Bab 1 Kunjungan Chop
-
Upload
agry-ridho-cendikia -
Category
Documents
-
view
110 -
download
3
description
Transcript of Bab 1 Kunjungan Chop
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Kanker Payudara
Kanker adalah salah satu penyakit yang banyak menimbulkan kesengsaraan dan
kematian pada manusia. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab kematian
nomor 2 setelah penyakit-penyakit kardiovaskular (Ama, 1990). Diperkirakan, kematian
akibat kanker di dunia mencapai 4,3 juta per tahun dan 2,3 juta di antaranya ditemukan di
negara berkembang. Jumlah penderita baru per tahun 5,9 juta di seluruh dunia dan 3 juta
di antaranya ditemukan di negara sedang berkembang (Parkin,et al 1988 dalam Sirait,
1996).
Di Indonesia diperkirakan terdapat 100 penderita kanker baru untuk setiap
100.000 penduduk per tahunnya. Prevalensi penderita kanker meningkat dari tahun ke
tahun akibat peningkatan angka harapan hidup, sosial ekonomi, serta perubahan pola
penyakit (Tjindarbumi, 1995). Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
1992, kanker menduduki urutan ke-9 dari 10 penyakit terbesar penyebab utama kematian
di Indonesia. Angka proporsi penyakit kanker di Indonesia cenderung meningkat dari 3,4
(SKRT 1980) menjadi 4,3 (SKRT 1986), 4,4 (SKRT 1992), dan 5,0 (SKRT 1995). Data
Profil Kesehatan RI 1995 menunjukkan bahwa proporsi kanker yang dirawat inap di
rumah sakit di Indonesia mengalami peningkatan dari 4,0% menjadi 4,1%. Selain itu,
peningkatan proporsi penderita yang dirawat inap juga terjadi peningkatan di rumah sakit
DKI Jakarta pada 1993 dan 1994, dari 4,5% menjadi 4,6%.
Kanker payudara sering ditemukan di seluruh dunia dengan insidens relatif tinggi,
yaitu 20% dari seluruh keganasan (Tjahjadi, 1995). Dari 600.000 kasus kanker payudara
baru yang didiagnosis setiap tahunnya. Sebanyak 350.000 di antaranya ditemukan di
negara maju, sedangkan 250.000 di negara yang sedang berkembang (Moningkey, 2000).
Di Amerika Serikat, keganasan ini paling sering terjadi pada wanita dewasa.
Diperkirakan di AS 175.000 wanita didiagnosis menderita kanker payudara yang
mewakili 32% dari semua kanker yang menyerang wanita. Bahkan, disebutkan dari
150.000 penderita kanker payudara yang berobat ke rumah sakit, 44.000 orang di
antaranya meninggal setiap tahunnya (Oemiati, 1999). American Cancer Society
memperkirakan kanker payudara di Amerika akan mencapai 2 juta dan 460.000 di
antaranya meninggal antara 1990-2000 (Moningkey, 2000).
Kanker payudara merupakan kanker terbanyak kedua sesudah kanker leher rahim
di Indonesia (Tjindarbumi, 1995). Sejak 1988 sampai 1992, keganasan tersering di
Indonesia tidak banyak berubah. Kanker leher rahim dan kanker payudara tetap
menduduki tempat teratas. Selain jumlah kasus yang banyak, lebih dari 70% penderita
kanker payudara ditemukan pada stadium lanjut (Moningkey, 2000). Data
dari Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa
Case Fatality Rate (CFR) akibat kanker payudara menurut golongan penyebab sakit
menunjukkan peningkatan dari tahun 1992-1993, yaitu dari 3,9 menjadi 7,8 (Ambarsari,
1998).
Gejala permulaan kanker payudara sering tidak disadari atau dirasakan dengan
jelas oleh penderita sehingga banyak penderita yang berobat dalam keadaan lanjut. Hal
inilah yang menyebabkan tingginya angka kematian kanker tersebut. Padahal, pada
stadium dini kematian akibat kanker masih dapat dicegah. Tjindarbumi (1982)
mengatakan, bila penyakit kanker payudara ditemukan dalam stadium dini, angka
harapan hidupnya (life expectancy) tinggi, berkisar antara 85 s.d. 95%. Namun,
dikatakannya pula bahwa 70--90% penderita datang ke rumah sakit setelah penyakit
parah, yaitu setelah masuk dalam stadium lanjut.
Pengobatan kanker pada stadium lanjut sangat sukar dan hasilnya sangat tidak
memuaskan. Pengobatan kuratif untuk kanker umumnya operasi dan atau radiasi.
