BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bayi 2.1.1 Konsep Bayi II.pdf · mengalami adaptasi terhadap...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bayi 2.1.1 Konsep Bayi II.pdf · mengalami adaptasi terhadap...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bayi
2.1.1 Konsep Bayi
Bayi merupakan mahluk yang sangat peka dan halus (Choirunisa, 2009). Masa
bayi adalah saat bayi berumur satu bulan sampai dua belas bulan (Anwar, 2011).
Masa bayi dimulai dari usia 0–12 bulan ditandai dengan pertumbuhan dan
perkembangan fisik yang cepat disertai dengan perubahan dalam kebutuhan gizi
(Notoatmodjo, 2007).
Tahapan pertumbuhan pada masa bayi dibagi menjadi masa neonatus dengan usia
0-28 hari dan masa pasca neonatus dengan usia 29 hari-12 bulan (Nursalam,
2013). Masa bayi merupakan bulan pertama kehidupan kritis karena bayi akan
mengalami adaptasi terhadap lingkungan, perubahan sirkulasi darah, serta mulai
berfungsinya organ-organ tubuh, dan pada pasca neonatus bayi akan mengalami
pertumbuhan yang sangat cepat (Perry & Potter, 2005).
2.1.2 Kebutuhan Dasar Tumbuh Kembang
Kebutuhan dasar dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
a. Asuh ( Kebutuhan Fisik – Biomedis)
Kebutuhan asuh meliputi sebagai berikut :
1) Nutrisi yang adekuat dan seimbang
2) Perawatan kesehatan dasar
Untuk mencapai kesehatan dasar yang optimal, perlu beberapa upaya misalnya
13
14
imunisasi, kontrol ke Puskesmas atau Posyandu secara berkala, perawatan bila
sakit.
3) Pakaian
4) Perumahan
5) Higiene diri dan lingkungan
6) Kesegaran jasmani
b. Asih (Kebutuhan Emosi dan Kasih Sayang)
Kebutuhan asih meliputi :
1) Kasih sayang orang tua
2) Rasa aman
3) Harga diri
4) Dukungan/dorongan
5) Mandiri
6) Rasa memiliki
c. Asah (Kebutuhan Stimulasi)
Stimulasi adalah adanya perangsangan dari dunia luar berupa latihan atau
bermain. Pemberian stimulus sudah dapat dilakukan sejak masa prenatal,
kemudian lahir dengan cara menyusui bayi pada ibunya sedini mungkin. Asah
merupakan kebutuhan untuk perkembangan mental psikososial anak yang
dapat dilakukan dengan pendidikan dan pelatihan (Nursalam, 2013)
14
15
2.2 Imunisasi
2.2.1 Pengertian Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi adalah
memasukkan kuman penyakit yang sudah dimatikan ke dalam tubuh anak dengan
cara suntikan atau diminum, dengan maksud agar terjadi kekebalan terhadap jenis
penyakit tertentu pada tubuh (A.S. Wahab, 2002).
Imunisasi adalah pemberian satu atau lebih antigen yang infeksius pada seorang
individu untuk merangsang sistem imun dan memproduksi antibodi yang akan
mencegah infeksi (Schwartz, 2004).
Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan kepada bayi dan anak dengan
memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat antibodi untuk
mencegah terhadap penyakit tertentu (Hidayat, 2008).
Kesimpulan dari beberapa pengertian diatas, imunisasi adalah suatu usaha
memasukkan kuman penyakit yang sudah dimatikan kedalam tubuh dengan cara
suntikan atau diminum untuk merangsang sistem imun dan memproduksi antibodi
untuk mencegah penyakit tertentu.
Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar
kekebalan diatas ambang perlindungan (Marimbi, 2010). Imunisasi dasar
diberikan pada bayi umur 0-12 bulan yang terdiri dari BCG, DPT (1,2,3), Polio
(1,2,3,4), Hepatitis B (1,2,3) dan Campak (Depkes RI, 2005). Imunisasi lengkap
yaitu satu dosis vaksin BCG, tiga dosis vaksin DPT, empat dosis vaksin Polio,
15
16
dan satu vaksin Campak serta ditambah tiga dosis vaksin Hepatitis B diberikan
sebelum anak berumur satu tahun (Depkes RI, 2005).
2.2.2 Tujuan Program Imunisasi
a. Tujuan Umum
Untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat Penyakit
yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I).
b. Tujuan Khusus
1) Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI) yaitu cakupan
imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa/
kelurahan pada tahun 2010.
2) Tercapai eliminasi tetanus maternal dan neonatal (Maternal Neonatal Tetanus
Eliminasi/MNTE) (insiden di bawah 1/1000 kelahiran hidup dalam 1 tahun) di
tingkat kabupaten/kota pada tahun 2012.
3) Eradikasi Polio pada tahun 2008.
4) Tercapainya reduksi Campak (ReCam) 2008.
2.2.3 Manfaat Imunisasi
a. Bagi Anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan
kemungkinan cacat atau kematian.
b. Bagi Keluarga: menghilangkan kecemasan dan biaya pengobatan bila anak
sakit.
c. Bagi Negara: memperbaiki derajat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat
dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara (Marimbi, 2010).
16
17
2.2.4 Jadwal Imunisasi Dasar
Jadwal Imunisasi adalah informasi mengenai kapan suatu jenis vaksin atau
imunisasi harus diberikan pada anak. Pemberian imunisasi pada bayi, tepat pada
waktunya merupakan faktor yang sangat penting untuk kesehatan bayi. Imunisasi
diberikan mulai dari lahir sampai awal masa kanak-kanak. Imunisasi dapat
diberikan ketika ada kegiatan Posyandu, pemeriksaan kesehatan pada petugas
kesehatan atau pekan imunisasi (Proverawati, 2010).
