Bab II Tinjauan Kepustakaan Dan Kebijakan
-
Upload
galanathan-nathan -
Category
Documents
-
view
425 -
download
1
Transcript of Bab II Tinjauan Kepustakaan Dan Kebijakan
II-1 Laporan Akhir cv Trijaya Karya
RDTR dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) Lintas Ringroad Winangun Maumbi
2.1 TINJAUAN KEBIJAKAN
2.1.1 RTRW NASIONAL (PP RI NO 26 TAHUN 2008)
a. Sistem Perkotaan Nasional
Tinjauan kebijakan Sistem Perkotaan Nasional sebagai berikut:
Pasal 11
(1) Sistem perkotaan nasional terdiri atas PKN, PKW, dan PKL.
(2) PKN dan PKW tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
(3) PKL ditetapkan dengan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi berdasarkan usulan pemerintah kabupaten/kota, setelah dikonsultasikan
dengan Menteri.
Pasal 14
(1) PKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) ditetapkan dengan kriteria:
a) kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan
ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional;
II-2 Laporan Akhir cv Trijaya Karya
RDTR dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) Lintas Ringroad Winangun Maumbi
PKN
PKW
PKSN/KOTA PERBATASAN
Keterangan :
(Catatan: PKL ditetapkan dalam RTRWP)
b) kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri
dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi; dan/atau
c) kawasan perkotaan yang berfungsi atau
berpotensi sebagai simpul utama transportasi
skala nasional atau melayani beberapa provinsi.
Untuk Provinsi Sulawesi Utara wilayah kota yang termasuk dalam PKN adalah Kawasan
Perkotaan Manado – Bitung.
Gambar 2.1 Peta Rencana Sistem Perkotaan Nasional
Tabel 2.1 Sistem Perkotaan Nasional
Pulau PKN PKW PKSN Sumatera 9 56 4
Jawa 9 36 -
Bali - Nusa Tenggara 3 13 1 Kalimantan 7 28 9 Sulawesi 5 24 2 Maluku – Papua 5 20 7
Total 38 177 23
b. Rencana Pengembangan Jalan Nasional sebagai Jalan Arteri Primer
Ring Road termasuk dalam ruas jalan Arteri Primer.
Pasal 18
1) Jaringan jalan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) terdiri atas
jaringan jalan arteri primer, jaringan jalan kolektor primer, jaringan jalan strategis
nasional, dan jalan tol.
2) Jaringan jalan arteri primer dikembangkan secara menerus dan berhierarki
berdasarkan kesatuan sistem orientasi untuk menghubungkan:
a) antar-PKN;
b) antara PKN dan PKW; dan/atau
c) PKN dan/atau PKW dengan bandar udara pusat penyebaran skala pelayanan
primer/sekunder/tersier dan pelabuhan internasional/nasional.
3) Jaringan jalan kolektor primer dikembangkan untuk menghubungkan antar-PKW dan
antara PKW dan PKL.
4) Jaringan jalan strategis nasional dikembangkan untuk menghubungkan:
a) antar-PKSN dalam satu kawasan perbatasan negara;
b) antara PKSN dan pusat kegiatan lainnya; dan
c) PKN dan/atau PKW dengan kawasan strategis nasional.
II-3 Laporan Akhir cv Trijaya Karya
RDTR dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) Lintas Ringroad Winangun Maumbi
5) Jalan tol dikembangkan untuk mempercepat perwujudan jaringan jalan bebas
hambatan sebagai bagian dari jaringan jalan nasional.
6) Jaringan jalan bebas hambatan tercantum dalam
Lampiran III yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 19
1) Jaringan jalan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) mencakup pula
jembatan atau terowongan antarpulau serta jembatan atau terowongan antarnegara.
2) Jembatan atau terowongan antarpulau dikembangkan untuk menghubungkan arus
lalu lintas antarpulau.
3) Jembatan atau terowongan antarnegara dikembangkan untuk menghubungkan arus
lalu lintas dengan negara tetangga.
2.1.2 Revisi RTRW Kota Manado 2007 - 2027
a. Tujuan rencana tata ruang Kota Manado dan Kabupaten Minahasa Utara
Kota Manado
RTRW Kota Manado ini bertujuan untuk :
Merumuskan kebijakan pokok pemanfaatan ruang Kota Manado;
Menghasilkan produk tata ruang Kota Manado yang mampu menjaga konsistensi
perkembangan kota dengan strategi perkotaan Nasional dan arahan Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi dalam jangka panjang, yang aman, nyaman,
produktif dan berkelanjutan;
Mewujudkan produk pemanfaatan ruang Kota Manado yang dapat menciptakan
keserasian perkembangan kota dengan wilayah sekitarnya serta keterpaduan
pembangunan sektoral daerah.
b. Rencana struktur pemanfaatan ruang
wilayah kota Kota Manado
Struktur ruang Kota Manado dilakukan dengan membagi wilayah kota ke dalam
beberapa wilayah atau kawasan yang bertujuan untuk menciptakan kondisi struktur
ruang Kota Manado yang efisien dalam pemanfaatan ruang dan efektif
dalam membentuk struktur-struktur pelayanan umum serta terpadu dan bersinergis
dalam memanfaatkan semua potensi dan sumberdaya yang tersedia.
Formulasi Rencana Struktur Ruang Kota Manado didasari oleh kajian struktur ruang Kota
Manado dalam RUTRK (1990-2010) serta arahan perkembangan dan distribusi penduduk
Kota Manado pada tahun 2027. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan sebagai
dasar pertimbangan penentuan struktur ruang Kota Manado, yaitu :
Pembagian wilayah Kota sebagai wilayah/kawasan-kawasan pengembangan
sebaiknya memiliki batas administrasi yang jelas sehingga tidak menyulitkan dalam
perencanaan masing-masing kawasan terutama pada saat pengerjaan rencana-rencana
yang lebih detail (RDTRK) dan teknis (RTRK).
Beberapa kawasan telah berkembang dengan fungsi-fungsi baru sehingga perlu
dipertimbangkan sebagai pusat pelayanan Kota Manado.
Pusat kota sebagai kawasan perdagangan dan jasa mulai menyebar ke arah kawasan
reklamasi jalan Pierre Tendean (Boulevard Tahap I). Demikian pula dengan pola
kegiatan pusat kota yang berubah dengan kehadiran sektor informal (PKL) yang
perlu diperhitungkan.
Kebijakan dan program perkotaan yang berhubungan dengan :
Penetapan Kota Manado sebagai Kota Pariwisata Dunia pada Tahun 2010.
Pembangunan jembatan Soekarno dan Boulevard Tahap II yang direncanakan
berlokasi di sepanjang pesisir pantai utara Kota Manado sebagai bagian dari
jalur Trans Sulawesi.
II-4 Laporan Akhir cv Trijaya Karya
RDTR dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) Lintas Ringroad Winangun Maumbi
Peninjauan kembali rencana reklamasi pada kawasan pesisir pantai utara yang
dimulai dari pesisir pantai Sindulang sampai dengan pesisir pantai sebelum PPI
(Pusat Pengumpulan Ikan) di pesisir pantai Kelurahan Tumumpa.
Rencana reklamasi ini perlu ditinjau kembali untuk tetap mengoptimalkan
eksistensi ruang publik tepi pantai sebagaimana pernah hadir sebelumnya di
kawasan Sario dan Wenang yang sekarang telah beralih fungsi sebagai area
perdagangan dan jasa yang bercorak privat.
Rencana pengembangan dan pembangunan beberapa kawasan wisata dan
pusat rekreasi baru, seperti : taman laut kota di pesisir pantai kawasan
reklamasi Mega Mas; suaka marga satwa, taman buah dan taman iman sebagai
pusat rekreasi keagamaan yang berlokasi di bukit doa (kawasan Gunung
Tumpa).
Pembangunan jalan ring road (jalan lingkar) tahap I, yang menghubungkan
antara Jalan Raya Manado-Tomohon dan Jalan Raya Manado-Bitung.
Pembangunan ini akan dilanjutkan dengan pembangunan jalan lingkar tahap II
dan III sehingga membentuk jalur baru yang membentang dari kawasan selatan
(Kawasan Malalayang) sampai ke kawasan utara Kota Manado (Kawasan
Mapanget-Bunaken) yang melewati kawasan timur yang berada di sekitar
wilayah perbatasan Kota Manado.
Rencana pembangunan jalan Tol Manado-Bitung yang akan melintasi kawasan
Singkil.
Rencana relokasi sejumlah pasar dan terminal yang ada di Kota Manado, tentu
saja akan menimbulkan pusat-pusat kegiatan baru yang dapat mempengaruhi
proses pertumbuhan dan perkembangan kawasan secara keseluruhan.
Faktor-faktor yang disebutkan di atas mempengaruhi perkembangan kota saat ini dan
dimasa yang akan datang, sehingga perlu diantisipasi dengan konsep-konsep
perencanaan dan pengelolaan kawasan yang memiliki kemampuan mengadaptasi
perubahan yang terjadi sebagai bagian dari pembangunan kota.
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka Struktur Tata Ruang Kota Manado dibuat
dengan cara membagi wilayah Kota Manado ke dalam 8 (delapan) bagian wilayah, yang
disebut Pengembangan Wilayah Kota (PWK). Masing-masing PWK memiliki pusat
pelayanan yang diklasifikasikan berdasarkan jenis dan skala pelayanan.
Pembagian PWK untuk struktur ruang kota Manado pada dasarnya dilakukan dengan
mengacu pada eksistensi wilayah administratif kecamatan yang ada di kota Manado.
Dengan kata lain, masing-masing wilayah kecamatan dalam rencana struktur ruang kota
Manado ditetapkan sebagai satu PWK, kecuali untuk kecamatan Singkil dan Tuminting,
dengan pertimbangan kedekatan delineasinya serta homogenitas karakteristik
wilayahnya ditetapkan sebagai satu PWK tersendiri. Berikut ini adalah rencana
penetapan PWK untuk struktur ruang kota Manado.
Tabel 2.2 Rencana Struktur Tata Ruang Kota Manado
Delineasi Kawasan Pengembangan Wilayah Kota
(PWK)
Kecamatan Wenang I Kecamatan Sario II
Kecamatan Singkil dan Tuminting III Kecamatan Malalayang IV
Kecamatan Wanea V Kecamatan Tikala VI
Kecamatan Mapanget VII Kecamatan Bunaken VIII
II-5 Laporan Akhir cv Trijaya Karya
RDTR dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) Lintas Ringroad Winangun Maumbi
Rencana struktur tata ruang wilayah Kota Manado seperti dalam penjelasan di atas
dibagi ke dalam 8 Pengembangan Wilayah Kota (PWK), yaitu :
PWK I : Meliputi wilayah Kecamatan Wenang, dengan Pusat Pelayanan Regional
(PPR) yang terpusat di kawasan pusat kota lama.
Penetapan pusat kota lama sebagai pusat pelayanan dalam PWK I didasari
oleh pertimbangan historis dan kondisi eksisting, yang mana kawasan
tersebut sebagai inti kota dengan fungsi perdagangan. Selain kawasan
pusat kota lama, pusat pelayanan untuk PWK ini juga terdapat di
sebagian kawasan reklamasi yang merupakan kawasan baru dengan trend
pertumbuhan yang cepat.
PWK II : Meliputi wilayah Kecamatan Sario, dengan Pusat Pelayanan Sekunder
(PPS) yang terpusat di Kelurahan Sario tepatnya di kawasan simpang tiga
SPBU Sario serta sebagian kawasan reklamasi di sepanjang pesisir pantai
yang menjadi pusat pertumbuhan baru yang didominasi oleh aktivitas
perdagangan dan jasa dan diprediksikan akan menjadi inti/pusat
perekonomian Kota Manado di masa yang akan datang.
Pada gilirannya, pusat pelayanan di kedua PWK ini memliki delineasi
yang cenderung menyatu, sehingga dengan menilik daya dukung kawasan
ini sebagai pusat pelayanan, kawasan ini ditetapkan sebagai pusat
pelayanan primer bagi kota Manado pada khususnya yang bahkan secara
regional dapat menjadi pusat pelayanan alternatif bagi daerah-daerah
kabupaten/kota terdekat.
PWK III : Meliputi wilayah Kecamatan Singkil dan Tuminting. Pusat pelayanan di
Kecamatan Singkil berskala pelayanan sekunder (PPS). Pusat pelayanan ini
berada pada pertigaan Singkil-Wawonasa sampai ke kawasan Sindulang
dan berpeluang berkembang dengan adanya outlet Jembatan Soekarno
dan Boulevard Tahap II. Pusat pelayanan di Kecamatan Tuminting
berskala sekunder terpusat di kawasan pasar dan
Terminal Tuminting (kawasan simpang tiga Tuminting-Sumompo).
PWK IV : Meliputi wilayah Kecamatan Malalayang, dengan Pusat Pelayanan
Sekunder (PPS) yang terpusat di kawasan Terminal Malalayang dan
sekitarnya.