Pengobatan pada stadium dini untuk kanker payudara menghasilkan kesembuhan 75%
(Ama, 1990). Pengobatan pada penderita kanker memerlukan teknologi canggih,
ketrampilan, dan pengalaman yang luas. Perlu peningkatan upaya pelayanan
kesehatan, khususnya di RS karena jumlah yang sakit terus-menerus meningkat, terlebih
menyangkut golongan umur produktif.
Sebagai tolak ukur keberhasilan pengobatan kanker, termasuk kanker payudara,
biasanya adalah 5 year survival (ketahanan hidup 5 tahun) (Sirait, 1996). Vadya dan
Shukla menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis dan ketahanan
hidup penderita kanker payudara adalah besar tumor, status kelenjar getah bening
regional, skin oedema ‘pembengkakan kulit’, status menopause, perkembangan sel
tumor, residual tumor burden (tumor sisa), jenis patologinya, dan metastase, terapi, serta
reseptor estrogen. Selain itu, ditambahkan pula dengan umur dan besar payudara. Azis
FM dkk. menyatakan bahwa ketahanan hidup penderita kanker dipengaruhi oleh
pengobatan, ukuran tumor, jenis histologi, ada tidaknya invasi ke pembuluh darah,
anemia, dan penyulit seperti hipertensi.
Dalam Vadya dikatakan bahwa untuk ukuran tumor < 2 cm, ketahanan hidup 5
tahun sebesar 73%. Hal ini sangat berbeda untuk ukuran tumor 3-6 cm yang angka
ketahanan hidupnya sangat rendah, yaitu 24%. Selain itu, ukuran tumor yang lebih besar
berhubungan dengan kelenjar limfa. Dalam ukuran kanker yang lebih besar, kelenjar
limfa yang melekat (involved) menjadi lebih banyak.
Tjindarbumi (1982) melaporkan pengobatan kanker payudara dengan simpel
mastektomi tanpa sinar memberikan ketahanan hidup 79% dan mastektomi radikal
memberikan ketahanan hidup 5 tahun 70--95%. Informasi tentang faktor-faktor
ketahanan hidup memberikan manfaat yang besar. Bukan hanya untuk peningkatan
penanganan penderita kanker payudara, tapi juga untuk memberikan informasi yang
cukup kepada masyarakat tentang kanker payudara dan perkembangan serta prognosis
penyakit tersebut di masa mendatang.
B. Merokok
Hampir 1 juta milyar laki-laki di dunia merokok, sekitar 35% dari mereka berada
di negara maju dan 50% berada di negara berkembang. Sekitar 250 juta perempuan di
dunia merupakan perokok. Sekitar 22% dari perempuan tersebut berada di negara maju
dan 9% berada di negara berkembang. Rendahnya tingkat konsumsi tembakau pada
perempuan di seluruh dunia tidak mencerminkan kesadaran akan kesehatan, namun lebih
kepada tradisi sosial dan rendahnya sumber ekonomi pada perempuan. Jumlah perokok di
dunia akan terus bertambah terutama karena terjadi pertambahan jumlah populasi. Pada
tahun 2030 akan ada sekitar 2 milyar orang di dunia. Meskipun angka prevalensi ini
salah, jumlah perokok akan tetap meningkat. Konsumsi tembakau telah mencapai
proporsi epidemik global (Mackay & Eriksen, 2002).
Indonesia adalah salah satu negara konsumen tembakau terbesar di dunia. Secara
nasional, konsumsi rokok di Indonesia pada tahun 2002 berjumlah 182 milyar batang
yang merupakan urutan ke-5 diantara 10 negara di dunia dengan konsumsi tertinggi pada
tahun yang sama (Depkes RI, 2004). Konsumsi rokok di Indonesia meningkat 7 kali lipat
selama periode 1970-2000 dari 33 milyar batang pada tahun 1970 menjadi 217 milyar
batang pada tahun 2000. Antara tahun 1970 dan 1980 konsumsi meningkat sebesar 159%,
yaitu dari 33 milyar batang menjadi 84 milyar batang. Antara tahun 1990 dan 2000
peningkatan lebih jauh sebesar 54% terjadi dalam konsumsi tembakau walaupun terjadi
krisis ekonomi. Prevalensi merokok di kalangan dewasa meningkat menjadi 31,5% pada
tahun 2001 dari 26,9% pada tahun 1995 (Depkes RI, 2003).
