Bab 1 ,2 responsi Paru.doc

38
BAB 1 PENDAHULUAN Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama dikenal pada manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal di daerah urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya penemuan kerusakan tulang vertebra torak yang khas TB dari kerangka yang digali di Heidelberg dari kuburan zaman neolitikum, begitu juga penemuan yang berasal dari mumi dan ukiran dinding piramid di Mesir kuno pada tahun 2000-4000 SM. Hipocrates telah memperkenalkan terminologi phthisis yang diangkat dari bahasa yunani yang menggambarkan tampilan TB paru ini. 1 Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan baik di Indonesia maupun di dunia dan merupakan penyebab utama kematian. Sekitar 8 juta kasus baru terjadi setiap tahun di seluruh dunia dan diperkirakan sepertiga penduduk dunia terinfeksi Mycobacterium tuberculosis secara laten. Kemampuan untuk mendeteksi secara akurat infeksi M.tb menjadi sangat penting untuk mengendalikan epidemi tersebut. Cara yang cepat untuk mendeteksi infeksi M.tb akan membantu mempercepat diagnosis dini pada pasien yang secara klinis tersangka tuberculosis dan segera diikuti penatalaksanaan yang tepat. 13 Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 1

Transcript of Bab 1 ,2 responsi Paru.doc

Page 1: Bab 1 ,2 responsi Paru.doc

BAB 1

PENDAHULUAN

Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama

dikenal pada manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal di daerah urban,

lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya penemuan kerusakan tulang vertebra

torak yang khas TB dari kerangka yang digali di Heidelberg dari kuburan zaman neolitikum,

begitu juga penemuan yang berasal dari mumi dan ukiran dinding piramid di Mesir kuno pada

tahun 2000-4000 SM. Hipocrates telah memperkenalkan terminologi phthisis yang diangkat

dari bahasa yunani yang menggambarkan tampilan TB paru ini.1

Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan baik di Indonesia maupun

di dunia dan merupakan penyebab utama kematian. Sekitar 8 juta kasus baru terjadi

setiap tahun di seluruh dunia dan diperkirakan sepertiga penduduk dunia terinfeksi

Mycobacterium tuberculosis secara laten. Kemampuan untuk mendeteksi secara akurat

infeksi M.tb menjadi sangat penting untuk mengendalikan epidemi tersebut. Cara yang

cepat untuk mendeteksi infeksi M.tb akan membantu mempercepat diagnosis dini pada

pasien yang secara klinis tersangka tuberculosis dan segera diikuti penatalaksanaan yang

tepat. 13

Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap

tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB

terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per

100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000

penduduk, prevalens HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB

yang muncul.15

Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India

dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian akibat

TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan

merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit

pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.5

1

Page 2: Bab 1 ,2 responsi Paru.doc

Pengobatan yang dilakukan dapat bertujuan untuk menyembuhkan, mencegah

kematian, dan kekambuhan. Obat TBC yang utama adalah Isoniazid, Rifampisin,

Pirazinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan yang sering

digunakan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makroloid, dan Amoksilin dikombinasikan dengan

Klavulanat. Pengobatan ini dilakukan selama 12 bulan untuk keseluruhan. Faktor utama dari

pada kesembuhan adalah prilaku dan lingkungan dimana sipenderita itu tinggal, kedisiplinan

dalam minum obat dan dan dukungan orang-orang disekitar si penderita.2

2

Page 3: Bab 1 ,2 responsi Paru.doc

BAB 2

DAFTAR PUSTAKA

2.1 Definisi

Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh

Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan ya

ng terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup

terutama di paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Penyakit

tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar kehampir seluruh bagian

tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10

minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena

gangguan atau ketidak efektifan respon imun.6

2.1.1 Morfologi dan Struktur Bakteri

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung,

tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan

panjang 1 – 4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak

cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis  ialah asam mikolat,

lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan

mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Unsur lain yang terdapat

pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan

arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M.

tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan

terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam–alkohol.13

  2.1.2 Biomolekuler

Genom M. tuberculosis mempunyai ukuran 4,4 Mb (mega base) dengan

kandungan guanin (G) dan sitosin (C) terbanyak. Dari hasil pemetaan gen, telah

diketahui lebih dari 165 gen dan penanda genetik yang dibagi dalam 3 kelompok.