Jadwal pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi dengan menggunakan vaksin
DPT/HB Combo dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Pada Bayi Lahir Di Rumah
UMUR 0 bulan
VAKSIN HB0
TEMPAT Puskesmas/ RS
1 bulan BCG, Polio 1 Posyandu
2 bulan 3 bulan
DPT/HB Combo 1, polio 2 DPT/HB Combo 2, Polio 3
Posyandu Posyandu
4 bulan DPT/ HB Combo 3, polio 4 Posyandu
9 bulan Campak Posyandu
Sumber : Depkes RI, 2005
Jadwal pemberian imunisasi dasar pada bayi lahir di Rumah Sakit/Rumah
Bersalin/Praktek Bidan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.2 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Pada Bayi Lahir Di Rumah Sakit/Rumah
Bersalin/Praktek Bidan
UMUR 0 bulan
VAKSIN HB0, BCG, Polio 1
TEMPAT RS/RB/Bidan
2 bulan DPT/HB Combo 1, polio 2 RS/RB/Bidan
3 bulan 4 bulan
DPT/HB Combo 2, Polio 3 DPT/ HB Combo 3, polio 4
RS/RB/Bidan RS/RB/Bidan
9 bulan Campak RS/RB/Bidan
Sumber : Depkes RI, 2005
17
18
2.2.5 Jenis Imunisasi Dasar Pada Bayi
Menurut Proverawati (2010), imunisasi ada dua macam, yaitu: imunisasi aktif dan
imunisasi pasif. Imunisasi aktif merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang
telah dilemahkan (vaksin) agar sistem imun tubuh berespon spesifik dan
memberikan suatu ingatan terhadap antigen, sehingga ketika terpapar lagi tubuh
dapat mengenali dan meresponnya.
Imunisasi Pasif merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara
pemberian zat imonoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses
infeksi yang berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapat bayi dari ibu
melalui plasenta) atau binatang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi
mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi. Contoh imunisasi pasif
adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang luka kecelakaan.
Contoh lain adalah terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut
menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama masa
kandungan, misalnya antibodi Campak.
Di Indonesia terdapat jenis imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah dan ada
juga yang hanya dianjurkan. Imunisasi wajib di Indonesia sebagaimana yang
diwajibkan oleh WHO yaitu BCG, DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis B.
(Hidayat, 2005).
Lima jenis imunisasi dasar yang diwajibkan pemerintah adalah sebagai berikut :
18
19
a. Imunisasi BCG ( Bacillus Calmette-Guerin )
1) Fungsi Imunisasi dan Jenis Vaksin: imunisasi BCG berfungsi memberi
kekebalan aktif terhadap penyakit tuberculosis (TBC). Vaksin BCG
mengandung bakteri bacillus calmette-guerrin hidup yang dilemahkan
sebanyak 50.000-1.000.000 partikel/dosis (Marimbi, 2010).
2) Cara Pemberian dan Dosis: pemberian imunisasi BCG dilakukan satu kali
pada bayi baru lahir sampai usia 12 bulan, tetapi sebaiknya dilakukan sebelum
usia 2 bulan (Marimbi, 2010). Cara pemberian Imunisasi BCG melalui
disuntikan secara intra cutan (IC) di daerah lengan kanan atas dengan dosis
0.05 cc menggunakan jarum pendek yang sangat halus (10 mm, ukuran 26).
3) Efek Samping
Reaksi Normal Lokal: setelah dua minggu dari waktu suntikan BCG akan
terjadi pembengkakan kecil berwarna merah di tempat penyuntikan kemudian
menjadi luka dengan garis tengah 10 mm dan akan sembuh sendiri dengan
meninggalkan jaringan parut (scar) dengan garis tengah 3-7 mm.
Reaksi Regional Pada Kelenjar:
a) Merupakan respon seluler pertahanan tubuh.
b) Pembengkakan pada kelenjar di axila dan cervikal
c) Timbul 2-6 bulan sesudah imunisasi
d) Kelenjar berkonsistensi padat, tidak nyeri, dan tidak demam
e) Mengecil 1-3 bulan tanpa pengobatan
19
20
4) Kontraindikasi:
a) Seorang anak yang sedang menderita penyakit kulit yang berat atau menahun,
seperti eksim, furunkulosis, dan sebagainya
b) Anak yang telah menderita penyakit TBC
b. Imunisasi DPT ( Difteri, Pertusis, Tetanus )
1) Fungsi Imunisasi dan Vaksin: imunisasi DPT bertujuan untuk mencegah
penyakit Difteri, Pertusis dan Tetanus (Proverawati, 2010). Vaksin DPT
mengandung kuman Difteri dan Tetanus yang dilemahkan serta kuman
Bordetella Pertusis yang dimatikan.
2) Cara Pemberian dan Dosis: pemberian vaksin DPT dilakukan tiga kali mulai
bayi berumur 2 bulan sampai 11 bulan dengan interval empat minggu (Depkes
RI, 2005). Cara pemberian imunisasi DPT melalui suntikan intramuscular pada
paha tengah luar atau subkutan dalam dengan dosis 0,5 cc.
3) Efek Samping: reaksi yang mungkin terjadi biasanya demam ringan,
pembengkakan dan rasa nyeri di tempat suntikan selama 1-2 hari, namun dalam
kasus tertentu bisa dijumpai gejala yang berat seperti demam tinggi, kejang dan
syok berat.
