BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan...

16
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan Publik 2.1.1. Pengertian Pelayanan Publik Jasa sering dipandang sebagai suatu fenomena yang rumit. Kata jasa itu sendiri mempunyai banyak arti, dari mulai pelayanan personal (personal service) sampai jasa sebagai produk. Berbagai konsep mengenai pelayanan banyak dikemukakan oleh para ahli seperti Haksever et al (2000) menyatakan bahwa jasa atau pelayanan (services) didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang menghasilkan waktu, tempat, bentuk dan kegunaan psikologis. Menurut Edvardsson et al (2005) jasa atau pelayanan juga merupakan kegiatan, proses dan interaksi serta merupakan perubahan dalam kondisi orang atau sesuatu dalam kepemilikan pelanggan. Sinambela (2010, hal : 3), pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Menurut Kotlern dalam Sampara Lukman, pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Selanjutnya Sampara berpendapat, pelayanan adalah sutu kegiatan Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan...

Page 1: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28829/4/Chapter II.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan Publik 2.1.1.

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Teori Tentang Pelayanan Publik

2.1.1. Pengertian Pelayanan Publik

Jasa sering dipandang sebagai suatu fenomena yang rumit. Kata jasa itu sendiri

mempunyai banyak arti, dari mulai pelayanan personal (personal service) sampai jasa

sebagai produk. Berbagai konsep mengenai pelayanan banyak dikemukakan oleh para

ahli seperti Haksever et al (2000) menyatakan bahwa jasa atau pelayanan (services)

didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang menghasilkan waktu, tempat, bentuk dan

kegunaan psikologis. Menurut Edvardsson et al (2005) jasa atau pelayanan juga

merupakan kegiatan, proses dan interaksi serta merupakan perubahan dalam kondisi

orang atau sesuatu dalam kepemilikan pelanggan.

Sinambela (2010, hal : 3), pada dasarnya setiap manusia membutuhkan

pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat

dipisahkan dengan kehidupan manusia. Menurut Kotlern dalam Sampara Lukman,

pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau

kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu

produk secara fisik. Selanjutnya Sampara berpendapat, pelayanan adalah sutu kegiatan

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28829/4/Chapter II.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan Publik 2.1.1.

yang terjadi dalam interaksi langsung antarseseorang dengan orang lain atau mesin

secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan.

Sementara itu, istilah publik berasal dari Bahasa Inggris public yang berarti

umum, masyarakat, negara. Kata publik sebenarnya sudah diterima menjadi Bahasa

Indonesia Baku menjadi Publik yang berarti umum, orang banyak, ramai. Inu dan

kawan-kawan mendefinisikan publik adalah sejumlah manusia yang memiliki

kebersamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap atau tindakan yang benar dan baik

berdasarkan nilai-nilai norma yang merasa memiliki. Oleh karena itu pelayanan publik

diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah

manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan

atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu

produk secara fisik.

Lebih lanjut dikatakan pelayanan publik dapat diartikan, pemberi layanan

(melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada

organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.

2.1.2. Kualitas Pelayanan Publik

Dalam Sinambela (2010, hal : 6), secara teoritis tujuan pelayanan publik pada

dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut

kualitas pelayanan prima yang tercermin dari :

1. Transparan

Pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak

yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28829/4/Chapter II.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan Publik 2.1.1.

2. Akuntabilitas

Pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

3. Kondisional

Pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima

pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.

4. Partisipatif

Pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam

penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan

dan harapan masyarakat.

5. Kesamaan Hak

Pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun

khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial dan lain-lain.

6. Keseimbangan Hak Dan Kewajiban

Pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan

penerima pelayanan publik.

Selanjutnya, jika dihubungkan dengan administrasi publik, pelayanan adalah

kualitas pelayanan birokrat terhadap masyarakat. Kata kualitas memiliki banyak

definisi yang berbeda dan bervariasi mulai dari yang konvensional hingga yang lebih

strategis. Definisi konvesional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik

langsung dari suatu produk, seperti :

1. Kinerja (performance)

2. Kehandalan (reliability)

3. Mudah dalam penggunaan (easy of use)

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28829/4/Chapter II.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan Publik 2.1.1.