Pusat pelayanan ini selain melayani wilayah Kota Manado bagian selatan
juga melayani kawasan di wilayah perbatasan (Kabupaten Minahasa).
PWK V : Meliputi wilayah Kecamatan Wanea, dengan Pusat Pelayanan Sekunder
(PPS) yang terpusat di kawasan koridor Jl. Sam Ratulangi (di Kelurahan
Ranotana).
PWK VI : Meliputi wilayah Kecamatan Tikala, dengan Pusat Pelayanan Sekunder
(PPS) yang terpusat di kawasan perempatan Patung Kuda yang ada di
Kelurahan Paal Dua.
PWK VII : Meliputi wilayah Kecamatan Mapanget, dengan Pusat Pelayanan
Sekunder (PPS) yang terpusat di kawasan pengembangan perumahan dan
permukiman baru di antara segitiga kawasan Kelurahan Kima Atas, Buha
dan Bengkol.
PWK VIII : Meliputi wilayah Kecamatan Bunaken, dengan Pusat Pelayanan
Sekunder (PPS) yang terpusat di kawasan Batusaiki, Molas
b. Sasaran rencana tata ruang Kota Manado
Sedangkan sasaran dari rencana tata ruang Kota
Manado adalah:
Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan serta
keserasian antara kawasan lindung dan kawasan budidaya;
Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya
buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia.
II-6 Laporan Akhir cv Trijaya Karya
RDTR dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) Lintas Ringroad Winangun Maumbi
Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap
lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Terkendalinya pembangunan di wilayah Kota Manado baik yang dilakukan oleh
pemerintah, swasta maupun oleh masyarakat;
Tersusunnya rencana dan keterpaduan program pembangunan di wilayah kota
Manado;
Terdorongnya minat investasi masyarakat dan dunia usaha di wilayah kota Manado;
Terkoordinasinya pembangunan antar wilayah dan antar sektor pembangunan;
Sebagai landasan operasional di dalam melaksanakan program pemanfaatan ruang,
terutama yang berkaitan dengan pemberian dan rekomendasi izin pemanfaatan
ruang atau pengendaliannya;
Penetapan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah dan atau masyarakat di
Kota Manado sebagai rujukan dan arahan bagi penerbitan ijin lokasi bagi
pembangunan;
Menjadi acuan penyusunan rencana-rencana yang lebih terperinci, seperti Rencana
Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Manado dan Rencana Teknik Ruang Kota (RTRK)
Manado.
Selain pusat-pusat pelayanan utama yang telah disinggung di atas, yang umumnya
didasarkan pada kondisi eksisting masing-masing kawasan, pada masing-masing PWK ini
juga direncanakan kehadiran sejumlah pusat pelayanan baru, yang diprediksikan akan
bertumbuh secara natural jika konsep dan rencana pengembangan kota
diimplementasikan secara bijaksana.
Kabupaten Minahasa Utara
Kabupaten Minahasa Utara yang berada diantara dua kutub pertumbuhan yang sangat
kuat seperti Manado dan Bitung, saat ini mempunyai daerah ’koridor’ perkembangan
yang cukup pesat disepanjang jalur yang melintas Kabupaten Minahasa Utara melalui
kota Airmadidi sebagai ibukota Kabupaten Minahasa Utara.
Pertumbuhan pesat secara relatif dibandingkan wilayah sekitarnya pada poros ’Barat–
Timur’ ini harus diantisipasi pengendalian dan pengelolaannya, khususnya yang berkaitan
dengan aspek daya dukung lingkungan serta pelestarian sumber daya alam wilayah
bersangkutan.
Wilayah pertumbuhan tersebut saat ini meliputi poros yang dimulai dari kota Manado,
Kalawat, Airmadidi, Kauditan sampai dengan Kema, yang bila dilanjutkan terus kearah
Timur/Utara akan mencapai Bitung. Pada poros Utara-Selatan, tingkat pertumbuhan
belum sekuat pada poros ’Barat-Timur’ namun sudah mulai ada kebutuhan
pengembangan wilayah tersebut yang mencakup daerah seperti Airmadidi, Tatelu terus
sampai ke Likupang. Secara diagramatis struktur ruang Kabupaten Minahasa Utara
dalam konstelasi Sulawesi Utara dapat dinyatakan sebagai berikut :
Gambar 2.2
Rencana Struktur Tata Ruang Kabupaten Minahasa Utara
II-7 Laporan Akhir cv Trijaya Karya
RDTR dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) Lintas Ringroad Winangun Maumbi
Keterangan :
Manado dan Bitung adalah pusat pertumbuhan utama.
Airmadidi adalah ibukota Minahasa Utara yang menjadi kota inti bersama dengan
Tondano dan Tomohon.
Beberapa kota / kawasan satelit yang menjadi pendukung perkembangan meliputi
Likupang, Wori, Tatelu, Talawan, Kalawat, Kauditan dan Kema disamping beberapa
wilayah lain disekitarnya.
Pengembangan hubungan antar pusat-pusat kegiatan nasional dan lokal didalam
Kabupaten Minahasa Utara tergambar secara umum yang memperlihatkan poros kuat
Manado-Airmadidi-Bitung, dimana saat ini telah diadakan studi kelayakan pembangunan
jalan tol Manado – Bitung. Saat ini hal tersebut masih dalam kajian mendalam dimana
keterkaitan keberadaan jalan tol tersebut dengan dukungan perkembangan kota Bitung
serta rencana pengembangan Kabima sebagai zona industri disatu sisi serta
perkembangan kota Manado disisi lain akan sangat menentukan tingkat efektifitas dan
efisiensi penggunaan jalan tol kelak.
c. Rencana sistem pusat pelayanan Kota Manado
Penentuan rencana sistem pusat pelayanan kota dilakukan dengan memperhatikan
rencana sistem struktur tata ruang Kota Manado yang dikaji berdasarkan perkembangan
dan distribusi penduduk sampai dengan tahun 2027 serta kondisi eksisting struktur tata
ruang kota saat ini. Tujuan pembagian pusat-pusat pelayanan dalam kota adalah agar
terjadi pemerataan pelayanan prasarana dan sarana perkotaan pada seluruh wilayah.
Rencana sistem pusat pelayanan di Kota Manado ditetapkan dengan hierarki sebagai
berikut :
PPP = Pusat Pelayanan Primer
PPS = Pusat Pelayanan Sekunder
PPT = Pusat Pelayanan Tersier
Pusat Pelayanan Primer (PPP), adalah kawasan yang menjadi pusat pelayanan untuk
seluruh wilayah kota Manado, dan bahkan juga sejumlah wilayah di luar kota Manado
yang secara fungsional memiliki keterkaitan spasial dengan kota ini. Pada prinsipnya,
kawasan PPP akan memberikan pelayanan terhadap kawasannya sendiri serta kawasan-
kawasan lain di dalam wilayah kota Manado yang secara hierarki berada di bawahnya
yaitu kawasan yang termasuk dalam Pusat Pelayanan Sekunder (PPS) dan Pusat
Pelayanan Tersier (PPT).
Pusat Pelayanan Sekunder (PPS), adalah kawasan atau wilayah selain memberikan
pelayanan terhadap kawasannya sendiri juga memberikan pelayanan kepada kawasan
yang secara hierarki berada di bawahnya yaitu kawasan yang termasuk dalam Pusat
Pelayanan Tersier (PPT). Jadi satu kawasan PPS bisa melayani beberapa kawasan PPT.
Pusat Pelayanan Tersier (PPT), adalah kawasan atau wilayah yang hanya bertujuan
memberikan pelayanan kepada kawasannya sendiri atau berskala pelayanan lingkungan.
Beberapa pertimbangan terpilihnya kawasan-kawasan tersebut sebagai pusat pelayanan
adalah, yaitu :
Peluang tumbuh dan berkembang kawasan;
Posisi strategis ditinjau dari beberapa aspek dan kebijakan perkembangan kota;
Aksesibilitas tinggi;
Jumlah penduduk dan kepadatan;
Kemampuan melayani wilayah sekitar;
Daya dukung lahan dan lingkungan.
II-8 Laporan Akhir cv Trijaya Karya
RDTR dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) Lintas Ringroad Winangun Maumbi
Gambar 2.3 Hirarki Sistem Pusat Pelayanan
Dengan dasar pertimbangan di atas, maka di Kota Manado terdapat 1 (satua) PPP dan 14
(empat belas) PPS, sebagai berikut :
PPP (Pusat Pelayanan Primer) :
Sesuai dengan kondisi eksisting yang ada, kawasan yang secara faktual merupakan pusat
pelayanan primer untuk kota Manado bahkan sejumlah wilayah kabupaten kota
tetangga adalah kawasan reklamasi jalur Jalan Piere Tendean (Boulevard) yang
delineasinya bercorak linier memanjang melintas dua wilayah PWK, masing-masing PWK
I Kecamatan Wenang dan PWK II Kecamatan Sario.
Kawasan lain yang juga secara faktual maupun historik berfungsi strategis sebagai pusat
pelayananprimer kota Manado adalah kawasan pusat kota lama (Blok Pasar 45, TKB
dan sekitarnya) di PWK I Kecamatan Wenang.
Mengamati corak delineasi kedua kawasan di atas yang relatif berdekatan, maka
pemetaan kedua kawasan ini sebagai PPP dalam peta struktur dan pusat pelayanan kota
cenderung menjadi satu kesatuan kawasan yang berfungsi sebagai Central Business
District (CBD) kota Manado.
PPS (Pusat Pelayanan Sekunder) :
Dengan acuan kriteria yang relatif sama, namun dengan lingkup pengamatan wilayah
layanan yang lebih kecil, berikut ini adalah arahan mengenai penetapan kawasan-
kawasan yang menjadi Pusat Pelayanan Sekunder di kota Manado, yang diuraikan
berdasarkan relevansinya dengan PWK yang menjadi domain wilayah layanan.
PWK III Kecamatan Singkil dan Tuminting :
- Kawasan pertigaan terminal/pasar Tuminting-Sumompo).
- Kawasan pertigaan Singkil-Wawonasa
PWK IV Kecamatan Malalayang :
- Kawasan terminal Malalayang dan sekitarnya
- Kawasan lokasi relokasi Pasar Bahu
(Rencana)
PWK V Kecamatan Wanea :
- Kawasan koridor Jln. Sam Ratulangi
dan terminal/pasar Karombasan
- Kawasan pertigaan jalan Tololiu Supit
dan jalan Pomorouw
PWK VI Kecamatan Tikala :
- Kawasan Patung Kuda dan terminal/pasar Paal Dua
- Kawasan persimpangan Jln. Daan Mogot dan Jln. Pomorouw
- Kawasan koridor Jalan Manguni (Perkamil)
PWK VII Kecamatan Mapanget :
- Kawasan pertigaan Bengkol
- Kawasan perempatan Pandu
- Kawasan koridor Jalan Tugu Adipura-Kima Atas-Pandu
- Kawasan pertigaan jalan A.A. Maramis dan jalan ke arah Kolongan,
Kabupaten Minahasa Utara.
PPP
PPS PPS PPS
PPT PPT PPT PPT PPT PPT
II-9 Laporan Akhir cv Trijaya Karya
RDTR dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) Lintas Ringroad Winangun Maumbi
PWK VIII Kecamatan Bunaken :
- Kawasan persimpangan Jln. Bailang-Tongkaina dan Jln. Molas-Pandu.
PPT (Pusat Pelayanan Tersier) :
Kawasan-kawasan yang secara hirarki berada di bawah PPS yang cakupan wilayah
pelayanannya terbatas.
Untuk lebih jelasnya pada gambar 3.4 dapat dilihat pola penyebaran kawasan-kawasan
yang menjadi pusat-pusat pelayanan baik Pusat Pelayanan Primer (PPP) maupun Pusat
Pelayanan Sekunder (PPS) pada setiap PWK yang ada.
Gambar 2.4 Pola Penyebaran Kawasan-kawasan
Kabupaten Minahasa Utara
Pusat Pelayanan di Kabupaten Minahasa dan sekitarnya direncanakan sesuai dengan
RTRW-Nasional dan RTRW-Pulau yang konsisten dengan hirarki lingkup wilayah yang
dilayani, dengan penjelasan sebagai berikut :
PKN (Pusat Kegiatan Nasional) adalah tetangga-tetangga Kabupaten Minahasa Utara,
kota Manado dan Bitung, yang merupakan gerbang akses skala regional untuk
transportasi udara (Manado) dan transportasi laut (Bitung).
PKL-A (Pusat Kegiatan Lokal - A) adalah Airmadidi dan Likupang Timur, namun masing-
masing sebenarnya berpotensi untuk berkembang menjadi PKW (Pusat Kegiatan
Wilayah) karena Airmadidi saat ini sudah berperan sebagai pusat pemerintahan serta
pusat pelayanan sosial / pendidikan Kabupaten Minahasa Utara,
Dengan demikian, pusat pemerintahan dan pelayanan sosial / pendidikan telah
diarahkan kepada Kecamatan dan Kota Airmadidi sebagai Ibukota Kabupaten Minahasa
Utara. Di samping itu secara geografis Kecamatan Airmadidi, terletak diantara jalur yang
menghubungkan Manado-Bitung, dengan kelas jalan Arteri. Sementara itu, Likupang
Timur mempunyai potensi sangat besar untuk menjadi pusat layanan jasa, industri
(perikanan dan perkebunan) serta pariwisata.
