Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

download Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

of 45

Transcript of Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    1/45

     

    Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan

    Bencana di Indonesia

    Lomba Karya Tulis Mahasiswa

    Oleh:

    Krisantus Sembiring

    13503121

    PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

    SEKOLAH TEKNIK ELEKTRO DAN INFORMATIKA

    INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

    2007

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    2/45

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    3/45

      iii

     

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya dengan

    rahmat-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan baik, tepat

     pada waktunya. Merupakan suatu kebanggaan dan kehormatan tersendiri bagi penulis,

    karena karya tulis ini disusun dalam rangka berpartisipasi pada Lomba Karya Tulis

    Mahasiswa (LKTM) yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

    Departemen Pendidikan Nasional .

    Adapun judul dari karya tulis ini adalah "Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan

    Bencana di Indonesia". Penulis merasa masalah penanggulangan bencana yang saat ini

    menjadi salah satu permasalahan utama yang dihadapi Bangsa Indonesia. Hal ini dapat

    dilakukan secara lebih efektif dan efisien dengan memanfaatkan teknologi komunikasi dan

    informasi.

    Penulis tidak lupa menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah turut serta

    membantu tersusunnya karya tulis ini, baik berupa dukungan moral maupun material.

    Secara khusus, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dosen pembimbing,

    Bapak Rinaldi Munir dan teman penulis Nurkholis Madjid yang banyak memberikan

    masukan bagi penulis. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh dewan

     juri lomba karya tulis mahasiswa yang akan menilai dan mempertimbangkan apa yang

    disampaikan penulis pada karya tulis ini.

    Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran

    dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis juga berharap semoga karya

    tulis ini bermanfaat baik bagi penulis sendiri maupun bagi masyarakat luas pada umumnya.

    Sekian dan terima kasih.

    Bandung, 30 Maret 2007

    Penulis

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    4/45

      iv

     

    DAFTAR ISI

    Lembar Pengesahan ............................................................................................................... ii 

    Kata Pengantar ...................................................................................................................... iii 

    Daftar Isi ............................................................................................................................... iv 

    Daftar Gambar ........................................................................................................................ v 

    Daftar Tabel .......................................................................................................................... vi 

    Daftar Istilah ........................................................................................................................ vii 

    RINGKASAN ..................................................................................................................... viii 

    BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1 

    BAB II TELAAH PUSTAKA ............................................................................................... 4 

    2.1  Penanganan Bencana ............................................................................................... 4 

    2.2 

    Teknologi Informasi dan Komunikasi Terkait Penanganan Bencana ..................... 6 

    2.2.1  Sistem Informasi Penanggulangan Bencana (SIPB) ............................................ 6  

    2.2.2  Sistem Informasi Geografis dan Pengindraan Jauh ............................................. 7 

    2.2.3   Emergency Medical Care Information System (EMCIS) .................................... 9 

    2.2.4  Aplikasi Inteligensi Buatan ................................................................................ 12 

    2.2.5  Infrastruktur Telekomunikasi ............................................................................ 13 

    2.3  Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Penanganan Bencana  13 

    2.3.1  Pemanfaatan Emergency Medical Care Information System ............................ 13 

    2.3.2  Pemanfaatan Pengindraan jauh .......................................................................... 15 

    2.3.3  Pengembangan Infrastruktur Data Spasial ......................................................... 16 

    2.3.4 

    Pemanfaatan Aplikasi Inteligensi Buatan .......................................................... 17 

    2.3.5  Pemanfaatan Sistem Informasi Penanggulangan Bencana ................................ 17 

    BAB III PEMBAHASAN .................................................................................................... 20  

    3.1  Penanganan Bencana di Indonesia dan Permasalahannya..................................... 20 

    3.2  Analisis Permasalahan dan Kebutuhan Sistem Informasi ..................................... 23 

    3.3  Usulan Solusi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana di Indonesia ............. 26  

    BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 32  

    4.1  Kesimpulan ............................................................................................................ 32 

    4.2  Saran ...................................................................................................................... 33 

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... ix 

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    5/45

      v

     

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1 Distribusi kejadian bencana di Indonesia [1] ........................................................ 2 

    Gambar 2 Siklus Penanganan Bencana .................................................................................. 4 

    Gambar 3 Kronologis jumlah kematian pada gempa di Jepang tahun 1995 [7] .................. 10  

    Gambar 4 Contoh penggunaan Emergency Medical Care Information System [8] ............. 11 

    Gambar 5 Pengiriman data melalui transmisi radio [20] ..................................................... 13 

    Gambar 6 Arsitektur Penerapan EMCIS [11] ...................................................................... 15 

    Gambar 7 Arsitektur Basis Data Spasial [18] ...................................................................... 17 

    Gambar 8 Prosedur pelaporan kejadian bencana ................................................................. 21 

    Gambar 9 Usulan Arsitektur Sistem Informasi Penanggulangan Bencana .......................... 29 

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    6/45

      vi

     

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1 Penyebab Kematian korban gempa di Jepang tahun 1995 [7] ............................... 10 

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    7/45

      vii

     

    DAFTAR ISTILAH

    Istilah Keterangan

    ANFIS  Adaptive Neuro-Fuzzy Inference Systems merupakan teknik

    inteligensi buatan yang merupakan pengembangan dari jaringan saraf

    tiruan.

    Case Based

     Reasoning

    Teknik inteligensi buatan untuk proses pembelajaran dengan

    menggunakan studi kasus.

    Clustering  Teknik inteligensi buatan untuk pengelompokan tanpa mengetahui

     jumlah kelompok yang dihasilkan

    EMCIS  Emergency Medical Care Information System 

    GPS Global Positioning SystemIDS Infrastruktur Data Spasial

    Knowledge Base  Pengetahuan yang digunakan Sistem Pakar untuk memberikan responkepada pengguna misalnya jawaban pertanyaan

     Rule Based

     Learning

    Teknik intelijensia buatan untuk proses pembelajaran denganmenggunakan aturan-aturan berupa rule 

    SIG Sistem Informasi Geografis

    SIPB Sistem Informasi Penanggulangan Bencana

    SIPB Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Pusat

    SIPBD Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Daerah

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    8/45

     viii

     

    RINGKASAN

    Indonesia adalah negara dengan potensi alam yang besar berdasarkan kondisi geografis dan

    geologisnya. Akan tetapi, hal ini juga menyebabkannya menjadi negara yang rawan akan

     bencana. Untuk mengurangi dampak bencana teknologi informasi dan komunikasi memiliki

     banyak potensi terutama dalam sosialisasi penanggulangan bencana, memprediksi adanya

     bencana, membantu dalam mengambil keputusan terkait dengan bencana, menyebarkan

     peringatan akan adanya bencana kepada masyarakat, dan pengelolaan korban becana ketika

     bencana itu sendiri sudah terjadi. Hal ini dilakukan dengan bantuan Sistem Informasi

    Penanggulangan Bencana yang terkait dengan teknologi seperti  Emergency Medical Care

     Information System, Sistem Informasi Geografis, Global Positioning System, pengindraan

     jauh, serta teknologi komunikasi seluler dan radio.

    Salah satu permasalahan utama penerapan Sistem Informasi Penanggulangan Bencana di

    Indonesia adalah organisasi terkait menggunakan aplikasi sendiri, terdapat banyak sumber

    data dengan format yang berbeda, serta terbatasnya infrastruktur telekomunikasi dan

    sumber daya manusia. Oleh karena itu, diusulkan penggunaan Sistem informasi

    Penanggulangan Bencana yang terdiri dari empat komponen utama yaitu aplikasi di pusat

     penanganan bencana, sumber data yang terintegrasi, aplikasi di daerah dan aplikasi yang

    digunakan oleh petugas di lapangan. Meskipun demikian, seberapa besar manfaat yang

    dapat diperoleh sangat bergantung pada keterlibatan dan koordinasi yang baik antara

    seluruh komponen bangsa yang terlibat dalam penggunaannya.

    Adapun pengumpulan data dan informasi yang diperlukan untuk karya tulis ini, sepenuhnya

    hasil studi literatur dari bahan-bahan yang penulis dapatkan dari berbagai sumber diinternet dan jurnal ilmiah. Berdasarkan kajian pustaka yang dilakukan, penulis

    menganalisis permasalahan penanganan bencana dan potensi penggunaan Sistem Informasi

    Penanggulangan Bencana untuk mengatasinya.

    Kata kunci:  Disaster Management ,  Emergency Medical Care Information System,

    Teknologi Informasi dan Komunikasi, Sistem Informasi Penanggulangan Bencana.

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    9/45

     

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Lokasi geografis dan kondisi geologis Indonesia telah membuatnya sebagai negara yang

    memiliki berbagai potensi alam, tetapi juga rentan terhadap bencana. Secara geografis,

    Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng

    tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan

    Samudera pasifik. Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik

    (volcanic arc) yang memanjang dari Pulau Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi, yang

    sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh

    rawa-rawa. Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti gempa

     bumi, letusan gunung berapi, tsunami, angin taufan. Gempa bumi yang disebabkan oleh

    interaksi lempeng tektonik dapat menimbulkan gelombang pasang jika terjadi di samudera.

    Dengan wilayah yang sangat dipengaruhi oleh pergerakan lempeng tektonik, maka

    Indonesia berpotensi untuk sering mengalami tsunami.

    Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Di samping bencana

    alam, Indonesia juga rentan terhadap bencana yang turut diakibatkan oleh kesalahan

     perilaku manusia seperti banjir, longsor, kebakaran hutan, polusi, konflik sosial, degradasi

    lingkungan, kegagalan teknologi dan transportasi serta penyebaran wabah penyakit. Bahkan

    menurut data bencana dari BAKORNAS PB (Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan

    Bencana) menyebutkan bahwa dari Januari 2002 sampai Juni 2005 telah terjadi 1429

     bencana [1] dan pada tahun 2006 telah meningkat menjadi 1.824 [2].

