BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Mataeprints.umm.ac.id/63053/2/BAB II.pdf · 2020....
Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Mataeprints.umm.ac.id/63053/2/BAB II.pdf · 2020....
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Mata
(Sharewood, 2015)Gambar 2. 1
Anatomi Mata
Mata adalah suatu bola berisi cairan yang terbungkus oleh tiga lapisan
jaringan khusus. Berdasarkan gambar 2.1 anatomi mata dari bagian paling luar
hingga paling dalam, lapisan-lapisan tersebut adalah sklera/kornea, koroid/badan
siliaris/ iris, retina. Sebagian besar bola mata ditutupi oleh suatu lapisan kuat
jaringan ikat, sklera, yang membentuk bagian putih mata. Di sebelah anterior,
lapisan luar terdiri dari kornea transparan, yang dapat ditembus oleh berkas cahaya
untuk masuk ke interior mata. Lapisan tengah di bawah sklera adalah koroid yang
berpigmen banyak dan mengandung banyak pembuluh darah yang memberi nutrisi
6
bagi retina. Lapisan koroid di sebelah anterior mengalami spesialisasi membentuk
badan siliaris dan iris. Lapisan paling dalam di bawah koroid adalah retina, yang
terdiri dari lapisan berpigmen di sebelah luar dan lapisan jaringan saraf di sebelah
dalam. Lapisan jaringan saraf mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor
yang mengubah energi cahaya menjadi impuls saraf. Seperti dinding hitam sebuah
studio foto pigmen di koroid dan retina menyerap sinar setelah sinar mengenai
retina untuk mencegah pantulan atau pembuyaran sinar di dalam mata. Rongga
posterior yang lebih besar antara lensa dan retina mengandung bahan cair mirip gel,
cairan vitreous.. Cairan vitreous membantu mempertahankan bentuk bola mata
tetap bulat. Rongga anterior antara kornea dan lensa mengandung cairan jernih
encer, cairan aqueous. Cairan aqueous membawa nutrien bagi kornea dan lensa.
Cairan ini mengalir ke suatu kanalis di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah
(Sharewood, 2015).
(Guyton & Hall, 2014)
Gambar 2. 2
Kedalaman Fokus Lensa
7
Jumlah cahaya yang masuk ke mata ditingkatan pada saat gelap dan dikurangi
pada waktu terang oleh kontrol iris. Jumlah cahaya yang memasuki mata melalui
pupil sebanding dengan luas pupil atau kuadrat diameter pupil. Diameter pupil
manusia dapat mengecil sampai 1,5 mm dan membesar hingga 8 mm. Jumlah
cahaya yang memasuki mata dapat berubah sekitar 30 kali lipat sebagai akibat dari
perubahan pupil. Pada gambar 2. 2 mata atas, pupilnya kecil, sedangkan pada mata
bawah, pupilnya besar (Guyton & Hall, 2014).
(Sharewood, 2015)
Gambar 2. 3Mekanisme Akomodasi
8
Kemampuan untuk menyesuaikan kekuatan lensa dikenal sebagai akomodasi.
Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya, yang dikendalikan oleh otot siliaris..
Berdasarkan gambar 2. 3, ketika otot siliaris berelaksasi, ligamentum suspensorium
menegang, dan ligamentum ini menarik lensa menjadi bentuk gepeng dan kurang
refraktif. Sewaktu otot ini berkontraksi, kelilingnya berkurang sehingga tegangan
pada ligamentum suspensorium berkurang. Ketika tarikan ligamentum
suspensorium pada lensa berkurang, lensa menjadi Iebih bulat karena elastisitas
inherennya. Meningkatnya kelengkungan karena lensa menjadi lebih bulat akan
meningkatkan kekuatan lensa dan lebih membelokkan berkas sinar. Pada mata
normal, otot siliaris berelaksasi dan lensa menggepeng untuk melihat jauh, tetapi
otot ini berkontraksi agar lensa menjadi lebih konveks dan lebih kuat untuk melihat
dekat. Otot siliaris dikontrol oleh sistem saraf autonom, dengan stimulasi simpatis
menyebabkan relaksasi dan stimulasi parasimpatis menyebabkannya berkontraksi
(Sharewood, 2015).
Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisasi, dengan
kemampuan untuk memulai pengolahan informasi penglihatan sebelum informasi
tersebut ditransmisikan melalui nervus opticus ke korteks visual. Sel-sel batang dan
kerucut di lapisan fotoreseptor mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls
saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan ke korteks penglihatan oksipital.
Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar retina sensorik yang
avaskular dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mengawali
proses penglihatan, lihat gambar 2. 4. (Fletcher, et al., 2016).
9
(Sharewood, 2015)
Gambar 2. 4Lapisan Retina
2.2 Computer Vison Syndrome
2.2.1 Definisi
Kondisi seseorang mengalami satu atau lebih keluhan mata akibat
mengoperasikan komputer dan melihat monitor komputer umumnya disebut
sebagai Computer Vision Syndrome (CVS) (Ranasinghe, et al., 2016). CVS adalah
istilah yang digunakan untuk menggambarkan kumpulan gejala visual, okular dan
muskuloskeletal (nyeri leher dan bahu) yang dikarenakan oleh penggunaan
komputer yang berkepanjangan (Gowrisankaran & Sheedy, 2015).
10
2.2.2 Faktor Resiko
1. Faktor Individual
a. Jenis Kelamin
CVS dilaporkan memiliki prevalensi lebih besar pada laki-laki dibandingkan
perempuan. Laki-laki memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami gejala. Tetapi
penelitian lain menyatakan jenis kelamin perempuan memiliki risiko lebih tinggi
untuk mengalami gejala CVS, yaitu sakit kepala dan penglihatan kabur ( Sari &
Himayani, 2018).
b. Usia
Prevalensi CVS sebanyak 72,7% berusia 40 tahun atau lebih dan 58,0%
berusia kurang dari 20 tahun ( Sari & Himayani, 2018). Usia dapat mempengaruhi
konsistensi materi lensa. Saat lahir, lensa seperti plastik lunak, sedangkan pada usia
lanjut kosistensinya mirip kaca sehingga menyebabkan sulitnya mengubah bentuk
lensa saat akomodasi dengan semakin bertambahnya usia seseorang (Harper &
Shock, 2016).
c. Riwayat Pengobatan
Beta blocker dapat memiliki efek negatif pada mata dengan menurunkan
kadar lysozyme yang melindungi kornea, imunoglobulin A, dan produksi aqueous.
Diuretik mengurangi lakrimasi. Antihistamin mengurangi lendir dan produksi
aqueous, terutama bila dikombinasikan dengan antikolinergik, dan dapat
menyebabkan midriasis dan mengurangi respons papiler pada cahaya terang.
Kontrasepsi oral diyakini dapat mengurangi komponen aqueous dari film air mata
11
prekornea. Antidepresan mungkin memiliki efek antikolinergik. Kemoterapi dapat
menyebabkan produksi air mata dan minyak lebih sedikit (Lurati, 2017).
d. Lama Menggunakan Komputer
Lama masa bekerja di depan komputer 4 jam pada karyawan pada karyawan
Bank RK Pekanbaru berpengaruh 13 kali menimbulkan CVS dibandingkan dengan
karyawan yang lama masa bekerja di depan komputer kurang dari 4 jam.
Kebanyakan karyawan hanya beristirahat setelah 4 jam bekerja yaitu ketika jam
istirahat (Nopriadi , et al., 2019).
e. Penggunaan Kacamata
Kacamata digunakan untuk mengoreksi kelainan refraksi. Koreksi
yang buruk merupakan salah satu risiko terjadinya mata lelah. Adanya gangguan
refraksi yang tidak dikoreksi, terutama, koreksi miopia yang terlalu rendah atau
tinggi, hyperopia dan astigmatisma yang tidak dikoreksi , biasanya dikaitkan
dengan gejala pada pengguna komputer. Hal ini kemungkinan karena keterlibatan
otot orbicularis oculi terhadap respons juling kelopak mata oleh karena tidak
gangguan refraksi yang tidak dikoreksi dan membuat mata menjadi buram. Upaya
akomodatif diperlukan untuk mengkompensasi blur dari penggunaan kacamata
yang tidak dikoreksi yang lama kelamaan menyebabkan ketegangan pada mata
(Gowrisankaran & Sheedy, 2015).
f. Penggunaan Lensa Kontak
Memakai lensa kontak dianggap sebagai faktor risiko abnormalnya fisiologi
air mata oleh karena berkurangnya ketebalan tear film ditambah dengan efek
gesekan yang diciptakan oleh permukaan dan tepi dan sudut lensa. Untuk pemakai
12
lensa kontak, gejala mata kering lebih menonjol di antara mereka yang
menggunakan komputer selama 3-6 jam (Brennan, et al., 2018). Menurut penelitian
lainnya mengemukakan bahwa penggunaan lensa kontak berkontribusi terhadap
kejadian mata tegang oleh karena menyebabkan mata kering yang dilaporkan
sebanyak 31.1% dari kasus mata tegang (Ranasinghe, et al., 2016).