4) Kontraindikasi:
a) Anak yang sakit parah dan menderita penyakit kejang demam kompleks
(suhu diatas 38º C).
b) Reaksi berlebihan setelah pemberian imunisasi DPT sebelumnya seperti
panas tinggi dengan kejang, penurunan kesadaran dan syok.
20
21
c. Imunisasi Hepatitis B
1) Fungsi Imunisasi dan Vaksin: Imunisasi Hepatitis B bertujuan untuk
memberikan kekebalan tubuh terhadap penyakit hepatitis (Proverawati, 2010).
Kandungan vaksinnya adalah HbsAg dalam bentuk cair.
2) Cara Pemberian dan Dosis: imunisasi aktif dilakukan dengan cara suntikan
dasar sebanyak tiga kali dengan jarak waktu satu bulan antara suntikan
pertama dan kedua, dan lima bulan antara suntikan kedua dan ketiga.
Imunisasi ulang diberikan lima tahun setelah imunisasi dasar. Cara pemberian
imunisasi dasar disesuaikan dengan rekomendasi pabrik pembuatnya. Khusus
bagi bayi yang lahir dari seorang ibu pengidap virus Hepatitis B, harus
dilakukan imunisasi pasif memakai imunoglobulin khusus anti Hepatitis B
dalam waktu 24 jam setelah kelahiran.
3) Efek Samping: reaksi imunisasi yang terjadi biasanya reaksi lokal seperti rasa
sakit, kemerahan dan pembengkakan disekitar tempat penyuntikan. Reaksi
yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah dua hari.
4) Kontraindikasi: imunisasi tidak dapat diberikan kepada penderita infeksi berat
yang disertai kejang.
d. Imunisasi Polio
1) Fungsi Imunisasi dan Vaksin: merupakan imunisasi yang bertujuan mencegah
Poliomyelitis. Terdapat 2 macam vaksin Polio:
a) Inactivated Polio Vaccine (IPV=Vaksin Salk), mengandung virus Polio yang
sudah dimatikan dan diberikan melalui suntikan.
21
22
b) Oral Polio Vaccine (OPV= Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang
telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan (Proverawati,
2010).
2) Cara Pemberian dan Dosis: di Indonesia dipakai vaksin sabin yang diberikan
melalui mulut. Imunisasi dasar diberikan sejak anak baru lahir atau berumur
beberapa hari, dan selanjutnya setiap 4-6 minggu. Vaksin ini diberikan
sebanyak 2 tetes (0,1 ml) langsung ke mulut anak atau dengan sendok yang
menggunakan larutan gula. Setiap membuka vial baru harus menggunakan
penetes (dopper) yang baru (Depkes RI, 2005).
3) Efek Samping: pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping
berupa paralisis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi
(Proverawati, 2010).
4) Kontraindikasi: pada anak-anak dengan diare berat (kemungkinan terjadi diare
lebih parah) atau yang sedang sakit parah, anak yang mengalami gangguan
kekebalan imunisasi polio sebaiknya ditangguhkan.
e. Imunisasi Campak
1) Fungsi Imunisasi dan Jenis Vaksin: imunisasi Campak bertujuan untuk
memberikan kekebalan terhadap penyakit Campak (Proverawati, 2010).
Vaksin Campak mengandung virus Campak hidup yang telah dilemahkan.
Bentuk kemasan kering dikombinasikan dengan vaksin gondong/bengok
(mumps) dan rubella (campak Jerman ). Di Amerika Serikat kemasan terakhir
terkenal dengan nama vaksin MMR (Measles Mumps Rubella vaccine).
22
23
2) Cara Pemberian dan Dosis: pemberian imunisasi Campak hanya diberikan
satu kali, dapat dilakukan pada umur 9-11 bulan, dengan dosis 0,5 cc.
Sebelum di suntikan vaksin Campak terlebih dahulu dilarutkan dengan pelarut
kemudian disuntikan di lengan kiri atas secara subkutan (Depkes RI, 2005).
3) Efek Samping: mengalami demam ringan dan kemerahan selama tiga hari
yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi, dapat terjadi radang otak dalam
30 hari setelah penyuntikan tetapi kejadian ini jarang terjadi
4) Kontraindikasi: panas lebih dari 38ºC, anak yang sakit parah, anak yang
defisiensi gizi dalam derajat berat, riwayat kejang demam.
2.3 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar
Menurut Suparyanto (2011), faktor-faktor yang berhubungan dengan kelengkapan
imunisasi dasar adalah :
2.3.1 Pendidikan
Menurut Notoatmodjo (2003), pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan
untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok dan masyarakat
sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.
Menurut Dictionary of Education (dalam Munib, 2004) pendidikan adalah proses
seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk utorang
dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol
(khususnya yang datang dari sekolah), sehingga dia dapat memperoleh atau
mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang
optimal.
23
24
Pendidikan terjadi melalui kegiatan atau proses belajar yang dapat terjadi
dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Kegiatan belajar mempunyai ciri-
ciri yaitu: pertama, belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan
pada diri individu, kelompok, atau masyarakat yang sedang belajar, baik
aktual maupun potensial. Ciri kedua dari hasil belajar bahwa perubahan tersebut
di dapatkan karena kemampuan baru yang berlaku untuk waktu yang relatif
lama. Ciri yang ketiga adalah bahwa perubahan itu terjadi karena usaha, dan
didasari bukan karena kebetulan (Notoatmodjo, 2007).