Kelompok 1 gen yang merupakan sikuen DNA mikobakteria yang selalu ada

(conserved) sebagai DNA target, kelompok II merupakan sikuen DNA yang menyandi

3

Page 4: Bab 1 ,2 responsi Paru.doc

antigen protein, sedangkan kelompok III adalah sikuen DNA ulangan seperti elemen

sisipan. Gen pab dan gen groEL masing masing menyandi protein berikatan posfat

misalnya protein 38 kDa dan protein kejut panas (heat shock protein) seperti protein

65 kDa, gen katG menyandi katalase-peroksidase dan gen 16SrRNA (rrs) menyandi

protein ribosomal S12 sedangkan gen rpoB menyandi RNA polimerase. Sikuen

sisipan DNA (IS) adalah elemen genetik yang mobile. Lebih dari 16 IS ada dalam

mikobakteria antara lain IS6110, IS1081 dan elemen seperti IS (IS-like element).

Deteksi gen tersebut dapat dilakukan dengan teknik PCR dan RFLP .16

2.2 Patogenesis

Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya

yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat

mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis

non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup

menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus,

makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam

makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan

membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru

disebut Fokus Primer GOHN.12

Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe

regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer.

Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar

limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah,

kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer

terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer

merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar

(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).12

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks

primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian

masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman

hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8

4

Page 5: Bab 1 ,2 responsi Paru.doc

minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman

tumbuh hingga mencapai jumlah 10 3 -10 4 ,yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang

respons imunitas seluler. 12

Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman

TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberculin,

mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah,

infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya

hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji

tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer

terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu

dengan system imun yang berfungsi baik, begitu system imun seluler berkembang, proliferasi

kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma.

Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan

segera dimusnahkan.4

Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya mengalami

resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis

perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan

enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna focus primer di jaringan

paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini. 4

2.3 Gejala

Keluhan yang dirasakan pasien TB dapat bermacam-macam atau malah banyak

pasien TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan

terbanyak adalah :

a. Demam

Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan

dapat mencapai 40-410C. Serangan demam yang pertama cuma sebentar, tetapi dapat

timbul kembali. Biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam.

b. Batuk/batuk Darah

5

Page 6: Bab 1 ,2 responsi Paru.doc

Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini

diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus

pada setiap penyakit tidak sama. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai

dengan darah)

c. Sesak nafas

Pada penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada

penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian dari paru.

d. Nyeri dada

Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai pleura sehingga menyebabkan

pleuritis. Terjadi karena gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan

nafasnya.

e. Malaise

Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin

kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot. Gejala ini makin lama makin memberat.1

2.4 Diagnosis

2.4.1 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ

yang terlibat.

Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur

paru.  Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit

sekali) menemukan kelainan.  Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus

superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah

apeks lobus inferior (S6).  Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain

suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda

penarikan paru, diafragma dan mediastinum.

Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya

cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas 6

Page 7: Bab 1 ,2 responsi Paru.doc

yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada

limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah

leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak.

Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess.

2.4.2 Pemeriksaan Bakteriologi

Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti

yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.  Bahan untuk pemeriksaan

bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan

bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin,

faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH.13

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan

pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk

penegakan diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3

spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa

dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS), S(sewaktu), dahak dikumpulkan pada saat

suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa

sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. P(Pagi), dahak

dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa

dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK. S(sewaktu), Dahak dikumpulkan di

UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi. Diagnosis TB Paru pada orang

remaja dan dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada

program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis

merupakan diagnosis utama. 8

2.4.3 Pemeriksaan  Radiologik

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto

lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat

memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).  Gambaran radiologi yang

dicurigai sebagai lesi TB aktif :

Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior  lobus atas paru dan

segmen superior lobus bawah.