Prevalensi merokok penduduk usia 15 tahun ke atas adalah 31,5 %, lebih tinggi
dibandingkan tahun 1995 yang sebesar 26,9%. Prevalensi ini berbeda menurut jenis
kelamin, wilayah tempat tinggal, kelompok umur, tingkat pendapatan, dan tingkat
pendidikan. Prevalensi merokok dewasa (umur 15 tahun ke atas) pada laki-laki lebih
tinggi dibandingkan dengan prevalensi pada perempuan. Pada tahun 2001, prevalensi
merokok pada laki-laki sebesar 62,2% dan perempuan sebesar 1,3%. Penduduk yang
tinggal di pedesaan mempunyai prevalensi merokok yang lebih tinggi dibandingkan
dengan yang tinggal di perkotaan. Prevalensi merokok di pedesaan adalah sebesar 34%
dan di perkotaan sebesar 28,2%. Prevalensi merokok laki-laki umur 15 tahun ke atas
yang tinggal di desa adalah sebesar 67% dan yang tinggal di kota 56,1% sedangkan
prevalensi wanita umur 15 tahun ke atas di desa 1,5% dan di kota 1,1%. Di tingkat
provinsi, angka tertinggi laki-laki yang merokok adalah di Gorontalo (69%)
dibandingkan Bali (45,7%). Prevalensi merokok wanita meningkat menjadi lebih dari dua
kali lipat antara tahun 1995 dan 2001 di Papua, Kalimantan timur, Jawa Tengah, dan
Bali, meskipun secara menyeluruh prevalensinya masih tetap sangat rendah (Depkes RI,
2004).
C. Gastritis
Gastritis adalah proses inflamsi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung. Secara
histopastologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltarsi sel-sel radang pada daerah
tersebut. Gastritis merupakan salah satu penyakit yang banyak dijumpai di klinik /
ruangan penyakit dalam pada umumnya. Kejadian penyakit gastritis meningkat sejak 5 –
6 tahun ini dan menyerang laki-laki lebih banyak dari pada wanita. Laki-laki lebih
banyak mengalami gastritis karena kebiasaan yang berlebihan mengkonsumsi alcohol dan
merokok.
Secara garis besar gastritis dapt dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan
pada manifestasi klinis, gambaran histologi yang khas, distribusi anatomi dan
kemungkinan patogenesis gastritis. Berdasarkan pada manifestasi klini, gastritis dapat
dibagi menjadi akut dan kronik. Masalah yang sering timbul pada gastritis umumnya
mengalami masalah gangguan rasa nyaman dan nyeri pada bagian perut atas yang dialami
pasien.
Saat ini dalam proses keperawatan gastritis banyak dijumpai dan menyerang 80 –
90% laki-laki. Pasien dan keluarga dengan penyakit gastritis membutuhkan pengawasan
diet makanan setelah pulang dari rumah sakit dan sangat mudah terkena bila tidak
mematuhi tentang penatalaksanaan diet dirumah. Makan makanan yang teratur dan
menghindari makan yang dapat mengiritasi lambung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kanker Payudara
Pengertian Kanker Payudara
Kanker payudara (Carcinoma mammae) adalah suatu penyakit neoplasma yang
ganas yang berasal dari parenchyma. Penyakit ini oleh Word Health Organization
(WHO) dimasukkan ke dalam International Classification of Diseases (ICD) dengan
kode nomor 174.
Penyebab Kanker Payudara
Sampai saat ini, penyebab kanker payudara belum diketahui secara pasti.
Penyebab kanker payudara termasuk multifaktorial, yaitu banyak faktor yang terkait satu
dengan yang lain. Beberapa faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh besar dalam
terjadinya kanker payudara adalah riwayat keluarga, hormonal, dan faktor lain yang
bersifat eksogen (Soetrisno, 1988).
Gejala Klinis
Gejala klinis kanker payudara dapat berupa benjolan pada payudara, erosi atau
eksema puting susu, atau berupa pendarahan pada puting susu. Umumnya berupa
benjolan yang tidak nyeri pada payudara. Benjolan itu mula-mula kecil, makin lama
makin besar, lalu melekat pada kulit atau menimbulkan perubahan pada kulit payudara
atau pada puting susu. Kulit atau puting susu tadi menjadi tertarik ke dalam (retraksi),
berwarna merah muda atau kecoklat-coklatan sampai menjadi oedema hingga kulit
kelihatan seperti kulit jeruk (peau d'orange), mengkerut, atau timbul borok (ulkus) pada
payudara. Borok itu makin lama makin besar dan mendalam sehingga dapat
menghancurkan seluruh payudara, sering berbau busuk, dan mudah berdarah. Rasa sakit
atau nyeri pada umumnya baru timbul kalau tumor sudah besar, sudah timbul borok, atau
kalau sudah ada metastase ke tulang-tulang. Kemudian timbul pembesaran kelenjar getah
bening di ketiak, bengkak (edema) pada lengan, dan penyebaran kanker ke seluruh tubuh
(Handoyo, 1990).