Ruang lingkup pendidikan terdiri dari pendidikan informal, non formal dan
formal. Pendidikan informal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang di
rumah dalam lingkungan keluarga. Pendidikan informal berlangsung tanpa
organisasi, yakni tanpa orang tertentu yang diangkat atau ditunjuk sebagai
pendidik, tanpa suatu program yang harus diselesaikan dalam jangka waktu
tertentu, dan tanpa evaluasi yang formal berbentuk ujian. Pendidikan non formal
meliputi berbagai usaha khusus yang diselenggarakan secara terorganisasi
terutama generasi muda dan orang dewasa, yang tidak dapat sepenuhnya atau
sama sekali tidak berkesempatan mengikuti pendidikan sekolah dapat memiliki
pengetahuan praktis dan ketrampilan dasar yang mereka perlukan sebagai warga
masyarakat yang produktif. Sedangkan pendidikan formal adalah pendidikan
yang mempunyai bentuk atau organisasi tertentu seperti terdapat di sekolah atau
universitas (Notoatmodjo, 2007).
24
25
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2004 tentang
Sistem Pendidikan Nasional jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan
dasar (SD dan SMP), pendidikan menengah (SMA dan SMK), dan pendidikan
tinggi (akademi, institute, sekolah tinggi dan universitas)(Hasbulah, 2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan yaitu faktor umur, faktor
tingkat sosial ekonomi dan faktor lingkungan. Faktor umur merupakan indikator
kedewasaan seseorang, semakin bertambah umur, pendidikan yang didapat akan
lebih banyak, baik itu pendidikan formal maupun pendidikan non formal yang
diinginkan adalah terjadinya perubahan kemampuan, ketrampilan atau
perilakunya. Perubahan perilaku didasari adanya perubahan atau penambahan
pengetahuan, sikap atau ketrampilannya. Faktor tingkat sosial ekonomi sangat
mempengaruhi perbaikan pendidikan dan perbaikan pelayanan kesehatan yang
diinginkan masyarakat. Rata-rata keluarga dengan sosial ekonomi yang baik akan
memilih tingkat pendidikan dan sarana kesehatan yang bagus dan bermutu.
Sedangkan faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang besar dalam pendidikan
seseorang. Contoh orang yang berada dalam lingkungan yang mendukung serta
mengutamakan pendidikan, mereka akan merasa lebih termotivasi untuk belajar.
Sehingga pengetahuan yang mereka peroleh akan lebih baik dibandingkan
seseorang yang keluarganya tidak mendukung untuk merasakan bangku sekolah
(Notoatmodjo, 2007).
Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap penggunaan fasilitas pelayanan
kesehatan. Penggunaan posyandu dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dapat
25
26
membuat orang menjadi berpandangan lebih luas berfikir dan bertindak secara
rasional sehingga latar belakang pendidikan seseorang dapat mempengaruhi
penggunaan pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2007).
Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin baik
pula tingkat pengetahuannya. Ibu dengan pendidikan yang relatif tinggi
cenderung memiliki kemampuan untuk menggunakan sumber daya keluarga
yang lebih baik dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan rendah
(Notoatmodjo, 2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Thaib (2012) tentang “Cakupan Imunisasi Dasar
Anak Usia 1-5 Tahun dan Beberapa Faktor yang Berhubungan di Poliklinik Anak
Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Banda Aceh” menunjukan ada hubungan
bermakna pendidikan dengan kelengkapan imunisasi dasar (p=0,05). Penelitian
lain yang dilakukan oleh Kurniawati (2004) tentang “Beberapa Faktor yang
Berhubungan dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar Bayi di Desa Mukti Jaya
Kecamatan Rimba Melintang Kabupaten Rokan Hilir” menunjukan tidak ada
hubungan tingkat pendidikan terhadap kelengkapan imunisasi dasar bayi
( p>0,05).
2.3.2 Pendapatan atau Penghasilan
Menurut Mulyanto dan Dieter (dalam Syamsul, 2002), pendapatan adalah
jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota rumah tangga yang di
sumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun perseorangan dalam
rumah tangga, dalam kehidupan sehari-hari. Pendapatan erat kaitannya dengan
26
27
gaji, upah, serta pendapatan lainnya yang di terima seseorang setelah orang itu
melakukan pekerjaan dalam kurun waktu tertentu. Menurut Departemen
Pendidikan Nasional (2002) adalah hasil pencarian atau perolehan usaha. Jadi
yang dimaksud pendapatan dalam penelitian ini adalah jumlah penghasilan yang
diperoleh dari pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan dari orang tua dan
anggota keluarga lainnya.
Menurut Notoatmodjo (2007), yang sering dilakukan adalah menilai hubungan
antara tingkat penghasilan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun
pencegahan. Seseorang kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada
mungkin karena tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat, membayar
transport, dan sebagainya. Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap
pengetahuan seseorang, namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka
dia akan mampu menyediakan atau membeli fasilitas sumber informasi.
Berdasarkan Keputusan Gubernur NTT Nomor 298/HK/2012 tentang Upah
Minimun Regional (UMR) Propinsi NTT, Standar Upah Minimun Kabupaten
Manggarai Timur sebesar Rp 1.010.000. Nilai ini peneliti gunakan sebagai
batasan instrumental variabel pendapatan.
