Tinjauan Teori Osteoartritis

download Tinjauan Teori Osteoartritis

of 30

description

Fisioterapi

Transcript of Tinjauan Teori Osteoartritis

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKAA. Deskripsi Kasus 1. Anatomi FungsionalSendi lutut dibentuk oleh beberapa komponen, diantaranya adalah tulang, ligamen, dan otot. Lutut tidak hanya membentuk satu sendi saja, akan tetapi lutut terdiri dari beberapa sendi yaitu artikulatio patella femoral, articulatio tibia femoral, dan articulatio tibia fibular proksimal.

Gerakan yang terjadi pada sendi lutut adalah fleksi atau posisi lutut menekuk dan ekstensi atau posisi lutut lurus. Aksis gerakan fleksi dan ekstensi terletak diatas permukaan sendi, yaitu melewati condylus femoris. Sedangkan gerakan rotasi aksisnya longitudinal pada daerah condylus medial femoris. (Kapandji, 1987)

Gerakan fleksi pada sendi lutut adalah gerakan yang dimulai dari posisi lutut lurus (ekstensi), kemudian ditekuk sampai batas maksimal. Dalam keadaan normal dapat ditulis S: 0 - 0 - 130. Untuk gerak ekstensi luas gerak sendi adalah 0, akan tetapi dapt mencapai 5 - 10 jika terjadi hiperekstensi lutut. Sedangkan untuk gerakan eksorotasi dan endorotasi lutut hanya dapat dilakukan dengan posisi lutut fleksi 90 atau dalam keadaan duduk dengan kaki menggantung (Kapandji, 1987).

Berikut ini merupakan komponen pembentuk sendi lutut.a. Tulang

Knee joint atau yang sering disebut sebagai sendi lutut dibentuk oleh tulang femur, tulang patella, dan tulang tibia.

1) Tulang femur

Femur merupakan tulang terpanjang pada tubuh dan dibagi dalam corpus, collum, ujung proksimal, dan ujung distal. Pada corpus kita bedakan menjadi tiga bagian yaitu, fasies anterior lateral dan medial. Fasies lateral dan medial dipisahkan dari sisi dorsal oleh dua peninggian berbibir kasar, linea aspira yang merupakan daerah tebal tulang kompakta. Disekitar linea aspera terdapat foramen nutricea, labium medial dan lateral, labium lateral berakhir pada tuberositas glutea. Kadang-kadang tuberositas glutea lebih nyata dan dikenal sebagai trochanter ketiga. Labium medial berjalan kepermukaan bawah collum. Sedikit lebih lateral dari labium medial kita temukan birai yang turun dari trochanter minor yaitu linea pectinea.2) Tulang patella

Patella merupakan tulang sesamoid terbesar dalam tubuh manusia. Tulang patella berbentuk gepeng dan segitiga. Apex dari tulang patella menghadap kearah distal. Pada permukaan anterior tulang patella kasar dan permukaan dosal mempunyai permukaan sendi yang dipisahkan oleh sebuah peninggian menjadi facies lateralis yang lebih besar dan facies medialis yang lebih kecil.3) Tulang tibia

Tulang tibia dibedakan menjadi tiga bagian yaitu, bagian ujung proximal, corpus dan ujung distal. Bagian tulang tibia membentuk sendi lutut adalah bagian proximal. Pada bagian proksimal terdiri atas condylus medialis tibia. Condylus medialis tibia permukaan sendi dinamakan facies articularis superior condylus medialis tibia.

Gambar 2.1

Tulang pembentuk sendi lutut (Putz and Pabst, 2005)

Keterangan:

1. Patella

2. Epicondylus lateral femur

3. Caput fibula

4. Malleolus lateral

5. Talocrural (ankle) joint

6. Talus

7. Malleolus medial

8. Fibula

9. Tibia

10. Tuberositas tibia

11. Condylus medial femur

12. Epicondylus medial femur

13. Femur

b. Ligamen dan meniscus Salah satu komponen yang terdapat pada sendi lutut adalah ligamen dan meniscus. Fungsi dari ligamen pada sendi lutut adalah untuk memperkuat stabilitas pergerakan pada sendi lutut tersebut. Ligamen yang terdapat pada sendi lutut, antara lain :1) Ligamentum cruciatum anterior

Ligamen ini berjalan dari depan eminentia intercondyloid tibia ke permukaan medial condylus lateralis femoris yang berfungsi menahan gerakan translasi tulang tibia terhadap tulang femur ke arah anterior.

2) Ligamentum cruciatum posterior

Ligamentum cruciatum posterior, berjalan dari facies lateralis condylus medialis femur menuju fossa intercondyloidea tibia berfungsi menahan gerak translasi os tibia terhadap os femur ke arah posterior.

3) Ligamentum colateral medial

Ligamentum collateral medial berjalan dari epicondylus medialis femoris ke permukaan medial tibia berfungsi menahan beban ke arah medial. Arah ligamentum tersebut memberikan gaya bersilang sehingga memperkuat stabilitas sendi lutut terutama posisi ekstensi.4) Ligamentum colateral lateral

Ligamen colateral lateral berfungsi untuk menahan gerakan ke arah varus. Ligamentum ini berjalan dari epicondylus lateralis femoris ke capitulum fibula yang berfungsi untuk menahan beban ke arah lateral.