Kanker payudara lanjut sangat mudah dikenali dengan mengetahui kriteria
operbilitas Heagensen sebagai berikut: terdapat edema luas pada kulit payudara (lebih 1/3
luas kulit payudara); adanya nodul satelit pada kulit payudara; kanker payudara jenis
mastitis karsinimatosa; terdapat model parasternal; terdapat nodul supraklavikula;
adanya edema lengan; adanya metastase jauh; serta terdapat dua dari tanda-tanda locally
advanced, yaitu ulserasi kulit, edema kulit, kulit terfiksasi pada dinding toraks, kelenjar
getah bening aksila berdiameter lebih 2,5 cm, dan kelenjar getah bening aksila melekat
satu sama lain.
Faktor Risiko (Moningkey dan Kodim, 1998)
Penyebab spesifik kanker payudara masih belum diketahui, tetapi terdapat banyak
faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap terjadinya kanker payudara.
Faktor reproduksi
Karakteristik reproduktif yang berhubungan dengan risiko terjadinya kanker
payudara adalah nuliparitas, menarche pada umur muda, menopause pada umur lebih tua,
dan kehamilan pertama pada umur tua. Risiko utama kanker payudara adalah
bertambahnya umur. Diperkirakan, periode antara terjadinya haid pertama dengan umur
saat kehamilan pertama merupakan window of initiation perkembangan kanker payudara.
Secara anatomi dan fungsional, payudara akan mengalami atrofi dengan bertambahnya
umur. Kurang dari 25% kanker payudara terjadi pada masa sebelum menopause sehingga
diperkirakan awal terjadinya tumor terjadi jauh sebelum terjadinya perubahan
klinis.
Penggunaan hormon
Hormon eksogen berhubungan dengan terjadinya kanker payudara. Laporan dari
Harvard School of Public Health menyatakan bahwa terdapat peningkatan kanker
payudara yang bermakna pada para pengguna terapi estrogen replacement. Suatu
metaanalisis menyatakan bahwa walaupun tidak terdapat risiko kanker payudara pada
pengguna kontrasepsi oral, wanita yang menggunakan obat ini untuk waktu yang lama
mempunyai risiko tinggi untuk mengalami kanker ini sebelum menopause.
Penyakit fibrokistik
Pada wanita dengan adenosis, fibroadenoma, dan fibrosis, tidak ada peningkatan
risiko terjadinya kanker payudara. Pada hiperplasis dan papiloma, risiko sedikit
meningkat 1,5 sampai 2 kali. Sedangkan pada hiperplasia atipik, risiko meningkat hingga
5 kali.
Obesitas
Terdapat hubungan yang positif antara berat badan dan bentuk tubuh dengan
kanker payudara pada wanita pasca menopause. Variasi terhadap kekerapan kanker ini di
negara-negara Barat dan bukan Barat serta perubahan kekerapan sesudah migrasi
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh diet terhadap terjadinya keganasan ini.
Konsumsi lemak
Konsumsi lemak diperkirakan sebagai suatu faktor risiko terjadinya kanker
payudara. Willet dkk., melakukan studi prospektif selama 8 tahun tentang konsumsi
lemak dan serat dalam hubungannya dengan risiko kanker payudara pada wanita umur 34
sampai 59 tahun.
Radiasi
Eksposur dengan radiasi ionisasi selama atau sesudah pubertas meningkatkan
terjadinya risiko kanker payudara. Dari beberapa penelitian yang dilakukan disimpulkan
bahwa risiko kanker radiasi berhubungan secara linier dengan dosis dan umur saat
terjadinya eksposur.
Riwayat keluarga dan faktor genetik
Riwayat keluarga merupakan komponen yang penting dalam riwayat penderita
yang akan dilaksanakan skrining untuk kanker payudara. Terdapat peningkatan risiko
keganasan ini pada wanita yang keluarganya menderita kanker payudara. Pada studi
genetik ditemukan bahwa kanker payudara berhubungan dengan gen tertentu. Apabila
terdapat BRCA 1, yaitu suatu gen suseptibilitas kanker payudara, probabilitas untuk
terjadi kanker payudara sebesar 60% pada umur 50 tahun dan sebesar 85% pada umur 70
tahun.
