BAB II PEMBAHASAN A. Sejarah Daulah Umayyah di Kordoba · perkembangan sejarah Islam yaitu pada...
Transcript of BAB II PEMBAHASAN A. Sejarah Daulah Umayyah di Kordoba · perkembangan sejarah Islam yaitu pada...
15
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Daulah Umayyah di Kordoba
Awal abad ke-8 masehi orang-orang Islam pada masa Daulah
Umayyah yang berada di Damaskus berdatangan ke Eropa (Spanyol).
Orang-orang Islam tersebut adalah Bangsa Arab yang membawa agama
Islam. Sejak ekspansi Daulah Umayyah ke Spanyol pada tahun 711 M di
bawah kepemimpinan Thariq bin Ziyad, Spanyol menjadi bagian wilayah
kekuasaan Islam (Lapidus, 1993: 3790).
Umat Islam berkuasa di Spanyol hampir delapan abad, yaitu dari
tahun 711 M sampai dengan 1492 M. Sebelum umat Islam menaklukkan
Spanyol, Mereka terlebih dahulu menguasai Afrika Utara dan menjadikan
sebagai salah satu provinsi dari Daulah Umayyah. Penguasaan sepenuhnya
atas Afrika Utara terjadi pada zaman Khalifah Abdul Malik (685 M sampai
dengan 705 M). Kedatangan Islam sudah membawa kebiasaan baru yang
memperkaya budaya Spanyol pada umumnya. Sehingga wilayah Spanyol
menjadi salah satu pusat peradaban dunia yang mampu mengimbangi
kejayaan Daulah Umayyah di Damakus dan Daulah Abbasiyah di Baghdad.
Andalusia turut berperan merintis jalan menuju zaman renaisans di
Eropa. Setelah Spanyol dengan kota pentingnya jatuh ke tangan Umat
Islam, sejak saat itu secara politik Spanyol berada di bawah kekuasaan
Khalifah Daulah Umayyah. Untuk memimpin wilayah baru tersebut,
pemerintah pusat yang berpusat di Damaskus mengangkat seorang wali
16
Dalam rangka melakukan ekspansi di Spanyol, Umat Islam dengan mudah
dapat meraih berbagai kemenangan. Sehingga dalam waktu yang relatif
singkat, Umat Islam dapat menguasai Spanyol. Beberapa faktor yang
mendukung proses penguasaan Umat Islam atas Spanyol adalah :
Pertama, sikap penguasa Ghotic sebutan lazim kerajaan Visighotic
yang tidak toleran terhadap aliran agama yang berkembang saat itu.
Penguasa Visighotic memaksakan aliran agamanya kepada masyarakat.
Penganut agama Yahudi yang merupakan komunitas terbesar dari penduduk
Spanyol dipaksa di baptis menurut agama Kristen, dan mereka yang tidak
bersedia akan disiksa dan dibunuh (Mahmudnasir, 1981:213). Dalam
kondisi tertindas secara teologis, kaum tertindas menanti kedatangan juru
pembebas. Dan juru pembebas tersebut mereka temukan dari orang-orang
Islam. Demi kepentingan mempertahankan keyakinan, mereka bersekutu
dengan tentara Islam melawan penguasa.
Kedua, perselisian antara Raja Roderick dengan Witiza (walikota
toledo) di satu pihak dan Ratu Yulian di lain pihak. Oppas dan achila, kakek
dan anak Witeza, menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan Roderick,
bahkan berkoalisi dengan kaum muslimin di Afrika Utara. Demikian pula,
Ratu Yulian, bahkan dia memberikan pinjaman 4 buah kapal yang dipakai
oleh Tharif, Thariq, dan Musa untuk melawan Roderick (Salabi, 1965: 30).
Ketiga, faktor lain yang tidak kalah penting adalah bahwa tentara
Roderick tidak mempunyai semangat perang dalam melakukan perlawanan
(1965: 30).
17
Periode klasik berakhir Islam mulai memasuki masa kemunduraan,
bersamaan dengan hal tersebut Bangsa Eropa bangkit dari keterbelakangan.
Kebangkitan Eropa bukan saja terlihat dalam bidang politik yang mampu
menaklukkan kerajaan-kerajaan Islam dari bagian negara lain, tetapi dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologilah yang mendukung keberhasilan
politiknya. Kemajuan-kemajuan Eropa tidak bisa dipisahkan dari
pemerintahan Islam di Spanyol tanpa adanya bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi (Yatim, 1993:87).
Bangsa Eropa banyak menimba ilmu dari orang-orang Islam di
Spanyol. Pada periode klasik tersebut Islam mencapai masa keemasannya,
Spanyol merupakan pusat peradaban Islam yang sangat penting sehingga
negeri itu mampu menyaingi Baghdad di kawasan timur. Ketika itu orang-
orang Eropa Kristen banyak belajar di perguruan – perguruan tinggi Islam.
Islam menjadi “guru” bagi orang-orang Eropa. Karena itu kehadiran Islam
di Spanyol banyak menarik perhatian para sejarawan budaya dalam
melakukan penelitian (1993:87) dengan begitu besarnya kiprah Islam di
Spanyol khususnya dalam pentas sejarah peradaban manusia, Harun
Nasution dalam bukunya “Islam di tinjau dari berbagai aspek”. Maka dari
itu dia meletakkan periode ini kedalam periode pertengahan dari fase-fase
perkembangan sejarah Islam yaitu pada tahun 1200 M sampai dengan 1800
M, pada masa kemunduran kekuasaan pemerintahan I pada tahun 1250 M
sampai dengan 1500 M, dapat dilihat dari masa pemerintahannya Islam di
Spanyol tidak lama bila dibandingkan dengan Islam di Timur pada masa
Abbasyiah (Nasution, 2001:76).
18
Kemajuan-kemajuan yang berada di Eropa setelah berakhirnya masa
kegelapan disebabkan karena kontribusi Islam di Spanyol. Maka dari itu
bagaimana melihat asal – usul masuknya Islam di Spanyol, perkembangan
dan keberadaan Daulah Umayyah. Penulis akan membahas lebih lanjut
mulai dari faktor pertumbuhan, perkembangan hingga faktor kemunduran
sebagai berikut :
1. Awal Mula Kelahiran Daulah Umayyah (Tahun 711 M - 1492 M)
Sebelum umat Islam menguasai wilayah yang terletak disekitar
semenanjung Iberia dan membelah Benua Eropa dengan Afrika
dikenal dengan berbagai nama. Sebelum abad ke-5 M, wilayah ini
disebut dengan Iberia (atau Les Iberes) yang diambil dari nama
Bangsa Iberia (penduduk tertua diwilayah tersebut). Ketika berada
dibawah kekuasan Romawi wilayah ini dikenal dengan nama Asbania.
Pada abad ke-5 M Andalusia dikuasai oleh Bangsa Vandal yang
berasal dari wilayah ini. Sejak saat itu wilayah ini disebut Vandalusia
oleh umat Islam yang pada akhirnya disebut “Andalusia”(Yatim,
2003:20).
Sejak pertama kali berkembang di Andalusia sampai dengan
berakhirnya kekuasaan Islam disana, Islam telah memainkan peranan
yang sangat besar selama hampir delapan abad (711 M sampai dengan
1492 M). Sejak awal kekuasaan Islam di Andalusia diperintah oleh
para wali yang diangkat oleh pemerintah Daulah Ummayah di
Damaskus. Periode ini kondisi sosial politik Andalusia masih diwarnai
perselisihan disebabkan karena kompleksitas etnis dan golongan.
19
Disamping itu juga timbul gangguan dari sisa- sisa musuh Islam di
Andalusia yang bertempat tinggal diwilayah-wilayah pedalaman.
Periode ini berakhir dengan datangnya Abdur Rahman Al Dakhil ke
Andalusia. Sebagaimana disebutkan dalam sejarah bahwa kedatangan
umat Islam di Andalusia pada zaman Khalifah Al Walid (705 M
sampai dengan 715 M) yaitu salah seorang Khalifah dari Daulah
Umayyah yang berpusat di Damaskus. Sebelum penaklukan
Andalusia, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan
menjadikannya sebagai salah satu provinsi dari Daulah Umayyah.
Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi di zaman
khalifah Abdul Malik pada tahun 685 M sampai dengan 705 M
(Thomson, 2004:88).
K. Ali dalam bukunya Sejarah Islam (1996), membagi sistem
pemerintahan menjadi dua periode yaitu periode Keamiran dan
periode Kekhilafahan. Pada periode Keamiran Umayyah Andalusia
dipimpin seorang penguasa yang bergelar Amir (panglima atau
Gubernur) yang tidak terikat dengan pemerintah pusat. Amir pertama
adalah Abdul Rahman I. Setelah berhasil menyelamatkan diri dari
kekejaman Al Saffah, Abdul Rahman menempuh pengembaran ke
Palestina, Mesir dan Afrika Utara hingga tiba di Cheuta. Di wilayah
ini Abdul Rahman mendapat bantuan dari bangsa Barbar dalam
menyusun kekuatan militer. Pada masa itu Andalusia sedang dilanda
permusuhan antar etnis Mudariyah dan Himyariyah (Ali, 2000:301-
302).
20
Sebelum orang-orang Islam yang berasal dari Damaskus
menaklukkan Andalusia pada masa pemerintahan Khalifah sebelum
Al Walid yaitu khalifah Abdul Malik (685 M sampai dengan 705 M),
Umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya salah
satu provinsi dari Daulah Ummayah, dan yang menjadi Gubernur
adalah Hasan Bin Nu‟man Al Ghassani (Syalabi, 1983:153). Namun
pada masa pemerintahan Daulah Umayyah pada khalifah Al Walid,
Gubernur di Afrika Utara tersebut digantikan kepada Musa Ibn
Nushair. Pada masa Musa Ibn Nushair, Al Walid berhasil menduduki
Al-Jazair dan Maroko dan daerah bekas Barbar.
Menurut sejarah pra Islam Al Walid dapat menguasai daerah
Afrika Utara, di daerah ini terdapat kekuatan-kekuatan dari kerajaan
Romawi. Kerajaan inilah yang selalu mengajak masyarakat agar mau
menentang kekuasaan Islam. Namun pemikiran mereka itu dapat
dapat dikalahkan oleh kekuatan Islam, sehingga wilayah Afrika Utara
dapat dikuasai sepenuhnya. Bermula dari daerah Afrika Utara Islam
menguasai Andalusia (Raghib, 2013:154-155).
Proses penaklukan Andalusia terdapat tiga pahlawan Islam yang
dapat dianggap paling berjasa dalam memimpin pasukan. Mereka
adalah Tahrif Ibn Malik , Thariq Ibn Ziyad dan Musa Ibn Nushair.
Tharif dapat disebut sebagai perintis dan penyelidik. Pada masa
kepemimpinannya Tharif mampu menyeberangi selat yang berada
diantara Maroko dan Benua Eropa itu dengan satu pasukan perang,
lima ratus orang diantaranya adalah tentara berkuda, mereka menaiki
21
empat buah kapal yang disediakan oleh Yulian. Dalam penyerbuan itu
Tharif tidak mendapat perlawanan yang berarti. Tharif menang dan
kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit
jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan Tharif dan kemelut yang
terjadi dalam tubuh kerajaan Visighotic yang berkuasa di Andalusia
pada saat itu, serta dorongan yang besar untuk memperoleh harta
rampasan perang, Musa Ibn Nushair pada tahun 711 M mengirimkan
pasukan Andalusia sebanyak 7000 orang di bawah pimpinan Thariq
Ibn Ziyad.
Thariq Ibn Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penakluk
Andalusia karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata.
Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang di dukung
oleh Musa Ibn Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim
Khalifah Al-Walid pasukan itu menyeberangi selat di bawah pimpinan
Thariq Ibn Ziyad (Yatim, 1989:89). Sebuah gunung tempat pertama
kali Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukan,
dikenal dengan Gibraltar (Jabal Thariq). Dengan dikuasainya daerah
tersebut maka terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Andalusia
sehingga terjadilah pertempuran di daerah Bakkah yang merupakan
tempat raja Roderick dikalahkan.
Thariq dapat menaklukkan Kordoba, Granada dan Toledo.
kemenangan ini memberikan peluang yang sangat besar untuk
menaklukkan wilayah yang lebih luas lagi. Atas dasar inilah akhirnya
Musa Ibn Nushair turun membantu Thariq, setelah Musa Ibn Nushair
22
dan Thariq bergabung, mereka berhasil menaklukkan wilayah-wilayah
penting di Spanyol seperti Saragosa, Karmonan, Seville dan Merida
(Raghib, 2013:14).
Perluasan wilayah selanjutnya pada masa pemerintahan
Khalifah Umar Bin abdul Aziz tahun 99 H atau 717 M merupakan
wilayah yang ditaklukkan Pyrenia dan Perancis Selatan, namun
penaklukkan itu mengalami kegagalan. Al Sam<ah pimpinan pasukan
mati terbunuh, kemudian diserahkan kepada Abdul Rahman, namun
mereka juga mengalami kegagalan dan akhirnya pasukan Islam
mundur. Peperangan tetap harus dilakukan sehingga gelombang kedua
yang dimulai permulaan abad ke-8 kaum muslimin sudah dapat
menguasai seluruh daerah Andalusia seperti wilayah Perancis Tengah
dan bagian Italia, akhirnya kekuasaan Islam di daerah itu semakin
kuat (Spuler, 1960:100).
Kemenangan-kemenangan yang dicapai umat Islam terlihat
mudah, hal itu dapat dilihat dari faktor eksternal dan faktor internal.
Yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah suatu keadaan dalam
negeri Andalusia itu sendiri. Dimana saat itu kondisi sosial, politik
dan ekonomi negeri Andalusia dalam keadaan menyedihkan. Secara
politik wilayah Andalusia terkoyak-koyak dan terbagi-bagi kedalam
beberapa negeri kecil. Ditambah penguasa yaitu aliran Gothic
bersikap tidak toleran terhadap aliran agama penguasa yaitu aliran
Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain. Sementara penganut
agama terbesar penduduk Andalusia adalah agama Yahudi mereka
23
dipaksa dibaptis menurut agama Kristen. Rakyat dibagi kepada kelas-
kelas sehingga keadaannya diliputi oleh kemelaratan, ketertindasan,
ketiadaan persamaan hak. Sedangkan yang dimaksud dengan faktor
internal adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa
Islam, termasuk tokoh-tokoh pejuang dan para prajurit Islam yang
terlibat dalam penaklukkan wilayah Andalusia. Para pemimpin adalah
tokoh-tokoh yang kuat tentara kompak bersatu dan penuh percaya diri.
Yang tidak kalah penting adalah nila-nilai ajaran Islam yang
ditunjukkan oleh para tentara Islam, yaitu toleransi dan persaudaraan
yang terdapat pada pribadi kaum muslimin itulah yang menyebabkan
Andalusia menyambut kehadiran Islam disana.
a. Strategi Mu’awiyah Mendirikan Kekuasaan (Daulah
Umayyah)
Keberhasilan Mu‟awiyah mencapai ambisi mendirikan
kekuasaan Daulah Umayyah disebabkan di dalam diri Umayyah
terkumpul sifat-sifat penguasa, politikus dan administratur.
Mu‟awiyah adalah seorang yang pandai bergaul dengan
berbagai temperamen manusia, sehingga dia dapat
mengakumulasikan berbagai kecakapan tokoh-tokoh
pendukungnya bahkan bekas lawan politiknya sekalipun.
Misalnya Mu‟awiyah merangkul dan menawarkan kerja sama
Amr Ibn Ash, seorang diplomat dan politikus ulung, mantan
gubernur Mesir yang dicopot oleh Khalifah usman (Ali,
1996:249).
24
Upaya strategi yang ditempuh Mu‟awiyah untuk merebut
kekuasaan dan sekaligus mendirikan Daulah Umayyah antara
lain sebagaimana disampaikan berikut ini :
Pertama, pembentukan kekuatan militer di Syria. Selama
dua puluh tahun mejabat gubernur Syria, suatu wilayah subur
yang kuat ekonominya, Mu‟awiyah berusaha
mengkonsolidasikan seluruh kekuatan yang ada untuk
memperkuat posisinya di masa-masa mendatang. Langkah
strategis yang ditempuh selama menjabat gubernur Syiria antara
lain merekrut tentara bayaran baik dari masyarakat asli Syiria
maupun dari emigran Arab yang mayoritas dari keluarganya
sendiri dan juga merekrut lawan-lawan politiknya yang cakap.