2. Faktor Lingkungan
a. Pencahayaan ruang kerja
Umumnya, pencahayaan di ruang kerja dengan Visual Display Termial
(VDT) atau layar komputer menggunakan pencahayaan yang lebih terang. Hal
tersebut menyebabkan mata silau dan menurunkan kemampuan mata untuk
memfokuskan penglihatan pada monitor. Secara umum, tingkat pencahayaan antara
200 dan 700 lux yang telah diukur dan direkomendasikan workstation. Lebih dari
500 lux biasanya akan dibutuhkan untuk membaca dokumen berkualitas buruk (
Sari & Himayani, 2018).
b. Kelembaban Udara Ruangan
Semakin rendah kelembapan udara dapat menurunkan frekuensi berkedip
sehingga menyebabkan keluhan CVS seperti mata kering. Sama seperti kelembapan
udara, suhu udara yang rendah dapat menurunkan frekuensi berkedip normal ( Sari
& Himayani, 2018).
3. Faktor Komputer
a. Sudut Penglihatan
Secara optimal, layar komputer sebaiknya berada pada sudut 15-20° terhadap
level mata. Gejala-gejala gangguan penglihatan lebih banyak dikeluhkan oleh
13
pekerja komputer dengan sudut penglihatan ke arah atas sebesar 30°-50° sedangkan
pekerja komputer dengan sudut penglihatan kearah atas kurang dari 15° tidak
banyak mengeluhkan adanya gangguan penglihatan ( Sari & Himayani, 2018).
b. Jarak Pandang Mata Terhadap Komputer
Proses melihat jarak dekat memerlukan suatu mekanisme akomodasi
sehingga mata dapat memfokuskan objek penglihatan ke retina dan terbentuk
bayangan yang jatuh tepat di retina. Mekanisme tersebut menyebabkan objek yang
terlihat menjadi jelas ( Sari & Himayani, 2018). Jarak mata dengan monitor yang
meningkatkan resiko gejala CVS adalah < 50 cm. Idealnya, jarak penglihatan mata
terhadap layar komputer adalah sebesar 20-40 inchi (50-100 cm). Berdasarkan
distribusi frekuensi berdasarkan jarak mata dengan monitor sebanyak 61 % pekerja
bekerja dengan jarak tidak optimal dan 95,5% mengalami keluhan CVS (Permana,
et al., 2015). Sedangkan hasil penelitian di PT. Grapari Telkomsel Kendari dengan
jumlah responden sebanyak 33 orang, pekerja yang menggunakan komputer dengan
jarak yang kurang baik sebanyak 27 orang (51,9%) dan 20 orang (74,1%)
diantaranya mengalami kejadian CVS (Insani & N, 2018).
2.2.3 Patogenesis
Karakter atau huruf pada layar komputer terdiri atas kumpulan titik-titik kecil
atau biasa disebut dengan pixels. Pixels merupakan hasil dari pantulan elektron
terhadap layar komputer yang ditutupi fosfor. Masing-masing titik kecil tersebut
memiliki cahaya yang terang di bagian tengah dan cahaya tersebut meredup pada
sudut-sudut luarnya. Bila dibandingkan dengan huruf yang dicetak di kertas, huruf
yang ada di layar komputer memiliki sudut yang lebih kabur. Hal ini membuat mata
14
manusia sangat sulit untuk tetap melihat fokus (Hassan, et al., 2017). Sehingga mata
melakukan relaksasi pada bidang di belakang layar atau yang disebut sebagai
Resting Point Of Accomodation (RPA) atau fokus gelap dan memfokuskan kembali.
Mata yang terus melakukan relaksasi pada RPA dan melihat fokus pada layar
meningkatkan beban kerja musculus cilliaris dan menyebabkan rasa lelah, tegang,
terbakar, dan pandangan kabur pada mata (Mussa, 2016).