    Dari data tersebut frekuensi kejadian bencana geologi (gempa bumi, tsunami dan letusan

    gunung berapi) hanya 6,4 persen [1]. Akan tetapi, bencana ini telah menimbulkan

    kerusakan dan korban jiwa yang besar, di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan

    Sumatera Utara tanggal 26 Desember 2004, gempa bumi besar yang melanda Pulau Nias

     pada tanggal 28 Maret 2005 dan gempa di Selatan Kota Yogyakarta/Kabupaten Bantul pada

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    10/45

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    11/45

      3

     

    dampak yang lebih besar seperti tsunami turut menghancurkan infrastruktur transportasi

    dan telekomunikasi sehingga menyulitkan penanganan bencana. Oleh karena itu, teknologiinformasi dan komunikasi dapat digunakan karena dapat membantu akses, analisis dan

     pertukaran informasi dengan mudah sehingga memungkinkan penaganan bencana yang

    lebih efektif dan efisien. Adapun beberapa aplikasi teknologi informasi dan komunikasi

    yang dapat digunakan antara lain Sistem Informasi Geografis (SIG),  Emergency Medical

    Care Information System, Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan /  Decision Support

    System (DSS), serta teknologi telekomunikasi nirkabel dan radio yang tergabung dalam

    sebuah Sistem Informasi Penanggulangan Bencana.

    Jadi, pada karya tulis ini akan dikaji aplikasi teknologi informasi dan komunikasi yang

    dapat digunakan untuk penanganan bencana dan manfaatnya, apa saja yang dibutuhkan

    untuk menerapkannya, dan bagaimana aplikasi tersebut dapat digunakan untuk menangani

     penanganan bencana di Indonesia. Adapun tujuan  dari pembuatan karya tulis ini adalah

    sebagai sarana untuk menyampaikan salah satu pendayagunaan teknologi informasi dan

    komunikasi, untuk membantu agar penanggulangan bencana di Indonesia dapat dilakukan

    dengan lebih efektif dan efisien. Dengan demikian, diharapkan bencana dapat dicegah atau

    dampaknya dapat dikurangi.

    Penulisan karya tulis ini adalah berdasarkan hasil studi pustaka. Sumber informasi untuk

    karya tulis ini diperoleh dari internet terutama dari BAKORNAS PB, e-Health 

     International Journal,  Academic Medicine Journal, dan jurnal ACM. Pada bagian telaah

     pustaka dijelaskan mengenai siklus penanganan bencana, teknologi informasi dan

    komunikasi yang dapat digunakan pada setiap fase dari siklus tersebut serta beberapa hasil penerapan dan pengembanganya terutama di Indonesia. Selanjutnya, pada bagian

     pembahasan diuraikan bagaimana penanganan bencana di Indonesia serta analisis

     pemasalahan yang ada. Berdasarkan analisis permasalahan ini, diusulkan solusi yang dapat

    digunakan serta apa saja yang dibutuhkan untuk menerapkannya. Pada bagian akhir,

    terdapat kesimpulan penulis mengenai apa yang sudah dibahas pada karya tulis ini serta

     beberapa saran dalam mengimplementasikan usulan dari penulis.

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    12/45

     

    BAB II

    TELAAH PUSTAKA

    2.1  Penanganan Bencana

    Penanganan bencana (emergency management / disaster management ) adalah disiplin ilmu

    yang membahas bagaimana menangani resiko dan menghindarinya. Disiplin ilmu ini

    melibatkan persiapan, dukungan dan pembangunan ulang masyarakat ketika terjadi bencana

    alam atau bencana akibat ulah manusia. Jadi secara umum manajemen bencana adalah

     proses berkelanjutan yang melibatkan setiap individu, kelompok, dan komunitas untuk

    menangani bencana dengan tujuan untuk menghindari atau mengurangi dampak yang

    dihasilkannya. Manajemen bencana yang efektif bergantung pada perencaaan yang

    terintegrasi secara menyeluruh pada setiap tingkat pemerintahan dan organisasi lain yang

    terlibat.

    Terdapat 4 fase utama dalam penanganan bencana yaitu mitigation, preparedness, response 

    dan recovery. Keempat tahap ini membentuk siklus penanganan bencana seperti yang

    dapat dilihat pada gambar 2.

    Gambar 2 Siklus Penanganan Bencana

    1.  Pencegahan/ Mitigation

    Pada fase ini usaha yang dilakukan bertujuan untuk mencegah bahaya (resiko) yang

     berpontesi menjadi bencana atau mengurangi efek dari bencana ketika bencana tersebut

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    13/45

      5

     

    sudah terjadi. Tahap ini berbeda dari tiga tahap lainnya karena fokus pada usaha jangka

     panjang untuk mengurangi dan menghilangkan resiko. Implementasi dari tahap mitigation ketika bencana sudah terjadi dapat juga dianggap sebagai bagian dari tahap recovery.

    Usaha mitigasi dapat terstruktur atau tidak terstruktur. Usaha terstruktur menggunakan

    solusi teknologi seperti bendungan banjir, sedangkan usaha yang tidak terstruktur meliputi

    kegiatan seperti pembuatan peraturan, perencanaan pembangunan (misalnya menyediakan

    tempat khusus sebagai kawasan hutan lindung). Kegiatan awal pada tahap ini adalah

    identifikasi adanya resiko bencana.

    2.  Preparedness

    Pada tahap persiapan, dilakukan perencanaan kegiatan ketika terjadi bencana. Usaha-usaha

    yang umum dilakukan adalah:

    a.  Perencanaan komunikasi dengan terminologi yang mudah dimengerti dan

    rantai perintah

     b.  Pengembangan dan praktek koordinasi pada pihak-pihak yang terlibat

    c.  Pemeliharaan dan pelatihan layanan emergency 

    d. 

    Pengembangan dan pelatihan sistem peringatan dini yang dikombinasikan

    dengan tempat perlindungan dan rencana evakuasi

    e.  Penimbunan barang, inventori dan pemeliharaan persediaan dan peralatan

    3.   Response

    Pada fase ini dilakukan mobilisasi pihak-pihak yang dibutuhkan ke daerah yang terkena

     bencana seperti pemadam kebakaran, polisi, sukarelawan, palang merah dan sebagainya.

    4.  Pemulihan ( Recovery) 

    Tujuan dari fase pemulihan adalah mengembalikan daerah yang terkena bencana ke

    keadaan semula misalnya pembangunan ulang bangunan yang hancur, perbaikan

    infrastruktur yang rusak dan penempatan kembali tenaga kerja.

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    14/45

      6

     

    2.2  Teknologi Informasi dan Komunikasi Terkait Penanganan Bencana

    2.2.1 Sistem Informasi Penanggulangan Bencana (SIPB)

    Sistem Informasi Penanggulangan Bencana (SIPB) adalah konsep baru dari bidang

    manajemen bencana yang mulai berkembang beberapa tahun terakhir. Aplikasi ini berguna

    untuk menghubungkan pihak-pihak yang terkait dalam penanganan bencana. SIPB

    mendukung proses manajemen bencana dengan menyediakan infrastruktur yang

    mengintegrasikan perencanaan pada level pemerintah atau organisasi non-pemerintah dan

    dengan memanfaatkan manajemen semua resource  terkait (termasuk manusia) untuk

    keempat fase siklus penanganan bencana.

    Ketelitian dan kecepatan komputer dalam memproses informasi dapat digunakan untuk

    menajemen sebuah bencana secara efektif karena memungkinkan kita untuk dapat

    menyelamatkan lebih banyak nyawa pada saat terjadi bencana. Sebuah SIPB seharusnya

    dapat memungkinkan manajer dan stakeholder   lainnya (seperti korban bencana, polisi,

     pemadam kebakaran, LSM dan sebagainya) melakukan aksi yang dibutuhkan pada setiap

    tahap bencana dengan mudah dan cepat. Beberapa fungsionalitas yang didukung oleh SIPB

     pada setiap tahap bencana adalah sebagai berikut: 

    1.   Mitigation

    SIPB dapat menunjukkan area yang berpotensi terkena bencana dengan bantuan SIG.

    2.  Preparedness

    a.  Mempersiapkan rencana untuk berbagai jenis bencana

     b.  Manajemen resource  baik manusia atau bantuan seperti makanan dan obat-

    obatanc.  Berbagai informasi terkait dapat diakses oleh semua pihak yang terlibat

    3.   Response

    Tahap ini merupakan tahap paling kritis karena waktu yang tersedia untuk membuat

    keputusan dan menjalankannya sangat singkat. Oleh karena itu sistem harus dapat

    mengeksekusi perencanaan yang dibuat dan memonitor pelaksanaannya.

    4.   Recovery

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    15/45

      7

     

    Memudahkan perhitungan biaya yang dibutuhkan dan pembuatan laporan.

    Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaan SIPB dalam penanganan

     bencana adalah sebagai berikut:

    1.  Meningkatkan awareness (persiapan dan perencanaan untuk mengurangi ancaman)

    2.  Menjadi sumber masukan mengenai cara terbaik untuk mengelola resiko dan bencana

    (respons, rescue dan mitigation)

    3.  Membantu pemahaman teknis dengan cara :

    a.  Pemodelan dan simulasi dan prediksi bencana misalnya pemodelan dan prediksi

     banjir

     b.   Monitoring dan early warning system

    c.  Knowledge management   misalnya untuk basis data peralatan, data organisasi

    terkait, rencana evakuasi, sharing  informasi dan pengalaman yang dipelajari dari

     penanganan bencana sebelumnya.