Mu‟awiyah tidak segan-segan menghamburkan harta kekayaan
untuk tujuan merekrut unsur-unsur kekuatan di atas. Selanjutnya
Mu‟awiyah juga menjanjikan kedudukan penting kepada tokoh-
tokoh sahabat jika kelak berhasil merebut kekuasaan sebagai
Khalifah. Diantara mereka yang bersedia bekerjasama dengan
Mu‟awiyah adalah Amr bin Ash penakhluk sekaligus mantan
gubernur Mesir yang diangkat menjadi orang kepercayaan
Mu‟awiyah, Ziyad tokoh yang tidak dikenal jelas siapa orang
tuanya (1996:250). Dia dikenal dengan nama “Ziyad ibn Abihi”
yang diangkat sebagai saudara sendiri dengan memberi nasab
ibn Abi Sufyan; Mughirah ibn Syu‟bah yang di kemudian hari
25
menyarankan pengangkatan Yazid sebagai putra mahkota
kerajaan.
Kedua, politisasi tragedi pembunuhan Usman. Pada masa
pemerintah Khalifah Ali, Mu‟awiyah berjuang memojokkan
sang Khalifah dengan melancarkan serangan dilematis yang
sukar dicari jalan pemecahannya. “bahwa Ali harus segera
mengusut dan sekaligus menghukum pihak-pihak yang terlibat
dalam pembunuhan Khalifah Usman. Jika tuntutan ini tidak
dipenuhi maka dia dianggap bersekongkol dengan kaum
pemberontak dan melindungi pembunuh usman, sehingga Ali
sendiri tergolong pihak yang terhukum karena ia harus dicopot
dari jabatannya sebagai Khalifah”. Implkasi konflik antara Ali
dan Mu‟awiyah merupakan konflik antara kekuatan front Irak
dengan kekuatan front Syria (Hitti, 2002:234). Politisasi tragedi
pembunuhan Khalifah Usman ini sangat efektif menumbuhkan
simpati dan fanatisme masyarakat Syiria dalam mendukung
perjuangan Mu‟awiyah. Untuk mengobarkan emosi mereka
Mu‟awiyah mempertontonkan baju Usman yang berlumuran
darah dan potongan jemari tangan istri Usman, Na‟ilah yang
terpotong ketika berusaha melindungi suaminya (Ali, 1996:251).
Ketiga, tipu muslihat dalam Arbitrase. Ajakan Arbitrase
yang diusulkan oleh pihak Mu‟awiyah merupakan bagian dari
langkah strategi untuk memecah belah kekuatan Ali. Keputusan
Ali menerima ajakan perundingan tersebut mengecewakan
26
sebagian pengikutnya karena mereka merasa segera mencapai
kemenangan dalam peperangan. Mereka membentuk kelompok
Khawarij anti Ali. Lebih dari itu kelebihan Amr ibn Ash dalam
perundingan tersebut memberikan kapasitasnya sebagai tokoh
diplomat dan politikus, semata-mata berusaha mengecoh
diplomasi pihak Ali yang diwakili oleh Abu Musa Al As‟ari.
Sehingga jelas bahwa pihak Mu‟awiyah tidak menawarkan
Arbitrase sebagai media perundingan damai, melainkan sebagai
tipu muslihat belaka. Secara de jure, perundingan tersebut
meningkatkan kedudukan Mu‟awiyah setaraf kedudukan Ali
sebagai Khalifah. Hasil perundingan tersebut menetapkan bahwa
kedudukan Khalifah Ali harus dilepaskan dan kemudian akan
dipilih Khalifah baru. Hasil perundingan seperti ini telah
menjadikan permusuhan dipihak Ali semakin berkobar dan
semakin kuat alasan Khawarij untuk memisahkan diri dan
menentang Ali atas kelalaiannya menerima ajakan Arbitrase.
Sementara itu kekuatan Mu‟awiyah semakin bertambah
sehingga pada tahun berikutnya pasukan Mu‟awiyah berhasil
mengambil alih kekuasaan atas Mesir (Ali, 1996:253).
Upaya-upaya strategi tersebut cukup efektif dalam
memperkuat dukungan dan posisi Mu‟awiyah, sehingga pada
akhirnya Mu‟awiyah mampu mengalahkan kekuatan Hasan ibn
Ali sekaligus menobatkan diri sebagai penguasa atas imperium
27
muslim. Dengan hal tersebut maka tercapailah ambisi
Mu‟awiyah mendirikan Daulah yang baru.
a. Kehidupan awal Mu’awiyah
Mu‟awiyah adalah putra Abu Sufyan, seorang pemuka
Quraisy yang telah lama menjadi musuh Nabi yang sangat
kejam. Mu‟awiyah beserta seluruh keluarganya dan seluruh
keturunan Umayyah memeluk Islam pada saat terjadi
penakhlukan Makkah. Nabi pernah mengangkatnya sebagai
sekretaris pribadi dan Nabi berkenan menikahi saudaranya
perempuan yang bernama Umi Habibah. Karier politik
Mu‟awiyah mulai menonjol pada masa pemerintahan Khalifah
Umar. Setelah kematian Yazid bin Abu Sufyan pada peperangan
Yarmurk, Mu‟awiyah diangkat menjadi kepala pada sebuah
distric di Syiria. Berkat kecakapan kerjanya dan keberhasilan
kepemimpinannya, tidak lama kemudian ia diangkat oleh
Khalifah Umar menjadi gubernur yang menguasai seluruh
wilayah provinsi Syiria. Ketika Usman berkuasa Mu‟awiyah
tetap dikukuhkan sebagai gubernur Syiria. Selama masa
jabatannya sebagai gubernur Syiria Mu‟awiyah giat
melancarkan perluasan wilayah kekuasaan Islam sampai pada
perbatasan wilayah kekuasaan Bizantine. Pada masa
pemerintahan Khalifah Ali, Mu‟awiyah terlibat konflik dengan
Ali untuk mempertahankan kedudukannya sebagai gubernur
Syiria, dan mulai saat itu timbullah ambisi menjadi Khalifah
28
dengan mendirikan pemerintahan Daulah Umayyah. Setelah
menurunkan Hasan ibn Ali, Mu‟awiyah menjadi penguasa
imperium Islam (Ali, 1996:258).
b. Jasa Mu’awiyah
Sejak terjadinya pembunuhan Khalifah Usman kesatuan
ummat Islam pudar dan suasana damai tiba-tiba lenyap dari
seluruh penjuru wilayah Islam. Selama berkuasa Mu‟awiyah
berusaha keras memulihkan kembali kesatuan wilayah Islam.
Untuk itu Mu‟awiyah memindahkan ibukota imperium dari
Kufah ke Damaskus. Sumber terjadinya kekacauan adalah
konflik antara kelompok Khawarij Himyariyah dan Mudariyah.
Karena Mu‟awiyah berusaha merukunkan semua kelompok
tersebut.
Jauh sebelum masa Nabi semua masyarakat yang tinggal
di Arabia mengklaim dirinya sebagai keturunan Ismail putra
Nabi Ibrahim. Moyang mereka pertama kali tinggal di Arabia
Selatan, tepatnya di Yaman. Karena hal itu para penulis Arab
sering disebut sebagai “Yamaniyah”. Kelompok lainnya adalah
“Kathoniyah” yang pada masa belakangan disebut
“Himyariyah” (anak cucu Himyar putra Abdul Syam).
Kelompok isma‟iliyyah tinggal di Hijaz. Mereka sering disebut
Bani Ma‟ad dari keturunan Mudar cucu Mu‟ad. Bani Quraisy,
Bani Qays, Bani Bakr, Bani Taghlib dan Bani Tamim
merupakan cabang-cabang dari keturunan kelompok Mudariyah.
29
Kelompok Himyariyah telah mengenal peradaban yang maju
sedangkan kelompok Mudariyah merupakan masyarakat nomad
dan para pengembala. Selama masa sebelum Nabi Muhammad
kedua kelompok keturunan ini terlibat permusuhan terus-
menerus (Ali, 1996:259).
Dakwah dan ajaran Islam yang dibawakan Nabi berhasil
menghapuskan fanatisme dan permusuhan antar ras. Demikian
pula Khalifah Umar berhasil mempererat hubungan antara
keduanya. Dimasa pemerintahan Mu‟awiyah benih permusuhan
dan persengketaan mereka terjadi lagi. Maka menjadi prioritas
utama kebijaksanaan Mu‟awiyah untuk mengembalikan
stabilitas hubungan antara kedua kelompok tersebut. Mu‟awiyah
tidak menghendaki terjadi penekanan atas kelompok lainnya.
Selama itu Mu‟awiyah telah berhasil memulihkan
kesatuan ummat Islam sekaligus melindungi keutuhan imperium
Islam. Mu‟awiyah terkenal pandai bergaul dengan berbagai
temperamen manusia. Mu‟awiyah mengarahkan para ahli
strategi seperti Mughirah, Zaid bin Sumayya dan Amr bin Ash
untuk membantunya menyelesaikan situasi yang tidak stabil.
Mu‟awiyah adalah seorang pemberani di medan peperangan,
cerdik dalam berstrategi, tegas dalam kata dan tidak mengenal
iba. Mu‟awiyah berhasil mempengaruhi Amr bin Ash gubernur
dan penakhluk Mesir untuk bekerja sama menggulingkan
30
penguasa Khalifah Ali (W. Muir, The Caliphate, its Rise,
Decline, and Fall).
c. Penilaian atas Mu’awiyah
Mu‟awiyah adalah pendiri Daulah Umayyah dan penguasa
imperium Islam. Selama 19 tahun masa pemerintahannya
terlibat dalam sejumlah peperangan dengan penguasa Romawi
baik dalam pertempuran darat maupun laut. Sekalipun
Mu‟awiyah bukan seorang prajurit yang cakap namun
kecakapannya dalam bidang manajemen dan strategi kemiliteran
tidak ada bandingannya. Pertempuran di Siffin merupakan bukti
atas kecakapannya. Penakhlukan Afrika Utara merupakan
keberhasilan ekspansi pada masa pemerintahannya. Mu‟awiyah
berhasil menegakkan sistem pemerintahan yang stabil dan
menghapuskan segala kerusuhan yang melanda dalam negeri.
Keberhasilan tersebut mencatatkan dirinya sebagai seorang
penguasa besar dalam sejarah Islam (Ali, 1996:265).
Sebagai negarawan Mu‟awiyah berhasil menegakkan
kerukunan antara bangsa Arab wilayah utara (Kaisaniyah)
dengan bangsa Arab wilayah selatan (Kalbiyah). Sekalipun
nasab Mu‟awiyah lebih dekat kepada kelompok Kaisaniyah
namun Mu‟awiyah justru mengangkat putra mahkota dari
istrinya yang keturunan Kalbiyah. Mu‟awiyah cukup bermurah
hati dan adil terhadap kedua kelompok tersebut. Selain itu
Mu‟awiyah juga terkenal tegas terhadap para pembangkang dan
31
penuh perhatian kepada nasib fakir miskin dan orang-orang
lemah. Selama masa pemerintahan Mu‟awiyah kehidupan
penguasa dan rakyat hidup rukun. Mu‟wiyah juga bertindak
bijaksana terhadap penganut agama Kristen. Hal ini terbukti
dengan pengangkatan beberapa orang Kristen sebagai pejabat
negara salah satunya menjabat sebagai penasihat dewan. Ketika
terjadi kerusakan Gereja Edessa lantaran gempa bumi
Mu‟awiyah berkenan membangunnya kembali. Perdagangan
dan industri cukup berkembang pesat pada masa itu. Jadi, tidak
berlebihan jika dikatakan bahwa pada masa kesejahteraan dan
kedamaian hidup merata diseluruh penjuru kekuasaannya.
Dalam hal ini Philip K. Hitti mencatat Mu‟awiyah tidak hanya
sebagai raja Arab yang besar (Ali, 1996:266).
Mu‟awiyah adalah politikus licik sekaligus diplomat yang
cerdik juga seorang negarawan yang pantang mengenal iba. Ia
tidak segan-segan menempuh berbagai cara untuk mencapai
keberhasilan politiknya. Karakter Mu‟awiyah seperti itu
digambarkan oleh Osborn dalam Islam Under the Arab yang
menyatakan, “Mu‟awiyah adalah raja pertama Daulah Umayyah
yang kejam dan pantang mengenal ampun demi
mempertahankan kedudukannya. Pembunuhan merupakan
strategi politiknya untuk menumpas kelompok pembangkang”.
Cucu Nabi Hasan ibn Ali terbunuh karena tipu dayanya. Malik
Al Aster seorang panglima perang pada masa Khalifah Ali
32
dibunuh Mu‟awiyah dengan cara yang kejam pula. Demi suksesi
anaknya (Yazid) Mu‟awiyah tidak segan mengkhianati
perjanjian yang dibuatnya bersama dengan Hasan ibn Ali. Mr.
Osborn banyak mengkritik Mu‟awiyah sebagai pembunuh
banyak jiwa. Namun pada kesempatan yang lain Osborn memuji
dan mengakui Mu‟awiyah sebagai seorang penguasa yang
ramah penuh pertimbangan dan bijaksana dalam menjalankan
tugas dan tanggungjawab. Kesimpulan Mr. Osborn yang terakhir
tersebut menyatakan bahwa sikap Mu‟awiyah bisa
diperspektifkan menjadi perbandingan kekuasaan dengan para
penguasa di Eropa (Ali, 1996:266).
d. Urutan peristiwa Umayyah
Kekuasaan Daulah Umayyah berlangsung dari tahun 711
M sampai dengan 1031 M. Di bawah ini adalah tahun-tahun
penting fakta dan kekuasaan pada masa Daulah Umayyah :
Tahun Fakta dan Kekuasaan pada masa Daulah
Umayyah
711 – 718 Spanyol ditaklukkan Umayyah
750 Kekhalifahan Umayyah di Damaskus di ambil
alih oleh Kekhalifahan Abbasiyah
755 Abdur Rahman I tiba di Spanyol
756 – 768 Pemerintahan Abdur Rahman I
786 Pembangunan Masjid Kordoba dimulai
788 – 796 Pemerintahan Hisyam I
33
796 – 822 Pemerintahan Al-Hakam I
822 – 852 Pemerintahan Abdur Rahman II
856 – 886 Pemerintahan Muhammad I
886 – 888 Pemerintahan Al Mundhir
888 – 912 Pemerintahan Abdullah Bin Muhammad
912 – 961 Pemerintahan Abdur Rahman III
929 Abdur Rahman III Menyatakan diri sebagai
Khalifah Kordoba
936 Pembangunan Madinah Al Zahra dimulai
947 Pemerintah Umayyah dipindahkan Ke Madinat
Al –Zahra
961 – 976 Pemerintahan Al Hakam II
976 – 1008 Pemerintahan Al Hisyam II
997 Al Mansur menghancurkan Santiago De
Compostela
1010 Madinat Al Zahra dihancurkan
1010 - 1012
Al Hisyam II (kembali berkuasa)
1010 – 1013 Perang Saudara
1026 – 1031 Al Hisyam III, Khalifah Umayyah Kordoba
terakhir
(Sumber : prof. Dr. Azyumrdi azra, dkk dalam Ensiklopedia Seni dan
Arsitektur Islam: hal.129)
34
2. Masa Kejayaan Daulah Umayyah di Kordoba
Menurut Badri Yatim (Yatim, 1989:92-93), masa panjang yang
dilalui umat Islam di Andalusia dapat di bagi menjadi enam periode.
