BAB II - Mar%27atun Nisrina

15
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pneumonia 1. Definisi Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, meskipun beberapa pihak yang sependapat bahwa pneumonia merupakan suatu keadaan inflamasi, namun sangatlah sulit untuk mendefinisikan secara tunggal dan universal. Pneumonia merupakan penyakit klinis, sehingga didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, serta perjalanan  penyakitnya. Salah satu definisi klasik menyatakan bahwa pneumonia merupakan penyakit respiratorik yang ditandai dengan batuk, sesak napas, demam, ronki basah halus, dengan gambaran infiltrat pada foto polos dada (Asih et al , 2006). Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka kematiannya tinggi, tidak saja di negara berkembang tetapi di negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, dan negara-negara Eropa. Terdapat dua juta sampai tiga juta kasus pneumonia pertahun dengan jumlah kematian rata-rata 45.000 orang. Di Indonesia pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskular dan tuberculosis (Misnadiarly, 2008). 2. Gambaran Klinis dan Klasifikasi Gambaran klinis pneumonia bervariasi berdasarkan faktor-faktor infeksi yang berperan pada pasien. Karena itu perlu dibuat klasifikasi  pneumonia. Terdapat berbagai klasifikasi pneumonia, namun yang terbaik adalah klasifikasi klinis yang mengarahkan kepada diagnosis dan terapi secara empiris dengan mempertimbangkan faktor-faktor terjadinya infeksi yaitu faktor lingkungan pasien, keadaan imunitas pasien dan mikroorganisme. Isolasi Identifikasi Dan..., Mar'atun Nisrina, Farmasi UMP, 2015.

Transcript of BAB II - Mar%27atun Nisrina

8/16/2019 BAB II - Mar%27atun Nisrina

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-mar27atun-nisrina 1/15

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.  Pneumonia

1.  Definisi

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru,

meskipun beberapa pihak yang sependapat bahwa pneumonia merupakan

suatu keadaan inflamasi, namun sangatlah sulit untuk mendefinisikan secara

tunggal dan universal. Pneumonia merupakan penyakit klinis, sehingga

didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, serta perjalanan

 penyakitnya. Salah satu definisi klasik menyatakan bahwa pneumonia

merupakan penyakit respiratorik yang ditandai dengan batuk, sesak napas,

demam, ronki basah halus, dengan gambaran infiltrat pada foto polos dada

(Asih et al , 2006). Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena

angka kematiannya tinggi, tidak saja di negara berkembang tetapi di negara

maju seperti Amerika Serikat, Kanada, dan negara-negara Eropa. Terdapat

dua juta sampai tiga juta kasus pneumonia pertahun dengan jumlah kematian

rata-rata 45.000 orang. Di Indonesia pneumonia merupakan penyebab

kematian nomor tiga setelah kardiovaskular dan tuberculosis (Misnadiarly,

2008).

2.  Gambaran Klinis dan Klasifikasi

Gambaran klinis pneumonia bervariasi berdasarkan faktor-faktor

infeksi yang berperan pada pasien. Karena itu perlu dibuat klasifikasi

 pneumonia. Terdapat berbagai klasifikasi pneumonia, namun yang terbaik

adalah klasifikasi klinis yang mengarahkan kepada diagnosis dan terapi secara

empiris dengan mempertimbangkan faktor-faktor terjadinya infeksi yaitu

faktor lingkungan pasien, keadaan imunitas pasien dan mikroorganisme.

Isolasi Identifikasi Dan..., Mar'atun Nisrina, Farmasi UMP, 2015.

8/16/2019 BAB II - Mar%27atun Nisrina

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-mar27atun-nisrina 2/15

5

Klasifikasi bisa berdasarkan kepada 1, 2, atau 3 faktor di atas, atau

mengaitkannya dengan data-data klinis, epidemiologis, dan pemeriksaan

 penunjang.

a.  Klasifikasi tradisional, meninjau ciri radiologis dan gejala klinis. Dibagi

atas :

1)  Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris yang

klasik antara lain berupa gejala awal yang akut dengan gambaran

radiologis berupa opasitas lobus atau lobularis, dan disebabkan oleh

kuman yang tipikal terutama S. pneumoniae,  K. pneumonia, atau  H.

influenzae.

