BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Manajemen Sumber Daya...
Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Manajemen Sumber Daya...
9
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Dessler (2004a,p2), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah
Kebijakan dan praktik menentukan aspek “manusia” atau sumber daya manusia dalam
posisi manajemen, termasuk merekrut, menyaring, melatih, memberi penghargaan, dan
penilaian.
Menurut Rivai dan Sagala. (2009,p1), Manajemen sumber daya manusia
merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian.
Menurut Sutrisno (2009, p5) Manajemen sumber daya manusia (MSDM)
merupakan bagian dari manajemen keorganisasian yang memfokuskan diri pada unsur
sumber daya manusia.
Jadi manajemen sumber daya manusia adalah mengelola sumber daya manusia
mulai dari kepemimpinan sampai pengarahan kepada para karyawan dalam pekerjaan
dan hubungan kerja dan membantu karyawan mencapai kepuasan kerja.
2.1.2 Pihak yang Berkepentingan dalam Manajemen Sumber Daya Manusia
Rivai dan Sagala. (2009,pp29-30), Pihak yang berkepentingan dalam Manajemen
Sumber Daya Manusia :
1. Pemilik, dalam mengelola sumber daya manusia diperlukan peran serta pemilik dalam
kaitannya dengan harapan yang diinginkan oleh pemilik terhadap sumber daya manusia
10
yang dapat memberikan kinerja baik bagi suatu sumber daya manusia dan perusahaan.
Para pemilik menanamkan modal bagi perusahaan dengan harapan modal yang ditanam
secara kontinu akan memberikan keuntungan yang layak baginya. Misalnya dalam
bentuk dividen.
2. Karyawan, faktor karyawan dalam SDM adalah faktor utama. Oleh karenanya
perekrutan karyawan, pembinaan dan pelatihan bagi karyawan menentukan maju
mundurnya suatu perusahaan. Karyawan harus dipenuhi kebutuhan material, mental,
psikologis, sosial dan intelektual secara memuaskan. Yang pada gilirannya manajemen
SDM merupakan wahana yang amat penting dalam mempertahankan harkat dan
martabatnya sebagai manusia. Karyawan memberikan keahliannya untuk kemajuan
perusahaan tentu menuntut perbaikan dan peningkatan kualitas hidup serta diberi
peluang untuk maju dan dan berkembang dalam kariernya. Setiap orang pada dasarnya
mempunyai keinginan dan keyakinan bahwa pada saatnya nanti akan mencapai apa yang
dicita-citakannya. Bekerja dan mendapatkan kompensasi juga didasarkan pada
keyakinan bahwa dengan bekerja seseorang yakin dapat memenuhi berbagai
kebutuhannya. Selain itu setiap individu selalu berkeinginan agar kebutuhan itu akan
meningkat sejalan dengan peningkatan kariernya atau jenjang jabatannya dengan
perusahaan. Pada mulanya memang motif seseorang memasuki suatu perusahaan adalah
untuk mencapai dan memenuhi kebutuhan pribadinya, hal ini sebagai sesuatu yang wajar
dan logis saja, dan merupakan gejala yang umum. Namun demikian, dalm mewujudkan
keinginannya setiap orang pun harus mau melakukan dan berbuat sesuatu untuk
kepentingan perusahaan, dan disini diperlukan adanya kesediaan untuk bekerja secara
ikhlas memajukan perusahaan setelah itu akan mendapatkan kompensasi dari
perusahaan. Sebagai seorang individu yang ingin maju dan berkembang mereka perlu
11
memotivasi diri untuk maju bekerja keras, penuh tanggung jawab, selalu ingin maju dan
tidak mudah menyerah, serta selalu meningkatkan kualitas diri sebagai upaya antisipasi
menghadapi persaingan yang semakin berat diantara sesama tenaga kerja. Disinilah
peranan manajemen SDM menjadi sangat penting, tidak hanya menjamin keputusan
SDM pada perusahaan, akan tetapi diarahkan pada mengoptimalisasi kontribusinya pada
perusahaan ke arah pencapaian tujuan perusahaan.
3. Pemerintah, pemerintah memiliki hak, wewenang, dan langsung tanggung jawab
untuk meningkatkan mutu hidup dari seluruh warga negaranya. Karena itu pemerintah
dengan seluruh jajarannya sangat berkepentingan dengan keberhasilan manajemen
SDM. Dengan peningkatan manajemen SDM, maka pemerintah dimungkinkan untuk
memperoleh pajak dan memperluas kesempatan kerja.
4. Customer, kelompok masyarakat yan menjadi konsumen barang atau jasa yang
dihasilkan oleh perusahaan sangat mengharapkan bahwa penyediaan barang dan jasa
tersebut tidak mengalami gangguan yang apabila terjadi akan mempengaruhi
kemampuannya untuk memuaskan kebutuhannya.
5. Manajemen, dalam perusahaan modern biasanya kelompok profesional bukan lagi
pemilik perusahaan-mempertaruhkan waktu, keahlian, pengetahuan, keterampilan dan
reputasi profesionalnya, bukan hanya demi kepentingan perusahaan yang dipimpinnya,
akan tetapi juga demi kepentingan negara dalam rangka pemenuhan tanggung jawab
sosial dari perusahaan yang bersangkutan.
2.1.3 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Dessler (2004a, p2), Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia adalah :
12
1. Perencanaan. Menentukan sasaran dan standar-standar; membuat aturan dan
prosedur; menyusun rencana-rencana dan membuat perkiraan.
2. Pengorganisasian. Memberikan tugas spesifik kepada setiap bawahan; membuat
divisi-divisi; mendelegasikan wewenang kepada bawahan; membuat jalur
wewenang dan komunikasi; mengkoordinasikan pekerjaan bawahan.
3. Penyusunan staf. Menentukan tipe orang yang harus dipekerjakan; merekrut
calon karyawan; memilih karyawan; menetapkan standar prestasi; memberikan
kompensasi kepada karyawan; mengevaluasi prestasi; memberikan konseling
kepada karyawan; melatih dan mengembangkan karyawan.
4. Kepemimpinan. Mendorong orang lain untuk menyelesaikan pekerjaan;
mempertahankan semangat kerja; memotivasi bawahan.
5. Pengendalian. Menetapkan standar seperti kuota penjualan, standar kualitas, atau
tingkat produksi; memeriksa untuk melihat bagaimana prestasi yang dicapai
dibandingkan dengan standar-standar ini; melakukan koreksi jika dibutuhkan.
2.1.4 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Cushway (Sutrisno (2009, p6)) Tujuan manajemen sumber daya
manusia meliputi:
1. Memberi pertimbangan manajemen dalam membuat kebijakan SDM untuk
memastikan bahwa oganisasi memiliki pekerja yang bermotivasi dan berkinerja
yang tinggi, memiliki pekerja yang selalu siap mengatasi perubahan dan
memenuhi kewajiban pekerjaan secara legal.
2. Mengimplementasikan dan menjaga semua kebijakan dan prosedur SDM yang
memungkinkan organisasi mampu mencapai tujuannnya.
13
3. Membantu dalam pengembangan arah keseluruhan organisasi dan strategi,
khususnya yang berkaitan dengan implikasi SDM.
4. Memberi dukungan dan kondisi yang akan membantu manajer lini mencapai
tujuannya.
5. Menangani berbagai krisis dan situasi sulit dalam hubungan antar pekerja untuk
meyakinkan bahwa mereka tidak menghambat organisasi dalam mencapai
tujuannnya.
6. Menyediakan media komunikasi antara pekerja dan manajemen organisasi.
7. Bertindak sebagai pemelihara standar organisasional dan nilai dalam manajemen
SDM.
2.1.5 Pengembangan Karier Karyawan
2.1.5.1 Pengertian Pengembangan Karier Karyawan
Menurut Panggabean (2004, p64) Karier adalah suatu urutan kegiatan kerja yang
terpisah, tetapi berhubungan yang memberikan kesinambungan, keteraturan, dan arti
bagi kehidupan seseorang.
Menurut Rivai dan Sagala. (2009,p274) Pengembangan Karier adalah proses
peningkatan kemampuan kerja individu yang dicapai dalam rangka mencapai karier
yang diinginkan. Tujuan dari seluruh program pengembangan karier adalah untuk
menyesuaikan antara kebutuhan dan tujuan karyawan dengan kesempatan karier yang
tersedia di perusahaan saat ini dan di masa mendatang. Karena itu, usaha pembentukan
sistem pengembangan karier yang dirancang secara baik akan dpat membantu karyawan
dalam menentukan kebutuhan karier mereka sendiri, dan menyesuaikan antara
kebutuhan karyawan dengan tujuan perusahaan.
14
Menurut Dessler (2004a,p237) Proses pengembangan manajemen terdiri dari (1)
Menilai kebutuhan strategis perusahaan (misalnya, untuk mengisi lowongan eksekutif
mendatang, atau untuk mendorong sifat kompetitif), (2) menilai prestasi manajer, dan
kemudian (3) mengembangkan manajer (dan calon manajer).
Menurut Sutrisno (2009, p26) Pengembangan karier berkaitan dengan
penyusunan jalur karier yang merupakan urut-urutan posisi (jabatan) yang mungkin
diduduki oleh seorang pegawai mulai dari tingkatan terendah hingga tingkatan teratas
dalam struktur organisasi.
Menurut Mondy (2010, p228) “Career development: Formal approach used by
the organization to ensure that people with the proper qualifications and experiences
are available when needed.” Pengembangan karier adalah Pendekatan formal yang
digunakan oleh organisasi untuk memastikan bahwa orang-orang dengan kualifikasi dan
pengalaman yang tepat tersedia ketika dibutuhkan.
Jadi pengembangan karier adalah mengatur jalur karier setiap karyawan mulai
dari tingkatan terendah hingga tingkatan teratas dengan melewati beberapa tahap yang
telah ditetapkan dan dapat mempersiapkan karyawan dengan kualifikasi terbaik.
2.1.5.2 Manfaat Pengembangan Karier
Menurut Sulistiyani dan Rosidah. (2009,p228) Manfaat pengembangan karier
adalah :
1. Mengembangkan prestasi pegawai
2. Mencegah terjadinya pegawai yang minta berhent untuk pindah kerja, dengan
cara meningkatkan loyalitas pegawai
15
3. Sebagai wahana untuk memotivasi pegawai agar dapat mengembangkan
bakat dan kemampuannya
4. Mengurangi subyektivitas dalam promosi
5. Memberikan kepastian hari depan
6. Sebagai usaha untuk mendukung organisasi memperoleh tenaga yang cakap
dan terampil dalam melaksanakan tugas.
Menurut Sulistiyani dan Rosidah. (2009,p229) Pengembangan karier dalam suatu
organisasi dibutuhkan pengujian atas dua proses utama :
1. Career Planning. Bagaimana orang merencanakan dan mewujudkan
kariernya sendiri, yaitu suatu usaha seseorang secara sengaja untuk
menjadilebih sadar dan tahu akan keterampilannya sendiri, kepentingan,
pilihan nilai, peluang dan hambatan untuk kepentingan tujuan yang terkait
dengan kariernya.
2. Career management. Yaitu bagaimana organisasi mendisain dalam
melaksanakan program karier anggotanya. Proses ini merupakan usaha
formal, terorganisir dan terencana untuk mencapai keseimbangan antara
keinginan karier individu dengan persyaratan tenaga kerja organisasi.
2.1.5.3 Jalur karier.
2.1.5.3.1 Pengertian penempatan
Menurut Rivai dan Sagala. (2009,p198) Penempatan adalah penugasan atau
penugasan kembali seorang karyawan kepada pekerjaan barunya. Dalam alur ini,
terdapat tiga jenis penting dari penempatan, yaitu promosi, transfer, dan demosi.
16
2.1.5.3.2 Dua macam jalur karier
Menurut Heneman (Sutrisno (2009, p26)) Untuk mempermudah penyusunannya,
manajemen sumber daya manusia dapat menggunakan dua macam jalur karier yaitu:
1. Pertama, jalur karier tradisional dimana urutannya merupakan kombinasi dari
pergerakan vertikal ke atas (promosi atau kenaikan jabatan ke tingkatan yang
lebih tinggi) dan horisontal (transfer atau perpindahan ke jabatan yang
memiliki tingkatan yang sama).
2. Kedua, disebut jalur karier inovatif karena urut-urutannya merupakan
kombinasi pergerakan vertikal ke atas, verikal ke bawah (demosi atau
penurunan jabatan ke tingkat yang lebih rendah) dan horisontal.
Jika tujuannya sebagai penghargaan atas kinerja SDM, maka jalur karier
tradisional merupakan pilihan yang tepat. Sedangkan apabila kebijakan pengembangan
karier bertujuan untuk memberikan pengalaman dan kesempatan yang sebaik-baiknya
kepada SDM sebelum sampai ke posisi puncak, maka jalur karier inovatiflah yang patut
untuk diterapkan.