Gambar 2.2

Susunan ligamen sendi lutut (Putz and Pabst, 2005)Keterangan:

1. Ligamen cruciatum anterior

2. Meniscus lateralis

3. Ligamen collateral fibula

4. Ligamen capitis fibula posterior

5. Caput fibula

6. Femur, condylus medial

7. Ligamen meniscofemorale posterior

8. Ligamen collateral tibia

9. Ligamen popliteum obliqum

10. Ligamen cruciatum posterior

11. Ligamen patella

12. Meniscus medialis

13. Ligamen collateral tibia

5) Meniscus

Meniscus terdiri jaringan penyambung dengan bahan-bahan serabut kolagen yang juga mengandung sel-sel seperti tulang rawan. Serabut-serabut kolagen pada dasarnya berjalan dalam dua arah. Serabut yang kuat berjalan mengikuti bentuk meniscus antara perlekatan-perlekatan, sedangkan serabut-serabut yang lemah memancar ke suatu titik khayal dan terjalin di antara serabut-serabut yang berjalan longitudinalis. Rata-rata daerah ini berbentuk lengkung lebih mudah robek ke arah longitudinalis daripada ke arah transversalis. Meniscus medialis berbentuk semisirkularis (setengah lingkaran) dan bersatu dengan ligamentum collateral tibial. Tempat perlekatannya relatif lebih luas. Meniscus medialis lebih lebar di posterior daripada anterior, karena crus anterior lebih tipis daripada crus posterior. Pada tempat perlekatan gerakannya tidak begitu jauh daripada meniscus lateralis. Rotasi eksterna tungkai bawah menyebabkan pergeseran dan peregangan lebih banyak. Pada rotasi interna meniscus ini lebih longgar.

Meniscus lateralis hampir berbentuk sirkular (lingkaran), tempat titik perlekatannya pada tempat yang sama dengan ketebalan yang berbeda. ( Pletzer Werner, 1995 ).

c. Otot

Otot merupakan stabilitas sendi yang aktif. Otot-otot yang bekerja pada sendi lutut dikelompokkan menjadi 2, yaitu:

1) Group otot quadriceps, merupakan kelompok otot dari m. rectus femoris, m. vastus intermedius, dan m. vastus lateralis, yang berfungsi sebagai penggerak lutut ke arah ekstensi.2) Group otot hamstring, merupakan kelompok otot dari m. biceps femoris, m. semi tendinosus, m. semi membranosus, yang berfungsi sebagai penggerak lutut ke arah fleksi.Sedangkan untuk gerakan eksternal rotasi dilakukan oleh m. biceps femoris serta m. tensor vascialata dan gerakan internal rotasi dilakukan oleh m. popliteus, dan m. gracilis. Berikut adalah gambar otot-otot paha dan pangkal paha tampak dari depan.

Gambar 2.3

Otot paha dan pangkal paha tampak dari depan (R. Putz R. Pabst, 2002)

Keterangan gambar 2.3

1. m. vastus medial

2. femur condylus medial

3. ligamen patella

4. bursa subcutanea infrapatellaris

5. caput fibula

6. bursa subtendinea prepatellaris

7. fascialata, tractus , illiotibialis

8. m. vastus lateralis

9. m. rectus femoris

Gambar 2.4

Otot paha dan pangkal paha tampak dari belakang ( R. Putz, R.Pabst, 2002).2. Osteoarthritis

a. Definisi

Osteoarthritis (OA) adalah suatu sindroma klinik yang ditandai dengan adanya kerusakan atau gangguan pada kartilago artikuler, tulang subcondral, permukaan sendi, sinovium, dan jaringan paraartikuler, dengan karakteristik menipisnya kartilago secara progresif, disertai dengan pembentukan tulang baru pada tepi sendi atau osteofit dan trabekula subchondral (Altman,et al, 1986 dikutip oleh Kurnia dewi, 2009).

OA juga dikenal sebagai penyakit degeneratif sendi yang sering terjadi ditandai dengan kelainan pada kartilago sendi. Jika dinilai secara radiologis, perubahan pada OA terdapat pada 40 dari 100 individu berusia lebih dari 50 tahun. Jika pada usia muda sudah mengalami OA, maka hampir selalu terjadi sekunder akibat kelainan yang merupakan predisposisi pada sendi (Soedoko et al, 2005). OA terus menerus menjadi penyebab paling umum kecacatan pada usia pertengahan dan telah menjadi penyebab paling umum kecacatan pada usia 65 tahun ke atas.1 Sebelum berumur 50 tahun, pria mempunyai prevalensi dan luas pengaruh lebih tinggi daripada wanita. Namun di atas 50 tahun, wanita mempunyai prevalensi dan luas pengaruh yang lebih tinggi secara keseluruhan.2 Bagi mereka, lutut merupakan bagian tubuh yang paling sering terkena OA. Lutut dengan gejala OA ditemukan terdapat pada sekitar 10% populasi dengan umur 65 tahun ke atas.3 Selain itu, peningkatan jumlah mantan atlet yang pernah mengalami cidera lutut dapat mengalami OA lutut post traumatik. OA pada lutut berasal dari faktor mekanikal dan idiopatik. OA mempengaruhi keseimbangan antara degradasi dan sintesis dari tulang rawan artikular dan tulang subchondral. (Frontera, 2008)

b. Etiologi

Etiologi adalah ilmu pengetahuan atau teori tentang faktor-faktor penyebab suatu penyakit atau asal mula penyakit. Hingga saat ini penyebab pasti dari OA sendi lutut belum diketahui, namun pada penderita penyakit ini ada beberapa faktor penyebab yang diketahui, yaitu: cedera pada sendi saat melakukan olahraga ,obesitas dan kerentanan genetik mempengaruhi atlit remaja untuk berkembang menjadi OA. Trauma lutut yang terdahulu dapat meningkatkan resiko terkena OA premature pada lutut 3, 86 kali lebih besar (Blagojevic et al, 2010). Usia lanjut, wanita, kelebihan berat badan (overweight) dan obesitas, cedera lutut, trauma sendi yang berulang-ulang, kepadatan tulang, kelemahan otot, dan kekendoran ligament dapat menyebabkan berkembangnya OA lutut (Heidari, 2011).