Perkembangan Likupang memang diperlukan untuk mengimbangi pertumbuhan cepat
poros barat – timur Manado – Airmadidi – Bitung dengan pertumbuhan poros utara-
selatan antara Airmadidi dengan Likupang, sehinga diharapkan meningkatkan efektifitas
perkembangan wilayah serta sekaligus menyeimbangkan beban daya dukung lingkungan
secara proporsional.
II-10 Laporan Akhir cv Trijaya Karya
RDTR dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) Lintas Ringroad Winangun Maumbi
Hal tersebut diatas diperlukan pula mengingat posisi kawasan lindung Gunung Klabat
yang sangat rentan terhadap beban tambahan akibat pertumbuhan wilayah
disekelilingnya yang relatif cepat dan tidak (belum) terkendali.
PKL-B (Pusat Kegiatan Lokal – B) adalah Kauditan, Kalawat, Dimembe dan Likupang
Barat. Kauditan berpotensi menjadi daerah industri yang berkembang pesat, Kalawat dan
Talawaan berpotensi menjadi daerah permukiman baru skala besar untuk menerima
limpahan pertambahan penduduk Manado, sementara itu Dimembe dan Likupang Barat
berpotensi mendjadi kawasan Agropolitan – Agribisnis serta Agrowisata.
Disamping itu telah pula direncanakan Desa Pusat Pertumbuhan (DPP) di Kabupaten
Minahasa Utara yang terurai sebagai berikut :
Tabel 2.3
Distribusi Desa Pusat Pertumbuhan Per Kecamatan Di Kab. Minahasa Utara
No.
KECAMATAN
DESA PUSAT
PERTUMBUHAN
DESA
PENDUKUNG (
HINTERLAND )
POTENSI
1.
Likupang Timur
Wineru Winuri, Maen, Kalinaung, Pulisa
Perikanan Laut, Perkebunan, Wisata
Batu Palaes, Werot, Sarawet
Perkebunan, Pertanian, Tanaman pangan, Buah-buahan
2
Likupang Barat Mubune Sonsilo, Bahoi, Tarabitan, Maliambao
Perkebunan Kalapa, Komoditi Jagung
No.
KECAMATAN
DESA PUSAT
PERTUMBUHAN
DESA
PENDUKUNG
(HINTERLAND )
POTENSI
3 Dimembe Klabat Pinilih, Karondoran
Perkebunan, Tanaman Pangan, Perikanan Darat
4 Wori Budo Minaesa, Kima Bajo, Darunu
Perikanan laut, Perkebunan, Wisata Bahari
5 Kalawat Kuwil Kaleosan, Kawangkoan
Perkebunan, Tanaman Jagung, Buah-buahan
6 Airmadidi Sawangan Tanggari, Sampiri Perkebunan Tanaman Pangan, Wisata Budaya, Wisata Tirta
7 Kauditan Lembean Paslaten, Kaasar, Tumaluntung
Perkebunan, Pertanian, Tanaman Pangan, Agrowisata
8 Kema Ilang Langsot, Makalisung, Waleo
Pariwisata, Perkebunan, Perikanan Laut
9 Talawaan Winetin Patokaan, Wusa, Tumbohon
Pertanian, Tanaman Pangan, Hortikultura, Buah-buahan
d. Rencana sistem jaringan transportasi
Kota Manado
Kota Manado perkembangannya sangat dibatasi oleh kondisi topografis pada bagian
timur dan selatan kota. Daerah berbukit di timur dan selatan kota menghalangi
II-11 Laporan Akhir cv Trijaya Karya
RDTR dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) Lintas Ringroad Winangun Maumbi
perkembangan kota ke arah wilayah ini. Kondisi lingkungan ini menjadi salah satu sebab
sehingga kegiatan kota sangat terkonsentrasi di pusat kota dan menimbulkan
permasalahan transportasi. Kemacetan terjadi di pusat kota disebabkan oleh pertemuan
arus yang merupakan dampak dari pola jalan radial yang menuju ke pusat kota, seperti :
- Jl. Pierre Tendean
- Jl. Sam Ratulangi
- Jl. Martadinata, dan
- Jl. Hasanudin
Pertumbuhan kendaraan bermotor yang mencapai 12,7% perlu mendapat perhatian,
dan harus dikendalikan untuk menghindari dampak buruk yang akan ditimbulkan
kemudian. Hal ini akan semakin membebani Kota Manado, mengingat kondisi topografis
yang sangat membatasi perkembangan kota secara merata ke arah timur dan selatan.
Reklamasi pantai sementara ini dianggap sebagai salah satu solusi untuk mendapat lahan
yang murah, dengan aksesibilitas baik dan mudah dibangun, tetapi penataan jaringan
jalan pada daerah reklamasi harus mutlak dilakukan yaitu dengan membangun jalan baru
pada kawasan reklamasi sebagai pembagi arus jalan Boulevard.
Pembangunan jalan ring road (jalan lingkar) tahap I, yang menghubungkan antara Jalan
Raya Manado-Tomohon dan Jalan Raya Manado-Bitung. Pembangunan ini akan
dilanjutkan dengan pembangunan jalan lingkar tahap II dan III sehingga membentuk
jalur baru yang membentang dari kawasan selatan (Kawasan Malalayang) sampai ke
kawasan utara Kota Manado (Kawasan Mapanget-Bunaken) yang melewati kawasan
timur yang berada di sekitar wilayah perbatasan Kota Manado.
Kabupaten Minahasa Utara
Secara garis besar pengembangan sistem jaringan transportasi di Kab. Minahasa Utara
adalah optimalisasi dan pengembangan jaringan jalan baru. Optimalisasi jalan adalah
peningkatan kapasitas jalan pada 2 (dua) poros utama yakni jalur arteri Manado-
Airmadidi-Bitung, dan jalur kolektor Likupang – Sukur – Tondano.
Kedua ruas tersebut adalah tulang punggung pergerakan / mobilitas internal wilayah
Minahasa Utara dan antar Minahasa Utara. Sedangkan pembangunan jalan baru meliputi
pembukaan akses menuju Wori kearah Likupang Barat yang selama ini belum ada dan
akses minim. Adapun secara umum rencana pengembangan dibidang transportasi adalah
sebagai berikut :
Studi Perencanaan Pengembangan Sistem Jaringan Kabupaten Minahasa Utara
Pengembangan jaringan jalan kolektor primer
Pengembangan jaringan jalan arteri sekunder
Pengembangan jaringan jalan kolektor sekunder dan jalan lokal
Studi Pengembangan Terminal AKAP Tipe B & Sub Terminal
Studi Pengembangan Terminal Peti Kemas
2.2 Teori Peraturan Zonasi (Zoning Regulation)
Penyusunan rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang suatu kawasan baik kawasan
budidaya - salah satunya adalah kawasan pariwisata - maupun kawasan lindung,
dilakukan berdasarkan suatu aturan yang diterjemahkan dalam bentuk zoning regulation
(UU No. 26 Tahun 2007). Penetapan zoning regulation di dimaksudkan untuk
membantu memastikan bahwa penggunaan lahan pada kawasan fungsional tersebut
berada pada tempat yang benar dan tersedia ruang yang cukup untuk setiap jenis
pengembangan atau penggunaan lahan termasuk semua kegiatan penunjangnya yang
telah ditetapkan.
II-12 Laporan Akhir cv Trijaya Karya
RDTR dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) Lintas Ringroad Winangun Maumbi
2.2.1 Tujuan Peraturan Pemanfaatan Ruang (Zoning
Regulation)
Penyusunan Aturan Pola Pemanfaatan Ruang memiliki beberapa tujuan diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Mengatur keseimbangan keserasian pemanfaatan
ruang dan menentukan program tindak operasional
pemanfaatan ruang atas suatu satuan ruang;
2. Melindungi kesehatan, keamanan, dan kesejahteraan masyarakat;
3. Meminimumkan dampak pembangunan yang merugikan;
4. Memudahkan pengambilan keputusan secara tidak memihak dan berhasil guna serta
mendorong partisipasi masyarakat (pengendalian pemanfaatan ruang : pengaturan
perijinan).
2.2.2 Kedudukan Peraturan Pemanfaatan Ruang
Kedudukan aturan pola pemanfaatan ruang dalam penataan ruang diuraikan dalam
diagram alir pada berikut ini.
Gambar 2.5 Kedudukan Zoning Regulation Dalam Pemanfaatan Ruang
2.2.3 Materi Peraturan Pemanfaatan Ruang (Zoning
Regulation)
Materi Aturan Pola Pemanfaatan Ruang ditetapkan berdasarkan kondisi kawasan
perkotaan yang direncanakan. Semakin besar dan semakin kompleks kondisi suatu
kawasan fungsional, semakin beragam jenis-jenis zona yang harus diatur.
Pedoman ini meliputi Aturan Pola Pemanaatan Ruang (Zoning Regulation), yang terdiri
dari pengaturan zona dasar (kawasan fungsional) sebagai berikut :
a. Kawasan permukiman,
b. Kawasan perdagangan dan jasa,
c. Kawasan industri, dan
d. Kawasan ruang terbuka.
Kawasan-kawasan tersebut dibagi atas beberapa zona. Jenis zona tergantung kepada
kompleksitas kegiatan pembangunan kawasan yang bersangkutan. Semakin beragam jenis
kegiatan pada suatu kawasan, maka kategori zona akan semakin banyak.
Penetapan kawasan mengidentifikasi penggunaan-penggunaan yang diperbolehkan atas
kepemilikan lahan dan peraturan-peraturan yang berlaku atasnya. Tujuannya adalah
untuk membantu memastikan bahwa penggunaan lahan dalam kawasan ditempatkan
pada tempat yang benar dan bahwa tersedia ruang yang cukup untuk setiap jenis
pengembangan yang ditetapkan. Penetapan kawasan-kawasan dimaksudkan untuk :
a. Mengatur penggunaan lahan pada setiap kawasan;
b. Mengurangi dampak negatif dan penggunaan lahan tersebut;
c. Mengatur kepadatan dan intensitas zona;
d. Mengatur ukuran (luas dan tinggi) bangunan; dan
e. Mengklasifikasikan, mengatur, dan mengarahkan hubungan antara penggunaan lahan
dengan bangunan.
II-13 Laporan Akhir cv Trijaya Karya
RDTR dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) Lintas Ringroad Winangun Maumbi
Tabel 2.4 Zona Dasar Dan Tujuan Penetapannya
Zona Dasar Tujuan Penetapan
Kawasan Permukiman
Menyediakan lahan untuk pengembangan hunian dengan kepadatan yang bervariasi di seluruh wilayah kota;
Mengakomodasi bermacam tipe hunian dalam rangka mendorong penyediaan hunian bagi semua lapisan masyarakat;
Merefleksikan poa-pola pengembangan yang diingini masyarakat pada lingkungan hunian yang ada dan untuk masa yang akan datang.
Kawasan Perdagangan
Menyediakan lahan untuk menampung tenaga keja, pertokoan, jasa, dan Jasa rekreasi, dan pelayanan masyarakat;
Menyediakan peraturan-peraturan yang jelas pada kawasan Perdagangan dan Jasa, meliputi: dimensi, intensitas, dan disain dalam merefleksikan berbagai macam pola pengembangan yang diinginkan masyarakat.
Kawasan Industri
Menyediakan ruangan bagi kegiatan-kegiatan industri dan manufaktur dalam upaya meningkatkan keseimbangan antara penggunaan lahan secara ekonomis dan mendorong pertumbuhan lapangan kerja;
Memberikan kemudahan dalam fleksibilitas bagi industri baru dan redevelopment proyek-proyek industri;
Menjamin pembangunan industri yang berkualitas tinggi, dan melindungi penggunaan industri serta membatasi penggunaan non industri.
Kawasan Ruang Terbuka
Zona yang ditujukan untuk mempertahankan/ melindungi lahan untuk Ruang rekreasi di luar bangunan, sarana pendidikan, dan untuk dinikmati nilai-nilai keindahan visualnya;
Preservasi dan perlindungan lahan yang secara lingkungan hidup rawan / sensitif;
Diberlakukan pada lahan yang penggunaan utamanya adalah taman atau wang terbuka, atau lahan perorangan yang pembangunannya harus
Zona Dasar Tujuan Penetapan
dibatasi untuk menerapkan kebjakan wang terbuka, serta melindungi kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan publik.
Sumber : Pedoman Penyusunan Aturan Pola Pemanfaatan Ruang
Norma dan Tipologi Zona
Pentetapan pola pemanfaatan ruang didasarkan pada pembagian zona. Penetapan
pembagian zona tersebut ditetapkan berdasarkan kaidah-kaidah dan fungsi-fungsi
tertentu dari masing-masing pemanfaatan lahan.