Ruang lingkup mutasi (Hasibuan, 2002, p104) mencakup mutasi secara horisontal
dan vertikal :
1. Mutasi horizontal (job rotation / transfer) artinya perubahan tempat atau
jabatan karyawan tetapi masih pada ranking yang sama di dalam organisasi.
a. Mutasi tempat ( tour of area ) adalah perubahan tempat kerja, tetapi
tanpa perubahan jabatan/posisi/golongannya.
b. Mutasi jabatan ( tour of duty ) adalah perubahan jabatan atau
penempatan pada posisi semula.
17
2. Mutasi vertikal adalah perubahan posisi/jabatan/pekerjaan, promosi atau
demosi sehingga kewajiban dan kekuasaannya juga berubah.
Menurut Rivai dan Sagala. (2009,p199) Promosi terjadi apabila seorang
karyawan dipindahkan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainyang lebih tinggi dalam
pembayaran, tanggung jawab dan atau level. Umumnya diberikan sebagai penghargaan,
hadiah (reward system) atas usaha dan prestasinya di masa lampau, maka akan muncul
dua permasalahan.
Pertama, ketika pembuat keputusan dapat membedakan antara karyawan yang
kuat dan yang lemah secara objektf. Kedua, Peter Principle atau Prinsip Peter yang
menyatakan bahwa secara hierarki manusia cenderung untuk terus meningkatkan tingkat
kompentensinya. Meskipun tidak selalu benar, prinsip tersebut menyatakan bahwa
baiknya kinerja seseorang pada bidang tertentu belum tentu baik juga pada bidang kerja
yang lain. (Rivai dan Sagala. (2009,p199))
Ada juga model promosi Sistem Senioritas. Dalam beberapa hal, pada umumnya
pekerja senior akan dipromosikan terlebih dahulu. Maksud senior disini adalah pekerja
yang mempunyai masa kerja paling lama di perusahaan tersebut. Kelebihan pendekatan
ini adalah adanya prinsip objektif. Karyawan yang akan dipromosikan ditentukan
berdasarkan catatan senioritas yang ada pada perusahaan. Alasan rasional pendekatan ini
adalah untuk menghilangkan / mengurangi promosi yang menyimpang (promosi
istimewa) dan memerlukan pengelolaan untuk mengembangkan senioritas pekerja
karena mereka akan dipromosikan sebagaimana mestinya. Promosi sistem senioritas
biasanya dibatasi pada pekerja yang digaji berdasarkan jam kerja. (Rivai dan Sagala.
(2009,p199))
18
Menurut Dessler (2004b, p43) Promosi, Kemajuan ke posisi dengan tanggung
jawab meningkat. Pemindahan, Penugasan ke posisi serupa (atau lebih tinggi) di bagian
lain di perusahaan.
Sebagian besar orang-orang yang bekerja menantikan promosi, yang biasanya
berarti pembayaran gaji, tanggung jawab, dan (seringkali) kepuasan kerja yang lebih
besar.
Menurut Rivai dan Sagala. (2009, p200) Demosi terjadi kalau seorang karyawan
dipindahkan dari satu posisi ke posisi lainnya yang lebih rendah tingkatannya, baik
tingkat gaji, tanggung jawab maupun tingkat strukturalnya.
Demosi jarang menimbulkan hasil yang positif bagi seorang karyawan. Biasanya
hal tersebut terjadi karena masalah kedisiplinan, karyawan didemosi karena kinerja yang
tidak baik, atau karena ketidaktaatan terhadap disiplin kerja seperti terlalu sering
absen/tidak hadir. (Rivai dan Sagala. (2009,p201))
2.1.5.3.3 Tujuan jenjang karier jabatan
Menurut Sutrisno (2009, p182) Tujuan jenjang karier jabatan adalah:
1. Memberikan kepastian arah karier jabatan karyawan dalam kiprahnya di lingkup
organisasi
2. Meningkatkan daya tarik organisasi atau institusi bagi para karyawan yang
berkualitas.
3. Memudahkan manajemen dalam menyelenggarakan program-program
pengembangan sumber daya manusia, khususnya dalam rangka mengambil
keputusan di bidang karier serta perencanaan sumber daya manusia organisasi
atau perusahaan yang selaras dengan rencana pengembangan organisasi
19
4. Memudahkan administrasi kepegawaian, khususnya dalam melakukan
administrasi pergerakan karyawan dalam arah karier promosi, rotasi,ataupun
demosi jabatan.
Prestasi kerja, pengalaman, pelatihan memiliki peran penting dalam menempuh
berbagai jalur karier yang dapat ditempuh oleh seseorang.
2.1.5.3.4 Pemutusan Hubungan Kerja
2.1.5.3.4.1 Pengertian PHK
Menurut Panggabean ( 2004, p121) Pemutusan hubungan kerja merupakan
fungsi terakhir manajer sumber daya manusia yang dapat didefinisikan sebagai
pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha yang dapat disebabkan oleh
berbagai macam alasan, sehingga berakhir pula hak dan kewajiban di antara mereka.
2.1.5.3.4.2 Alasan melakukan PHK
Menurut Panggabean (2004, p122) Alasan melakukan pemutusan hubungan kerja adalah
1. Mengurangi biaya tenaga kerja
2. Menggantikan kinerja yang buruk. Bagian integral dari manajemen adalah
mengidentifikasi kinerja yang buruk dan membantu meningkatkan kinerjanya.
3. Meningkatkan inovasi
PHK meningkatkan kesempatan untuk memperoleh keuntungan yaitu:
a. Pemberian penghargaan melalui promosi atas kinerja individual yang tinggi
b. Menciptakan kesempatan untuk level posisi yang baru masuk
c. Tenaga kerja dipromosikan untuk mengisi lowongan kerja sebagai sumber
daya yang dapat memberikan inovasi / menawarkan pandangan baru.
20
4. Kesempatan untuk perbedaan yang lebih besar.
Meningkatkan kesempatan untuk memperkerjakan karyawan dari latar belakang
yang berbeda-beda dan mendistribusikan ulang komposisi budaya dan jenis
kelamin tenaga kerja.
2.1.5.4 Career Development programs
Menurut Byars dan Rue (2008, p196) Keberhasilan pelaksanaan program
pengembangan karir melibatkan empat langkah dasar pada tingkat individu:
1. Penilaian individu dalam kemampuannya, minat dan tujuan-tujuan karir.
2. Penilaian organisasi dalam kemampuan individu dan potensi.
3. Pilihan komunikasi dan kesempatan karir dalam organisasi.
4. Konseling karir untuk menetapkan tujuan realistis dan rencana untuk
mencapainya.
2.1.5.5 Career Development Methods
Menurut Mondy (2010, p229) Ada banyak metode untuk pengembangan karir.
Saat ini digunakan beberapa metode, yang kebanyakan digunakan dalam berbagai
kombinasi, akan dibahas berikutnya
1. Manager / Employee Self-Service
Banyak perusahaan yang menyediakan manajer dengan kemampuan online untuk
membantu karyawan dalam perencanaan karir mereka dan mengembangkan
kompetensi yang diperlukan melalui online layanan mandiri karyawan, karyawan
diberikan dengan kemampuan untuk memperbarui tujuan kinerja online dan untuk
mengikuti kursus pelatihan.
21
2. Discussions with knowledgeable individuals
Dalam diskusi formal, superior dan bawahan karyawan mungkin bersama-sama
sepakat tentang apa kegiatan pengembangan karir yang terbaik. Di beberapa
organisasi, sumber daya manusia pofessionals adalah titik fokus untuk memberikan
bantuan pada topik.
3. Company material
Beberapa perusahaan menyediakan bahan secara khusus dikembangkan untuk
membantu dalam pengembangan karir. Bahan tersebut disesuaikan dengan
kebutuhan khusus perusahaan. di samping itu, uraian tugas memberikan pemahaman
yang berharga tentang pribadi individu untuk menentukan apakah ada sebuah
perbandingan antara kekuatan dan kelemahan mereka dan posisi tertentu.
4. Performance-appraisal system
Sistem penilaian kinerja perusahaan juga dapat menjadi alat yang berharga dalam
pengembangan karir. Mendiskusikan kekuatan dan kelemahan seorang karyawan
dengan atau atasannya dapat mengungkap kebutuhan pembangunan. Jika mengatasi
kelemahan tertentu tampaknya sulit atau bahkan tidak mungkin, suatu jalur karier
alternatif dapat menjadi solusi.
5. Workshops
Beberapa organisasi melakukan lokakarya yang berlangsung selama dua atau tiga
hari untuk tujuan membantu mengembangkan karir pekerja dalam perusahaan.
Karyawan mencari sesuai dengan tujuan karir mereka yang spesifik dengan
kebutuhan perusahaan. Di lain waktu, perusahaan dapat mengirim pekerja untuk
lokakarya yang tersedia dalam masyarakat atau pekerja dapat memulai kunjungan
sendiri.
22
2.1.5.6 Kepuasan Kerja
Menurut Caugemi dan Claypool (Sutrisno (2009,p84)) hal-hal yang
menyebabkan rasa puas adalah :
1. Prestasi
2. Penghargaan
3. Kenaikan Jabatan
4. Pujian
Menurut Sutrisno (2009, p86) faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja,yaitu
1. Faktor psikologis, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaaan
karyawan yang meliputi minat, ketentraman dalam kerja, sikap terhadap kerja,
bakat dan keterampilan
2. Faktor sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik
antara sesama karyawan, maupun dengan atasannya.
3. Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik karyawan,
meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu dan waktu istirahat, perlengkapan
kerja, keadaaan ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan,
umur dan sebagainya.
4. Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta
kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial,
macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan sebagainya.
Untuk mencapai suatu manajemen karier yang baik, karyawan harus memiliki
kepuasan kerja dalam perusahaan. Didalam suatu manajemen karier, terdapat
pengembangan karyawan, penilaian prestasi karyawan dan kompensasi. Apabila suatu
23
perusahaan telah memiliki manajemen karir yang baik berarti ketiga unsur tersebut telah
dijalankan dengan baik dan tepat. Sehingga karyawan dapat merasakan kepuasan kerja.
Kepuasan kerja dapat memberi dampak terhadap produktivitas, absensi, dan kesehatan.
Karyawan yang telah merasa puas bekerja dalam perusahaan, karyawan tersebut dapat
memberi dampak positif bagi perusahaan dengan memberikan segala pengetahuan yang
dimiliki untuk mencapai tujuan perusahaan.
2.1.6 Pengembangan Karyawan
2.1.6.1 Pengertian Pengembangan
Menurut Sutrisno (2009, p65) Proses pengembangan sumber daya manusia
(PSDM) merupakan strating point di mana organisasi ingin meningkatkan dan
mengembangkan skills, knowledge, dan ability (SKA) individu sesuai dengan kebutuhan
masa kini maupun masa mendatang.
Menurut Singodimedjo (Sutrisno (2009, p66)) Mengemukakan pengembangan
SDM adalah proses persiapan individu-individu untuk memikul tanggung jawab yang
berbeda atau lebih tinggi di dalam organisasi, biasanya berkaitan dengan peningkatan
kemampuan intelektual untuk melaksanakan pekerjaan yang lebih baik.
Menurut Husnan (Sutrisno (2009, p67)) mengemukakan pengembangan SDM
adalah proses pendidikan jangka panjang yang menggunakan prosedur sistematis dan
terorganisasi, sehingga tenaga kerja manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan
teoritis untuk tujuan umum.
Jadi pengembangan adalah proses pendidikan yang diberikan kepada karyawan
untuk mengembangkan skills, knowledge, dan ability (SKA) untuk mempersiap kan diri
24
mendapat tanggung jawab yang lebih tinggi dalam organisasi atau perusahaan dan dalam
melaksanakan tugas-tugasnya dapat lebih efisien dan produktif.
2.1.6.2 Langkah-langkah Pelatihan
Menurut Rivai dan Sagala. (2009,p212) Langkah-langkah Pelatihan adalah:
1. Pihak yang diberikan pelatihan (trainee) harus dapat dimotivasi untuk
belajar.
2. Trainee harus mempunyai kemampuan untuk belajar.
3. Proses pembelajaran harus dapat dipaksakan atau diperkuat.
4. Pelatihan harus menyediakan bahan-bahan yang dapat dipraktekan atau
diterapkan.
5. Bahan-bahan yang dipresentasikan harus memiliki arti yang lengkap dan
memenuhi kebutuhan.
6. Materi yang diajarkan harus memiliki arti yang lengkap dan memenuhi
kebutuhan.
2.1.6.3 Golongan-golongan dalam kebutuhan pelatihan
Menurut Rivai dan Sagala. (2009,p219) Kebutuhan pelatihan dapat digolongkan
menjadi:
1. Kebutuhan memenuhi tuntutan sekarang. Kebutuhan ini biasanya dapat dikenali
dari prestasi karyawannya yang tidak sesuai dengan standar hasil kerja yang
dituntut pada jabatan itu. Meskipun tidak selalu penyimpangan ini dapat
dipecahkan dengan pelatihan.