Kontribusi relatif biologis, gaya hidup dan faktor sosial ekonomi pada OA lutut dan kecacatan masih tidak jelas. Walaupun perbadaan BMI (Body Mass Index) dapat menyebabkan variasi gambaran radiologis pada lutut. Perbedaan biologis pada osteoarthritis meyatakan faktor genetik juga berperan penting. (Felson et al,2000)c. Faktor resiko

1) Status hormonal dan kepadatan tulang

Mekanisme dari estrogen yang berpengaruh pada OA belum diketahui pasti. Terpisah dari efek langsung dari estrogen pada tulang rawan, tulang juga dapat terpengaruh. Estrogen diketahui dapat mempengaruhi metabolisme tulang dan menjaga keseimbangan antara formasi dan resorpsi tulang. Perubahan pada tulang subchondral terjadi pada pasien OA dan model hewan untuk OA. Perubahan pada tulang subchondral tersebut merupakan hal yang penting dalam etiologi OA. Perubahan pada remodelling tulang subchondral dan struktur tulang dapat menyebabkan perubahan distribusi beban. Hal ini dapat menyebabkan atau mempercepat kerusakan tulang rawan. Karena itu, perubahan tulang yang disebabkan kekurangan estrogen dapat berperan dalam perkembangan OA (Roman-Blas et al, 2009).Kegagalan produksi estrogen pada menopause berkaitan dengan hilangnya massa otot dan karena itu terdapat kerusakan signifikan pada performa dan kapasitas fungsi otot. Kekuatan quadriceps menurun pada wanita dengan OA lutut , dan wanita peri/post-menopause yang juga terlihat memiliki massa tubuh yang kecil saat dibandingkan dengan wanita pre-menopause. Selain itu kelemahan varus-valgus lebih sering terjadi pada wanita daripada pria (Roman-Blas et al, 2009).

2) Faktor nutrisi

Kekurangan vitamin D dapat menyebabkan nyeri lutut memburuk dan kesulitan berjalan pada pasien dengan OA lutut. Menurut penelitian yang dipresentasikan pada tahun 2007 di American College of Rheumatology Annual Scientific Meeting di Boston, Massachusetts, menunjukkan adanya dampak vitamin D pada fungsi musculoskeletal dan neuromuscular.

Pada percobaan selama 2 tahun mengenai suplemen vitamin D dan efeknya terhadap perkembangan OA lutut, peneliti mengumpulkan penderita OA dan gangguan fungsi fisik. Terdapat 65 pria dan 35 wanita berumur 60 tahunan yang semuanya menunjukkan tanda OA lutut pada penelitian tersebut. Tingkat vitamin D pada tubuh, angka dasar nyeri lutut, waktu yang dibutuhkan untuk bangkit dari tempat duduk beberapa kali, dan waktu yang dibutuhkan untuk berjalan 20 meter, dibandingkan semuanya.

47 dari 100 partisipan ternyata kekurangan vitamin D. Dan hal ini berkaitan dengan meningkatnya nyeri dan kesulitan berjalan, namun tidak mempengaruhi waktu yang dibutuhkan untuk bangkit dari kursi berulang-ulang. Vitamin D membantu penyerapan kalsium dan fosfor yang dibutuhkan untuk mineralisasi, pertumbuhan, dan perbaikan tulang. Vitamin D terdapat pada makanan dan suplemen. Paparan sinar matahari membantu pengaktifan vitamin D pada tubuh (Eustice,2007)

3) GenetikMeskipun sifat multifaktorial dari OA telah diakui, ternyata faktor genetik juga berpengaruh kuat pada penyakit tersebut. Bukti pengaruh genetik pada OA terdapat pada sejumlah sumber, termasuk penelitian epidemiological pada riwayat keluarga dan pengelompokkan keluarga, penelitian mengenai saudara kembar, dan eksplorasi pada gangguan genetik yang langka. Penelitian klasik mengenai saudara kembar menunjukkan bahwa pengaruh faktor genetik berkisar antara 39% - 65% pada radiografik OA pada wanita di tangan dan lututnya, sekitar 60% pada OA di pinggul, dan sekitar 70% pada OA di tulang belakang. Jika diata-rata, dari estimasi tersebut heritabilitas OA adalah sekitar 50% atau lebih, mmenunjukkan bahwa separuh dari kerentanan pada OA dalam populasi adalah karena faktor genetik. Penelitian ini telah melibatkan hubungan OA pada kromosom 2q, 9q, 11q, dan 16p, di antara yang lainnya. Gen yang terlibat dalam penelitian ini meliputi VDR, AGC1, IGF-1, ER alpha, TGF beta, CRTM (cartilage matrix protein), CRTL (cartilage link protein), dan collagen II, IX, XI. Gen dapat bekerja secara berbeda sesuai jenis kelamin, pada bagian tubuh yang berbeda, dan penyakit yang berbeda dalam bagian tubuh. OA adalah penyakis kompleks, dan memahami kompleksitasnya akan membantu kita menemukan gen dan target dan cara pengobatan yang baru.( Spector TD, 2004).4) Obesitas