Tiga periode diantaranya diperintah oleh Daulah Umayyah, yaitu :
a) Periode Pertama (711 M sampai dengan 755 M)
Pada awal perkembangan Andalusia berada dibawah pemerintahan
para wali yang diangkat oleh Khalifah Daulah Umayyah yang
berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri
Andalusia belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan
masih terjadi, baik datang dari dalam maupun dari luar. Gangguan
yang datang dari dalam antara lain berupa perselisihan diantara elite
penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan. Disamping
itu, terdapat perbedaan pandangan antara khalifah di Damaskus dan
Gubernur Afrika Utara yang berpusat di Kairawan. Masing-masing
mengaku bahwa merekalah yang paling berhak menguasai daerah
Andalusia. Karena itu terjadi dua puluh kali pergantian wali
(Gubernur) Andalusia dalam waktu yang amat singkat. Sementara
gangguan yang datang dari luar adalah sisa-sisa musuh Islam di
Andalusia yang bertempat tinggal dipegunungan, mereka tidak pernah
tunduk kepada pemerintahan Islam. Setelah berjuang lebih dari 500
tahun, akhirnya mereka mampu mengusir Islam di bumi Andalusia,
maka dalam periode Islam belum memasuki kegiatan pembangunan di
bidang peradaban dan kebudayaan. Yang berakhir dengan datangnya
Abdul Rahman Al-Dakhil ke Andalusia (138 H atau 755 M ).
35
b) Periode Kedua (755 M sampai dengan 912 M).
Periode ini Andalusia diperintah oleh seorang Amir (panglima atau
Gubernur) tetapi tidak tunduk pada pusat pemerintahan Islam, yang
ketika itu dipegang oleh Khalifah Abbasiyah di Baghdad. Amir
pertama adalah Abdur Rahman I diberi gelar Al Dakhil. Dia adalah
keturunan Daulah Ummayah. Penguasa-penguasa Andalusia pada
periode ini adalah Abdul Al Rahman Al- Aushat, Muhammad Ibn
Abdul Al Rahman, Munzir Ibn Muhammad dan Abdullah Ibn
Muhammad. Pada periode ini Andalusia sudah mulai maju baik dalam
bidang politik maupun dalam bidang peradaban, dengan mendirikan
masjid dan sekolah-sekolah, Hisyam dikenal berjasa menegakkan
hukum Islam dan Hakam dikenal sebagai pembaharu dalam bidang
kemiliteran. Sedangkan Abdul Rahman Al–Aushat dikenal sebagai
penguasa yang cinta ilmu.
c) Periode Ketiga (912 M sampai dengan 1013 M)
Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abdul Rahman III
yang bergelar “ An-Nasir “ sampai munculnya “ raja-raja kelompok “
yang dikenal sebagai Muluk Al-Tha<waif. Pada periode ini Andalusia
diperintah oleh penguasa dengan gelar Khalifah, penggunaan gelar
Khalifah ini berdasarkan atas berita bahwa khalifah Al-Muqtadir
Daulah Abbas di Baghdad meninggal dunia. Menurutnya keadaan ini
saat yang paling tepat untuk memakai gelar Khalifah yang telah
selama 150 tahun lebih dan dipakai lagi mulai tahun 929 M. Khalifah-
khalifah besar yang memerintah pada periode ini ada tiga orang yaitu :
36
Abdul Al Rahman Al Nasir (912 M sampai dengan 916 M), Hakam II
(961 M sampai dengan 976 M), dan Hisyam II (976 M sampai dengan
1009 M).
Periode ini umat Islam mencapai puncak kemajuan dan kejayaan
menyaingi kedaulatan di Baghdad. Abdul Al Rahman Al-Nasir
mendirikan Universitas Kordoba dan perpustakaan yang memiliki
koleksi ratusan ribu buku. Hakam II juga seorang kolektor buku dan
pendiri pustaka. Selanjutnya Hisyam naik tahta dalam umur sebelas
tahun yang merupakan awal cikal bakal hancurnya Khalifah Daulah
Umayyah di Andalusia pada tahun 1009 M. Walakhir pada tahun 1013
M, Dewan Menteri yang memerintah Kordoba menghapuskan jabatan
Khalifah, saat ini spanyol terbagi menjadi negara-negara kecil.
a. Kawasan Al Andalus
Penguasa Islam memerintah sebagian semenanjung Iberia
hampir 800 tahun. Wilayah muslim, yang mencakup kota-kota
Kordoba, Sevilla, dan Granada, dikenal sebagai Al Andalus
(Seddon, 2010:92).
Serbuan Bangsa Arab - Berber di Semenanjung Iberia,
dimulai pada April 711 M adalah satu dari serangkaian
keberhasilan militer menakjubkan pasukan Islam. Di bawah
Thariq bin Ziyad dan kemudian Musa bin Nusair, pasukan islam
merebut hampir keseluruhan semenanjung dalam lima tahun.
Wilayah itu pada awalnya merupakan provinsi kekhalifahan
Umayyah yang diperintah khalifah Al Walid I masa
37
pemerintahannya pada tahun 705 M sampai dengan 1015 M) di
Damaskus. Sejak tahun 717 M provinsi tersebut beribukota
Kordoba.
Pada masa-masa awal kaum Visigoth Kristen, yang
sebelumnya menguasai sebagian besar semenanjung Iberia,
terusir jauh ke utara, namun mereka mempertahankam wilayah
yang nanti akan menjadi pangkalan perlawanan mereka berabad-
abad lamanya, dikenal oleh ahli sejarahwan Kristen sebagai
Reconquista (penaklukan kembali).
b. Wilayah Emirat Kordoba
Di irak pemberontakan Hasyimiyyah menyebabkan
pendirian kekhalifahan Abbasiyah oleh Abdul Abbas pada tahun
750 M Abdurrahman adalah satu-satunya anggota keluarga
kekhalifahan Umayyah yang selamat kemudian kabur ke
wilayah yang kini menjadi Spanyol Selatan. Pada 756 M Abdul
Abbas mengalahkan penguasa Al Andalus Yusuf Al Fikhri
dalam pertempuran, Abdul Abbas menjadikan dirinya amir
Kordoba, penguasa Umayyah yang merdeka menentang Bani
Abbasiyah di Bagdad (Seddon, 2010:93).
Kordoba diperintah Abdurrahman sampai dengan tahun
788 M. Dia meredakan sejumlah pemberontakan, termasuk
pemberontakan besar yang didukung khalifah Abbasiyah Al
Mansur masa pemerintahannya pada tahun 754 M sampai
dengan 1075 M dan dipimpin oleh Al Ala bin Mugith, Gubernur
38
Provinsi Afrika. Abdurrahman yang terkepung di Carmona,
dengan berani memimpin perlawanan yang akhirnya
menundukkan pasukan Abbasiyah (Seddon, 2010:93). Dia
kemudian mengirimkan kepada Al Ala dan para jenderal yang
diawetkan dengan garam dalam sebuah kantong menuju
Makkah, tempat Al Manshur sedang menunaikan ibadah haji.
c. Kekhalifahan Kordoba
Abdurrahman III masa pemerintahan pada tahun 912 M
sampai dengan 1061 M adalah penguasa Umayyah yang paling
kuat di Spanyol. Pada tahun 929 M Abdurrahman III menantang
penguasa Abbasiyah dan kekuatan Fathimiyah yang sedang
meroket di Mesir dengan membaiat diri sebagai khalifah
Kordoba dan mengklaim kewenangan atas seluruh wilayah
Islam. Abdurrahman III menang beberapa kali dari Raja-raja
Kristen Spanyol Utara dan digelari Al Nashir (pembela iman).
Selama pemerintahan Abdurrahman III dan putranya Al
Hakam II, Al-Andalus berada pada puncak kejayaan, namun
kemunduran mulai terjadi dalam 50 tahun setelah kematian
Abdurrahman III pada tahun 961 M . Kekhalifahan tidak berhasil
pulih dari perang saudara di antara pihak-pihak yang mengklaim
kekuasaan pada tahun 1010 M walaupun masih terseok-seok
sampai tahun 1031 M ketika akhirnya pecah menjadi sejumlah
kerajaan taifa (penerus) yang lebih kecil (Seddon, 2010:90).
39
d. Masa Kejayaan Kordoba
Khalifah Abdurrahman III banyak melakukan
pembangunan di Kordoba. Para ilmuwan memperkirakan bahwa
pada abad ke-10 terdapat 500.000 orang yang hidup di kota itu.
Abdurrahman III membangun menara baru untuk Masjid indah
di Kordoba, yang mulai didirikan oleh sang pendiri Daulah
Umayyah Abdurrahman I. Tempat ibadah yang luar biasa ini,
diberi nama Masjid Al Jami' sebagai penghormatan terhadap
istri Aburrahman I, namun sekarang dikenal sebagai Mezquita
Kordoba. Masjid Jami‟ dikembangkan lebih lanjut oleh putra
Abdurrahman III, Al Hakam II, dan pengerjaan berlangsung
sampai tahun 987 M (Thomson, 1996:15). Setelah Kordoba
direbut Raja Fernando III dari Castilla pada tahun 1236 M
gedung itu dialihfungsikan menjadi Gereja hingga sekarang
merupakan Katedral Kristen, namun lengkung-lengkungnya
yang indah, kubah berubin biru yang cantik, dan mihrab yang
mengagumkan masih ada.
Khalifah kedua Kordoba Al Hakam II berdamai dengan
kerajaan Kristen di Utara dan memusatkan daya-upaya serta
hartanya demi memperbaiki infrastruktur dan kemajuan ilmu
yang di kekhalifahan. Di bawah pemerintahan Al Hakam II
mampu membangun irigasi guna memajukan pertanian,
sementara di kota-kota pembangunan pasar dan pelebaran jalan
mendorong perdagangan.
40
Di Kordoba Al Hakam II membangun sebuah
perpustakaan besar yang menyimpan 400.000 buku dan
mendirikan sebuah komite orang terpelajar, yang terdiri atas
orang-orang muslim Arab dan Kristen Mozarab, untuk
menerjemahkan karya-karya dari bahasa Latin dan Yunani ke
dalam Bahasa Arab. Yang dimaksud dengan Kristen Mozarab
adalah keturunan Kristen Iberia yang hidup di bawah
pemerintahan Islam. Meskipun tetap memeluk agama Kristen,
kaum Mozarab telah mengikuti adat dan istiadat dalam Bahasa
Arab (Seddon, 2010:92).
e. Perkembangan Islam Pada Masa Daulah Umayyah
Pada masa pemerintahan Abdurrahman III Daulah
Umayyah telah mencapai banyak kemajuan. Banyak prestasi
yang mereka peroleh bahkan pengaruhnya membawa ke Eropa
kemudian dunia kepada kemajuan yang lebih kompleks, diantara
yang telah terbangun adalah:
1). Kemajuan Intelektual
Masyarakat Islam Andalusia merupakan masyarakat
majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab (Utara
dan Selatan), Al-Muwalladun (orang-orang Andalusia yang
masuk Islam), Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika
Utara) Al-Shaqallibah (penduduk antara konstantinipel dan
Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada
penguasa islam untuk dijadikan tentara bayaran). Yahudi
41
Kristen yang berbudaya Arab dan Kristen yang masih
menentang kehadiran Islam. Semua komunitas ini kecuali yang
terakhir, memberikan saham intelektual terhadap terbentuknya
lingkungan budaya Andalus yang melahirkan kebangkitan
ilmiah, sastra dan pembangunan fisik di Andalusia. Kemajuan-
kemajuan intelektual ini dapat dilihat diberbagai bidang antara
lain :
a). Filsafat
Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan
mulai dikembangkan pada abad ke-9 selama
pemerintahan penguasa Daulah Umayyah yang ke-5,
yaitu Muhammad Ibn Abdul Al Rahman masa
pemerintahan pada tahun 832 M sampai dengan 886
M (Fakhri, 1996:357).
Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat
Arab-Andalusia adalah Abu Bakr Muhammad Ibn Al
Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Tokoh
utama kedua adalah Abu Bakr Ibn Thufail, ia banyak
menulis masalah kedokteran, astronomi dan filsafat.
Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay Ibn
Yaqzhan. Bagian akhir abad ke 12 M menjadi saksi
munculnya seorang pengikut Aristoteles yang dikenal
sebagai komentator pikiran-pikiran dia adalah Ibn
Rusyd (Averroes) hidup antara tahun 1126 M sampai
42
dengan 1198 M, karena itu pula Ibn Rusyd dijuluki
sebagai Aristoteles II, pengaruhnya sangat menonjol
atas pendukung filsafat skholastik Kristen dan
pikiran-pikiran Sarjana Eropa pada abad pertengahan
(Ismail, 1996:154).
b). Sains
Dalam bidang ini bermunculan tokoh-tokoh
ilmuwan seperti Abbas Ibn Farnas termashyur dalam
ilmu kimia dan astronomi orang yang pertama
menemukan pembuatan kaca dari batu, Ibrahim bin
Naqqash dalam bidang astronomi dapat menentukan
kapan terjadinya gerhana matahari dan kapan lamanya
dia juga berhasil membuat teropong modern yang
dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-
bintang. Ahmad ibn Abbas dari Kordoba ahli dalam
bidang obat-obatan dan banyak lagi tokoh-tokoh yang
disebutkan namun sangat besar jasanya dalam
perkembangan dan pencerahan ilmu pengetahuan
pada masa itu.
c). Fikih
Dalam bidang fikih Andalusia islam dikenal
sebagai penganut mahzab Maliki. Yang
memperkenalkan mahzab ini adalah Ziad Ibn Abdul
Al Rahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan
43
oleh Ibn Yahya yang menjadi Qadhi pada masa
Hisyam Ibn Abdul Al Rahman. Ahli-ahli fikih lainnya
diantaranya adalah Abu Bakar Ibn Al Quthiyah,
Munzir Ibn Sa‟id Al Baluti, dan Ibn Hazm yang
terkenal.
e). Musik dan Kesenian
Tokohnya Al Hasan Ibn Nafi yang dijuluki
Zaryab, Zaryab yang selalu tampil mempertunjukkan
kebolehannya yang terkenal sebagai penggubah lagu.
f). Bahasa dan Sastra
Karya-karya sastra banyak bermunculan, seperti
Al Iqa<d Al Fari<d karya Ibn Abdul Rabbih Al
Dza<khirah fi< Maha<sin Ahl Al Jazi<rah oleh Ibn
Bassam, Kitab al Qalaid buah karya Al Fath Ibn
Khaqan dan banyak lagi yang lain.
2). Kemegahan Pembangunan Fisik
Aspek pembangunan fisik yang mendapat perhatian
umat islam sangat banyak seperti dalam perdagangan. Jalan-
jalan dan pasar dibangun seindah mungkin. Di samping itu pula
bidang pertanian juga tidak ketinggalan dengan
memperkenalkan sistem irigasi, kemudian memperkenalkan
pertanian padi, jeruk, kebun dan taman-taman.
44
3. Pembangunan Masjid Jami’
Gambar 1. Masjid Jami‟ kordoba
(Sumber gambar di akses pada 18 Januari 2014 dalam online:
https://kisahmuslim.com/3875-sejarah-kota-cordoba-peradaban-di-cordoba-bagian-
24.html).
Masjid Jami‟ Kordoba merupakan salah satu unsur peradaban
Kordoba yang sangat penting dan masih tetap bertahan hingga
sekarang. Masjid tersebut dalam bahasa Spanyol disebut Mezquita
yang diambil dari kata Masjid. Masjid Kordoba adalah masjid yang
paling masyhur di Andalusia bahkan di seluruh Eropa. Namun,
sekarang masjid ini dijadikan sebagai katedral. Masjid yang mulai
dibangun pada masa pemerintahan Abdurrahman Ad Dakhil tahun 170
H / 786 M. Kemudian dilanjutkan oleh putranya Hisyam dan khalifah-
khalifah setelahnya. Setiap khalifah memberikan sesuatu yang baru
kepada Masjid tersebut serta memperluas dan memperindahnya agar
menjadi masjid yang paling indah di Kordoba dan Masjid terbesar di
dunia saat itu (El Khadiri, 2015:72).
45
Penulis kitab Ar-Rau<dh Al-Mi’tha<r mengatakan, “Di Kota
Kordoba terdapat sebuah Masjid yang sangat terkenal dan sering
disebut-sebut. Masjid itu adalah Masjid terbesar di dunia memiliki
area luas dengan teknik pembangunan yang modern bentuk ornamen
yang indah dan bangunan yang sempurna.” Para khalifah memberikan
perhatian besar terhadap Masjid Kordoba. Mereka memberikan
tambahan demi tambahan penyempurnaan demi penyempurnaan
hingga mencapai tingkat yang sempurna bangunan yang membuat
kagum dan tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata (2015:74).