4. Estetika (esthetics), dan sebagainya

Adapun dalam definisi strategis dinyatakan bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang

mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of

customers).

Salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan dan kualitas

perusahaan menurut Lupiyoadi (2001, hal : 147) adalah kemampuan perusahaan dalam

memberikan pelayanan kepada pelanggan. Salah satu pendekatan kualitas pelayanan

yang banyak dijadikan acuan dalam riset pemasaran adalah model SERVQUAL

(Service Quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam

serangkaian penelitian mereka yang melibatkan 800 pelanggan terhadap enam sektor

jasa : reparasi, peralatan rumah tangga, kartu kredit, asuransi, sambungan telepon

jarak jauh, perbankan ritel, dan pialang sekuritas disimpulkan bahwa terdapat lima

dimensi SERVQUAL sebagai berikut (Parasuraman et al, 1998) :

1. Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam

menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan

kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan

sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa.

Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain sebagainya),

perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta penampilan

pegawainya.

2. Reliability, atau kehandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan

pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus

sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28829/4/Chapter II.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan Publik 2.1.1.

yang sama, untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan

dengan akurasi yang tinggi.

3. Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemampuan untuk membantu

dan memberi pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan,

dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu

tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif

dalam pelayanan.

4. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopansantunan,

dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya

para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain

komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security),

kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy).

5. Emphaty, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau

pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupayamemahami

keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki

pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan

pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman

bagi pelanggan.

Abidin (2010, hal : 71) mengatakan bahwa pelayanan publik yang berkualitas

bukan hanya mengacu pada pelayanan itu semata, juga menekankan pada proses

penyelenggaraan atau pendistribusian pelayanan itu sendiri hingga ke tangan

masyarakat sebagai konsumer. Aspek-aspek kecepatan, ketepatan, kemudahan, dan

keadilan menjadi alat untuk mengukur pelayanan publik yang berkualitas. Hal ini

berarti, pemerintah melalui aparat dalam memberikan pelayanan publik kepada

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28829/4/Chapter II.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan Publik 2.1.1.

masyarakat harus memperhatikan aspek kecepatan, ketepatan, kemudahan, dan

keadilan.

2.2. Teori Tentang Kehandalan

2.2.1. Pengertian Kehandalan

Abidin (2010, hal : 76), kehandalan merupakan salah satu dimensi dari pelayanan

berkualitas. Pelayanan berkualitas merupakan upaya yang dilakukan oleh perusahaan

untuk memenuhi harapan pelanggannya. Pelayanan yang berkualitas lebih

menekankan aspek kepuasan konsumen yang diberikan oleh perusahaan yang

menawarkan jasa. Keberhasilan suatu perusahaan yang bergerak di sektor jasa

tergantung pelayanan yang ditawarkan.

Lupiyoadi (2010, hal : 148) menyatakan ada lima dimensi pelayanan, yaitu

tangibles (bukti fisik), reliability (kehandalan), responsiveness (ketanggapan),

assurance (jaminan) dan empathy.

Reliability atau kehandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan

pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai

dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk

semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang

tinggi.

Ariani (2009, hal : 180) menyatakan bahwa reliability adalah konsistensi kerja

pemberi jasa dan kemampuan pemberi jasa dalam memenuhi janji para penerima jasa.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28829/4/Chapter II.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan Publik 2.1.1.

Abidin (2010, hal : 77) bahwa reliability adalah kemampuan untuk memberikan

pelayanan yang dijanjikan dengan tepat (accurately) dan kemampuan untuk dipercaya

(dependably), terutama memberikan jasa secara tepat waktu (ontime), dengan cara

yang sama sesuai dengan jadwal yang telah dijanjikan dan tanpa melakukan kesalahan

setiap kali. Adapun atribut-atribut yang berada dalam dimensi ini antara lain adalah:

a. Memberikan pelayanan sesuai janji

b. Pertanggung jawaban tentang penanganan konsumen akan masalah pelayanan

c. Memberi pelayanan yang baik saat kesan pertama kepada konsumen

d. Memberikan pelayanan tepat waktu

e. Memberikan informasi kepada konsumen tentang kapan pelayanan yang

dijanjikan akan direalisasikan.