Pada seseorang dengan berat badan berlebih, menurunkan berat badan dapat menurunkan resiko OA. Pada penelitian Framingham (observasi), wanita yang menurunkan berat badan rata-rata 11 lbs dapat menurunkan resiko terkena OA lutut sekitar 50%. Tetapi belum ada penelitian yang menyatakan tentang efek dari penurunan berat badan pasien OA. Randomized trial menunjukan bahwa menurunkan berat badan memiliki korelasi yang kuat dengan peningkatan tanda dan gejala dari OA. Pembebanan terlalu berlebih pada sendi lutut dan hip dapat menyebabkan kerusakan kartilago, ligament dan struktur pendukung lainnya. (Felson et al, 2000)

5) Faktor pekerjaan Penelitian yang dilakukan oleh Felson DT et al menyatakan bahwa pekerja laboratorium fisik memiliki resiko tinggi terkena OA lutut. Ketika tugas pekerjaan tertentu diperiksa, ditemukan bahwa pekerjaan yang membutuhkan aktifitas berlutut dan jongkok disertai dengan mengangkat beban berat memiliki kaitan dengan resiko osteoarthritis pada hip dan lutut. Data dari penelitian Framingham menyatakan bahwa beberapa aktifitas pekerjaan meyebabkan kurang lebih 15%-30% OA lutut pada laki-laki. Penelitian yang dilakukan Coggon D et al 1998, menyatakan bahwa aktifitas pekerjaan lain yang dapat meningkatkan resiko OA adalah naik-turun tangga, berjalan pada jalan yang tidak rata, berdiri, dan duduk. . (Felson et al, 2000)

6) Olahraga

Cedera sendi karena aktivitas latihan fisik normal tidak menyebabkan OA, namun aktivitas yang sangat keras dan berulang, atau pekerjaan yang sangat memerlukan fisik dapat meningkatkan risikonya. Cedera pada sendi lutut dapat menyebabkan OA di kemudian hari. Penyebab utamanya adalah robeknya meniscus atau ligamen, yang dapat dihasilkan karena terkilir.

7) Kelemahan otot

Kelemahan otot quadriceps menjadi hal yang sudah umum terjadi pada pasien OA lutut. Kelemahan otot quadriceps ini umumnya terjadi karena tidak digunakan kemudian menjadi atropi, hal ini terjadi karena pasien meminimalisir penggunannya karena rasa nyeri yang dirasa oleh pasien. Kelemahan quadriceps juga bisa terjadi pada pasien yang tidak memiliki riwayat nyeri dan pada quadriceps yang masanya tidak berkurang (normal) atau sedikit bertambah pada orang yang obesitas (Felson et al,2000).

d. Patologi

Patologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari sifat penyakit terutama struktur dan perubahan fungsi dalam jaringan tubuh dan organ yang menyebabkan atau disebabkan oleh penyakit. Menurut NIAMS (2002) dikutip oleh Kurnia Dewi (2009), bahwa pada OA, permukaan kartilagonya terkikis dan aus. Hal ini menyebabkan tulang-tulang di bawah kartilago bergesekan satu sama lain, sehingga menyebabkan nyeri, bengkak, dan keterbatasan gerak sendi. Beberapa waktu kemudian sendi bisa kehilangan bentuk normalnya. Selain itu terjadi juga deposit tulang kecil yang disebut osteofit yang tumbuh di tepi-tepi sendi.

Pada kartilago yang sehat memungkinkan tulang saling bergerak dengan luwes satu sama lain. Kartilago juga mengabsorbsi energi dari guncangan akibat perpindahan fisik. Sedangkan pada osteoarthritis sendi lutut ini terjadi pengikisan kartilago seperti tampak pada gambar 2.5

Gambar 2.5

Terjadinya OA mulai dari sendi yang normal hingga sendi yang mengalami kerusakan pada kartilago (www.physio.indonusa.ac.id).Keterangan

1. Tulang

2. Kartilago

3. Kartilago yang menipis

4. Sisa kartilago

5. Penghancuran kartilago

Selain terkikisnya kartilago dan tumbuhnya osteofit, pada OA, cairan sinovial pada sendi lutut juga meningkat. Ketiga hal tersebut menyebabkan sendi terasa kaku dan sakit.

e. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala yang muncul pada OA sendi lutut antara lain sebagai berikut

1) Nyeri

Nyeri karena OA lutut ini hampir selalu meningkat pelan-pelan selama bertahun-tahun. Nyeri tersebut dapat digambarkan seperti roller coaster, dengan rasa sakit lalu diikuti dengan periode yang relatif tenang. Nyeri itu biasanya muncul dari dalam sendi. Secara umum akan terasa seperti sakit, luka bakar atau luka yang tajam. Kondisi akan memburuk saat beraktivitas yang melibatkan sendi yang terkena, seperti berjalan, menaiki tangga, dan sebagainya yang memberikan tekanan pada sendi yang terkena. Nyeri tersebut biasanya akan hilang setelah beristirahat selama beberapa menit. Beberapa penderita OA lutut mengatakan bahwa udara yang dingin dan lembab dapat menigkatkan rasa nyeri tersebut.