Gambaran Patologi Anatomi Kanker Payudara
Stadium Klinik
Klasifikasi stadium klinik pada kanker payudara ada beberapa jenis. Mula-mula
stadium klinik Stental yang membagi kanker payudara dalam 3 stadium, Portman
membagi kanker payudara dalam 4 stadium, Manchester sistem yang juga membagi
kanker payudara dalam 4 stadium, dan terakhir yang sekarang digunakan di hampir
seluruh pusat ilmu kedokteran adalah klasifikasi TNM yang ditemukan oleh Denoix
1962. Berdasarkan sistem ini, diadakan stadium klinik I, II, III, dan IV dengan formula
sebagai berikut: (Tjindarbumi, 1982)
1. Stadium I: T1a/bNoMo
T1a/bNoMo
2. Stadium II: ToN1bMo
T1a/bNIbMo
TIIa/bNo/1aMo
TIIa/bN1/bMo
3. Stadium III: TIIINo-1Mo
TIIINII-IIIMo
TIVwith every Nmo
Every T with NII-IIIMo
4. Stadium IV: Tumor yang sudah lanjut
Keterangan:
TIS: Carcinoma in situ adalah non infiltrating intraductal carcinoma atau paget's
disease dimana tak teraba tumor.
To: Tumor tak teraba, tetapi dapat dilihat pada mamografi
T1: Tumor kurang dari 2 cm
T1a: Tidak ada perlengketan dengan fascia pectoralis atau otot
T1b: Adanya fixasi dengan fascia pectoralis atau otot
T2: Tumor antara 2 sampai dengan 5 cm
T2a: Belum adanya perlengketan dengan fascia pectoralis atau otot
T2b: Sudah ada fixasi dengan fascia pectoralis atau otot
T3: Tumor lebih dari 5 cm penampangnya.
T3a: Belum ada perlengketan dengan fascia pectoralis atau otot
T3b: Sudah ada fiksasi dengan fascia pectoralis atau otot
T4: Tumor dengan segala ukuran dimana extensinya telah mencapai dinding
toraks atau kulit (dinding toraks di sini termasuk iga otot-otot intercostal dan
musculus serratus anterior tapi belum musculus pectoralis).
T4a: Sudah ada fiksasi dengan dinding toraks
T4b: Terdapat oedema, infiltrasi atau ulcerasi dari kulit payudara atau satelit
nodul pada payudara yang sama.
No: Kelenjar getah bening homolateral tak dapat diraba
N1: Kelenjar getah bening homolateral dapat digerakkan
N1a: Kelenjar getah bening dianggap tidak membesar
N1b: Kelenjar getah bening dianggap dapat membesar
N2: Kelenjar getah bening homolateral yang melekat satu sama lain atau pada
jaringan sekitarnya.
N3: Kelenjar getah bening supraclavicular homolateral atau infra claviculer
homolateral atau oedema di lengan.
Mo: Tidak terdapat metastase jauh
M1: Sudah terdapat metastase jauh.
Pengobatan Kanker
Ada beberapa pengobatan kanker payudara yang penerapannya banyak tergantung pada
stadium klinik penyakit (Tjindarbumi, 1994), yaitu:
1. Mastektomi
Mastektomi adalah operasi pengangkatan payudara. Ada 4 jenis mastektomi
(Hirshaut & Pressman, 1992):
a. Modified Radical Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara,
jaringan payudara di tulang dada, tulang selangka dan tulang iga, serta benjolan
di sekitar ketiak.
b. Total (Simple) Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara saja,
tetapi bukan kelenjar di ketiak.
c. Radical Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan sebagian dari payudara.
Biasanya disebut lumpectomy, yaitu pengangkatan hanya pada jaringan yang
mengandung sel kanker, bukan seluruh payudara. Operasi ini selalu diikuti
dengan pemberian radioterapi. Biasanya lumpectomy direkomendasikan pada
pasien yang besar tumornya kurang dari 2 cm dan letaknya di pinggir payudara.
2. Penyinaran/radiasi
Yang dimaksud radiasi adalah proses penyinaran pada daerah yang terkena kanker
dengan menggunakan sinar X dan sinar gamma yang bertujuan membunuh sel
kanker yang masih tersisa di payudara setelah operasi (Denton, 1996). Efek
pengobatan ini tubuh menjadi lemah, nafsu makan berkurang, warna kulit di
sekitar payudara menjadi hitam, serta Hb dan leukosit cenderung menurun
sebagai akibat dari radiasi.
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam bentuk pil
cair atau kapsul atau melalui infus yang bertujuan membunuh sel kanker. Tidak
hanya sel kanker pada payudara, tapi juga di seluruh tubuh (Denton, 1996). Efek
dari kemoterapi adalah pasien mengalami mual dan muntah serta rambut rontok
karena pengaruh obat-obatan yang diberikan pada saat kemoterapi.