2.3. Teori Tentang Etos Kerja

2.3.1. Pengertian Etos Kerja

Etos berasal dari bahasa Yunani (etos) yang memberikan arti sikap, kepribadian,

watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh

individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Dalam kamus besar bahasa

Indonesia etos kerja adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan

seseorang atau sesesuatu kelompok. Secara terminologis kata etos, mengalami

perubahan makna yang meluas.

Etos, sebagai bagian dari sistem nilai, dapat dirumuskan sebagai unsur

evaluatif dari kebudayaan yang pada gilirannya dijadikan sebagai alat dalam

pemilihan (Saidi, 1994). Etos kerja dapat dilihar dari dua segi. Pertama, dimanakah

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28829/4/Chapter II.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan Publik 2.1.1.

kedudukan kerja dalam hirarki nilai. Dalam hal ini, apakah kerja dianggap sebagai

sesuatu yang dilakukan secara “terpaksa”, sebagai pilihan utama, atau bahkan sebagai

panggilan suci (ibadah). Kedua apakah di dalam hirarki nilai itu ada perbedaan dasar

memilih dari berbagai jenis pekerjaan yang tersedia (Saputra, 1996, hal : 1).

Etos kerja sebagaimana disebut di atas. Merupakan bagian dari sistem nilai.

Saputra (1996, hal : 2) ada lima masalah dasar dalam kehidupan manusia yang

berkaitan dengan nilai budaya, yakni masalah yang berkenaan dengan hakekat hidup,

karya, waktu, alam, dan hubungan antar manusia. Ini artinya, wujud kebudayaan suatu

masyarakat yang merupakan hasil dari tanggapan aktif terhadap lingkungan dalam arti

luas tidak lepas dari pendukungnya di dalam memandang yaitu, hidup, waktu, karya

alam, dan hubungan dengan sesamanya. Pandangan inilah yang pada gilirannya

mewarnai etos kerja anggota suatu masyarakat. Dengan perkataan lain, tinggi dan

rendahnya etos kerja anggota suatu masyarakat bergantung pada bagaimana anggota

masyarakt tersebut memandang kelima masalah dasar dalam kehidupan, sehingga ada

masyarakat yang dinilai etos kerjanya rendah dan sebaiknya.

Etos adalah sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan

hidup. Etos kerja sangat terikat dengan irama karakter, kualitas hidup, gaya moral,

estetika dan suasana perasaan seseorang (Geertz, 1973). Sedangkan kerja, menurut

Abdullah (1986), secara lebih khusus dapat diartikan ”Sebagai usaha komersial yang

menjadi suatu keharusan demi hidup, atau sesuatu yang imperatif dari diri, maupun

sesuatu yang terkait pada identitas diri yang bersifat sakral”.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28829/4/Chapter II.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan Publik 2.1.1.

Dengan demikian, etos kerja adalah sikap yang muncul atas kehendak otonom

dan kesadaran sendiri yang didasari oleh sistem orientasi nilai budaya terhadap kerja.

Secara imperikal kita mengenal etos kerja yang tinggi dan rendah (Usman Pelly,

1992).

Etos atau semangat kerja, merupakan karakteristik pribadi atau kelompok

masyarakat, yang dipengaruhi oleh orientasi nilai-nilai budaya mereka. Antara etos

kerja dengan nilai budaya masyarakat seakan sulit untuk dipisahkan. Kelak etos kerja

ini merupakan pra kondisi sosial untuk menghasilkan partisipasi sosial. Sedangkan

kualitas etos kerja atau etos budaya ini ditentukan oleh sistem orientasi nilai budaya

masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat yang memiliki sistem nilai budaya yang

maju, akan memiliki etos kerja yang tinggi dan etos kerja yang tinggi akan mampu

memberikan partisipasi sosial yang tinggi pula terhadap pembangunan yang

dilaksanakan. Partisipasi sosial yang diharapkan sangat berkaitan dengan teknologi

yang dipergunakan. Makin tinggi (modern) teknologi yang dipergunakan makin tinggi

pula etos kerja yang diperlukan (Usman Pelly, 1992).

