SEJARAH PERADABAN ISLAM

30
TUGAS MANDIRI DOSEN PENGASUH Sejarah Peradaban Islam Akhmad Syaikhu, S.Ag, SS. PERADABAN ISLAM Oleh: SADDAM MUKHSIN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI FAKULTAS SYARIAH 1

description

SEJARAH ISLAM DARI MULAI DINASTI

Transcript of SEJARAH PERADABAN ISLAM

Page 1: SEJARAH PERADABAN ISLAM

TUGAS MANDIRI DOSEN PENGASUHSejarah Peradaban Islam Akhmad Syaikhu, S.Ag, SS.

PERADABAN ISLAM

Oleh:

SADDAM MUKHSIN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARIFAKULTAS SYARIAH

JURUSAN EKONOMI ISLAMBANJARMASIN

2009

1

Page 2: SEJARAH PERADABAN ISLAM

PENDAHULUAN

Istilah “peradaban Islam” merupakan terjemahan dari kata Arab, yaitu al-Hadharah al-

Islamiyyah. Istilah Arab ini sering juga diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan

“kebudayaan Islam”. Padahal, istilah kebudayaan dalam bahasa arab adalah al-Tsaqafah. Di

Indonesia, sebagaimana juga di Arab dan Barat, masih banyak orang yang mensinonimkan

dua kata : “kebudayaan” (Arab/al-tsaqafah dan culture/Inggris) dengan “peradaban”

(civilization/Inggris dan al-hadharah/Arab) sebagai istilah baku kebudayaan. Dalam

perkembangan ilmu antropologi sekarang, kedua istilah itu dibedakan. Kebudayaan adalah

bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat. Sedangkan, manifestasi-

manifestasi kemajuan tekhnis dan teknologis lebih berkaitan dengan peradaban. Kalau

kebudayaan lebih banyak di reflesikan dalam seni, sastra, religi (agama) dan moral, maka

peradaban terefleksi dalam politik, ekonomi dan teknologi.

Menurut Koentjoroningrat, kebudayaan paling tidak mempunyai tiga wujud,

(1) wujud ideal, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai,

norma-norma, peraturan dan sebagainya,

(2) wujud kelakuan, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan

berpola dari manusia dalam masyarakat, dan

(3) wujud benda, yaitu wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya.

Peradaban dalam Islam, dapat ditelusuri dari sejarah kehidupan Rasulullah, para

sahabat (Khulafaur Rasyidin),dan sejarah kekhalifahan Islam sampai kehidupan umat Islam

sekarang. Islam yang di wahyukan kepada Nabi Muhammad saw telah membawa bangsa arab

yang semula terbelakang, bodoh, tidak terkenal, dan di abaikan oleh bangsa-bangsa lain,

menjadi bangsa yang maju. Bahkan kemajuan Barat pada mulanya bersumber pada peradaban

islam yang masuk ke eropa melalui spanyol. Islam memang berbeda dari agama-agama lain,

sebagaimana pernah diungkapkan oleh H.A.R. Gibb dalam bukunya Whither Islam kemudian

dikutip M.Natsir, bahwa, “Islam is andeed much more than a system of theology, it is a

complete civilization” (Islam sesungguhnya lebih dari sekedar sebuah agama, ia adalah suatu

peradaban yang sempurna). Landasan “peradaban islam” adalah “kebudayaan islam”

2

Page 3: SEJARAH PERADABAN ISLAM

terutama wujud idealnya, sementara landasan “kebudayaan islam” adalah agama. Jadi, dalam

islam, tidak seperti pada masyarakat yang menganut agama “bumi” (nonsamawi), agama

bukanlah kebudayaan tetapi dapat melahirkan kebudayaan. Kalau kebudayaan merupakan

hasil cipta, rasa dan karsa manusia, maka agama Islam adalah wahyu dari tuhan.

Maju mundurnya peradaban islam tergantung dari sejauh mana dinamika umat islam

itu sendiri. Dalam sejarah islam tercatat, bahwa salah satu dinamika umat islam itu dicirikan

oleh kehadiran kerajaan-kerajaan islam diantaranya Umayah dan Abbasiyah, Umayah dan

Abbasiyah memiliki peradaban yang tinggi, diantaranya memunculkan ilmuwan-ilmuwan

dan para pemikir muslim.

Dalam diskusi kali ini, saya akan membahas peradaban islam pada masa Dinasti

Abbasiyah dengan topik bahasan diantaranya, latarbelakang berdirinya kekhalifahan

Abbasiyah, kemajuan dan kemunduran pada masa ini, baik dari aspek ekonomi, politik, dan

sosial.1

A. Sejarah Peradaban Islam Pada Zaman Dinasti Abbasiyah di Bagdad

Latar Belakang Berdirinya Abbasiyah (750-847 M – 132-232 H)

Awal kekuasaan Dinasti Bani Abbas ditandai dengan pembangkangan yang dilakukan oleh

Dinasti Umayah di Andalusia (Spanyol). Di satu sisi, Abd al-Rahman al-Dakhil bergelar amir

(jabatan kepala wilayah ketika itu); sedangkan disisi yang lain, ia tidak tunduk kepada

khalifah yang ada di Baghdad. Pembangkangan Abd al-Rahman al-Dakhil terhadap Bani

Abbas mirip dengan pembangkangan yang dilakukan oleh muawiyah terhadap Ali Ibn Abi

Thalib. Dari segi durasi, kekuasaan Dinasti Bani Abbas termasuk lama, yaitu sekitar lima

abad.