Penelitian Bangun (2002) tentang “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Status Imunisasi Anak Balita di Kelurahan Beringin Kecamatan Medan Selayang
Tahun 2002” menunjukan ada hubungan pendapatan keluarga dengan status
imunisasi balita dengan nilai p=0,000. Penelitian lain oleh Albertina (2008)
tentang “Kelengkapan Imunisasi Dasar Anak Balita dan Faktor-Faktor yang
27
28
Berhubungan di Poliklinik Anak Beberapa Rumah Sakit di Jakarta dan Sekitarnya
pada Bulan Maret 2008” yang menunjukan tidak terdapat hubungan pendapatan
terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
2.3.3 Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses
pembelajaran dan dipengaruhi faktor dari dalam seperti motivasi dan faktor dari
luar berupa sarana informasi yang tersedia serta keadaan sosial budaya
(Poerwadarminta, 2002). M enurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan merupakan
hasil dari tahu setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu penglihatan,
pendengaran penciuman, rasa, dan raba.
Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif
mempunyai enam tingkatan yaitu :
a. Tahu (know)
Artinya kemampuan mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya termasuk mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik
dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.
b. Memahami (comprehention)
Artinya kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui
dan dapat menginterprestasikan secara benar.
c. Aplikasi (application)
Artinya kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
28
29
situasi atau kondisi yang nyata, yaitu menggunakan hukum-hukum, rumus-
rumus, prinsip, dan sebagainya.
d. Analisis (analysis)
Artinya kemampuan untuk menjabarkan materi atau subyek objek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi, dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang
itu sudah sampai t ingkat analisis adalah apabila orang tersebut dapat
membedakan, memisahkan, mengelo mpokkan, membuat diagram terhadap
pengetahuan atas objek tersebut.
e . Sintesis (syntesis)
Menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan
dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen ilmu
pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang
ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Artinya kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap
objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu
kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di
masyarakat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi t ingk at pengetahuan menurut Notoatmodjo
(2010), meliputi :
29
30
a. Tingkat pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan maka seseorang akan mudah menerima
informasi sehingga makin banyak juga pengetahuan yang dimilikinya,
sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap
seseorang terhadap nilai-nilai baru yang diperkenalkan.
b. Pengalaman
Sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah pengetahuan tentang
sesuatu yang bersifat non formal.
c. Sumber informasi
Orang yang memiliki sumber informasi yang lebih banyak akan memiliki
pengetahuan yang lebih banyak pula.
d. Lingkungan
Dalam lingkungan seseorang akan memperoleh pengalaman yang akan
berpengaruh pada cara berpikir, dimana seseorang akan mempelajari hal-hal
yang baik dan juga hal-hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya.
e. Sosial Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi yang rendah menyebabkan keterbatasan biaya untuk
menempuh pendidikan, sehingga pengetahuan pun rendah.
f. Umur
Bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada bertambahnya
pengetahuan yang diperolehnya akan tetapi pada umur-umur tertentu (usia
lanjut) kemampuan penerimaan atau mengingat sesuatu pengetahuan akan
berkurang.
30
31
Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket yang menyatakan
tentang isi materi yang ingin diukur dari responden (Notoatmodjo, 2007).
M enurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan dibagi menjadi tiga yaitu
pengetahuan baik (skor 76-100%), pengetahuan cukup (skor 56-75%), dan
pengetahuan kurang (skor 0-55%).
Penelitian Irfani (2010) tentang “ Pengaruh Faktor Predisposisi Terhadap
Tindakan Ibu dalam Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap di Kecamatan Tanjung
Beringin Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2010” menunjukan bahwa
pengetahuan berpengaruh terhadap tindakan ibu dalam pemberian imunisasi
lengkap (p=0,000). Penelitian lain yang dilakukan oleh Adenin (2012) tentang
“Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ibu Terhadap Status Imunisasi pada Anak
Usia 12-23 Bulan di Puskesmas Medan Marelan” menunjukan tidak ada hubungan
pengetahuan terhadap status imunisasi dasar pada anak (p>0,05).
2.3.4 Sikap
Sikap merupakan respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu
yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-
tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Campbell
(1950) mendefinisikan sangat sederhana, yakni: “An individual’s attitude is
syndrome of response consistency with regard to object.” Sikap adalah suatu
sindrom atau kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek, sehingga
sikap melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaa n yang lain
(Notoatmodjo, 2010).
31
32
Tim WHO (1984) dalam Notoatmodjo (2005) menyebutkan bahwa sikap
merupakan bentuk dari pikiran dan perasaan yang dapat mempengaruhi
seseorang berperilaku.
Karakteristik sikap adalah:
a. Sikap merupakan kecendrungan berpikir, berpersepsi, dan bertindak
b. Sikap mempunyai daya pendorong (motivasi)
Motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan, tindakan, tingkah laku
atau perilaku (Notoatmodjo, 2010).
Menurut McClelland mengatakan bahwa dalam diri manusia ada dua
motivasi yaitu motivasi primer atau motif yang tidak dipelajari dan motif
sekunder atau motif yang dipelajari melalui pengalaman serta interaksi
dengan orang lain. Motif Sekunder atau motif sosial timbul kerena interaksi
dengan orang lain sedangkan motif primer atau motif yang tidak dipelajari
ini secara alamiah timbul pada setiap manusia secara biologis. Motif ini
mendorong seseorang untuk terpenuhi kebutuhan biologis, seperti makan,
minum, seks dan kebutuhan-kebutuhan biologis lainnya (Notoatmodjo,
2010).
c. Sikap relatif lebih menetap dibandingkan emosi dan prilaku
d. Sikap mengandung aspek penilaian dan evaluatif terhadap objek dan
mempunyai tiga komponen yaitu kognitif, afektif dan konatif.