B. Merokok
Pengertian merokok
Definisi perokok sekarang menurut WHO dalam Depkes (2004) adalah mereka
yang merokok setiap hari untuk jangka waktu minimal 6 bulan selama hidupnya masih
merokok saat survey dilakukan. Menurut Harrisons (1987) dalam Sitepoe (2000), asap
rokok yang diisap atau asap rokok yang dihirup melalui dua komponen: komponen yang
lekas menguap membentuk gas dan komponen yang bersama gas terkondensasi menjadi
komponen partikulat. Dengan demikian, asap rokok yang diisap dapat berupa gas
sejumlah 85% dan sisanya berupa partikel. Asap rokok yang diisap melalui mulut disebut
mainstream smoke, sedangkan asap rokok yang terbentuk pada ujung rokok yang
dihembuskan ke udara oleh perokok disebut sidestream smoke.
Berdasarkan lamanya, merokok dapat dikelompokkan sebagai berikut: merokok
selama kurang dari 10 tahun, antara 10-20 tahun, dan lebih dari 20 tahun. Jumlah rokok
yang dikonsumsi per hari dapat diklasifikasikan sebagai berikut: ringan (1-10 batang per
hari), sedang (11-20 batang per hari), dan berat (lebih dari 20 batang per hari).
Jenis Rokok
Menurut Sitepoe (2000), di luar negeri bahan baku rokok hanya tembakau,
dikenal dengan istilah rokok putih, sedangkan di Indonesia bahan baku rokok adalah
tembakau dan juga cengkeh atau disebut rokok kretek. Sebagai bahan baku, di samping
tembakau juga ditambahkan kemenyan dan kelembak, atau disebut rokok kelembak atau
rokok siong. Selain rokok yang khusus dijumpai di Indonesia, ada pula tembakau yang
digunakan sebagai rokok pipa dan rokok cerutu yang tersebar luas di seluruh dunia. Pada
rokok pipa, tembakau dibakar kemudian diisap melalui pipa. Khusus rokok cerutu, daun
tembakau kering yang dirajang agak lebar disusun sedemikian rupa.
Rokok digulung dengan berbagai jenis pembalut atau pembungkus. Ada yang
menggunakan kertas, misalnya rokok kretek dan rokok putih; daun nipah; pelepah
tongkol jagung atau disebut rokok kelobot; dan dengan tembakau sendiri atau disebut
rokok cerutu; ada juga yang tidak menggunakan pembalut, misalnya rokok pipa (Sitepoe,
2000).
Baik rokok putih maupun rokok kretek.demikian pun dengan rokok pipa.ada yang
menggunakan filter dan ada pula yang tanpa filter. Konsumsi rokok berfilter banyak
dijumpai di kota, sedangkan perokok di pedesaan banyak menggunakan rokok tanpa filter
(Sitepoe, 2000).
Rokok kretek merupakan rokok khusus Indonesia yang hanya diproduksi di
Indonesia. Jenis rokok ini diproduksi dengan mesin yang disebut rokok kretek mesin dan
dapat pula diproduksi secara manual menggunakan tenaga kerja berjumlah banyak atau
disebut rokok kretek tangan (Sitepoe, 2000).
Bahan Kimia yang Terkandung di dalam Rokok
Menurut Mackay & Eriksen (2002), merokok tembakau terdiri dari 4.000 lebih
bahan kimia, beberapa dari ini bersifat iritan dan 60 lainnya diketahui atau diduga bersifat
karsinogenik. Bahan kimia tersebut antara lain: aseton, amonia, arsenik, butan, cadmium,
karbonmonoksida (CO), DDT, hidrogen sianida, metanol, naftalen, toluen, dan vinil
klorida.
Menurut Sitepoe (2000), komposisi asap rokok yang diisap tergantung berbagai
faktor, yaitu jenis tembakau; pemrosesan menjadi tembakau: khususnya kekeringan
tembakau; berat bahan baku rokok: tembakau, termasuk cengkeh atau bahan tambahan
lainnya; bahan pembalut rokok; serta ada tidaknya filter: termasuk panjang filter dan
kerapatan filter pada rokok yang diisap.
Filter yang terbuat dari asetat selulosa berfungsi untuk menahan beberapa tar dan
partikel rokok yang berasal dari rokok yang diisap. Filter juga berfungsi untuk
mendinginkan rokok sehingga menjadi mudah diisap (ASH, 2006).
