hal.
121-122; 2007, hal. 140) mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), dalam diri orang tersebut
terjadi proses yang berurutan, yakni:
1) Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam
arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).
2) Interest (merasa tertarik) dimana individu mulai menaruh
perhatian dan tertarik pada stimulus.
3) Evaluation (menimbang-nimbang), seseorang akan
mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih
baik lagi.
4) Trial, dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai
dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
5) Adoption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
d. Cara memperoleh pengetahuan
Cara memperoleh pengetahuan adalah sebagai berikut :
1) Cara kuno (tradisional) untuk memperoleh pengetahuan
a) Cara kekuasaan atau otoritas
19
Prinsip dari cara ini adalah orang lain menerima pendapat
yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas
seperti pemimpin masyarakat baik formal maupun informal,
ahli agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya, tanpa
terlebih dahulu menguji atau membuktikan kebenarannya,
baik berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran
sendiri (Wawan & Dewi, 2010, hal. 14).
b) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi juga dapat digunakan sebagai upaya
memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara
mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu
(Wawan & Dewi, 2010, hal. 15).
c) Cara coba salah (Trial and Error)
Cara ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam
memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak
berhasil maka dicoba kemungkinan yang lain sampai masalah
tersebut dapat terpecahkan (Wawan & Dewi, 2010, hal. 14).
2) Cara modern dalam memperoleh pengetahuan
Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau metodologi
penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon
(1561-1626) kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Dallen
yang mengatakan bahwa dalam memperoleh kesimpulan dilakukan
20
dengan mengadakan observasi langsung, dan membuat pencatatan-
pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan obyek yang
diamatinya. Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan penelitian
yang dewasa ini kita kenal dengan penelitian ilmiah (Wawan &
Dewi, 2010, hal. 15).
e. Faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan
Faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan yaitu :
1) Faktor internal
a) Umur
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan
sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam
berfikir dan bekerja (Wawan & Dewi, 2010, hal. 17).
b) Pekerjaan
Pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan terutama
untuk menunjang kehidupannya dan keluarganya. Pekerjaan
bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan
cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak
tantangan (Wawan & Dewi, 2010, hal. 17).
c) Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang
terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah cita-cita
tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi
21
kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga
perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam
memotivasi untuk berperan serta dalam pembangunan. Pada
umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah
menerima informasi (Wawan & Dewi, 2010, hal. 16).
2) Faktor Eksternal
a) Sosial Budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat
mempengaruhi sikap dalam menerima informasi (Wawan &
Dewi, 2010, hal. 18)
b) Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar
manusia dan pengaruhnya dapat mempengaruhi perkembangan
dan perilaku orang atau kelompok (Wawan & Dewi, 2010,
hal.18).
f. Pengukuran pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari
subyek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin
diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatanya
(Notoatmodjo, 2007, hal. 142).
22
g. Kriteria tingkat pengetahuan
Merurut arikunto (2006, hal. 18) pengetahuan seseorang dapat
diketahui dan diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif,
yaitu :
1) Baik : hasil presentase 76-100% dari jawaban benar.
2) Cukup : hasil presentase 56-75% dari jawaban benar.
3) Kurang : hasil presentase kurang dari 56% dari jawaban benar.
3. Sikap
a. Definisi
Sikap menurut Louis Thurstone (1928; salah seorang tokoh
terkenal di bidang pengukuran sikap), Rensis Likert (1932; seorang
pionir di bidang pengukura sikap), dan Charles Osgood) yang dikutip
oleh Azwar (2011, hal. 4) adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi
perasaan. Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus
atau obyek tertentu (Notoatmodjo, 2007, hal. 142).
Menurut LaPieree (1934 dalam Allen, Guy dan
Edgley,1980) sikap sebagai „suatu pola perilaku, tendensi atau
kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam
situasi sosial, atau secara sederhana sikap adalah respon terhadap
stimulasi sosial yang telah terkondisikan‟.
Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah „perasaan
mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak
mendukung (unfavorable) pada objek tersebut‟ (Berkowist, 1972).
23
Secara lebih spesifik, Thurstone sendiri memformulasikan „sikap
sebagai derajat efek positif atau efek negatif terhadap suatu objek
psikologis‟ (Edwards, 1957).
Menurut Chave (1928), Bogardus (1931), LaPieree (1934),
Mead (1934), dan Gardon Allport (1935; tokoh terkenal di bidang
Psikologi Sosial dan Psikologi Kepribadian) yang dikutip oleh Azwar
(2011, hal. 5) sikap merupakan „semacam kesiapan untuk bereaksi
terhadap suatu objek dengan cara tertentu. Kesiapan yang dimaksud
adalah kecenderungan potensial untuk bereaksi denga cara tertentu
apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki
adanya respon‟.