Abu al-Abbas al-Safah (750-754 M) adalah pendiri dinasti Bani Abbas. Akan tetapi karena

kekuasaannya sangat singkat, Abu ja’far al-Manshur (754-775 M) yang banyak berjasa dalam

membangun pemerintahan dinasti Bani Abbas.2

Pada tahun 762 M, Abu ja’far al-Manshur memindahkan ibukota dari Damaskus ke

Hasyimiyah, kemudian dipindahkan lagi ke Baghdad dekat dengan Ctesiphon, bekas ibukota

1 Abul a ‘la Al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan : Evaluasi Kritis Atas Sejarah Pemerintahan Islam,

(Bandung, Mizan, 1998). Hlmn. 23-24.

2 Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran (Bandung, Mizan,1995).hlmn. 54-55.

3

Page 4: SEJARAH PERADABAN ISLAM

Persia. Oleh karena itu, ibukota pemerintahan Dinasti Bani Abbas berada di tengah-tengah

bangsa Persia.

Abu ja’far al-Manshur sebagai pendiri muawiyah setelah Abu Abbas al-Saffah, digambarkan

sebagai orang yang kuat dan tegas, ditangannyalah Abbasiyah mempunyai pengaruh yang

kuat. Pada masa pemerintahannya Baghdad sangatlah disegani oleh kekuasaan Byzantium.3

Kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah, melanjutkan kekuasaan

dinasti Umayah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini

adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad saw. Kekuasaannya berlangsung dalam

rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d 656 H (1258 M).

Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai

dengan perubahan politik, social dan budaya. Berdasarkan pola pemerintahan dan pola politik

itu para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode :4

1. Periode Pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.

2. Periode Kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M), disebut masa pengaruh Turki pertama.

3. Periode Ketiga (334 H/945 M – 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam

pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.

4. Periode Keempat (447 H/1055 M – 590 H/1194 M), masa kekuasaan dinasti Bani sejak

dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah, biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki

kedua.

5. Periode Kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh

dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif disekitar kota Baghdad.

Kemajuan Dinasti Bani Abbas setiap dinasti atau rezim mengalami fase-fase yang

dikenal dengan fase pendirian, fase pembangunan dan kemajuan, fase kemunduran dan

kehancuran. Akan tetapi durasi dari masing-masing fase itu berbeda-beda karena bergantung

pada kemampuan penyelenggara pemerintahan yang bersangkutan. Pada masa pemerintahan,

3 Abul a ‘la Al-Maududi, Op. Cit., hlmn. 44.4 Badri Yatim, Dr., MA., Sejarah Peradaban Islam : Dirasah Islamiyah II, (Jakarta : PT. Grafindo

Persada, 2006). Hlmn. 123.

4

Page 5: SEJARAH PERADABAN ISLAM

masing-masing memiliki berbagai kemajuan dari beberapa bidang, diantaranya bidang

politik, bidang ekonomi, bidang sosial. Pada masing-masing bidang memiliki kelebihan dan

kekurangan.5

1. Bidang Politik

Walaupun demikian, dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang

mengganggu stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-

gerakan ini seperti sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas, revolusi al-

khawarij di Afrika utara, gerakan zindik di Persia, gerakan Syi’ah dan konflik antar bangsa

serta aliran pemikiran keagamaan, semuanya dapat dipadamkan.

2. Bidang Ekonomi

Pada masa al-Mahdi perekonomian mulai nmeningkat dengan peningkatan di sector

pertanian, melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga

dan besi. Terkecuali itu dagang transit antara timur dan barat juga banyak membawa

kekayaan. Bahsrah menjadi pelabuhan yang penting.

3. Bidang Sosial

Popularitas daulat Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Al-

Rasyid (786-809 M) dan puteranya Al-Ma’mun (813-833 M). kekayaan yang banyak di

manfaatkan Harun Al-Rasyid untuk keperluan social. Rumah sakit, lembaga pendidikan,

dokter, dan farmasi didirikan. Pada masanya sudah terdapat paling tidak 800 orang dokter.

Disamping itu pemandian-pemandian juga dibangun. Tingkat kemakmuran yang paling tinggi

terwujud pada zaman khalifah ini, kesejahteraan social, kesehatan, pendidikan, ilmu

pengetahuan dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasannya.6

5 Ira M Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam,(Jakarta : Rajawali Pers 1999). Hlmn. 31.

6 Badri Yatim, Op. Cit., hlmn. 49.,

5

Page 6: SEJARAH PERADABAN ISLAM

Pemerintahan bani Umayah adalah pemerintahan yang memiliki wibawa yang besar

sekali, meliputi wilayah yang amat luas, mulai dari negeri sind dan berakhir di negeri

Spanyol. Ia demikian kuatnya sehingga apabila seseorang menyaksikannya, pasti akan

berpendapat bahwa usaha mengguncangkannya adalah sesuatu yang tidak mudah bagi

siapapun. Namun jalan yang ditempuh oleh pemerintahan Bani Umayyah, meskipun ia

dipatuhi oleh sejumlah besar manusia yang takluk kepada kekuasaannya, tidak sedikitpun

memperoleh penghargaan dan simpati dalam hati mereka. Itulah sebabnya belum sampai

berlalu satu abad dari kekuasaan mereka, kaum Bani Abbas berhasil menggulingkan

singgasananya dan mencampakannya dengan mudah sekali. Dan ketika singgasana itu

terjatuh, demikian pula para rajanya, tidak seorangpun yang meneteskan air mata menangisi

mereka.

Adapun penyebab keberhasilan kaum penganjur berdirinya Khilafah Bani Abbas ialah

karena mereka berhasil menyadarkan kaum muslimin pada umumnya, bahwa Bani Abbas

adalah keluarga yang paling dekat kepada Nabi saw, dan bahwasanya mereka akan

mengamalkan al-Qur’an dan Sunnah rasul dan menegakkan syari’at Allah.7

Kalau dasar-dasar pemerintahan daulat Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu

al Abbas dan Abu ja’far Al-Manshur, maka puncak keemasan dari dinasti ini berada pada

tujuh khalifah sesudahnya, yaitu al-Mahdi (775-785 M), al-Hadi (775-786 M), Harun al-

Rasyid (786-809 M), al-Ma’mun (813-833 M), al-Mu’tashim (833-842 M), al-Wasiq (842-

847 M), dan al-Mutawakkil (847-861 M).

Kalifah Harun al-Rasyid dikenal sebagai khalifah yang mencintai seni dan ilmu. Ia

banyak meluangkan waktunya untuk berdiskusi dengan kalangan ilmuwan dan mempunyai

apresiasi yang tinggi terhadap seni.