Wilayah Spanyol tidak terdapat Masjid kaum muslimin yang
menyerupai Masjid Jami‟ Kordoba dari segi keindahan, luas, dan
besarnya. Separuh Masjid dibuat beratap dan separuhnya lagi tidak.
Jumlah lengkungan bangunan yang beratap ada empat belas. Ada
1000 tiang baik tiang yang besar ataupun kecil. Ada 113 sumber
penerangan. Penerangan yang terbesar terdapat 1000 lampu dan yang
paling kecil memuat 12 lampu (Raghib, 2011:360).
Gambar 2. Tiang-tiang dan lengkung-lengkung di dalam Masjid Kordoba
46
(Sumber gambar di akses pada 18 Januari 2014 dalam online:
https://kisahmuslim.com/3875-sejarah-kota-cordoba-peradaban-di-cordoba-bagian-
24.html).
Seluruh kayunya berasal dari pohon cemara Thurthusy. Besar
pasaknya satu jengkal dan panjangnya 30 jengkal antara satu pasak
dengan pasak yang lain dipasang pasak yang besar. Di atapnya
terdapat bermacam-macam seni ukir yang antara satu dengan yang
lain tidak sama. Susunannya dibuat sebaik mungkin dan warna-
warnanya terdiri dari warna merah, putih, biru, hijau, dan hitam celak.
Arsitektur dan warna-warninya menyenangkan mata dan menarik
hati. Luas tiap-tiap penyusun atap adalah tiga puluh tiga jengkal. Jarak
antara satu tiang dengan tiang yang lain lima belas hasta dan masing-
masing tiang bagian atas dan bawahnya dibuat dari batu marmer
pualam (2011:359).
Masjid ini mempunyai mihrab yang sangat indah dihiasi ukiran-
ukiran dengan teknik yang sempurna dan terdapat mozaik yang
dilapisi emas. Hal ini sampai membuat pemimpin Konstantinopel
mengirim utusan kepada Abdurrahman An Nashir Lidinillah. Di dua
arah mihrab ada empat tiang dua tiang berwarna hijau dan dua lagi
berwarna violet kehijau-hijauan. Di bagian ujung dipasang lapisan
47
Gambar 3. Mihrab Masjid Cordoba yang masih berhiaskan kaligrafi Alquran
(Sumber gambar di akses pada 18 Januari 2014 dalam online:
https://kisahmuslim.com/3875-sejarah-kota-cordoba-peradaban-di-cordoba-bagian-
24.html).
marmer yang dihias dengan emas, lazuardi, dan warna-warna
lainnya. Di sebelah mihrab terdapat mimbar yang keindahannya tidak
ada yang menandingi, kayunya adalah kayu ebony, box, dan kayu
untuk wewangian. Konon mihrab tersebut dibuat selama tujuh tahun
dan dikerjakan oleh tujuh orang ahli selain tukang pembantu.
Sebelah Utara mihrab terdapat gudang yang di dalamnya
terdapat beberapa wadah yang terbuat dari emas, perak, dan besi.
Semuanya untuk tempat nyala lampu pada setiap malam ke-27 bulan
Ramadhan. Di gudang tersebut juga terdapat mushaf besar yang hanya
dapat diangkat oleh dua orang juga terdapat mushaf Utsman bin Affan
radhiallahu „anhu yang beliau tulis dengan tangannya sendiri. Mushaf
ini dikeluarkan setiap pagi oleh para penjaga Masjid. Mushaf
ditempatkan di atas kursi dan imam membaca separuh hizb darinya
48
kemudian setelah selesai Mushaf dikembalikan ke tempat semula
(Abidin, 2010:67).
Sebelah kanan mihrab dan mimbar adalah pintu yang menuju ke
istana terletak di antara dua dinding masjid yang berupa lorong yang
beratap. Di lorong ini ada delapan pintu; empat pintu dari arah istana
tertutup dan empat pintu dari arah Masjid juga tertutup. Sedangkan
Masjid Kordoba memiliki 20 pintu yang dilapisi dengan tembaga.
Setiap pintu memiliki dua gagang pintu yang indah. Daun pintu
dihiasai dengan beberapa butiran yang terbuat dari bata merah yang
ditumbuk dengan berbagai macam hiasan yang lain (Raghib,
2011:361).
Setiap bagian dari empat arah lingkaran menara terdapat dua
buah lengkungan yang dibuat dari batu marmer. Di samping menara
juga terdapat ruang yang memiliki empat pintu tertutup. Ruang
tersebut digunakan untuk tempat tidur oleh dua muadzin setiap
malam. Di atas ruang terdapat tiga wadah minyak yang terbuat dari
emas dan dua wadah lainnya terbuat dari perak dan daun tumbuhan
lili.
Secara keseluruhan para petugas Masjid berjumlah enam puluh
orang. Mereka dipimpin oleh satu orang yang mengawasi kerja
mereka (Ar Raudh Al Mi’tha <r fi< Khabar al Aqthar, 1/456-457).
Keterangan yang hampir sama juga diberikan oleh Ibnu Al Wardi
dalam kitabnya Kha<ridhah Al Aja’ib wa Fari <dah Al Gha<ra’ib.
49
Halaman Masjid Kordoba dipenuhi dengan tanaman jeruk dan
delima agar buah-buahnya dapat dimakan oleh orang-orang yang lapar
dan para musafir yang datang ke kota Kordoba.
Gambar 4. Menara Masjid yang sudah ditambahi lonceng-lonceng Katedral
(Sumber gambar di akses pada 18 Januari 2014 dalam online:
https://kisahmuslim.com/3875-sejarah-kota-cordoba-peradaban-di-cordoba-bagian-
24.html).
Masjid yang megah tersebut telah diubah menjadi Katedral sejak
jatuhnya Andalusia dari tangan kaum muslimin. Masjid Kordoba
kemudian berada di bawah kontrol Gereja akan tetapi namanya tetap
diabadikan. Menaranya yang tinggi menjulang dan megah telah
berubah menjadi tempat lonceng kebaktian Gereja untuk
menyembunyikan karakter Islam. Adapun dinding-dindingnya masih
dipenuhi dengan ukiran ayat-ayat Alquran yang mencitrakan daya
artistik yang tinggi. Masjid Kordoba sekarang menjadi salah satu
bagian dari tempat sejarah yang paling masyhur di dunia.
Peran Masjid Kordoba tidak hanya sebagai tempat ibadah
namun Masjid Kordoba juga berfungsi sebagai Universitas bahkan
salah satu yang paling masyhur di dunia dan markas ilmu di Eropa.
Dari Universitas Kordoba ilmu-ilmu Arab ditransfer ke Eropa selama
50
berabad-abad. Segala cabang ilmu diajarkan di Universitas Kordoba
dan para pengajarnya merupakan orang-orang yang sangat kompeten
di bidangnya. Para pencari ilmu datang ke Unversitas baik dari Timur
maupun dari Barat. Para pengajar dan dosen diberi imbalan dengan
gaji yang layak agar mereka fokus mengabdikan diri untuk mengajar
dan menulis dengan baik. Para siswa pun diberi uang saku secara
khusus dan orang-orang yang tidak mampu diberikan beasiswa dan
bantuan (Suwaidan, 2009:273 ).
Hal tersebut yang memperkaya khazanah ilmiah secara
signifikan di Kordoba pada saat itu. Sehingga Kordoba mampu
melahirkan ilmuan-ilmuan yang mengabdi kepada Islam dan kaum
muslimin secara khusus dan dunia secara umum. Tidak hanya di
bidang ilmu tertentu akan tetapi juga di berbagai disiplin ilmu. Di
antara mereka adalah Az Zahrawi (325 – 404 H / 936 – 1013 M)
seorang ahli bedah yang paling masyhur, dokter ahli obat-obatan dan
peramunya. Ada juga Ibnu Bajah, Muhammad Al Ghafiqi, Ibnu Abdil
Bar, Ibnu Rusy, Al Idrisi, Abu Bakar Yahya bin Sa‟dun bin Tamam
Al Azdi, Qadhi Al Qurthubi an Nahwi, Al Hafizh Al Qurthbi, Abu
Ja‟far al-Qurthubi, dan masih banyak ilmuan-ilmuan lainnya (Raghib
2011:21).
Sejarah Islam menerangkan bahwa Masjid memegang peranan
penting untuk kemajuan peradaban. Sering kita melihat di atas kubah
Masjid terdapat lambang bulan sabit dan bintang sebagai lambang
kejayaan. Masjid yang pertama kali di bangun Rasulullah shallallahu
51
„alaihi wasallam adalah Masjid Quba, kemudian Masjid Nabawi.
Masjid selain sebagai tempat „beribadah‟ (dalam arti ibadah khas
seperti shalat, dll) juga sebagai tempat menuntut ilmu, bermusyawarah
dan mengatur strategi perang.
Seiring berjalannya waktu fungsi Masjid semakin sentral. Di
dalam komplek Masjid dibangun sekolah, perpustakaan, laboratorium,
dan observatorium. Masjid menjadi tempat yang paling banyak
dikunjungi orang daripada tempat lainnya. Orang pergi ke Masjid
tidak hanya berniat „beribadah‟ (khas) di dalamnya tetapi juga
menuntut ilmu dan berdiskusi.
“Di era kejayaan Islam Masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat
„ibadah‟. Namun juga sebagai pusat kegiatan intelektualitas,” ungkap J.
Pedersen dalam bukunya berjudul Arabic Book (Republika, 2010:5).
Sejarawan asal Palestina Al Tibawi menyatakan bahwa
sepanjang sejarah Masjid dan pendidikan Islam adalah dua hal yang
tidak dapat dipisahkan. Di dunia Islam sekolah dan Masjid menjadi
satu kesatuan. “Sejak pertama kali berdiri Masjid telah menjadi pusat
kegiatan keislaman diantaranya sebagai tempat menunaikan shalat,
berdakwah, mendiskusikan politik, dan sekolah,”cetus Jacques
Wardenburg (K Hiiti, 2002:102).
Berkaitan dengan hal tersebut maka penulis akan memaparkan
tentang pembangunan masjid yang mencakup area seluas 23,400
meter persegi berlangsung selama lebih dari dua abad dilakukan
dengan beberapa tahap. Dimulai tahun 784 M di bawah pengawasan
Amir Kordoba Abdur ar Rahman I. Beliau terinspirasi oleh Masjid di
Damaskus. Pembangunan Masjid dilanjutkan oleh Abdur ar Rahman
52
II pada masa pemerintahan tahun 822 M sampai dengan 852 M
dengan memperluas ruang sembahyang dan halaman luar serta
menyediakan salinan asli Quran dan tulang lengan Nabi Muhammad.
Salinan dan tulang tersebut akan dijadikan sebagai salah satu situs
utama ziarah Islam. Masjid mengalami banyak perubahan di masa
Abdur ar Rahman III pada abad kesembilan beliau memerintahkan
pembangunan menara baru. Pada masa Al Hakam II dia memperluas
rencana pembangunan dan memperkaya desain mihrab di tahun 961.
Pembangunan terakhir adalah termasuk penyelesaian gang luar dan
halaman pohon jeruk yang diselesaikan oleh Al Mansur Ibn Abi Amir
di tahun 987.
a. Sejarah Kegemilangan Kordoba
Masjid Kordoba yang dinilai kalangan Islam dan Kristen
sebagai keajaiban dunia abad pertengahan luasnya sekitar
23.400 meter persegi. Dahulu dirancang untuk menampung
lebih dari 9.000 jamaah sholat. Dalam buklet The Cathederal of
Cordoba disebutkan mezquita ini dibangun di atas Gereja San
Vicente pada tahun 785. Versi lain menyebutkan Masjid
Korboda dibangun di atas situs Visigothic kuil Romawi (Raghib,
2011:325).
Pembangunan Masjid Jami‟ Kordoba dimulai pada
pemerintahan Abdurahman I antara tahun 784 M sampai dengan
786 M. Kemudian diperluas pada pemerintahan Abdurahman II
tahun 833 M sampai dengan 852 M, Al-Hakam II pada tahun
53
961 M sampai dengan 976 M, dan Al-Mansur ( pada tahun 987
M. Kordoba dalam bahasa Arab disebut Al Qurtubah yang
sebelumnya merupakan ibu kota Spanyol. Negara Spanyol
sebelumnya pernah dikuasai oleh Kerajaan Gothia. Situasi
ketika itu tidak stabil, termasuk pengusiran orang-orang Yahudi
dan terjadinya pemaksaan agama.
Hal ini diperparah oleh perebutan kekuasaan setelah Raja
Witiza meninggal. Putra Witizia merasa berhak menggantikan
ayahnya bukan justru Roderick panglima perang Gothia.
Menghadapi Roderick Putra Witizia bersekutu dengan Graff
Yulian yang juga menjadi musuh Roderick. Pada tahun 705 M
Graff meminta bantuan Musa bin Nushair gubernur Afrika Utara
yang berada di bawah kekhalifahan Daulah Umayyah yang
berpusat di Damaskus, Suriah. Atas persetujuan Khalifah Walid
bin Abdul Malik Musa mengirim tim pendahuluan
beranggotakan 500 tentara yang dipimpin Tharif bin Malik.
Pasukan tersebut sukses dan kembali ke Maroko Afrika Utara.
Tahun 711 M Musa kembali mengirim 7.000 tentara yang
kali ini dipimpin Thariq bin Ziyad. Sejarah mencatat bahwa
pasukan mendarat di Spanyol, Thariq membakar semua kapal
perang yang membawa mereka menyeberang. Dalam pidatonya
Thariq menyatakan kepada pasukannya,” Musuh di depanmu,
lautan di belakangmu. Silakan pilih mana yang kau kehendaki.
Pertempuran pun terjadi Thariq yang memimpin sekitar 12 ribu
54
orang bergabung dengan tentara suku Barbar dan tentara
kiriman Khalifah Walid menghadapi sekitar 100 ribu orang
pasukan Raja Roderick. Dalam pertempuran di pinggir sungai
Guadalquivir Guadalete, Raja Roderick tewas (Suwaidan,
2009:274).
Spanyol yang kemudian dikenal dengan nama Andalusia,
jatuh dalam kekuasaan Islam. Sukses Thariq itu hingga kini
diabadikan sebagai nama selat Gibraltar yang dalam bahasa
Arab disebut Jabal Tariq gunung Thariq, mengambil nama
Thariq bin Ziyad. Dari peristiwa tersebut Thariq terus
melebarkan kekuasaan dengan menaklukan kota-kota penting di
antaranya Kordova, Granda, Sevilla, dan Toledo yang saat itu
ibu kota kerajaan Gothik.
Pasukan Thariq juga manguasai Narbonne, Prancis
selatan. Hal ini mendorong tentara Islam lainnya masuk
menguasai Perancis tengah di antaranya Avirignon, Lyon,
bahkan sampai ke Rhoders, Cyprus, dan sebagian Sicilia, Italia,
termasuk Sardinia.
Masjid Kordoba dibangun mulai pada masa Abdurahman I
pada tahun 755 M. Keturunan Daulah Umayyah membangun
Masjid Jami‟ Kordoba yang indah dan megah, pengairan,
arsitektur bermutu tinggi, dan sekolah-sekolah. Sehingga hal ini
merupakan awal munculnya peradaban baru pusat ilmu
pengetahuan yang sangat gemilang.
55
Kordoba menjadi kota utama di Eropa di saat Paris dan
kota-kota di Eropa lainnya masih belum diterangi lampu
penduduk tinggal berpindah-pindah dan jalan-jalan dari tanah
dan batu (El Khadiri, 2015:90).
Pembangunan dilanjutkan Abdurahman II, Abdurahman
III, Al-Hakam II, dan Al-Mansur hingga periode keruntuhan
1492. Inilah masa keemasan Islam yang menyumbangkan
peradaban yang tidak terhingga bagi dunia modern. Pada masa
negara-negara Eropa masih sangat redup perpustakaan Kordoba
telah dikunjungi ratusan ribu orang.