2)  Pneumonia atipikal, ditandai oleh gangguan respirasi yang melambat

dengan tandai oleh adanya gangguan infiltrat paru bagian bilateral.

Biasanya disebabkan oleh organisme atipikal dan termasuk

 Mycoplasma pneumonia, virus,  Legionella pneumophila, Chlamydia

 psittaci  dan Coxiella burnetti. Di Negara barat mikroorganisme

mikoplasma adalah  prototype  penyebab pneumonia atipikal, di

samping menyebabkan penyakit saluran nafas atas dan penyakit di

luar paru antara lain pada kulit, susunan saraf pusat darah jantung dan

sendi-sendi. Mikoplasma menjadi penyebab pada 15-20% pneumonia

 bahkan mencapai 60% pada usia sekolah dan dewasa muda. Dapat

 juga terjadi infeksi pada usia di atas 60 tahun.

Klasifikasi ini praktis tidak digunakan lagi karena didasari bahwa

gambaran klinis radiologis, atau laboratorium dan berbagai pneumonia saling

tumpang tindih dan pada klasifikasi ini tidak tercakup pneumonia yanggambaranya tidak khas.

 b.  Klasifikasi berdasarkan faktor lingkungan dan pejamu tampak pada tabel

di bawah ini :

Isolasi Identifikasi Dan..., Mar'atun Nisrina, Farmasi UMP, 2015.

8/16/2019 BAB II - Mar%27atun Nisrina

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-mar27atun-nisrina 3/15

6

Tabel 1. Klasifikasi pneumonia berdasarkan lingkungan dan pejamu

Tipe klinis Epidemiologi

Pneumonia komunitasPneumonia Nosokomial

Pneumonia rekurens

Pneumonia aspirasi

Pneumonia pada gangguan imun

Sporadik atau endemik, muda atau orang tua.Didahului perawatan di RS

Terdapat dasar penyakit paru kronik

Alkoholik, usia tua

Pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS

Klasifikasi ini adalah yang lazim kini dipakai dan dengan cara ini dapat

diperkirakan etiologi pneumonia secara empirik.

c.  Sindrom Klinis

1) 

Pneumonia bakterial (sindrom klinik pneumonia bakterial)Diketahui bahwa kelompok bakteria tertentu memberikan gambaran

klinis pneumonia yang akut dengan konsolidasi paru, dapat berupa :

a)  Pneumonia bakterial tipe tipikal yang terutama mengenai

 parenkim paru dalam bentuk bronkopneumonia dan pneumonia

lobar.

 b)  Pneumonia bakterial tipe campuran (mixed type) dengan

 presentasi klinis atipikal yaitu perjalan penyakit yang lebih ringan

(insidious) dan jarang disertai dengan konsolidasi paru. Biasanya

 pada pasien dengan penyakit kronik.

2)  Pneumonia Non Bakterial

Dikenal pneumonia atipikal yang disebabkan oleh  Mycoplasma

Chlamydia pneumonia atau  Legionella. Kemudian istilah sindrom

 pneumonia atipikal dipakai untuk merangkum pula bentuk lain

dengan ciri-ciri gambaran klinis yang beraneka ragam dan gambaran

radiologis yang menyimpang dari normal, refrater terhadap terapi

antibiotik standar, lambat dalam penyembuhannya, dan membuat

tendensi untuk kambuh, yaitu yang disebabkan oleh mikobakterium,

 jamur, virus atau mikoorganisme lain, dan penyait peradangan paru

yang bukan infeksi, termasuk tumor (PDPI, 2001).

Isolasi Identifikasi Dan..., Mar'atun Nisrina, Farmasi UMP, 2015.

8/16/2019 BAB II - Mar%27atun Nisrina

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-mar27atun-nisrina 4/15

7

3.  Etiologi

Pneumonia merupakan penyakit yang sebagian besar disebabkan oleh

mikroorganisme seperti virus ataupun bakteri, adapula yang disebabkan oleh

adanya paparan bahan kimia seperti hidrokarbon dan lipoid substances

(bahan asing yang terinspirasi) namun hal ini hanya sebagaian kecil dapat

terjadi. Pola kuman penyabab pneumonia berbeda-beda tergantung distribusi

umur pasien. Kasus pneumonia yang disebabkan oleh virus merupakan

 penyebab tersering untuk  Respiratory Syncytial Virus  (RSV), prainfluenza

virus, influenza virus dan adenovirus. Umumnya bakeri yang berperan

 penting sebagai penyebab pneumonia yaitu Streptococcus pneumoniae,

 Haemophyllus influenza, Staphylococcus aureus  , Streptocccus grup β , serta

kuman atipik klamidia dan mycoplasma (Asih et al., 2006).