32
33
Menurut Notoatmodjo (2010), sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan yaitu:
a. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang atau subyek mau menerima stimulus yang
diberikan (objek)
b. Menanggapi (responding)
Menanggapi berarti memberikan jawaban atau tanggapan terhadap
pertanyaan atau objek yang dihadapi.
c. Menghargai (Valuing)
Menghargai berarti subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif
terhadap objek atau stimulus dalam arti membahasnya dengan orang lain.
d. Bertanggung Jawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap
apa yang telah diyakininya. Seseorang mengambil sikap tertentu berdasarkan
keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang lain
mencemoohkan atau adanya resiko lain.
e. Tindakan atau praktik (practice)
Sikap adalah kecendrungan untuk bertindak (praktek). Sikap belum tentu
terwujud dalam tindakan sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain
adanya fasilitas atau sarana dan prasarana.
Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2010), sikap terdiri dari tiga
komponen pokok yaitu :
a. Kepercayaan atau keyakinan, dan konsep terhadap objek artinya bagaimana
keyakinan, pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.
33
34
b. Kehidupan emosional dan evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana
penilaian orang tersebut terhadap objek
c. Kecendrungan untuk bertindak (tend to behave) artinya sikap merupakan
komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.
Ketiga komponen tersebut diatas secara bersama-sama membentuk sikap yang
utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini pengetahuan, pikiran,
keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Contoh seorang ibu mendengar
(tahu) penyakit TBC (penyebab, cara penularan, cara pencegahan dan
sebagainya). Pengetahuan ini akan membuat ibu berpikir dan berusaha supaya
keluarga terutama anak tidak terkena TBC. Dalam berpikir ini komponen emosi
dan keyakinan ibu ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat (kecendrungan
bertindak) melakukan imunisasi. Ibu ini mempunyai sikap tertentu (berniat
melakukan imunisasi) terhadap objek tertentu yakni penyakit TBC.
Menurut Sunaryo (2013), sikap tidak dibawa sejak lahir, namun dipelajari dan
dibentuk berdasarkan pengalaman individu sepanjang perkembangan selama
hidupnya. Pembentukan sikap pada manusia dipengaruhi oleh faktor dalam diri
manusia (internal) dan pengaruh interaksi manusia satu dengan lainnya
(eksternal). Faktor-faktor internal yang membentuk sikap yaitu fisiologi, psikologi
dan motif. Sedangkan faktor eksternal yaitu pengalaman yang diperoleh individu,
situasi yang dihadapi oleh individu, norma dala m masyarakat, hambatan, dan
pendorong yang dihadapi individu dalam masyarakat.
34
35
Menurut Sarwono (2000) dalam Sunaryo (2013) mengungkapkan ada beberapa
cara untuk membentuk dan mengubah sikap individu yaitu:
a. Adopsi yaitu suatu cara pembentukan dan perubahan sikap melalui suatu
peristiwa yang terjadi secara berulang-ulang dan terus menerus sehingga
lama kelamaan secara bertahap hal tersebut akan diserap oleh individu dan
akan mempengaruhi pebentukan dan perubahan sikap individu.
b. Diferensiasi yaitu suatu cara pembentukan dan perubahan sikap karena
adanya pengetahuan, pengalaman, inteligensi dan pertambahan umur
individu.
c. Integrasi yaitu suatu cara pembentukan dan perubahan sikap secara bertahap,
diawali dari bermacam-macam pengetahuan dan pengalaman yang
berhubungan dengan objek sikap tertentu hingga akhirnya membentuk sikap
terhadap objek tersebut.
d. Trauma yaitu suatu pembentukan dan perubahan sikap melalui suatu
kejadian secara tiba-tiba dan mengejutkan sehingga menimbulkan kesan
mendalam dalam diri individu tersebut.
e. Generalisasi yaitu suatu cara pembentukan dan perubahan sikap karena
pengalaman traumatik pada diri individu terhadap hal tertentu sehingga dapat
menimbulkan sikap negatif terhadap semua hal yang sejenis atau sebaliknya.
Salah satu aspek yang sangat penting guna memahami sikap dan perilaku
manusia adalah pengungkapan (assesmant) atau pengukuran (measurement)
sikap.
35
36
Menurut Sugiyono (2012), berbagai skala sikap yang dapat digunakan untuk
penelitian pendidikan, administrasi dan sosial. Salah satunya adalah skala
Guttman. Pada skala Guttman akan didapat jawaban yang tegas, yaitu “ya-tidak”;
“benar-salah”; “pernah-tidak pernah”; “positif-negatif”; dan lain-lain. Penelitian
menggunakan skala Guttman dilakukan bila ingin mendapatkan jawaban yang
tegas terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan. Skala Guttman hanya ada
dua interval yaitu “positif” atau “negatif”. Jawaban dapat dibuat skor tertinggi
satu dan terendah nol. Untuk jawaban yang mendukung sikap positif dapat
diberikan nilai satu dan untuk jawaban yang tidak mendukung nilai positif
diberikan nilai nol sedangkan untuk jawaban yang mendukung sikap negatif dapat
diberikan nilai nol dan jawaban yang tidak mendukung sikap negatif diberi nilai
satu. Untuk mendapat nilai presentase dari nilai responden, dapat digunakan
rumus :
Nilai persentasi responden = Nilai jawaban responden x 100%
Nilai maksimal
Menurut Sunaryo (2004), sikap dikatakan negatif apabila mendapat nilai 0-50%
dan sikap dikatakan positif apabila mendapat nilai 51-100%.