Saat penyakit semakin parah dan struktur sendi tersebut mengalami kerusakan yang cukup parah, rasa nyeri dapat terjadi bahkan saat sendi tersebut diistirahatkan, dan itu dapat membuat penderita terbangun saat sedang tidur.Nyeri dari OA biasanya terjadi di area persendian yang terkena, namun pada beberapa kasus, nyeri tersebut bisa dirasakan di area lain. Contohnya, nyeri OA pada pinggul dapat dirasakan juga pada area lutut.2) Kaku

Rasa kaku pada sendi karena OA biasanya mengikuti periode tidak aktif. Akan sangat terasa di waktu pagi saat bangun pertama kali dari tempat tidur -selama kurang dari 30 menit- dan juga dapat menimbulkan masalah setelah beristirahat di siang hari. Menggerakan sendi atau melakukan latihan selama beberapa menit dapat menghilangkan rasa kaku tersebut. Umumnya rasa kaku tersebut berlangsung selama 2-3 menit dan biasa disebut gelling.3) Keterbatasan LGS

Sebagai kondisi yang menimbulkan lebih banyak gejala lainnya, persendian akan kurang bisa digerakkan dan kadang tidak dimungkinkan untuk meluruskan atau membengkokkan sendi tersebut sepenuhnya4) Krepitasi

Krepitasi merupakan gambaran yang khas (suara gemeretak) yang dihasilkan dari gesekan dua tulang yang berdekatan.5) Kelemahan otot

Pada kondisi OA lutut sering mengalami kelemahan otot akibat tidak aktif. Ketidakaktifan tersebut akibat dari adanya rasa sakit sehingga penderita merasa sungkan untuk menggerakkan lututnya. Apabila hal ini berlangsung lama, maka kekuatan dari otot penggerak sendi lutut akan berkurang. Otot Quadriceps merupakan otot yang berperan dalam memelihara sendi lutut. Apabila otot tersebut mengalami kelemahan, maka dapat mengakibatkan semakin parahnya kondisi OA pada sendi lutut tersebut.6) Pembengkakan

Setelah terkena OA, pembengkakan pada persendian dapat terjadi. Hal ini bisa diakibatkan karena pelunakan (akibat kelebihan cairan synovial) atau pengerasan (akibat pembesaran tulang pada persendian)Pembengkakan sendi yang lunak karena cairan ini disbut effusion. Effusion diakibatkan oleh akumulasi dari cairan yang berlebih pada ruang sendi. Pembengkakan ini berpotensi menjadi hangat, namun apabila persendian berwarna merah atau panas merupakan hal yang tidak biasa untuk OA dan harus mengeceknya di dokter karena lebih seperti kondisi gout, pseudogout atau infeksi.Pertumbuhan tulang yang disebut osteophytes atau bone spurs (disebut Heberden's atau Bouchard's nodes) biasanya terjadi pada pertengahan atau ujung persendian. Pembengkakan tulang tersebut dapat dirasakan di bawah kulit di sekitar persendian, dan biasanya semakin membesar seiring dengan waktu ( Nigel et al 2008 ).

f. Prognosis

Prognosis yang dimaksud disini adalah pengaruh pemberian modalitas terapi terhadap kondisi OA. Latihan gerak aktif pada lansia dengan teknik open kinetic chain exercise yang mengalami keterbatasan fisik dapat dilakukan pada posisi duduk atau tidur dengan melakukan gerakan fleksi dan ekstensi sendi lutut melawan beban secara manual atau menggunakan alat (Wold, 1999). Latihan gerak aktif dapat dilakukan minimal dua kali sehari untuk lansia yang imobilisasi (Wold, 1999). Pengaruh latihan open kinetic chain terhadap jaringan konektif yaitu mengubah lingkungan lokal pada serabut matriks yang tidak beraturan melalui gerak antar pensendian secara perlahan yang akan menstimulasi mechano growth factor karena terjadinya peningkatan lubrication sebagai syarat meningkatnya jumlah zat plastis. Zat plastis sebagai prekusor perangsang GAGs memiliki peran penting membentuk GAGs yang baru yang terjadi melalui peningkatan kontraktil protein dan oksidatif otot, inilah penyebab penurunan adhesive abnormal formasi (kekakuan) pada sendi lutut (Meyer et al, 2002).

Menurut Bandy et al (1997) pada latihan pregangan dapat memperbaiki LGS fleksi lutut sekitar 20 %, yang dilakukan 5 kali perminggu selama 4 minggu dan tidak ada perbedaan yang bermakna antara kelompok yang melakukan peregangan 30 detik atau 60 detik serta 1 kali atau 3 kali sehari.menurut Klein (2004) latihan peregangan dapat memperbaiki LGS. LGS fleksi lutut 20% dengan teknik contarct relax dilakukan 3 kali per minggu selama 6 minggu dengan peregangan selama 45 detik, 2 kali sehari, dapat memperbaiki LGS dan kekuatan isometrik.