    4.  Manajemen bantuan dengan fitur tambahan seperti memonitor jumlah persedian stok

     bantuan dan distribusinya, manajemen permintaan bantuan.

    5. 

    Pengelolan data sukarelawan dan data korban dengan fitur seperti memudahkan

     pencarian korban hilang.

    6.  Memudahkan koordinasi antara organisasi yang terlibat seperti LSM, pihak-pihak yang

    memberikan bantuan (donor), dan organisasi lainnya

    7.  dan lain sebagainya

    Salah satu contoh SIPB adalah Sahana Free and Open Source Disaster Management

    System  yang dapat diperoleh dan dimodifikasi dengan relatif mudah walaupun belum

    mendukung semua funsionalitas SIPB seperti yang dijelaskan di atas. Sistem informasi initelah dipakai di beberapa negara seperti Srilanka, Filipina, Pakistan dan sudah pernah

    dicoba untuk diimplementasikan di Indonesia.

    2.2.2 Sistem Informasi Geografis dan Pengindraan Jauh

    Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem informasi khusus yang mengelola data

    yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan). Atau dalam arti yang lebih

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    16/45

      8

     

    sempit, adalah sistem komputer yang memiliki kemampuan untuk membangun,

    menyimpan, mengelola dan menampilkan informasi bereferensi geografis, misalnya datayang diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah basis data. Para praktisi juga

    memasukkan orang yang membangun dan mengoperasikannya dan data sebagai bagian dari

    sistem ini.

    Penggunaan SIG sering kali didukung dengan penggunaan pengindraan jauh seperti citra

    satelit memungkinkan kita untuk memetakan keberagaman informasi karakteristik area

    seperti  tumbuh-tumbuhan, air, geologi baik dalam ruang dan waktu. Citra satelit dapat

    memberikan gambaran dan menyediakan informasi lingkungan yang sangat berguna dari

    area dengan skala bervariasi dari keseluruhan benua sampai area yang sangat kecil. Banyak

     jenis bencana seperti banjir, gempa bumi dan bencana lainya mempunyai tanda-tanda yang

    dapat dideteksi oleh satelit [9]. Pengindraan jauh juga memungkinkan pengawasan

    (monitoring) kejadian bencana ketika bencana tersebut terjadi.

    Bidang aplikasi dari SIG sangat luas mulai dari urusan militer sampai pada persoalan

     bagaimana mencari jalur terpendek untuk pengiriman barang, penanganan pekerjaan yang

    dilakukan secara terpadu dan multi-disiplin [17]. Oleh karena itu, SIG sangat berguna

    dalam penanganan bencana jika digunakan secara efektif dan efisien. Berikut ini adalah

     beberapa pemanfaatan SIG selama siklus bencana:

    1.  Pada fase mitigation, SIG digunakan untuk mengelola data berukuran besar yang

    dibutuhkan untuk memperkirakan adanya resiko atau bahaya yang dapat berpotensi menjadi

     bencana.

    2. 

    Pada fase  prepraredness, SIG digunakan untuk perencanaan rute evakuasi,membantu dalam desain pusat operasi penanganan bencana, dan untuk integrasi data satelit

    dengan data relevan lainnya yang berhubungan yang digunakan untuk sistem peringatan

    dini.

    3.  Pada fase response, SIG dikombinasikan dengan GPS (Global Positioning System)

    dapat digunakan dalam pencarian dan operasi penyelamatan di area yang telah hancur dan

    sulit untuk mencari pergerakan seseorang.

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    17/45

      9

     

    4.  Pada fase recovery, SIG digunakan untuk mengelola informasi kerusakan dan

    informasi sesudah bencana dan untuk evaluasi berbagai area untuk rekonstruksi.

    SIG mengelola data spasial oleh karena itu dengan semakin berkembangnya pemanfaatan

    SIG, maka pengadaan data spasial pun meningkat. Pengadaan data ini merupakan salah satu

    kegiatan yang memerlukan biaya tinggi dan alokasi waktu yang cukup lama. Oleh karena

     besarnya biaya pengembangan data spasial ini, salah satu upaya yang dilakukan untuk

    mengurangi biaya ini adalah dengan menggunakannya secara bersama-sama (spatial data

    sharing). Kerja sama pemanfaatan data spasial dapat dilakukan dengan membentuk

    Infrastruktur Data Spasial (IDS). IDS sangat penting karena memungkinkan pengguna

    mendapatkan informasi yang diinginkan tanpa harus menghabiskan waktu, biaya dan

    tenaga untuk mencari, atau membuat data yang diinginkan.

    2.2.3  Emergency Medical Care Information System (EMCIS)

    Setelah terjadi bencana bantuan medis adalah salah satu bantuan yang paling penting bagi

    korban karena banyak dari korban tersebut yang akhirnya meninggal karena terlambat

    mendapatkan perawatan. Pada tahun 1985 gempa bumi Great Hanshin-Awaji di Jepang

    mengakibatkan korban meninggal sebanyak 5488. Berdasarkan data yang tersedia, sekitar

    81% dari korban meninggal pada 7 jam pertama pada pagi hari setelah gempa [5]. Untuk

    lebih jelasnya penyebab kematian dapat dilihat pada tabel 1 dan kronologis jumlah

    kematian dapat dilihat pada gambar 3.

    Sayangnya, sering kali sulit untuk mendatangkan bantuan medis karena kerusakan

    infrastruktur transportasi ke daerah yang terkena bencana. Selain itu, kalaupun bantuanmedis dapat didatangkan, jumlah petugas yang dapat dikirim juga terbatas. Padahal banyak

    dari korban yang terluka parah biasanya membutuhkan perawatan yang lebih intensif

    sehingga perlu dikirim ke rumah sakit terdekat. Dengan keterbatasan infrastruktur

    transportasi hal ini tentu saja sulit untuk dilakukan.

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    18/45

      10

     

    Gambar 3 Kronologis jumlah kematian pada gempa di Jepang tahun 1995 [7]

    Tabel 1 Penyebab Kematian korban gempa di Jepang tahun 1995 [7]

    Oleh karena itu, pada kasus ini, teknologi informasi dan komunikasi dapat digunakan untuk

    menghubungkan petugas medis di lapangan dengan rumah sakit terdekat. Dengan

    memungkinkan komunikasi antara petugas di lapangan dan tenaga ahli di rumah sakit maka

     petugas di lapangan dapat menjalankan tugasnya dengan lebih baik dan lebih banyak nyawa

    yang dapat diselamatkan.

    EMCIS berhubungan dengan aplikasi telemedicine, telediagnostic, teleconsultation yang

    merupakan gabungan dari teknologi komunikasi, informatika dan kesehatan. Telemedicine,

    telediagnostic dan teleconsultation  menggunakan teknologi informasi dan komunikasi

    sehingga mempermudah akses terhadap perawatan medis. Penggunaan telemedicine, 

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    19/45

      11

     

    telediagnostic dan teleconsultation  yang tepat dapat memungkinkan pelayanan kesehatan

    dilakukan di tempat pasien tanpa harus datang ke rumah sakit. Hal ini juga akanmenurunkan total biaya yang dihabiskan [5]. Fungsi utama aplikasi ini adalah memudahkan

    diagnosa, perawatan, monitoring, pendidikan dan akses terhadap tenaga ahli dan informasi

     pasien tanpa tergantung pada keterbatasan jarak atau lingkungan. Teknologi telekomunikasi

    yang digunakan pada telemedicine bervariasi seperti akses internet dial up, broadband ,

     jaringan telekomunikasi seluler, radio atau satelit. Salah satu model penggunaan aplikasi ini

    dapat dilihat pada gambar 4.

    Gambar 4 Contoh penggunaan Emergency Medical Care Information System [8]

    Sistem pakar dan sistem pendukung keputusan sering kali digunakan dalam EMCIS.

    Misalnya berdasarkan gejala dan kondisi pasien aplikasi ini dapat memberikan informasi

    yang memudahkan diagnosa penyakit, merekomendasikan tes tambahan atau perawatan

    khusus dengan memanfaatkan knowledge base  yang dimilikinya. Kemampuan

     pembelajaran secara dinamis dengan menggunakan teknik inteligensi buatan (teknik

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    20/45

      12

     

    klasifikasi dan clustering, rule based learning, case based reasoning) dapat memungkinkan

    sistem pakar memberikan respon dalam waktu yang cepat.

    Jadi beberapa fungsi utama dari aplikasi ini terkait dengan penanganan bencana adalah

    membantu diagnosa penyakit, memberikan rekomendasi obat atau tes yang harus

    dilakukan, konsultasi dengan tenaga ahli di rumah sakit, memungkinkan pengiriman data

    seperti teks, gambar atau video sehingga turut memudahkan konsultasi, menyediakan

    informasi terkait (seperti literatur, prosedur pengujian atau perawatan, informasi penyakit

    dan lain-lain) yang mungkin dibutuhkan petugas di lapangan, pencatatan data pasien

    sehingga masing-masing korban dapat dimonitor dan diberikan perawatan yang tepat (akan

    lebih baik lagi jika aplikasi dapat mengakses medical record   pasien jika tersedia pada

    rumah sakit di sekitar area bencana). Dengan demikian perawatan korban dapat dilakukan

    lebih cepat, lebih efektif, dan lebih mudah apalagi jika jumlah korban yang ditangani sangat

     banyak. Selain itu, perawatan korban berikutnya tidak harus dilakukan oleh petugas medis

    yang sama karena data lengkap korban dapat diakses melalui aplikasi ini .

    Untuk memungkinkan komunikasi antara aplikasi yang terkait maka terdapat standar

    seperti HL7, ISO TC 215 (health informatics), ISO/IEEE, ISO/CEN Vienna agreement  [6].