4.  Patofisiologi

Sebagian besar penyakit pneumonia disebabkan oleh penyebaran

kuman pada saluran pernapasan atas. Dalam kondisi sehat bagian saluran

respiratori bagian bawah adalah steril. Untuk menangkal terjadinya infeksi,

 paru memiliki beberapa mekanisme antara lain barrier  anatomi dan mekanik

serta sistem pertahanan tubuh lokal dan sistemik. Bentuk barrier   anatomik

dan mekanik berupa filtrasi parikel di hidung, pencegahan aspirasi dengan

refleks epligotis, ekspulsi benda asing melalui batuk. Sistem pertahan tubuh

yang terlibat secara sekresi lokal immunoglobulin A maupun respon

inflamasi oleh sel-sel leukosit, komplemen, sitokin, immunoglobulin, alveola

makrofag dan cell mediated immunity. Jika terdapat gangguan pada salah satu

 barrier maka beberapa kuman pathogen akan mencapai saluran nafas bawah

dan akan terjadi pneumonia akibatnya akan menimbulkan respon inflamasi

akut pada inang yang berbeda sesuai dengan kuman penyebabnya.

Pneumoia bakterial terjadi karena inhalasi atau aspirasi pathogen dan

terkadang terjadi melalui penyebaran hematogen. Terjadi atau tidaknya

Isolasi Identifikasi Dan..., Mar'atun Nisrina, Farmasi UMP, 2015.

8/16/2019 BAB II - Mar%27atun Nisrina

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-mar27atun-nisrina 5/15

8

 proses pneumonia tergantung dari interaksi antara bakteri dan ketahanan

sistem imun inang. Ketika bakteri dapat mencapai alveoli maka beberapa

mekanisme ketahanan tubuh akan dikerahkan. Saat terjadi kontak antara

 bakteri dengan dinding alveoli maka akan ditangkap oleh lapisan cairan

epithelial yang mengandung opsonin dan tergantung dari respon

immunologis inang akan terbentuk antibodi imunoglobulin G spesifik. Dari

 proses ini akan terjadi proses fagositosis oleh makrofag alveolar (sel alveolar

tipe II), sebagian kuman akan dilisis melalui perantara komplemen.

Mekanisme semacam ini terjadi untuk infeksi yang disebabkan oleh kuman

yang tidak berkapsul yaitu Streptococcus pneumoniae. Ketika mekanisme ini

tidak dapat merusak bakteri dalam alveolar, leukosit dengan aktifitas

fagositosisnya akan mengeluarkan agen inflamasi berupa sitokin sehingga

akan terjadi respon inflamasi (Asih et al , 2006). Pelepasan toksin pada

 pneumococcal tidak dijumpai namun komponen asam teikoat dari dinding sel

mungkin menyebabkan inflamasi (peradangan) (Harrison, 1994).

5. 

KomplikasiTerjadinya komplikasi pada pneumonia meliputi atelektasis yang

terjadi selama fase akut ataupun pada masa penyambuhan (resolusi). Area

yang terinfeksi biasanya akan terasa bersih setelah proses batuk ataupun

inspirasi dalam, namun akan berubah menjadi fibrotik bila atelektasi menetap

untuk jangka waktu yang panjang. Komplikasi yang lainnya yaitu terjadinya

abses paru khususnya pada pneumonia aspirasi. Efusi pleura juga dapat

terjadi akibat perubahan permeabilitas selaput paru. Infiltrasi bakteri ke

dalam pleura (selaput paru) menyebabkan infeksi tersebut sulit diatasi,

sehingga memerlukan bantuan aspirasi. Komplikasi akibat bakterimia terjadi

 bila infeksi tidak dapat ditangani (Depkes RI, 2005).