7

Page 8: Bab 1 ,2 responsi Paru.doc

Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau

nodular.

Bayangan bercak milier.

Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif :

Fibrotik

Kalsifikasi

Schwarte atau penebalan pleura

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat

dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) :Lesi minimal , bila

proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari sela iga

2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua

depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis

5), serta tidak dijumpai kaviti.Lesi luas : bila proses lebih luas dari lesi minimal.13

2.4.4 Pemeriksaan khusus

Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya

waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional.

Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru yang dapat

mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.

1. Pemeriksaan  BACTEC

Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M

tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang

akan dideteksi growth indexnya  oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu

alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis

dan melakukan uji kepekaan (dikutip dari 13)

Bentuk lain teknik ini adalah dengan menggunakan  Mycobacteria Growth Indicator

Tube (MGIT).

2. Polymerase chain reaction (PCR):

8

Page 9: Bab 1 ,2 responsi Paru.doc

Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk

DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah

kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati

masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya. Hasil pemeriksaan PCR dapat

membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan

dengan cara yang benar dan sesuai standar  internasional.

2.4.5 Pemeriksaan Penunjang lain

1. Analisis Cairan Pleura

Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan

pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil

analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan

cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan

glukosa rendah

2. Pemeriksaan histopatologi jaringan

Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB.

Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat

diperoleh melalui biopsi atau otopsi

3. Pemeriksaan darah

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk

tuberkulosis.  Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan

sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif,

tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun

kurang spesifik.

4. Uji tuberkulin

Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis. Di Indonesia

dengan prevalens tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu

diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa.  Uji ini akan mempunyai

makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositivan dari uji yang didapat

besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil

negatif.9

9

Page 10: Bab 1 ,2 responsi Paru.doc

2.5 KLASIFIKASI TUBERKULOSIS

2.5.1 Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk

pleura.

1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)

TB paru dibagi atas :

a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:

- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA

positif.

- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak  menunjukkan BTA positif dan

kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.

- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak  menunjukkan BTA positif dan

biakan positif

b. Tuberkulosis paru BTA (-)

- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis

dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif.

- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.

Tuberculosis.

2. Berdasarkan tipe pasien

Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada

beberapa tipe pasien yaitu :

a. Kasus Baru

Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau

sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.

b. Kasus kambuh (relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan

tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,

kemudian kembali  lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif

atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran

radiologi dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus

dipikirkan beberapa kemungkinan.

10

Page 11: Bab 1 ,2 responsi Paru.doc

- Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll)

-TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten

menangani kasus tuberkulosis

c. Kasus defaulted atau drop out

Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak

mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa

pengobatannya selesai.

d. Kasus gagal

Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi

positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir

pengobatan.

e. Kasus kronik

Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai

pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang

baik.

f. Kasus Bekas TB:

- Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran

radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial

menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat

akan lebih mendukung.

- Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat

pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan

gambaran radiologi.

2.5.2 Tuberkulosis Ekstra Paru

    Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain

paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran kencing dan

lain-lain.

    Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat

lesi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka

diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstraparu aktif.13

11

Page 12: Bab 1 ,2 responsi Paru.doc

2.6 Pengobatan 13

Kategori Kasus Paduan obat

I TB paru BTA +, kasus baru

BTA -, lesi luas/kasus berat

TB di luar paru

2 RHZE/ 4 RH

2 RHZE/ 6 HE

2 RHZE/ 4R3H3

II Kasus kambuh

Kasus gagal pengobatan

2 RHZES/ 1 RHZE/

5R3H3E3

II TB paru, pengobatan ulang 2 RHZES/ 1 RHZE/

5R3H3E3

III TB paru BTA – lesi minimal 2 RHZE/ 4 RH

IV Kronik H seumur hidup

IV MDR TB H seumur hidup

2.7 Komplikasi

Komplikasi yang serimg dialami oleh penderita TBC adalah Sbb hemoptitis adalah

peredaran dari saluran nafas yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik

atau tersumbatnya jalan nafas Kolaps dari lobu akibat retraksi bronchial, sehingga terjadi

ketidak mampuan menampung atau menyimpan oksigen dari lobus. Pneumotorak adalah

adanya udara dalam rongga pleura. Penyebabnya adalah tekanan pneumotorak udara dalam

membran berada dalam tekanan yang lebih tinggi dari udara dalam paru-paru yang

berdampingan dan pembuluh darah, sehingga kapasitas oksigen yang dihirup hanya

sebagian.11

Efusi Pleura adalah adanya cairan abnormal dslsm rongga pleura yang disebabkan

oleh tekanan yang tidak seimbang pada kapiler yang utuh dan menyebabkan kapasitas paru-

paru tidak berkembang. Bronkietctaksis adalah endapan nanah ada bronkus setempat

karena terdapat infeksi pada bronkus. Penyebabnya yaitu kerusakan yang berulang pada

dinding bronchial dan keadaan abnormal dari jaringan penghasil mucus mengakibatkan

rusaknya jaringan pendukung menuju saluran nafas. Fibrosis adalah pembentukan jaringan

12

Page 13: Bab 1 ,2 responsi Paru.doc

ikat pada proses pemulihan atau penyembuhan. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti

Otak,tulang, persendian, ginjal, dan yang lain. Insufisiensi kardio pulmonal atau penurunan

fungsi jantung dan paru-paru sehingga kadar oksigen dalam darah rendah. 11

2.8 Pneumonia

2.8.1 Etiologi

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu

bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang diderita

oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan

pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan

pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan

dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari

pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram negatif.

o Klebsiella pneumoniae 45,18%

o Streptococcus pneumoniae 14,04%

o Streptococcus viridans 9,21%

o Staphylococcus aureus 9%

o Pseudomonas aeruginosa 8,56%

o Steptococcus hemolyticus 7,89%

o Enterobacter 5,26%

o Pseudomonas spp 0,9%

2.8.2 Patogenesis

Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru.

Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi

ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak

dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan

mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada

beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan:

1. Inokulasi langsung

2. Penyebaran melalui pembuluh darah

13

Page 14: Bab 1 ,2 responsi Paru.doc

3. Inhalasi bahan aerosol

4. Kolonisasi dipermukaan mukosa

Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi.

Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau

jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat mencapai

bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi

kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke

saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan

permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret

orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga pada keadaan penurunan

kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse).

Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml,

sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer

inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia. Pada pneumonia mikroorganisme

biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang

terdapat disaluran napas bagian atas sama dengan di saluran napas bagian bawah,

akan tetapi pada beberapa penelitian tidak di temukan jenis mikroorganisme yang

sama.

2.8.3 Klasifikasi

1. Berdasarkan klinis dan epideologis :

a) Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)

b) Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial pneumonia)

c) Pneumonia aspirasi

d) Pneumonia pada penderita Immunocompromised pembagian ini penting untuk

memudahkan penatalaksanaan.

2. Berdasarkan bakteri penyebab

a) Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri

mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada

penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.

b) Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia

c) Pneumonia virus

14

Page 15: Bab 1 ,2 responsi Paru.doc

d) Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada

penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)

3. Berdasarkan predileksi infeksi

a) Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan

orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan

sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda as-

ing atau proses keganasan.

b) Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru.

Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua.

Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus

c) Pneumonia interstisial

2.8.4 Diagnosis

Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis

pemeriksaan fisis, foto toraks dan labolatorium. Diagnosis pasti pneumonia komuniti

ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah

dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini :

• Batuk-batuk bertambah

• Perubahan karakteristik dahak / purulen

• Suhu tubuh > 380C (aksila) / riwayat demam

• Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan

ronki

• Leukosit > 10.000 atau < 4500

15

Page 16: Bab 1 ,2 responsi Paru.doc

Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap

pneumonia

komuniti adalah :

1. Skor PORT lebih dari 70

2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai

salah satu dari kriteria dibawah ini.