Bekerja menggunakan komputer menyebabkan pengguna berkonsentrasi
pada layar komputer sehingga mengakibatkan berkurangnya frekuensi berkedip dan
meningkatnya paparan udara bebas pada mata. Untuk itu berakibat timbulnya gejala
mata kering (Lurati, 2017). Dalam mempertahankan konsentrasi postur tubuh yang
salah dan gerakan kepala yang berulang dapat menyebabkan ketegangan pada otot
leher sehingga timbul gejala nyeri leher. Manifestasi umum yang terjadi pada
kejadian CVS adalah ketegangan mata, mata terbakar, pandangan kabur, mata
kering, dan nyeri pada leher dan bahu (Hazarika & Singh, 2014).
2.2.4 Gejala
Tingkat keparahan dan jenis spesifik gejala yang dialami terkait dengan
durasi paparan, sifat tugas visual yang menuntut, faktor lingkungan di tempat kerja
dan individu kemampuan visual. Secara umum, gejala CVS dapat dibagi menjadi 3
kategori, yaitu: (Gowrisankaran & Sheedy, 2015)
a. Gejala Okular
Sensasi tidak nyaman pada mata, termasuk diantaranya adalah sakit di
dalam dan sekitar mata, mata tegang dan mata kering dapat dikategorikan
sebagai gejala okular. Dua gejala, berlabel 'eksternal' dan 'internal' diidentifikasi
15
berdasarkan jenisnya sensasi, lokasi yang dirasakan dan kondisi induksi CVS.
Faktor-faktor yang mengakibatkan internal dan gejala eksternal masing-masing
disebut faktor gejala internal dan faktor gejala eksternal. Gejala eksternal
termasuk terbakar, kering, robek dan iritasi yang dialami di bagian depan dan
bawah permukaan mata, yang konsisten dengan gejala seperti mata kering..
Gejala internal berupa ketegangan dan nyeri yang dirasakan di dalam mata
Kemampuan subjek melaporkan gejala yang berbeda sensasi dan lokasi gejala
(eksternal dan gejala internal). Gejala internalnya adalah kemungkinan besar
terkait dengan fungsi visual seperti akomodasi, ketegangan otot; gejala eksternal
berhubungan dengan mata kering (Gowrisankaran & Sheedy, 2015).
b. Gejala Visual
Gejala visual paling umum dilaporkan oleh pengguna komputer penglihatan
kabur di dekat, jauh dan jarak menengah. Namun, laporan penglihatan kabur
terkait dengan penggunaan komputer sering menunjuk ke gangguan penglihatan
pada pengguna. Penyebab umum terjadinya gejala kabur selama menggunakan
komputer yaitu tidak dikoreksi kesalahan refraksi, disfungsi akomodatif
(disfungsi sistem fokus mata), presbiopia (berkurangnya kemampuan untuk
fokus pada jarak yang lebih dekat yang berkaitan dengan usia) dan gangguan
penglihatan binokular (gangguan pada sistem penyelarasan binokular mata)
(Gowrisankaran & Sheedy, 2015).
c. Gejala Muskuloskeletal
Gejala muskuloskeletal yang dialami oleh pengguna komputer yaitu sakit
leher, sakit punggung, sakit bahu, sakit pergelangan tangan dan jari. Tuntutan
16
postural pada pekerjaan komputer adalah faktor utama yang terkait dengan
gejala muskuloskeletal. Namun, tuntutan visual juga terlibat menyebabkan
nyeri bahu yang terkait dengan penggunaan komputer. Secara khusus, stres
visual yang tinggi selama aktivitas statis tingkat rendah kemungkinan menjadi
penyebab berkontraksinya otot di bahu (musculus trapezius), yang dikaitkan
dengan nyeri bahu. Selain itu, lokasi layar komputer yang tidak tepat dapat
menyebabkan postur tubuh yang tidak nyaman dan stres pada
musculoskeletal (Gowrisankaran & Sheedy, 2015).