25
2. Memenuhi kebutuhan tuntutan jabatan lainnya. Pada tingkat hierarki manapun
dalam perusahaan yang sering dilakukan rotasi jabatan. Alasannya bermacam-
macam, ada yang menyebutkan untuk mengatasi kejenuhan, ada juga yang
menyebutkan untuk membentuk orang generalis. Seorang manajer keuangan,
sebelum dipromosikan menjadi general manajer tentunya perlu melewati jabatan
fungsional lainnya.
3. Untuk memenuhi tuntutan perubahan. Perubahan-perubahan, baik interen
(perubahan sistem, struktur organisasi) maupun eksteren (perubahan teknologi,
perubahan orientasi bisnis perusahaan) sering memerlukan adanya tambahan
pengetahuan baru. Meskipun pada saat ini tidak ada persoalan antara kemampuan
orangnya dengan tuntutan jabatannya, tetapi dalam rangka menghadapi perubahan
diatas dapat diantisipasi dengan adanya pelatihan yang bersifat potensial.
2.1.6.4 Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dan berperan dalam pelatihan
dan pengembangan
Menurut Rivai dan Sagala. (2009,p226) Beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan dan berperan dalam pelatihan dan pengembangan :
1. Cost-efectiveness (efektifitas biaya)
2. Materi program yang dibutuhkan.
3. Prinsip-prinsip pembelajaran.
4. Ketepatan dan kesesuaian fasilitas.
5. Kemampuan dan preferensi peserta pelatihan.
6. Kemampuan dan preferensi instruktur pelatihan.
26
2.1.6.5 Kriteria dasar yang tersedia untuk mengevaluasi pelatihan
Menurut Snell dan Bohlander (2010, pp333-335) Empat kriteria dasar yang
tersedia untuk mengevaluasi pelatihan :
1. Reaction
2. Learning
3. Behavior
4. Result
2.1.6.5.1 Reaction
Salah satu yang sederhana dan pendekatan yang paling umum untuk
mengevaluasi program pelatihan adalah reaksi penilaian peserta. Peserta yang senang
akan lebih cenderung ingin fokus terhadap prinsip-prinsip pelatihan dan untuk
memanfaatkan informasi pada pekerjaannya. Peserta pelatihan dapat melakukan lebih
dari memberitahukan Anda apakah mereka menyukai program pelatihan tersebut.
Mereka dapat memberikan wawasan dan teknik konten yang mereka temukan dan paling
berguna. Mereka dapat kritik instruktur atau membuat saran tentang interaksi peserta,
umpan balik dan sebagainya. Mungkin pertanyaan yang potensial meliputi:
• Apa tujuan belajar Anda untuk program ini?
• Apakah Anda mencapainya?
• Apakah Anda menyukai program ini?
• Anda akan merekomendasikan hal ini kepada orang lain yang memiliki tujuan
pembelajaran yang sama?
• Apa saran anda untuk memperbaiki program?
27
2.1.6.5.2 Learning
Melampaui apa yang dipikirkan peserta pelatihan, mungkin ide yang baik untuk
melihat apakah mereka benar-benar belajar sesuatu. Menguji pengetahuan dan
keterampilan peserta pelatihan sebelum dan sesudah program pelatihan akan membantu
menentukan perbaikan. Keterampilan dan pengetahuan tingkat karyawan yang telah
menjalani program pelatihan juga dapat dibandingkan dengan karyawan yang belum.
2.1.6.5.3 Behavior
Anda mungkin terkejut mengetahui bahwa banyak dari apa yang dipelajari dalam
sebuah program pelatihan tidak pernah dipakai kembali bekerja. tidak bahwa pelatihan
ini tentu tidak efektif. tapi untuk beberapa alasan, peserta pelatihan tidak menunjukkan
perubahan perilaku kembali bekerja. transfer pelatihan mengacu pada seberapa baik
karyawan menerapkan apa yang telah mereka pelajari untuk pekerjaan mereka.
2.1.6.5.4 Result
Seperti yang telah kita ditunjukkan, manajer sumber daya manusia di bawah
tekanan untuk menunjukkan bahwa program-program pelatihan mereka menghasilkan
"bottom-line" hasil. Kebanyakan organisasi dewasa ini mengukur pelatihan mereka
dalam hal pengembalian investasi, yang juga kadang-kadang disebut sebagai perusahaan
utilitas untuk pelatihan mendapatkan dolar. ROI perusahaan mengacu pada manfaat
yang berasal dari pelatihan para karyawannya yang relatif terhadap biaya. HR manajer
bertanggung jawab untuk menghitung dan menyajikan manfaat tersebut kepada manajer
puncak perusahaan. Berikut ini adalah jenis pertanyaan HR manajer mencoba untuk
28
menjawab ketika mereka menghitung manfaat program pelatihan. Berapa banyak
peningkatan kualitas karena program pelatihan?
2.1.6.6 Metode Pelatihan dan Pengembangan :
Menurut Rivai dan Sagala. (2009, pp227-233) Metode Pelatihan dan
Pengembangan :
1. On the job training (OT)
On the job training disebut juga dengan pelatihan dengan instruksi
pekerjaan sebagai suatu metode pelatihan dengan cara para pekerja atau
calon pekerja ditempatkan dalam kondisi pekerjaan yang riil, di bawah
bimbingan atau supervisi dari pegawai yang telah berpengalaman atau
seorang supervisor. Walaupun metode ini tampaknya sederhana, apabila
tidak ditangani dengan tepat, beberapa permasalahan mungkin timbul, seperti
kerusakan mesin produksi, ketidakpuasan konsumen, kesalahan melakukan
filing dokumen, dan lain-lain. Untuk mencegah masalah ini, instruktur harus
dipilih secara selektif. Salah satu pendekatan on the job training yang
sistematis adalah Job Instruction Training (JIT). Melalui sistem ini,
instruktur pertama kali memberikan pelatihan kepada supervisor, dan
selanjutnya supervisor memberikan pelatihan kepada pekerja. On the job
training mencakup beberapa langkah. Pertama, peserta menerima penjelasan
tentang pekerjaan, tujuan hasilnya dengan tekanan pada relevansi pelatihan.
Kemudian pelatih menunjukan pekerjaan untuk memberi contoh pada
peserta. Karena peserta diberi petunjuk pekerjaan, pelatihan ditransfer kepada
pekerja. Kemudian pekerja diberi kesempatan meniru contoh pelatih.
29
Demonstrasi si pelatih dan latihan peserta diulang-ulang sampai pekerjaan
dikuasai dengan baik oleh peserta. Demonstrasi dan latihan yang berulang
memberikan peluang dan umpan balik. Akhirnya pekerja melaksanakan
pekerjaan tanpa pengawasan, tetapi pelatih dapat saja mengunjungi peserta
untuk melihat apakah ada pertanyaan.
Menurut Dessler ( 2004a, p238 ) On the job training tidak hanya
digunakan untuk karyawan non-manajer. Metode pelatihan on the job
training manajerial meliputi rotasi pekerjaan, pendekatan belajar sambil
dibimbing, dan pembelajaran action learning (belajar beraksi).
• Rotasi pekerjaan
Berarti memindahkan calon manajemen (management trainee) dari
departemen yang satu ke departemen yang lainnya untuk memperluas
pemahaman mereka terhadap semua departemen dan untuk menguji
kemampuan mereka. Orang yang dilatih biasanya lulusan baru dari
perguruan tinggi , bisa menghabiskan beberapa bulan dalam setiap
departemen. Orang itu bisa saja hanya sebagai seorang pengamat
pada setiap departemen, tetapi umumnya mereka terlibat penuh dalam
operasionalnya. Orang tersebut belajar dalam pekerjaan dengan
benar-benar melakukannya, sebelum dia menemukan pekerjaan apa
yang lebih disukainya. Ada beberapa cara untuk meningkatkan
keberhasilan program rotasi. Program ini harus dibuat spesifik untuk
kebutuhan, minat, dan kemampuan orang yang dilatih tersebut, dan
bukan merupakan rangkaian standar yang dijalankan oleh semua
orang yang dilatih. Kecepatan orang itu belajar menentukan lamanya
30
waktu orang itu tinggal dalam sebuah pekerjaan. Yang kompeten
menilai dan membimbing orang tersebut adalah manajer masing-
masing departemen.
• Pendekatan belajar sambil dibimbing
Disini orang yang dilatih bekerja secara langsung dengan seorang
manajer senior atau dengan orang yang akan digantikannya. Orang
yang akan digantikan ini bertanggung jawab untuk membimbing
orang yang dilatih itu. Secara perlahan, sambil belajar manajer senior
akan melepaskan tanggung jawabnya kepada calon penggantinya.
Cara ini memberikan kesempatan kepada orang yang dilatih untuk
mempelajari pekerjaan itu.
• Action learning (belajar beraksi)
Program belajar beraksi memberi kebebasan waktu kepada para
manajer dan yang lainnya untuk bekerja penuh pada proyek-proyek,
menganalisis dan memecahkan permasalahan di departemen selain
departemennya sendiri. Orang-orang yang dilatih akan bertemu secara
periodik dalam kelompok empat atau lima orang untuk membahas
temuan mereka. Beberapa orang yang dilatih bisa bekerja sama dalam
satu kelompok proyek, atau membandingkan catatan dan
mendiskusikan proyeknya masing-masing.
2. Rotasi
Untuk pelatihan silang (cross-train) bagi karyawan agar mendapatkan
variasi kerja, para pengajar memindahkan para peserta pelatihan dari tempat
31
kerja yang satu ke tempat kerja yang lainnya. Setiap perpindahan umumnya
didahului dengan pelatihan pemberian instruksi kerja. Disamping
memberikan variasi kerja bagi karyawan, pelatihan silang (crossing training)
turut membantu perusahaan ketika ada karyawan yang cuti, tidak hadir,
perampingan atau terjadi pengunduran diri. Partisipasi para peserta dan
tingkat transfer pekerjaan yang tinggi ada beberapa manfaat belajar untuk
menghadapi rotasi kerja. Meskipun rotasi kerja sering dikaitkan dengan
pekerja yang digaji berdasarkan jam kerja, ini dapat digunakan bagi jenis
pekerjaan lainnya dalam suatu perusahaan. Masing-masing program
memberikan kesempatan kepada para pekerja untuk mengalami berbagai
penugasan. Di antara pekerja dengan bayaran perjam, rotasi menjadi cara
yang efektif untuk melatih dan cukup fleksibel bagi manajemen dalam
membuat penugasan. Di antara pekerja manajerial, teknik dan profesional,
rotasi dapat memberikan perspektif lebih luas, bahkan mengembangkan
kemajuan karier.
3. Magang
Magang melibatkan pembelajaran dari pekerja yang lebih
berpengalaman, dan dapat ditambah pada teknik off the job training. Banyak
pekerja keterampilan tangan, seperti tukang pipa dan kayu, dilatih melalui
program magang resmi. Asistensi dan kerja sambilan disamakan dengan
magang karena menggunakan partisipasi tingkat tinggi dari peserta dan
memiliki tingkat transfer tinggi kepada pekerjaan.
Latihan sama dengan magang karena latihan berusaha memberikan
contoh bagi peserta. Banyak perusahaan memakai modal latihan karena
32
kurang resmi dibanding magang; juga karena lebih sedikit sesi ruang kelas
dan diadakan bila diperlukan dan bukan program yang dirancang dengan
cermat. Latihan ditangani oleh supervisor atau manajer dan bukan
departemen SDM. Kadang-kadang manajer atau profesional lain berminat
dan berperan sebagai mentor, memberikan keterampilan dan nasihat dalam
karier sekaligus. Partisipasi , umpan balik dan transfer pekerjaan lebih tinggi
dalam bentuk belajar ini. Penugasan ke gugus tugas atau komite membantu
mengembangkan orang dalam cara yang sama seperti magang dan latihan.
Melalui pertemuan berkala atau bekerja dengan gugus tugas dan komite,
seorang manajer mengembangkan keterampilan interpersonal, belajar menilai
informasi, dan mengumpulkan pengalaman dalam mengamati model-model
potensial.
4. Ceramah Kelas dan Presentasi Video
Ceramah dan teknik lain dalam off the job training tampaknya
mengandalkan komunikasi daripada memberi model. Ceramah adalah
pendekatan terkenal karena menawarkan sisi ekonomis dan material
organisasi, tetapi partisipasi, umpan balik, transfer dan repetisi sangat rendah.
Umpan balik dan partisipasi dapat meningkat dengan adanya diskusi selama
ceramah.
Televisi, film, slide dan film pendek sama dengan ceramah. Material
organisasi yang bermakna menjadi kekuatannya, bersamaan dengan minat
audiens. Pertumbuhan video didukung oleh penggunaan satelit untuk
membawa pelajaran kepada tempat kerja, terutama dalam bidang rekayasa
dan teknik lainnya.
33
5. Pelatihan Vestibule
Agar pembelajaran tidak menggangu operationl rutin, beberapa
perusahaan menggunakan pelatihan vestibule. Wilayah atau vestibule
terpisah dibuat dengan peralatan yang sama dengan yang digunakan dalam
pekerjaan. Cara ini memungkinkan adanya transfer, repetisi dan partisipasi
serta material perusahaan bermakna dan umpan balik.