• Frekuensi napas > 30/menit

• Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg

• Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral

• Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus

• Tekanan sistolik < 90 mmHg

• Tekanan diastolik < 60 mmHg

3. Pneumonia pada pengguna NAPZA

2.8.5 Pengobatan Pneumonia

a.Penderita rawat jalan

• Pengobatan suportif / simptomatik

- Istirahat di tempat tidur

- Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi

- Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas

16

Page 17: Bab 1 ,2 responsi Paru.doc

- Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran

- Pemberian antiblotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam

b.Penderita rawat inap di ruang rawat biasa

• Pengobatan suportif / simptomatik

- Pemberian terapi oksigen

- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit

- Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik

- Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam

c.Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif

• Pengobatan suportif / simptomatik

- Pemberian terapi oksigen

- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit Pemberian obat

simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik

• Pengobatan antibiotik (sesuai bagan.) kurang dari 8 jam

• Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik

17

Page 18: Bab 1 ,2 responsi Paru.doc

2.8.6 Pencegahan

• Pola hidup sebut termasuk tidak merokok

• Vaksinasi (vaksin pneumokokal dan vaksin influenza)

sampai saat ini masih perlu dilakukan penelitian tentang efektivitinya. Pemberian

vaksin tersebut diutamakan untuk golongan risiko tinggi misalnya usia lanjut, penyakit

kronik , diabetes, penyakit jantung koroner, PPOK, HIV, dll. Vaksinasi ulang

direkomendasikan setelah > 2 tahun. Efek samping vaksinasi yang terjadi antara lain

reaksi lokal dan reaksi yang jarang terjadi yaitu hipersensitiviti tipe 3.

18

Page 19: Bab 1 ,2 responsi Paru.doc

BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Admiri

Umur : 76 thn

Alamat : Jl. Kedawung RT 2/RW 6 Malang

Suku : Jawa

Agama : Islam

No registrasi : 1211002

Tanggal MRS : 12 April 2012

3.2 Anamnesis

Keluhan utama : sesak nafas

Pasien mengeluh sesak nafas sejak ±15 tahun yang lalu, kumat-kumatan, memberat 1

minggu ini, terutama saat dingin, mengi (+). Batuk ± 15 tahun yll, batuk darah (+), dahak

(+) warna kuning, panas (+) sumer-sumer, nyeri dada setelah batuk. BB menurun 2-3

kg/bulan. Nafsu makan menurun. Riwayat trauma 1 minggu SMRS jatuh di kebun

kemudian nyeri dada kanan.

Riwayat pengobatan TB 15 tahun yll tp hanya minum obat ±2 minggu, stop karena pegel-

pegel.

Riwayat kontak TB (+) 8 tahun yll, BTA (+), terapi OAT 1 tahun kemudian TB sudah (-).

Riwayat merokok 1 pak/hari selama 40 tahun.

Riwayat MRS di RSI 16 tahun yll karena batuk darah.

19

Page 20: Bab 1 ,2 responsi Paru.doc

3.3 Pemeriksaan fisik

GCS 456, tampak sakit sedang

Tensi 163/92, nadi 108x/menit, RR 26x/menit

K/L: anemis -/-; icterus -/-; JVP R+2cm 30o

Tho: nyeri dada kanan (+), krepitasi (-)

c/ ictus invisible, palpable di ICS V MCL S

RHM ≈ SL D

LHM ≈ ictus

S1S2 single, murmur (-)

p/ simetris, SF D=S, sonor

v │ v Rh:+ │ - Wh: - │ -

v │ v + │ + + │ -

v │ v + │ + + │ -

Abd: flat, soefl, BU (+) N

Ext: akral hangat, edema (-)

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Foto Thorax

Posisi AP, asimetris

Tulang : fraktur costae VII dan VIII dextra

Soft tissue : normal

Trakea : di tengah

Hemidiafragma D/S : domeshape, letak rendah

20

Page 21: Bab 1 ,2 responsi Paru.doc

Sinus phrenicocostalis : lancip

Cor : CTR <50%, bentuk dan posisi normal

Pulmo D/S : fibroinfiltrat, multiple cavitas dengan ukuran bervariasi antara

0-2cm, kalsifikasi (+), air bronkogram

Kesimpulan : lung TB moderate lession, COPD, pneumonia, fraktur costae

D

EKG

Sinus takikardi, HR 100x/menit

Axis frontal : normal

Axis horizontal : normal

PR interval : 0,16”