Isolasi Identifikasi Dan..., Mar'atun Nisrina, Farmasi UMP, 2015.

8/16/2019 BAB II - Mar%27atun Nisrina

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-mar27atun-nisrina 6/15

9

B.  Antibiotik

Antibiotik merupakan substansi kimia yang berupa hasil metabolik yang

diproduksi oleh bakteri maupun fungi dimana dapat membunuh maupun

menghambat pertumbuhan bakteri. Antibiotik termasuk dalam grup antimikrobial

yang digunakan untuk pengobatan infeksi yang disebakan oleh mikroorganisme

 baik fungi maupun protozoa (Madhavan et al ., 2011). Terapi empiris adalah

terapi yang diberikan berdasarkan diagnosis klinis dengan pendekatan ilmiah dari

klinisi (Jawetz et al ., 2007). Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Kumala et

al (2010) menunjukkan bahwa  Klebsiella pneumoniae  masih dapat dikatakan

sensitif terhadap antibiotik golongan aminoglikosida yaitu amikasin (88,9%),

namun untuk gentamisin sudah menurun (69%). Kepekaan mikroba ini mulai

menurun terhadap beberapa antibiotik lainnya, dan resisten terhadap antibiotik

golongan beta-laktam yaitu tikarsilin (75,9%). Dibandingkan dengan data pola

resistensi bakteri terhadap antibiotik golongan beta-laktam yang diisolasi dari

sputum tahun 2007 K. pneumoniae resisten terhadap tetrasiklin (88%), sedangkan

sensitif terhadap amikasin (96%). Ini menunjukkan bahwa amikasin masih dapat

digunakan untuk penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri K.pneumonia.

Beberapa antibiotik empiris yang diresepkan oleh BKPM Purwokerto untuk

 penderita pneumonia antara lain :

1.  Azithromycin

Azitromycin merupakan antibiotik golongan makrolida, pada

strukturnya memiliki cincin lakton. Obat ini memiliki indikasi klinik yang

serupa dengan klaritomisin serta memiliki aktivitas yang baik pada

Chlamydia. Kadar azithromycin yang tercapai dalam serum setelah

 pemberian oral relatif rendah, tetapi kadar di jaringan dan sel fagosit sangat

tinggi. Obat yang disimpan dalam jaringan kemudian dilepaskan secara

 perlahan sehingga diperoleh masa paruh eliminasi sekitar 3 hari. Absorbsi

dari obat ini berlangsung cepat, namun akan terganggu bila diberikan

 bersama makanan. Serta tidak menghambat sitokrom P-450 sehingga praktis

Isolasi Identifikasi Dan..., Mar'atun Nisrina, Farmasi UMP, 2015.

8/16/2019 BAB II - Mar%27atun Nisrina

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-mar27atun-nisrina 7/15

10

tidak menimbulkan masalah interaksi obat (Anonim, 2007). Aktivitas

antimikroba golongan makrolida ini yaitu pada gram positif coccus seperti

Staphylococcus aureus, Streptococcus β -hemolytic, dan Streptococcus spp.

Azithromycin memiliki aktivitas yang lebih poten terhadap gram negatif,

volume distribusi yang lebh luas serta waktu paruh yang lebih panjang

(Depkes RI, 2005).

2.  Cefixime

Cefixime merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ke-3.

Golongan sefalosporin merupakan antibiotik beta laktam dengan struktur,

khasiat dan sifat yang mirip dengan penisilin. Kelebihan sefalosporin

dibanding golongan pensilin yaitu memiliki spektrum yang lebih luas namun

tidak termasuk kuman golongan enterokokus dan kuman anaerob serta

resisten terhadap penisilinase asal stafilokokus, tapi tidak efektif terhadap

stafilokokus yang resisten terhadap metilsilin yaitu  Methicilin Resistant

Staphylococcus aureus  (MRSA). Sefalosporin generasi ke-3 ini memiliki

aktivitas terhadap kuman gram negatif lebih kuat dan lebih luas yang meliputi

Pseudomonas dan Bacteroides. Resistensi terhadap laktamase juga lebih kuat

namun khasiatnya terhadap stafilokokus jauh lebih rendah (Tjay, 2007).