Penelitian Paridawati (2012) tentang “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Tindakan Ibu dalam Pemberian Imunisasi Dasar pada Bayi di Wilayah Kerja
Puskesmas Bajeng Kabupaten Gowa” menunjukan ada hubungan sikap terhadap
kelengkapan imunisasi dasar pada bayi. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Fatmawati (2006) tentang “Determinan yang Mempengaruhi Cakupan Imunisasi
Dasar Lengkap pada Balita Usia 1-2 Tahun di Wilayah Puskesmas Tegal Rejo”
36
37
menujukan tidak ada hubungan nilai sikap terhadap kelengkapan imunisasi dasar
pada balita.
2.3.5 Pekerjaan
Teori Maslow (teori kebutuhan) mengemukakan lima tingkatan kebutuhan
pokok manusia. Kelima tingkatan kebutuhan Maslow adalah kebutuhan
fisiologis, kebutuhan rasa aman dan perlindungan, kebutuhan sosialisasi,
kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan tingkat
pertama yaitu kebutuhan fisiologi (kebutuhan sandang, pangan, dan papan)
merupakan kebutuhan untuk mempertahankan hidup. Apabila kebutuhan
fisiologi terpenuhi, maka kebutuhan lainnya akan menyusul akan terpenuhi. Ibu
yang mempunyai pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan keluarga (kebutuhan
tingkat pertama) akan mempengaruhi kegiatan imunisasi yang termasuk
kebutuhan rasa aman dan perlindungan sehingga ibu lebih mengutamakan
pekerjaan daripada mengantar anaknya untuk diimunisasi (Suparyanto, 2011).
Penelitian Siswandoyo (2003) menunjukan ibu yang bekerja mempunyai resiko
empat kali status imunisasi tidak lengkap dibandingkan dengan ibu yang tidak
bekerja. Menurut Notoatmodjo (2010), pekerjaan dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
Bekerja : buruh, tani, swasta dan PNS
Tidak bekerja : ibu rumah tangga dan pengangguran
37
38
2.3.6 Dukungan Keluarga
Menurut Sarwono (2003) dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada
orang lain baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam
melaksanakan kegiatan. Bailon dan Maglaya dalam Setiadi (2008) menyatakan
bahwa keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan
darah, perkawinan atau adopsi. Mereka hidup dalam satu rumah tangga,
melakukan interaksi satu sama lain menurut peran masing-masing serta
menciptakan dan mempertahankan suatu budaya.
Dukungan keluarga adalah komunikasi verbal dan non verbal, saran, bantuan yang
nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan
subyek didalam lingkungan sosialnya atau berupa kehadiran dan hal-hal yang
dapat memberikan keuntungan emosional dan berpengaruh pada tingkah laku
penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan secara
emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang
menyenangkan pada dirinya (Kuncoro, 2002). Dukungan keluarga merupakan
suatu proses yang terjadi sepanjang siklus masa kehidupan, sifat dan jenis
dukungan berbeda-beda pada setiap siklus kehidupan. Dampak positif dari
dukungan keluarga adalah meningkatkan penyesuaian diri seseorang terhadap
kejadian-kejadian dalam kehidupan (Friedman, 2003).
Sudiharto (2007) menyatakan bahwa setiap anggota keluarga mempunyai struktur
peran formal dan informal, misalnya ayah mempunyai peran formal sebagai
kepala keluarga dan pencari nafkah. Struktur keluarga meliputi kemampuan
berkomunikasi, kemampuan saling berbagi, kemampuan sistem pendukung
38
39
diantara anggota keluarga, kemampuan perawatan diri dan kemampuan
menyelesaikan masalah.
Teori lingkungan kebudayaan dimana orang belajar banyak dari lingkungan
kebudayaan sekitarnya. Pengaruh keluarga terhadap pembentukan sikap sangat
besar karena keluarga merupakan orang yang paling dekat dengan anggota
keluarga yang lain. Jika sikap keluarga terhadap imunisasi kurang berespon
terhadap kegiatan imunisasi dan bersikap tidak menghiraukan pelaksanaan
kegiatan imunisasi, maka pelaksanaan imunisasi tidak akan dilakukan oleh ibu
bayi karena tidak ada dukungan oleh keluarga (Suparyanto, 2011).
Menurut Friedman (1998) dalam Setiadi (2008), komponen-komponen
dukungan keluarga adalah:
a. Dukungan Informasional
Keluarga berfungsi sebagai kolektor dan disseminator informasi tentang
dunia yang dapat digunakan untuk mengungkapkan suatu masalah. Aspek-
aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, petunjuk dan pemberi
informasi.
b. Dukungan Penilaian
Keluarga bertindak sebagai pembimbing, penengah masalah serta sumber
validator identitas anggota keluarga, diantaranya memberikan support,
pengakuan, penghargaan dan perhatian.
c. Dukungan Instrumental
Keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan konkrit seperti
39
40
bantuan langsung dari orang yang diandalkan dalam bentuk materi, tenaga
dan sarana. Manfaat dukungan ini adalah mendukung pulihnya energi atau
stamina dan semangat yang menurun selain itu individu merasa bahwa
masih ada kepedulian atau perhatian dari lingkungan terhadap seseorang
yang sedang mengalami kesusahan dan penderitaan.
d. Dukungan emosional
Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan
pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Manfaat dukungan
secara emosional menjamin nilai-nilai individu akan selalu terjaga
kerahasiaan dari keingintahuan orang lain. Aspek-aspek dari dukungan
emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya
kepercayaan, perhatian, mendengarkan serta didengarkan.