QRS komplek : 0,04”

21

Page 22: Bab 1 ,2 responsi Paru.doc

P abnormal di leed II, III, aVF

Kesimpulan: sinus takikardi, LAE

Pemeriksaan Laboratorium

Hasil lab 12 April 2012

DL : leu 9400/Hb 12,0/Hct 38,3/Tro 267.000

Ur/Cr : 57,5/0,78

SGOT/SGPT : 28/18

SE : 132/5,24/106

22

Page 23: Bab 1 ,2 responsi Paru.doc

Bilirubin total/direk/indirek 0,25/0,10/0,15

BGA : suhu 36,5/pH 7,534/ pCO2 31,3/ pO2 75,4/ HCO3 26,8/ sat O2 96,8/ BE +3,8

(alkalosis respiratorik)

Hasil lab 13 April 2012

LED 84 mm/jam

Urinalisis: pH 5,5/ BJ 1,030/ protein +1/ darah atau Hb trace/ epitel +/ eritrosit 5-6 lpb/

leukosit 0-1 lpb

Hasil lab 16 April 2012

DL : Hb 10,3/ leu 8160/ LED 53/ tro 282.000/ Hct 32,0

Hitung jenis: eos (-)/ bas (-)/ st (-)/ seg 90/ ly 4/ mo 6

Kesimpulan: anemia normokrom-normositer, neutrofilia

GDS 74

Ur/Cr 44,2/0,80

Bil tot/dir/indirek 0,41/0,22/0,19

SGOT/SGPT 67/62

Albumin 3,02

SE 134/4,62/109

Hasil lab 20 April 2012

DL: Hb 11,0/eri 4,17/leu 5,71/Hct 32,6/tro 362.000/MCV 78,20/ MCH 26,40/MCHC

33,70/LED 43

Hitung jenis: neu 67,5/lim 18,0/mo 13,8/eu 0,5/bas 0

Bilirubin total/direk/indirek 0,48/0,21/0,27

SGOT/SGPT 25/52

23

Page 24: Bab 1 ,2 responsi Paru.doc

Alb 2,76

GD puasa 57

Ur/Cr 46,30/0,84

SE 131/4,14/91

Follow up 18 April 2012

S: batuk berdahak (+), sulit tidur, sesak (-)

O: GCS 456, T 160/90, N 80x/menit, RR 24x/menit

A: 1. COPD EA

2. Pneumonia CAP + septic condition

3. TB paru aktif dd inaktif

4. Fraktur costae D

P: PDx: sputum SPS, sputum kultur L J, sputum gram kultur dan sensitivity test

PTx: O2 2-4 lpm

Inj ceftriaxone 2x1 gram IV

Inj ciprofloxacin 2x400 mg IV

Inj ketorolac 2x1 amp IV

Inj ranitidine 2x1 amp IV

Inj dexamethasone 2x1 amp IV

Inj furosemide 40mg-0-0

OAT kat I RHZE (450/300/1000/750) hari ke 3

B6 3x10 mg

24

Page 25: Bab 1 ,2 responsi Paru.doc

Salbutamol 3x2 mg

DMP 3x15 mg

Follow up 19 April 2012

S: batuk berdahak (+), sesak (-)

O: GCS 456, T 140/80, N 68x/menit, RR 20x/menit

A: 1. COPD EA

2. Pneumonia CAP + septic condition

3. TB paru aktif dd inaktif

4. Fraktur costae D

P: PDx: besok DL, LED, SE, Alb, OT/PT, GDS, Bil T/D/I, Ur/Cr, sputum SPS, sputum

kultur L J, sputum gram, kultur dan sensitivity test

PTx: O2 2-4 lpm

Inj ceftriaxone 2x1 gram IV

Inj ciprofloxacin 2x400 mg IV

Inj ketorolac 2x1 amp IV

Inj ranitidine 2x1 amp IV

Inj dexamethasone 2x1 amp IV

Inj furosemide 40mg-0-0

OAT kat I RHZE (450/300/1000/750) hari ke 4

B6 3x10 mg

Salbutamol 3x2 mg

DMP 3x15 mg

25

Page 26: Bab 1 ,2 responsi Paru.doc

Follow up 20 April 2012

S: (-)