2.2.5 Penanganan dan Pencegahan
Brennan, Sulley & Young menyarankan strategi penanganan CVS yaitu:
(Brennan, et al., 2018)
1. Koreksi gangguan refraksi termasuk astigmatisme dan presbiopia;
2. Tangani anomali vergensi, dengan tujuan untuk menginduksi atau
meninggalkan sejumlah kecil heteroforia
3. Latihan kedip / pelatihan untuk mempertahankan pola kedip normal
4. Penggunaan tetes mata (air mata buatan) untuk membantu mengurangi
gejala mata kering
5. Meningkatkan kenyamanan kontak lensa
6. Menggunakan kacamata atau layar yang dapat memfilter cahaya biru
7. Manajemen anomali akomodatif.
Pencegahan adalah strategi utama untuk manajemen CVS, yang melibatkan:
(Brennan, et al., 2018)
17
1. Memastikan lingkungan dan praktik kerja yang ergonomis (melalui
edukasi dan penerapan kebijakan tempat kerja yang ergonomis)
2. Pemeriksaan visual dan perawatan mata untuk mengobati gangguan
penglihatan. Khususnya untuk orang-orang yang berisiko tinggi
mengalami ketegangan mata digital, seperti pekerja komputer dan
pemakai lensa kontak.
2.3 Komputer
2.3.1 Monitor Komputer
Monitor atau dengan istilah lain Visual Display Termial (VDT) adalah
perangkat komputer yang berfungsi untuk menampilkan data-data berupa grafis
tampilan dari Central Processing Unit (CPU) agar pengguna bisa melihat apa yang
sedang dioperasikannya (Ardiansyah, 2016).
Monitor komputer telah berevolusi dari jenis Cathod Ray Tube (CRT) yang
sekarang sudah jarang digunakan beralih ke jenis Liquid Crystal Display (LCD).
Jenis LCD memiliki kualitas yang lebih baik, resolusi jauh lebih baik dan melihat
sudut, sehingga lebih memberikan kenyamanan untuk mata (Hassan, et al., 2017)..
Kelebihan monitor LCD dibandingkan dengan monitor CRT salah satunya adalah
dalam hal penyegaran ulang (refresh rate) untuk membentuk gambar. Monitor CRT
memiliki refresh rate yang lebih rendah daripada monitor LCD sehingga
menyebabkan monitor CRT berkedip (flicker). Flicker yang terjadi pada monitor
dapat memicu mata untuk berakomodasi secara berlebihan dan mengakibatkan
mata menjadi lelah (Ardiansyah, 2016).
18
2.3.2 Ergonomi Pengunaan Komputer
Ergonomi kerja adalah ilmu pengetahuan tentang kerja, yang fokus mengatur
pada peningkatan kemampuan manusia untuk mendapatkan performasi kerja yang
baik (Sugiono, et al., 2016). Saat menggunakan komputer harus memposisikan diri
senyaman mungkin dengan mengatur: (Dimberg , et al., 2015)
1. Postur kerja
Kepala dan leher tegak, atau sejajar (tidak membungkuk ke depan/ belakang),
bahu dan lengan atas sejajar tidak diangkat atau direntangkan ke depan, lengan atas
dan siku dekat dengan tubuh, Paha sejajar dengan lantai dan kaki bagian bawah
tegak lurus dengan lantai (paha mungkin sedikit lebih tinggi di atas lutut), Kaki
bersandar rata di lantai, atau didukung oleh sandaran kaki yang stabil, mouse
terletak di sebelah keyboard Anda sehingga dapat dioperasikan tanpa menjangkau
mouse mudah diaktifkan dan bentuk / ukurannya pas dengan tangan Anda (tidak
terlalu besar / kecil), Pergelangan tangan dan tangan tidak bertumpu pada tepi yang
tajam atau keras, Pergelangan tangan / sandaran tangan disediakan (opsional), lihat
gambar 2. 5 (Dimberg , et al., 2015).
2. Monitor
Bagian atas layar sejajar atau di bawah level mata sehingga Anda dapat
membaca tanpa menundukkan kepala atau leher ke bawah / belakang, jarak monitor
memungkinkan Anda membaca layar tanpa menyandarkan kepala, leher, atau
punggung (biasanya sepanjang lengan) (Dimberg , et al., 2015).
19
(Dimberg , et al., 2015)Gambar 2. 5
Posisi Duduk Ergonomis
3. Meja
Tinggi meja dapat disesuaikan (Dimberg , et al., 2015).