Kaidah-kaidah zona yang akan dijelaskan berikut ini merupakan zona-zona yang
umumnya terdapat di suatu kawasan seperti permukiman perdagangan dan jasa, industri
dan RTH. Penetapan zona-zona khusus akan di tentukan lebih lanjut pada penyusunan
Zoning Regulation.
Kawasan Permukiman
Kawasan permukiman adalah kawasan yang berfungsi sebagal lingkungan tempat tinggal
atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan. Selain berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
untuk mengembangkan kehidupan dan penghidupan keluarga, permukiman juga
merupakan tempat untuk menyelenggarakan kegiatan bermasyarakat dalam lingkungan
terbatas.
Oleh karenanya, Kawasan Permukiman sebagai tempat bermukim dan berlindung harus
memenuhi norma-norma lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur. Selain itu
kawasan permukiman harus bebas dan gangguan: suara, kotoran, udara, bau, dan
sebagainya. Kawasan ini juga harus dapat menunjang berlangsungnya proses sosialisasi
II-14 Laporan Akhir cv Trijaya Karya
RDTR dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) Lintas Ringroad Winangun Maumbi
dan nilal budaya yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan, dan juga harus
aman serta mudah mencapai pusat-pusat pelayanan serta tempat kerja. Dalam kawasan
permukiman diperlukan sarana-sarana lain yaitu sarana pendidikan, kesehatan,
penibadatan, perbelanjaan, rekreasi, dan lain-lain yang tidak dapat dipisahkan dan
kehidupan penduduk.
Kawasan permukiman antara lain meliputi Zona Perumahan Taman, Zona Perumahan
Renggang, Zona Perumahan Deret, dan Zona Perumahan Susun, dengan spesifikasi
sebagai berikut :
1. Zona Perumahan Taman
Rumah tinggal dengan pekarangan luas, dimaksudkan agar pengembangan
perumahan berkepadatan rendah sebagaimana yang ditetapkan dalam rencana
kota dapat dipertahankan.
KDB rendah (5 - 20%).
2. Zona Perumahan Renggang
Perumahan unit tunggal dengan peletakan renggang ditujukan untuk
pembangunan unit rumah tunggal dengan mengakomodasikan berbagai ukuran
perpetakan dan jenis bangunan perumahan serta mengupayakan peningkatan
kualitas lingkungan hunian, karakter, dan suasana kehidupannya.
KDB menengah (20 - 50%).
3. Zona Perumahan Deret
Perumahan unit tunggal tipe gandeng atau deret dalam perpetakan kecil dengan
akses jalan lingkungan;
Zona ini merupakan peluang transisi antara lingkungan perumahan unit tunggal
dengan lingkungan perumahan susun kepadatan tinggi.
KDB sangat tinggi (> 75%).
4. Zona Perumahan Susun
Perumahan unit tunggal banyak dengan kepadatan yang bervariasi;
Setiap zona perumahan susun dimaksudkan menetapkan kriteria pembangunan
yang mengkonsolidasi tipe-tipe bangunan spesifik, dan menjawab masalah-masalah
lokasi yang berkenaan dengan rencana penggunaan lahan di sekitamya.
Kawasan Perdagangan dan Jasa
Kawasan perdagangan dan jasa, merupakan kawasan yang diharapkan mampu
mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya dan memberikan nilai tambah pada satu
kawasan perkotaan. Oleh karenanya, kawasan ini harus memiliki aksesibilitas yang
baik ke lokasi perumahan.
Untuk memberikan kenyamanan bagi para pengunjung, kawasan perdagangan dan
jasa harus memenuhi norma lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, dan
‘menarik’ serta menguntungkan. Oleh karenanya, peraturan pembangunan pada
kawasan ini harus memenuhi syarat-syarat dimensi, intensitas, dan desain yang
diharapkan akan dapat menarik sebanyak mungkin pengunjung. Kecukupan sarana
dan prasarana terutama air, buangan sebanyak mungkin pengunjung. Kecukupan
sarana dan prasarana terutama air, buangan limbah, jaringan jalan merupakan hal lain
yang cukup mendukung kegiatan perdagangan dan jasa.
Kawasan Perdagangan dan Jasa antara lain meliputi Zona Bangunan Pemerintah,
Zona Bangunan Perkantoran, Zona Bangunan Pertokoan, dan Zona Sentra, dengan
spesifikasi sebagai berikut :
1. Zona Bangunan Pemerintah
Menyediakan area untuk menampung tenaga keija secara terbatas, terutama untuk
kepentingan pelayanan kepada warga kota maupun untuk kepentingan nasional dan
internasional.
II-15 Laporan Akhir cv Trijaya Karya
RDTR dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) Lintas Ringroad Winangun Maumbi
2. Zona Bangunan Perkantoran
Perkantoran menyediakan area untuk menampung tenaga kerja secara terbatas,
penggunaan kegiatan ritel hanya sebagai penunjang dan diijinkan pembangunan
hunian;
Perkantoran menyediakan area untuk menampung tenaga kerja secara terbatas,
penggunaan kegiatan ritel hanya sebagai penunjang dan diijinkan pembangunan
hunian dengan intensitas sedang sampai tinggi;
Zona ini dimaksudkan untuk diaplikasikan pada pusat-pusat kegiatan yang besar
atau pada kawasan-kawasan khusus dimana kegiatan-kegiatan komersial serba ada
tidak dikehendaki.
3. Zona Bangunan Pertokoan
Zona Pertokoan dapat berisi pembangunan hunian yang berorientasi pada
kegiatan perdagangan (ruko) dan kedekatannya ke tempat-tempat kerja
(apartemen);
Penggunaan industri/manufaktur terbatas dalam intensitas menengah dalam skala
kecil sampai sedang.
4. Zona Komersial Sentra
Sentra lokal dan tersier, yang disediakan untuk kegiatan perbelanjaan dan jasa
lokal, terdiri dan toko-toko ritel dan perusahaan-perusahaan jasa pribadi dengan
pilihan yang luas, yang memenuhi kebutuhan yang sering berulang. Kegiatan ini
memerlukan lokasi yang nyaman berdekatan dengan semua lingkungan
perumahan, relatif tidak menimbulkan pengaruh yang tidak dikehendaki bagi
lingkungan-lingkungan perumahan yang berdekatan. Dengan demikian zona ini
sangat tersebar di seluruh kota;
Sentra-sentra perbelanjaan kota level utama dan sekunder, yang menyediakan
kebutuhan tempat perbelanjaan yang sekali-sekali dikunjungi keluarga dan jasa-jasa
yang dibutuhkan pengusaha bisnis yang tersebar pada area yang luas, dan yang
memiliki sejumlah besar toko yang secara mendasar membangkitkan lalu-lintas.
Kawasan Industri
Kawasan industri merupakan kawasan produktif yang diharapkan akan dapat
memberikan nilai tambah pada satu kawasan perkotaan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada kawasan ini adalah aksesibilitas bagi tenaga
kerja dan bahan baku, serta untuk memasarkan barang jadi. Oleh karenanya
kedekatan dengan jaringan jalan dan pelabuhan merupakan hal yang penting. Selain
itu perlu diperhatikan pula dampak kegiatan industri terhadap lingkungan. Sebagai
kawasan produktif, kecukupan sarana dan prasarana terutama air, buangan limbah,
jaringan jalan merupakan hal lain yang cukup mendukung kegiatan produksi.
Kawasan Industri antara lain meliputi Zona Industri Taman, Zona Industri Ringan,
Zona Industri Berat, dan Zona Industri Perpetakan Kecil, dengan spesifikasi sebagai
berikut :
1. Zona Industri Taman
Menyediakan ruang untuk pengembangan ilmu pengetahuan teknologi tinggi dan
kegiatan taman bisnis;
Standar pembangunan properti pada zona ini dimaksudkan untuk membentuk
lingkungan menyerupai kampus yang ditata secara komprehensif dengan lansekap
yang mendasar. Pembatasan-pembatasan pada penggunaan yang diijinkan dan
tata informasi ditetapkan untuk mengurangi pengaruh komersial.
2. Zona Industri Ringan
Menyediakan berbagai kegiatan manufaktur dan distribusi yang luas;
II-16 Laporan Akhir cv Trijaya Karya
RDTR dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) Lintas Ringroad Winangun Maumbi
Standar pembangunan properti pada zona ini dimaksudkan untuk mendorong
pembangunan industri yang sesuai dengan menyediakan lingkungan yang menarik,
bebas dan dampak yang tidak dikehendaki yang dihubungkan dengan penggunaan
beberapa industri berat;
Zona industri ringan dimaksudkan untuk mengijinkan berbagai penggunaan
termasuk penggunaan bukan industri dalam beberapa tempat. Contoh : industri
yang bersifat padat kaiya seperti industri sepatu di Cibaduyut, Bandung; industri
tas di Tajur, Bogor; industri gula di Klaten.
3. Zona Industri Berat
Menyediakan ruang untuk kegiatan-kegiatan industri dengan penggunaar. lahan
secara intensif dengan mengutamakan sektor dasar manufaktur;
Zona industri berat dimaksudkan untuk meningkatkan penggunaan lahan industri
secara efisien dengan standar pembangunan minimal, menyediakan pengamanan
terhadap properti yang bersebelahan dan masyarakat pada umumnya;
Zona ini juga membatasi penggunaan-penggunaan bukan industri yang telah ada
agar supaya dapat menyediakan lahan yang mencukupi bagi penggunaan industri
dalam skala besar.
4. Zona Industri Perpetakan Kecil
Menyediakan ruang bagi kegiatan industri skala kecil di dalam area perkotaan;
Zona Industri Perpetakan Kecil mengijinkan penggunaan-penggunaan industri dan
bukan industri secara luas untuk meningkatkan kemampuan ekonomi dan skala
lingkungan hunian dalam pembangunan;
Peraturan pembangunan properti pada zona industri perpetakan kecil
dimaksudkan untuk mengakomodasi pembangunan industri kecil dan menengah
dan kegiatan komersial dengan pengurangan persyaratan luas perpetakan,
lansekap, dan parkir.
Kawasan Ruang Terbuka
Kawasan ruang terbuka memiliki norma sesuai dengan fungsi utamanya yaitu
mempertahankan/melindungi lingkungan hidup, yang mencakup sumber daya alam
dan sumber daya buatan. Sebagai kawasan ruang terbuka, kawasan ini dapat
dimanfaatkan sebagai lahan untuk rekreasi.
Kawasan ruang terbuka antara lain meliputi: Zona Ruang Terbuka Hijau Lindung,
Zona Ruang Terbuka Hijau Binaan, dan Zona Ruang Terbuka Tata Air, dengan
spesifikasi sebagai berikut :
1. Zona Ruang Terbuka Hijau Lindung
Ditujukan untuk melindungi sumber alami dan budaya serta lahan rawan
lingkungan;
Penggunaan yang diijinkan pada zona ini dibatasi hanya pada penggunaan yang
dapat membantu melestarikan karakter alami lahan.
2. Zona Ruang Terbuka Hijau Binaan
Diberlakukan pada taman-taman dan fasilitas publik, dengan tujuan memperluas
paru-paru kota, mengurangi kepengapan kota, dan menyediakan berbagal macam
jenis rekreasi yang dibutuhkan masyarakat.
3. Zona Ruang Terbuka Tata Air
Ditujukan untuk mengendalikan pembangunan di dalam daerah genangan banjir
untuk melindungi kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan publik serta
mengurangi bahaya yang diakibatkan banjir pada area yang dildentifikasikan
sebagai areal pengendalian banjir yang ditetapkan oleh pemerintah daerah;
Zona ini dimaksudkan untuk melestarikan karakter alami pada daerah genangan
banjir dengan maksud mengurangi pengeluaran
dana publik untuk biaya proyek pengendalian banjir dan melindungi fungsi dan
nilai daerah pengendalian/genangan banjir dalam hubungannya dengan
II-17 Laporan Akhir cv Trijaya Karya
RDTR dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) Lintas Ringroad Winangun Maumbi
pelestarian atau pengisian kembali air tanah, kualitas air, penjinakan aliran banjir,
upaya perlindungan satwa-satwa liar dan habitat.
a. Kriteria Zona
Pentetapan fungsi pemanfaatan lahan juga tidak terlepas dari kriteria-kriteria lahan
yang ada. Kriteria-kriteria penetapan pemanfaatan lahan tersebut adalah sebagai
berikut:
Kawasan Permukiman
Untuk menunjang fungsinya sebagai tempat bermukim dan berlindung yang sehat,
aman, serasi, dan teratur, kriteria yang harus dipenuhi kawasan permukiman meliputi:
Persyaratan Dasar adalah sebagai berikut :
Aksesibilitas, yaitu kemungkinan pencapaian dari dan ke kawasan. Aksesibilitas
dalam kenyataannya berwujud ketersediaan jalan dan transportasi;
Kompatibilitas, yaltu keserasian dan keterpaduan antar kawasan yang menjadi
lingkungannya;
Fleksibliltas, yaitu kemungkinan pertumbuhan fisik/pemekaran kawasan
perumahan dikaitkan dengan kondisi fisik lingkungan dan keterpaduan prasarana;
Ekologi, yaitu keterpaduan antara tatanan kegiatan alam yang mewadahinya.