3.  Levofloxacin

Levofloxacin merupakan antibiotik golongan fluoroquinolon.

Memiliki daya antibakteri yang baik terhadap kuman gram positif dan gram

negatif serta kuman-kuman atipik ( Mycoplasma, Chlamydia, dll). Uji klinik

 juga menunjukan bahwa efektif untuk community acquired pneumoniae 

(Anonim, 2007). Mekanisme kerja golongan quinolone secaara umum adalah

menghambat  DNA-gyrase. Aktivitas antimikroba antara lain

 Enterobacteriaceae,  Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus,

 Enterococcus  dan Streptococcus. Aktivitas pada bakteri anaerob pada

generasi kedua tidak dimiliki, demikian pula pada generasi ketiga seperti

levoflocaxin, gatiflocaxin, moksiflocaxin (Depkes RI, 2005).

Isolasi Identifikasi Dan..., Mar'atun Nisrina, Farmasi UMP, 2015.

8/16/2019 BAB II - Mar%27atun Nisrina

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-mar27atun-nisrina 8/15

11

C.  Resistensi

Resistensi dapat didefinisikan sebagai kemampuan bakteri untuk menetralisir

ataupun melemahkan daya antibiotik. Resistensi antibiotik merupakan tipe

spesifik dari obat yang resisten terhadap mikroorganisme yang memiliki

kemampuan untuk menahan efek biologi dari antibiotik (Madhavan et al ., 2011).

Terjadinya resistensi pada kasus pneumonia yaitu banyak dijumpainya

 pneumococcal   yang meningkat selama 10 tahun terakhir, khususnya pada

 penisilin. Meningkatnya penggunaan penisilin juga akan diramalkan akan

 berdampak pada meningkatnya resistensi terhadap antibiotik lain seperti

sefalosporin, makrolid, tetrasiklin dan kotrimoksazol. Sedangakan antibiotik

yang kurang berpengaruh yaitu vankomisin, fluorokuinolon, klindamisin,

kloramfenikol dan rifampisin (Depkes RI, 2005). Menurut Madhavan et al  

(2011) terdapat empat mekanisme yang menyebabkan mikroorganisme resisten

terhadap antibiotik yaitu :

1.  Drug inactivation or modif ication

Yaitu mendeaktifasi enzimatik obat Penisilin G pada mikroorganisme yang

resisten terhadap penisilin dengan memproduksi beta-lactamases.

2.  Al terati on of target site

Perubahan  Penicillin Binding Protein (PBP) yang berikatan dengan tempat

target penisilin pada  Methycillin Resistant Staphylococcus Aureus  (MRSA)

dan beberapa bakteri yang resisten terhadap penisilin.

3.  Al terati on of metabolic pathway

 beberapa bakteri yang resisten sulfonamide tidak memerlukan PABA (Para 4-

Amino Bensoic Acid) ekstraselular, tetapi sel mamalia dapat menggunakan

asam folat yang telah dibentuk sebelumnya.

4.  Reduced drug accumulation

Berkurangnya permeabilitas obat dengan ataupun tanpa meningatkan efflux

obat melewati permukaan sel.

Isolasi Identifikasi Dan..., Mar'atun Nisrina, Farmasi UMP, 2015.

8/16/2019 BAB II - Mar%27atun Nisrina

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-mar27atun-nisrina 9/15

12

D.  Bakteri

1.  Klebsiella pneumoniae

Klasifikasi :

Kingdom : Bacteria

Phylum : Proteobacteria 

Class : Gamma Proteobacteria 

Order : Enterobacteriales

Family : Enterobacteriaceae

Genus : Klebsiella

Species : K. pneumoniae 

Binomial name : Klebsiella pneumoniae 

 K.pneumonia adalah bakteri gram negatif yang berbentuk batang

(basil), berpasangan atau membentuk rantai pendek dan tergolong bakteri

yang tidak dapat melakukan pergerakan (non motil). Bakteri ini dapat

ditemukan di dalam saluran nafas dan feses pada sekitar 5% pada individual

normal. Organisme ini menyebabkan sebagian kecil (sekitar 1%) pneumonia

 bakteri yang dicirikan terjadinya konsolidasi luas yang disertai nekrosis

hemoragik pada paru (Jawetz et al ., 2013). Menurut Bergey’s Manual

determinative 9th

 edition, K. pneumoniae merupakan bakteri fakultatif anaerob

dilihat dari kebutuhannya akan oksigen.  K. pneumoniae menunjukkan reaksi

 positif pada uji fermentasi laktosa, test indol negatif dan dapat mereduksi

nitrat. Pada bakteri  K.pneumonia mempunyai kepekaan yang tinggi berturut-

turut terhadap netilmisin, amikasin, seftriakson, sefotaksim dan seftizoksim.