B. Problematika FisioterapiProblematika yang timbul pada OA sendi lutut dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu:

1. Impairment Impairment adalah suatu gangguan setingkat jaringan atau bisa juga suatu keluhan yang dirasakan oleh pasien yang berhubungan dengan penyakit penderita. Impairment yang timbul pada OA sendi lutut berupa : (1) nyeri saat beraktifitas dan sesaat setelah aktifitas pada sendi lutut akibat osteofit dan instabilitas, (2) bengkak pada sendi lutut pada stadium kronis aktualitas tinggi akibat akumulasi cairan, (3) spasme otot-otot di sekitar sendi lutut karena nyeri, (4) keterbatasan lingkup gerak sendi lutut, (5) kelemahan otot-otot penggerak sendi lutut, (6) deformitas tungkai.2. Functional limitation Functional limitation merupakan suatu problem yang berupa penurunan atau keterbatasan saat melakukan aktivitas-aktivitas fungsional sebagai akibat adanya impairment. Functional limitation pada OA sendi lutut berupa keterbatasan gerak untuk posisi jongkok berdiri, duduk bersimpuh dan gangguan pola jalan karena adanya kelemahan otot dan instabilitas dari sendi lutut, potensial terjadi penurunan kemampuan fungsional karena kurangnya aktivitas dari pasien.

3. Participation restriction

Participation restriction merupakan suatu problem yang berupa tambahan atau ketidakmampuan penderita untuk kembali melakukan aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaannya semula dan aktivitas sosialisasi dengan masyarakat sebagai akibat dari adanya impairment dan functional limitation. Disini pasien mengalami gangguan aktivitas fungsional yang memerlukan mobililtas lutut, misal bagi pasien yang beragama Islam akan mengalami gangguan saat melakukan gerakan dalam sholat yaitu gerakan sujud ke berdiri dan gerakan duduk diantara dua sujud.

C. Teknologi Intervensi

1. Microwave diathermy (MWD)

MWD merupakan suatu gelombang elektromagnetik, dengan menggunakan stressor fisis berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus listrik bolak-balik frekuensi 2450 MHz, dengan panjang gelombang 12,25 cm (Sujatno, 1993).

Produksi dari MWD menggunakan tabung magnetron, dimana tabung ini memerlukan waktu untuk pemanasan, biasanya dengan tombol stand by Switel. Arus dari mesin mengalir dari electrode melalui coascial cable yaitu diselubungi oleh logam dengan diantarai suatu logam isolator. Arus dari mesin melalui coascial cable menuju sebuah areal dapat meneruskan gelombang yang disebut emitter director atau applicator.

Aplikasi MWD yaitu menggunakan emitter atau elektrode. Emitter mempunyai beberapa macam bentuk yaitu ada yang berbentuk segi empat atau bulat. Emitter berbentuk bulat memancarkan gelombang sirkuler dan paling padat didaerah tepi. Sedangkan emitter segi empat, memancarkan gelombang berbentuk oval dan paling padat didaaerah tengah. Gelombang yang dipancarkan oleh elektrode akan menyebar, sehingga secara langsung kepadatan gelombang semakin berkurang bila jaraknya semakin jauh. Berkurangnya intensitas gelombang juga disebabkan oleh penyerapan jaringan, jarak antara kulit dan emitter. Menurut Anjela (2009) MWD memiliki efek fisiologis dan efek terapeutik dalam penggunaannya.

a. Efek fisiologis

Efek fisiologis pada MWD antara lain: (1) perubahan temperatur, setiap kenaikan 10C dapat meningkatkan metabolisme sel-sel lokal kira-kira 13%, penetrasi dan perubahan temperatur lebih terkonsentrasi pada jaringan otot sebab jaringan otot lebih banyak mengandung cairan atau darah, (2) pada jaringan ikat, meningkatkan elastisitas jaringan ikat 5 sampai 10 kali lebih baik seperti jaringan kolagen kulit, otot, tendon, ligamen dan kapsul sendi akibat menurunnya viskositas matrik jaringan, tetapi terbatas pada jaringan ikat yang letaknya dalam, (3) pada jaringan otot, selain meningkatkan elastisitas jaringan otot, juga menurunkan tonus otot lewat normalisasi nosisensorik, (4) pada jaringan saraf, meningkatkan elastisitas pembungkus jaringan saraf dan meningkatkan konduktivitas saraf dan meningkatkan ambang rangsang.b. Efek terapeutikEfek terapeutik MWD antara lain: (1) penyembuhan luka atau trauma pada jaringan lunak, dan meningkatkan proses reparasi jaringan secara fisiologi, (2) menurunkan nyeri, normalisasi tonus otot lewat efek sedatif, perbaikan sistem metabolisme, (3) peningkatan elastisitas jaringan lemak maka dapat mengurangi proses kontraktur jaringan, hal tersebut dimaksud sebagai persiapan terapi latihan, (4) apabila elastisitas dan treshold jaringan saraf semakin membaik maka konduktivitas jaringan saraf membaik pula, prosesnya lewat efek fisiologis.c. Indikasi

Indikasi MWD yaitu kelainan-kelainan pada tulang, sendi dan otot misalnya R.A, post traumatik dan kelainan-kelainan pada saraf perifer seperti neuropati dan neuralgia.

d. Kontra indikasi

Kontra indikasi MWD antara lain: (1) akut traumatic musculoskeletal injury, (2) kondisi peradangan akut, (3) gangguan peredaran darah, (4) mata, (5) kanker, (6) adanya logam dalam tubuh, (7) kehamilan, (8) menstruasi, (9) gangguan sensibilitas.2. Transcutaneus electrical nerve stimulationTranscutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) merupakan suatu cara penggunaan energi listrik untuk merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit. Penggunaan TENS dalam pengurangan nyeri dapat diperoleh melalui mekanisme peripheral, segmental dan ekstrasegmental. Dalam mekanisme peripheral, stimulasi listrik yang dihasilkan akan menimbulkan peristiwa yang disebut dengan aktivasi antridromik. Aktivasi antidromik adalah berjalannya impuls saraf dengan dua arah sepanjang akson saraf yang bersangkutan. Impuls yang dihasilkan TENS yang berjalan menjauh dari sistem saraf pusat akan menabrak impuls yang datang dari jaringan rusak.