    Standar ini mendefenisikan mekanisme pengiriman pesan dan komunikasi, terminologi,

    medical logic module  , format dan isi panduan klinis, electronic health record , keamanan

    aplikasi dan lain sebagainya. Hal ini akan memungkinkan akses informasi dan layanan

    kesehatan antar rumah sakit dan lembaga terkait lainnya.

    2.2.4 Aplikasi Inteligensi Buatan

    Aplikasi Inteligensi buatan seperti data mining, sistem pakar dan sistem pendukung

    keputusan banyak digunakan untuk penanganan bencana misalnya untuk analisis data dan

    untuk prediksi bencana. Dengan data yang cukup maka aplikasi ini dapat membantu dalam

     pengambilan keputusan dengan cepat karena analisis data dapat dilakukan dalam waktu

    relatif singkat.

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    21/45

      13

     

    2.2.5  Infrastruktur Telekomunikasi

    Peran infrastruktur telekomunikasi sangat penting dalam Sistem Informasi Penanggulangan

    Bencana, tetapi sayangnya infrastruktur telekomunikasi yang ada di Indonesia saat ini

    masih terbatas. Oleh karena itu, salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah jaringan

    telekomunikasi seluler karena telah menjangkau hampir seluruh daerah di Indonesia [19].

    Akan tetapi bagaimana jika bencana juga mengakibatkan hancurnya semua infrastruktur

    telekomunikasi yang ada? Salah satu solusinya adalah dengan memanfaatkan teknologi

    komunikasi radio misalnya radio amatir.

    Gambar 5 Pengiriman data melalui transmisi radio [20]

    Melalui teknologi telekomunikasi radio maka pesan dapat dikirim baik dalam bentuk

    analog (suara) maupun digital (data). Untuk dapat mengirimkan pesan dalam bentuk digital

    maka perangkat radio harus dihubungan dengani laptop atau handheld device dengan 

    menggunakan terminal node controller unit sebagai interface untuk mengubah data

    sebelum ditransmisikan seperti pada gambar 5. Untuk mengirimkan pesan ke jarak yang

     jauh dapat digunakan frekuensi radio HF. Selain itu, dapat juga digunakan repeater  untuk

    meingkatkan jangkauan komunikasi.

    2.3 Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Penanganan Bencana

    2.3.1 Pemanfaatan Emergency Medical Care Information System 

    Di Indonesia telah dilakukan kerja sama penelitian untuk menerapkan  Emergency Medical

    Care Information System (EMCIS). Penelitian ini melibatkan TELKOMRisti, peneliti dari

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    22/45

      14

     

    University of Electro-Communication  (UEC) dan  National Institute of Communication

    Technology  dari Jepang, Rumah Sakit Hasan Sadikin dan Direktorat Pos danTelekomunikasi Indonesia serta BPPT pada tahun 2006.

    Biasanya segera setelah terjadi bencana TNI dan PMI adalah organisasi yang pertama kali

    sampai ke area yang terkena bencana. Posko kesehatan biasanya dibangun pertama kali

    dengan kondisi dan dukungan terbatas. Sementara itu, korban yang meninggal terus

     bertambah karena posko tersebut memiliki fasilitas terbatas. Dalam kasus seperti ini maka

    teknologi informasi dapat digunakan untuk memungkinkan pertukaran informasi antara

     posko kesehatan di area bencana dengan rumah sakit di lokasi lain. Namun, hal ini tidak

    dapat digunakan dengan mudah apabila bencana juga merusakkan seluruh infrastruktur

    telekomunikasi di area yang terkena bencana misalnya dalam kejadian seperti tsunami di

    Aceh. Adapun solusi untuk memungkinkan pertukaran informasi ini adalah dengan

    menggunakan frekuensi radio sebagai media.

    EMCIS yang telah dicoba untuk diterapkan di Indonesia menggunakan teknologi radio HF

    untuk mengirimkan data dengan kecepatan relatif rendah, suara dan gambar dari area yang

    terkena bencana ke pusat penanganan bencana. Adapun peralatan yang dibutuhkan adalah

    sebuah notebook  yang sudah ter-install dengan perangkat lunak client , modem (12 kbps)

    dan peralatan radio (termasuk antena dan baterai). Dengan menggunakan peralatan ini

    maka pertukaran informasi dapat dilakukan dengan mudah. Adapun arsitektur penerapan

    EMCIS dapat dilihat pada gambar 6.

    Dari hasil penerapan yang telah dilakukan pemasangan alat dapat dilakukan dalam waktu10 menit dan transfer data teks dapat dilakukan dalam waktu 5-10 detik (dengan ukuran

    buffer   1Kb) dan data gambar dalam waktu sekitar 2 menit (dengan ukuran buffer   1 Kb).

    Selain itu, untuk memaksimalkan komunikasi radio yang digunakan maka sebaiknya

    digunakan frekuensi yang bebas. Proyek ini bisa dibilang cukup sukses walapun

    kemampuan perangkat lunak yang digunakan masih relatif sederhana dengan fungsi

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    23/45

      15

     

    memasukkan data pasien dan fungsi chatting untuk memungkinkan konsultasi antara

     petugas di lapangan dengan petugas di rumah sakit.

    Gambar 6 Arsitektur Penerapan EMCIS [11]

    2.3.2 Pemanfaatan Pengindraan jauh

    BARKORNAS PB telah menggunakan pengindraan jauh seperti citra satelit untuk

    melakukan penanganan bencana di Indonesia [1]. Pemanfaatan data dari satelit ini adalah

    sebagai berikut:

    1.  Sebelum terjadi bencana

    a.  Memperkirakan resiko dengan cara melakukan pemetaan resiko untuk

    seluruh daerah dengan memprioritaskan daerah yang rawan bencana.

     b.  Peringatan dini dengan cara mengidentifikasi dan mendeteksi bahaya

    yang berpotensi menjadi bencana.

    c.  Perencanaan penggunaan lahan dengan cara mengintegrasikan perkiraan

    resiko dengan peta pada perencanaan penggunaan lahan di tingkat

    daerah.

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    24/45

      16

     

    2.  Ketika terjadi bencana misalnya untuk mengidentifikasi hotspot  pada kebakaran

    hutan.a.  Identifikasi daerah yang terkena dampak bencana

     b.  Memperkirakan pemyebaran dampak bencana

    c.  Perkiraan kerusakan

    d.  Mobilisasi resource.

    3.  Pasca bencana untuk perencanaan pemulihan daerah yang terkena bencana.

    Oleh karena itu, diperlukan akses terhadap data satelit secara real time untuk melakukan

    analisis yang akan mendukung pengambilan keputusan.

    2.3.3 Pengembangan Infrastruktur Data Spasial

    Karena pentingnya infrastruktur data spasial maka inisiatif pengembangan infrastruktur

    data spasial dilakukan di bawah kepemimpinan Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan

     Nasional (BAKOSURTANAL) pada tahun 1993 [10]. Akan tetapi, baru dikembangkan

    secara lebih intensif pada tahun 2000 [18]. Sebagai hasilnya telah diinstall prototipe

     Indonesian Clearinghouse  di website BAKOSURTANAL. Untuk itu digunakan standar

    metadata FGDC sebagai standar metadata nasional dan data directory server  menggunakan

     protokol Z39.50 [10]. Walaupun telah diperoleh hasil signifikan dari aktivitas

    BAKOSURTANAL, akan tetapi pengguna masih mengalami kesulitan untuk memperoleh

    dan menggunakan data spasial. Adapun masalah utama yang dihadapi adalah sebagian

     besar data spasial yang dibuat oleh berbagai organisasi terkait dikembangkan hanya untuk

    kepentingan mereka sehingga tidak ada kesadaran untuk menyebarkan informasi ini kepada

     pihak lain [10].

    Upaya untuk melakukan integrasi sudah mulai dilakukan terutama untuk mengintegrasikan

    data spasial darat dan laut. Akan tetapi, masalah yang dihadapi antara lain tidak adanya

    standar nasional, kebijakan dan pengelolaan data spasial yang berbeda untuk setiap

    organisasi, serta adanya masalah teknis dan nonteknis [18]. Upaya integrasi ini telah

     berhasil menyimpan sebagian data spasial darat dan laut ke dalam basis data dengan

    arsitektur seperti pada gambar 7.

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    25/45

      17

     

    Gambar 7 Arsitektur Basis Data Spasial [18]

    2.3.4 Pemanfaatan Aplikasi Inteligensi Buatan

    Salah satu pemanfaatan aplikasi inteligensi buatan yang telah dilakukan di Indonesia adalah

    untuk prediksi banjir di Jakarta berdasarkan hasil kajian BPPT, ITB, UGM dan BMG.

    Teknik inteligensi buatan yang digunakan adalah algoritma  Adaptive Neuro-Fuzzy

     Inference Systems  (ANFIS) [15] . Berdasarkan data-data history  kejadian banjir maka

     banjir dapat diprediksi apakah akan terjadi pada waktu tertentu.

    2.3.5 Pemanfaatan Sistem Informasi Penanggulangan Bencana

    Salah satu SIPB yang banyak digunakan dan merupakan open source  adalah Sahana.

    Sistem Informasi ini sudah pernah dicoba untuk diterapkan pada tahun 2006 karena adanya

    kekhawatiran bahwa gunung Merapi akan meletus di Yogyakarta. Oleh karena itu,

    UrRemote atas permintaan  Australian Computer Society  melakukan analisis kelayakan

    untuk menggunakan Sahana untuk membantu menangani korban bencana. Analisis

    kelayakan ini selesai saat gempa di Yogya terjadi (27 Mei 2006). Oleh karena itu, LSM

    melakukan instalasi Sahana dengan bantuan UrRemote pada bulan Juni 2006. Pusat sistem

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    26/45

      18

     

    informasi berada di Universitas Udayana, Bali sedangkan data diperoleh dari petugas

    lapangan yang berada di Yogyakarta.