Resistensi tertinggi berturut-turut untuk amoksisilin, penisilin G, ampisilin,

kloramfenikol, sefaleksin, tetrasiklin, kanamisin, dan sulbenisilin (Refdanita,

2004).

Isolasi Identifikasi Dan..., Mar'atun Nisrina, Farmasi UMP, 2015.

8/16/2019 BAB II - Mar%27atun Nisrina

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-mar27atun-nisrina 10/15

13

2.  Streptococcus vir idans

Klasifikasi :

Kingdom : Bacteria 

Disision : Fermiculates 

Class : Bacilli 

Order : Lactobacilles 

Family : Streptococcaceae 

Genus : Streptococcus 

Species : S. mitis, S. mutans, S. salivarius, S. sanguis 

S. mitis, S. mutans, S. salivarius, S. sanguis  adalah bakteri-bakteri

golongan Streptococcus viridan, merupakan bakteri flora normal yang

terdapat pada rongga mulut dan mengakibatkan penyakit bila berada dalam

 bagian tubuh dimana kuman ini secara normal tidak dijumpai. Bakteri ini

memiliki ciri berbentuk bulat, tipe hemolisis alpha, non motil (Jawetz et al .,

1986).

3.  Streptococcus haemolyticus  

Klasifikasi :Kingdom : Bacteria 

Disision : Fermiculates 

Class : Bacilli 

Order : Lactobacilles 

Family : Streptococcaceae 

Genus : Streptococcus 

Species : S. pyogens, S. agalactiae 

S. pyogens, S. agalactiae merupakan bakteri golongan Streptococcus

 β -haemolyticus.  Bakteri Streptococcus pyogens  merupakan bakteri Grup A

Streptococcus  merupakan bakteri pathogen yang menyerang manusia yang

dikaitkan dengan invasi local atau sistemik dan gangguan imunologi pasca

infeksi Streptococcus. Sedangkan Streptococcus agalactie merupakan Grup B

Isolasi Identifikasi Dan..., Mar'atun Nisrina, Farmasi UMP, 2015.

8/16/2019 BAB II - Mar%27atun Nisrina

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-mar27atun-nisrina 11/15

14

Streptococcus, bakteri ini adalah bakteri flora normal pada saluran organ

wanita dan penyebab sepsis neonatal dan meningitis. S.haemolyticus ini sering

menyebabkan penyakit pneumonia (Jawetz et al ., 1986). Pola Kepekaan dari

S.haemolyticus  terhadap antibiotik menunjukkan bahwa bakteri ini memiliki

kepekaan tertinggi terhadap seftizoksim, seftriakson, penisilin G, sulbenisilin,

siprofloksasin, fosmisin dan netilmisin. Resistensi tertinggi berturut-turut

diberikan untuk tobramisin, sefaleksin, ampisilin, tetrasiklin dan

kloramfenikol (Refdanita, 2004). 

E. 

Identifikasi Bakteri

Identifikasi mikroorganisme dapat secara langsung ataupun tidak langsung.