Proses penurunan nyeri menggunakan TENS melalui mekanisme segmental sesuai dengan teori gerbang kontrol dari Melzack & Wall, TENS akan menghasilkan efek analgesia dengan cara mengaktifasi serabut A beta yang akan menginhibisi neuron nosiseptor di kornu dorsalis medulla spinalis, gerbang kontrol terdiri dari sel internunsia yang bersifat sebagai inhibitor yang dikenal sebagai substansia gelatinosa dan terletak di kornu posterior dan sel T yang merelai informasi dari pusat yang lebih tinggi. Tingkat aktivitas sel T ditentukan oleh keseimbangan asupan dari serabut berdiameter besar yaitu A beta dan A alfa serta serabut berdiameter kecil yaitu A delta dan serabut C. Asupan dari saraf berdiameter kecil akan mengaktifasi sel T yang kemudian dirasakan sebagai keluhan nyeri. Namun pada saat yang bersamaan impuls juga dapat memicu sel substansia gelatinosa yang berdampak pada penurunan asupan terhadap sel T baik yang berasal dari serabut berdiameter besar maupun kecil dengan kata lain asupan impuls dari serabut aferen berdiameter besar akan menutup gerbang dan membloking transmisi impuls dari serabut aferen nosiseptor sehingga nyeri berkurang. Sedangkan analgesia tingkat ekstrasegmental dihasilkan TENS yang menginduksi aktifitas aferen yang berdiameter kecil juga (Gersh, 1992).Prosedur penggunaan TENS harus memperhatikan (1) intensitas, intensitas sangat berpengaruh di dalam menentukan besarnya muatan listrik yang akan berhubungan langsung dengan penetrasi dalam jaringan. Semakin tinggi puncak arus listrik semakin dalm penetrasinya. Intensitas arus diatur sedemikian sehingga pasien merasakan adanya arus masuk lewat kulit, (2) frekuensi pulsa, frekuensi pulsa merupakan kecepatan atau pulse rate yang terjadi pada setiap second sepanjang arus listrik yang mengalir. Frekuensi pulsa dapat bekisar 1-200 pulsa/detik, (3) pemasangan elektroda, prosedur pemasangan elektroda pada kondisi kekakuan sendi lutut dilakukan dengan metode segmental somatis. Elektrode diletakkan pada L4 L5 dan pada daerah sekitar nyeri. Cara ini merupakan cara yang paling mudah dan paling sering digunakan sebab proses penurunan nyeri menggunakan TENS melalui mekanisme segmental somatis diharapkan dapat menghasilkan efek analgesia dengan cara mengaktifasi serabut A beta yang akan menginhibisi neuron nosiseptor di kornu dorsalis medulla spinalis sesuai dengan teori gerbang kontrol dari Melzack & Wall.Indikasi TENS antara lain: (1) nyeri akut, TENS telah digunakan secara efektif untuk pengobatan berbagai cedera olahraga kecil seperti cedera bahu. Juga efektif untuk nyeri tulang belakang akut, berbagai strain dan sprain tulang belakang dan nyeri akut skeletal. Selain itu juga efektif untuk berbagai nyeri akut lainnya antara lain tendinitis akut, nyeri dental dan nyeri patellofemoral. (2) nyeri kronik, banyak kondisi nyeri kronik yang telah berhasil diterapi dengan TENS antara lain LBP, rematoid artritis, penyakit sendi degenerasi, neuropati perifer, cedera saraf perifer, nyeri phantom limb, migren, dan neuralgia pasca herpetika. (3) nyeri pasca operasi, (4) vasodilatasi perifer dan meningkatkan temperatur kulit pada penyakit Raynauds dan polineuropati diabetika, dan penyembuhan luka yang menggunakan TENS berfrekuensi rendah (Klein, 1987).

Sedangkan kontraindikasi dari pemberian TENS antara lain: (1) pemasangan elektrode pada uterus wanita hamil terutama pada trimester I karena kemungkinan pengaruhnya tidak baik pada janin, (2) penderita yang memakai alat pacu jantung, (3) pada pemakaian TENS yang semakin menimbulkan nyeri, (4) pemasangan elektrode di area arteri karotis pada regio anterolateral leher dan mata, (5) penderita dengan hilangnya sebagian besar sensasi kulit, (6) kulit yang mengalami gangguan seperti luka, infeksi, atau radang pada penempatan elektrode TENS, (7) pemasangan elektrode di daerah pharingeal, dan (8) aplikasi secara langsung pada jaringan yang mengalami keganasan / malignan (Rochman, 1991).