Konsep etos dalam arti modern, pertama dikembangkan oleh filsuf Immanual

Kant (1724-1804). Filsuf ini menyatakan bahwa etos merupakan “kehendak otonom

sebagai ciri khas setiap moral”, dalam kaitan kerja, etos berarti “sikap kehendak yang

dituntut terhadap kegiatan tertentu”(Van Magnis, 1979). Menurut Mochtar Lubis

(1979) mempergunakan kata etos dalam arti luas yaitu sebagai sistem tata nilai

mental, tanggung jawab dan kewajiban. Akan tetapi, perlu kiranya dicatat bahwa sikap

moral berbeda dengan etos, karena kosep yang pertama menekankan kewajiban untuk

berorientasi pada norma sebagai patokan yang harus diikuti, sedang yang kedua (etos)

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28829/4/Chapter II.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan Publik 2.1.1.

ditekankan pada kehendak otonom atas kesadaran sendiri, walaupun keduanya

berhubungan erat dan merupakan sikap mutlak terhadap sesuatu. Selanjutnya, Abidin

(2010, hal : 79) menyatakan bahwa etos kerja adalah seperangkat perilaku kerja positif

yang berakar pada kesadaran yang kental, keyakinan yang fundamental, disertai

komitmen yang total pada paradigma kerja yang integral. Setiap organisasi yang selalu

ingin maju, akan melibatkan anggota untuk meningkatkan mutu kinerjanya,

diantaranya setiap organisasi harus memiliki etos kerja.

Dari pengertian etos kerja di atas, maka jika seseorang, suatu organisasi atau

suatu komunitas menganut paradigma kerja tertentu, percaya padanya secara tulus dan

serius, serta berkomitmen pada paradigma kerja tersebut, maka kepercayaan itu akan

melahirkan sikap kerja dan perilaku kerja mereka secara khas. Itulah etos kerja

mereka, dan itu pula budaya kerja mereka (Abidin, 2010, hal : 10).

Dalam Abidin (2010, hal : 80) ada delapan etos kerja, yaitu:

1. Kerja adalah rahmat

Etos kerja pertama adalah percaya pada paradigma bahwa kerja adalah rahmat,

dan karena itu harus disyukuri paling sedikit karena 5 (lima) alasan:

a. Pekerjaan itu sendiri secara hakiki adalah berkat Tuhan, lewat pekerjaan

Tuhan memelihara manusia. Dengan upah yang diterima, karyawan dapat

menyediakan sandang, pangan untuk keluarganya.

b. Karyawan selain menerima upah finansial juga menerima banyak faktor

plus, misalnya jabatan, fasilitas, berbagai tunjangan dan kemudahan.

c. Talenta yang menjadi basis keahlian juga merupakan rahmat yang

diberikan Tuhan kepada manusia.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28829/4/Chapter II.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan Publik 2.1.1.

d. Bahan baku yang dipakai dan diolah dalam bekerja juga telah tersedia

karena rahmat Tuhan.

e. Di dalam pekerjaan semua individu terlibat dalam sebuah jaringan antar

manusia yang fungsional, hirarkis, dan sinergis yang membentuk

kelompok kerja, profesi, korps, dan komunitas.

2. Kerja adalah amanah

Etos amanah lahir dari proses dialektika dan refleksi batin tatkala manusia

berhadapan dengan kenyataan buruk di lapangan yang diperhadapkan dengan

tuntutan moral dan idealisme di pihak lain. Dalam proses ini terjadi

penyentakan-penyentakan perasaan, kejutan-kejutan kejiwaan, dan

pencerahan-pencerahan batin yang kemudian mentransformasikan kesadaran

manusia ke tingkat yang lebih tinggi dan selanjutnya melahirkan etos amanah.

Dari kesadaran amanah ini lahirlah kewajiban moral yaitu tanggung jawab

yang kemudian menumbuhkan keberanian moral dan keinginan kuat untuk:

a. Bekerja sesuai dengan job description dan mencapai target-target kerja

yang ditetapkan.

b. Tidak menyalahgunakan fasilitas organisasi.

c. Tidak membuat dan mendistribusikan laporan fiktif.

d. Tidak menggunakan jam kerja untuk kepentingan pribadi.

e. Mematuhi semua aturan dan peraturan organisasi.