Kriteria Teknis, yaltu kriteria yang berkaitan dengan keselamatan dan kenyamanan
lingkungan perumahan, serta keandalan prasarana dan sarana pendukungnya.
Persyaratan teknis yang harus dipenuhi adalah :
Persyaratan kesehatan yang harus memenuhi standar kesehatan rumah dan
lingkungannya, meliputi penyehatan air, udara, pengamanan limbah padat, limbah
air, limbah gas, radiasi, kebisingan, pengendalian faktor penyakit dan penyehatan
atau pengamanan lainnya. Untuk membentuk satu kawasan permukiman yang
sehat perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Setiap kawasan permukiman harus memungkinkan penghuni untuk dapat hidup
sehat dan menjalankan kegiatan sehari-hari secara layak;
Kepadatan bangunan dalam satu kawasan permukiman maksimum 50
bangunan rumah/ha dan dilengkapi oleh utilitas umum yang memadai.
Didalam kawasan permukiman tersebut terdapat bangunan rumah dan persil
tanah termasuk juga unsur pengikat berupa fasilitas lingkungan;
Kawasan permukiman harus bebas dan pencemaran air, pencemaran udara,
kebisingan, baik yang berasal dan sumber daya buatan atau dan sumber daya
alam (gas beracun, sumber air beracun, dan sebagainya);
Menjamin tercapainya tingkat kualitas lingkungan hidup yang sehat bagi
pembinaan individu dan masyarakat penghuni.
Persyaratan keandaan prasarana dan sarana lingkungan yang harus memenuhi
standar efisiensi, efektivitas, dan kontinuitas pelayanan. Fasilitas dan utilitas
lingkungan permukiman merupakan dua hal penting untuk mendukung kesehatan
lingkungan permukiman. Syarat masing-masing fasilitas dan utilitas pada setiap
kawasan permukiman harus dilengkapi dengan :
Sistem pembuangan air limbah yang memenuhi SNI;
Sistem pembuangan air hujan yang mempunyai kapasitas tampung yang cukup
sehingga lingkungan permukiman bebas dan genangan. Saluran pembuangan
air hujan harus drencanakan berdasarkan frekuensi intensitas curah hujan 5
tahunan dan daya resap tanah. Saluran ini dapat berupa saluran terbuka
maupun tertutup;
Prasarana air bersih yang memenuhi syarat, baik kuantitas maupun kualitasnya.
Kapasitas minimum sambungan rumah 60 liter/orang/hari,
dan sambungan kran umum 30 liter/orang/hari;
Sistem pembuangan sampah yang aman.
II-18 Laporan Akhir cv Trijaya Karya
RDTR dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) Lintas Ringroad Winangun Maumbi
b. Kriteria Ekologis
Kriteria yang berkaitan dengan keserasian dan keseimbangan, balk antara lingkungan
buatan dengan lingkungan alam maupun dengan lingkungan sosial budaya, termasuk
nilai-nilai budaya bangsa yang perlu dilestarikan.
Kawasan Perdagangan dan Jasa
Sebagai satu kawasan yang diharapkan mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya
maupun mendatangkan nilai tambah pada kawasan perkotaan, kriteria yang harus
dipenuhi oleh kawasan perdagangan dan jasa meliputi:
Tidak terletak pada kawasan lindung dan kawasan bencana alam;
Lokasi yang strategis dan kemudahan pencapaian dan seuruh penjuru kota, dapat
dHengkapi dengan sarana antara lain : tempat parkir umum, bank/ATM, pos
polisi, pos pemadam kebakaran, kantor pos pembantu, tempat ibadah, dan sarana
penunjang kegiatan komersial dan kegiatan pengunjung.
Peletakan bangunan dan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung
disesuaikan dengan kelas konsumen yang akan dilayani.
Kawasan Industri
Kriteria penggunaan kawasan industri meliputi ketentuan tentang penggunaan lahan dan
ketentuan mengenai sarana dan prasarana yang harus dibangun.
Berdasarkan Keppres 53 tahun 1989 tentang Kawasan Industri, ketentuan penggunaan
lahan untuk kawasan industri adalah :
Lahan untuk industri 70%
Lahan untuk jaringan jalan 10%
Lahan untuk jaringan utilitas 5%
Lahan untuk fasilitas umum 5%
Lahan untuk ruang terbuka hijau 10%
Selain itu terdapat ketentuan mengenai prasarana yang wajib dibangun o!eh perusahaan
kawasan industri, yaitu :
Jaringan jalan dalam kawasan industri :
Jalan kelas satu, satu jalur dengan dua arah, lebar perkerasan minimum 8
meter;
Jalan kelas dua, satu jalur dengan dua arah, lebar perkerasan minimum 7
meter;
Jalan kelas tiga, lebar perkerasan minimum 4 meter.
Saluran pembuangan air hujan (drainase) yang bermuara pada saluran
pembuangan;
Instalasi penyediaan air bersih termasuk saluran distribusi ke kapling industri;
Instalasi penyediaan dan jaringan distribusi tenaga listrik;
Jaringan telekomunikasi;
Instalasi pengolahan limbah industri, termasuk saluran pengumpulannya (kecuali
industri yang berada dalam kawasan industri);
Penerangan jalan pada setiap lajur jalan;
Unit perkantoran perusahaan kawasan industri;
Unit pemadam kebakaran;
Perusahaan industri juga dapat menyediakan prasarana
dan sarana penunjang lainnya seperti:
Perumahan Karyawan;
Kantin;
Poliklinik;
Sarana ibadah;
Rumah penginapan sernentara (mess transito);
Pusat kesegaran jasmani (fitness centre);
Halte angkutan urnum;
II-19 Laporan Akhir cv Trijaya Karya
RDTR dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) Lintas Ringroad Winangun Maumbi
Areal penampungan sementara limbah padat;
Pagar kawasan industri;
Pencadangan tanah untuk perkantoran, bank, pos dan pelayanan telekomunikasi,
serta pos keamanan.
Kawasan Ruang Terbuka
Sebagai kawasan ruang terbuka yang tidak boleh dibangun, kawasan ini memiliki
karakterislik sebagal berikut:
1. Ruang Terbuka Hijau Lindung
Kemiringan lereng di atas 40%;
Untuk jenis tanah peka terhadap erosi, yaitu Regosol, Litosol, Orgosol, dan
Renzina, kemiringan lereng di atas 15%;
Wilayah pasokan/resapan air dengan ketinggian 1.000 meter di atas permukaan air
laut;
Dapat merupakan kawasan sempadan sungai/ kawasan sempadan situ/ kawasan
sempadan mata air dengan ketentuan sebagai berikut:
Sempadan sungai di wilayah perkotaan berupa daerah sepanjang sungail yang
diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi atau minimal 15 meter;
Kawasan sempadan situ adalah dataran sepanjang tepian situ yang lebarnya
proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik Situ antara 50 — 100 meter dan
titik pasang tertinggi ke arah darat.
Kawasan ini mempunyal manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian
situ.
2. Ruang Terbuka Hijau Binaan
Mempunyai fungsi utama sebagai taman, terppat main anak-anak, dan lapangan
olah raga, serta untuk memberikan kesegarn pada kota (cahaya dan udara segar),
dan netralisasi polusi udara sebagàI paru-paru kota;
Lokasi dan kebutuhannya disesualkan dengan satuan lingkungan
perumahan/kegiatan yang dilayani;
Lokasinya diusahakan sedemikian rupa sehingga dapat menjadi faktor pengikat.
3. Ruang Terbuka Tata Air
Memiliki kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan
tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air.
Memiliki curah-hujan > 2000 mm/th dan permeabilitas tanah > 27,7 mm/jam.
c. Pemanfaatan
Aturan Pola Pemanfaatan Ruang Kawasan fungsional digunakan sebagai Instrumen
pengendali pembangunan, pedoman penyusunan rencana operasional, dan sebagai
panduan teknis pengembangan lahan di kawasan tersebut.
Ketentuan-ketentuan dalam Aturan Pola Pemanfaatan Ruang :
Kepadatan penduduk dan intensitas kegiatan
Keseimbangan, keserasian peruntukan tanah
Perlindungan kesehatan, keamanan, dan ketertiban
Kesejahteraan masyarakat
Pencegah kesemrawutan
Penyediaan pelayanan umum
Selain itu, Aturan Pola Pemanfaatan Ruang dapat digunakan sebagai pencegah dampak
pembangunan yang merugikan. Sedangkan bagi masyarakat dan dunia usaha dapat
dijadikan rujukan rancang bangunan bangunan dan prasasarana bagi aktivitas masyarakat
dan swasta.
II-20 Laporan Akhir cv Trijaya Karya
RDTR dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) Lintas Ringroad Winangun Maumbi
d. Pengendalian
Yang dimaksud dengan pengendalian ialah kegiatan mengatur kesesuaian antara
dokumen rencana dengan pemanfaatan ruang yang terealisasikan. Kegiatan pengendalian
tersebut meliputi :
Pemantauan, yaitu pemantauan terhadap pemanfaatan/ penggunaan kawasan,
fungsi, kawasan, sarana dan prasarana, serta kesesuaian terhadap peraturan
pembangunan yang telah ditetapkan.
Evaluasi dan Peninjauan Kembali, dilakukan dalam rangka mengkoordinir
perubahan-perubahan yang terus terjadi, sehingga Aturan Pola Pemanfaatn Ruang
yang telah disusun tanggap terhadap perubahan-perubahan yang terjadi.
Penertiban, dilakukan dalam bentuk pengenaan sanksi, pembatalan ijin
pembangunan, penundaan pembangunan, dan/atau penerapan persyaratan-
persyaratan teknis.
Peninjauan kembali
e. Tugas Dan Wewenang
Kewenangan penyusunan dan penetapan Aturan Pola Pemanfaatan Ruang sama dengan
prosedur penyusunan rencana tata ruang suatu kawasan fungsional. Penyusunan Aturan
Pola Pemanfaatan Ruang memerlukan keterlibatan banyak pihak dengan kepentingan
yang bisa sama, tumpang tindih, atau bahkan bertentangan.
Berkaitan dengan hal tersebut, perlu dibentuk suatu Tim Penyusun Aturan Pola
Pemanfaatan Ruang yang terdiri dari dinas/badan/instansi yang terkait dengan
pengaturan tanah serta bangunan dan infrastruktur.
Tim tersebut dikoodinasikan oleh Bappeda/Dinas Tata Kota/Dinas Cipta Karya/Dinas lain
serupa sebagai koordinator. Sedangkan anggota tim adalah dinas/badan/instansi/lain
maupun BUMD yang terkait langsung dengan pelaksanaan pembangunan fisik kawasan.
Sedangkan untuk penetapan Aturan Pola Pemanfaatan Ruang dilakukan oleh
Bupati/Walikota dengan persetujuan DPRD. Proses pengesahan Aturan Pola
Pemanfaatan Ruang adalah sebagai berikut :
Konsep produk Aturan Pola Pemanfaatan Ruang dipresentasikan dihadapan DPRD
untuk dibahas sebagai rancangan peratuaran daerah.
Rancangan pearturan daerah ini kemudian dibahas antara DPRD dengan
Pemerintah Kota dengan mencari masukan dari instansi/dinas terkait dan dari
unsur masyarakat.
Perbaikan akhir dari rancangan peraturan daerah kemudian ditetapkan sebagai
peraturan daerah.
Peran serta masyarakat dalam penyusunan hingga pengendalian kegiatan Aturan pola
pemanfaatan ruang adalah sebagai berikut :
Penyusunan: berperan dalam menyediakan
data/informasi dan pemberian masukan/saran
dan pendapat dalam perumusan aturan pola
pemanfaatan ruang.
Pemanfaatan: menggunakan aturan pola pemanfaatan ruang dalam
penyelenggaraan pembangunan.
Pengendalian: berpartisipasi dalam pengawasan kegiatan pembangunan agar sesuai
dengan aturan pola pemanfaatan ruang.
2.3.4 Review Penyusunan Sistem Tata Guna Lahan Sebagai Instrumen Zoning Regulation
Penyusunan sistem guna lahan merupakan salah satu instrumen yang mutlak diperlukan
dalam penyusunan zoning regulation. Penyusunan sistem guna lahan ini merupakan
dasar dalam mengembangkan ketentuan-ketentuan yang akan dibuat dalam membentuk
guna lahan yang hendak direncanakan. Di dalam penyusunan sistem guna lahan yang
hendak direncanakan, sebelumnya diperlukan suatu tinjauan mengenai sistem guna lahan
II-21 Laporan Akhir cv Trijaya Karya
RDTR dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) Lintas Ringroad Winangun Maumbi
yang sudah ada baik berdasarkan peraturan yang dibuat maupun rencana-rencana yang
sudah pernah dilakukan sebelumnya.
a. Sistem Guna Lahan Menurut Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997 tetang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
Klasifikasi pemanfaatan lahan menurut Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional didasarkan pada pertimbangan pada
kriteria daya dukung lahan terutama berkaitan dengan daya dukung fisik lingkungan.