4. Kursi
Sandaran Kursi dapat digunakan untuk menyandar sampai punggung bagian
bawah (area pinggang), inggi sandaran dapat disesuaikan, Kursi depan tidak
menekan bagian belakang lutut dan kaki bagian bawah (dudukan kursi tidak terlalu
panjang), Tinggi kursi bisa disesuaikan, Sandaran lengan menopang lengan bawah,
tinggi sandaran tangan dapat disesuaikan (Dimberg , et al., 2015).
2.4 Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3)
2.4.1 Pengertian SMK3
SMK3 adalah bagian dari sistem manajamen perusahaan secara keseluruhan
yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan
20
pemeliharaan kebijakan. Dasar Hukum SMK3 adalah Peraturan Menteri Tenaga
Kerja No. 05/MEN/1996. Dalam penerapan SMK3 perusahaan wajib melakaukan
penetapan kebijakan K3 dan menjamin komitmen, perencanaan K3, penerapan K3,
pengukuran dan evaluasi dan peninjauan ulang dan peningkatan SMK3 oleh
manajemen (Sujoso, 2012).
2.4.2 Tujuan dan sasaran SMK3
Tujuan dan sasaran SMK3 adalah menciptakan suatu sistem keselamatan dan
kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja,
kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan
mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja
yang aman, nyaman, efisien dan produktif. ( International Labour Office, 2013).
2.4.3 5 Prinsip Dasar SMK3
SMK3 dilaksanakan pada setiap perusahaan dengan berpedoman pada penerapan 5
prinsip dasar sebagai berikut: (Irzal, 2016).
1. Komitmen dan kebijakan
a. Kepemimpinan dan komitmen
Komitmen untuk menerapkan SMK3 di tempat kerja, mutlak harus
diberikan oleh semua pihak, terutama dari pihak manajemen dan tenaga
kerja. Oleh karena itu perusahaan harus: (Irzal, 2016)
� Membentuk organisasi tempat kerja untuk terciptanya Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3)
� Menyediakan anggaran dan personel yang memadai.
21
� Melakukan perencanaan dan pelaksanaan program K3.
� Melakukan penilaian atas kinerja program K3
b. Tinjauan awal K3
� Manajemen harus melakukan tinjauan awal dengan cara:
� Mengidentifikasi kondisi yang ada.
� Mengidentifikasi sumber daya
� Penguasaan pengetahuan, peraturan perundangan dan standart K3.
� Membandingkan penerapan K3 di perusahaan lain yang lebih baik.
� Meninjau sebab akibat dari kejadian yang membahayakan.
� Menilai efisiensi dan efektivitas sumber daya yang disediakan.
c. Kebijakan K3
Kebijakan merupakan suatu pernyataan yang ditandatangani oleh
manajemen senior yang menyatakan komitmen dan hendaknya bertanggung
jawab terhadap sistem K3 dan nantinya di sebarluaskan kepada seluruh
pekerja. (Irzal, 2016)
2. Perencanaan
a. Perencanaan manajemen risiko
b. Menetapkan tujuan dan sasaran dari kebijakan K3
c. Menggunakan indikator kinerja sebagai penilaian kinerja K3
d. Menetapkan sistem pertanggungjawaban dan cara pencapaian kebijakan
K3
22
3. Penerapan
a. Jaminan kemampuan, yaitu:
� Tersedianya personel terlatih,sarana dan dana yang memadai.
� Tersedianya sistem dan prosedur yang terintregasi dengan K3.
� Adanya tanggung jawab dan akuntabilitas K3 dan pengurus
� Adanya motivasi pekerja tentang SMK3.
� Adanya komunikasi dengan pekerja tentang penerapan SMK3.
Adanya seleksi, penilaian, dan pelatihan kompetensi untuk K3.
b. Kegiatan pendukung
� Komunikasi dua arah yang efektif antara pengurus dan pekerja.
� Pelaporan guna menjamin SMK3 yang terpantau
� Dokumentasi sistem dan prosedur kegoatan perusahaan.
� Pengendalian Dokumen dan rekaman sebagai bukti penerapan
SMK3.
c. Identifikasi sumber daya, penilaian dan pengendalian risiko.
� Pada saat perencanaan, rekayasa, pengadaan dan pelaksanaan.
� Lakukan pengendalian administratif dan alat pelindung diri pada
pelaksanaan.
� Tinjau ulang kontrak dan persyaratan saat pembelian.
� Persiapan prosedur menghadapi keadaan darurat, insiden dan
pemulihan.
