Askep Ikterus Obstuktif (3)
-
Upload
ira-irawan -
Category
Documents
-
view
24 -
download
0
description
Transcript of Askep Ikterus Obstuktif (3)
IKTERUS OBSTRUKTIF
I. PENDAHULUAN
Ikterus pada umumnya adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan
lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh. Keadaan ini merupakan tanda
penting penyakit hati atau kelainan fungsi hati, saluran empedu dan penyakit
darah. Bila kadar bilirubin darah meningkat melebihi 2mg% maka ikterus akan
terlihat. Ia dapat terjadi pada peningkatan bilirubin indirect (unconjugated)
ataupun direct(conjugated). Ikterus secara lokasi masalahnya terbagi kepada tiga
yaitu ikterus prahepatik, pasca hepatik (obstruktif) dan ikterus hepatoselular.1
II. ETIOLOGIPada ikterus obstruktif, terjadi hambatan pada aliran empedu sehingga
menyebabkan terjadinya peningkatan bilirubin terkonjugasi. Selain itu, asam
empedu dan kolesterol turut meningkat akibat penyumbatan ini.
Kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan penyumbatan ini pula adalah,
antara lain keadaan yang paling sering adalah atresia biliaris yaitu kegagalan
pembentukan duktus biliaris sehingga pengaliran bilirubin keluar ke usus
terganggu. Kegagalan pembentukan saat pertumbuhan dalam janin ini pula
merupakan pengaruh dari pelbagai faktor antaranya adalah kecemasan ibu hamil
yang berlebihan serta penggunaan obat-obatan tertentu saat kehamilan. Kondisi
lain yang dapat menyebabkan ikterus obstruktif adalah kista koledokal
(Choledochal Cyst) dan perforasi spontan dari duktus biliaris ekstrahepatik.3
III. INSIDEN & EPIDEMIOLOGI
Secara epidemiologi, ikterus terjadi pada 1/2500 kelahiran hidup, dan
daripada jumlah tersebut, sebanyak 68% adalah intrahepatik dan 32% adalah
ektrahepatik. Dan dari sejumlah kasus ektrahepatik pula, sebanyak 72-86% adalah
kasus hepatitis neonatal, atresia biliaris dan defisiensi αl-antitripsin (gangguan
metabolisme).3
IV. PATOGENESIS
Fisiologi Pembentukan Bilirubin
Secara fisiologi, sel-sel darah merah yang sudah tua (120 hari) akan
dihancurkan, dan ditukarkan menjadi heme. Selain dari sel-sel darah merah, heme
juga berasal dari degradasi jaringan yang memiliki protein heme serta
pemusnahan prematur dari sel-sel darah merah
Heme ini selanjutnya akan dioksidasi oleh heme oksigenase menjadi
Biliverdin. Biliverdin reduktase pula akan menurunkan biliverdin menjadi
kompleks, bilirubin-albumin yang dapat memasuki pembuluh darah dan masuk ke
hepar. Albumin bertindak sebagai transportasi membawa biliverdin ke hepar
untuk proses selanjutnya.
Di hepar, bilirubin ini akan diikat oleh asam glukoronat yang berasal dari
asam uridin difosfoglukoronat dengan bantuan enzim glukoronil transferase.
Molekul yang terhasil ini merupakan molekul yang larut dalam air, dan ia disebut
bilirubin terkonjugasi.
Sifatnya yang larut dalam air ini membolehkan ia ditampung ke kantong
empedu yang kemudiannya dikeluarkan ke dalam saluran pencernaan. Di usus,
bilirubin terkonjugasi ini akan didegradasi oleh bakteri usus menjadi urobilinogen.
Molekul inilah yang memberikan warna kepada feses. Sebagian urobilinogen ini
pula akan diserap ke pembuluh darah, selanjutnya dieksresikan lewat air kemih.1
Ikterus Obstruktif
Pada ikterus obstruktif, proses yang telah dijelaskan di atas terganggu
dimana terdapat bendungan/sekatan di saluran empedu. Bendungan ini
menyebabkan bilirubin terkonjugasi yang larut dalam air tidak dapat keluar,
sebaliknya ia mengalami regurgitasi kembali ke dalam sel hati dan memasuki
peredaran darah. Dari pembuluh darah, bilirubin akan diekskresikan oleh ginjal
sehingga kadar bilirubin dalam urin akan meningkat. Sebaliknya, disebabkan
berkurangnya kuantitas bilirubin yang lolos ke usus, maka tinja akan berwarna
dempul akibat tiada / berkurangnya stercobilin. Akibat dari penimbunan ini juga,
kulit dan sklera akan berwarna kuning kehijauan. Kulit akan terasa gatal.1
Dari aspek lokasinya, ikterus obstruktif dapat dibagi menjadi dua yaitu
intrahepatik bila penyumbatan terjadi antara sel hati dan duktus koledokus; serta
ekstrahepatik bila penyumbatan terjadi di dalam duktus koledokus.1
V. MANIFESTASI KLINIS
Ikterus dapat timbul dan disadari pada bayi baru lahir, tetapi lebih sering
didapatkan menjelang minggu ke 2-3 kelahiran. Urin berwarna kuning, manakala
tinjanya berwarna kuning pucat, abu-abu atau cholic. Hepatomegali juga sering
didapatkan, dan pada palpasi didapatkan konsistensi yang agak keras.