3. Kerja adalah panggilan

Kerja sebagai panggilan adalah sebuah konsep yang sangat tua. Dalam tradisi

Hinduisme dan Buddhisme konsep panggilan ini disebut darma, yaitu

panggilan suci, kewajiban suci, tugas sakral untuk mengerjakan sesuatu.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28829/4/Chapter II.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan Publik 2.1.1.

Tujuan panggilan yang terpenting adalah agar manusia dapat bekerja tuntas dan

selalu mengedepankan integritas:

a. Setiap orang lahir ke dunia dengan panggilan khusus, yang dilakoni

oleh setiap orang terutama melalui pekerjaannya.

b. Agar panggilan berhasil terselesaikan sampai tuntas, diperlukan

integritas yang kuat, komitmen, kejujuran, keberanian mendengarkan

nurani dan memenuhi tuntutan profesi dengan segenap hati, pikiran dan

tenaga.

c. Integritas adalah komitmen, janji yang harus ditepati, untuk

menunaikan darma hingga tuntas, tidak pura-pura lupa pada tugas atau

ingkar pada tanggung jawab.

d. Integritas berarti memenuhi tuntutan darma dan profesi dengan segenap

hati, segenap pikiran, dan segenap tenaga secara total, utuh dan

menyeluruh.

e. Integritas berarti bersikap jujur kepada diri sendiri dan bekehendak

baik, tidak memanipulasi, tetapi mengutamakan kejujuran dalam

berkarya.

f. Integritas berarti bersikap sesuai tuntutan nurani, memenuhi panggilan

hati untuk bertindak dan berbuat yang benar dengan mengikuti aturan

dan prinsip sehingga bebas dari konflik kepentingan.

4. Kerja adalah aktualisasi

Aktualisasi diri atau pengembangan potensi insani dapat terlaksana melalui

pekerjaan, karena bekerja adalah pengerahan energi biologis, psikologis, dan

spritual yang selain membentuk karakter dan kompetensi manusia. Tujuan

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28829/4/Chapter II.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan Publik 2.1.1.

aktualisasi yang terpenting adalah agar manusia biasa bekerja keras dan selalu

tuntas:

a. Tak ada sukses yang berarti tanpa kerja keras.

b. Kerja keras tak lain adalah melangkah satu demi satu secara teratur

menuju impian yang diidamkan.

c. Jangan berkecil hati karena menjumpai halangan, karena bahkan batu

penghalangpun bisa menjadi batu loncatan menuju keberhasilan.

d. Manusia tidak akan pernah memperoleh sesuatu yang besar kecuali ia

mencobanya dengan kerja keras penuh semangat.

e. Janganlah menangisi kegagalan, mulailah sekali lagi.

5. Kerja adalah ibadah

Kerja itu ibadah, yang intinya adalah tindakan memberi atau membaktikan

harta, waktu, hati, dan pikiran. Melalui pekerjaan, manusia dapat memiliki

kepribadian, karakter, dan mental yang berkembang, dapat memperkaya

hubungan silaturahmi yang saling mengasihi dan menyayangi, membangun

rasa kesatuan antar manusia, menghasilkan kemakmuran, kesejahteraan dan

kebahagiaan.

6. Kerja adalah seni

Kerja sebagai seni yang mendatangkan kesukaan dan gairah kerja bersumber

pada aktivitas-aktivitas kreatif, artistik, dan interaktif. Aktivitas seni menuntut

penggunaan potensi kreatif dalam diri manusia, baik untuk menyelesaikan

masalah-masalah kerja yang timbul maupun untuk menggagas hal-hal baru.

Pekerjaan yang dihayati sebagai seni terutama terlihat dari kemampuan

manusia berpikir tertib, sistematik, dan konseptual, kreatif memecahkan

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28829/4/Chapter II.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan Publik 2.1.1.

masalah, imajinatif menemukan solusi, inovatif mengimplementasikannya, dan

cerdas saat menjual.