Pada saat yang sama perpustakaan Eropa hanya
dikunjungi tidak lebih dari seribu orang. Manuskrip-manuskrip
Yunani kuno karya-karya Aristoteles diterjemahkan peneliti-
peneliti Arab dan diterjemahkan dalam bahasa Arab. Dalam
bidang filsafat peneliti utama ketika itu antara lain Ibnu Bajjah
yang dikenal dengan opusnya Tadbir Al-Mutawahhid. Tokoh
yang hingga kini dikenal adalah Ibnu Rusyd yang di dunia
internasional dikenal dengan nama Averros pada tahun 1126 M
sampai dengan 1198 M. Ibnu Rusyd melahirkan buku-buku
kedokteran di antaranya Al Kulliyah fi< Ath Thaib. Dunia
kedokteran sangat berutang padanya. Sains, fisika, matematika,
astronomi, kimia, zoologi, geologi, botani, dan ilmu-ilmu
pengobatan bermula dari sini. Beberapa nama besar muncul di
berbagai bidang, di antaranya Abbas bin Farnas (astronomi),
56
Ibnu Batutah (pengeliling dunia), Ibnu Khaldun (perumus
filsafat sejarah). Kemajuan ilmu pengetauhan ini mendorong
mahasiswa-mahasiswa Eropa, termasuk dari kaum Yahudi dan
Kristen, belajar ke Kordoba. Selain Andalusia yang dikuasai
Daulah Umayyah juga di Bagdad yang dipimpin Daulah
Abbasiyah perkembangan ilmu pengetahuan berjalan pesat. Dari
yang demikian lahirlah Al Khwarizmi yang terkenal dengan
karyanya Al Jabr wa Al Muqabala (Supriyadi, 2008:123).
Berasal dari sinilah kata Aljabar atau Algebra berasal. Dia
mengembangkan sistem bilangan seperti yang kita ketahui saat
ini. Buku-bukunya diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Dan
beberapa abad kemudian kita mengenal chip-chip computer
yang semua bermula dari sini. Nama yang tidak asing lainnya
adalah Ibnu Sina yang di Barat disebut Avicenna. Dia menulis
lebih 200 karya tentang kedokteran dan filsafat. Bukunya Al
Qanun fi<’l At Tibh (Kanun Kedokteran) menurut Ensiklopedi
Britannica merupakan buku yang paling terkenal dalam sejarah
obat-obatan. Buku-bukunya dipejalari di universitas-universitas
terkemuka dunia, jauh sebelum munculnya Leonardo da Vinci.
Perkembangan menakjubkan para intlektual Islam tersebut
kemudian ditransfer mahasiswa-mahasiswa Eropa yang belajar
di Andalusia, Bagdad, dan Istanbul yang kemudian menerangi
Eropa. Apinya menjalar luar biasa, mendorong Eropa bangkit
dan lahirlah Renaisans. Utang dunia pada Islam yang tidak
57
terbayar hingga kini. Memasuki periode 1086 M sampai dengan
1248 M penguasa-penguasa Islam mulai lemah di Andalusia.
Negara ini pecah menjadi 30 bagian. Konflik internal mendera
mereka. Satu-satu kekuasaan Islam di Sevilla, Toledo, dan
Kordoba jatuh. Granada yang terletak di Istana Alhambra
menjadi satu-satunya wilayah yang bertahan. Namun kembali
konflik internal muncul. Dari hal ini bermula ketika Abu
Abdullah yang kecewa atas penunjukan saudaranya sebagai raja
mengundang Ferdinand dan Isabella membantunya
menyingkirkan saudaranya.
Setelah tersingkir, Abu Abdullah naik tahta. Namun,
Abdulllah kemudian disingkirkan pasukan Ferdinand dan
Isabella. Dengan jatuhnya Abu Abdullah berakhirlah Granada
sebagai benteng terakhir Islam di Spanyol. Berakhirlah
kekuasaan Islam selama 781 tahun. Hingga kini.
Kami meninggalkan Kordoba menuju Granda. Di sepanjang
perjalanan, pikiran melayang ke masa dahulu yang jauh dan
tidak terbayangkan kecuali kebanggan dan ironi. Puncak
Gunung Siera Nevada yang ditutupi salju mulai hilang
tenggelam dalam selimut malam. Waktu Magrib telah masuk
Kami tidak menemukan Masjid di sini.
b. Masjid Jami’ Kordoba
Mezquita atau Masjid Kordoba adalah sebuah Katedral di
Spanyol yang dahulu merupakan sebuah Masjid. Pada masa
58
kekuasaan Islam di Spanyol Kordoba adalah ibukota Spanyol di
bawah pemerintahan Daulah Umayyah. Setelah Reconquista
atau Penaklukkan Kembali Spanyol oleh kaum Kristen, gedung
ini diubah fungsi menjadi sebuah gereja dengan katedral gotik
yang dimasukkan ke tengah gedung berarsitektur Moor ini.
Sekarang keseluruhan gedung dipakai sebagai gedung Katedral
diosese Kordoba di Spanyol (Mujahid, 2010:117).
Wilayah Andalusia bagian selatan Spanyol masih dapat
ditemui sisa-sisa peradaban Islam yang pernah berkuasa,
contohnya di daerah Kordoba. Pada abad kedelapan, Masjid
Jami‟ Kordoba (the Mezquita), yang saat ini juga dikenal
Katedral Katolik Roma, menjadi kebanggaan arsitektur muslim
di negara barat pada masa itu. Masjid yang dibangun diatas
tanah gereja St Vincent setelah dibeli dari komunitas Kristen
setempat sebelum dimusnahkan. Menjadi monumen yang paling
hebat dari Daulah Umayyah, ibukota Andalusia berada di
Kordoba (Phoeput, 2012:36).
Bangunan Masjid tidak hanya difungsikan sebagai pusat
religi, akan tetapi juga merupakan manifestasi sosial, budaya
dan politik. Setelah Reconquista (pengambil alihan kekuasaan
dari Muslim ke Kristen) di Spanyol, masjid ini berubah menjadi
sebuah gereja, dengan menambahkan katedral Gothic ke tengah-
tengah bangunan. Saat ini seluruh bangunan mesjid sudah
digunakan untuk Katedral Keuskupan Kordoba di Spanyol.
59
c. Seni Keindahan Pembangunan Masjid
Bangunan Masjid Kordoba paling dikenal karena adanya
ornament lengkungan kurva raksasa yang menghubungkan pilar.
Sebanyak 900 pilar dengan bahan jasper, onyx, marmer dan
granit, memberikan nuansa yang sangat indah di dalam Masjid.
Ornamen ini juga biasa dikenal oleh para arsitek lain sebagai
“lengkung tapal kuda”. Inovasi dan estetika murni dari batu bata
ini menciptakan pola bergaris-garis putih merah yang
memberikan kesatuan dan karakter khusus dengan seluruh
desain (Raghib, 2011:354).
Pada jantung Masjid ini terdapat Mihrab, tempat dimana
imam memimpin sholat yang menghadap ke kiblat (Mekkah).
Berbentuk cekungan langit-langit yang diukir dari blok marmer
dan ruang-ruang di kedua sisinya dihiasi dengan mosaik
Byzantium indah dari emas. Di sekeliling mihrab terukir dengan
tinta emas dan biru 99 nama-nama asma Allah SWT (Phoeput,
2012:40).
Selain itu kemegahan dekorasi pada ruang shalat juga
sangat menonjolkan ruang mihrab. Lubang-lubang hiasan
diletakkan pada ruangan kecil berbentuk segi delapan.
Konfigurasi yang menakjubkan pada mihrab tersebut menjadi
pusat perhatian. Kemegahan Masjid Kordoba yang bertahan
hingga sekarang menjadi saksi masa keemasan Islam di benua
Eropa.
60
Keagungan Masjid Kordoba mencerminkan kemakmuran
dan kesejahteraan Negara tersebut. Kordoba pada saat itu
menjadi pusat perdagangan, ilmu pengetahuan, dan ibu kota
Kekhalifahan Daulah Umayyah. Pada saat itu terdapat 170
wanita yang berprofesi sebagai penulis kitab suci Alquran
dengan huruf Kufi yang indah. Anak-anak fakir miskin pun bisa
belajar secara gratis di sekolah yang disediakan Khalifah.
Aktivitas di Masjid begitu semarak. Tak heran, jika pada malam
hari, Masjid itu diterangi 4.700 buah lampu yang menghabiskan
11 ton minyak pertahun.
d. Fungsi Masjid sebagai Madrasah dan pusat ibadah
Setiap tahun perpustakaan Masjid Kordoba dikunjungi
oleh lebih dari 400.000 orang. Jumlah ini sangat jauh berbeda
dengan kunjungan orang-orang di perpustakaan-perpustakaan
Eropa yang hanya mencapai 1000 orang pertahunnya.
Perpustakaan Masjid Kordoba tidak hanya dikunjungi oleh
Muslim tetapi juga non-Muslim. Salah satu alumninya adalah
pemimpin tertinggi agama Katolik, Paus Sylvester II. Selepas
belajar matematika di Spanyol kemudian dia mendirikan sekolah
Katedral dan mengajarkan aritmatika dan geometri kepada para
muridnya (Levering, 2008:404).
Masjid Kordoba telah menghasilkan ulama dan ilmuwan-
ilmuwan besar yang dikenang sepanjang masa. Beberapa di
antaranya:
61
Ibnu Rusyd: ahli fiqih, penulis kitab Bida<ya<tul
Mujtahi<d dan juga filosof dan dokter ternama.
Ibnu Hazm: ahli fiqih, penulis kitab Al Muhalla,
sastrawan, dan juga pakar studi perbandingan agama.
Al-Qurthubi: ahli tafsir, penulis kitab Tafsir Al Qurthubi.
Ibnu Bajjah: ahli matematika ternama.
Al-Ghafiqi: ahli botani ternama.
Ibnu Thufayl: ahli kedokteran dan filosof ternama.
Al-Idrisi: seorang kartografer dan geographer ternama.
Ibnu Farnas: peletak dasar penciptaan pesawat terbang.
Al-Zahrawi: ahli bedah yang telah menciptakan alat-alat
bedah.
Ibnu Zuhr: dokter ahli jantung ternama.
e. Eksistensi Masjid Kordoba
Masjid Kordoba pada 15 Desember 1994 ditetapkan oleh
UNESCO sebagai salah satu tempat peninggalan yang sangat
bersejarah dan penting di dunia. Masjid itu pertama kali
dibangun oleh Khalifah Muslim Abdurahman I pada tahun 787.
Pembangunannya terus dilakukan oleh khalifah-khalifah
penerusnya. Masjid Kordoba memiliki ruangan dalam untuk
shalat berbentuk persegi panjang yang dikelilingi oleh lapangan
terbuka, seperti model masjid-masjid peninggalan Umayyah dan
Abbasiyah yang dibangun di Suriah dan Irak (2008:400).
62
Pemerintahan Umayyah Kordoba menjadi ibukota
Spanyol di bawah pemerintahan khalifah Islam dan dikenal
tidak ada tandingannya di Eropa dalam hal kemajuan peradaban.
Kordoba pada saat itu juga dikenal sebagai pusat ilmu
pengetahuan, di mana volume kunjungan ke perpustakaannya
mencapai 400.000 kunjungan. Sementara perpustakaan-
perpustakaan besar di Eropa, volume pengunjungnya jarang
mencapai angka seribu.
Warga Muslim di Spanyol saat ini diperkirakan mencapai
750.000 orang (sensus 2000) dari 40 juta jumlah total penduduk
Spanyol. Spanyol mengakui Islam sebagai agama resmi di
negeri itu, berdasarkan undang-undang kebebasan beragama
yang disahkan pada Juli 1967 (Thomson, 2004:76).
B. Faktor - Faktor Peralihan Masjid Jami’ menjadi Katedral
Pada tahun 1236 M Kordoba diambil alih dari pasukan Muslim oleh
Raja Ferdinand III. Setelah wilayah Kordoba dikuasai Masjid ini diubah
menjadi Gereja Katedral Kristen. Beberapa tahun kemudian sebagian besar
ornamen-ornamen yang mencirikan islam dihancurkan dan dilakukan juga
penambahan kapel-kapel Kristen, sehingga menghancurkan keselarasan dari
arsitektur Mezquita. Penambahan tersebut berupa pembangunan Villaviciosa
Chapel dan Royal Chapel di dalam Masjid (Levering, 2008:408).
Raja-raja selanjutnya yang menjadi penerus kekuasaan menambahkan
berbagai macam fitur Kristen. Menara Masjid ditambahkan lonceng
sebagaimana lazimnya menara Gereja. Perubahan yang paling signifikan
63
adalah pembangunan katedral Renaisans di tengah struktur bangunan
Masjid. Dengan izin dari Charles V Raja Spanyol bangunan tersebut
dibangun menjadi lebih megah. Seniman dan arsitek terus menambah
struktur yang ada hingga akhir abad ke-18. Total 900 pilar yang tersisa
sebanyak 856 tiang dirobohkan mengenai hal tersebut berkaitan dengan
dampak dari pembangunan katedral ditengah-tengah Masjid. Namun Raja
Charles V menyesali keputusannya dan berkata kepada para arsiteknya :
“What you are building here can be found anywhere, but what you have
destroyed exists nowhere” (Leaflet the Katedral Kordoba, Wikipedia. Foto:
Hawis Madduppa).
1. Faktor Sosial Politik
Republika.co.id, Kordoba – Pakar hukum terkemuka Spanyol
Antonio Rodriguez Ramos menuding Gereja Katolik tengah berupaya
memprivatisasi Masjid Jami‟ Kordoba. Dia mengatakan Uskup Agung
Demetrio Fernandez berusaha mengklaim kepemilikan bangunan
bersejarah di Andalusia tersebut agar benar-benar bersih dari identitas
Islam. Dilansir dari World Bulletin awal pekan lalu Rodriguez
menyebut Uskup Fernandez mencoba memanfaatkan celah hukum
pertanahan yang ada di Spanyol untuk memprivatisasi Masjid Jami‟
Kordoba di bawah naungan Gereja Katedral Katolik.
“Menempatkan Masjid dalam bahaya, Padahal bangunan tersebut termasuk
salah satu situs warisan dunia UNESCO,” kata akademisi dari Universitas
Kordoba (Republika, 2010:7). Direktur Junta Islamica (Dewan Islam
Spanyol) Isabel Romero mengatakan, Masjid Jami‟ Kordoba merupakan
peninggalan bersejarah milik semua orang Spanyol. “Karena menjadi sangat
aneh jika bangunan tersebut harus diklaim oleh tangan swasta.” Katanya
kepada Irish Times.
64
Masjid Jami‟ Kordoba awalnya dibangun pada abad ke-VIII
(tepatnya tahun 784 M) oleh penguasa muslim Spanyol di bawah
Daulah Umayyah. Bangunan tersebut kemudian diubah fungsinya
menjadi Katedral dikarenakan Andalusia jatuh ke tangan tentara
Nasrani pada tahun 1236 M pada saat itu terjadi inkuisisi Spanyol.
Terdapat jutaan Muslim pribumi yang dibantai, dibuang dan dipaksa
memeluk Katolik. Sejak kejatuhan Andalusia tidak pernah lagi
seorang umat Islam yang menunaikan shalat di Masjid Kordoba.
Meskipun demikian bangunan Masjid Kordoba pada masa sekarang
tetap dibuka untuk umum dan siap menyambut setiap pengunjung dari
seluruh dunia tanpa melihat latar belakang agama mereka.
2. Faktor Sosial Keagamaan
Salah satu Masjid yang paling terkenal dalam sejarah Islam
adalah Masjid Kordoba di Spanyol. Masjid yang dibangun oleh
Khalifah Daulah Umayyah bernama Abdurrahman III. Masjid ini
memiliki seni arsitektur yang tinggi dan indah. Tinggi menaranya 40
hasta di atas batang-batang kayu berukir dan ditopang oleh 1293 tiang
yang terbuat dari berbagai macam marmer bermotif papan catur. Di
sisi selatan tampak 19 pintu berlapiskan perunggu dengan kreasi yang
sangat menakjubkan. Sementara pintu tengahnya berlapiskan
lempeng-lempeng emas. Panjang Masjid Kordoba dari utara ke selatan
mencapai 175 meter dan lebarnya dari timur ke barat 134 meter.
Sedangkan tingginya mencapai 20 meter.
65
Setiap gerbang di Masjid terdapat batu-bata merah dan batu
putih. Gabungan unsur batu-batu tersebut mampu mewujudkan konsep
jaluran yang menakjubkan. Konsep jaluran merah-putih banyak
mempengaruhi seni arsitektur bangunan di Spanyol. Hiasan
dindingnya disemarakkan unsur flora dan inskripsi dari Alquran dalam
bentuk ukiran kapur, kaca, marmar dan mozaik emas (Raghib, 2011:
365).