O: GCS 456, T 120/70, N 100x/menit, RR 20x/menit

A: 1. COPD EA

2. Pneumonia CAP + septic condition

3. TB paru aktif dd inaktif

4. Fraktur costae D

P: PDx: sputum SPS, sputum kultur L J, sputum gram kultur dan sensitivity test

PTx: O2 2-4 lpm

Inj ceftriaxone 2x1 gram IV

Inj ciprofloxacin 2x400 mg IV

Inj ketorolac 2x1 amp IV

Inj ranitidine 2x1 amp IV

Inj dexamethasone 2x1 amp IV

Inj furosemide 40mg-0-0

OAT kat I RHZE (450/300/1000/750) hari ke 3

B6 3x10 mg

Salbutamol 3x2 mg

Metilprednisolone 3x4 mg

DMP 3x15 mg

26

Page 27: Bab 1 ,2 responsi Paru.doc

BAB 4

PEMBAHASAN

Telah datang seorang pria usia 76 tahun ke RSSA dengan keluahan utama sesak nafas.

Pasien mengeluh sesak nafas sejak ±15 tahun yang lalu, kumat-kumatan, memberat 1

minggu ini, terutama saat dingin, mengi (+). Batuk ± 15 tahun yll, batuk darah (+), dahak (+)

warna kuning, panas (+) sumer-sumer, nyeri dada setelah batuk. BB menurun 2-3 kg/bulan.

Nafsu makan menurun.

Pasien pernah jatuh 1 minggu SMRS jatuh di kebun kemudian nyeri dada kanan.

Riwayat pengobatan TB 15 tahun yll tp hanya minum obat ±2 minggu, stop karena pegel-

pegel. Riwayat kontak TB (+) 8 tahun yll, BTA (+), terapi OAT 1 tahun kemudian TB sudah

(-). Pasien juga merokok 1 pak/hari selama 40 tahun. Pernah MRS di RSI 16 tahun yll

karena batuk darah.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran

compos mentis dan GCS 456, tekanan darah 160/90 mmHg, nadi 108x/menit regular,

frekuensi pernafasan 26 x/menit. Pada perkusi paru didapatkan suara sonor di semua lapang

paru. Pada auskultasi didapatkan suara tambahan yaitu rhonki di semua paru dextra dan

sinistra bagian proximal dan medial, dan didapatkan suara wheezing di paru dextra, sinistra

tidak ada. Pada pemeriksaan raiologi menunjukan lung TB moderate lesion, COPD,

pneumonia, fraktur coste dextra.

Diagnosa TB ditegakkan dengan gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang. Pasien ini terdapat gejala sesak nafas dan batuk sejak 15 tahun yang lalu.

Biasanya juga panas sumer-sumer, terkadang juga muncul keringat dingin. Berat badan juga

menurun dan nafsu makan juga. Dari pemeriksaan fisik didapatkan rhonki di semua paru

dextra dan sinistra bagian proximal dan medial, dan didapatkan suara wheezing di paru

dextra, sinistra tidak ada itu dapat menyokong diagnosa dari Tuberculosis. Dalam

pemeriksaan radiologi menunjukan lung TB moderate lesion, COPD, pneumonia, fraktur

coste dextra. Pada pasien ini akan direncanakan sputum BTA SPS.

Pasien dirawat inap dengan diagnose tuberculosis paru tipe far advance lesion.