6. Permainan Peran dan Model Perilaku
Permainan peran adalah alat yang mendorong peserta untuk
membayangkan identitas lain. Misalnya, pekerja pria dapat membayangkan
peran supervisor wanita dan sebaliknya. Kemudian keduanya ditempatkan
dalam situasi kerja tertentu dan diminta memberikan respon sebagaimana
harapan mereka terhadap lainnya. Hasilnya? Biasanya mereka melebih-
lebihkan saja. Idealnya mereka harus dapat melihat diri mereka sebagaimana
orang lain melihat mereka. Pengalaman ini menciptakan empati dan toleransi
lebih besar terhadap perbedaan individual dan karenanya cara ini cocok
untuk pelatihan keanekaragaman tenaga kerja. Teknik ini juga digunakan
untuk mengubah sikap, misalnya untuk meningkatkan pemahaman rasial.
Juga membantu mengembangkan keterampilan interpersonal. Walaupun
terdapat partisipasi dan umpan balik, prinsip belajar yang lain amat
tergantung pada situasi.
7. Case Study
Metode kasus adalah metode pelatihan yang menggunakan deskripsi
tertulis dari suatu permasalahan riil yang dihadapi oleh perusahaan atau
34
perusahaan lain. Manajemen diminta mempelajari kasus untuk
mengidentifikasi menganalisis maslah, mengajukan solusi, memilih solusi
terbaik dan mengimplementasikan solusi tersebut. Peranan instruktur adalah
sebagai katalis dan fasilitator. Seorang instruktur yang baik adalah instruktur
yang dapat melibatkan setiap orang untuk mengambil bagian dalam
pengambilan keputusan.
Dengan mempelajari suatu kasus, para peserta pelatihan mempelajari
suatu keadaan yang bersifat riil atau hipotesis dan tindakan lain yang diambil
dalam keadaan seperti itu. Di samping mempelajari dari kasus tersebut,
peserta dapat mengembangkan keahlian-keahlian dalam pengambilan
keputusan. Apabila kasus-kasus itu mempunyai manfaat dan ada
hubungannya dengan situasi kerja, berarti telah terjadi transfer pengetahuan.
Selain itu, ada juga manfaat bagi para peserta melalui acara diskusi suatu
kasus. Meskipun begitu, umpan balik dan pengulangan dalam studi kasus
biasanya kurang. Penelitian menunjukan bahwa teknik ini sangat efektif
untuk pengembangan keahlian penyelesaian masalah.
8. Simulasi
Permainan simulasi dapat dibagi menjadi dua macam. Pertama,
simulasi yang melibatkan simulator yang bersifat mekanik (mesin) yang
mengandalkan aspek-aspek utama dalam kursus mengemudi adalah salah
satu contoh. Metode pelatihan ini hampir sama dengan vestibule training,
hanya saja simulator tersebut lebih sering menyediakan umpan balik yang
bersifat instant dalam suatu kinerja. Kedua, simulai komputer. Untuk tujuan
pelatihan dan pengembangan, metode ini sering berupa games atau
35
permainan. Para pemain membuat suatu keputusan, dan komputer
menentukan hasil yang terjadi sesuai dengan kondisi yang telah
diprogramkan dalam komputer. Teknik ini umumnya digunakan untuk
melatih para manajer, yang mungkin tidak boleh menggunakan metode trial
and error untuk mempelajari pembuatan keputusan.
9. Belajar Mandiri dan Poses Belajar Terprogram
Materi instruksional yang direncanakan secara tepat dapat digunakan
untuk melatih dan mengembangkan para karyawan. Materi-materi ini sangat
membantu apabila para karyawan itu tersebar secara geografis (berjauhan
jaraknya) atau ketika proses belajar hanya memerlukan interaksi secara
singkat saja. Teknik belajar mendiri berkisar pada cara manual sampai kaset
rekaman atau video. Beberapa prinsip belajar tecakup dalam tipe pelatihan
ini.
Bahan-bahan pembelajaran terprogram adalah bentuk lain dari belajar
mandiri. Biasanya terdapat program komputer atau cetakan booklet yang
berisi tentang pertanyaan dan jawaban. Setelah membaca dan menjawab
pertanyaan, pembaca langsung mendapatkan umpan balik kalau benar,
belajar lanjut kalau salah. Pembaca diarahkan untuk mengkaji kembali materi
tersebut. Tentu saja display program komputer dapat mengganti booklet
tercetak.
10. Praktik Laboratorium
Pelatihan di laboratorium dirancang untuk meningkatkan
keterampilan interpersonal. Juga dapat digunakan untuk membangun perilaku
yang diinginkan untuk tanggung jawab pekerjaan di masa depan. Peserta
36
mencoba untuk meningkatkan keterampilan hubungan manusia dengan lebih
memahami diri sendiri dan orang lain. Pengalaman berbagi perasaan dan
memahami perasaan, perilaku, persepsi dan reaksi merupakan hasilnya.
Biasanya profesional terlatih menjadi fasilitator. Proses ini tergantung para
partisipasi, umpan balik dan repetisi. Bentuk populer dari pelatihan ini adalah
pelatihan kepekaan yang mencoba meningkatkan kepekaan seseorang
terhadap perasaan orang lain.
11. Pelatihan Tindakan (Action Learning)
Pelatihan ini terjadi dalam kelompok kecil yang berusaha mencari
solusi masalah nyata yang dihadapi oleh perusahaan, dibantu oleh fasilitator
(dari luar atau dalam perusahaan). Fokus kelompok dalam mengatasi masalah
sebagai cara untuk belajar ketika para anggota mengeksploitasi solusi,
menggarisbawahi pernyataan fasilitator sebagai pedoman dalam kelompok,
pemecahan masalah dan hal-hal lain yang berkaitan dengan suatu masalah.
Kebutuhan pelatihan dan pengembangan ini muncul ketika kelompok
tersebut secara teknik atau prosedur mengalami kebuntuan. Action learning
memfokuskan pada proses mempelajari perilaku baru, sedangkan pemberian
materi dan presentasi video diarahkan pada pengetahuan dan menjalankan
peranan dan sensitivitas pelatihan terhadap perasaan.
12. Role Playing
Role playing adalah metode pelatihan yang merupakan perpaduan
antara metode kasus dan program pengembangan sikap. Masing-masing
peserta dihadapkan pada situasi dan diminta untuk memainkan peranan, dan
bereaksi terhadap taktik yang dijalankan oleh peserta yang lain. Kesuksesan
37
metode ini tergantung dari kemampuan peserta untuk memainkan peranannya
sebaik mungkin.
13. In-basket Technique
Melalui metode in-basket technique, para peserta diberikan materi
yang berisikan berbagai informasi, seperti email khusus dari manajer, dan
daftar telepon. Hal-hal penting dan mendesak, seperti posisi persediaan yang
menipis, komplain dari pelanggan, permintaan laporan dari atasan, digabung
dengan kegiatan bisnis rutin. Selanjutnya keputusan dan tindakan tersebut
dianalisis sesuai dengan derajat pentingnya tindakan, pengalokasian waktu,
kualitas keputusan dan prioritas pengambilan keputusan.
14. Management Games
Management games menekankan pada pengembangan kemampuan
problem-solving. Keuntungan dari simulasi ini adalah timbulnya integrasi
atas berbagai interaksi keputusan yang diambil, umpan balik dari keputusan,
dan persyaratan-persyaratan bahwa keputusan dibuat dengan data-data yang
tidak cukup.
15. Behavior Modeling
Modeling sebagai salah satu proses yang bersifat psikologis mendasar
di mana pola-pola baru dari suatu perilaku dapat diperoleh sedangkan pol-
pola yang sudah ada dapat diubah. Sifat mendasar dari modeling adalah
bahwa suatu proses belajar itu terjadi, bukan melalui pengalaman aktual,
melainkan melalui observasi atau berimajinasi dari pengalaman orang lain.
Modeling adalah suatu vicarious process atau proses yang seolah-olah
mengalami sendiri, yang merupakan kegiatan berbagai pengalaman dengan
38
orang lain melalui proses imaginasi atau partisipasi simpatik. Behavior
modeling adalah suatu metode pelatihan dalam rangka meningkatkan
keahlian interpersonal. Kunci dari behavior modeling adalah belajar melalui
observasi atau imajinasi.
16. Outdoor Oriented Programs
Program ini biasanya dilakukan di suatu wilayah yang terpencil
dengan melakukan kombinasi antara kemampuan di luar kantor dengan
kemampuan di ruang kelas. Program ini dikenal dengan istilah outing, seperti
arung jeram, mendaki gunung, kompetisi tim, panjat tebing dan lain-lain.
2.1.7 Penilaian Kinerja Karyawan
2.1.7.1 Pengertian penilaian kinerja
Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi
kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. (Rivai
dan Sagala, 2009, p548)
Menurut Rivai dan Sagala. (2009,p549) Penilaian prestasi adalah merupakan
hasil kerja karyawan dalam lingkup tanggung jawabnya.
Menurut Dessler (2004b, p2) Penilaian prestasi berarti mengevaluasi prestasi
yang sekarang dan lalu atas seorang karyawan untuk dibandingkan dengan standar
prestasiorang tersebut. Penilaian meliputi: (1) menetapkan standar kerja; (2) menilai
prestasi karyawan yang dibandingkan dengan standar; (3) memberikan umpan balik
kepada karyawan dengan tujuan memotivasi karyawan untuk menghilangkan
kekurangan atau untuk terus berprestasi di atas rata-rata.
39
Jadi penilaian prestasi merupakan sebuah proses untuk melakukan peninjauan
kembali atas prestasi seseorang secara periodik untuk mengetahui hasil kerja selama
waktu yang ditentukan dan dapat menjadi motivasi untuk setiap karyawan melakukan
pekerjaan menjadi lebih baik lagi.
2.1.7.2 Aspek-aspek dalam penilaian
Menurut Rivai dan Sagala. (2009,p563) Aspek-aspek dalam penilaian adalah :
a) Kemampuan Teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode,
teknik, dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas serta
pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya.
b) Kemampuan Konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas
perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing ke dalam
bidang operasional perusahaan secara menyeluruh, yang pada intinya individual
tersebut memahami tugas, fungsi serta tanggung jawabnya sebagai seorang
karyawan.
c) Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain kemampuan untuk bekerja
sama dengan orang lain, memotivasi karyawan, melakukan negosiasi, dan lain-
lain.
Dalam melakukan penilaian prestasi kinerja ada beberapa langkah yang perlu
diketahui sehingga penilaian dapat memberikan hasil yang maksimal. Proses penilaian
prestasi berisi tiga langkah : mendefinisikan pekerjaan, menilai prestasi, dan
memberikan umpan balik. (Dessler, 2004b, p4) Mendefinisikan pekerjaan berarti
memastikan bahwa anda dan bawahan anda sepakat atas tanggung jawab dan standar
pekerjaan karyawan. Menilai prestasi berart membandingkan prestasi nyata bawahan
40
anda dengn standar yang telah ditetapkan. Biasanya hal ini melibatkan sejenis formulir
peringkat. Penilaian prestasi biasanya membutuhkan satu atau lebih sesi umpan balik.
Banyak kegagalan terjadi karena bawahan tidak mengetahui lebih dahulu dengan tepat
apa yang anda harapkan tentang prestasi yang baik. Dapat juga diakibatkan karena
kesalahan pada formulir atau prosedur yang digunakan untuk menilai prestasi.
2.1.7.3 Tujuan penilaian kinerja
Menurut Rivai dan Sagala. (2009,p552) Tujuan penilaian kinerja atau prestasi
kinerja karyawan pada dasarnya meliputi :
1. Untuk mengetahui tingkat prestasi karyawan selama ini.
2. Pemberian imbalan yang serasi, misalnya untuk pemberian kenaikan gaji berkala,
gaji pokok, kenaikan gaji istimewa, insentif uang.
3. Mendorong pertanggungjawaban dari karyawan.
4. Untuk pembeda antarkaryawan yang satu dengan yang lain.
5. Pengembangan SDM yang masih dapat dibedakan lagi ke dalam :
a. Penugasan kembali, seperti diadakannya mutasi atau transfer, rotasi
pekerjaan.
b.Promosi, kenaikan jabatan.
c. Training atau latihan.
6. Meningkatkan motivasi kerja
7. Meningkatkan etos kerja
8. Memperkuat hubungan antara karyawan dengan supervisor melalui diskusi
tentang kemajuan kerja mereka.
41
9. Sebagai alat untuk memperoleh umpan balik dari karyawan untuk memperbaiki
desain pekerjaan, lingkungan kerja, dan rencana karier selanjutnya.
10. Riset seleksi sebagai kriteria keberhasilan/efektifitas.
11. Sebagai salah satu sumber informasi untuk perencanaan SDM, karier dan
keputusan perencanaan sukses.
12. Membantu menempatkan karyawan dengan pekerjaan yang sesuai untuk
mencapai hasil yang baik secara menyeluruh.