Bangunan Masjid Kordoba sangat kokoh dan tahan gempa
bahkan pada gempa keras yang pernah terjadi tahun 1793 (gempa
bumi Lisabon) tidak ada sedikitpun keretakan yang terjadi. Sedangkan
bangunan Katedral dalam bagian Masjid yang didirikan pada awal
abad ke-13 masehi telah mengalami keretakan yang saat ini masih
dapat terlihat.
Selain itu kemegahan dekorasi pada ruang shalat juga sangat
menonjolkan ruang mihrab. Lubang-lubang hiasan diletakkan pada
ruangan kecil berbentuk segi delapan. Konfigurasi yang menakjubkan
pada mihrab tersebut menjadi pusat perhatian. Kemegahan Masjid
Kordoba yang bertahan hingga sekarang menjadi saksi masa
keemasan Islam di benua Eropa.
Keagungan Masjid Kordoba mencerminkan kemakmuran dan
kesejahteraan Negara tersebut. Kordoba pada saat itu menjadi pusat
perdagangan, ilmu pengetahuan, dan ibu kota kekhalifahan Daulah
Umayyah. Pada masa itu terdapat 170 wanita yang berprofesi sebagai
penulis kitab suci Alquran dengan huruf Kufi yang indah. Anak-anak
66
fakir miskin juga bisa belajar secara gratis di sekolah yang disediakan
Khalifah. Aktivitas di Masjid Kordoba sang mengesankan. Tidak
heran jika pada malam hari Masjid Kordoba diterangi 4.700 buah
lampu yang menghabiskan 11 ton minyak pertahun.
3. Faktor Sosial Budaya
Kondisi Kordoba sebagai kota yang penuh dengan nilai
peradaban dan kebudayaan tentu saja memiliki tanda-tanda atau
peninggalan dari peradaban tersebut. Kebudayaan Arab kuno bersatu
dengan berbagai macam budaya. Kordoba sampai sekarang sudah
memiliki tiga budaya yaitu: Arab, Yahudi dan Kristen. Di antara
ketiganya telah hidup bersama sejak abad pertengahan. Bahasa yang
digunakan di Kordoba adalah bahasa Spanyol. Pada saat ini Islam
hanya berjumlah 2% dari keseluruhan masyarakat Spanyol (El
Khadiri, 2015:94).
Peninggalan budaya Islam yang hingga saat ini masih adalah
tarian Spanyol yang terkenal yaitu tarian Flamenco. Tarian yang
berasal dari tarian Gipsi Andalusia dan budaya Islam Persia. Flameno
tradisional biasanya hanya diiringi nyanyian tanpa alat musik (disebut
cante).
Kordoba merupakan kota cantik dan penuh warna, kota yang
penuh bunga. Namun dibalik keindahan kota Kordoba tersebut juga
menyimpan sebuah kepedihan yang membuat sebagian orang
terasingkan. Peristiwa itu mulai sejak masa kekuasaan Daulah
Umayyah runtuh karena serangan dari pasukan Kristen.
67
C. Implikasi Perubahan Masjid Jami’ menjadi Katedral
Masjid Kordoba yang bersejarah saat ini telah diupayakan sepenuhnya
berada di bawah kendali Gereja Kristen Spanyol. Sekarang Masjid
bersejarah tersebut menjadi sebuah Katedral yakni tempat ibadah kaum
Kristen di Spanyol. ” The Mezquita (penyebutan Masjid Jami‟ Kordoba)
adalah simbol global dari pertemuan budaya dan dunia yang membutuhkan
simbol seperti ini,”ujar Antonio Manuel Rodríguez seorang profesor hukum-
perdata di Universitas Kordoba beliau mengatakan kepada Times Irlandia
sebelumnya pada bulan Februari (Shofwan, 2003:56).
The Great Mosque of Cordoba atau Mezquita dibangun antara tahun
784 M sampai dengan 786 M selama pemerintahan Khalifah Abdurrahman
I. Masjid Kordoba pernah menjadi tempat sholat bagi Muslim selama lima
abad. Masjid tersebut dialifungsikan sebagai Gereja sejak kekuasaan
Ferdinand III raja Castile yang mengambil wilayah Kordoba dengan
pertumpahan darah dan pembantaian umat Muslim pada tahun 1236 M
(Levering, 2008:394).
Meskipun saat ini Mezquita telah menjadi tempat ibadah Nasrani
bangunan tersebut masih disebut oleh rakyat Spanyol dan wisatawan
sebagai Masjid dan bukan sebagai Katedral. Keinginan pihak Kristen
Spanyol berupaya mengambil secara penuh otoritas bangunan Masjid
Kordoba dari kepemilikan umum rakyat Spanyol sebagai itikad pihak
Gereja untuk menghilangkan identitas Islam pada bangunan monumen
bersejarah tersebut.
68
Sebuah konferensi baru-baru ini Prof Rodríguez menuduh Uskup
Agung Kordoba membahayakan simbolisme Islam dengan mencoba
mengambil alih sepenuhnya bangunan tersebut. Selain itu Rodríguez
memperingatkan bahwa pusat bersejarah Kordoba akan berisiko kehilangan
statusnya sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO jika misi ” Kristenisasi”
atas Mezquita dilanjutkan . Sebagai sisa peninggalan kekuasaan Islam di
Spanyol umat Islam Spanyol menyatakan kemarahan atas inisiatif Gereja
Katolik tersebut.
Menurut masyarakat Islam Spanyol ” Bangunan ini adalah
peninggalan sejarah milik semua orang Spanyol dan bukan hanya untuk
orang orang Katolik, ”kata Isabel Romero direktur organisasi Islam yang
mewakili umat Islam di Spanyol kepada Irish Times (Dalam media
Republika, 2012).
1. Penambahan Fungsi Bangunan dan Arsitektural
Gambar 5. Kondisi Pemugaran (Sumber gambar: Posted by mister.kalipaksi on Agustus 21, 2007 in islamika,
masjid dalam online:http://kalipaksi.me/2007/08/21/masjid-cordoba-disempurnakan-
dua-abad/ ).
69
Tahun 750 M, ketegangan antara pemerintah Daulah Umayyah
di Damaskus dengan Daulah Abbasiyah di Baghdad tidak lagi dapat
dihentikan. Puncak dari peperangan tersebut adalah pengambilalihan
kekuasaan ibukota kekhilafahan Umayyah di Damaskus, Syiria. Pada
saat itu, Daulah Abbasiyah berhasil mengambil alih kekuasaan dari
Khalifah Al Marwan II dan memindahkan pusat pemerintahan ke
Baghdad akan tetapi salah seorang anggota keluarga khalifah,
Abdurrahman berhasil melarikan diri ke Afrika Utara dan
menyeberang ke utara menuju daerah Mediterania (Shofwan,
2003:88).
35 tahun kemudian dalam pelarian, Abdurrahman berhasil
menghidupkan kembali kekhilafahan Umayyah Spanyol di sebuah
sudut kawasan Mediterania. Pada 39 tahun sebelum pengambilalihan
tersebut yakni pada tahun 711 M. Daulah Umayyah berhasil
menguasai Spanyol, yang waktu itu disebut dengan Andalusia. Kata
Andalusia sendiri berasal dari kata Vandal, suku bangsa asli yang
tinggal di wilayah tersebut.
Era pemerintahan Abdurrahman kerja sama terjalin bagus
diantara Jenderal Thariq bin Ziyad, sang penguasa Tangier dan
seorang bekas letnan yang kemudian melonjak menjadi Gubernur
Afrika Utara. Musa bin Nusair berhasil melumpuhkan Roderick yang
baru satu tahun berkuasa (tahun 710 M) di Kerajaan Visighotic (nama
kerajaan di Spanyol saat itu). Selain didukung 12.000 pasukan Islam
dari suku Barbar, Afrika Utara, Thariq juga berkoalisi dengan pasukan
70
Akhila (kristen), penguasa Kerajaan Visighotic sebelum Roderick
yang berhasil melakukan kudeta terhadapnya.
Musa bin Nusair membawa 18.000 pasukan untuk menguasai
kota-kota utama di semenanjung Iberia (Spanyol) melanjutkan
kemenangan Thariq. Sejak saat itu gabungan Thariq dan Musa mampu
mengubah wajah Andalusia menjadi bersinar dengan cahaya Islam.
Apalagi para pengikut Raja Akhila dengan tulus ikhlas menerima
penguasa baru dari tanah Arab yang berkuasa hampir delapan abad
lamanya.
Empat puluh empat tahun kemudian (tahun 755 M), giliran
Abdurrahman pemuda yang berhasil lolos tersebut memerintah
Andalusia yang telah menjadi sebuah keamiran yang independen.
Berkat bantuan sekutu-sekutu Umayyah yang tinggal di Spanyol dia
berhasil menjadi amir setelah berjuang selama lima tahun sejak terusir
dari Damaskus.
Abdurrahman I berhasil menguasai kota Seville, kemudian dia
memasuki Kordoba dan menjadikannya sebagai sentral pemerintahan
Umayyah yang baru. Bahkan, dia kemudian memisahkan Spanyol dari
bagian Kekhilafahan Abbasiyah dan memproklamasikan kekhilafahan
baru. Abdurrahman menyambung benang merah sejarah yang telah
mencatat bahwa Daulah Umayyah merupakan pihak yang pertama kali
mengislamkan penduduk tanah Andalusia.
Selama 33 tahun pemerintahan Abdurrahman menjadikan
Kordoba sebagai pusat pemerintahan. Pada tahun 785 M
71
Abdurrahman merancang sebuah rancangan Masjid besar yang akan
menjadi salah satu masterpiece arsitektur klasik Islam terbesar di
daratan Eropa. Masjid itu terkenal dengan sebutan Masjid Jami‟
Kordoba.
Pada pembangunan Abdurrahman hanya membangun masjid
seluas 70 meter firkan (m²) bangunan di atas tanah seluas 5.000 meter
firkan yang berbentuk pelataran (mengikuti tradisi bangunan Islam
lainnya). Hall hypostyle ini memiliki sebelas ruangan besar yang
tegak lurus terhadap arah kiblat. Tiap-tiap ruangan dipisahkan atau
dibatasi oleh 11 deretan arcade yang atapnya mempunyai lengkungan-
lengkungan. Setiap deretan mempunyai 11 tiang kolom sehingga
masing-masing ruangan seolah-olah memiliki 20 tiang kolom (Raghib,
2011:368).
Gambar 6. Kerangka Masjid Kordoba
(Sumber gambar: Posted by mister.kalipaksi on Agustus 21, 2007 in islamika,
masjid dalam online:http://kalipaksi.me/2007/08/21/masjid-cordoba-disempurnakan-
dua-abad/).
72
Gambar 7. Tiang kolom
(Sumber gambar: Posted by mister.kalipaksi on Agustus 21, 2007 in islamika,
masjid dalam online:http://kalipaksi.me/2007/08/21/masjid-cordoba-disempurnakan-
dua-abad/ ).
Jumlah tiang-tiang kolom seluruhnya terdapat 110 tiang kolom.
Tiang-tiang kolom tersebut merupakan tiang-tiang antik zaman
Romawi yang disimpan Kerajaan Visighotic semasa menjadi sekutu
Romawi (saat berkuasa). Hal ini mirip dengan apa yang dilakukan
Khalifah Al Walid leluhur Abdurrahman. Ketika membangun Masjid
Damaskus, Abdurrahman mendatangkan batu-batu pualam dari
Narbonne, Seville dan Konstantinopel (sekarang Istanbul).
Saat ini panjang Masjid Kordoba dari utara ke selatan 175 meter
dan lebarnya dari timur ke Barat 134 meter. Sedangkan tingginya
mencapai 20 meter. Tidak semua bangunan diberi atap. Ada bagian-
bagian tertentu yang sengaja dibuat terbuka agar cahaya dan udara
segar bisa masuk ke dalam masjid. Bahkan, cahaya yang masuk dibuat
sedemikian sehingga langsung masuk ke ruang shalat pratama (utama)
yang atapnya dibuat dari kayu-kayu pilihan (Shofwan, 2007:87).
73
Pada masa pemerintahan Hisyam I (tahun 788 M sampai dengan
796 M) dan juga Al Hakam I (tahun 796 M sampai dengan 822 M)
Masjid Kordoba sama sekali tidak mengalami modifikasi. Barulah
ketika masa Abdurrahman II (tahun 822 M sampai dengan 852 M)
dilakukan perluasan yang pertama dengan menambah jumlah tiang
kolom di ruangan berbentuk gaya hypostyle tersebut menjadi 200
tiang kolom.
Pada saat pelaksanaan konstruksi antara tahun 832 M sampai
dengan 848 M diagendakan kegiatan konstruksi untuk menggeser
penunjuk arah kiblat sedikit ke arah tenggara sehingga bangunan
menjadi menghadap ke Ka‟bah. Namun, jumlah ruangan besar yang
ada sebelas itu tidak dirubah meski telah mengalami perluasan.
Delapan tahun kemudian, Khalifah Abdurrahman III (tahun 912
M sampai dengan 961 M) yang memproklamasikan dirinya sebagai
Khalifah pada tahun 929 M melakukan perluasan babak kedua.
Khalifah memperluas aula pada sektor barat daya dan membangun
sebuah menara segi empat setinggi 34 meter pada tepi halaman
pelataran. Beberapa tahun kemudian Al Hakam II (tahun 961 M
sampai dengan 976 M) melanjutkan modifikasi atas masjid dengan
memberikan sentuhan monumental yakni mengubah bentuk ruang
shalat di depan mihrab dari ruang terbuka biasa menjadi satu lajur
yang membujur. Lebarnya masih 70 meter namun panjangnya menjadi
115 meter dengan 320 tiang kolom.
74
Abdurrahman III juga merobohkan menara yang dibangun oleh
Khalifah Hasyim I dan menggantinya dengan menara baru yang lebih
tinggi dan lebih mewah. Pembangunannya menggunakan tenaga Al
Muntasir, seorang ahli mosaik dari Konstantinopel. Dengan demikian,
terdapat 32 lorong dan sebuah mihrab di bawah atap kupola (atap
kubah) berbentuk segi delapan yang lebih tinggi dari tiga kupola lain
yang letaknya berhadap-hadapan satu sama lain. Karakter inilah yang
menjadi kekhasan karakter asli Masjid Kordoba (Levering, 2008:333).
Di muka mihrab terdapat empat tiang yang berseberangan yang
dua di antaranya terbuat dari batu pualam berwarna hijau dan yang
dua lagi berwarna biru langit. Dalam ruang mihrab ini dibuat tujuah
buah arcade (semacam lorong beratap) yang ditopang oleh tiang-tiang
yang mempunyai kapitel berhiaskan ornamen timbul yang sangat
halus buatannya. Di sebelah kiri mihrab terdapat khazanah: ruangan
tempat menyimpan harta kekayaan masjid.
75
Gambar 9. Mimbar Masjid
(Sumber gambar: Posted by mister.kalipaksi on Agustus 21, 2007 in islamika,
masjid dalam online:http://kalipaksi.me/2007/08/21/masjid-cordoba-disempurnakan-
dua-abad/ ).
Mimbar masjid, pada mihrab terbuat dari bahan-bahan yang
mahal harganya. Bahkan pembuatannya memakan waktu tujuh tahun.
Di bagian utara ruangan Mihrab terdapat saumah yakni sebuah tempat
i‟tikaf dan zikir yang di antaranya terdapat ruangan dengan empat
buah pintu sebagai tempat muazin (yang sempat berjumlah 16 orang).
Ruangan yang berada di arah kiblat tersebut memiliki lebar 7 meter
dan tinggi 16 meter dengan mihrab di tengah-tengahnya. Masjid
Kordoba memiliki 20 buah gapura berlapis tembaga yang berukiran
hiasan tulisan Arab. Salah satu gapura dinamai Bab Al Manarah.