Al-Rasyid mengembangkan satu akademi Gundishapur yang didirikan oleh Anushirvan pada

tahun 555 M. pada masa pemerintahannya lembaga tersebut dijadikan sebagai pusat

pengembangan dan penerjemahan bidang ilmu kedokteran, obat dan falsafah.

Dari gambaran diatas terlihat bahwa, Dinasti Bani Abbas pada periode pertama lebih

7 Jaih Mubarok, Dr., M.Ag., Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraisyi, Cet. 1, 2004).

Hlmn. 235-236.

6

Page 7: SEJARAH PERADABAN ISLAM

menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah.

disinilah perbedaan pokok antara Bani Abbas dan Bani Umayyah.

Kehancuran Dinasti Bani Abbas Berakhirnya kekuasaan dinasti Seljuk atas Baghdad

atau khalifah Abbsiyah merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, khalifah

Abbasiyah tidak lagi berada dibawah kekuasaan suatu dinasti tertentu, walaupun banyak

sekali Dinasti islam berdiri. Ada diantaranya dinasti yang cukup besar, namun yang

terbanyak adalah dinasti kecil. Para khalifah Abbasiyah, sudah merdeka dan berkuasa

kembali, tetapi hanya di Baghdad sekitarnya. Wilayah kekuasaan khalifah yang sempit ini

menunjukan kelemahan politiknya. Pada masa inilah tentara Mongol dan tatar menyerang

Baghdad. Baghdad dapat direbut dan dihancurluluhkan tanpa perlawanan yang berarti.

Kehancuran Baghdad akibat serangan tentara Mongol ini adalah awal babak baru dalam

sejarah islam, yang disebut masa pertengahan.

Sebagaimana dalam periodisasi khalifah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak

periode kedua, namun demikian factor-faktor penyebab kemunduran itu tidak dating secara

tiba-tiba, benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya khalifah pada saat

periode ini sangat kuat, benih-benih ini tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan

Bani Abbas terlihat bahwa apabila kalifah kuat, para mentri cenderung berperan sebagai

pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.

Disamping kelemahan khalifah, banyak factor yang menyebabkan khalifah Abbasiyah

menjadi mundur, masing-masing factor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa

diantaranya adalah sebagai berikut :8

1. Persaingan Antarbangsa

Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang

Persia. Persekutuan dilatarbelakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa

Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-saama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyyah

8 John L. Esposito (ed), The Oxpord History of Islam, (New York, Oxpord University Press 1999).

Hlmn. 210-211

7

Page 8: SEJARAH PERADABAN ISLAM

berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Menurut Stryzewska,11

ada dua sebab dinasti Bani Abbas memilih orang-orang Persia daripada orang-orang Arab.

Pertama, sulit bagi orang-orang Arab untuk melupakan Bani Umayyah. Pada masa itu mereka

merupakan warga kelas satu. Kedua, orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya

Ashabiyyah kesukuan. Dengan demikian, khilafah Abbasiyyah tidak ditegakkan di atas

`ashabiyyah tradisional.

Meskipun demikian, orang-orang Persia tidak merasa puas. Mereka menginginkan

sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara itu, bangsa Arab

beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah darah (ras) istimewa dan

mereka menganggap rendah bangsa non-Arab di dunia Islam.

Selain itu, wilayah kekuasaan Abbasiyyah pada periode pertama sangat luas, meliputi

berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia, Turki dan India.

Mereka disatukan dengan bangsa Semit. Kecuali Islam, pada waktu itu tidak ada kesadaran

yang merajut elemen-elemen yang bermacam-macam tersebut dengan kuat.12 Akibatnya,

disamping Fanatisme kearaban, muncul juga fanatisme bangsa-bangsa lain yang melahirkan

gerakan syu`ubiyah.

Kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah

dirasakan sejak awal khalifah Abbasiyyah berdiri. Akan tetapi, karena para khalifah adalah

orang-orang kuat yang mampu menjaga keseimbangan kekuatan, stabilitas politik dapat

terjaga. Setelah Al-Mutawakkil, seorang khlaifah yang lemah, naik tahta, dominasi tentara

turki tak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan Bani Abbas sebenarnya telah berakhir.

Kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani

Buwaih, bangsa Persia pada periode ketiga dan selanjutnya beralih kepada dinasti Saljuk

pada periode keempat.9

2. Kemerosotan Ekonomi

Khalifah Abbasiyyah juga mengalami kemunduran dibidang ekonomi bersamaan

dengan kemunduran di bidang politik. Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas

merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga 9 Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan, (Gramedia, Jakarta,1985). Hlmn. 233

8

Page 9: SEJARAH PERADABAN ISLAM

Bait al-Mal penuh dengan harta. Pertambahan dana yang besar diperoleh dari al-Kharaj,

semacam pajak hasil bumi.

Setelah khilafah memasuki periode kemunduran, pendapatan Negara menurun,

sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan Negara itu

disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang

mengganggu perekonomian rakyat, diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil

yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluaran

membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semakin

mewah, jenis pengeluaran makin beragam, dan para pejabat melakukan korupsi.

3. Konflik Keagamaan

Fanatisme keagamaan berkaitan erat dengan persoalan kebangsaan. Karena cita-cita

orang Persia tidak sepenuhnya tercapai, kekecewaan mendorong sebagian mereka

mempropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme. Gerakan ini dikenal

dengan gerakan Zindiq yang menyebabkan menurut para khalifah dan orang-orang yang

beriman harus diberantas, sehingga menyebabkan konflik diantara keduanya, mulai polemik

tentang ajaran hingga berlanjut kepada konflik bersenjata yang menumpahkan darah dari

kedua belah pihak.