3. Terapi latihanTerapi latihan / exercise theraphy merupakan salah satu usaha fisioterapi dalam menangani berbagai permasalahan yang berhubungan dengan gerak dan fungsi menggunakan latihan-latihan gerakan tubuh baik secara aktif maupun pasif. Latihan gerak aktif adalah menggerakkan setiap persendian dengan maksimal dan bebas tanpa menyebabkan rasa nyeri (Ellis, 1996). Latihan memperbaiki LGS dibedakan menjadi tiga, yaitu latihan gerak aktif, pasif dan aktif dengan bantuan (active-assisted). Latihan pasif adalah melakukan latihan untuk memperbaiki LGS dengan bantuan orang lain atau tenaga dari luar tubuh. Latihan gerak aktif adalah melakukan latihan untuk memperbaiki LGS secara mandiri dan aktif asisted dengan bantuan adalah melakukan latihan untuk memperbaiki LGS dengan didukung tenaga dari luar tubuh atau bagian tubuh yang lain (Kisner & Colby, 1996). Latihan gerak aktif merupakan sebuah gerak sadar manusia, yang dipengaruhi oleh sistem saraf pusat dan perifer, neuromuskular junction dan serabut otot. Inisiasi gerakan pada area kortek motorik yang berkoordinasi dengan bagian otak yang lain dan akan diteruskan oleh serabut saraf hingga ke neuromuskular junction, sehingga menimbulkan gerakan yang diinginkan. Pada lansia terjadi penurunan jumlah dan ukuran motor neuron medula spinalis, perubahan transmisi atau aliran akson, penurunan jumlah neuronusculer junction, penurunan jumlah dan ukuran serabut otot (Smith, 1996).

Latihan gerak aktif adalah latihan yang menggerakkan persendian seoptimal dan seluas mungkin sesuai kemampuan seseorang yang tidak menimbulkan rasa nyeri pada sendi yang digerakkan. Latihan gerak aktif pada penelitian ini merupakan gerakan-gerakan yang banyak dilakukan pada kegiatan sehari-hari. Adanya pergerakan pada persendian akan menyebabkan terjadinya peningkatan aliran darah pada kapsul sendi (Smith, 1996).

Latihan gerak aktif dalam penelitian ini adalah menggunakan latihan isotonik dengan teknik open kinetic chain, konsep awal dari kinetic chain berasal dari bidang mekanik yang kemudian dipublikasikan kembali oleh Reuleux pada tahun 1875, di dalamnya mempelajari tentang bermacam-macam rangkaian gerakan, rangkaian gerakan tersebut dihasilkan dari beberapa segmen yang saling berhubungan melalui suatu persendian di mana hal ini akan menjadi suatu sistem untuk memungkinkan terjadinya pergerakan satu segmen pada satu sendi atau beberapa segmen yang diikuti oleh sendi lainnya (Mayer, 2003).

Pada open kinetic chain segmen distal terjadi pergerakan atau tidak terfiksasi (insersio bergerak terhadap origo) biasanya pada open kinetic chain pergerakan hanya terjadi pada satu sendi (single joint) dan tanpa disertai pergerakan pada segmen proksimalnya, contoh pergerakan pada open kinetic chain antara lain ayunan kaki saat berjalan (swing phase), menendang atau melepar bola, ayunan tangan saat berjalan (Smith, 1996).Osteoarthritis pada sendi lutut merupakan penyakit rheumatik yang sering ditemukan dan sering menimbulkan rasa sakit, serta ketidakmampuan melakukan suatu gerakan akan bertambah dengan munculnya kelemahan otot quadriceps dan atrofi otot, yang merupakan komponen penting dalam membantu menstabilisasi persendian. Sedangkan kelemahan otot quadriceps dapat mengakibatkan semakin parahnya osteoarthritis. Dengan pemberian latihan aktif bertujuan untuk meningkatkan stabilitas sendi dan kekuatan otot-otot sekitar lutut terutama quadriceps terutama pada m. vastus medialis karena latihan ini berguna untuk mengurangi iritasi yang terjadi pada permukaan kartilago artikularis patella, memelihara dan meningkatkan stabilitas aktif pada sendi lutut juga dapat memelihara nutrisi pada synovial menjadi lebih baik. Dengan gerakan yang berulang pada latihan ini akan terjadi peningkatan kerja otot-otot sekitar sendi sehingga mempercepat aliran darah sehingga metabolisme juga ikut meningkat sehingga sisa-sisa metabolisme akan ikut terbawa aliran darah sehingga nyeri berkurang, m. vastus medialis sendiri berperan sebagai ekstensor sendi juga berperan dalam menjaga stabilisasi posisi patella pada alurnya bersama-sama dengan ligamen sendi patelofemoral. Kemampuan kontrol otot penting untuk menstabilisasi sendi, dimana penurunannya dipengaruhi oleh adanya nyeri dan patologi sendi. Nyeri akibat adanya suatu injury atau patologi dapat mempengaruhi kemampuan otot untuk menjaga stabilitas sendi khususnya serabut otot tipe II.

Latihan diharapkan dapat mengembalikan patella pada alur yang tepat serta mengurangi stress mekanis pada ruang sendi patellofemoralis. Dalam hal ini latihan yang diberikan difokuskan pada m. vastus medialis yang mengalami kelemahan. Bila peningkatan kekuatan m. vastus medialis roporsional terhadap m. quadriceps maka akan menyeimbangkan gaya tarikan yang bekerja pada patella akan menjadi stabil kembali sehingga diharapkan alur dari patella akan kembali normal, dengan demikian maka gesekan yang terjadi pada kartilago artikularis patella dangan femur yang menimbulkan rangsangan pada nociseptor atau serabut afferent nyeri akan berkurang.