Gapura yang memiliki tinggi 10 meter dan lebar 8 meter tersebut
76
merupakan salah satu gapura masjid terindah di dunia (Shofwan,
2007:102).
a. Elemen Masjid Gaya Spanyol
Pertama kali melihat bangunan Masjid Jami‟ Kordoba
tidak terlihat elemen-elemen khas bergaya Umayyah di Spanyol,
sebelum memahami arsitektur Masjid Kordoba penulis harus
memahami perluasan terakhir yang sangat ekstensif terhadap
ruang shalat utama yang dilakukan pada tahun 987 M pada masa
pemerintahan Al Mansur dia adalah seorang Qadi utama (master
istana) pada masa Khalifah Al Hakam II yang kemudian
menjadi Perdana Menteri yang amat berkuasa pada masa
Hisyam II.
Pada tahun 987 M bangunan telah mengalami
pembangunan dengan melanjutkan pemindahan kiblat kembali
ke bagian tenggara bangunan dengan tujuan untuk tetap menjaga
bentuk simetris bangunan. Pada saat itu delapan ruangan besar
telah ditambah memanjang ke arah ruang shalat di sisi sebelah
kiri (arah barat laut) sehingga memerlukan 244 tiang kolom
tambahan (Raghib, 2011:93).
Pada masa tersebut Masjid Kordoba memiliki 544 tiang
kolom dan 44 pilar interior. Masjid juga ditunjang oleh 606
tiang-tiang pilar penunjang. Ruang bagian dalam ini setelah
perluasan menjadi berukuran 130 kali 115 meter firkan,
77
kemudian tampak seperti ruang besar seperti gaya tradisi bangun
ruang Islam lainnya.
Ruangan interior yang besar dengan bentuk arsitektural
seperti Masjid Al Haram di Makkah memerlukan bobot
seimbang. Kesamaan tersebut juga pada kolom-kolom Visighitic
yang ternyata menjadi peninggalan kuno lain yang dikumpulkan
oleh para arsitek muslim dari seantero Spanyol yang tidak
setinggi kolom-kolom yang digunakan pada Masjid Agung
Damaskus.
Maka untuk mengatasi kekurangan tersebut para arsitek
mencoba untuk kembali kepada formula awal yakni mengingat
bahwa inovasi terbesar dari Masjid Kordoba adalah bentuk
hypostyle (Shofwan, 2007:15) yang menggunakan sistem dua
arcade yang ditata membentuk lorong-lorong. Kemudian,
ditunjang dengan atap datar yang strukturnya berseri secara
longitudinal.
Barangsiapa yang memasuki ‟hutan tiang kolom‟ pada
lorong-lorong itu akan terpesona dengan berlimpahnya kolom-
kolom dan lengkungan-lengkungan yang pada setiap arah
tampak seperti pemandangan barisan pepohonan yang semakin
ke belakang semakin tidak terlihat dengan intensitas cahaya
yang semakin berkurang. Barisan tiang-tiang kolom itu seperti
membentuk dan mengendalikan atmosfer suasana yang tidak
pernah habis. Kolom-kolom tersebut seakan-akan bergetar jika
78
terkena sorotan cahaya. Karakter tersebut sebagian besar masih
bertahan hingga saat ini.
Pada pembangunan sebelumnya belum ada pemikiran
untuk membuat gaya dan karakter hypostyle seperti di Masjid
Kordoba yang transparan dan penuh dengan tiang-tiang kolom.
Biasanya bangunan-bangunan besar kebanyakan menggunakan
metode yang sangat simpel (sederhana) dalam membuat dimensi
penyusunan arcade (lori-lori beratap). Tidak saja dalam
bangunan-bangunan Islam tetapi juga bangunan-bangunan
hypostyle pada kuil-kuil Mesir di Karnak, Luksor, Edfu dan
tidak juga basilika-basilika Romawi (seperti basilika Ulpia),
juga tidak di Gereja Konstantinopel yang sebetulnya bisa
dijadikan sebagai pembanding terdekat.
Bentuk hypostyle akhirnya diterapkan selama beberapa
waktu di Maghribi yang berada di bawah kekuasaan Islam di
Spanyol. Namun keberadaan Masjid Kordoba memang sangat
dipengaruhi oleh kulminasi sistem bangunan masjid yang telah
diilustrasikan sebelumnya pada Masjid Amr di Fustat (sekarang
Kairo) atau Masjid Agung Aghlabids di Qairawan yang di
tengah-tengah masjidnya berdiri tiang utama yang mendukung
1.000 lentera. Masjid Cordoba juga mempunyai 1.000 lampu
(pada tiang utama) yang tergantung pada 113 buah kandil besar.
79
b. Hiasan Dekoratif
Dekorasi Masjid Kordoba dikerjakan selama masa
pemerintahan Khalifah Al Hakam II terutama di lokasi sekitar
mihrab dan maqsurah terdapat pintu-pintu (seluruhnya ada
sembilan pintu) yang terbuat dari tembaga kuning kecuali
sebuah yang terbuat dari emas murni.
Maqsurah di Kordoba secara arsitektur tergolong sangat
bagus. Bentuk ini sebenarnya bertolak belakang dengan ideologi
egaliter asli seni muslim akan tetapi bentuk bangunan tersebut
masih berhubungan dengan aspek arsitektur terpenting pada
model arsitektur kontemporer yang terdapat pada Gereja
Mozarabic di Spanyol bagian utara yang mana ruangan yang
dianggap paling suci ditempatkan tersembunyi (Levering,
2008:376).
Maqsurah menjadi batas paling luar dari area-area yang
sama bentuk dari tiga naves yang letaknya bersinggungan
dengan lengkungan multifoil yang mempunyai banyak
keistimewaan. Permainan bentuk dari arcade tersebut yang
bersilangan satu sama lain membentuk kesan claustrum atau
tirai tembus pandang yang menambah kesakralan masjid.
Kemegahan dekorasi pada ruang shalat sangat
menonjolkan ruang mihrab. Lubang-lubang hiasan diletakkan
pada ruangan kecil berbentuk segi delapan. Konfigurasi yang
menakjubkan pada mihrab tersebut menjadi pusat perhatian.
80
Dalam konteks Masjid Kordoba mihrab bukan semata sebagai
merupakan simbol ritualitas semata tetapi lebih sebagai akses
menuju ruang sebelahnya. Namun demikian, mihrab Masjid
Kordoba „menancap‟ pada kegelapan dan terkubur bagai misteri
yang susah dipahami sebagai simbol keabadian Allah.
Pola tersebut kemudian sering digunakan kembali pada
bangunan-bangunan masjid di Andalusia dan Maghribi yang
digunakan untuk melakukan oratori (pidato), seperti di Istana al-
Ja‟far di Saragosa, Masjid Agung di Tlemcen, Masjid Qarawiyn
di Fez, Masjid Jami‟ di Tinmal, Masjid Agung di Seville, dll.
Ruangan itu tampak lebih redup dan sahdu karena
ditempatkan di belakang lengkungan tapal kuda mewah yang
dilapisi dengan mosaik berwarna polichrome dan warna dasar
emas. Motif dekorasi pada lengkungan-lengkungan batu besar di
sekitar mihrab tampaknya sangat konsisten menampilkan
bentuk-bentuk abstrak dari tanaman dan buah-buahan dalam
berbagai kombinasi warna yang berbeda-beda: emas, biru,
dengan warna dasar merah.
Terdapat di sekitarnya architrave segi empat berbentuk
relief yang disebut alfiz dengan karakteristik khas bahasa
arsitektur Islam. Kerangka ini terkadang dihiasi dengan mosaik
bermotifkan tulisan dan pahatan ayat al-Qur‟an. Tulisan dua
baris tersebut ditulis dalam skrip Kufic berwarna emas di atas
dasar berwarna biru. Tulisan Arab yang dinamakan Kufi berasal
81
dari tradisi orang Kuffah yang biasanya digunakan untuk
menyalin ayat-ayat suci (Shofwan, 2007:59). Gaya tulisannya
mudah dikenali dengan gaya tulisan melingkar atau kadangkala
persegi empat dan kadangkala menjulang ke atas memberikan
kesan yang khidmat dan monumental.
Mihrab di atas alfiz terdapat tujuh panel ornamental kecil
berbentuk lengkungan berhiaskan dekorasi berbentuk daun tiga
serangkai (arches) yang ditopang oleh kolom-kolom kecil.
Kerangka lengkungan yang indah bermotifkan bunga dan
berlatar belakang warna emas ini menggambarkan pohon anggur
dan daun-daun yang sedang mekar.
c. Cupola
Gambar 10. Atap Masjid
(Sumber gambar: Posted by mister.kalipaksi on Agustus 21, 2007 in
islamika, masjid dalam online: http://kalipaksi.me/2007/08/21/masjid-
cordoba-disempurnakan-dua-abad ).
Atap masjid yang berada di atas Maqsurah tidak dapat
diragukan lagi merupakan elemen dekoratif dan arsitektur yang
paling menarik dari masjid. Bentuk dan pola lengkungan-
lengkungan itu mengikuti prinsip dua bujur sangkar yang
82
melintang satu sama lainnya sejauh 45 derajat (pola yang sama
terdapat pada Kubah al-Sakhra) di Yerussalem. Sistem seperti
ini merupakan pelopor dari rangka lengkungan pada revolusi
besar-besaran pola arsitektur Eropa pada periode Gothic.
Kompleksitas langit-langit seperti ini seluruhnya dihiasi dengan
motif-motif mosaik yang sangat indah dengan latar belakang
warna emas yang merupakan hasil karya para seniman
Byzantium, seperti dekorasi yang berada di sekeliling mihrab
(El Khadiri, 2005:116).
Seperti pada Kubah Al Sakhra dan Masjid Agung
Damaskus para seniman mosaik juga didatangkan dari Istanbul
(dulu Konstantinopel) yang digunakan untuk membuat hiasan
dekoratif di Kordoba. Khalifah Al Hakim II menerimanya dari
Kaisar Byzantium, Nicephorus II Phocas (963-969). Maka dari
itu sejumlah kru ahli mosaik berdatangan untuk membuat
dekorasi-dekorasi berwarna emas di seluruh kompleks masjid
Kordoba.
Para seniman Kristen ikut dipekerjakan dalam merenovasi
bangunan masjid Kordoba. Mereka membuat rancangan
lansekap seperti yang telah membuat indah pelataran Masjid
Damaskus. Adanya kerjasama kebudayaan tersebut mungkin
karena Kordoba tidak seperti penguasa Islam di Timur Dekat
yang situasi politik dan kegiatan-kegiatan militer tidak merusak
83
kerja sama dan produktivitas kebudayaan (artistik) antara
kekhilafahan Umayyah dan kekaisaran Byzantium.
Masjid yang terus disempurnakan hampir selama dua abad
ini masih dianggap sebagai salah satu masjid yang terumit dan
terindah di dunia. Masjid Kordoba adalah sebuah karya besar.
Sampai sekarang pun masih berdiri kokoh. Namun, pada saat
Kordoba jatuh ke tangan penguasa Spanyol Nasrani, masjid ini
pada tahun 1236 M sempat dialihfungsikan menjadi sebuah
gereja dengan nama Mezquita.
Masjid Kordoba, dalam anggapan masyarakat muslim
akan tetap menjadi Masjid Kordoba. Oleh karena itu, bentuk-
bentuk lengkungan dan hiasan dekoratif Masjid Kordoba
menjadi salah satu bahan informasi untuk dirangkum bersama
masjid-masjid agung lainnya di seluruh dunia (Shofwan,
2002:25).
2. Runtuhnya Kekuasaan Daulah Umayyah
Beberapa penyebab kemunduran dan kehancuran Daulah
Umayyah di Andalusia, kehancuran itu merupakan awal dari
kehancuran Islam di Andalusia. Di antara penyebab kemunduran dan
kehancuran penulis menjabarkan menjadi dua faktor, yakni faktor
internal dan eksternal. Penyebab kehancuran Daulah Umayyah yang
berasal dari dalam sistem pemerintahan sebagai berikut :
a. Faktor Internal
Faktor-faktor itu antara lain adalah :
84
1). Sistem pemerintahan khalifah melalui garis keturunan adalah
sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan
aspek senoiritas. Pengaturan yang tidak jelas serta
Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah menyebabkan
terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota
keluarga istana.
Latar belakang terbentuknya Daulah Umayyah tidak bisa
dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali.
Sisa-sisa syi‟ah (para pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi
gerakan oposisi, baik secara terbuka, seperti di masa awal dan
akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan
kekuasaan Daulah Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-
gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
2). Pada masa kekuasaan Daulah Umayyah pertentangan etnis
antara suku Arabia utara (bani qays) dan Arabia selatan (bani
kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam makin
meruncing. Perselisihan tersebut mengakibatkan para penguasa
Daulah Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang
persatuan dan kesatuan. Di samping itu sebagian besar
golongan mawali, (non-arab) terutama di Irak dan wilayah
bagian Timur lainnya, merasa tidak puas karena status mawali
itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan
keangkuhan bangsa arab yang diperlihatkan pada masa Daulah
Umayyah.
85
3). Lemahnya pemerintahan Daulah Umayyah juga disebabkan
oleh sikap hidup mewah di lingkungan Istana sehingga anak-
anak Khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan
ketika mereka mewarisi kekuasaan. Di samping itu golongan
agama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap
perkembangan agama sangat kurang.
Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan Daulah
Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori
oleh keturunan Al Abbas ibn Abdul Muthalib. Gerakan ini
mendapat dukungan penuh dari bani hasyim dan golongan
Syi‟ah dan kaum mawali yang merasa dikelasduakan oleh
pemerintahan Daulah Umayyah (Yatim, 2003:47-48).
b. Faktor Eksternal
Faktor kehancuran Daulah Umayyah yang terjadi diluar
sistem pemerintahan yakni :
a). Konflik Islam dengan Kristen
Para penguasa tidak menyebarkan islam secara kaffah,
sehingga para umat Kristen masih tetap beragama Kristen di
Andalusia, mereka diberi kebebasan menjalankan ajaran agama
yang pada akhirnya mereka mengadakan penyerangan balik
terhadap Islam. Disamping itu pula orang-orang Andalusia
Kristen merasa kehadiran orang Arab Islam memperkuat rasa
kebangsaan mereka, maka penyerangan terhadap Islam tidak
86
pernah terhenti sejak awal pemerintahan Islam di Andalusia
(Ibrahim, t.t:502).
b). Tidak ada Ideologi Pemersatu
Di tempat-tempat lain para mualaf diperlakukan sebagai
orang sederajat di Andalusia, sebagaimana politik yang
dijalankan Daulah Umayyah di Damaskus, orang-orang Arab
tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Setidak-tidaknya
sampai pada abad ke-10 M, mereka masih memberi istilah „ibad
dan Muwalladun kepada para kelompok etnis non Arab.
c). Kesulitan Ekonomi
Umat Islam di Andalusia bagaikan terpencil dari dunia
Islam yang lain mereka selalu berjuang sendirian, tanpa
mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian
tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung
kebangkitan Kristen disana.
d). Tidak ada figur pemimpin yang memadai.
Pada masa kehancurannya, Daulah Umayyah dipimpin oleh
Hisyam yang masih berumur sebelas tahun. Karena umurnya
yang masih belia, tentu saja dia tidak bisa membawa stabilitas
kepada negara.
Jadi dapat penulis simpulkan bahwa kerajaan Daulah
Umayyah Spanyol memerintah dengan mengikuti sistem
otokrasi yang pemerintahnya mempunyai kekuasaan penuh.
Semua urusan pemerintahan, baik yang ada di dalam maupun
87
yang ada di luar negeri, berada di bawah kendali amir atau
khalifah yang sekaligus bertindak juga sebagai panglima tentara
dan ketua peradilan.
Institusi khalifah diwujudkan pada tahun 929 M dan citra
khalifah lebih ditonjolkan. Akan tetapi sejak tahun 929 M nama
Abdurrahman III An Nasir disebut sebagai pemimpin umat. Di
samping amir atau khalifah terdapat seorang yang berkuasa
yaitu perdana menteri (hajib). Tugasnya sama dengan tugas
seorang wazir (menteri) di timur kekhalifahan Islam.
Perbedaannya adalah di Spanyol setiap hajib mempunyai
beberapa orang menteri di bawahnya. Menteri-menteri tersebut
ditugaskan untuk mengurus tata kerja pemerintahan yang
berpusat di Istana Kordoba (Farras, 2011:80).