Pada saat gerakan ini mulai tersudut, pendukungnya banyak berlindung dibalik ajaran

Syi`ah, sehingga banyak aliran syi`ah yang dipandang ghulat (ekstrem) dan dianggap

menyimpang oleh penganut Syi`ah sendiri. Aliran Syi`ah memang dikenal sebagai aliran

politik dalam Islam yang berhadapan dengan faham Ahlus sunnah wal Jama`ah.

Konflik yang dilatarbelakangi agama tidak terbatas pada konflik antara muslim dan

zindik atau ahlussunnah dengan syi`ah saja, tetapi juga antaraliran dalam Islam. Mu`tazilah

yang cenderung rasional dituduh sebagai pembuat bidah oleh golongan salaf.

Berkenaan dengan konflik keagamaan itu, Syed Ameer Ali mengatakan: “Agama

Muhammad Saw. seperti juga Agama Isa as., terkeping-keping oleh perpecahan dan

perselisihan dari dalam. Perbedaan pendapat mengenai soal-soal abstrak yang tidak mungkin

ada kepastiannya dalam suatu kehidupan yang mempunyai akhir, selalu menimbulkan

9

Page 10: SEJARAH PERADABAN ISLAM

kepahitan yang lebih besar dan permusuhan yang lebih sengit dari perbedaan-perbedaan

mengenai hal-hal yang masih dalam lingkungan pengetahuan manusia…soal kehendak bebas

manusia …telah menyebabkan kekacauan yang rumit dalam Islam…pendapat bahwa rakyat

dan kepala agama mustahil berbuat salah mustahil berbuat salah…menjadi sebab binasanya

jiwa-jiwa berharga”.10

4. Ancaman dari luar

Apa yang disebutkan di atas adalah factor-faktor internal. Disamping itu, ada pula

factor-faktor eksternal yang menyebabkan khalifah Abbasiyah lemah dan akhirnya hancur.

Pertama, perang salib yang berlangsung beberapa gelombang atau periode dan menelan

banyak korban. Kedua, serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam.

Sebagaimana telah disebutkan, orang-orang Kristen Eropa terpanggil untuk ikut

berperang setelah Paus Urbanus II (1088-1099 M) mengeluarkan fatwanya. Perang Salib itu

juga membakar semangat perlawanan orang-orang Kristen yang berada di wilayah kekuasaan

Islam. Namun, di antara komunitas-komunitas Kristen Timur, hanya Armenia dan Maronit

Lebanon yang tertarik dengan dengan Perang Salib dan melibatkan diri dalam tentara Salib

itu.

Pengaruh Salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol. Disebutkan bahwa

Hulagu Khan, panglima tentara Mongol, sangat membenci Islam karena ia banyak

dipengaruhi oleh orang-orang Budha dan Kristen Nestorian. Gereja-gereja Kristen berasosiasi

dengan orang-orang Mongol yang anti-Islam itu dan diperkeras di kantong-kantong ahl al-

kitab. Tentara Mongol, setelah menghancurleburkan pusat-pusat Islam, ikut memperbaiki

yerussalem.

Berbagai faktor yang telah menyokong tegaknya imperium Abbasiyah, yakni

kalangan elite imperium dan bentuk-bentuk kulturnya, sekaligus juga menyokong kehancuran

dan transformasi imperium tersebut. Bahkan kemerosotan Abbasiyah telah berlangsung disaat

berlangsung konsolidasi. Ketika rezim ini sedang memperkuat militernya dan institusi

pemerintahan, dan sedang mendorong sebuah kemajuan ekonomi dan kultur, terjadi beberapa

peristiwa yang pada akhirnya mengharubirukan nasib imperium Abbasiyah.

10 Ibid, hlmn.234-235.

10

Page 11: SEJARAH PERADABAN ISLAM

Semenjak awal pemerintahan Harun al-Rasyid (786-809) problem suksesi menjadi

sangat kritis. Harun telah mewasiatkan tahta kekhalifahan kepada putra mertuanya, al-Amin,

dan kepada putranya yang lebih muda yang bernama al-Makmun, seorang gubernur Khurasan

dan orang yang berhak menjabat tahta khilafah sepeninggal kakaknya. Setelah kematian

Harun, al-Amin berusaha mengkhianati hak adiknya dan menunjuk anak laki-lakinya sebagai

penggantinya kelak. Akibatnya pecahlah perang sipil. Al-amin didukung oleh militer

Abbasiyah di Baghdad, sementara al-Makmun harus berjuang untuk memerdekakan

Khurasan dalam rangka untuk mendapatkan dukungan dari pasukan perang Khurasan. Al-

makmun berhasil mengalahkan saudara tuanya, al-Amin , dan mengklaim khilafah pada

tahun 813. Namun peperangan sengit tersebut tidak hanya melemahkan kekuatan militer

Abbasiyah melainkan juga melemahkan warga iraq dan sejumlah propinsi lainnya.Al-

Makmun berusaha menghadapi musuh-musuhnya dan sejumlah warga yang tidak mau

berdamai dengan sebuah kebijakan ganda. Satu sisi kebijakan tersebut bertujuan untuk

mempertahankan legitimasi kekhilafan dengan menguasai seluruh urusan keagamaan.