Pasien diberikan Oksigen 2-4lpm via nasal canule, IVFD NS 0.9% dan juga direncanakan

27

Page 28: Bab 1 ,2 responsi Paru.doc

untuk dimulakan pengobatan OAT. Pengobatan pasien dipilih kategori 1 dengan berat badan

50 kg. Rencana pengobatan OAT pasien seperti berikutl, dosis yang diberikan adalah

Isoniazid 300mg, Rifampisin 450mg, Pyrazinamide 1000mg dan Etambutol 750mg.

Sedangkan untuk diagnosis pneumonia juga ditegakkan dari anamnesis (demam,

menggigil, suhu tubuh meningkat batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang

disertai darah, sesak napas dan nyeri dada yang terjadi akut), pemeriksaan fisik (inspeksi

dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat

mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler

sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki

basah kasar pada stadium resolusi) dan pemeriksaan penunjang (radiologis dan

laboratorium). Dari anamnesis pasien menderita batuk sejak 15 tahun yang lalu dan

memberat 1 minggu SMRS disertai batuk darah dan panas sumer-sumer. Dari pemeriksaan

fisik didapatkan rhonki di semua paru dextra dan sinistra bagian proximal dan medial.

Sedangkan dari foto thoraks didapatkan adanya infiltrat dan air bronkogram. Data diatas

menunjang untuk diagnosis pneumonia.

28

Page 29: Bab 1 ,2 responsi Paru.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Aru W. Sedoyo, et al.  Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II . Jakarta: Pusat

PenerbitanPenyakit Dalam FKUI.2006

2. Dahlan Z. Kejadian tuberkulosa ekstraparu di RS Hasan Sadikin dan

beberapa pusatkesehatan di Jawa Barat. Simposium masalah tuberkulosa ekstraparu 

dan pengelolaannya. Lab/UPF lP Dalam FKUP/RSHS, Bandung 1989 : 16-25.

3. Stead WW, Betes JH. Tuberculosis, in Harrison’s Principles of Internal Medicine,

McGraw-Hill Kogakusha Ltd., Tokyo 1980 700-7 10.

4. Wibowo. Pengobatan Tuberkulosis Paru. Cermin Dunia Kedokt. 1990; 63: 25–8.

5. Departemen Kesehatan RI. Petunjuk Paduan Obat Anti Tuberkulosa (OAT). 2008.

6. WHO. Treatment of Tuberculosis. Guidelines for national

programmes. TuberculosisUnit. Division of Communicable, Diseases.

7. Kusnindar. Masalah Penyakit Tuberkulosis dan Pemberantasannya di Indonesia;

CerminDunia Kedokt. 1990; 63: 17–19.

8. Kadjito T. Imunologi pada tuberkulosis paru BTA (+) : aspek humoral dan

selular.FirstAsian Pacific Symposium, Second National Congress on Alergy and 

Immunology.October 26-29, Indonesia, 1989 48-49. Abstract.

9. Dahlan Z. Pendekatan dan Penegakan Diagnosa Penyakit Tuberkulosa. Maj.

KedokteranBandung, 1989; XXI (4): 1179-185.

10. Rasmin Rasjid. Patofisiologi dan Diagnostik Tuberkulosis Paru. Tuberkulosis Paru.FK

UI Jakarta, 1985.

11. Makalah Pengelolaan Rasional Penyakit Tuberkulosa Paru, Bandung, 28 April 1984.

12. Hadiarto M. .Pedoman diagnosis dan pengelolaan TB Paru. Pedoman

DiagnostikdanTerapi. FKUI Jakarta, 1989.

13. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan PenatalaksanaanTube

rkulosis di Indonesia. 2006

14. Departemen Kesehatan RI. Petunujuk Panduan Obat Anti Tuberkulosa (OAT). 2002.

15. WHO Tuberculosis Fact Sheet no. 104. Available at: http//www.who.Tuberculosis.htm.

Accesed on March 3, 2004.

16. Rosilawati ML. Deteksi Mycobacterium tuberculosis dengan reaksi berantai

Polimerasa / Polymerase Chain Reaction (PCR). Tesis Akhir Bidang Ilmu Kesehatan

Ilmu Biomedik Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Jakarta, 1998.

29