Sistem penggunaan lahan berdasarkan peraturan pemerintah ini terdiri atas dua bagian
besar, yaitu kawasan lindung dan budidaya. Masing-masing didetailkan jenis penggunaan
lahan sampai pada hirarki ke-3.
Tabel 2.5 Hirarki Pemanfaatan Lahan Berdasarkan PP N0. 47 Tahun 1997 Tentang RTRWN
Klasifikasi Pemanfaatan Tanah Hierarki 1 Hierarki 2 Hierarki 3
Kawasan Lindung
Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya
Kawasan hutan lindung Kawasan bergambut Kawasan resapan air
Kawasan perlindungan setempat
Sempadan pantai Sempadan sungai Kawasan sekitar danau/waduk Kawasan sekitar mata air Kawasan terbuka hijau kota termasuk di dalamnya hutan kota
Kawasan suaka alam Cagar alam Suaka margasatwa
Kawasan pelestarian alam Taman nasional Taman hutan raya Taman wisata alam
Kawasan cagar budaya -
Kawasan rawan bencana alam
Kawasan rawan letusan gunung berapi. Gempa bumi, Tanah longsor, Gelombang pasang dan banjir
Kawasan lindung lainnya.
Taman buru; Cagar biosfir; Kawasan perlindungan plasma nutfah; Kawasan pengungsian satwa; Kawasan pantai berhutan bakau.
Klasifikasi Pemanfaatan Tanah Hierarki 1 Hierarki 2 Hierarki 3
Budidaya
Kawasan hutan produksi. Kawasan hutan produksi terbatas; Kawasan hutan produksi tetap; Kawasan hutan yang dapat dikonversi
Kawasan hutan rakyat. -
Kawasan pertanian.
Kawasan pertanian lahan basah; Kawasan pertanian lahan kering; Kawasan tanaman tahunan/perkebunan; Kawasan peternakan; Kawasan perikanan
Kawasan pertambangan.
Golongan bahan galian startegis, Golongan bahan galian vital, Golongan bahan galian yang tidak termasuk dalam kedua golongan di atas.
Kawasan peruntukan industri.
Tergantung penatapan oleh daerah
Kawasan pariwisata. Kawasan permukiman.
II-22 Laporan Akhir cv Trijaya Karya
RDTR dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) Lintas Ringroad Winangun Maumbi
b. Sistem Guna Lahan Menurut Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tetang
Pengelolaan Kawasan Lindung
Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung membagi
hirarki kawasan lindung berdasarkan penetapan suatu kawasan sebagai kawasan suaka
alam, pelestarian alam dan cagar budaya;
berdasarkan kemiringan lereng, curah hujan dan kepekaan tanah untuk menetapkan
kawasan hutan lindung dan resapan air tanah; serta kondisi geologi, geografi, daerah
banjir, data pantai dan sungi untuk menetapkan kawasan bergambut, kawasan
perlindungan setempat dan kawasan rawan bencana. Klasifikasi pemanfaatan lahan
menurut Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung
dapat dilihat pada berikut ini.
Tabel 2.6 Hirarki Pemanfaatan Lahan Berdasarkan Keppres No. 32 Tahun 1990
Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung
Klasifikasi Pemanfaatan Tanah
Hierarki 1 Hierarki 2 Hierarki 3
Kawasan Lindung
Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya
Kawasan hutan lindung Kawasan bergambut Kawasan resapan air
Kawasan perlindungan setempat
Sempadan pantai Sempadan sungai Kawasan sekitar danau/waduk Kawasan sekitar mata air
Kawasan suaka alam dan cagar budaya
Suaka alam Suaka alam laut dan perairan lainnya Kawasan pantai berhutan bakau Taman nasional, Taman hutan raya dan taman wisata alam Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan
Kawasan rawan bencana alam Kawasan rawan letusan gunung berapi.
Klasifikasi Pemanfaatan Tanah
Hierarki 1 Hierarki 2 Hierarki 3
Gempa bumi, Tanah longsor
c. Contoh Aplikasi Sistem Guna Lahan
(Studi Kasus: Kabupaten Bandung)
Sistem guna lahan di Kabupaten Bandung disusun berdasarkan ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Propinsi. Sistem guna lahan ini disusun sebagai dasar Izin Peruntukkan dan Penggunaan
Tanah serta Peraturan Daerah Kabupaten Bandung untuk Ijin Perubahan Penggunaan
Lahan. Pembagian guna lahan tersebut terdiri atas klasifikasi pemanfaatan lahan sebagai
berikut.
Tabel 2.7
Hirarki Pemanfaatan Lahan (Kabupaten Bandung) Klasifikasi Pemanfaatan Tanah
Hirarki 1 Hirarki 2 Hirarki 3 Hirarki 4
Lindung
Hutan Lindung Suaka alam, pelestarian, cagar budaya
Sempadan sungai/ danau/waduk/mata air
Cagar alam, suaka margasatwa, cagar budaya
Taman hutan raya/ wisata alam
Kawasan lindung lainnya/RTHK
Budidaya Hutan Produksi
Hutan produksi tetap
Hutan produksi terbatas
II-23 Laporan Akhir cv Trijaya Karya
RDTR dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) Lintas Ringroad Winangun Maumbi
Klasifikasi Pemanfaatan Tanah Hirarki 1 Hirarki 2 Hirarki 3 Hirarki 4
Hutan yang dapat dikonversi
Hutan Rakyat
Pertanian
Lahan basah Sawah irigasi teknis Sawah irigasi desa Sawah tadah hujan
Tanaman tahunan/perkebunan
Lahan kering/kebun campuran
Peternakan Perikanan
Pariwisata
Permukiman
Permukiman perdesaan
Permukiman rakyat Villa Perumahan kepadatan sangat rendah rumah mewah/real estate/luas lahan lebih dari 2000 m2)
Permukiman perkotaan
Perumahan kepadatan sangat rendah rumah mewah/real estate/luas lahan 200- 2000 m2) Perumahan kepadatan sangat rendah rumah mewah/real estate/luas lahan 120- 200 m2) Perumahan kepadatan sangat rendah rumah mewah/real estate/luas lahan kurang dari 120 m2) Fasilitas sosial/umum/lingkungan Rekreasi indoor/olah raga
Klasifikasi Pemanfaatan Tanah Hirarki 1 Hirarki 2 Hirarki 3 Hirarki 4
Rumah sakit Pendidikan tinggi Jasa dan perkantoran Perdagangan eceran Terminal, parkir, stasiun KA, prasarana umum
Pertambangan
Kawasan/Zona Industri
Industri kecil non-polutif
Industri sedang/besar non polutif
Industri kecil polutif Industri sedang/besar polutif
Sistem guna lahan di Kabupaten Bandung ini hanya cocok untuk wilayah perdesaan,
sedangkan untuk wilayah perkotaan sistem guna lahan ini masih perlu untuk didetailkan
lagi, mengingat banyaknya kegiatan atau penggunaan lahan yang belum termasuk di
dalamnya. Hal ini menyebabkan berbagai persoalan dalam proses penerbitan Ijin
Peruntukan dan Penggunaan Tanah serta proses perubahan penggunaan lahan di
Kabupaten Bandung.
d. Contoh Sistem Guna Lahan
(Studi Kasus: Singapura)
Klasifikasi pemanfaatan ruang di Singapura dan pengertian masing-masing jenis
pemanfaatan ruang adalah sebagai berikut :
II-24 Laporan Akhir cv Trijaya Karya
RDTR dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) Lintas Ringroad Winangun Maumbi
Tabel 2.8 Hirarki Pemanfaatan Lahan (Singapura)
1. Main Shopping
Daerah yang digunakan atau akan digunakan terutama untuk keperluan komersial, dimana sedikitnya lantai pertama yang digunakan sebagai tempat belanja. Bank-bank, kantor-kantot pos dan kantor-kantor agen perjalanan diijinkan untuk berada di lantai pertama.
2. Local shopping
Daerah yang digunakan atau akan digunakan terutama untuk perumahan dan keperluan local shopping. Jumlah lantai untuk local shopping dan penggunaan-penggunaan tersebut tidak melebihi 40% jumlah luas lantai keseluruhan yang didasarkan pada plot ratio yang diijinkan dengan variance yang disetujui oleh competent Authority.
3. Hotel
Daerah yang digunakan atau akan digunakan terutama untuk pembangunan hotel, pusat perbelanjaan dan penggunaan lain yang berhubungan dengan hotel akan dipertimbangkan oleh Competent Authority yang menetapkan bahwa penggunaan-penggunaan tersebut tidak boleh melebihi 40 % jumlah luas lantai keseluruhan yang diijinkan dengan variance yang disetujui oleh Competent Authority.
4. Komersial Daerah yang digunakan atau akan digunakan terutama untuk pembangunan komersial. Intensitas pembangunan harus dikendalikan oleh plot ratio.
5. Penggunaan Campuran (Mixed-use)
Daerah yang disediakan untuk penggunaan campuran yang terdiri atas penggunaan komersial dan non-komersial/perumahan, intensitas, tipe dan komposisi penggunaan dalam daerah tersebut harus ditentukan oleh Competent Authority bergantung pada kepentingan lokal.
6. Industri
1. Daerah yang digunakan atau akan digunakan terutama untuk keperluan industri.
2. Pengendalian pada tipe dan penggunaan bangunan dalam daerah industri harus dibedakan menurut kategori tipe industri (ringan, khusus, atau umum). Dalam pengendalian pembangunan industri tersebut, Competent Authority harus mempertimbangkan penggunaan lahan sekitarnya.
3. Untuk setiap proposal pembangunan industri, luas
lantai untuk keperluan industri tidak boleh kurang dari 60% jumlah luas lantai yang diijinkan dengan variance yang disetujuai Competent Authority.
7. Pergudangan (warehouse)
Daerah yang digunakan atau akan digunakan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan dalam kondisi lingkungan yang mendukung intensitas pembangunan harus ditentukan oleh Competent Authority.
8. Perumahan
1. Daerah yang digunakan atau akan digunakan terutama untuk pembangunan perumahan yang ditunjukkan sebagai zona perumahan permanen atau sementara dengan maksud bahwa setiap pembangunan baru pada zona perumahan sementara harus merupakan bangunan perumahan permanen.
2. Di antara peta daerah pusat kota dan peta kota, intensitas pembangunan perumahan yang dikendalikan oleh kepadatan yang bervariasi dari satu daerah ke daerah lainnya bergantung pada karakter setiap daerah. Kuantum untuk semua kegiatan pendukung atau penggunaan non-residensial yang dibutuhkan untuk mendukung atau mengatur estate perumahan seperti pada pembangunan kondominium ditentuakan oleh Competent Authority sesuai dengan skala pembangunan perumahan tersebut.
3. Daerah bungalow yang dimaksudkan untuk meletarikan dan mempertinggi karakter lingkungan suatu daerah dengan hanya mengijinkan pembangunan bungalow.
9. Pusat Desa dan Permukiman Desa
1. Zona pusat desa dan permukiman desa adalah daerah yang diusulkan atau telah ada untuk melayanai kesejahteraan sosial dan ekonomi populasi di daerah luar kota.
2. Dimaksudkan bahwa pembangunan perumahan dan kegiatan pendukung penggunaan perumahan harus memperoleh ijin di dalam daerah zona pusat desa dan permukiman desa dan permohonan ijin harus dipertimbangkan menurut manfaat masing-masing daerah tersebut.
10. Daerah Administrasi
Daerah yang digunakan atau akan digunakan untuk keperluan administrasi oleh pemerintah dan badan-badan lain yang berwenang.
II-25 Laporan Akhir cv Trijaya Karya
RDTR dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) Lintas Ringroad Winangun Maumbi
11. Bangunan Pemerintah
Daerah yang digunakan atau akan digunakan terutama untuk pembangunan bangunan pemerintah seperti kantor polisi, kantor pos dan perpustakaan umum.
12. Bangunan Lingkungan
Daerah yang digunakan atau akan digunakan terutama untuk fasilitas yang dibutuhkan oleh lingkungan seperti pusat lingkungan, teater budaya dan tempat-tempat perkumpulan.
13. Bioskop dan Taman Hiburan
Daerah yang digunakan atau akan digunakan untuk pembangunan bioskop atau untuk keperluan taman hiburan.
14. Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan
Daerah yang digunakan atau akan digunakan terutama untuk pelayanan medis seperti klinik, pusat kesehatan dan rumah sakit.
15. Institusi lain
Daerah yang digunakan atau akan digunakan terutama untuk institusi lain seperti tempat penampungan atau rumah amal, pusat pelatihan atau penjara.
16. Tempat Pemujaan
Daerah yang digunakan atau akan digunakan untuk bangunan keagamaan seperti gereja, mesjid dan kuil.