Menurut Secord dan Backman (1964) yang dikutip oleh
Azwar (2011, hal. 4-5) sikap sebagai „ketraturan tertentu dalam hal
perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan
(konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya‟.
Kesimpulannya, sikap adalah suatu respon tertutup terhadap stimulasi
obyek tertentu yang berupa perasaan mendukung atau memihak
(favorable) maupun perasaan tidak mendukung (unfavorable) pada
objek tersebut.
24
b. Ciri-ciri sikap
Ciri-ciri sikap menurut Heri Purwanto (1998) yang dikutip oleh
Wawan & Dewi (2010, hal. 34) adalah :
a) Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau
dipelajari sepanjang perkembangan dalam hubungan dengan
obyeknya.
b) Sikap dapat berubah-ubah tergantung keadaan dan syarat
tertentu.
c) Sikap tidak berdiri sendiri tetapi senantiasa mempunyai
hubungan tertentu terhadap suatu obyek.
d) Obyek sikap itu merupakan suatu hal tertentu.
e) Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan.
c. Karakteristik (dimensi) sikap
Karakteristik (dimensi) sikap menurut Sax (1980) yang dikutip oleh
Azwar (2011, hal 87-89) adalah :
a) Sikap memiliki arah
Artinya sikap terpilah pada dua kesetujuan yaitu setuju atau
tidak setuju, mendukung atau tidak mendukung, memihak atau
tidak memihak terhadap sesuatu atau seseorang sebagai obyek.
Orang yang setuju, mendukung atau memihak terhadap suatu
obyek sikap berarti memiliki sikap yang arahnya positif,
sebaliknya mereka yang tida setuju dikatakan sebagai memiliki
sikap yang arahnya negatif (Azwar, 2011, hal. 88).
25
b) Sikap memiliki intensitas
Artinya kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu belum
tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak berbeda. Dua
orang yang sama-sama memiliki sikap yang berarah negatif,
tetapi intensitasnya berbeda. Contoh orang pertama mungkin
tidak setuju tapi orang kedua dapat saja sangat tidak setuju
(Azwar, 2011, hal. 88).
c) Sikap memiliki keluasan
Maksudnya kesetujuan atau ketidak setujuan terhadap suatu
objek sikap dapat mengenai hanya aspek yang sedikit dan sangat
spesifik akan tetapi dapat pula mencakup banyak sekali aspek
yang ada pada obyek sikap (Azwar, 2011, hal. 88).
d) Sikap memiliki konsistensi
Maksudnya kesesuaian antara pernyataan sikap yang
dikemukakan dengan responnya terhadap obyek sikap
tersebut(Azwar, 2011, hal. 88).
e) Sikap memiliki spontanitas
Yaitu menyangkut sejauhmana kesiapan individu untuk
menyatakan sikap secara spontan. Sikap memiliki spontanitas
yang tinggi apabila dapat dinyatakan secara terbuka tanpa harus
melakukan pengungkapan atau desakan lebih dahulu agar
individu mengemukakannya (Azwar, 2011, hal. 89).
26
d. Komponen pokok sikap
Menurut Allport (1954) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003, hal.
125; 2005, hal. 53) menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 komponen
pokok, yakni:
1) Kepercayaan (keyakinan) ide dan konsep terhadap suatu obyek
Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran
seseorang terhadap obyek.
2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek, artinya
bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang
tersebut terhadap obyek.
3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap
merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku
terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk berperilaku terbuka.
e. Sifat sikap
Sifat sikap menurut (Heri Purwanto, 1998, hal. 63) yang dikutip oleh
Wawan & Dewi (2010, hal. 34) sikap dapat bersifat :
a) Sikap positif
Tindakan yang menunjukkan sikap positif, yaitu mendekati,
menyenangi, mengharapkan obyek tertentu.
b) Sikap negatif
Tindakan yang menunjukkan sikap negatif, yaitu sikap yang
cenderung untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak
menyukai obyek.
27
f. Struktur sikap
Struktur sikap terdiri dari 3 komponen yang saling menunjang yaitu :
1) Komponen kognitif (cognitive)
Menurut Mann (1969) yang dikutip oleh Azwar (2011, hal. 24)
menjelaskan bahwa komponen kognitif berisi persepsi,
kepercayaan dan streotipe (sesuatu yang telah terolakan dalam
fikirannya) yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Seringkali
komponen ini dapat disamakn dengan pandangan (opini), terutama
apabila menyangkut masalah yang kontroversial.