Seperti telah disebutkan Islam tiba di Andalusia (Spanyol)
pada tahun 710 M yaitu ketika Thariq bin Ziyad melintasi selat
yang memisahkan antara Afrika dan Eropa. Tidak kurang dari
satu tahun setelah itu kurang lebih 7000 orang telah dipimpin
oleh Thariq bin Ziyad mendarat di Gibraltar. Sebagian besar
semenanjung Iberia telah dikuasai oleh orang Islam pada tahun
718 M. Terdapat pertentangan dengan pemerintahan Kristen
Visigoth dan rajanya Roderick.
Umat Islam pada masa itu telah memerintah kawasan
jajahan dengan penuh toleransi bahkan terhadap penduduk
Kristen dan Yahudi. Oleh sebab itu, banyak penduduk di daerah
88
taklukan yang tertarik dengan Islam. Orang-orang Islam juga
telah membangun Kordoba sebagai suatu pelabuhan yang
tercanggih di Eropa dengan populasi mencapai 500.000
penduduk. Terdapat 700 Masjid, sebuah universitas dan 70
perpustakaan yang memiliki koleksi kurang lebih sebanyak
500.000 manuskrip. Para amir di Spanyol menggaji para penulis,
peneliti dan membiayai penerbitan buku-buku (Levering, 2008:
167). Mereka mengembangkan sains, filsafat dan kesenian.
Banyak yang datang dari seluruh pelosok Eropa untuk menimba
pelbagai cabang ilmu di kota itu.
Islam di Andalusia juga telah melahirkan beberapa tokoh
yang terkenal seperti ahli filsafat Ibnu Rusydi; pakar matematik
Al Zarqali dan Al Bitruji: ahli fisika, Ibnu Zuhr dan lain-lain.
Sumbangan sains Islam di Spanyol terutama adalah di bidang
kedokteran. Al Zahrawi adalah salah seorang ahli sains yang
menghasilkan penemuan tentang anatomi dan pembedahan.
Kajiannya telah menjadi rujukan utama sekolah kedokteran di
Eropa pada pertengahan abad tersebut. Ibnu Nafis telah
menemukan sistem peredaran darah manusia. Hasil kerja Ibn
Baitar tentang tumbuhan herbal juga dijadikan rujukan di
Spanyol dan Afrika Utara (Thomson, 2004:58).
Kordoba menjadi pelabuhan metropolitan dengan kilang-
kilang dan bengkel-bengkel. Di kota itu juga telah dibangun
lampu-lampu jalan dan banyak bangunan dengan arsitektur yang
89
mengagumkan. Kekuasaan Dinasti Umayyah di Spanyol
menurut (Yatim, 1999:93) hanya bertahan selama satu periode,
yaitu antara tahun 711 sampai dengan 755 M. Selama satu
periode budaya Arab Islam telah bersentuhan dengan budaya
Eropa baik langsung maupun tidak langsung telah ikut
berpengaruh terhadap wajah budaya Arab-Islam.
3. Dampak Sosial Setelah Perubahan
Perdebatan isu kepemilikan Masjid Agung Kordoba semakin
meruncing di provinsi Spanyol Selatan Andalusia. Kelompok politik
yang bersaing melakukan aksi pengumpulan tanda tangan untuk
meraih dukungan atas status Masjid.
Sejak 2006 Gereja mengklaim kepemilikan Masjid tanpa
persetujuan dari pemerintah. Sejak saat itu Gereja berusaha menutupi
dan mendistorsi warisan Islam Kordoba dengan membuat iklan
Kordoba sebagai Katedral dan Gereja menjual tiket masuk kepada
wisatawan bertuliskan “Welcome to the Santa Iglesia” (Suwaidan,
2009:257).
Hal ini mendorong pemerintah Sosialis daerah Andalusia
mempertimbangkan mengambil tindakan hukum untuk melindungi
kepemilikan masyarakat terhadap aset budaya. Sementara kampanye
petisi oleh kelompok „Save The Cordoba Mosque‟ untuk
mempertahankan status Masjid. Hingga akhirnya berhasil
mengumpulkan sekitar 156.000 tanda tangan.
90
Selama beberapa tahun terakhir Keuskupan Kordoba telah
menghapus istilah „masjid‟ dari semua selebaran informasi yang
diakui di seluruh dunia sebagai simbol harmoni budaya,” tulis sebuah
leaflet petisi mendesak masyarakat untuk mendukung perjuangan
mereka. Dalam sebuah leaflet juga menuduh Gereja mendistorsi fakta
sejarah.
Dilain pihak Gereja telah melakukan petisi sendiri untuk
mendukung posisinya atas Masjid yang telah mendapat dukungan
sebagian besar kalangan konservatif. Sejauh ini kelompok Hazte Oir
diperkirakan telah mengumpulkan sekitar 96.000 tanda tangan.
“Keuskupan Agung lokal sedang melakukan pendaftaran dirinya sebagai
pemilik masjid tersebut, yang pada tahun 2016 akan diubah jika gereja
mendapat jalan. "Bagi warga Kordoba apa yang telah menyakiti perasaan
kita adalah mereka telah menghapus nama dan memori monumen,” kata
Antonio Manuel Rodriguez , seorang profesor hukum di Universitas
Kordoba, seperti dikutip oleh On Islam”(Jumrah, 2015:12).
Profesor Antonio menilai Gereja memanfaatkan celah pada
hukum kepemilikan tanah pihak berwenang Katolik "melakukan
administrasi monumen dengan cara yang kasar", membuat Situs
Warisan Dunia UNESCO itu dalam bahaya.
Pada tahun 784 M sebuah Masjid dibangun oleh para penguasa
Muslim Spanyol, bangunan itu kemudian diubah menjadi Katedral
setelah kota itu jatuh pada tahun 1236 selama 'Inkuisisi Spanyol', yang
menyebabkan Muslim pribumi dibantai, dibuang, dan dipaksa untuk
pindah agama ke Katolik (Jumrah, 2015:15).
91
a. Penolakan Alihfungsi Masjid
Masyarakat Spanyol mengecam rencana penghapusan
jejak kebesaran masa lalu Islam di Masjid Kordoba atau Masjid
Jami' Kordoba. Pemerintah lokal Andalusia Selatan memprotes
rencana Gereja Katholik menghilangkan sisa-sisa kebesaran
Islam di masjid kuno yang kini menjadi Gereja di Kordoba.
Gambar 5. Privatisai Masjid
(Sumber: Imperium Islam Andalusia Pengawal Renaisans Di Eropa Edisi 5
November2015,dalamonline:http://www.jumrah.com/Magz//artikel/jelajah/I
mperiumIslamAndalusiaPengawal Renaisans DiEropa.html ).
Warga Muslim dan non-Muslim mengkritik keras Gereja
Katolik di Spanyol karena berupaya memprivatisasi masjid yang
secara hukum diakui sebagai fasilitas umum. Bangunan kuno
tersebut merupakan bukti kebesaran arsitektur Islam yang
menjadi obyek wisata ziarah di Spanyol.
Departemen pariwisata lokal mengatakan rencana otoritas
gereja menguasai kompleks 'Masjid Katedral Kordoba' dengan
mengubah namanya menjadi 'Katedral Kordoba' mencederai
92
dunia pariwisata dan membingungkan jutaan turis yang setiap
tahun mengunjungi Masjid Kordoba (Farras, 2010:91).
Namun pejabat Katedral telah membantah perubahan
nama. Di situs mereka disebutkan Masjid-Katedral secara resmi
telah menyandang nama Katedral Santa Maria di Kordoba sejak
abad ke-13. Tepat setelah masjid itu menjadi gereja.
Departemen pariwisata mengatakan pada Senin 15 Desember
2014, bahwa mereka telah mengirim surat untuk mencari jalan
agar bisa bertemu dengan pihak Gereja (Jumrah, 2015:20).
b. Masyarakat Islam Menjadi Lemah
Umat Islam Andalusia tidak ada bedanya dengan umat
Islam lainnya di seluruh penjuru dunia. Mereka satu akidah yang
berpegang teguh pada madzhab Ahlussunnah Waljamaah. Oleh
karenanya, ketika mereka sedang keadaan menghadapi kesulitan
dan penindasan. Mereka meminta pertolongan kepada saudara-
saudaranya sesama muslim yang memiliki kekuatan untuk
membantu umat Islam Andalusia. Di antara yang dimintai
pertolongan adalah Kerajaan Islam di Maroko dan Kekhalifahan
Utsmaniyah. Di antara isi surat yang mereka tuliskan kepada
kerajaan Maroko disebutkan sebagai berikut (Mujahid, 2014:20)
Salam sejahtera kami haturkan untuk yang mulia, dari
seorang hamba yang tertindas di Andalusia, wilayah
sebelah barat bumi Maroko. Dengan dikeililingi oleh
lautan Roma yang membentang luas dan lautan raya yang
dalam dan pekat.
Salam sejahtera untuk semua, dari seorang hamba yang
terluka akibat bencana berat yang menimpa. Kami
93
dikhianati dan ditindas, agama kami diubah dengan paksa,
kami dianiaya dengan keji dan kejam.
Namun, kami tetap berpegang teguh dengan ajaran Nabi
Muhammad SAW, melawan tentara salib berdasarkan satu
niat. Saat kami membina perjanjian perdamaian, mereka
malah mengkhianati dan melanggar.
Bukan sekali mereka melanggar perjanjian, bahkan
sebelumnya berkali-kali mereka mengingkari dan menindas
kami dengan kekerasan dan penganiayaan.
Mereka membakar kitab suci umat Islam dan
mencampakkannya ke tempat-tempat sampah sehingga
berbaur dengan najis. Kitab suci yang kami jadikan
sandaran dalam setiap urusan, mereka campakkan dengan
keji dan zalim.
Kami dipaksa mencari Nabi dan dilarang untuk
menyebut namanya baik pada saat senggang maupun
tertindas.
Kalau ada satu orang atau satu kelompok orang yang
melantunkan namanya, bahaya siksa dan azab mengancam
mereka.
Nama-nama kami diubah dengan nama yang tidak kami
senangi. Sayang seribu sayang, mereka mengubah agama
yang dibawa Nabi Muhammad Saw. dengan agama anjing-
anjing Romawi, makhluk terburuk di muka bumi.
Kami pun akan menjadi hamba sahaya yang tidak bertuan,
menjadi umat Islam yang tidak bisa mengucapkan kalimat
syahadatain.
Jika kedua bola mata insan menyaksikan, betapa
kesulitan yang kami derita, ia akan mencurahkan hujan
airmata. Sangat pedih kesedihan yang kami rasakan,
menahan derita nestapa yang terus menyelimuti (Abu
Farras, 2014:22 ).
Dalam surat tersebut terlihat bahwa mereka membutuhkan
bantuan dari umat Islam wilayah lain. Mereka mengiba,
menangis, dan 'mengemis' belas kasihan raja-raja Islam. Namun
sedikit bantuan yang diharapkan tidak turun-turun. Hal ini
semakin membuat mereka terisolasi dan semakin lama
menanggung beban penderitaan. Umat Islam di Andalusia
diberikan tiga pilihan oleh kerajaan Kristen: Masuk Kristen,
Keluar dari Andalusia, atau dibunuh Jumlah mereka yang
94
dibunuh mencapai puluhan ribu jiwa. Sebagian mereka ada yang
murtad atau pura-pura murtad. Mereka yang murtad selalu
diawasi oleh intelejen Kerajaan Kristen pada saat itu. Jika
terbukti masih beragama Islam maka akan ditangkap dan
dihukum. Apalagi mereka yang merencanakan pemberontakan
tidak tanggung-tanggung akan dihukum mati. Digantung dan
dikuliti kemudian di arak keliling kota sebagaimana yang terjadi
pada diri mujahidin pada saat itu.
Ketika membaca kalimat demi kalimat yang penuh dengan
kepiluan dan kesedihan penulis heran, jika saat itu sedikit sekali
bantuan yang dapat umat Islam Andalusia terima. Bahkan,
kerajaan Islam Maroko yang notabenya saat itu bersebelahan
dengan umat Islam Andalusia.
Jadi dapat penulis simpulkan bahwa pada Kerajaan Islam
Maroko sebagai tetangga terdekat Andalusia, beliau Raja
Maroko ingin mencari jalan aman. Jika wilayah Maroko terlalu
jauh terlibat dalam konflik yang terjadi di Andalusia, kekuasaan
mereka akan terancam. Kerajaan Kristen akan menyerang
mereka atau melakukan praktek adu domba sesama anggota
keluarga kerajaan seperti yang terjadi di Andalusia. Intinya,
kerajaan Kristen akan berupaya mempersulit keadaan kerajaan
Islam Maroko. Akhirnya mereka mengambil jarak terhadap
umat Islam di Andalusia (Mujahid, 2014 diakses pada hari
95
Selasa, 8 Desember 2015 pukul 11.32 WIB dalam Online:
http://kisahmuslim.com).
Kenyataan pahit tersebut diderita oleh pemimpin negara-
negara Islam pada saat itu. Mereka tidak berani memberikan
bantuan secara penuh, terutama militer, kepada umat Islam yang
tertindas seperti di Palestina, Suriah, Afghanistan, Irak, dan
Mindanao. Mereka lebih memilih mengamankan kekuasaan
mereka. Memang sejarah telah mencatatkan para pemimpin
yang membantu para mujahidin nasibnya sering berakhir tragis,
seperti yang dialami Raja Faishal dari Arab Saudi dan Jenderal
Zia Ul Haq dari Pakistan. Saat itu merupakan resiko
perjuangan, jika tidak ada pengorbanan maka tidak akan ada
kemenangan. Para mujahid sudah pasti siap dengan kematian
yang dapat menjadi jalan kemenangan bagi mereka yang syahid.
c. Memudarnya Peran Ulama
Pada abad ke-8 M umat Islam dibebaskan oleh Panglima
Thariq bin Ziyad, Spanyol berangsur-angsur tumbuh menjadi
negeri yang makmur. Pasukan Islam tidak saja berhenti di
Spanyol namun terus melakukan pembebasan di negeri-negeri
sekitar Spanyol. Terlihat dari sikap para penguasa Islam yang
sangat baik dan rendah hati banyak orang-orang Spanyol yang
kemudian dengan tulus memeluk Islam. Muslim Spanyol bukan
saja beragama Islam, muslim Spanyol bersungguh-sungguh
mempraktikkan kehidupan secara Islami. Tidak saja membaca
96
Al-Qur‟an, namun bertingkah-laku berdasarkan Al-Qur‟an.
Mereka selalu berkata tidak untuk musik, bir, pergaulan bebas,
dan segala hal yang dilarang Islam. Keadaan tenteram seperti itu
berlangsung hampir enam abad lamanya (Muslim, 2016:12).
Kaum kafir yang berada di sekeliling Spanyol tanpa kenal
lelah terus berupaya membersihkan Islam dari Spanyol, namun
selalu gagal. Maka dikirim sejumlah mata-mata untuk
mempelajari kelemahan umat Islam Spanyol. Akhirnya mereka
menemukan cara untuk menaklukkan Islam, pertama-tama
melemahkan iman mereka melalui jalan serangan pemikiran dan
budaya. Maka mulai saat itu secara diam-diam mereka
mengirimkan alkohol dan rokok secara gratis ke dalam wilayah
Spanyol. Musik diperdengarkan untuk membujuk kaum
mudanya agar lebih suka bernyanyi dan menari daripada
membaca Al Qur‟an. Kaum Kristen juga mengirimkan sejumlah
ulama palsu untuk menjadikan perpecahan ke dalam tubuh umat
Islam Spanyol. Lama-kelamaan upaya ini membuahkan hasil
yang pada akhirnya kekuasaan Islam berakhir banyak masyarat
muslim yang menjadi korban atas kekerasan pemerintah. Pada
saat itu ketika terjadi masa keruntuhan tidak ada satupun
masyarakat muslim yang mampu melawan para penguasa.
Penderitaan tersebut sangat dirasakan pada kalangan bawah,
ketika kejadian itu tidak ada satupun dari kalangan ulama yang
ikut serta membantu dalam kekejaman pemerintahan Kristen.
97
Jadi, dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa
para ulama tidak memiliki peran penting dalam menangani
kondisi masyarakat, karena ulama tidak terlibat dalam kegiatan
politik dan sosial. Sehingga kehidupan keagamaan masyarakat
tidak terkontrol.