    Sahana memiliki beberapa fungsi yaitu pendataan organisasi, pendataan orang hilang dan

    korban, pendataan tenda darurat, sistem manajemen inventori, modul untuk pengiriman dan

     penyimpanan pesan, sinkronisasi data, sebagian fungsi SIG. Akan tetapi, hanya sebagian

    yang digunakan yaitu pendataan organisasi dan pendataan tenda darurat. Selain itu,

     petugas teknis juga mengembangkan script   yang memudahkan penyimpanan data

    spreadsheet   ke basis data. Berikut ini adalah beberapa masalah selama instalasi dan

     penggunaan Sahana di Yogyakarta [14]:

    1.  Permasalahan bahasa. Aplikasi sahana menggunakan bahasa Inggris. Hal ini

    menjadi salah satu permasalahan utama karena hanya sebagian kecil petugas yang

     bisa berbahasa Inggris. Proses translasi bahasa menghabiskan waktu satu bulan

    sehingga sudah terlambat.

    2.  Dibutuhkan fitur pendataan bangunan yang rusak, tetapi fitur ini belum tersedia.

    3.  Permasalahan transmisi data. Tim di lapangan tidak memiliki akses ke internet dan

    transfer data dilakukan melalui laporan lisan atau spreadsheet . Selain itu, sering kalitim di Bali tidak mengerti data apa yang sedang mereka proses sehingga

    menyulitkan pekerjaan mereka. Selain itu, akses ke internet juga terbatas tetapi

    karena jangkauan jaringan seluler yang luas maka GPRS digunakan sebagai media

    transmisi data.

    4.  Petugas yang belum terbiasa bekerja dengan data spasial dalam memanfaatkan

    fungsi SIG yang terdapat pada Sahana.

    5.  Permasalahan keamanan data.

    Petugas lapangan tidak lagi mengirimkan data pada akhir Agustus dan pada awal

    September semua data sebelumnya hilang karena server tersebut sengaja tidak

    dilindungi untuk pengujian tetapi karena adanya backup di tempat lain maka data

    tidak sepenuhnya hilang. Kehilangan data ini mengakibatkan kepanikan dan frustasi

    terutama bagi petugas di luar Bali.

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    27/45

      19

     

    6.  Komunikasi internal tim. Baik pimpinan tim teknis di Bali dan pimpinan tim di

    lapangan belum pernah bekerja sama sebelumnya dan bahkan belum pernah bertemu. Komunikasi dilakukan melalui telepon dan terjadi kesulitan komunikasi

    sejak awal. Tim di Bali terlalu teknis sedangkan tim di lapangan terlalu praktis.

    7.  Sosialisasi aplikasi Sahana tidak dapat dilakukan karena instalasinya saja sudah

    terlambat dan memang awalnya tidak ditujukan untuk penanganan gempa di

    Yogyakarta

    8.  Dampak penggunaan Sahana. Data yang telah dimasukkan ke Sahana dapat diakses

    melalui internet sehingga diharapkan para donor dapat mengetahui apa saja dan

    dibagian mana bantuan tersebut dibutuhkan. Akan tetapi, karena koordinasi yang

    kurang baik, tidak diketahui siapa yang menggunakan website ini, bagaimana

    mereka menggunakannya dan seberapa besar kegunaan website ini bagi mereka.

    Di samping ketidakjelasan seberapa berguna penggunaan Sahana di Yogyakarta, setiap

    orang yang bekerja dengan Sahana waktu itu, menganggap alat ini sangat berguna dan

    dapat dikembangkan dan digunakan di Indonesia [7]. Akan tetapi, masih ada permasalahan

     pengembangan teknis, wilayah cakupan geografis dan adanya institusi yang mengelolanya.

    Berdasarkan hasil penerapan Sahana di Yogyakarta beberapa saran yang direkomendasikan

    antara lain [7] :

    1.  Adanya tim teknis bersama dengan tim di lapangan

    2.  Ditambahkannya fitur pendataan bangunan rusak dan pemasukan data dari

    spreadsheet  secara otomatis, pengiriman data melalui SMS atau transmisi GPRS

    3.  Tersedianya dokumentasi perangkat lunak yang lengkap dengan instruksi yang jelas

    untuk menghindari permasalahan seperti kesulitan memakai fungsi SIG.4.  Perbaikan komunikasi tim internal dan menambahkan fungsi messaging, dan

    kemampuan mengirim email atau SMS kepada pengguna Sahana untuk

    memungkinkan komunikasi langsung

    5.  Ditambahkannya fungsi monitoring penggunaan website.

    6.  Untuk pengelolaan Sahana jika dipakai di Indonesia disarankan dapat dikelola

    organisasi khusus

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    28/45

     

    BAB III

    PEMBAHASAN

    3.1  Penanganan Bencana di Indonesia dan Permasalahannya

    Pada era otonomi daerah, maka pemerintah daerah memiliki tanggung jawab yang lebih

     besar untuk mengatasi bencana di daerahnya, sedangkan pada tingkat pusat penanganan

     bencana dilakukan berbasis sektoral dengan koordinasi dari Badan Koordinasi Nasional

    Penanggulangan Bencana (BAKORNAS BP). Organisasi ini membawahi organisasi sejenis

    tapi pada level tingkat provinsi dan daerah seperti pada gambar 1. BAKORNAS PB

    dipimpin oleh wakil presiden, SATKORLAK PB (Satuan Koordinasi Pelaksana

    Penanggulangan Bencana) dipimpin oleh gubernur, dan SATLAK PB (Satuan Pelaksana

    Penanggulangan Bencana) dipimpin oleh pemerintah daerah (Bupati atau walikota).

    Anggota BAKORNAS PB adalah semua pihak yang terkait dengan penanganan bencana

    yaitu menteri energi dan sumber daya mineral, menteri sosial, menteri kesehatan, menteri

    tenaga kerja, menteri keuangan, menteri perhubungan, menteri komunikasi dan informasi,

    TNI, polisi dan palang merah Indonesia. BAKORNAS PB bertanggung jawab atas

     pembuatan dan penetapan kebijakan dalam manajemen bencana, mengkoordinasikan

    implementasi dan pengawasan kegiatan dalam manajemen bencana serta memberikan

    arahan dalam manajemen bencana baik sebelum terjadi bencana ( prevention, mitigation,

    dan preparedness), saat terjadi bencana (respons), dan setelah terjadi bencana (pemulihan).

    Dalam melaksanakan kegiatannya BAKORNAS PB didukung oleh data satelit misalnya

    untuk memperkirakan resiko, peringatan dini, identifikasi area yang terkena dampak

     bencana, dan estimasi kerusakan untuk membuat rencana pemulihan. Untuk itu

    BAKORNAS BP juga bekerja sama dengan institusi terkait seperti BPPT, LAPAN, LIPI,

    BMG, ESDM, DEPHUT, DEPTAN, BAPPEDA, perguruan tinggi dan lain sebagainya.

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    29/45

     

    21

     

    Adapun contoh interaksi BAKORNAS PB bersama dengan lembaga terkait dapat dilihat

     pada gambar 8.

    Gambar 8 Prosedur pelaporan kejadian bencana

    Penanganan bencana di Indonesia sampai saat ini masih terkonsentrasi pada respons 

    terhadap bencana [1]. Salah satu penyebabnya adalah bangsa Indonesia belum siap

    sementara itu frekuensi bencana terus meningkat. Oleh karena itu, diperlukan usaha yang

    lebih agar Indonesia lebih siap dalam menangani bencana sehingga bencana dapat dicegah

    dan dikurangi dampaknya. Salah satunya adalah dengan bantuan teknologi informasi dankomunikasi.

    Dalam rencana kerja jangka panjang 2006-2009 Pemerintah telah menrencanakan beberapa

    kegiatan terkait penanggulangan Bencana antara lain dan salah satunya adalah pembuatan

    Sistem Informasi Penanggulangan Bencana walaupun masih dalam perencaaan [13].

    Meskipun demikian, terdapat beberapa kendala [1] yaitu :

    1.  Permasalahan terkait pengumpulan data

    a.  Berbagai sumber data dengan format dan konten yang berbeda

     b.  Media sering kali terlalu cepat dalam mengumpulkan data dan sering kali

    tidak akurat

    c.  Estimasi kerugian akibat bencana masih berupa perkiraan kasar

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    30/45

     

    22

     

    d.  Informasi yang tidak akurat mengakibatkan akses penanganan bencana yang

    tidak tepat dan memungkinkan terjadinya kekacauan misalnya pada gempa bumi di Padang pada tahun 2005

    e.  Indonesia terdiri dari 33 provinsi dan 440 (kabupaten/kotamadya). Banyak

    daerah yang memiliki fasilitas komunikasi terbatas sehingga tidak siap untuk

    melapor dengan segera setelah terjadi.

    Adapun mekanisme pengumpulan data untuk penanganan bencana di Indonesia

    dapat dilihat pada tabel 2.