Kebijakan ini, sebagaimana yang telah kita lihat, tidak membawa hasil dan gagal. Kebijakan

ini justru menghilangkan dukungan masyarakat umum terhadap sang khalifah.Al-Makmun

juga mengambil sebuah kebijakan politik, untuk menguasai kekhilafahan secara mutlak, al-

Makmun menggantungkan dukungan seorang panglima khurasan, yang bernama Thahir,

yang diberikan imbalan sebagai gubernur khurasan (820-822) dan menjadi jenderal militer

Abbasiyah diseluruh imperium dan disertai janji bahwa jabatan-jabatan tersebut dapat

diwariskan kepada keturunannya, selain mendatangkan manfaat yang bersifat sementara

konsesi atas sebuah jabatan gubernur yang dapat diwariskan menggagalkan tujuan Abbasiyah

untuk menyatukan sebuah wilayah propinsi besar menjadi sebuah system pemerintahan

politik yang memusat ditangan pemerintahan pusat. Upaya untuk menyatukan kalangan elit

dibawah arahan khalifah tidak akan terwujud dan sebagai gantinya imperium dikuasai oleh

sebuah persekutuan khalifah dengan kuasa gubernuran besar.11

B. Islam Masuk ke Nusantara Saat Rasulullah SAW Masih Hidup

Islam masuk ke Nusantara dibawa para pedagang dari Gujarat, India, di abad ke 14

Masehi. Teori masuknya Islam ke Nusantara dari Gujarat ini disebut juga sebagai Teori

11 M.Natsir, Capita Selecta, NV Penerbitan W. van Hoeve, tanpa tahun. Hlmn. 12.

11

Page 12: SEJARAH PERADABAN ISLAM

Gujarat. Demikian menurut buku-buku sejarah yang sampai sekarang masih menjadi buku

pegangan bagi para pelajar kita, dari tingkat sekolah dasar hingga lanjutan atas, bahkan di

beberapa perguruan tinggi.

Namun, tahukah Anda bahwa Teori Gujarat ini berasal dari seorang orientalis asal

Belanda yang seluruh hidupnya didedikasikan untuk menghancurkan Islam? Orientalis ini

bernama Snouck Hurgronje, yang demi mencapai tujuannya, ia mempelajari bahasa Arab

dengan sangat giat, mengaku sebagai seorang Muslim, dan bahkan mengawini seorang

Muslimah, anak seorang tokoh di zamannya.

Menurut sejumlah pakar sejarah dan juga arkeolog, jauh sebelum Nabi Muhammad

SAW menerima wahyu, telah terjadi kontak dagang antara para pedagang Cina, Nusantara,

dan Arab. Jalur perdagangan selatan ini sudah ramai saat itu.

Mengutip buku Gerilya Salib di Serambi Makkah (Rizki Ridyasmara, Pustaka

Alkautsar, 2006) yang banyak memaparkan bukti-bukti sejarah soal masuknya Islam di

Nusantara, Peter Bellwood, Reader in Archaeology di Australia National University, telah

melakukan banyak penelitian arkeologis di Polynesia dan Asia Tenggara.12

Bellwood menemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa sebelum abad kelima

masehi, yang berarti Nabi Muhammad SAW belum lahir, beberapa jalur perdagangan utama

telah berkembang menghubungkan kepulauan Nusantara dengan Cina. Temuan beberapa

tembikar Cina serta benda-benda perunggu dari zaman Dinasti Han dan zaman-zaman

sesudahnya di selatan Sumatera dan di Jawa Timur membuktikan hal ini.

Dalam catatan kakinya Bellwood menulis, “Museum Nasional di Jakarta memiliki

beberapa bejana keramik dari beberapa situs di Sumatera Utara. Selain itu, banyak barang

perunggu Cina, yang beberapa di antaranya mungkin bertarikh akhir masa Dinasti Zhou

(sebelum 221 SM), berada dalam koleksi pribadi di London. Benda-benda ini dilaporkan

berasal dari kuburan di Lumajang, Jawa Timur, yang sudah sering dijarah…” Bellwood

dengan ini hendak menyatakan bahwa sebelum tahun 221 SM, para pedagang pribumi

diketahui telah melakukan hubungan dagang dengan para pedagang dari Cina.

Masih menurutnya, perdagangan pada zaman itu di Nusantara dilakukan antar sesama

pedagang, tanpa ikut campurnya kerajaan, jika yang dimaksudkan kerajaan adalah

12 W. Montgomery Watt, Politik Islam dalam Lintasan Sejarah (Jakarta : P3M, 1988). Hlmn. 67-68.

12

Page 13: SEJARAH PERADABAN ISLAM

pemerintahan dengan raja dan memiliki wilayah yang luas. Sebab kerajaan Budha Sriwijaya

yang berpusat di selatan Sumatera baru didirikan pada tahun 607 Masehi (Wolters 1967; Hall

1967, 1985). Tapi bisa saja terjadi, “kerajaan-kerajaan kecil” yang tersebar di beberapa

pesisir pantai sudah berdiri, walau yang terakhir ini tidak dijumpai catatannya.

Di Jawa, masa sebelum masehi juga tidak ada catatan tertulisnya. Pangeran Aji Saka

sendiri baru “diketahui” memulai sistem penulisan huruf Jawi kuno berdasarkan pada tipologi

huruf Hindustan pada masa antara 0 sampai 100 Masehi. Dalam periode ini di Kalimantan

telah berdiri Kerajaan Hindu Kutai dan Kerajaan Langasuka di Kedah, Malaya.

Tarumanegara di Jawa Barat baru berdiri tahun 400-an Masehi. Di Sumatera, agama Budha

baru menyebar pada tahun 425 Masehi dan mencapai kejayaan pada masa Kerajaan

Sriwijaya.13

Temuan G. R Tibbets

Adanya jalur perdagangan utama dari Nusantara—terutama Sumatera dan Jawa—

dengan Cina juga diakui oleh sejarahwan G. R. Tibbetts. Bahkan Tibbetts-lah orang yang

dengan tekun meneliti hubungan perniagaan yang terjadi antara para pedagang dari Jazirah

Arab dengan para pedagang dari wilayah Asia Tenggara pada zaman pra Islam. Tibbetts

menemukan bukti-bukti adanya kontak dagang antara negeri Arab dengan Nusantara saat itu.