13. Sebagai sumber informasi untuk pengambilan keputusan yang berkaitan dengan
gaji-upah-insentif-kompensasi dan berbagai imbalan lainnya.
14. Sebagai penyaluran keluhan yang berkaitan dengan masalah pribadi maupun
pekerjaan.
15. Sebagai alat untuk menjaga tingkat kinerja
16. Sebagai alat untuk membantu dan mendorong karyawan untuk mengambil
inisiatif dalam rangka memperbaiki kinerja.
17. Untuk mengetahui efektifitas kebijakan SDM, seperti seleksi, rekrutmen,
pelatihan dan analisis pekerjaan sebagai komponen yang saling ketergantungan
di antara fungsi-fungsi SDM.
18. Mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan-hambatan agar kinerja menjadi
baik.
19. Mengembangkan dan menetapkan kompensasi pekerjaan.
20. Pemutusan hubungan kerja, pemberian sangsi ataupun hadiah.
42
2.1.7.4 Kriteria Penilai
Menurut Rivai dan Sagala. (2009,p554) Kriteria Penilai :
1. Yang dapat berfungsi sebagai penilai dalam penilaian kinerja, ialah:
a. Atasan (atasan langsung, atasan tidak langsung)
b. Bawahan langsung (jika karyawan yang dinilai mempunyai bawahan langsung)
2. Pada umumnya karyawan hanya dinilai oleh atasannya (baik oleh atasan langsung
maupun tidak langsung). Penilaian oleh rekan dan oleh bawahan hampir tidak
pernah dilaksanakan kecuali untuk keperluan riset.
3. Karyawan berada dalam keadaan yang sangat tergantung kepada atasannya, jika
penilaian kinerja hanya dilakukan oleh atasan langsung. Atasannya dapat berlaku
seolah-olah sebagai dewa yang menentukan nasib karyawannya.
4. Untuk menghindari atau meringankan keadaan ketergantungan tersebut dilakukan
beberapa usaha lain dengan mengadakan penilaian kinerja yang terbuka (penilaian
atasan dibicarakan dengan karyawan yang dinilai) atau dengan menambah jumlah
atasan yang menilai kinerja karyawan (biasanya atasan dari atasan langsung
berfungsi sebagai penilai kedua).
2.1.7.5 Jenis-jenis penilaian kinerja
Menurut Rivai dan Sagala. (2009,p562) Jenis-jenis penilaian kinerja :
1. Penilaian hanya oleh atasan
• Cepat dan langsung
• Dapat mengarah ke distorsi karena pertimbangan-pertimbangan pribadi
43
2. Penilaian oleh kelompok lini : atasan dan atasannya lagi bersama-sama membahas
kinerja dari bawahannya yang dinilai.
• Objektivitasnya lebih akurat dibandingkan kalau hanya oleh atasan sendiri
• Individu yang dinilai tinggi dapat mendominasi penilaian
3. Penilaian oleh kelompok staf : atasan meminta satu atau lebih individu untuk
bermusyawarah dengannya; atasan langsung yang membuat keputusan akhir.
• Penilaian gabungan yang masuk akal dan wajar
4. Penilaian melalui keputusan komite : sama seperti pada pola sebelumnya kecuali
bahwa manajer yang bertanggung jawab tidak lagi mengambil keputusan akhir;
hasilnya didasarkan pada pilihan mayoritas.
• Memperluas pertimbangan yang ekstrim
• Memperlemah integritas manajer yang bertanggung jawab
5. Penilaian berdasarkan peninjauan lapangan : sama seperti pada kelompok staf,
namun melibatkan wakil dari pimpinan pengembangan atau departemen SDM
yang bertindak sebagai peninjau yang independen.
• Membawa satu pikiran yang tetap ke dalam satu penilaian lintas sektor yang
besar.
6. Penilaian oleh bawahan dan sejawat.
• Mungkin terlalu subjektif
• Mungkin digunakan sebagai tambahan pada metode penilaian yang lain.
44
2.1.7.6 Metode Penilaian kinerja
Menurut Dessler. (2004b, p5) Metode Penilaian Kinerja :
1. Metode Skala Peringkat Grafis
Skala peringkat grafis adalah teknik paling sederhana dan paling populer
untuk menilai prestasi. Skala peringkat grafis menyebutkan sifat (seperti kualitas
dan bisa diandalkan) dan kisaran nilai prestasi (dari tidak memuaskan hingga luar
biasa) untuk setiap sifat. Kemudian karyawan diberikan peringkat dengan
mengenali nilai yang paling baik menjelaskan tingkatan prestasi orang itu untuk
setiap sifat. (Dessler. (2004b, p5))
2. Metode Peringkat Alternasi
Metode peringkat alternasi merupakan yang paling populer. Memberikan
peringkat kepada karyawan dari yang terbaik hingga yang terburuk atas ciri
tertentu dengan memilih yang tertinggi, kemudian terendah, hingga semuanya
diberikan peringkat. (Dessler. (2004b, p5))
3. Metode Perbandingan Berpasangan
Memberikan peringkat kepada karyawan dengan membuat bagan dari
semua kemungkinan pasangan karyawan untuk setiap sifat dan menunjukan mana
karyawan yang lebih baik dari pasangan itu. (Dessler. (2004b, p7))
4. Metode Distribusi Buatan
Serupa dengan memberikan peringkat pada kurva; persentase yang telah
ditentukan sebelumnya atas orang yang akan diberikan peringkat ditempatkan
dalam beragam kategori prestasi. (Dessler. (2004b, p7))
45
5. Metode Kejadian Kritis
Menyimpan catatan tentang contoh bagus yang tidak umum atau contoh
yang tidak disukai atas perilaku karyawan yang berhubungan dengan pekerjaan
dan meninjau catatan itu dengan karyawan pada waktu yang telah ditentukan
sebelumnya. (Dessler. (2004b, p10))
6. Behaviorally Anchored Rating Scales (BARS)
Metode penilaian yang bertujuan mengkombinasikan keuntungan naratif,
kejadian kritis, dan skala terukur yang berdasarkan pada contoh naratif khusus
mengenai prestasi yang baik dan buruk. (Dessler. (2004b, p12))
Walaupun BARS lebih menyita waktu daripada alat penilaian lainnya,
BARS juga memiliki keuntungan : (Dessler. (2004b, p12))
a. Ukuran yang lebih akurat.
b. Standar yang lebih jelas
c. Umpan balik
d. Dimensi independen
e. Konsistensi
7. Management by Objectives (MBO)
Melibatkan penetapan sasaran khusus yang bisa diukur dengan setiap
karyawan dan kemudian secara periodik meninjau kemajuan yang dihasilkan.
(Dessler. (2004b, p13))
8. Penilaian Prestasi Terkomputerisasi dan Berbasis-Web
46
2.1.8 Kompensasi
2.1.8.1 Pengertian Kompensasi
Menurut Rivai dan Sagala. (2009,p741) Kompensasi merupakan sesuatu yang
diterima karyawan sebagai pengganti kontribusi jasa mereka pada perusahaan.
Kompensasi finansial terdiri dari kompensasi tidak langsung dan langsung. Kompensasi
langsung terdiri dari pembayaran karyawan dalam bentuk upah, gaji, bonus, atau komisi.
Kompensasi tidak langsung atau benefit, terdiri dari semua pembayaran yang tidak
tercakup dalam kompensasi finansial langsung yang meliputi liburan, berbagai macam
asuransi, jasa seperti perawatan anak atau kepedulian keagamaan, dan sebagainya.
Penghargan nonfinansial seperti pujian, menghargai diri sendiri, dan pengakuan yang
dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan, produktivitas, dan kepuasan.
Menurut Handoko (Sutrisno (2009,p199) Kompensasi adalah segala sesuatu yang
diterima oleh karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka.
Jadi kompensasi adalah segala sesuatu yang diberikan kepada karyawan sebagai
balas jasa dalam bentuk apapun, seperti dalam bentuk pemberian uang, pemberian
material, pemberian fasilitas, pemberian tunjangan, pemberian pujian sehingga dapat
mempengaruhi motivasi kerja karyawan.
2.1.8.2 Tujuan manajemen kompensasi
Menurut Rivai dan Sagala. (2009,p743) Tujuan manajemen kompensasi efektif
meliputi:
a. Memperoleh SDM yang berkualitas
b. Mempertahankan karyawan yang ada
c. Menjamin keadilan
47
d. Penghargaan terhadap perilaku yang diinginkan
e. Mengendalikan biaya
f. Mengikuti aturan hukum
g. Memfasilitasi pengertian
h. Meningkatkan efisiensi administrasi
2.1.8.3 Komponen-komponen kompensasi
Menurut Rivai dan Sagala. (2009,p744) Komponen-komponen kompensasi :
a. Gaji
Gaji adalah balas jasa dalam bentuk uang yang diterima karyawan sebagai
konsekuensi dari kedudukannya sebagai seorang karyawan yang memberikan
sumbangan tenaga dan pikiran dalam mencapai tujuan perusahaan. Atau, dapat
juga dikatakan sebagai bayaran tetap yang diterima seseorang dari
keanggotaannya dalam sebuah perusahaan.
b. Upah
Upah merupakan imbalan finansial langsung yang dibayarkan kepada karyawan
berdasarkan jam kerja, jumlah barang yang dihasilkan atau banyaknya pelayanan
yang diberikan. Jadi tidak seperti gaji yang jumlahnya relatif tetap, besarnya
upah dapat berubah-ubah tergantung pada keluaran yang dihasilkan.
c. Insentif
Insentif merupakan imbalan langsung yang dibayarkan kepada karyawan karena
kinerjanya melebihi standar yang ditentukan. Insentif merupakan bentuk lain dari
upah langsung di luar upah dan gaji yang merupakan kompensasi tetap, yang
biasa disebut kompensasi berdasarkan kinerja (pay for performance plan).
48
d. Kompensasi Tidak Langsung (Fringe Benefit)
Fringe Benefit merupakan kompensasi tambahan yang diberikan berdasarkan
kebijakan perusahaan terhadap semua karyawan sebagai upaya meningkatkan
kesejahteraan para karyawan. Contohnya : berupa fasilitas-fasilitas, seperti
asuransi-asuransi, tunjangan-tunjangan, uang pensiun, dan lain-lain.
2.1.8.4 Tahapan menetapkan kompensasi
Menurut Rivai dan Sagala. (2009,p749) Tahapan Menetapkan Kompensasi :
Tahap 1 : Mengevaluasi tiap pekerjaan, dengan menggunakan informasi analisis
pekerjaan, untuk menjamin keadilan internal yang didasarkan pada nilai relatif
setiap pekerjaan.
Tahap 2 : Melakukan survei upah dan gaji untuk menentukan keadilan eksternal
yang didasarkan pada upah pembayaran di pasar kerja.
Tahap 3 : Menilai harga tiap pekerjaan untuk menentukan pembayaran upah
yang didasarkan pada keadilan internal dan eksternal.
2.1.9 AHP (Analytical Hierarchy Process)
2.1.9.1 Sejarah AHP
AHP dikembangkan oleh Thomas Saaty pada tahun 1970an. AHP merupakan
sistem pembuat keputusan dengan menggunakan model matematis. AHP membantu
dalam menentukan prioritas dari beberapa kriteria dengan melakukan analisa
perbandingan berpasangan dari masing-masing kriteria. Dalam sistem pengelolaan
kinerja yang dimaksud dengan kriteria tersebut adalah KPI.
(http://heru.wordpress.com/2006/09/21/analytic-hierarchy-process-ahp/)
49
2.1.9.2 Penggunaan metode AHP dalam Sistem Pengelolaan Kinerja
Kaidah pembobotan menyatakan bahwa:
1. Nilai bobot KPI berkisar antara 0 – 1 atau antara 0% – 100% jika kita
menggunakan prosentase.
2. Jumlah total bobot semua KPI harus bernilai 1 (100%)
3. Tidak ada bobot yang bernilai negatif (-).
Berikut ini adalah langkah-langkah yang digunakan dalam menentukan bobot
KPI dengan menggunakan AHP: (http://heru.wordpress.com/2006/09/21/analytic-
hierarchy-process-ahp/)
Menentukan nilai prioritas KPI. Biasanya orang lebih mudah mengatakan bahwa KPI A
lebih penting daripada KPI B, KPI B kurang penting dibanding dengan KPI C dsb,
namun mengalami kesulitan menyebutkan seberapa penting KPI A dibandingkan KPI B
atau seberapa kurang pentingnya KPI B dibandingkan dengan KPI C. Untuk itu kita
perlu membuat tabel konversi dari pernyatan prioritas ke dalam angka-angka. Contoh
tabel skala nilai prioritas KPI seperti pada tabel dibawah:
Tabel 2.1 Nilai dan Tingkat Prioritas
Nilai Tingkat prioritas 1 KPI A sama penting dibanding dengan KPI B 3 KPI A sedikit lebih penting dibanding dengan KPI B 5 KPI A lebih penting dibanding dengan KPI B 7 KPI A sangat penting dibanding dengan KPI B 9 KPI A jauh sangat penting dibanding dengan KPI B 2,4,6,8 *) nilai tengah-tengah
50
*) Pengertian nilai tengah-tengah adalah Jika KPI A sedikit lebih penting dari KPI B
maka kita seharusnya memberikan nilai 3, namun jika nilai 3 tersebut dianggap masih
terlalu besar dan nilai 1 masih terlalu kecil maka nilai 2 yang harus kita berikan untuk
prioritas antara KPI A dengan KPI B.