    Tabel 2 Mekanisme Pengumpulan data untuk penaganan bencana di Indonesia [1] No Komponen Kenyataan Harapan

    1 Sumber data Satkorlak PB, institusi terkait

    dan media

    Satkorlak PB dan institusi terkait

    2 Komunikasi

    data

    Satu arah (pasif) Dua arah (aktif)

    3 Alatkomunikasi

    Fax, telepon, internet Multimedia, radio, fax, telepondan internet

    4 Validasi dan

    verifikasi

    Satkorlak PB / level provinsi Satkorlak PB membandingkan

    dengan sumber lain, melakukan

    verifikasi di sumber data jika

     perlu5 Terminologi

    dan data unit

    Bervariasi Seragam berdasarkan

    manual/panduan atau SOP

    6 Petugas untuk

    mengkomunika-

    sikan data

    Tanggung jawab petugas di

     pos koordinasi

    Kantor pusat operasi/data dan

    informasi

    7 Analisis data Sangat terbatas

    menggunakan Aplikasi

    Microsoft Excel, tidak adadata /peta spasial

    Memperbaiki proses dan analisis

    data, menggunakan aplikasi baru

    dan format data spasial

    8 Penggunaan

    sisteminformasi

    Sangat terbatas Signifikasi, sebagai indikator

    untuk implementasi perencanaan

    2.  Sistem informasi yang baru diharapkan agar kompatibel dengan data dan perangkat

    lunak yang sudah ada.

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    31/45

     

    23

     

    3.  Keterbatasan sumber daya manusia terutama calon pengguna sistem informasi ini

    terkait kemampuan, insentif, serta promosi dan mutasi yang mengakibatkan pergantian pengguna sistem informasi.

    4.  Biaya pengembangan, operasi dan pemeliharaan sistem informasi. Selain itu, ada

    kemungkinkan dibutuhkan penyebaran informasi secara manual dan intensif dan

     pemanfaatan output dari sistem informasi dengan maksimal.

    Adapun tantangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam mengembangkan sistem

    informasi untuk penanganan bencana [1] adalah sebagai berikut:

    1.  Indonesia membutuhkan sistem informasi penaganan bencana yang efektif untuk

    mengatasi situasi geografis Indonesia (sebagai negara kepulauan) dengan frekuensi

    dan berbagai jenis bencana

    2.  Membutuhkan antarmuka aplikasi yang user friendly 

    3.  Banyak institusi dan bidang terkait memiliki data dan informasi bencana sendiri

    sehingga harus dimungkinkan komunikasi

    4.  Manual/standar format data

    3.2  Analisis Permasalahan dan Kebutuhan Sistem Informasi

    Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pemerintah sudah dan mulai menerapkan strategi

     jangka panjang dalam penanggulangan bencana di Indonesia yaitu dengan pengadaan

    infrastruktur data spasial dan sistem peringatan dini. Akan tetapi, SIPB sendiri masih dalam

    tahap perencanaan. Selain itu, dari hasil eksplorasi yang dilakukan penulis belum terdapat

    usaha intensif untuk menerapkan  Emergency Medical Care Information System (EMCIS) 

    sebagai bagian dari SIPB.  Percobaan untuk menerapkan EMCIS sebenarnya sudah

    dilakukan walaupun dengan fitur relatif terbatas. Akan tetapi, belum dilanjutkan ke tahap

     penerapan secara lebih intensif. Padahal, sistem informasi ini merupakan salah satu sarana

    yang memungkinkan penyelamatan lebih banyak korban terutama dalam fase respons. Oleh

    karena itu, EMCIS akan menjadi bagian dari sistem informasi yang diusulkan.

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    32/45

     

    24

     

    Berikut ini adalah beberapa fokus kebutuhan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi

    dalam penanggulangan bencana jika dilihat dari fase siklus penanganan bencana:1.  Mitigasi

    a.  Dibutuhkan akses data seperti data spasial

     b.  Dibutuhkan bandwitdh  data yang besar untuk mendukung transfer data

    antara penyedia informasi dengan pengguna dan pada fase ini volume data

    yang ditransfer cukup besar.

    c.  Kemampuan sistem informasi melakukan analisis data seperti simulasi dan

     prediksi serta fungsi GIS dengan memanfaatkan teknik analisis data dan

    aplikasi inteligensi buatan seperti data mining  dan sistem pakar. Dengan

    demikian, memungkinkan bencana dapat diprediksi sebelum terjadi.

    d.  Menampilkan data real time  dari sensor lokal atau satelit yang

    menginformasikan perubahan pada daerah yang dimonitor

    e.  Broadcast   informasi ke pengguna tertentu atau ke masyarakat terkait

    informasi bencana

    2.  Persiapan

    a. 

    Membantu perencanaan penanganan bencana dengan fitur sistem pendukung

    keputusan dengan adanya informasi seperti rekomendasi sehingga

     pengambilan keputusan menjadi lebih cepat.

     b.  Dibutuhkan data logistik resource yang ada sebagai sumber data pada fase

     berikutnya. Data resource ini harus mencakup data lengkap organisasi yang

    terlibat penanganan bencana sehingga dapat dihubungi dengan mudah

    seperti data rumah sakit, data pemadan kebakaran, Palang Merah Indonesia

    dan lain sebagainya.c.  Sistem Informasi menyediakan prosedur dan manual yang terdokumentasi

    serta pemeriksaaan kesalahan input untuk menghindari human error  

    d.  Kemampuan sistem informasi untuk melakukan backup data penting secara

     perodik untuk menghindari kehilangan data. Selain itu, terdapat mekanisme

    transfer data penting ke lokasi lain jika lokasi utama terkena dampak

     bencana

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    33/45

     

    25

     

    e.  Terdapat jalur alternatif komunikasi apabila traffic  komunikasi tidak dapat

    ditangani oleh media komunikasi utama3.  Respon

    a.  Sistem informasi menyediakan informasi yang memudahkan alokasi

    resource  seperti masalah distribusi bantuan sehingga penggunaan bantuan

    lebih transparan.

     b.  Manajemen permintaan bantuan, pemesanan, pengiriman (shipping),

    tracking  dan distribusi bantuan dan peringatan otomatis apabila ada stok

     bantuan yang hampir habis.

    c.  Jalur komunikasi yang digunakan oleh tim penanggulangan bencana

    sebaiknya memiliki proritas yang lebih tinggi daripada pemakaian normal

    d.  Fungsi Emergency Medical Care Information System 

    e.  Membantu pendataan dan perkiraan kerusakan

    f.  Membantu pendataan korban sehingga memudahkan monitoring  dan

     pencarian korban

    g.  Pendataan petugas yang terlibat di area bencana seperti sukarelawan

    h.  Informasi tersedia dan dapat diakses secara online sehingga situasi di daerah

     bencana dapat diketahui sehingga memudahkan organisasi yang terlibat

    seperti donor

    i.  Kemudahan memasukan informasi oleh petugas di lapangan ke sistem

    informasi

    4.  Pemulihan

    a.  Sistem informasi memungkinkan pembuatan laporan/dokumentasi dari

    keseluruhan kegiatan yang sudah dilakukan. Dengan demikian kegiatan

    yang tidak efektif atau tidak efisien dapat diidentifikasi sehingga tidak akan

     berulang di masa yang akan datang

     b.  Menyimpan data history bencana

    c.  Fungsi perhitungan biaya yang dihabiskan.

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    34/45

     

    26

     

    3.3  Usulan Solusi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana di Indonesia

    Berdasarkan analisis permasalahan dan indentifikasi kebutuhan di atas, maka diusulkan

    arsitektur global sistem informasi yang terdiri dari empat komponen utama (gambar 9),

    yaitu sebagai berikut:

    1.  Aplikasi di pusat penanggulangan bencana

    Pusat penanggulangan bencana ini berfungsi untuk koordinasi penanggulangan

    secara nasional. Oleh karena itu, aplikasi yang terdapat disini berfungsi untuk

    memudahkan koordinasi dengan daerah dan lembaga-lembaga terkait seperti

    lembaga riset dan perguruan tinggi. Sistem informasi pusat ini lebih difokuskan

    untuk fungsi pada fase mitigation. Selain itu, sebagai pusat untuk melaporkan

    kejadian bencana dan menyebarkan informasi ke pemerintah daerah ketika di

     prediksi adanya bencana.

    Jadi, aplikasi di sini berfungsi untuk melakukan analisis data (pemodelan dan

    simulasi) misalnya untuk prediksi bencana, perencanaan penanggulangan bencana,

     pusat koordinasi bantuan, koordinasi dengan lembaga terkait dan lain sebagainya.

    Aplikasi di pusat penanggulangan bencana ini juga dapat menggantikan peran

    aplikasi di daerah karena mungkin di daerah tersebut masih terbatas sumber daya

    manusia atau infrastuktur telekomunikasi yang ada sehingga belum memungkinkan

    sistem informasi penanggulangan bencana di daerah tersebut. Selain itu, sistem

    informasi ini dapat juga terhubung dengan sistem informasi penanggulangan

     bencana dari luar Indonesia misalnya dari sistem peringatan dini Asia Pasifik.

    BAKORNAS PB dapat menjadi lembaga yang mengelola sistem informasi ini.

    2.  Aplikasi di daerah

    Aplikasi di daerah berfungsi untuk memudahkan penanganan bencana di daerah

    tersebut atau daerah sekitarnya. Oleh karena itu, SPBD (Sistem Informasi

    Penanggulangan Bencana Daerah) menyimpan informasi detail terkait bencana di

    daerah tersebut. Fungsi aplikasi ini lebih fokus ditujukan pada fase  preparedness,

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    35/45

     

    27

     

    response  dan recovery. Oleh karena itu, SIPBD memiliki fungsi antara lain

    koordinasi lembaga terkait di daerah tersebut (PMI, TNI, Polisi, Rumah Sakit,Pemadam Kebakaran, lembaga penelitian, perguruan tinggi dan lain sebagainya),

     pendataan korban dan sukarelawan, estimasi kerusakan, distribusi bantuan,

     perencanaan evakuasi dan lain sebagainya. Untuk dapat memberikan respon yang

    cepat terhadap bencana maka  Emergency   Medical Care Information System 

    (EMCIS) juga diimplementasikan pada level daerah dengan bekerja sama dengan

    rumah sakit yang ada di daerah tersebut. Jika rumah sakit tersebut memiliki sistem

    informasi (SIRS) maka sebaiknya dapat dihubungkan dengan EMCIS server .