2) Komponen afektif (affective)
Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif
seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini
disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu dan
reaksi emosional banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa
yang kita percayai sebagai benar dan berlaku bagi objek tersebut,
yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan
merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh (Azwar,
2011, hal. 26; Wawan & Dewi, 2010, hal. 32).
3) Komponen perilaku atau komponen konatif (conative)
Komponen ini berisi tendensi atau kecenderungan untuk bereaksi
terhadap suatu objek sikap yang dihadapi dengan cara tertentu
(Wawan & Dewi, 2010, hal. 32). Kaitan ini didasari oleh asumsi
bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku.
28
Maksudnya bagaimana orang berperilaku dalam situasi tertentu dan
terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana
kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut.
Kecenderungan berperilaku secara konsisten, selaras dengan
kepercayaan dan perasaan ini membentuk sikap individual dan
menjadi landasan dalam usaha menyimpulkan sikap yang
dicerminkan oleh jawaban terhadap skala sikap (Azwar, 2011, hal.
27).
g. Tingkatan sikap
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai
tingkatan, yaitu:
1) Menerima (receiving)
Diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan obyek (Notoatmodjo, 2003, hal. 126). Misalnya
sikap orang terhadap KB dapat dilihat dari kesediaan memakai
alkon KB atau perhatian terhadap penyuluhan tentang KB.
2) Merespon (responding)
Merupakan usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan
tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah
(Notoatmodjo, 2007, hal. 144).
3) Menghargai (valuing)
Seseorang memberikan nilai yana positif terhadap objek atau
stimulus, dalam arti membahasnya dengan oranga lain dan bahkan
29
mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain untuk
mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu
indikasi sikap menghargai (Notoatmodjo, 2005, hal 54; 2007, hal.
142).
4) Bertanggung jawab
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilih atau
yanga telah dinyakini dengan segala risiko. Bertanggung jawab
merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2007, hal. 142;
Wawan & Dewi, 2010, hal. 32).
h. Pembentuk sikap
Faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap antara lain :
1) Faktor internal
a) Pengalaman pribadi
Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan
mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial
(Azwar, 2011, hal. 30).
b) Pengetahuan
Pengetahuan memegang peranan penting dalam membentuk
sikap. Pengetahuan membuat orang mempunyai sikap tertentu
terhadap objek (Notoatmodjo, 2007, hal. 143).
c) Pikiran dan kenyakinan atau kepercayaan
Apabila pikiran dan kenyakinan atau kepercayaan seseorang
mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek
30
sikap sudah berakar sejak lama, maka orang tersebut akan
mempunyai sikap yang lebih didasarkan pada predikat yang
dilekatkan oleh pola pikirannya dan bukan didasarkan pada
objek sikap tertentu. Sikap didasari pola pikiran dan kenyakinan
semacam ini biasanya sangat sulit untuk menerima perubahan
(Azwar, 2011, hal. 25-26).
d) Pengaruh faktor emosional
Suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh
emosi yanga berfungsi sebagai semacam penyalurn frustasi atau
penyuluhan bentuk mekanisme pertahanan ego (Azwar, 2011,
hal. 36).
2) Faktor eksternal
a) Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Pada umumnya individu cenderung untuk memilik sikap yang
konformis atau searah dengan sikap oranga yang dianggap
penting. Keinginan ini antara lain dimotifasi oleh keinginan
untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik
dengan orang yanga dianggap penting tersebut,diantara orang
yang biasanya dianggap penting oleh individu adalah orang tua,
guru, istri, suami, teman sebaya, teman dekat, orang yang status
sosialnya lebih tinggi dll (Azwar, 2011, hal. 32).
31
b) Pengaruh kebudayaan
Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah
sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah
mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah
yang memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat
asuhannya (Wawan & Dewi, 2010, hal. 34).
c) Media massa
Media massa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang
dapat mengarahkan opini seseorang. Pesan-pesan sugestif yang
di bawa oleh informasi tersebut apabila cukup kuat memberi
dasar efektif dalam menilai sesuatu (Azwar, 2011, hal. 34).
d) Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Kedua lembaga ini meletakkan dasar pengertian dan konsep
moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk,
garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh
dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan
serta ajaran-ajarannya. Dikarenakan konsep moral dan ajaran
agama sangat menentukan sisitem kepercayaan maka tidaklah
mengherankan kalau pada gilirannya kemudian konsep tersebut
ikut berperan dalam menentukan sikap individu terhadap sesuatu
hal (Azwar, 2011, hal. 35-36).