*) Tabel diatas tidak disebutkan konversi nilai KPI A kurang penting dari KPI B
karena pernyataan KPI A kurang penting dari KPI B sama dengan pernyataan nilai KPI
B lebih penting dari KPI A
Selanjutnya adalah membuat table perbandingan prioritas setiap KPI dengan
membandingkan masing-masing KPI. Sebagai contoh: Jika kita mempunyai 4 KPI,
maka kita membuat matrik perbandingan ke-4 KPI tersebut. Misalkan dari proses
menbandingkan antar KPI diperoleh nilai prioritas KPI sebagai berikut:
Tabel 2.2 Perbandingan antar KPI
KPI A KPI B KPI C KPI DKPI A 1 1/2 1/5 1/3 KPI B 2 1 1/3 1 KPI C 5 3 1 1/2 KPI D 3 1 2 1
Cara mengisinya adalah dengan menganalisa prioritas antara KPI baris
dibandingkan dengan KPI kolom. Dalam prakteknya kita hanya perlu menganalisa
prioritas KPI yang terdapat dibawah pada garis diagonal (kotak dengan warna dasar
putih) yang ditunjukan dengan warna kuning atau diatas garis diagonal yang ditunjukan
dengan kotak warna hijau. Hal ini sesuai dengan persamaan matematika yang
menyebutkan jika A:B= X, maka B : A = 1/X. Contoh: jika prioritas KPI B (baris) : KPI
51
A (kolom) = 2, maka prioritas KPI A (baris) : KPI B (kolom) = 1/2 (lihat rumus
persamaan perbandingan matematika diatas). Sehingga prioritas setiap KPI antara KPI
A : KPI A = 1, KPI C : KPI A = 5, KPI C : KPI B = 3, KPI D : KPI A = 3, KPI D :
KPI B = 1, KPI D : KPI C = 2.
Selanjutnya adalah menentukan bobot pada tiap KPI, nilai bobot ini berkisar
antara 0 – 1. dan total bobot untuk setiap kolom adalah 1. Cara menghitung bobot adalah
angka pada setiap kotak dibagi dengan penjumlahan semua angka dalam kolom yang
sama. Contoh bobot dari (KPI A, KPI A) = 1/ (1+2+5+3) = 0.090, (KPI B, KPI A) = 2
/ (1+2+5+3) = 0.181. Dengan perhitungan yang sama bobot prioritas tabel KPI di atas
menjadi:
Tabel 2.3 Perhitungan bobot
KPI A KPI B KPI C KPI DKPI A 0.091 0.091 0.057 0.118 KPI B 0.182 0.182 0.094 0.353 KPI C 0.455 0.545 0.283 0.176 KPI D 0.273 0.182 0.566 0.353
Selanjutnya adalah mencari nilai bobot untuk masing-masing KPI. Caranya
adalah dengan melakukan penjumlahan setiap nilai bobot prioritas pada setiap baris tabel
dibagi dengan jumlah KPI. Sehingga diperoleh bobot masing-masing KPI adalah:
• KPI A = (0.091 + 0.092 + 0.057 + 0.118) / 4 = 0.089 (8.9%)
• KPI B = (0.182 + 0.182 + 0.094 +0.353) / 4 = 0.203 (20.3%), dengan
perhitungan yang sama KPI C, KPI D
• KPI C = 0.365 (36.5%)
• KPI D = 0.343 (34.3%)
52
Sehingga jumlah total bobot semua KPI = 1 (100%) sesuai dengan kaidah
pembobotan dimana jumlah total bobot harus bernilai 100.
Perhitungan secara manual akan lebih mudah jika jumlah KPI yang dimiliki hanya
sedikit , jika jumlah KPI sudah lebih dari 10 maka perhitungan bobot menggunakan
software akan jauh lebih mudah. Ada beberapa software yang bisa dipakai antara lain
Expert Choice, Decision Lens, TESS, Web-HIPPRE.
Proses yang paling menentukan dalam menentukan bobot KPI dengan
menggunakan AHP adalah menentukan besarnya prioritas antar KPI. Karena itu
seringkali terjadi pembahasan yang alot antar anggota tim implementasi sistem
pengelolaan kinerja mengenai masalah tersebut. Hal ini dikarenakan tiap-tiap anggota
tim memiliki persepsi tersendiri mengenai prioritas masing-masing KPI.
2.2. Sistem Informasi Sumber Daya Manusia
2.2.1 Pengertian Sistem
Menurut McLeod yang diterjemahkan oleh Teguh (2004, p9) Sistem adalah
sekelompok elemen-elemen yang terintegrasi dengan maksud yang sama untuk
mencapai suatu tujuan. Sistem terdiri dari elemen-elemen yang menunjang terbentuknya
sistem itu sendiri yaitu input, proses transformasi, output. Dimana elemen umpan balik
terkadang digunakan untuk menampung informasi dari output system dan memberikan
kepada sistem sebagai input baru.
Menurut O’Brien (2003, p8) Sistem adalah sebuah kelompok yang terintegrasi
dan bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama dengan menerima masukan (input)
dan menghasilkan keluaran (output) dalam sebuah proses transformasi yang terorganisir
dengan baik.
53
Jadi sistem adalah jaringan prosedur yang dibuat menurut pola yang terpadu
untuk melaksanakan kegiatan pokok perusahaan atau mencapai tujuan tertentu dari
perusahaan.
2.2.1.1 Jenis-jenis sistem
Menurut McLeod yang diterjemahkan oleh Teguh (2004, p10) Sistem terdiri atas
dua jenis, yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup. Suatu sistem yang dihubungkan
dengan lingkungannya melalui arus sumber daya disebut sistem terbuka (open system).
Sedangkan jika sistem yang tidak dihubungkan dengan lingkungannya adalah sistem
tertutup (close system).
2.2.2. Pengertian Sistem Informasi
Menurut O’Brien (2003, p7) Sebuah sistem informasi dapat berupa kombinasi
teratur dari orang, hardware, software, jaringan komunikasi dan sumber data yang
mengumpulkan, mengubah dan menyebarkan informasi di dalam suatu organisasi.
Menurut Laudon (2004, p7) Sistem informasi adalah sebuah kumpulan dari
komponen-komponen yang saling berhubungan yang mengumpulkan (atau mengambil
kembali), mengelolah, menyimpan dan mendistribusikan informasi untuk mendukung
pengambilan keputusan, koordinasi dan pengendalian di dalam sebuah organisasi.
Jadi sistem informasi adalah elemen-elemen yang saling berkaitan dengan
menggunakan sumber daya untuk mengelolah masukan berupa data menjadi keluaran
berupa informasi, sehingga berguna bagi pihak yang membutuhkan.
54
2.2.3. Pengertian Sistem Informasi Sumber Daya Manusia
Menurut McLeod yang diterjemahkan oleh Teguh (2004, p477) Sistem informasi
sumber daya manusia adalah Suatu sistem untuk mengumpulkan dan memelihara data
yang menjelaskan sumber daya manusia, mengubah data tersebut menjadi informasi, dan
melaporkan informasi tersebut kepada pemakai.
Menurut Rivai dan Sagala. (2009,p1015) Sistem informasi sumber daya manusia
adalah prosedur sistematik untuk pengumpulan, menyimpan, mempertahankan, menarik
dan memvalidasi data yang dibutuhkan oleh sebuah perusahaan untuk meningkatkan
keputusan SDM.
2.2.4. Manfaat Sistem Informasi Sumber Daya Manusia
Menurut Rivai dan Sagala. (2009,p1021) Manfaat sistem informasi SDM adalah
menilai suplai SDM yang meliputi:
1. Memeriksa kapabilitas-kapabilitas karyawan-karyawan saat ini guna mengisi
kekosongan-kekosongan yang diproyeksikan di dalam perusahaan.
2. Menyoroti posisi-posisi yang para pemegang jabatannya diperkirakan akan
dipromosikan, pensiun atau diberhentikan.
3. Menggambarkan pekerjaan-pekerjaan yang spesifik atau kelas-kelas
pekerjaan yang mempunyai tingkat perputaran, pemecatan, ketidakhadiran,
kinerja, dan masalah yang tinggi yang melebihi kadar normal.
4. Mempelajari komposisi usia, suku dan jenis kelamin dari berbagai pekerjaan
guna memastikan apakah semua itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
55
5. Mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan rekrutmen, seleksi, pelatihan, dan
pengembangan dalam rangka memastikan penempatan yang tepat waktu
karyawan-karyawan bermutu ke dalam lowongan-lowongan pekerjaan.
6. Perencanaan sumber daya manusia untuk mengantisipasi pergantian-
pergantian dan promosi-promosi.
7. Laporan-laporan kompensasi untuk memperoleh informasi menyangkut
seberapa besar setiap karyawan dibayar, biaya-biaya kompensasi
keseluruhan, dan biaya-biaya finansial dari setiap kenaikan-kenaikangaji dan
perubahan-perubahan kompensasi.
8. Riset sumber daya manusia untuk melaksanakan penelitian dalam
permasalahan, seperti perputaran karyawan dan ketidakhadiran, atau
menemukan tempat yang paling produktif guna mencapai calon-calon baru.
9. Penilaian kebutuhan pelatihan untuk menganalisis kinerja individu dan
menentukan karyawan-karyawan mana yang memerlukan pelatihan lebih
lanjut.
2.2.5 Komponen sistem informasi SDM
Menurut Rivai dan Sagala. (2009,p1025) Komponen sistem informasi sumber
daya manusia adalah:
1. Fungsi masukan, yaitu memasukkan informasi karyawan ke dalam sistem
informasi.
2. Fungsi pemeliharaan data, setelah data dimasukkan ke dalam sistem
informasi, fungsi pemeliharaan data (data maintenance function) akan
56
memperbaharui dan menambahkan data baru ke dalam basis data yang
ada.
3. Fungsi keluaran, fungsi yang paling terlihat jelas dari sebuah sistem
informasi SDM adalah keluaran yang dihasilkan. Untuk menghasilkan
keluaran yang bernilai bagi pemakai-pemakai komputer, sistem informasi
SDM harus memproses keluaran tersebut, membuat kalkulasi-kalkulasi
yang diperlukan, dan setelah itu memformat presentasinya dalam cara
yang dapat dimengerti oleh para pemakai.
2.2.6 Sumber-sumber sistem informasi SDM
Menurut Rivai dan Sagala. (2009,p1026) Sumber-sumber sistem informasi SDM
adalah:
1. Borang lamaran
2. Evaluasi-evaluasi kinerja
3. Maklumat-maklumat perubahan karyawan
4. Tindakan-tindakan indisipliner
5. Daftar gaji
2.3. Teori OOAD
2.3.1. Pengertian Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Menurut Mathiassen, et al (2000,p135) Object Oriented Analysis and Design
(OOAD) adalah metode untuk menganalisa dan merancang sistem dengan pendekatan
berorientasi objek.
57
2.3.2.Keuntungan dan Kelemahan Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Menurut Mathiassen, et al (2000,pp5-6) Keuntungan menggunakan OOAD
adalah:
a) OOAD memberikan informasi yang jelas mengenai context sistem.
b) Dapat menangani data yang seragam dalam jumlah yang besar dan
mendistribusikannya ke seluruh bagian organisasi.
c) Berhubungan erat dengan analisa berorientasi objek, perancangan
berorientasi objek, user interface berorientasi objek, dan pemrograman
berorientasi objek.
Menurut McLeod (2001,p615) Kelemahan menggunakan OOAD adalah:
a) Diperlukan waktu lama untuk memperoleh pengalaman pengembangan.
b) Kesulitan metodologi untuk menjelaskan sistem bisnis yang rumit.
c) Kurangnya pilihan peralatan pengembangan yang khusus disesuaikan untuk
sistem bisnis.
2.3.3. Aktivitas utama Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Menurut Mathiassen, et al (2000,pp14-15) Menjelaskan empat buah aktivitas
utama dalam analisa dan perancangan berorientasi objek yang digambarkan dalam
gambar 2.1 berikut ini.
58
Gambar 2.1 Aktivitas utama dalam OOAD Sumber: M athiassen et al (2000, p15)
2.3.4 Object
Menurut Mathiassen, et al (2000,p4), “object is an entity with identity, state and
behaviour.” ( Objek adalah suatu entitas dengan identitas, keadaan, dan tingkah laku.).