    SATKORLAK PB dapat menjadi lembaga yang bertugas mengelola SIPBD.

    Aplikasi server EMCIS dijalankan di rumah sakit untuk memungkinkan pertukaran

    informasi antara petugas di Rumah Sakit dengan petugas di lapangan. Selain itu,

    dimungkinkan komunikasi antara EMCIS dan SIPBD misalnya untuk mengakses

    data korban atau untuk keperluan lainnya.

    3.  Sumber data

    Sumber data yang dimaksud disini dapat berupa data pengindraan jauh oleh

    LAPAN, infrastruktur data spasial oleh BAKOSURTANAL dan data dari

    organisasi yang berkaitan dengan penanganan bencana seperti BMG, departemen

    kehutanan, dan lain sebagainya. Ketersediaan data ini akan memungkinkan fitur

    seperti fungsi GIS, analisis data (simulasi dan prediksi) dapat dilakukan pada SIPB

    sehingga memungkinkan penanganan bencana dengan lebih baik. Contohnya

    SIPBP dapat mengakses data cuaca dari BMG dan data pengindraan jauh dari

    LAPAN, kemudian dengan menggunakan data ini di tambah data history  banjiryang tersimpan pada SIPBP, maka SIPBP dapat melakukan prediksi Banjir di suatu

    daerah. Ketika, diprediksi akan terjadi banjir maka informasi ini dapat diteruskan

    ke daerah yang bersangkutan. Dengan demikian daerah tersebut dapat melakukan

    usaha-usaha yang mungkin untuk mencegah atau mengurangi dampak banjir. Oleh

    karena itu, penyedia data ini perlu menyediakan akses terhadap SIPBP dan SIPBD

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    36/45

     

    28

     

    untuk memungkinkan, SIPBP dan SIPBD dapat melakukan semua fungsi-

    fungsinya pada setiap fase bencana.

    4.  Aplikasi yang dibawa oleh petugas di lapangan.

    Aplikasi yang dibawa oleh petugas lapangan ini dapat berjalan di laptop, komputer

    atau perangkat nirkabel seperti telepon seluler atau PDA. Adapun aplikasi yang

    digunakan oleh petugas di lapangan merupakan aplikasi client   untuk SIPBD dan

    aplikasi client  EMCIS. Aplikasi client   ini akan memudahkan pemasukan data ke

    aplikasi server. Aplikasi client   juga seharusnya dapat digunakan pada telepon

    seluler sehingga petugas dapat lebih mudah dalam melakukan aktivitasnya.

    Aplikasi ini dapat dikembangkan dengan platform WAP atau Java Micro Edition

    (mendukung penggunaan web service) dengan menggunakan koneksi ke internet

    melalui jaringan seluler seperti GPRS, CDMA atau 3G karena memiliki biaya

    relatif rendah dan menjangkau hampir seluruh wilayah Indonseia [19]. Selain itu,

    dapat juga digunakan media telekomunikasi radio (misalnya penggunaan frekuensi

    HF) yang juga dapat digunakan meskipun infrastruktur telekomunikasi seluler turut

    hancur misalnya untuk kejadian seperti bencana tsunami di Aceh. Akan tetapi,

    untuk komunikasi menggunakan radio diperlukan peralatan tambahan seperti yang

    telah dijelaskan pada bab sebelumnya.

    Beberapa fungsionalitas aplikasi yang cukup penting dan dapat ditingkatkan adalah

    fitur aplikasi mesagging, SMS atau email untuk memudahkan komunikasi, fungsi SIG

    (jika belum tersedia data spasial maka dapat memanfaatkan Google Map API walaupun

    dengan fungsi GIS terbatas), dan fungsi aplikasi pada EMCIS. Fungsionalitas EMCISdapat ditingkatkan dengan menyediakan panduan klinis, pengiriman data pengujian korban

    untuk dianalisis di rumah sakit, dan sistem pakar yang dapat memberikan rekomendasi dan

    membantu diagnosa penyakit. Akan tetapi, untuk menyediakan fungsi tambahan ini

    diperlukan kerja sama antara ahli di bidang informatika dengan ahli di bidang kesehatan.

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    37/45

     

    29

     

     Apli kasi di Daerah

    SIPBD Server 

    Internet

    Jaringan kabel

     Aplikasi di Rumah Saki t

    EMCIS Server  SIRS

    Satelit

    Pusat Penangulangan Bencana

    SIPBP

    (EMCIS Client  dan SIPBD Client)

     Aplikasi Di Lapangan

    Jalur komunikasi seluler/

     radio amatir 

    (GPRS, CDMA, Radio HF)

    Sumber Data

    IDS

    Data BMG

    Data

    Pengindraan Jauh

    Data Organisasi

     lain

     

    Gambar 9 Usulan Arsitektur Sistem Informasi Penanggulangan Bencana

    Pendayagunaan teknologi informasi dan komunikasi seperti yang telah dijelaskan di atas

    tidak akan maksimal jika beberapa pemasalahan utama dalam penerapannya tidak

    ditangani. Berikut ini adalah beberapa usulan untuk mengatasi permasalahan tersebut:

    1.  Integrasi sumber data dan aplikasi yang ada

    Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat banyak sumber data dengan

    format yang berbeda dari berbagai organisasi. Selain itu, sistem informasi yang

    sudah ada juga diharapkan dapat berkomunikasi dengan aplikasi yang sudah ada

    misalnya SIPBP dan SIPBD diharapkan dapat mengakses data cuaca dari BMG

    atau data spasial dari BAKOSURTANAL. Oleh karena itu, untuk memungkinkan

    komunikasi antar aplikasi tersebut salah satu solusi selain melakukan konversi

    semua aplikasi sehingga menggunakan standar atau format data yang sama adalah

    dengan menerapkan  Service Oriented Architecture (SOA) yang dapat

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    38/45

     

    30

     

    menggunakan teknik integrasi menggunakan webservice, middleware dan message

    routing [21].

    Penggunaan SOA dapat meningkatkan penggunaan aplikasi, biaya integrasi yang

    lebih rendah dan meningkatkan kemampuan untuk mengubah dan memperbaiki

    sistem informasi, baik untuk sistem informasi yang masih baru atau sudah ada

    sebelumnya. Selain itu, penggunaan SOA juga memungkinkan integrasi aplikasi

    dengan cepat, otomatisasi proses dan memungkinkan akses berbeda ke aplikasi

    misalnya dari aplikasi lain atau dari telepon seluler [22].

    Penerapan SOA memungkinkan sebuah aplikasi untuk menyediakan service.

    Service  tersebut dapat digunakan aplikasi lain misalnya untuk meminta data

    tertentu. Data yang diminta dapat dikembalikan dalam format yang dibutuhkan dan

    format ini mungkin saja berbeda dengan format data penyedia service. Selain itu,

    dalam SOA dimungkinkan implementasi protokol keamanan sehingga tidak

    sembarang aplikasi dapat mengaksesnya. Adapun alternatif teknik integrasi dan

    arsitektur yang akan dipilih untuk mengimplementasikan SOA harus ditentukan

     berdasarkan analisis aplikasi yang sudah ada sehingga dapat dipilih pendekatan

    terbaik.

    2.  Keterbatasan infrastruktur telekomunikasi

    Sistem informasi ini memanfaatkan komunikasi melalui internet, komunikasi

    menggunakan satelit, jaringan telekomunikasi seluler dan radio (HF). Infrastruktur

    telekomunikasi ini sangat penting sehingga performansinya harus dijaga. Olehkarena itu, perlu dilakukan kerja sama dengan operator telekomunikasi seperti

    operator seluler sehingga komunikasi untuk kepentingan penanganan bencana lebih

    diprioritaskan daripada penggunaan lainnya terutama selama fase respon. Di

    samping itu, kerja sama juga dilakukan untuk membuat aplikasi broadcast  

    (pengiriman pesan) ke pengguna di area tertentu misalnya untuk peringatan adanya

     bencana. Selain dengan operator seluler, kerja sama dengan ISP ( Internet Service

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    39/45

     

    31

     

    Provider ) juga perlu dilakukan untuk memberikan bandwitdh yang lebih besar bagi

    aplikasi server  untuk penanggulangan bencana.

    3.  Keterbatasan sumber daya manusia.

    Peran pengguna aplikasi ini sangat penting untuk menjaga keakuratan data dan juga

    ketersedian informasi. Keterlambatan petugas dalam memasukkan data ke dalam

    aplikasi bisa saja berdampak pada keterlambatan pada penanganan bencana

    misalnya keterlambatan pengiriman bantuan karena data stok bantuan belum ter-

    update. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:

    a.  Aplikasi sebaiknya berbasis web serta dapat diakses secara online  oleh

    organisasi terkait. Hal ini diusulkan karena biasanya calon pengguna sudah

    terbiasa menggunakan internet sehingga antarmuka aplikasi yang berbasis

    internet akan memudahkan calon pengguna dalam menggunakan aplikasi.

     b.  Pelatihan calon pengguna dengan simulasi menggunakan “sandbox” yaitu

    sistem informasi dengan menggunakan data sampel dan hanya ditujukan

    sebagai media pelatihan sehingga pengguna dapat mencoba semua fitur dari

    aplikasi tanpa harus takut adanya kehilangan data karena kesalahan

     pengguna.

    c.  Aplikasi yang digunakan berbahasa Indonesia sehingga lebih cepat dipahami

    oleh calon pengguna

    d.  Aplikasi dilengkapi dengan manual dan dokumentasi yang detail serta SOP

    sehingga memudahkan pengguna.

    e.  Terdapat petugas teknis untuk membantu petugas di lapangan. 

    f. 