17. Prasarana/ Instansi Utama
Daerah yang digunakan atau akan digunakan terutama untuk prasarana umum, termasuk pekerjaan-pekerjaan yang menyangkut instalasi air bersih, pembuanagan air kotor dan instalasi umum lainnya, seperti sub-pusat listrik dan stasiun tanpa kabel (wireless station). Tapak tambahan untuk keperluan-keperluan tersebut harus diamankan oleh instansi yang berwenang untuk setiap daerah/lokasi dimana permohonan dibutuhkan.
18. Daerah Pembangunan Komprehensif
Daerah yang digunakan untuk pembangunan atau pembangunan kembali untuk keperluan menghadapi kondisi lay out yang buruk atau pembangunan yang tidak terpakai secara memuaskan atau untuk keperluan menyediakan relokasi populasi atau industri atau penggunaan lain ditunjukkan sebagai daerah pembangunan komprehensif. Untuk keperluan pengendalian pembangunan, zoning untuk daerah-daerah tersebut sebelum penetapan sebagai daerah pembangunan komprehensif harus digunakan sebagai dasar evaluasi dan perubahan zoning.
19. Institusi Pendidikan
1. Daerah yang digunakan atau akan digunakan terutama untuk keperluan pendidikan termasuk
pendidikan tersier. 2. Jika tidak terdapat tapak yang memadai untuk
pembangunan sekolah, maka dimaksudkan untuk mengamankan tapak tersebut melalui pengendalian pembangunan dan perencanaan lain yang lebih rinci di daerah yang dimaksud.
20. Ruang Terbuka dan Rekreasi
1. Daerah yang digunakan atau akan digunakan terutama untuk keperluan ruang terbuka yang ditunjukkan sebagai zona ruang terbuka publik dan private. Daerah ini termasuk daerah rekreasi pinggir pantai. Secara umum dimaksudkan bahwa daerah tersebut tidak boleh dibangun dan harus digunakan sebagai taman raya dan taman yang juga untuk kegiatan rekreasi terbuka.
2. Sebagai tambahan untuk zona ruang terbuka publik dan private, terdapat daerah yang ditunjukkan sebagai zona rekreasi. Pada daerah ini, dimaksudkan bangunan untuk rekreasi, termasuk klab rekreasi dan kompleks oleh raga dapat dipertimbangkan.
3. Jika diperlukan, tapak tambahan untuk ruang terbuka, maka competent harus mengamankan daerah tersebut melalui proses pengendalian pembangunan dan perencanaan yang lebih rinci di daerah yang dimaksud.
21. Daerah Perdesaan
Daerah yang digunakan atau akan digunakan terutama untuk keperluan perdesaan.
22. Situs yang dilestarikan
Daerah dimana suatu penggunaan khusus telah ditentukan sebagai situs yang dilestarikan. Daerah-daerah itu dimaksudkan untuk pembangunan yang sesuai dengan ketentuan terkait dengan penggunaan daerah tersebut dan sekitarnya.
23. Daerah yang Belum Direncanakan
Daerah perencanaan tambahan dimana belum ada pembangunan yang dipertimbangkan selama periode perencanaan. Daerah ini secara umum tetap dalam penggunaan yang telah ada.
24. Daerah Drainase dan Perairan
Daerah yang digunakan atau akan digunakan untuk keperluan drainase, termasuk kolam/waduk. Catatan yang yang dipergunakan untuk menunjukkan penjajaran atau lebar drainase secara tepat. Drainase merupakan subyek untuk pelebaran dan perbaikan; kebutuhan yang ditentukan oleh instansi yang berwenang. Penambahan drainase harus diamankan
II-26 Laporan Akhir cv Trijaya Karya
RDTR dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) Lintas Ringroad Winangun Maumbi
oleh instansi yang berwenang di setiap daerah.
25. Bandar Udara/Lapangan Udara
Bandara Internasional Changi ditunjukkan sebagai zona Bandar Udara/Lapangan Udara pada Peta Pulau. Lapangan Udara ditemukan pada Zona Penggunaan Khusus. Jenis penggunaan ini dimaksudkan untuk menekankan pembatasan ketinggian di sekitar Bandar Udara/Lapangan Udara.
26. Daerah Pelabuhan
Daerah yang digunakan atau akan diperuntukkan terutama untuk pelabuhan dan kegiatan lain yang berhubungan.
27. Penggunaan Khusus
Daerah yang digunakan atau akan diperuntukkan terutama untuk penggunaan khusus.
28. Parkir/Depot Transport
Daerah yang digunakan atau akan diperuntukkan terutama untuk parkir kendaraan.
29. Rute Mass Rapid Transit/Stasiun
Menunjukkan rute mass rapid transit yang disetujui dan lokasi stasiun. Catatan yang ditunjukkan berupa diagram dan tidak dimaksudkan untuk menunjukkan penjajaran atau lokasi stasiun yang tepat. Bangunan di sepanjang rute-rute ini harus memiliki set-back yang cukup yang ditentukan oleh competent authority. Jenis guna lahan ini dimaksudkan bahwa lahan sekitar stasiun mass rapid transit harus dibangunan dan dikendalikan untuk melengkapi fungsi stasiun-stasiun tersebut.
30. Jalur Kereta/Lahan Jalur Kereta
Jalur kereta yang telah ada yang ditunjukkan sebagai zona jalur kereta/lahan jalur kereta.
31. Jalan
1. Jalan utama yang telah ada atau yang diusulkan termasuk jalur cepat ditunjukkan di daerah yang sesuai. Catatan yang digunakan untuk mendelineasi rute jalan berupa diagram dan tidak dimaksudkan untuk menunjukkan lebar atau penjajaran secara tepat.
2. Semua jalan, termasuk persimpangannya merupakan subyek untuk kegiatan pelebaran dan perbaikan, kebutuhan untuk hal tersebut harus dijelaskan dan diinterpretasikan oleh instansi yang berwenang.
3. Dimaksud untuk membuat buffer sepanjang jalan dalam hubungannya dengan kebutuhan tersebut sesuai dengan yang ditentukan oleh competent authority.
e. Contoh Sistem Guna Lahan
(Studi Kasus: Jepang)
Sistem guna lahan di Jepang dikembangkan untuk menanggapi permasalahan perkotaan
seperti pencegahan terjadinya urban sprawl mengingat kebutuhan akan lahan terus
meningkat sehingga besar kemungkinan akan terjadi ekspansi lahan; kesesuaian lahan
untuk fungsi permukiman, perdagangan, bisnis, industri; serta penyusunan peraturan
yang rinci mengenai rancang kota dan pertamanan untuk mempertahankan kualitas
lingkungan. Tipe peraturan guna lahan yang digunakan di Jepang adalah sebagai
berikut:
Area Division: The Urban Promotion Area (UPA) and the Urbanization Control
Area (UCA). Pembagian kawasan menjadi Urbanization Promotion Area (UPA)
dan Urbanization Control Area (UCA) pertama kali diperkenalkan pada tahun
1968 dengan tujuan untuk mencegah terjadinya urban sprawl yang disebabkan
oleh pesatnya pertumbuhan penduduk di kawasan perkotaan. Prinsip dasar sistem
Area Division adalah sebagai berikut :
Membagi rencana kota menjadi UPA dan UCA.
UPA didefinisikan sebagai suatu kawasan yang sudah terbangun dan
merupakan kawasan yang harus direncanakan dan diprioritaskan untuk
dikembangkan dalam kurun waktu lebih kurang sepuluh tahun. Secara lebih
rinci, UPA akan dijabarkan dalam peraturan Land Use District yang berisikan
peraturan mengenai penggunaan bangunan, kepadatan pembangunan, serta
ukuran dan bentuk bangunan.
UCA didefinisikan sebagai suatu kawasan dimana kegiatan urbanisasi harus
dikontrol. Pertumbuhan kegiatan seperti permukiman dan perdagangan tidak
diperbolehkan pada kawasan ini.
Zoning Guna Lahan yang terdiri atas 12 jenis guna lahan dan zonasi tambahan
lainnya.
II-27 Laporan Akhir cv Trijaya Karya
RDTR dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) Lintas Ringroad Winangun Maumbi
Rencana Kawasan
Rencana kawasan adalah sistem rencana guna lahan yang detail dan
menyeluruh yang diperuntukkan untuk suatu kawasan dengan luas beberapa
hektar, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dalam
kaitannya dengan karakteristik tiap-tiap distrik. Distrik plan meliputi
komponen pernyataan visi (vision statement) dan rencana pengembangan
distrik (District Improvement Plan) yang meliputi jalan akses dan taman kecil
dan peraturan guna lahan yang mengatur penggunaan bangunan, kepadatan,
bentuk, batasan setback dan desain fasade bangunan.
Tabel 2.9 Dua Belas Jenis Guna Lahan Di Jepang
1.
Kategori I, kawasan perumahan dengan jumlah lantai rendah
Kawasan ini diperuntukkan untuk mempertahankan lingkungan yang memfasilitasi keberadaan perumahan dengan jumlah lantai rendah. Bangunan yang memiliki banyak fungsi pada area ini pada umumnya dipergunakan untuk ruang kantor dengan ukuran kecil. Sekolah dasar dan sekolah lanjutan juga dapat dibangun pada area ini.
2.
Kategori I, kawasan perumahan menengah keatas
Kawasan ini diperuntukkan untuk mempertahankan lingkungan yang memfasilitasi keberadaan apartemen, baik bangunan apartemen dengan jumlah lantai sedang maupun tinggi. Rumah sakit, perguruan tinggi, dan beberapa tipe penggunaan komersial sampai dengan luas 500m2 dapat dibangun juga pada area ini
3.
Kategori I, kawasan perumahan
Kawasan ini diperuntukkan untuk mempertahankan lingkungan permukiman. Pertokoan, perkantoran, dan hotel sampai dengan luas 3000m2 dapat dibangun juga pada area ini
4.
Kategori II, kawasan perumahan dengan jumlah lantai rendah
Kawasan ini diperuntukkan untuk mempertahankan lingkungan yang memfasilitasi low-rise housing. Sekolah dasar dan lanjutan, serta beberapa tipe pertokoan sampai dengan luas 150 m2 dapat dibangun pada area ini.
5.
Kategori II, kawasan perumahan menengah keatas
Kawasan ini untuk mempertahankan lingkungan yang memfasilitasi apartemen, baik dengan jumlah lantai sedang maupun jumlah lantai tinggi. Rumah sakit, perguruan tinggi, dan beberapa tipe pertokoan serta perkantoran dapat dibangun pada kawasan ini dengan keterbatasan lahan yang dapat dibangun yaitu 1500 m2
6. Kategori II, kawasan perumahan
Kawasan ini diperuntukkan untuk mempertahankan lingkungan permukiman. Pertokoan, perkantoran, hotel pachinko parlors, karaoke dan sejenisnya, dapat dibangun pada kawasan ini
7.
Kawasan perumahan semu (Quasi-residential district)
Area ini terletak di sepanjang jalan berkaitan dengan fasilitas kendaraan bermotor dan melindungi lingkungan perumahan agar tetap harmonis.
II-28 Laporan Akhir cv Trijaya Karya
RDTR dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) Lintas Ringroad Winangun Maumbi
8.
Kawasan Komersial Neighborhood (Neighborhood commercial district)
Kawasan ini diperuntukkan untuk mengembangkan usaha dengan menempatkan pertokoan dengan jarak tempuh yang relatif dekat sehingga masyarakat di kawasan tersebut dapat berbelanja untuk kebutuhan sehari-hari. Pabrik kecil juga dapat dibangun pada kawasan ini
9. Kawasan Perdagangan
Kawasan ini diperuntukkan untuk mengembangkan perdagangan dan usaha lainnya dengan menempatkan bank, bioskop, restoran, pusat pertokoan, dan perkantoran. Perumahan dan pabrik kecil dapat pula dibangun pada kawasan ini
10.
Kawasan industri semu (Quasi industrial district)
Kawasan ini untuk mengembangkan kegiatan usaha, terutama untuk industri ringan yang memberikan sedikit kemungkinan terhadap penurunan kualitas lingkungan. Hampir semua tipe bangunan, kecuali pabrik kecil, yang menyebabkan kerusakan yang serius atau penurunan kualitas lingkungan dapat dibangun pada kawasan ini.
11. Kawasan industri
Kawasan ini diperuntukkan untuk mengembangan usaha, terutama industri. Berbagai tipe bangunan pabrik dapat dibangun di area ini. Perumahan dan pertokoan juga dapat dibangun tapi tidak untuk sekolah, rumah sakit, atau hotel
12.
Kawasan industri eksklusif
Kawasan ini diperuntukkan untuk mengembangkan usaha, terutama secara eksklusif diperuntukkan untuk industri. Berbagai tipe bangunan pabrik dapat dibangun pada kawasan ini, tapi tidak
untuk perumahan, pertokoan, sekolah, rumah sakit, ataupun hotel
Tujuan pembagian guna lahan berdasarkan distrik tersebut diatas adalah sebagai berikut:
Untuk mencegah gangguan yang disebabkan oleh penggunaan lahan yang
bercampur dan untuk mempertahankan atau mengusahakan lingkungan yang baik,
yang sejalan dengan target yang telah direncanakan.