Objek merupakan dasar dalam Object oriented analysis and design. Setiap objek
digambarkan secara berkelompo (kumpulan) karena ada beberapa objek yang memiliki
sifat atau fungsi yang sama yang dikenal dengan istilah class. Sedangkan class adalah
suatu deskripsi atas kumpulan objek yang saling menggunakan struktur, pola tingkah
laku, dan atribut secara bersama - sama”.
Dapat disimpulkan model yang berorientasi objek terdiri dari sejumlah objek-
objek yang umumnya berkorespondensi dengan objek pada dunia nyata. Contohnya: sebuah
objek dapat berupa mesin, nota pembelian atau mobil. Karakteristik yang dimiliki objek
antara lain :
59
1. Tiap objek dapat memiliki satu atau lebih informasi individual yang unik.
Inilah yang disebut attribute dimana tiap attribute mempunyai nilai.
Contohnya: sebuah mobil memiliki attribute warna hitam, merah dan
sebagainya.
2. Objek dapat melakukan suatu operasi yang disebut behaviour. Operasi ini
dapat dipicu dari stimulus dari luar maupun dalam objek.
3. Objek dapat dikomposisikan menjadi bagian – bagian terpartisi yang
dinyatakan dengan hubungan consist of atau aggregate.
2.3.5 Pengertian Define System
Menurut Mathiassen et al. (2000, p37) , tujuan dari define system adalah untuk
memilih sistem aktual yang akan dikembangkan. Hal ini dilakukan dengan
mengklasifikasikan interpretasi, kemungkinan, dan konsekuensi dari beberapa solusi
alternatif secara sistematis. Dalam tahap ini, kita memformulasikan dan memilih system
definition alternatif yang berhubungan dengan situasi yang ada sekarang.
System Definition
Menurut Mathiassen et al.(2000, p24), “System Definition is a conscise
description of a computerized system expressed in natural language ”. Definisi sistem
merupakan suatu gambaran secara umum bagaimana suatu sistem berjalan dalam
perusahaan tersebut. Dalam skripsi ini adalah sistem sumber daya manusia.
60
Rich Picture
Mengacu pada Mathiassen et al.(2000, p26), “Rich picture is an informal drawing
that presents the illustrator’s understanding of a situation.” (Rich Picture adalah sebuah
gambaran informal yang digunakan oleh pengembang sistem untuk menyatakan
pemahaman mereka terhadap situasi dari sistem yang sedang berlangsung). Rich picture
juga dapat digunakan sebagai alat yang berguna untuk memfasilitasi dan
menggambarkan komunikasi yang baik antara pengguna dengan sistem. Rich picture
difokuskan pada aspek-aspek penting dari sistem tersebut, yang ditentukan oleh
pengembang dengan mengunjungi perusahaan untuk melihat bagaimana sistem itu
beroperasi, berbicara dengan orang – orang yang mengerti apa yang terjadi atau
seharusnya terjadi, dan mungkin melakukan beberapa wawancara informal maupun
formal.
2.3.6 The FACTOR Criterion
Menurut Mathiassen et al.(2000, p39), Kriteria FACTOR terdiri dari enam
elemen, sebagai berikut:
1. Functionality: fungsi sistem yang mendukung tugas-tugas application domain
2. Application Domain: bagian organisasi yang mengadministrasi, memonitor, dan
mengontrol problem domain
3. Condition : kondisi dimana sistem akan dikembangkan dan digunakan
4. Technology : mencakup teknologi yang digunakan untuk mengembangkan sistem
dan teknologi dimana sistem akan dijalankan
5. Objects : objek utama dari problem domain
61
6. Responsibility : tanggung jawab keseluruhan dari sistem dalam hubungannya
dengan konteks.
2.3.7 Analisis Problem Domain (Problem Domain Analysis)
Menurut Mathiassen et al. (2000, p46), ”Problem domain : that part of a context
that is administrated, monitored or controlled by a system.” Berdasarkan definisi diatas
mengandung pengertian bahwa problem domain analysis merupakan analisis terhadap
sistem bisnis dalam dunia nyata yang dapat diatur, dimonitor, atau dikendalikan oleh
sistem dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan membuat model dari problem domain.
Tujuan dari aktivitas ini adalah membangun sebuah model yang dapat digunakan untuk
merancang dan mengimplementasikan sebuah sistem yang dapat memproses,
berkomunikasi dan menyajikan informas i mengenai problem domain. Hasil dari
problem domain analysis adalah membuat class diagram. Analisis problem domain
terbagi menjadi tiga aktivitas, yaitu :
a. Memilih objek, class, dan event yang akan menjadi elemen model problem
domain.
b. Membangun model dengan memusatkan perhatian pada relasi struktural
antara class dan objek.
c. Mendeskripsikan properti dinamis dan atribut untuk setiap class.
62
Gambar 2.2 Aktivitas analisis Problem Domain Sumber: M athiassen et al (2000, p46)
Model dari problem domain terdiri dari :
• Classes, mendeskripsikan sekelompok objek yang terbagi structure, behavior
pattern dan attribute.
• Structure, mendeskripsikan hubungan struktur antara class dan objek dalam
problem domain. Structure dibagi menjadi dua yaitu class structure dan
object structure.
• Behavior, yaitu sebuah model dinamis dari problem domain.
Behavior terdiri dari :
– Event trace, sequence dari event yang berkaitan dengan objek khusus.
– Behavior pattern, mendeskripsikan dari pencarian event yang
memungkinkan dari seluruh objek yang ada di class.
– Attribute, deskripsi tentang properti dari sebuah class atau event.
63
2.3.7.1 Classes
Menurut Mathiassen et al. (2000, p53), “Class is a description of a collection of
objects sharing structure, behavioral pattern, and attributes.” Class adalah gambaran
atau definisi kumpulan objek yang mempunyai structure, behaviour pattern, dan
attribute yang bersamaan. Class merupakan kegiatan yang pertama dilakukan didalam
analisis problem-domain. Pemilihan class bertujuan untuk mendefinisikan dan
membatasi problem-domain, sedangkan pemilihan event bertujuan untuk membedakan
tiap-tiap class dalam problem-domain. Menurut Mathiassen et al. (2000, p51), “ Event
merupakan kejadian secara terus menerus yang melibatkan satu atau lebih dari suatu
object.” Classes bertujuan untuk memilih elemen – elemen dari suatu problem domain.
Classes terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1. Nama Class, setiap class harus mempunyai nama untuk dibedakan dari suatu
class yang lain
2. Attribute, merupakan kepemilikan deskriptif dari class atau event. Setiap class
boleh memiliki beberapa attribute atau sebagian saja.
3. Operation, merupakan proses kepemilikan yang spesifik didalam class dan
diaktifkan melalui class object.
Mengacu pada Mathiassen et al. (2000, p49), kegiatan class akan menghasilkan
suatu event table. Dalam tabel ini, dimensi horizontal dari event table menggambarkan
class-class yang akan dipilih, sementara dimensi vertikal menggambarkan event-event
terpilih, dan tanda cek digunakan untuk mengidentifikasikan objek-objek dari class yang
berhubungan dalam event tertentu.
64
Gambar 2.3 Subaktivitas pada problem domain, classes, & events Sumber: M athiassen et al (2000, p55)
2.3.7.2 Structure
Menurut Mathiassen et al. (2000, p336), “Structure adalah hubungan antara class
dengan object pada problem domain secara keseluruhan.” Structure bertujuan untuk
mengambarkan hubungan terstruktur antara classes dan object dalam problem domain.
Hasil dari kegiatan structure adalah membuat class diagram. Class diagram
menggambarkan kumpulan dari classes dan hubungan yang terstruktur. Structure di sini
harus mencerminkan bagaimana class-class dan object-object secara konseptual saling
terkait secara bersamaan.
Menurut Mathiassen et al. (2000),ada dua bagian tipe dari object oriented
structure, yaitu:
1. Class structured, mengekspresikan hubungan konseptual yang statis antar class.
Class structured dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Generalitation
“Generalitation : A general class (the super class) describes properties
65
common to a group of specialized classes (the subclasses).” (Generalisasi
adalah suatu kelas yang umum (super class) yang menggambarkan
keadaan atau sifat yang sama kedalam kelompok class yang lebih khusus
(sub class). Generalization secara linguistik diformulasikan sebagai
hubungan “ is a”. Generalization mengekspresikan inheritance yang
berarti sub class akan mempunyai attribute dan operation yang sama
dengan superclass.
b. Cluster
“Cluster : A collection of related classes.” (Cluster adalah kumpulan dari
kelas yang saling berhubungan yang dapat membantu memperoleh dan
menyediakan ringkasan problem domain. Cluster digambarkan dengan
notasi file folder yang melingkari class yang saling berhubungan
didalamnya.
2. Object structures
Object structures menggambarkan hubungan yang dinamik dan konkret antara
objek-objek dalam problem domain. Hubungan ini berubah secara dinamis tanpa
mempengaruhi perubahan pada class description. Object structures terdiri dari
dua bagian, yaitu:
a. Aggregation
“ Aggregation : A superior object (the whole) consists of a number of
objects (the parts).” (Agregasi adalah suatu objek superior
(keseluruhan) yang terdiri dari atau berisi bagian - bagian dari object
tersebut ). Aggregation structure mendefinisikan hubungan antara
dua buah objek atau lebih. Secara linguistik, aggregation diformulasi
66
sebagai hubungan “has a”.
b. Association
“Association : A meaningful relation between a number of object.”
(Assosiasi adalah hubungan yang berarti antar sejumlah objek).
Hubungan ini bukan merupakan hubungan yang sangat kuat seperti
aggregation, karena objek yang satu tetap ada walaupun objek yang
lain tidak ada. Secara grafik association diterjemahkan sebagai garis
solid yang menghubungkan objek-objek. Association structure
mendefinisikan hubungan antara dua buah objek atau lebih. Hasil dari
aktivitas ini adalah membuat class diagram yang berisi class dengan
hubungan struktur dengan class lainnya. Perbedaanantara
Association dan Aggregation adalah sebagai berikut:
• Hubungan antar class pada aggregation mempunyai
hubungan yang kuat, sedangkan association tidak.
• Aggregation structure melukiskan hubungan yang defensive
dan fundamental,sedangkan association structure melukiskan
hubungan yang tidak tetap.
Hasil dari kegiatan stuktur ini adalah class diagram. Class Diagram
menghasilkan ringkasan model problem-domain yang jelas dengan
menggambarkan semua struktur hubungan statik antar kelas dan
objek yang ada dalam model dari sistem yang berubah-ubah.
67
Gambar 2.4 Subaktivitas pada struktur problem domain Sumber: Mathiassen et al (2000, p 72)
2.3.7.3 Behaviour
Mengacu pada Mathiassen et al. (2000, p89), kegiatan behaviour bertujuan untuk
memodelkan apa yang terjadi ( perilaku dinamis) dalam problem domain sistem
sepanjang waktu. Tugas utama dalam kegiatan ini adalah menggambarkan pola perilaku
(behaviour pattern) dan atribut dari setiap kelas. Hasil dari kegiatan ini adalah statechart
diagram.
Perilaku dari suatu objek ditentukan oleh urutan-urutan event ( event trace) yang
harus dilewati oleh objek tertentu sepanjang waktu. Contoh: kelas customerharus
melalui event trace sepanjang hidupnya yaitu : account opened – amount deposited –
amount withdrawn – amount deposited – account closed.
Menurut Mathiassen et al. (2000, p93) ada 3 notasi untuk behavioural pattern
yaitu:
• Sequence, dimana event muncul satu per satu secara berurutan.
68
• Selection, dimana terjadi pemilihan satu event dari sekumpulan event
yang muncul.
• Iteration, dimana sebuah event muncul sebanyak nol atau berulang kali.
2.3.8 Analisis Application Domain (Application Domain Analysis)
Menurut Mathiassen, et al (2000,p115) “Application domain : the organization
that administrates, monitors, or controls a problem domain.” Application domain adalah
organisasi yang mengatur, memonitor atau mengendalikan problem domain. Analisis
application domain memfokuskan bagaimana target dalam sistem akan digunakan
dengan menentukan function dan interface sistem. Analisis application domain terbagi
menjadi beberapa aktivitas yaitu:
a. Menentukan penggunaan system dan bagaimana system berinteraksi
dengan user.
b. Menentukan fungsi dan kemampuan system dalam mengelolah informasi.
c. Menentukan kebutuhan interface sistem dan merancang interface.
Berikut ini gambaran aktivitas-aktivitas yang dilakukan pada saat
melakukan analisis application domain.
69
Gambar 2.5 Aktivitas Analisis Application Domain Sumber: Mathiassen et al (2000, p 117)
Tabel 2.4 Kegiatan Application Domain Analysis
Kegiatan Isi Konsep Usage Bagaimana sistem
berinteraksi dengan orang lain dalam konteks
Use case dan Actor
Function Bagaimana kemampuan sistem dalam memproses informasi
Function
Interface Kebutuhan antarmuka dari sistem Interface, User Interface, dan target
System Interface
2.3.8.1 Usage
Menurut Mathiassen, et al (2000, p119-120) Kegiatan usage adalah kegiatan
pertama dalam analisis application-domain yang bertujuan untuk menentukan
bagaimana aktor-aktor yang merupakan pengguna atau sistem yang berinteraksi dengan
sistem yang dituju. Interaksi antara aktor dengan sistem tersebut dinyatakan dalam use
case diagram.