“Keadaan ini terjadi karena kepulauan Nusantara telah menjadi tempat persinggahan

kapal-kapal pedagang Arab yang berlayar ke negeri Cina sejak abad kelima Masehi, ” tulis

Tibbets. Jadi peta perdagangan saat itu terutama di selatan adalah Arab-Nusantara-China.

Sebuah dokumen kuno asal Tiongkok juga menyebutkan bahwa menjelang

seperempat tahun 700 M atau sekitar tahun 625 M—hanya berbeda 15 tahun setelah

Rasulullah menerima wahyu pertama atau sembilan setengah tahun setelah Rasulullah

berdakwah terang-terangan kepada bangsa Arab—di sebuah pesisir pantai Sumatera sudah

ditemukan sebuah perkampungan Arab Muslim yang masih berada dalam kekuasaan wilayah

Kerajaan Budha Sriwijaya.

Di perkampungan-perkampungan ini, orang-orang Arab bermukim dan telah melakukan

asimilasi dengan penduduk pribumi dengan jalan menikahi perempuan-perempuan lokal

secara damai. Mereka sudah beranak–pinak di sana. Dari perkampungan-perkampungan ini

mulai didirikan tempat-tempat pengajian al-Qur’an dan pengajaran tentang Islam sebagai

13 Ibid, hlmn.70-71.

13

Page 14: SEJARAH PERADABAN ISLAM

cikal bakal madrasah dan pesantren, umumnya juga merupakan tempat beribadah (masjid).

Temuan ini diperkuat Prof. Dr. HAMKA yang menyebut bahwa seorang pencatat

sejarah Tiongkok yang mengembara pada tahun 674 M telah menemukan satu kelompok

bangsa Arab yang membuat kampung dan berdiam di pesisir Barat Sumatera. Ini sebabnya,

HAMKA menulis bahwa penemuan tersebut telah mengubah pandangan orang tentang

sejarah masuknya agama Islam di Tanah Air. HAMKA juga menambahkan bahwa temuan ini

telah diyakini kebenarannya oleh para pencatat sejarah dunia Islam di Princetown University

di Amerika.14

Pembalseman Firaun Ramses II Pakai Kapur Barus Dari Nusantara.

Dari berbagai literatur, diyakini bahwa kampung Islam di daerah pesisir Barat Pulau

Sumatera itu bernama Barus atau yang juga disebut Fansur. Kampung kecil ini merupakan

sebuah kampung kuno yang berada di antara kota Singkil dan Sibolga, sekitar 414 kilometer

selatan Medan. Di zaman Sriwijaya, kota Barus masuk dalam wilayahnya. Namun ketika

Sriwijaya mengalami kemunduran dan digantikan oleh Kerajaan Aceh Darussalam, Barus

pun masuk dalam wilayah Aceh.

Amat mungkin Barus merupakan kota tertua di Indonesia mengingat dari seluruh kota

di Nusantara, hanya Barus yang namanya sudah disebut-sebut sejak awal Masehi oleh

literatur-literatur Arab, India, Tamil, Yunani, Syiria, Armenia, China, dan sebagainya.

Sebuah peta kuno yang dibuat oleh Claudius Ptolomeus, salah seorang Gubernur

Kerajaan Yunani yang berpusat di Aleksandria Mesir, pada abad ke-2 Masehi, juga telah

menyebutkan bahwa di pesisir barat Sumatera terdapat sebuah bandar niaga bernama

Barousai (Barus) yang dikenal menghasilkan wewangian dari kapur barus.

Bahkan dikisahkan pula bahwa kapur barus yang diolah dari kayu kamfer dari kota itu

telah dibawa ke Mesir untuk dipergunakan bagi pembalseman mayat pada zaman kekuasaan

Firaun sejak Ramses II atau sekitar 5. 000 tahun sebelum Masehi!

14 Jaih Mubarok, Op. Cit., hlmn. 125-126.

14

Page 15: SEJARAH PERADABAN ISLAM

Berdasakan buku Nuchbatuddar karya Addimasqi, Barus juga dikenal sebagai daerah awal

masuknya agama Islam di Nusantara sekitar abad ke-7 Masehi. Sebuah makam kuno di

kompleks pemakaman Mahligai, Barus, di batu nisannya tertulis Syekh Rukunuddin wafat

tahun 672 Masehi. Ini memperkuat dugaan bahwa komunitas Muslim di Barus sudah ada

pada era itu.

Sebuah Tim Arkeolog yang berasal dari Ecole Francaise D’extreme-Orient (EFEO)

Perancis yang bekerjasama dengan peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PPAN)

di Lobu Tua-Barus, telah menemukan bahwa pada sekitar abad 9-12 Masehi, Barus telah

menjadi sebuah perkampungan multi-etnis dari berbagai suku bangsa seperti Arab, Aceh,

India, China, Tamil, Jawa, Batak, Minangkabau, Bugis, Bengkulu, dan sebagainya.

Tim tersebut menemukan banyak benda-benda berkualitas tinggi yang usianya sudah

ratusan tahun dan ini menandakan dahulu kala kehidupan di Barus itu sangatlah makmur.

Di Barus dan sekitarnya, banyak pedagang Islam yang terdiri dari orang Arab, Aceh,

dan sebagainya hidup dengan berkecukupan. Mereka memiliki kedudukan baik dan pengaruh

cukup besar di dalam masyarakat maupun pemerintah (Kerajaan Budha Sriwijaya). Bahkan

kemudian ada juga yang ikut berkuasa di sejumlah bandar. Mereka banyak yang bersahabat,

juga berkeluarga dengan raja, adipati, atau pembesar-pembesar Sriwijaya lainnya. Mereka

sering pula menjadi penasehat raja, adipati, atau penguasa setempat. Makin lama makin

banyak pula penduduk setempat yang memeluk Islam. Bahkan ada pula raja, adipati, atau

penguasa setempat yang akhirnya masuk Islam. Tentunya dengan jalan damai.