Nikotin terdapat di dalam asap rokok dan juga di dalam tembakau yang tidak
dibakar. Satu-satunya sumber nikotin adalah tembakau. Nikotin memegang peranan
penting dalam ketagihan merokok. Berat rata-rata rokok kretek adalah 1,14 gr/batang
dengan komposisi 60% tembakau dan 40% cengkeh. Berat rata-rata rokok putih adalah 1
gr/batang dengan komposisi seluruhnya tembakau. Berarti ada kemungkinan berat
tembakau di dalam rokok kretek lebih rendah dari rokok putih. Tar hanya dijumpai pada
rokok yang dibakar. Sumber tar adalah tembakau, cengkeh, pembalut rokok, dan bahan
organik lain yang dibakar. Gas CO bersifat toksik karena mengganggu ikatan antara
oksigen dengan hemoglobin. Kandungan kadar CO di dalam rokok kretek lebih rendah
daripada kandungan CO di dalam rokok putih. Timah hitam (Pb) merupakan partikel asap
rokok. Setiap satu batang rokok yang diisap diperhitungkan mengandung 0,5 mikrogram
Pb. Batas bahaya kadar Pb dalam tubuh adalah 20 mikrogram/hari. Eugenol hanya
dijumpai di dalam rokok kretek dan tidak dijumpai dalam rokok putih. Eugenol serupa
halnya dengan nikotin, yakni dapat dijumpai dalam rokok yang dirokok (asap rokok) dan
juga di dalam rokok yang tidak dirokok (tembakau) (Sitepoe, 2000).
Merokok dan Kesehatan
Masalah kesehatan yang ada di Indonesia berhubungan dengan perubahan gaya
hidup, seperti perubahan kebiasaan makan, merokok, penyalahgunaan zat, aktivitas yang
kurang, dan lain-lain (WHO, 2006).
Meskipun tembakau digunakan dengan cara mengisap, mengunyah, menghirup,
dan lain-lain, tidak ada cara yang aman untuk menggunakan tembakau (Mackay &
Eriksen, 2002). Berbagai jenis rokok yang diisap ataupun tembakau yang digunakan
tanpa dibakar, dapat mengganggu kesehatan apabila digunakan di atas ambang tertentu
serta digunakan secara berulang-ulang. Gangguan kesehatan akibat merokok disebabkan
oleh bahan kimia yang terdapat di dalam rokok atau di dalam tembakau yang digunakan
(Sitepoe, 2000).
Menurut CDC (2004), merokok membahayakan setiap organ di dalam tubuh.
Merokok menyebabkan penyakit dan memperburuk kesehatan. Berhenti merokok
memberikan banyak keuntungan. Hal ini dapat menurunkan risiko penyakit dan kematian
yang disebabkan oleh rokok dan dapat memperbaiki kesehatan. Penyakit-penyakit yang
dapat disebabkan oleh rokok yaitu kanker serviks, pankreas, ginjal, lambung, aneurisma
aorta, leukemia, katarak, pneumonia, dan penyakit gusi.
Efek Rokok
Pada dewasa:
1. Efek terhadap Otak dan Kejiwaan, Stroke
2. Rambut berbau tidak sedap
3. Mata berair, kebutaan
4. Iritasi hidung
5. Kanker paru , Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), Asthma, Emphysema
6. Penyumbatan Pembuluh Arteri, Serangan jantung, Angina
7. Pada wanita hamil; Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), keguguran spontan, lahir
mati, komplikasi saat melahirkan.
Pada Anak-anak:
1. Rambut berbau tidak sedap
2. Berhubungan dengan tumor otak, yang berefek jangka panjang, dan berpengaruh
terhadap kejiwaan
3. Mata berair, kebutaan
4. Otitis Media Kronik
5. Pneumonia , Asthma, gejala saluran pernafasan kronik, dan penurunan fungsi paru
6. Menurunnya penyerapan oksigen
7. Meningkatnya penyerapan nikotin
8. Berhubungan dengan limfoma (kanker kelenjar getah bening)
Dampak Perokok Pasif
kanker, penyakit jantung, paru dan penyakit lainnya yang mematikan.
mereka yang dikelilingi oleh asap rokok akan lebih cepat meninggal dibanding
mereka yang hidup dengan udara bersih. Dan angka kematiannya meningkat 15%
lebih tinggi.
mereka yang menjadi perokok pasif di rumah akan meningkatkan risiko kanker
paru-paru hingga 18%. Bila hal ini terjadi dalam waktu yang lama, 30 tahun lebih,
risikonya meningkat menjadi 23%.
C. Gastritis
Pengertian Gastritis
Gastritis adalah inflamasi pada dinding gaster terutama pada lapisan mukosa
gaster dapat bersifat akut dan kronik.
Gastritis dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Gastritis akut
Salah satu bentuk gastritis akut yang sering dijumpai di klinik ialah gastritis akut erosif.
Gastritis akut erosif adalah suatu peradangan mukosa lambung yang akut dengan
kerusakan-kerusakan erosif. Disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih
dalam daripada mukosa muskularis.