32
i. Pengukuran sikap
Beberapa teknik pengukuran sikap, yaitu :
a) Skala Thurstone (Method of Equel-Appearing Intervals)
Metode ini mencoba menempatkan sikap seseorang pada
rentangan dari yang sangat unfavorabel hingga sangat favorabel
terhadap suatu obyek sikap. Favorabilitas penilai itu di
ekspresikan melalui titik skala ranting yang memiliki rentang
sangat tidak setuju, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, sangat setuju.
Median dan rerata perbedaan penilain antara penilaian terhadap
item ini kemudian dijadikan sebagai skala masing-masing item,
kemudian item disusun mulai dari item yang memiliki nilai
skala terendah hingga tertinggi, kemudian item dipilih untuk
kuesioner skala sikap yang sesungguhnya. Dalam penelitian,
skala yang telah dibuat ini kemudian diberikan pada responden.
Responden diminta untuk menunjukkan seberapa besar
kesetujuan atau ketidaksetujuannya pada masing-masing aitem
sikap tersebut (Wawan & Dewi, 2010, hal. 38-39).
b) Skala Likert (Method of Summateds Ratings)
Linkert (1932) menyederhanakan skala Thurstone menjadi dua
kelompok, yaitu yang favorabel dan unfavorabel, sedangkan
yang netral tidak disertakan. Untuk mengatasi hilangnya netral
tersebut, Linkert menggunakan teknik konstruksi test lainnya.
Masing-masing responden diminta melakukan setuju atau
33
ketidak setujuannya untuk masing-masing aitem dalam skala
yang terdiri dari 5 point (sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak
setuju, sangat tidak setuju). Semua aitem yang favorabel diubah
nilainya dalam angka, yaitu untuk sangat setuju nilainya 5,
untuk sangat tidak setuju nilainya1 dan untuk aitem unfavorabel
nilai skala sangat setuju nilainya 1, untuk tidak setuju nilainya 5
(Wawan & Dewi, 2010, hal. 39-40).
c) Unobstrusive Measures
Metode ini berakar dari suatu situasi dimana seseorang dapat
mencatat aspek-aspek perilakunya sendiri atau yang
berhubungan sikapnya dalam pertanyaan (Wawan & Dewi,
2010, hal. 40).
d) Multidimensional Scaling
Teknik ini memberikan deskripsi seseorang lebih kaya bila
dibandingkan dengan pengukuran sikap yang bersifat
unidimensional. Namun demikian, pengukuran ini kadanga kala
menyebabkan asumsi-asumsi mengenai stabilitas struktur
dimensinalkurang valid terutama apabila diterapkan pada lain
orang, lain isu, dan lain skala aitem (Wawan & Dewi, 2010, hal.
40).
34
e) Pengukuran Involuntary Behavior (Pengukuran terselubung)
(Wawan dan Dewi, 2010, hal. 40) :
(1) Pengukuran dapat dilakukan jika memang diinginkan atau
dapat dilakukan oleh responden
(2) Dalam banyak situasi, akurasi pengukuran sikap
dipengaruhi oleh kerelaan responden
(3) Pendekatan ini merupakan pendekatan observasi terhadap
reaksi-reaksi fisiologis yang terjadi tanpa disadari dilakukan
oleh individu yang bersangkutan.
(4) Observer dapat menginterpretasikan sikap individu melalui
dari fasial reaction, body gesture, keringat, dilatasi pupil
mata, detak jantung, dan beberapa aspek fisiologis lainnya.
35
B. Kerangka teori
Gambar 2.3 : Kerangka Teori
Sumber : Azwar, 2011; Notoatmodjo, 2007; Wawan dan Dewi, 2010
C. Kerangka konsep
Variabel bebas Variabel terikat
Gambar 2.4 : Kerangka konsep penelitian
D. Hipotesis
Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu hamil tentang
kontrasepsi MAL dengan sikap terhadap MAL.
Pengetahuan ibu
hamil tentang
kontrasepsi MAL
Sikap ibu hamil
terhadap
kontrasepsi MAL
Faktor internal :
1. Pengetahuan
2. Pengalaman
pribadi
3. Kenyakinan
dan pikiran
4. Faktor
emosional Sikap
Faktor eksternal :
1. Pengaruh
budaya
2. Media masa
3. Lembaga
pendidikan
dan agama
4. Pengaruh
orang lain
yang dianggap
penting