Sejarahwan T. W. Arnold dalam karyanya “The Preaching of Islam” (1968) juga

menguatkan temuan bahwa agama Islam telah dibawa oleh mubaligh-mubaligh Islam asal

jazirah Arab ke Nusantara sejak awal abad ke-7 M.

Setelah abad ke-7 M, Islam mulai berkembang di kawasan ini, misal, menurut laporan

sejarah negeri Tiongkok bahwa pada tahun 977 M, seorang duta Islam bernama Pu Ali (Abu

Ali) diketahui telah mengunjungi negeri Tiongkok mewakili sebuah negeri di Nusantara (F.

Hirth dan W. W. Rockhill (terj), Chau Ju Kua, His Work On Chinese and Arab Trade in XII

Centuries, St.Petersburg: Paragon Book, 1966, hal. 159).

Bukti lainnya, di daerah Leran, Gresik, Jawa Timur, sebuah batu nisan kepunyaan

seorang Muslimah bernama Fatimah binti Maimun bertanggal tahun 1082 telah ditemukan.

Penemuan ini membuktikan bahwa Islam telah merambah Jawa Timur di abad ke-11 M (S.

15

Page 16: SEJARAH PERADABAN ISLAM

Q. Fatini, Islam Comes to Malaysia, Singapura: M. S. R.I., 1963, hal. 39).

Dari bukti-bukti di atas, dapat dipastikan bahwa Islam telah masuk ke Nusantara pada masa

Rasulullah masih hidup. Secara ringkas dapat dipaparkan sebagai berikut: Rasululah

menerima wahyu pertama di tahun 610 M, dua setengah tahun kemudian menerima wahyu

kedua (kuartal pertama tahun 613 M), lalu tiga tahun lamanya berdakwah secara diam-diam

—periode Arqam bin Abil Arqam (sampai sekitar kuartal pertama tahun 616 M), setelah itu

baru melakukan dakwah secara terbuka dari Makkah ke seluruh Jazirah Arab.15

Menurut literatur kuno Tiongkok, sekitar tahun 625 M telah ada sebuah

perkampungan Arab Islam di pesisir Sumatera (Barus). Jadi hanya 9 tahun sejak Rasulullah

SAW memproklamirkan dakwah Islam secara terbuka, di pesisir Sumatera sudah terdapat

sebuah perkampungan Islam.

Selaras dengan zamannya, saat itu umat Islam belum memiliki mushaf Al-Qur’an,

karena mushaf Al-Qur’an baru selesai dibukukan pada zaman Khalif Utsman bin Affan pada

tahun 30 H atau 651 M. Naskah Qur’an pertama kali hanya dibuat tujuh buah yang kemudian

oleh Khalif Utsman dikirim ke pusat-pusat kekuasaan kaum Muslimin yang dipandang

penting yakni (1) Makkah, (2) Damaskus, (3) San’a di Yaman, (4) Bahrain, (5) Basrah, (6)

Kuffah, dan (7) yang terakhir dipegang sendiri oleh Khalif Utsman,

Naskah Qur’an yang tujuh itu dibubuhi cap kekhalifahan dan menjadi dasar bagi

semua pihak yang berkeinginan menulis ulang. Naskah-naskah tua dari zaman Khalifah

Utsman bin Affan itu masih bisa dijumpai dan tersimpan pada berbagai museum dunia.

Sebuah di antaranya tersimpan pada Museum di Tashkent, Asia Tengah.

Mengingat bekas-bekas darah pada lembaran-lembaran naskah tua itu maka pihak-

pihak kepurbakalaan memastikan bahwa naskah Qur’an itu merupakan al-Mushaf yang

tengah dibaca Khalif Utsman sewaktu mendadak kaum perusuh di Ibukota menyerbu gedung

kediamannya dan membunuh sang Khalifah.

Perjanjian Versailes (Versailes Treaty), yaitu perjanjian damai yang diikat pihak

Sekutu dengan Jerman pada akhir Perang Dunia I, di dalam pasal 246 mencantumkan sebuah

ketentuan mengenai naskah tua peninggalan Khalifah Ustman bin Affan itu yang berbunyi:

(246) Di dalam tempo enam bulan sesudah Perjanjian sekarang ini memperoleh kekuatannya,

pihak Jerman menyerahkan kepada Yang Mulia Raja Hejaz naskah asli Al-Qur’an dari masa

Khalif Utsman, yang diangkut dari Madinah oleh pembesar-pembesar Turki, dan menurut

15 Philip K. Hitti, History of The Arabs (London : Mac Millan, 1970). Hlmn 54-55.

16

Page 17: SEJARAH PERADABAN ISLAM

keterangan, telah dihadiahkan kepada bekas Kaisar William II (Joesoef Sou’yb, Sejarah

Khulafaur Rasyidin, Bulan Bintang, cet. 1, 1979, hal. 390-391).

Sebab itu, cara berdoa dan beribadah lainnya pada saat itu diyakini berdasarkan

ingatan para pedagang Arab Islam yang juga termasuk para al-Huffadz atau penghapal al-

Qur’an.

Menengok catatan sejarah, pada seperempat abad ke-7 M, kerajaan Budha Sriwijaya

tengah berkuasa atas Sumatera. Untuk bisa mendirikan sebuah perkampungan yang berbeda

dari agama resmi kerajaan—perkampungan Arab Islam—tentu membutuhkan waktu

bertahun-tahun sebelum diizinkan penguasa atau raja. Harus bersosialisasi dengan baik dulu

kepada penguasa, hingga akrab dan dipercaya oleh kalangan kerajaan maupun rakyat sekitar,

menambah populasi Muslim di wilayah yang sama yang berarti para pedagang Arab ini

melakukan pembauran dengan jalan menikahi perempuan-perempuan pribumi dan memiliki

anak, setelah semua syarat itu terpenuhi baru mereka—para pedagang Arab Islam ini—bisa

mendirikan sebuah kampung di mana nilai-nilai Islam bisa hidup di bawah kekuasaan

kerajaan Budha Sriwijaya.