2. Gastritis kronis
Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang
berkepanjangan yang disebabkan baik oleh ulkus lambung jinak maupun ganas atau oleh
bakteri helicobacter pylori
Etiologi
Penyebab gastritis adalah obat analgetik anti inflamasi terutama aspirin; bahan
kimia, misalnya lisol; merokok; alkohol; stres fisis yang disebabkan oleh luka bakar,
sepsis, trauma, pembedahan, gagal pernafasan, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf
pusat; refluk usus lambung.
Gambaran Klinis
Sindrom dispepsia berupa nyeri epigastrium, mual, kembung dan muntah
merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan juga perdarahan saluran
cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia
pasca perdarahan. Biasanya jika dilakukan anamnesa lebih dalam, terdapat riwayat
penggunaan obat-obatan atau bahan kimia tertentu. Pasien dengan gastritis juga disertai
dengan pusing, kelemahan dan rasa tidak nyaman pada abdomen.
Patofisiologi
1. Gastritis Akut
Gastritis akut dapat disebabkan oleh karena stres, zat kimia misalnya obat-obatan dan
alkohol, makanan yang pedas, panas maupun asam. Pada para yang mengalami stres akan
terjadi perangsangan saraf simpatis NV (Nervus vagus) yang akan meningkatkan
produksi asam klorida (HCl) di dalam lambung. Adanya HCl yang berada di dalam
lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia. Zat kimia maupun
makanan yang merangsang akan menyebabkan sel epitel kolumner, yang berfungsi untuk
menghasilkan mukus, mengurangi produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk
memproteksi mukosa lambung agar tidak ikut tercerna. Respon mukosa lambung karena
penurunan sekresi mukus bervariasi diantaranya vasodilatasi sel mukosa gaster. Lapisan
mukosa gaster terdapat sel yang memproduksi HCl (terutama daerah fundus) dan
pembuluh darah. Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl
meningkat. Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan
oleh karena kontak HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa lambung akibat
penurunan sekresi mukus dapat berupa eksfeliasi (pengelupasan). Eksfeliasi sel mukosa
gaster akan mengakibatkan erosi pada sel mukosa. Hilangnya sel mukosa akibat erosi
memicu timbulnya perdarahan.
2. Gastritis Kronis
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini menyerang sel
permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan muncullah respon radang
kronis pada gaster yaitu : destruksi kelenjar dan metaplasia.
Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan
mengganti sel mukosa gaster, misalnya dengan sel desquamosa yang lebih kuat. Karena
sel desquamosa lebih kuat maka elastisitasnya juga berkurang. Pada saat mencerna
makanan, lambung melakukan gerakan peristaltik tetapi karena sel penggantinya tidak
elastis maka akan timbul kekakuan yang pada akhirnya menimbulkan rasa nyeri.
Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan lambung, sehingga
akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh
darah ini akan menimbulkan perdarahan.
Penatalaksanaan
Pengobatan gastritis meliputi :
1. Mengatasi kedaruratan medis yang terjadi.
2. Mengatasi atau menghindari penyebab apabila dapat dijumpai.
3. Pemberian obat-obat antasid atau obat-obat ulkus lambung yang
lain.
Pada gastritis, penatalaksanaannya dapat dilakukan dengan :
a. Gastritis akut
Instruksikan pasien untuk menghindari alkohol.
Bila pasien mampu makan melalui mulut diet mengandung gizi dianjurkan.
Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan secara parenteral.
Bila perdarahan terjadi, lakukan penatalaksanaan untuk hemoragi saluran
gastromfestinal
Untuk menetralisir asam gunakan antasida umum.
Untuk menetralisir alkali gunakan jus lemon encer atau cuka encer.
Pembedahan darurat mungkin diperlukan untuk mengangkat gangren atau
perforasi.
Reaksi lambung diperlukan untuk mengatasi obstruksi pilorus.
b. Gastritis kronis
Dapat diatasi dengan memodifikasi diet pasien, diet makan lunak diberikan sedikit tapi
lebih sering.
Mengurangi stress
H. Pylori diatasi dengan antiobiotik (seperti tetraciklin ¼, amoxillin) dan gram bismuth
(pepto-bismol).
Komplikasi
1. Perdarahan saluran cerna bagian atas.
2. Ulkus peptikum, perforasi dan anemia karena gangguan absorbsi vitamin.
Masalah Kesehatan pada pasien
1. Ibu Taseh usia 92 tahun memiliki kanker payudara stadium lanjut yang harus
segera dilakukan operasi pengangkatan tumor namun tidak bisa dilakukan karena
kesulitan ekonomi
2. Bapak dadang usia 34 tahun, kepala keluarga merupakan seorang perokok aktif
dan bisa menghabiskan 2 bungkus rokok sehari
3. Icha usia 7 tahun memiliki riwayat gastritis yang kadang kambuh karena makanan
yang di konsumsi