Identifikasi langsung: mikroorganisme dibiakkan dalam media kultur yang

sesuai, diisolasi dan kemudian dilihat dibawah mikroskop. Identifikasi tidak

langsung: terdapatnya dan identitas mikroorganisme disimpulkan dari hasil tes

 pada darah (metode serologi), tes biokimia, dan sebagainya. Strain

mikroorganisme adalah mikroorganisme yang memperlihatkan perubahan dari

sifat semulanya. Perbuahan tersebut terjadi selama pembelahan mikroorganisme

menjadi 2 dan dapat timbul secara alami atau dalam perbenihan. Salah satu

efeknya mungkin berupa perubahan virulensi kuman. Virulensi adalah tingkat

 patogenisitas suatu mikroorganisme, tingkatan dimana dapat menyebabkan

 penyakit. Beberapa starin mungkin mempunyai virulensi tinggi, beberapa

mempunyai virulensi rendah dan lainnya non patogenik. Virulensi suatu

mikroorganisme dapat dikurangi dengan memperbenihkannya pada keadaan atau

media yang tidak disukai, dimana ini merupakan suatu cara yang digunakan

untuk mendapatkan strain yang lemah untuk digunakan sebagai vaksin yang akan

diberikan kepada seseorang untuk melindunginya dari infeksi-infeksi tertentu

(Gibson, 1996). Mikroorganisme diidentifikasi dengan metode yang tepat

tergantung dari sifat bahan yang digunakan untuk pemeriksaan dan

mikroorganisme yang diduga. Spesimen untuk pemeriksaan mikroorganisme

Isolasi Identifikasi Dan..., Mar'atun Nisrina, Farmasi UMP, 2015.

8/16/2019 BAB II - Mar%27atun Nisrina

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-mar27atun-nisrina 12/15

15

 berupa apusan dari tenggorokan, mulut, luka, rektum, vagina, telinga, mata,

cairan serebrospinal, darah, urin, feses, kulit, kuku, pus, sputum, rambut.

1.  Pemeriksaan mikroskopik

Bahan yang akan diperiksa atau spesimen dari biakan ditempatkan diatas kaca

objek dan diperiksa dengan mikroskop cahaya biasa.

a.  Preparat basah adalah preparat yang tidak diwarnai yang dperiksa untuk

mengetahui ukuran, bentuk dan terutama pergerakan mikroorganisme.

 b.  Preparat yang diwarnai adalah preparat dimana mikroorganisme difiksasi

di atas kaca objek dengan pemanasan kemudian diwarnai dengan

 pewarnaan yag sesuai. Dalam hal ini mikroorganisme dimatikan dan

tentunya tidak dapat diperiksa akan adanya pergerakan mikroorganisme.

2.  Reaksi Pewarnaan

Mikroorganisme dapat diwarnai dengan berbagai warna dan dapat

diklasifikasikan berdasarkan pewarnaan ini.

a.  Pewarnaan gram. Ini merupakan warna violet dengan cara ini

mikroorganisme dibagi menjadi mikroorganisme gram positif dan

mikroorganisme gram negatif.

1)  Mikroorganisme gram positif adalah mikroorganisme yang berwarna

violet dimana warna tersebut tidak hilang jika mikroorganisme disiram

dengan aseton atau alkohol. Mikroorganisme ini adalah semua kokus

kecuali  gonococcus  dan  meningococcus, basil tetanus, difteri,

tuberculosis, leprosis.

2)  Mikroorganisme gram negatif adalah mikroorganisme yang akan

kehilangan warna violetnya jika mikroorganisme tersebut disiram

dengan aseton atau alkohol dan kemudian akan berwarna merah

mudah dengan carbol fuchsin atau merah netral. Mikroorganisme ini

adalah semua basil kecuali gram positif.

Isolasi Identifikasi Dan..., Mar'atun Nisrina, Farmasi UMP, 2015.

8/16/2019 BAB II - Mar%27atun Nisrina

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-mar27atun-nisrina 13/15

16

Pewarnaan gram berkaitan dengan perbedaan-perbedaan biologis

mikroorganisme :

1)  Mikroorganisme gram positif mempunyai sel yang lebih jelas yang

lebih tahan terhadap kerusakan. Mikroorganisme gram negatif

mempunyai dinding sel yang kurang jelas dan mudah rusak.

2)  Mikroorganisme gram positif menghasilkan zat yang dapat berdifusi

yang dapat difiltrasi kembali dan dimurnikan, misalnya antigen yang

digunakan pada imunisasi.

3)  Mikroorganisme gram negatif mengandung endotoksin yang kemudian

akan dibebaskan jika dinding selnya mengalami kerusakan.

4)  Beberapa mikroorganisme gram positif membentuk spora, sedangkan

mikroorganisme gram negatif tidak membentuk spora.