70
Definisi actor itu sendiri menurut Mathiassen et al. (2000, p119) adalah “Actor :
An abstraction of users or other system that interact with the target systems.” (Aktor
adalah suatu abstraksi dari pengguna atau sistem lain yang berhubungan dengan sasaran
dari sistem), sedangkan pengertian use case menurut Mathiassen et al. (2000, p120)
adalah “Use case : A pattern for interaction between the system and actors in the
application domain”. (Use case adalah suatu pola dari interaksi antara sistem dan aktor
dari application domain)
Use case dapat dimulai oleh aktor atau oleh sistem target. Hasil dari analisis
kegiatan usage ini adalah deskripsi lengkap dari semua use case dan aktor yang ada
yang digambarkan dalam tabel aktor atau use case diagram. Cara untuk
mengidentifikasi aktor adalah mengetahui alasan aktor menggunakan sistem. Masing-
masing aktor memiliki alasan yang berbeda untuk menggunakan sistem. Cara lainnya
yaitu dengan melihat peran dari aktor seperti yang dinyatakan oleh use case dimana
aktor tersebut terlibat. Masing-masing aktor memiliki peran yang berbeda-beda.
Use case dapat digambarkan dengan menggunakan spesifikasi use case, dimana
use case dijelaskan secara singkat namun jelas dan dapat disertai dengan keterangan
objek sistem yang terlibat dan function dari use case tersebut atau dengan diagram
statechart karena use case adalah sebuah fenomena yang dinamik.
Sequence Diagram
Menurut Whitten, Bently, Dittman (2004), “sequence diagram adalah diagram
yang menggambarkan bagaimana antar objek berinteraksi dalam pelaksanaan sebuah use
case atau operasi.” Sequence menggambarkan bagaimana pesan atau message dikirim
dan diterima antar objek dalam sequence tertentu.
71
2.3.8.2 Function
Menurut Mathiassen, et al (2000, p137-139). Function memfokuskan pada
bagaimana cara sebuah sistem dapat membantu aktor dalam melaksanakan pekerjaan
mereka. Function memiliki empat tipe yang berbeda, yaitu :
1.Update, Fungsi update diaktifkan oleh event problem domain dan
menghasilkan perubahan status model.
2.Signal, Fungsi signal diaktifkan oleh perubahan status model dan menghasilkan
reaksi di dalam context.
3.Read, Fungsi read diaktifkan oleh kebutuhan actor akan informasi dan
menghasilkan tampilan model sistem yang relevan.
4.Compute, Fungsi compute diaktifkan oleh kebutuhan actor akan informasi dan
berisi perhitungan yang dilakukan baik oleh actor maupun oleh model. Hasilnya
adalah tampilan dari hasil perhitungan yang dilakukan.
Tujuan dari kegiatan function adalah untuk menentukan kemampuan sistem
memproses informasi. Hasil dari kegiatan ini adalah sebuah daftar function-function
yang merinci function-function yang kompleks. Daftar function harus lengkap
menyatakan secara keseluruhan kebutuhan kolektif dari pelanggan dan aktor sehingga
harus konsisten dengan use case.
Cara untuk mengidentifikasi function adalah dengan melihat deskripsi problem
domain yang dinyatakan dalam kelas dan event, dan melihat deskripsi application
domain yang dinyatakan dalam use case. Kelas dapat menyebabkan munculnya
kebutuhan terhadap function update, sementara usecase dapat menyebabkan munculnya
segala macam tipe function.
72
2.3.8.3 User Interface
Menurut Mathiassen, et al (2000, p151-152) Interface menghubungkan sistem
dengan semua aktor yang berhubungan dalam konteks. Ada dua jenis interface, yaitu :
interface pengguna yang menghubungkan pengguna dengan sistem dan interface sistem
yang menghubungkan sistem dengan sistem lainnya.
Sebuah user interface yang baik harus dapat beradaptasi dengan pekerjaan dan
pemahaman user terhadap sistem. Kualitas interface pengguna ditentukan oleh
kegunaan atau usability interface tersebut bagi pengguna. Usability bergantung pada
siapa yang menggunakan dan situasi pada saat sistem tersebut digunakan. Oleh sebab
itu, usability bukan sebuah ukuran yang pasti dan objektif.
Kegiatan analisis user interface ini berdasarkan pada hasil dari kegiatan analisis
lainnya, seperti model problem domain, kebutuhan functional dan use case. Hasil dari
kegiatan ini adalah sebuah deskripsi elemen-elemen interface pengguna dan interface
sistem yang lengkap, dimana kelengkapan menunjukan pemenuhan kebutuhan
pengguna. Hasil ini harus dilengkapi dengan sebuah diagram navigasi yang
menyediakan sebuah ringkasan dari elemen-elemen user interface dan perubahan antara
elemen-elemen tersebut (p159).
2.3.9 Architecture Design
Mengacu pada Mathiassen et al. (2000) Architecture design berfungsi sebagai
kerangka kerja dalam aktivitas pengembangan sistem dan menghasilkan struktur
komponen dan proses sistem. Menurut Mathiassen et al. (2000, p173) Tujuan dari
architercture design adalah untuk menstrukturisasi sebuah sistem yang terkomputerisasi.
73
Architecture design terbagi menjadi tiga aktivitas yaitu criteria, component architecture,
dan process architecture seperti yang digambarkan pada Gambar 2.4
Gambar 2.6 Aktivitas Architecture Design Sumber: Mathiassen et al (2000, p 176)
Tabel 2.5 Kegiatan Architecture Design
Kegiatan Isi Konsep Kriteria Kondisi dan kriteria untuk
pendesainan. Criterion
Komponen Bagaimana sistem dibentuk menjadi komponen-komponen.
Arsitektur komponen
Proses Bagaimana proses sistem dikoordinasikan dan didistribusikan
Arsitektur proses.
2.3.9.1 Criteria
Menurut Mathiassen et al. (2000, p178), “tujuan dari sebuah criteria adalah
untuk mempersiapkan prioritas dari sebuah perancangan. Konsep utama pada aktivitas
74
criteria, yaitu:
• Criteria : menentukan Property yang diinginkan dari sebuah arsitektur
• Condition : hal –hal yang bersifat teknis, organisasional, kelebihan dan
keterbatasan manusia yang terlibat dalam tugas.
Criteria adalah suatu sifat istimewa dari sebuah arsitektur. Aktivitas ini bertujuan
untuk membuat desain. Desain yang bagus bukan hanya dinilai dari sifatnya, tetapi
apabila terdapat kekurangan dapat menjadi tidak berguna dalam prakteknya. Secara
umum, design yang bagus itu berguna, flexible dan mudah dimengerti. Hasil dari
kegiatan criteria adalah collection prioritized criteria.
Tabel 2.6 menunjukan criteria yang telah ditentukan oleh para peneliti untuk
menentukan kualitas dari sebuah software.
Tabel 2.6 Criteria untuk Menentukan Kualitas Software
Criterion Ukuran Usable Kemampuan sistem beradaptasi dengan
context oganisasional dan teknikal. Secure Pencegahan akses ilegal terhadap data dan
fasilitas. Efficient Eksploitasi ekonomis dari fasilitas
technical platform. Correct Kesesuaian dengan kebutuhan. Reliable Fungsi yang dijalankan secara tepat. Maintainable Biaya untuk mencari dan memperbaiki
kerusakan sistem. Testable Biaya untuk menjamin bahwa sistem
melakukan fungsinya. Flexible Biaya memodifikasi sistem. Comprehensible Usaha yang diperlukan untuk memahami
sistem. Reusable Penggunaan bagian dari sistem ke dalam
sistem lain yang berkaitan.
75
Portable Biaya memindahkan sistem ke technical platform lain.
Interoperable Biaya pemasangan sistem dengan sistem lain.
Mathiassen, et al (2000, p178-182) menyebutkan bahwa kriteria usable,
flexible, dan comprehensible tergolong sebagai kriteria umum yang harus
dimiliki oleh sebuah sistem dan menentukan baik tidaknya suatu rancangan
sistem.
2.3.9.2 Component Architecture
Mathiassen et al. (2000, p190), mengutarakan pendapatnya bahwa “Component
architecture : A system structure of interconnected components.” Komponen arsitektur
adalah struktur sistem dari komponen-komponen yang berkaitan. Komponen merupakan
kumpulan bagian- bagian program yang membentuk suatu kesatuan dan memiliki fungsi
yang jelas. Tujuan dari membuat aktivitas ini adalah untuk membuat struktur sistem
yang fleksible dan mudah dimengerti. M enurut M athiassen et al. (2000, p191), suatu
arsitektur komponen yang baik menunjukkan beberapa prinsip, yaitu mengurangi
kompleksitas dengan membagi menjadi beberapa tugas, menggambarkan stabilitas dari
konteks sistem, dan memungkinkan suatu komponen dapat digunakan pada bagian lain.
Hasil dari suatu component architecture adalah component diagram yang menunjukkan
hubungan antara komponen ( dalam hal ini adalah server dan beberapa client ). Dalam
aktivitas ini, perlu ditentukan pola arsitektural yang paling sesuai dengan model sistem.
Pola-pola arsitektural tersebut antara lain.:
76
1. Layered Architecture Pattern
Merupakan bentuk yang paling umum dalam software, yaitu terdiri dari
beberapa komponen yang dibentuk menjadi beberapa lapisan – lapisan yang
mirip dengan prinsip OSI Layer pada model jaringan, dimana lapisan yang
berada diatas bergantung pada lapisan yang berada dibawahnya, begitu pula
sebaliknya. Arsitektur ini sangat berguna untuk memecah sistem menjadi
komponen- komponen.
2. Arsitektur generic( Generic architecture pattern)
Pola ini digunakan untuk merinci sistem dasar yang terdiri dari interface,
function, dan model component Model component berada di layer yang paling
bawah yang kemudian dilanjutkan oleh Function layer dan yang paling atas
adalah interface layer.
3. Arsitektur client-server ( Client-server architecture pattern)
Pola ini awalnya dikembangkan untuk mengatasi masalah sistem yang
terdistribusi di antara beberapa prosesor yang tersebar secara geografis.
Komponen pada arsitektur ini adalah sebuah server dan beberapa client. Server
memiliki kumpulan operation yang dapat digunakan oleh client. Client
menggunakan server secara independen. Bentuk distribusi dari bagian sistem
harus diputuskan antara client dan server. Tanggung jawab daripada server
adalah untuk menyediakan database dan resource yang dapat disebarkan kepada
client melalui jaringan. Sementara client memiliki tanggung jawab untuk
menyediakan antarmuka lokal untuk setiap penggunanya. Identifikasi komponen,
77
didalam perancangan sistem atau subsistem, pada umumnya memulai dengan
layer architecture yang menggunakan interface, function, dan model component.
Berikut adalah tabel 2.5 yang berisi beberapa jenis distribusi dalam arsitektur
client-server dimana U (user), F (function), dan M (model).
Tabel 2.7 Jenis Arsitektur client-server
Client Server Architecture U U+F+M Distributed presentation U F+M Local presentation U+F F+M Distributed presentation U+F M Centralized data U+F+M M Distributed data
Sumber Mathiassen et al (2000, p200)
2.3.9.3 Process Architecture
Definisi process architecture menurut Mathiassen et al. (2000, p209), “A system
execution structure composed of interdependent process.” Arsitektur proses adalah
struktur eksekusi sistem yang terdiri atau tersusun dari proses-proses yang saling
bergantungan. Tujuan dari aktivitas ini adalah mendefinisikan struktur sistem.
Menurut Mathiassen et al. (2000, p209), ada empat konsep yang harus diketahui,
diantaranya sebagai berikut:
a. Process architecture adalah struktur eksekusi sistem yang tersusun dari proses
yang saling bergantungan.
b. Processor adalah sebuah peralatan yang dapat mengeksekusi sebuah program.
c. Program component adalah modul fisik dari kode program
d. Active object adalah sebuah objek yang telah ditugaskan oleh sebuah proses
78
Dalam aktivitas ini juga perlu menentukan pola distribusi yang sesuai dengan
model sistem. Pola-pola distribusi yang ada antara lain :
– Centralized Pattern
– Distributed Pattern
– Decentralized Pattern
Hasil dari aktivitas ini adalah sebuah deployment diagram yang menunjukkan
processor dengan komponen program dan active objects.
79
2.4 Kerangka Pikir
Manajemen Sumber Daya Manusia
Audit Sumber Daya Manusia
Survei Kepuasan Kerja Karyawan
Manajemen Karir
Pelatihan / Pengembangan
Kompensasi Penilaian
Standarisasi Penilaian Metode Skala Penilaian dengan metode BARS
Standarisasi Pengembangan
Kompensasi & tunjangan yg
diterima
Design system
Rekomendasi rancangan system
Metode OOAD
Selesai
PHP