    Melakukan pelatihan misalnya dengan bantuan dari perguruan tinggi didaerah tersebut.

    4.  Keamanan data

    Untuk mencegah kehilangan data maka sebaiknya basis data yang mendukung

    recovery  dan backup  data secara otomatis. Selain itu, untuk menjaga kerahasian

    data pada aplikasi juga dapat digunakan aplikasi kriptografi.

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    40/45

     

    32

     

    5. 

    BiayaUntuk mengatasi keterbatasan biaya maka sistem informasi yang akan dibuat dapat

    dikembangkan dari aplikasi open source  seperti Sahana Free  and   Open Source

     Disaster Management System. Selain itu, pengembangan aplikasi ini dapat juga

    dilakukan sebagai bahan penelitian di perguruan tinggi misalnya tugas akhir

    mahasiswa.

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    41/45

     

    BAB IV

    KESIMPULAN DAN SARAN

    4.1  Kesimpulan

    Kesimpulan yang dapat diambil dari karya tulis ini adalah sebagai berikut:

    1. 

    Indonesia rentan terhadap bencana alam maupun bencana akibat ulah manusia

    sehingga penanggulangan bencana adalah salah satu permasalahan utama yang

    dihadapi bangsa.

    2.  Penanggulangan bencana adalah masalah yang kompleks dengan melibatkan

     berbagai disiplin ilmu dan peran dari berbagai organisasi selain pemerintah seperti

    lembaga penelitian, rumah sakit, dan perguruan tinggi.

    3.  Pemberdayaan teknologi informasi dan komunikasi dalam bentuk Sistem Informasi

    Penanggulangan Bencana (SIPB) akan memberi manfaat yang sangat besar untuk

     penanggulangan bencana secara efektif dan efisien di Indonesia, dalam semua fase

     penanganan bencana.

    4.  Permasalahan utama penerapan SIPB adalah format data dan aplikasi yang

     berbeda-beda pada lembaga terkait, keterbatasan infrastruktur telekomunikasi,

    keterbatasan sumber daya manusia dan biaya.

    5.  Otonomi daerah mengakibatkan daerah memiliki tanggung jawab yang lebih besar

    untuk penanganan bencana di daerahnya. Oleh karena itu, implementasi SIPB pada

    tingkat daerah seharusnya menjadi salah satu prioritas.

    6.  Pemerintah telah mulai melakukan usaha-usaha untuk penangulangan bencana

    dalam jangka panjang seperti penyediaan infrastruktur data spasial, pemanfaatan

     pengindraan jauh dan sistem peringatan dini.

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    42/45

     

    33

     

    7.   Emergency Medical Care Information System  merupakan salah satu komponen

    Sistem Informasi Penaggulangan Bencana yang sangat penting dan berperan besarterutama dalam fase respon dari siklus penanganan bencana.

    4.2  Saran

    Berikut ini adalah saran terutama terkait dengan penerapan Sistem Informasi

    Penanggulangan Bencana yang diusulkan dalam karya tulis ini:

    1.  Penerapan SIPB sebaiknya didukung oleh semua lembaga terkait di luar lembaga

     pemerintah seperti LSM, lembaga penelitian atau perguruan tinggi.

    2.  Terdapat pembagian peran dan tanggung jawab yang jelas antara lembaga-lembaga

    yang terlibat dalam implementasi SIPB.

    3.  Harus dibuat kesepakatan (standar) yang akan diikuti baik oleh sumber data yang

    akan digunakan oleh SIPB dan pengembang SIPB.

    4.  Implementasi SIPB sebaiknya dilakukan dengan tujuan/target dan alokasi resource 

    yang jelas dan cukup. Selain itu, penerapannya sebaiknya dilakukan secara

     bertahap misalnya dengan mengembangkan SIPB dan EMCIS secara terpisah dan

     pada daerah yang sudah siap terlebih dahulu.

    5.  Ketersediaan dan keakuratan data sangat penting untuk menjamin tercapainya

    manfaat penggunaan SIPB.

    6.  Calon pengguna sistem informasi sering kali skeptis dan ada kalanya “takut”

    dengan implementasi sistem informasi yang baru. Oleh karena itu diperlukan

    dukungan yang penuh dari pimpinan pusat maupun daerah serta sosialisasi kepada

    calon pengguna.

    7. 

    Pelatihan, simulasi dan pengujian penggunaan sistem informasi diperlukan untukmempersiapkan calon pengguna sistem informasi.

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    43/45

     

    DAFTAR PUSTAKA

    [1] BAKORNAS PB. Indonesia Disaster Management Information System 

    dipresentasikan pada Workshop to improve the compilation of realiable data on disasteroccurrence and impact  di Bangkok, 2-6 April 2006

    [2] BAKORNAS PB. Disaster Management in Indonesia. http://www.bakornaspbp.go.id  diaskses tanggal 19 Maret 2007

    [3] Geographic Information System. http://erg.usgs.gov/isb/pubs/SIG_poster/ Diakses

    tanggal 24 maret 2006

    [4] Currion, P., de Silva, C. and Van de Walle, B.: Open Source Software for

    Disaster Management. Jurnal Communications of the ACM 50:3 (2007), hal. 61 – 65.

    [5] Patoli, Aijaz Qadir. Role of Telemedicine in Disaster Management . E-Health

    International journal Volume 2, hal 34.

    [6] Hammond, W. Ed. Partners in Telemedicine-The Challenge of ImplementingTechnology. American Medical Informatics Association, 2001

    http://www.atmeda.org/news/2001_presentations/PLENARYS/hammond.ppt 

    [7] Nagami, Kiyoko et. al. In Search of Effective Telecommunication Tools for

    Telemedicine in the Aftermath of Disasters. e-Health International Journal, 2005.

    [8] Chan, C. Teodore et. al.  Information Technology and Emergency Medical Care During Disasters. Academic Medicine Journal Vol 11:1229-1236, 2004.

    [9] Smara, Youcef et. al.  Application of SIG and Remote Sensing Technologies in Disasters Management in Algeria. Kairo, 2005.

    [10] Matindas, Rudolf W. Development of national Spatial Data Infrastructure in

     Indonesia. FIG Working Week, Yunani, 2004.

    [11] Hasan ,Taufik. HRD Programme for Exchange of ICT Researchers and Engineers:

     Development and implementation Emergency Medical Care Information System for

     Disaster Area in Indonesia, Bandung,2006.

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    44/45

     

    x

     

    [12] Harrison, Jeffrey P. The Growing Importance of Information Technology in Disaster

    medical Response. National Emergency management Summit, New Orleans, 5 Maret2007.

    [13] Rencana Aksi Nasional Pengurangan Resiko Bencana 2006-2009. Kerja sama antara

    Kementrian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional dan BAKORNAS. 2006.

    [14] Currion, Paul. Sahana : Yogyakarta Deployment View.

    http://urremote.com/index.php/Deploying_Sahana_For_The_Merapi_Eruption Diaksestanggal 16 Maret 2007.

    [15] BPPT adakan jumpa pers tentang prediksi banjir dengan model ANFIS.

    http://www.bppt.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=54283&Itemid=30 

    Diakses tanggal 26 Maret 2007

    [16] Concept of Disaster Response and Mitigation Management Project . BAKORNAS

    PBP, 2006

    [17] Aziz, T. Lukman. Pembangunan Infrastruktur Data Spasial Daerah (IDSD) Propinsi jawa Barat Kelompok Data Dasar (KDD) Dalam Penentuan Kawasan Lindung. Jurnal

    Infrastruktur dan Lingkungan Binaan, Vol. 1, Juni 2005

    [18] Syafi’I, M. Arief. The Integration of Land and Marine Spatial Data Set as Part of

     Indonesian Spatial Data Infrastructure Development . Seventeenth United Nations

    Regional Cartographic Conference for Asia and The Pacific, Bangkok, September 2006.

    [19] Sembiring, Krisantus. Penerapan Mobile Government di Indonesia. 2006.http://students.if.itb.ac.id/~if13121/publikasi/ 

    [20] Acharya, Mahesh. Amateur Radio: A Potential Tool In Emergency Operations.

    Majalah Information on Development , vol. III, No.1, hal. 27-30, 2005

    [21] Barry, K, Douglas. Web Service and Service-Oriented Architecture: The Savvy

     Manager’s Guide. Morgan Kaufmann Publisher, 2003.

    [22] Newcomer, Eric dan Greg Lomow. Understanding Soa with Web Services. Addision

    Wesley Professional, 2004.

  • 8/16/2019 Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Di Indonesia

    45/45

     

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP

     Nama : Krisantus Sembiring

    Tempat, tanggal lahir : Kabanjahe, 29 Mei 1985

    Alamat studi : Jalan Tubagus Ismail dalam No.5 Bandung

    Alamat rumah : Jalan Jamin Ginting Gg. Mejuah-juah No.10 Kabanjahe

    Pendidikan :

    SD SD St. Xaverius 2 KabanjaheSLTP SLTP St. Xaverius 1 kabanjahe

    SMU SMU Santo Thomas 1 Medan

    Perguruan TinggiProgram Studi Teknik Informatika

    STEI-Institut Teknologi Bandung

    Karya Ilmiah :

    Penerapan mobile government  di Indonesia. (2006)

    Studi Perbandingan dan Implementasi DES,Triple DES dan AES pada J2ME. (2006)

    Studi Penerapan Kriptografi pada Mobile Commerce. (2006)

    Penggunaan Algoritma Edit Distance untuk mendeteksi Plagiarisme. (2005)