Perjalanan dari Sumatera sampai ke Makkah pada abad itu, dengan mempergunakan

kapal laut dan transit dulu di Tanjung Comorin, India, konon memakan waktu dua setengah

sampai hampir tiga tahun. Jika tahun 625 dikurangi 2, 5 tahun, maka yang didapat adalah

tahun 622 Masehi lebih enam bulan. Untuk melengkapi semua syarat mendirikan sebuah

perkampungan Islam seperti yang telah disinggung di atas, setidaknya memerlukan waktu

selama 5 hingga 10 tahun.

Jika ini yang terjadi, maka sesungguhnya para pedagang Arab yang mula-mula

membawa Islam masuk ke Nusantara adalah orang-orang Arab Islam generasi pertama para

shahabat Rasulullah, segenerasi dengan Ali bin Abi Thalib r. A..

Kenyataan inilah yang membuat sejarawan Ahmad Mansyur Suryanegara sangat

yakin bahwa Islam masuk ke Nusantara pada saat Rasulullah masih hidup di Makkah dan

Madinah. Bahkan Mansyur Suryanegara lebih berani lagi dengan menegaskan bahwa

sebelum Muhammad diangkat menjadi Rasul, saat masih memimpin kabilah dagang

kepunyaan Khadijah ke Syam dan dikenal sebagai seorang pemuda Arab yang berasal dari

keluarga bangsawan Quraisy yang jujur, rendah hati, amanah, kuat, dan cerdas, di sinilah ia

bertemu dengan para pedagang dari Nusantara yang juga telah menjangkau negeri Syam

untuk berniaga.

17

Page 18: SEJARAH PERADABAN ISLAM

“Sebab itu, ketika Muhammad diangkat menjadi Rasul dan mendakwahkan Islam, maka para

pedagang di Nusantara sudah mengenal beliau dengan baik dan dengan cepat dan tangan

terbuka menerima dakwah beliau itu, ” ujar Mansyur yakin.

Dalam literatur kuno asal Tiongkok tersebut, orang-orang Arab disebut sebagai orang-

orang Ta Shih, sedang Amirul Mukminin disebut sebagai Tan mi mo ni’. Disebutkan bahwa

duta Tan mi mo ni’, utusan Khalifah, telah hadir di Nusantara pada tahun 651 Masehi atau 31

Hijriah dan menceritakan bahwa mereka telah mendirikan Daulah Islamiyah dengan telah

tiga kali berganti kepemimpinan. Dengan demikian, duta Muslim itu datang ke Nusantara di

perkampungan Islam di pesisir pantai Sumatera pada saat kepemimpinan Khalifah Utsman

bin Affan (644-656 M). Hanya berselang duapuluh tahun setelah Rasulullah SAW wafat (632

M).

Catatan-catatan kuno itu juga memaparkan bahwa para peziarah Budha dari Cina

sering menumpang kapal-kapal ekspedisi milik orang-orang Arab sejak menjelang abad ke-7

Masehi untuk mengunjungi India dengan singgah di Malaka yang menjadi wilayah kerajaan

Budha Sriwijaya.16

Gujarat Sekadar Tempat Singgah

Jelas, Islam di Nusantara termasuk generasi Islam pertama. Inilah yang oleh banyak

sejarawan dikenal sebagai Teori Makkah. Jadi Islam di Nusantara ini sebenarnya bukan

berasal dari para pedagang India (Gujarat) atau yang dikenal sebagai Teori Gujarat yang

berasal dari Snouck Hurgronje, karena para pedagang yang datang dari India, mereka ini

sebenarnya berasal dari Jazirah Arab, lalu dalam perjalanan melayari lautan menuju Sumatera

(Kutaraja atau Banda Aceh sekarang ini) mereka singgah dulu di India yang daratannya

merupakan sebuah tanjung besar (Tanjung Comorin) yang menjorok ke tengah Samudera

Hindia dan nyaris tepat berada di tengah antara Jazirah Arab dengan Sumatera.

Bukalah atlas Asia Selatan, kita akan bisa memahami mengapa para pedagang dari

Jazirah Arab menjadikan India sebagai tempat transit yang sangat strategis sebelum

meneruskan perjalanan ke Sumatera maupun yang meneruskan ekspedisi ke Kanton di Cina.

Setelah singgah di India beberapa lama, pedagang Arab ini terus berlayar ke Banda Aceh,

16 Ibid, hlmn.56-58.

18

Page 19: SEJARAH PERADABAN ISLAM

Barus, terus menyusuri pesisir Barat Sumatera, atau juga ada yang ke Malaka dan terus ke

berbagai pusat-pusat perdagangan di daerah ini hingga pusat Kerajaan Budha Sriwijaya di

selatan Sumatera (sekitar Palembang), lalu mereka ada pula yang melanjutkan ekspedisi ke

Cina atau Jawa.

Disebabkan letaknya yang sangat strategis, selain Barus, Banda Aceh ini telah dikenal

sejak zaman dahulu. Rute pelayaran perniagaan dari Makkah dan India menuju Malaka,

pertama-tama diyakini bersinggungan dahulu dengan Banda Aceh, baru menyusuri pesisir

barat Sumatera menuju Barus. Dengan demikian, bukan hal yang aneh jika Banda Aceh

inilah yang pertama kali disinari cahaya Islam yang dibawa oleh para pedagang Arab. Sebab

itu, Banda Aceh sampai sekarang dikenal dengan sebutan Serambi Makkah.17

17 Eramuslim.com, Minggu, 16 Desember 2007 @ 04:05:37

19