Menurut Nursalam (2003) pengukuran dukungan keluarga dapat menggunakan
skala Likert yaitu selalu (skor 4), sering (skor 3), kadang-kadang (skor 2),
tidak pernah (skor 1). Pertanyaan didasarkan pada teori Friedman (1998) yang
disusun dalam 12 butir pertanyaan. Skor yang dihasilkan yaitu antara 12-48 akan
dikategorikan menurut Arikunto (2002) bahwa rentang skor kategori dibagi
tiga sama besar sehingga diperoleh skor kategori sebagai berikut: dukungan
keluarga baik: 37-48, dukungan keluarga cukup: 25-36, dukungan keluarga
kurang: 1 2 - 2 4 .
Penelitian Khotimah (2008) tentang “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Peran Serta Ibu Membawa Anaknya untuk di Imunisasi di Desa Sugih Waras
40
41
Kecamatan Rambang Kabupaten Muara Enim Tahun 2008” menunjukan ada
hubungan dukungan keluarga terhadap peran serta ibu untuk membawa anaknya
diimunisasi (p=0,003<0,05). Penelitian lain yang dilakukan oleh Paridawati
(2012) tentang “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tindakan Ibu dalam
Pemberian Imunisasi Dasar pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Bajeng
Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa” menunjukan ada hubungan dukungan
keluarga terhadap tindakan ibu dalam pemberian imunisasi dasar pada bayi
(p=0,0042 <0,05).
2.3.7 Fasilitas Posyandu
Posyandu merupakan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) yang
dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan
memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan
kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan
Angka Kematian Bayi (AKB) (Kemenkes RI, 2011).
Kegiatan di Posyandu meliputi kegiatan pemantauan tumbuh kembang balita,
pelayanan kesehatan ibu dan anak seperti imunisasi untuk pencegahan penyakit,
penanggulangan diare, pelayanan KB, penyuluhan dan konseling, rujukan
konseling bila diperlukan (Kemenkes RI, 2011).
41
42
Tujuan Posyandu dibagi menjadi:
a. Tujuan Umum
Menunjang percepatan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi
(AKB) dan Angka Kematian Anak Balita (AKABA) di Indonesia melalui
upaya pemberdayaan masyarakat (Kemenkes RI, 2011)
b. Tujuan Khusus
1) Meningkatkan peran masyarakat dalam penyelengaraan upaya pelayanan
kesehatan dasar terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan
AKABA.
2) Meningkatnya peran lintas sektor dalam penyelengaraan Posyandu terutama
yang berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA.
3) Meningkatnya cakupan dan jangkauan kemampuan pelayanan kesehatan
dasar terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA
(Kemenkes RI, 2011).
Sasaran Posyandu adalah seluruh masyarakat/keluarga utamanya adalah bayi
baru lahir, balita, ibu hamil, ibu menyusui, Pasangan Usia Subur (PUS)
(Kemenkes RI, 2011).
Fasilitas kesehatan merupakan suatu prasarana dalam hal pelayanan kesehatan.
Fasilitas pada hakekatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya prilaku
kesehatan. Apabila fasilitas baik akan mempengaruhi tingkat kesehatan yang
ada, ini terbukti seseorang yang memanfaatkan fasilitas kesehatan secara baik
maka akan mempunyai taraf kesehatan yang tinggi (Notoatmodjo, 2003).
42
43
2.3.8 Lingkungan
Kehidupan dalam suatu lingkungan mutlak adanya interaksi sosial hubungan
antara dua atau lebih individu yang saling mempengaruhi. Lingkungan rumah
dan masyarakat dimana individu melakukan interaksi sosial merupakan faktor
yang dapat mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar seperti jarak pelayanan
(Panjaitan, 2003).
2.3.9 Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan adalah orang yang berperan penting dalam pembangunan
kesehatan masyarakat. Tenaga kesehatan berupaya dan bertanggung jawab,
memberikan pelayanan kesehatan profesional pada individu dan masyarakat
yang akan mempengaruhi status kesehatan masyarakat. Dengan demikian
diharapkan ibu mau mengimunisasikan bayinya melalui penjelasan dan
motivasi tenaga kesehatan (Suparyanto, 2011). Mutu pelayanan kesehatan
sangat dipengaruhi oleh sikap, ketrampilan, dan perilaku.
Menurut Sugiyono (2012) untuk mengukur pendapat seseorang atau sekelompok
orang tentang fenomena dapat digunakan skala Likert yaitu selalu (skor 4),
sering (skor 3), kadang-kadang (skor 2), tidak pernah (skor 1). Menurut
C.Y.Tam (2001) metode untuk menentukan derajat kebutuhan kriteria penilaian
dengan cara mengumpulkan penilaian responden, kemudian dirata-ratakan untuk
tiap elemen. Seluruh kriteria diurutkan dari nilai tertinggi ke nilai terendah.
43
44
Kemudian dicari nilai cut off point dengan rumus:
Natural Cut-Off Point =
( Maximum Score + Minimum Score)
2
44
(4x5 +1x5) Natural Cut-
off Point = = 12,5 2
Keterangan:
Maximum score: jumlah item x score tertinggi
Minimum score: jumlah item x score terendah
Penelitian Khotimah (2008) tentang “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Peran
Serta Ibu Membawa Anaknya Untuk Diimunisasi” menunjukan ada hubungan peran
petugas kesehatan terhadap tindakan ibu untuk membawa anaknya diimunisasi
p=0,014. Penelitian lain yang dilakukan oleh Harahap (2013) yang menyatakan
bahwa tidak ada hubungan antara pelayanan kesehatan
terhadap pemberian imunisasi hepatitis B pada bayi p= 0,060.