Splenomegali pula akan timbul agak lambat.
Pada pemeriksaan akan didapatkan peningkatan kadar bilirubin II
(bilirubin terkonjugasi) meningkat sebanyak 20% dari kadar normal. Juga
didapatkan peningkatan kadar asam empedu (>10mmo1/1).
Pada kondisi yang lebih lanjut, bisa terjadi malnutrisi & retardasi
pertumbuhan, heptomegali, defisiensi vitamin larut lemak, kelainan kulit, rabun
senja, kelainan tulang, & neuromuskuler, anemia serta kelainan hati progresif
(sirosis bilier).
VI. DIAGNOSIS
Pasien yang datang dengan ikterus harus difikirkan kemungkinan ikterus
medis atau ikterus obstruktif. Untuk menyingkirkan kemungkinan ikterus medis
seperti hemolitik, enzimatik, metabolik dan infeksi, perlu disingkirkan tanda-
tanda atau riwayat infeksi serta perdarahan pada bayi tersebut. Anamnesis yang
baik dan benar akan mendapatkan informasi yang memadai untuk tujuan tersebut.
Pada ikterus yang memanjang lebih 2 minggu dengan tinja yang
akolis/pucat, perlu difikirkan dua kemungkinan yaitu hepatitis atau atresia biliaris.
Pada anamnesis perlu ditanyakan apakah ada gejala ikterus yang
memanjang pada saudara kandung yang lain dan bagaimana perjalanan
penyakitnya. Hepatitis dapat terjadi pada penderita bersaudara. Apakah ibu
menderita infeksi virus seperti hepatitis, herpesn,rubela atau infeksi lain.
Di pemeriksaan fisis, hepatomegali pada hepatitis akan terasa rata dan
lunak manakala pada atresia biliaris akan didapatkan tumpul dan lebih keras.
Selain itu, dapat juga dilakukan pemeriksaan laboratoirum seperti pemeriksaan
urin, pemeriksaan tinja, radiologis, uji aspirasi duodenum dan pemeriksaan serum.
VII. DIAGNOSA BANDING
a. Ikterus Neonatorum
b. Ikterus akibat pemberian ASI
c. Ikterus akibat perdarahan tersembunyi (mis : eritroblastosis foetalis, sepsis,
rubela, toksoplasmosis kongenital dll.)
VIII. PENATALAKSANAAN
Tujuan umum penatalaksanaan pada ikterus adalah untuk mencegah kadar
bilirubin indirek dalam darah mencapai kadar yang memungkinkan terjadinya
neurotoksikositas.
Antara tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan mempercepat
konjugasi melalui :
Luminasi ruangan : untuk ikterus ringan.
Fototerapi : Maksimal 100 jam dengan mata tertutup, dibalik dan dibuah posisinya
setiap jam. Kebutuhan cairan ditambah 10% kebutuhan normal selama menjalani
fototerapi.2
Luminal 5-10mg/kgBB, 3-5 hari bagi mempercepat konjugasi.2
Albumin atau plasma 10 cc/kgBB sebagai pelancar transportasi dan konjugasi
subsabstrat2
Intake sedini mungkin.3
Meskipun demikian, pada kasus ikterus obstruktif, penanganannya adalah
sesuai kausal, apakah yang menyebabkan obstruksi tersebut. Misalnya pada
atresia biliaris dilakukan operasi, dan manajemen diet rendah lemak serta
penambahan kalsium, fosfat atau seng pada ikterus obstruktif akibat kolestasis.
Malah jika telah terjadi disfungsi hati, perlu dilakukan transplantasi hati.3
IX. PROGNOSIS
Ikterus obstruktif adalah kondisi yang bisa disebabkan oleh berbagai
penyakit. Maka prognosisnya juga tergantung dari berat ringannya penyakit
tersebut: Pada umumnya ikterus obstruktif dapat diatasi dengan baik jika dapat
didiagnosis pada tahap awal. Misalnya pada atresia biliaris, operasi harus
dilakukan sebelum usia 8 minggu dengan operasi Kasai. Melewati usia tersebut,
akan dapat terjadi komplikasi yang lebih berat berupa sirosis hati, malnutrisi dan
retardasi mental.3
X. PENCEGAHAN
Ikterus obstruktif dapat dicegah dari peringkat kehamilan. Ibu-ibu hamil
harus lebih berhati-hati dalam pemilihan obat-obatan yang dikonsumsi. la akan
berpengaruh terhadap pertumbuhan janin. Selain itu, ibu hamil juga perlu
menghindari rasa cemas yang berlebihan karena akan merangsang refleks vagal,
yang turut mengganggu perkembangan dari saluran empedu janin.3
DAFTAR PUSTAKA
1. Rusepno Hassan, dkk. 2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak FKUI Jilid 2.
Infomedika, Jakarta.
2. Anonim. 2008. Protap Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Wahidin
Sudirohusodo; Makassar.
3. Waldo E. Nelson. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 1 & 2. Penerbit
Buku Kedokteran; Jakarta.