23
4. Pengukuran dan Evaluasi
Fungsi kegiatan tahap pengukuran dan evaluasu adalah untuk
memantau, mengukur dan mengevaluasi kinerja SMK3, mengetahui
keberhasialnnya dan identifikasi serta perbaikan pada yang perlu. Prosedur
yang dilakukan: (Irzal, 2016)
� Inspeksi dan pengujian oleh petugas yang kompeten terkait alat dan
metode yang memenuhi syarat K3
� Audit SMK3 untuk pembuktian dan mengukur efektifitas penerapan
SMK3 di tempat lerja oleh auditor interna maupun eksterna tiap 3 tahun
dan tindakan perbaikan terhadap semua hasil pemantauan, inspeksi
maupun audit.
5. Tinjauan Ulang dan Peningkatan oleh Pihak Manajemen
a. Evaluasi terhadap penerapan dan kinerja K3.
b. Tinjauaan ulang tujuan, sasaran dan kinerja K3.
c. Melakukan evaluasi dan tindak lanjut dsri twmuan audit SMK3.
d. Evaluasi efektifitas penerapan SMK3.
e. Kebutuhan perubahan SMK3.
2.5 Tugas Kerja Pegawai Bea dan Cukai
Tugas dari pegawai bea cukai dari masing-masing seksi di kantor wilayah
sebagaimana tercantum dalam. Peraturan Menteri Keuangan Republik (PMK)
Indonesia Nomor 188 /PMK.01/2016 adalah: (Kementerian Keuangan, 2016)
24
1. Bagian umum; mempunyai tugas melaksanakan urusan keuangan,
ketatausahaan dan rumah tangga, administrasi kepegawaian dan
pengembangan pegawai, memfasilitasi dan melakukan pembinaan
administratif bagi Jabatan Fungsional Pemeriksa Bea dan Cukai, dan
jabatan fungsional lainnya sesuai dengan ruang lingkup tugas jabatan
fungsional yang bersangkutan (Kementerian Keuangan, 2016).
2. Bidang kepabeanan dan cukai; mempunyai tugas melaksanakan bimbingan
teknis, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan peraturan perundang-
undangan, melaksanaari penelitian ulang dan penelitian atas keberatan
terhadap keputusan di bidang kepabeanan dan cukai, melaksanakan
penyusunan rencana, analisis potensi, pemantauan dan evaluasi realisasi
penerimaan bea masuk, bea keluar, cukai, dan pungutan negara yang sesuai
peraturan perundang-undangan dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai, melaksanakan koordinasi dan pengelolaan data, penyajian informasi
dan pelaporan, memberikan bantuan hukum di bidang kepabeanan dan
cukai, serta asistensi dari segi hukum dalam penyusunan keputusan serta
pelaksanaan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang
mempunyai implikasi di bidang hukum (Kementerian Keuangan, 2016).
3. Bidang fasilitas kepabeanan dan cukai; mempunyai tugas melaksanakan
bimbingan teknis pengendalian dan evaluasi pelaksanaan perijinan dan
fasilitasi di bidang kepabeanan dan cukai, dan melaksanakan penyuluhan
dan publikasi peraturan perundang-undangan kepabeanan dan cukai,
25
hubungan masyarakat, serta memberikan bimbingan kepatuhan di bidang
kepabeanan dan cukai (Kementerian Keuangan, 2016).
4. Bidang penindakan dan penyidikan; mempunyai tugas melaksanakan
pemberian bimbingan teknis, pengendalian, evaluasi, pengoordinasian dan
pelaksanaan intelijen, melaksanakan patroli dan operasi pencegahan
pelanggaran peraturan perundang-undangan, dan melaksanakan penindakan
dan penyidikan tindak pidana kepabeanan dan cukai (Kementerian
Keuangan, 2016).
5. Bidang kepatuhan internal; mempunyai tugas melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan tugas, pengendalian intern, pengelolaan risiko,
pemantauan pengelolaan kinerja, analisis beban kerja, investigasi internal,
upaya pencegahan pelanggaran dan penegakan kepatuhan terhadap kode
etik dan disiplin, dan tindak lanjut hasil pengawasan, penyusunan rencana
kerja dan laporan akuntabilitas , serta perumusan rekomendasi perbaikan
proses bisnis di wilayah kerja Kantor Wilayah (Kementerian Keuangan,
2016).