7. Kerja adalah kehormatan

Kerja sebagai kehormatan memiliki sejumlah dimensi yang sangat kaya, yaitu:

a. Secara okupasional, pemberi kerja menghormati kemampuan karyawan

sehingga seseorang itu layak memangku jabatan atau melaksanakan

tugas tersebut.

b. Secara psikologis, pekerjaan memang menyediakan rasa hormat dan

kesadaran dalam diri individu bahwa ia memiliki kemampuan dan

mampu dibuktikan dengan prestasi-prestasi yang diraihnya.Secara

sosial, kerja memberikan kehormatan karena berkarya dengan

kemampuan diri sendiri adalah kebajikan.

c. Secara finansial, pekerjaan memampukan manusia menjadi mandiri

secara ekonomis.

d. Secara moral, kehormatan berarti kemampuan menjaga perilaku etis

dan menjauhi perilaku nista.

e. Secara personal, jika pengertian moral di atas dapat dipenuhi, maka

kehormatan juga bermakna keterpercayaan (trustworthiness) yang lahir

dari bersatunya kata dan perbuatan.

f. Secara profesional, kehormatan berarti prestasi unggul (superior

performance).

8. Kerja adalah pelayanan

Tujuan pelayanan yang terpenting adalah agar manusia selalu bekerja

paripurna dengan tetap rendah hati. Di dunia bisnis, melayani adalah ikhtiar

tiada henti untuk memuaskan pelanggan dengan menyajikan karya-karya yang

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28829/4/Chapter II.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan Publik 2.1.1.

mengesankan dan produk-produk unggulan. Apabila semua orang bekerja

sesuai dengan hakikat profesi dan pekerjaannya, melayani dengan sempurna

penuh kerendahan hati, maka setiap orang, dan pada gilirannya seluruh

masyarakat, akan bergerak ke tingkat kemuliaan yang lebih tinggi. Mengingat

kandungan yang ada dalam pengertian etos kerja, adalah unsur penilaian, maka

secara garis besar dalam penilaian itu, dapat digolongkan menjadi dua, yaitu

penilaian positif dan negatif.

Berpangkal tolak dari uraian itu, maka suatu individu atau kelompok

masyarakat dapat dikatakan memiliki etos kerja yang tinggi, apabila menunjukkan

tanda-tanda sebagai berikut :

a. Mempunyai penilaian yang sangat positif terhadap hasil kerja manusia.

b. Menempatkan pandangan tentang kerja, sebagai suatu hal yang amat luhur

bagi eksistensi manusia.

c. Kerja yang dirasakan sebagai aktivitas yang bermakna bagi kehidupan

manusia.

d. Kerja dihayati sebagai suatu proses yang membutuhkan ketekunan dan

sekaligus sarana yang penting dalam mewujudkan cita-cita,

e. Kerja dilakukan sebagai bentuk ibadah.

Sedangkan bagi individu atau kelompok masyarakat yang memiliki etos kerja

yang rendah, maka akan menunjukkan ciri-ciri yang sebaliknya, yaitu:

a. Kerja dirasakan sebagai suatu hal yang membebani diri

b. Kurang dan bahkan tidak menghargai hasil kerja manusia

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28829/4/Chapter II.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Tentang Pelayanan Publik 2.1.1.

c. Kerja dipandang sebagai suatu penghambat dalam memperoleh

kesenangan

d. Kerja dilakukan sebagai bentuk keterpaksaan

e. Kerja dihayati hanya sebagai bentuk rutinitas hidup

Abidin (2010, hal : 86) menyatakan bahwa etos kerja yang dimiliki oleh

seseorang atau kelompok masyarakat, akan menjadi sumber motivasi bagi

perbuatannya. Apabila dikaitkan dengan situasi kehidupan manusia yang sedang

membangun, maka etos kerja yang tinggi akan dijadikan sebagai prasyarat yang

mutlak, yang harus ditumbuhkan dalam kehidupan itu. Karena hal itu akan membuka

pandangan dan sikap kepada manusianya untuk menilai tinggi terhadap kerja keras

dan sungguh-sungguh, sehingga dapat mengikis sikap kerja yang asal-asalan, tidak

berorientasi terhadap mutu atau kualitas yang semestinya.

Universitas Sumatera Utara