Sebagai pedoman untuk penetapan lokasi yang tepat serta sebagai tata cara
terhadap penetapan tingkat kepadatan yang rasional pada lingkungan permukiman,
perdagangan dan fungsi lain, yang bertujuan untuk menyelaraskan visi kota di masa
yang akan datang serta mengusahakan efisiensi dalam kegiatan perkotaan.
Tinjauan Pedoman Penyusunan Zoning Regulation
Dalam menyusun zoning regulation tersebut perlu melalui beberapa tahapan yang harus
dilakukan. Berdasarkan dari buku panduan penyusunan zoning regulation yang
dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum langkah-langkah penyusunan zoning
regulation adalah sebagai berikut:
a. Pendekatan dan Tahapan Penyusunan Zoning Regulation yang akan Digunakan
Dalam menyusun zoning regulation pendekatan yang dapat digunakan ada 3 macam
yaitu :
Deduksi, penyusunan yang dilakukan dengan mepertimbangkan teori, kasus, dan
preseden peraturan zonasi yang telah digunakan kota-kota di luar negeri maupun di
dalam negeri. Hasil dari pendekatan ini masih perlu di sesuaikan dengan
karakteristik dan kebutuhan daerah.
Induksi, penyusunan yang dilakukan dengan didasarkan pada kajian yag
menyeluruh, rinci dan sistematik terhadap karakteristik penggunaan lahan dan
persoalan pengendalian pemanfaatan ruang yang dihadapi suatu daerah.
II-29 Laporan Akhir cv Trijaya Karya
RDTR dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) Lintas Ringroad Winangun Maumbi
Deduksi dan Induksi, penyusunan yang mengkombinasikan hasil kajian dengan
pendekatan deduksi ysng dikotreksi dan divalidasi dengan kondisi dan persoalan
empirik yang ada di daerah studi.
Penyusunan zonasi meliputi lima tahapan yakni :
Menyusun klasifikasi penggunaan lahan
Menyusun daftar kegiatan
Berorientasi pada kegiatan yang diperbolehkan:
Berorientasi pada kegiatan yang dilarang
Menyusun aturan khusus
Menyusun standar teknis yang akan digunakan
Penetapan zona
b. Pengklasifikasian Penggunaan Lahan dan Penyusunan Daftar Kegiatan
Klasifikasi adalah jenis dan hirarki guna lahan yang disusun berdasarkan kajian teoritis,
kajian perbandingan, maupun kajian empirik untuk digunakan di daerah yang disusun
peraturan zonasinya.
Sedangkan daftar kegiatan adalah suatu daftar yang berisi rincian kegiatan yang ada,
mungkin ada, atau prospektif dikembangkan pada suatu zona yang ditetapkan.
Penyusunan klasifikasi penggunaan lahan dan penyusunan daftar kegiatan didasarkan
pada pertimbangan :
Penggunaan berdasarkan literatur, kajian perbandingan, ketentuan normatif dan
studi-studi yang pernah dilakukan
Penggunaan lahan dan jenis kegiatan yang telah ada berdasarkan kesamaan
karakter.
Skala/tingkat pelayanan berdasarkan jenis kegunaan lahan
Kesesuaian dengan karakter dan daya dukung lahan
Sistem penggunaan lahan yang disusun untuk mengantisipasi jenis penggunaan
lahan dan eksternalitas/tingkat gangguan masa depan
c. Penetapan/ Delineasi Blok Peruntukan
Blok peruntukan adalah sebidang lahan yang dibatasi sekurang-kurangnya oleh batasan
fisik yang nyata (seperti jaringan jalan, sungai, selokan, saluran irigasi, saluran udara
tegangan (ekstra) tinggi, pantai, dan lain-lain), maupun yang belum nyata (rencana
jaringan jalan dan rencana jaringan prasarana lain yang sejenis sesuai dengan rencana
kota). Sedangkan nomor blok peruntukan adalah nomor yang diberikan pada setiap blok
peruntukan.
d. Penyusunan Peraturan Teknis Zonasi
Aturan teknis zonasi adalah aturan pada suatu zonasi yang berisi ketentuan pemanfaatan
ruang (kegiatan atau penggunaan lahan, intensitas pemanfaatan ruang, ketentuan tata
massa bangunan, ketentuan prasarana minimum yang harus disediakan, aturan lain yang
dianggap penting, dan aturan khusus untuk kegiatan tertentu.
Aturan-aturan teknis yang akan diatur dalam Zoning Regulation tersebut akan dijelaskan
berikut ini.
Aturan Kegiatan dan Penggunaan Lahan adalah aturan yang berisi kegiatan yang
diperbolehkan, diperbolehkan bersyarat, diperbolehkan terbatas atau dilarang pada
suatu zona.
Aturan Intensitas Pemanfaatan Ruang adalah besaran pembangunan yang
diperbolehkan berdasarkan batasan KDB, KLB, KDH atau kepadatan penduduk.
Aturan Tata Massa Bangunan adalah bentuk, besaran, peletakan, dan tampilan
bangunan pada suatu persil/tapak yang dikuasai.
II-30 Laporan Akhir cv Trijaya Karya
RDTR dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) Lintas Ringroad Winangun Maumbi
Aturan Prasarana Minimum adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang
memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Aturan Lain/Tambahan yang dianggap penting mencakup tambahan lain yang lebih
spesifik yang bertujuan membatasi kegiatan yang mungkin muncul pada suatu
kawasan.
Aturan Khusus adalah penyusunan kriteria-kriteria pemanfaatan lahan pada
kawasan yang mempunyai fungsi khusus.
e. Penyusunan Standar
Standar adalah suatu spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan, disusun berdasarkan
konsensus semua pihak terkait, dengan memperhatikan syarat-syarat kesehatan,
keamanan, keselamatan, lingkungan, perkembangan IPTEK, pengalaman, perkembangan
masa kini dan mendatang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.
Penyusunan standar ini terbagi atas standar preskriptif dan standar kinerja. Standar
preskriptif adalah standar yang memberikan panduan yang sangat ketat, rinci, terukur
serta seringkali dilengkapi rancangan desain dan memberikan kemudahan dalam
pelaksanaan/ penggunaannya, tetapi membatasi perancangan/arsitek dalam menuangkan
kreasinya (Brough 1985).
Sedangkan standar kinerja adalah standar yang dirancang untuk menghasilkan solusi
rancangan yang tidak mengatur langkah penyelesaian secara spesifik (Listokin 1995).
Tujuan standar ini adalah untuk menjamin kenyamanan dalam penggunaannya, dengan
ukuran minimum sebagai parameter pengukur kinerjanya (Craighead 1991) serta
pengendali timbulnya dampak negatif dengan menetapkan ukuran maksimum sebagai
parameter pengukur kinerjanya (Brough 1985).
f. Pemilihan Teknik Pengaturan Zonasi
Teknik pengaturan zonasi adalah berbagai varian dari zoning konvensional yang
dikembangkan untuk memberikan keluwesan penerapan aturan zonasi. Teknik
pengaturan zonasi dapat dipilih dari berbagai alternatif dengan mempertimbangkan
tujuan pengaturan yang ingin dicapai. Setiap teknik mempunyai karakteristik, tujuan,
konsekuensi dan dampak yang berbeda. Oleh karena itu, pemilihannya harus
dipertimbangkan dengan hati-hati.
g. Penyusunan Peta Zonasi
Peta zonasi adalah peta yang berisi kode zonasi di atas blok dan subblok yang telah
didelineasikan sebelumnya. Subblok peruntukan adalah pembagian peruntukan dalam
satu blok peruntukan berdasarkan perbedaan fungsi yang akan dikenakan.
Pertimbangan penetapan kode zonasi di atas peta batas blok/subblok yang dibuat
didasarkan pada:
Kesamaan karakter blok peruntukan, berdasarkan pilihan :
Mempertahankan dominasi penggunaan lahan yang ada (eksisting)
Menetapkan fungsi baru sesuai dengan arahan fungsi pada RTRW
Menetapkan karakter khusus kawasan yang diinginkan
Menetapkan tipologi lingkungan/kawasan yang diinginkan,
Menetapkan jenis pemanfaatan ruang/lahan tertentu,
Menetapkan batas ukuran tapak/persil maksimum/minimum,
Menetapkan batas intensitas bangunan/bangun-bangunan maksimum/
minimum,
Mengembangkan jenis kegiatan tertentu,
Menetapkan batas kepadatan penduduk/bangunan yang diinginkan;
Menetapkan penggunaan dan batas intensitas sesuai dengan daya dukung
prasarana (misalnya: jalan) yang tersedia
Kesesuaian dengan ketentuan khusus yang sudah ada
II-31 Laporan Akhir cv Trijaya Karya
RDTR dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) Lintas Ringroad Winangun Maumbi
Karakteristik lingkungan (batasan fisik) dan administrasi
h. Penyusunan Aturan Pelaksanaan
Materi aturan pelaksanaan terdiri dari aturan mengenai vairansi yang berkaitan dengan
keluwesan/kelonggaran aturan, aturan insentif dan disinsentif, serta aturan mengenai
perubahan pemanfaatan ruang. Penyusunan masing-masing aturan pelaksanaan tersebut
akan dijelaskan berikut ini:
Aturan variansi pemanfaatan ruang adalah kelonggaran/keluwesan yang diberikan
untuk tidak mengikuti aturan zonasi yang ditetapkan pada suatu persil tanpa
perubahan berarti (signifikan) dari peraturan zonasi yang ditetapkan.
Aturan Insentif dan disinsentif disusun adalah supaya pergeseran tatanan ruang yang
terjadi tidak menyebabkan dampak yang merugikan bagi pembangunan kota; yang
pada hakekatnya tidak boleh mengurangi hak masyarakat sebagai warga negara,
dimana masyarakat mempunyai hak dan dan martabat yang sama untuk
memperoleh dan mempertahankan hidupnya; serta tetap memperhatikan partisipasi
masyarakat di dalam proses pemanfaatan ruang untuk pembangunan oleh
masyarakat.
Aturan perubahan pemanfaatan lahan adalah aturan pemanfaatan lahan yang
berbeda dari penggunaan lahan dan peraturannya yang ditetapkan dalam Peraturan
Zonasi dan Peta Zonasi.
i. Penyusunan Aturan Dampak Pemanfaatan Ruang (Dampak Pembangunan)
Untuk menentukan dampak pemanfaatan ruang harus dilihat dari beberapa kategori
gangguan, kategori perubahan tingkat gangguan. Dampak pemanfaatan ruang atau
pembangunan dapat dikategorikan menjadi 3 yakni :
Dampak Ekonomi
Ketentuan teknis pemanfaatan ruang (termasuk ketentuan teknis perubahan pemanfaatan
ruang), harus memperhatikan kegiatan ekonomi yang dapat dilihat terhadap pendapatan
masyarakat, keuangan pemerintah daerah, dan pertumbuhan ekonomi kota.
Dampak Sosial
Berkaitan dengan kegiatan-kegiatan sosial seperti keamanan dan ketertiban serta derajat
kesehatan.
Dampak Lingkungan
Pada dasarnya ketentuan pemanfaatan ruang dan perubahannya tidak diperkenankan
menurunkan kualitas lngkungan atau mengurangi keselarasan dan keseimbangan
lingkungan alam dengan lingkungan binaan.
Dampak Lalu Lintas
Dampak lalu lintas berkaitan dengan volume tarikan dan bangkitan yang ditimbulkan
oleh kegiatan/pemanfaatan ruang di suatu wilayah kabupaten atau kota, serta dampak
lanjutan yang ditimbulkan. Dampak tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi sistem
transportasi wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan.
j. Peran Serta Masyarakat Dalam Penyusunan Zoning Regulation
Peran serta masyarakat dalam proses penyusunan dan pelaksanaan zoning regulation
adalah sebagai berikut :
Pemberian masukan dalam penentuan arah pengembangan wilayah
kabupaten/kota.
Pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan, baik itu
pelaksanaan maupun pengendaliannya.
Bantuan untuk merumuskan klasifikasi penggunaan lahan yang akan atau telah
dikembangkan di wilayah kabupaten/kota.
II-32 Laporan Akhir cv Trijaya Karya
RDTR dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) Lintas Ringroad Winangun Maumbi
Bantuan untuk merumuskan zonasi pembagian wilayah kabupaten/kota.
Bantuan untuk merumuskan pengaturan tambahan yang berhubungan dengan
pemanfaatan terbatas dan pemanfaatan bersyarat.
Pengajuan keberatan terhadap peraturan-peraturan yang akan dirumuskan.
Kerjasama dalam penelitian dan pengembangan
dan atau bantuan tenaga ahli.
Ketentuan lain yang sesuai dengan kebijakan pemerintah kabupaten/kota.