5)  Terdapat perbedaan dalam sensitifitas terhadap antibiotik dan

desinfektan antara mikroorganisme gram positif dan gram negatif.

 b.  Pewarnaan Ziehl-Neelsen. Mikroorganisme tahan asam dengan pewarnaan

ini akan berwarna merah terang dengan carbol fuchsin dan warna tersebut

tidak dapat dihilangkan oleh aseton atau alkohol. Mikroorganisme ini

adalah basil penyebab tuberculosis dan lepra (Gibson, 1996).

F.  Sputum

Sputum adalah bahan yang didorong keluar dari trakea, bronkus dan paru

melalui mulut. Sekresi eksudat bronkus paru-paru sering kali diteliti melalui

sputum. Segi pemeriksaan sputum yang paling menyesatkan adalah hampir tidak

dapat dielakannya kontaminasi dengan flora saliva dan mulut. Jadi,

ditemukannya Candida  atau S.aures  atau bahkan S.pneumonia dalam sputum

 penderita pneumonitis tidak mempunyai makna etiologik kecuali didukung oleh

gambaran klinik. Bahan dahak yang berarti sebaiknya dikeluarkan dari saluran

 pernafasan bagian bawah dan harus berbeda dengan saliva. Leukosit

 polimorfonuklir (PMN) yang berjumlah besar mengesankan eksudat purulent.

Isolasi Identifikasi Dan..., Mar'atun Nisrina, Farmasi UMP, 2015.

8/16/2019 BAB II - Mar%27atun Nisrina

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-mar27atun-nisrina 14/15

17

Dahak dapat diinduksi dengan menghirup aerosol larutan NaCl hipertonik yang

dipanaskan selama beberapa menit (Jawetz et al ., 1986). Komposisi dari sputum

yaitu :

1.  Cairan yang diproduksi dalam alveoli dan bronkioles.

2.  Lendir yang disekresi dari oleh sel-sel epithelial pada sistem pernafasan

3.  Air liur

Sputum yang dihasilkan oleh orang sehat dihasilkan dalam jumlah yang

sedikit. Jika sputum yang dikeluarkan dalam jumlah berlebihan maka

mengindikasikan adanya sesuatu yang ringan atau serius ataupun adanya

kesalahan dalam sistem pernafasan. Sputum yang terbaik dihasilkan pertama dan

di pagi hari (Gibson, 1996).

G.  Uji Sensitifitas

Uji sensitifitas digunakan untuk mengamati daya hambat pertumbuhan

mikroorganisme yang ditandai dengan zona hambat yang terbentuk disekitar

cakram ( paper disc), tidak adanya aktivitas pertumbuhan bakteri dapat dilihat

dari zona hambat dengan terbentuknya zona bening disekitar  paper disc. Zona

hambatan pertumbuhan inilah yang menunjukkan sensitifitas bakteri terhadap

 bahan antibakteri (Jawetz et al., 1986 ). Uji sensitifitas dapat dilakukan dengan

metode berikut:

1.  Metode Difusi

Metode disc diffusion (Tes Kirby dan Bauer) untuk menentukan

aktifitas agen antimikroba. Cawan yang berisi agen antimikroba diletakkan

 pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi

tersebut. Area jernih mengidentifikasi adanya hambatan pertumbuhan

mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar (Pratiwi,

2008).

Isolasi Identifikasi Dan..., Mar'atun Nisrina, Farmasi UMP, 2015.

8/16/2019 BAB II - Mar%27atun Nisrina

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-mar27atun-nisrina 15/15

18

2.  Metode Dilusi

Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair (broth dilution)

dan dilusi padat ( solid dilution). Metode dilusi cair (broth dilution) mengukur

MIC ( Minimum Inhibitory Concentration) atau KHM (Kadar Hambat

Minimum) dan MBC ( Minimum Bactericidal Concentration atau kadar

 bunuh minimum, KBM). Cara yang dilakukannya adalah dengan membuat

seri pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang ditambahkan

dengan mikroba uji. Sedangkan metode dilusi padat ( solid dilution) serupa

dengan metode dilusi cair namun menggunakan metode padat. Keuntungan

metode ini adalah satu konsetrasi agen antimikroba yang diuji dapat

digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji (Pratiwi, 2008).

Isolasi Identifikasi Dan..., Mar'atun Nisrina, Farmasi UMP, 2015.