APLIKASI PROBIOTIK RICA DAN KOMERSIAL PADA … · super-intensif pada tambak kecil menjadi...

11
435 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015 APLIKASI PROBIOTIK RICA DAN KOMERSIAL PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA INTENSIF Suwardi Tahe, Hidayat Suryanto Suwoyo, dan Mat Fahrur Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No.129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail: [email protected] ABSTRAK Satu diantara jenis udang yang cukup potensial untuk dikembangkan adalah udang vaname (Litopenaeus vannamei). Budidaya udang ini berkembang dengan teknologi semi intensif, intensif bahkan super intensif. Penelitian ini betujuan untuk memperoleh data dan informasi pengaruh penggunaan probiotik RICA dan probiotik komersial terhadap pertumbuhan, sintasan, produksi dan rasio konversi pakan (RKP) pada budidaya udang intensif di tambak. Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Tambak Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya air Payau (BPPBP), Desa Punaga, Kabupaten Takalar, menggunakan dua petak tambak beton berukuran masing-masing 1000 m 2 /petak. Hewan uji yang digunakan adalah benur vaname PL-10 ditebar dengan kepadatan masing-masing 365.840 ekor/petak. Perlakuan yang diujikan dalam penelitian ini yaitu: (A) Aplikasi Probiotik komersial dan (B) Aplikasi Probiotik RICA 1, 2 dan 3 secara bergiliran. Hasil penelitian yang diperoleh, baik pada perlakuan A maupun perlakuan B terhadap bobot akhir rata-rata dan rasio konversi pakan masing-masing yaitu 12,19 g/ekor (82,0 ekor/g) dan 1,29. Sintasan diperoleh pada perlakuan B yaitu 96,38% dan A 95,26%. Produksi pada perlakuan B yaitu 4.300 kg/petak dan A yaitu 4.250 kg/petak. KATA KUNCI: probiotik RICA, probiotik komersial, super-intensif, Litopenaeus vannamei PENDAHULUAN Udang merupakan komoditas utama dalam industrialisasi perikanan budidaya. Dalam periode 2010-2014, produksi udang diharapkan meningkat sebesar 74,75%, yaitu dari 400.000 ton menjadi 699.000 ton, Target produksi udang di tahun 2014 dihadapkan pada berbagai tantangan, satu diantaranya adalah manajemen budidaya yang mampu menghasilkan tingkat produktivitas yang tinggi. Untuk saat ini, udang vaname masih menjadi tumpuan yang strategis bagi upaya pencapaian target produksi udang dalam rangka industrialisasi perikanan budidaya. Budidaya udang vaname super-intensif pada tambak kecil menjadi orientasi sistem budidaya masa depan dengan konsep low volume high density. Budidaya udang vaname ( Litopenaeus vannamei) . Berkembang pesat dengan teknologi intensif bahkan superintensif. Hal ini disebabkan udang jenis ini memiliki keunggulan yaitu ketersediaan benih SPF (Specific Pathogen Free) sehingga memungkinkan untuk dibudidayakan dengan kondisi yang berjejal (kepadatan tinggi) dan memiliki sintasan serta produksi yang tinggi (Poernomo 2004, Haliman & Adijaya, 2005).). Sejak tahun 1990-an bakteri probiotik yang mampu mempercepat penguraian limbah organik menjadi mineral yang berguna bagi fitoplankton yang yang ada di tambak sehingga proses regenerasi nutrient menjadi lebih cepat telah diaplikasikan di Indonesia (Poernomo, 2004). Selanjutnya dikatakan bahwa probiotik yang diaplikasikan dalam tambak harus mampu hidup dalam tambak, tumbuh, berkembang biak dan bekerja aktif pada bidang masing-masing sesuai yang diharapkan. Muliani et al. (2004; 2006) melaporkan bahwa beberapa peneliti manca negara telah mengisolasi probiotik dari lingkungan budidaya maupun dari organisme yang dipelihara, kemudian mengkaji penggunaan probiotik tersebut untuk perbaikan lingkungan budidaya (Muliani et al., 2008), meningkatkan sintasan organisme peliharaan (Aly et al., 2008; Markidis et al., 2008), memperbaiki sistem pencernaan oranisme peliharaan ( Kumar et al., 2006), merangsang pertumbuhan dan sistem imun organisme peliharaan (Aly et al., 2008) dan penanggulangan penyakit pada larva udang ( Tjahyadi et al., 1994; Haryanti et al., 2000). Cruz et al . (2012) melaporkan bahwa penggunaan probiotik dalam sistem akuakultur

Transcript of APLIKASI PROBIOTIK RICA DAN KOMERSIAL PADA … · super-intensif pada tambak kecil menjadi...

435 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015

APLIKASI PROBIOTIK RICA DAN KOMERSIAL PADA BUDIDAYA UDANG VANAME(Litopenaeus vannamei) POLA INTENSIF

Suwardi Tahe, Hidayat Suryanto Suwoyo, dan Mat FahrurBalai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau

Jl. Makmur Dg. Sitakka No.129, Maros 90512, Sulawesi SelatanE-mail: [email protected]

ABSTRAK

Satu diantara jenis udang yang cukup potensial untuk dikembangkan adalah udang vaname (Litopenaeusvannamei). Budidaya udang ini berkembang dengan teknologi semi intensif, intensif bahkan super intensif.Penelitian ini betujuan untuk memperoleh data dan informasi pengaruh penggunaan probiotik RICA danprobiotik komersial terhadap pertumbuhan, sintasan, produksi dan rasio konversi pakan (RKP) pada budidayaudang intensif di tambak. Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Tambak Balai Penelitian dan PengembanganBudidaya air Payau (BPPBP), Desa Punaga, Kabupaten Takalar, menggunakan dua petak tambak betonberukuran masing-masing 1000 m2/petak. Hewan uji yang digunakan adalah benur vaname PL-10 ditebardengan kepadatan masing-masing 365.840 ekor/petak. Perlakuan yang diujikan dalam penelitian ini yaitu:(A) Aplikasi Probiotik komersial dan (B) Aplikasi Probiotik RICA 1, 2 dan 3 secara bergiliran. Hasil penelitianyang diperoleh, baik pada perlakuan A maupun perlakuan B terhadap bobot akhir rata-rata dan rasiokonversi pakan masing-masing yaitu 12,19 g/ekor (82,0 ekor/g) dan 1,29. Sintasan diperoleh pada perlakuanB yaitu 96,38% dan A 95,26%. Produksi pada perlakuan B yaitu 4.300 kg/petak dan A yaitu 4.250 kg/petak.

KATA KUNCI: probiotik RICA, probiotik komersial, super-intensif, Litopenaeus vannamei

PENDAHULUAN

Udang merupakan komoditas utama dalam industrialisasi perikanan budidaya. Dalam periode2010-2014, produksi udang diharapkan meningkat sebesar 74,75%, yaitu dari 400.000 ton menjadi699.000 ton, Target produksi udang di tahun 2014 dihadapkan pada berbagai tantangan, satudiantaranya adalah manajemen budidaya yang mampu menghasilkan tingkat produktivitas yangtinggi. Untuk saat ini, udang vaname masih menjadi tumpuan yang strategis bagi upaya pencapaiantarget produksi udang dalam rangka industrialisasi perikanan budidaya. Budidaya udang vanamesuper-intensif pada tambak kecil menjadi orientasi sistem budidaya masa depan dengan konsep lowvolume high density. Budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei). Berkembang pesat denganteknologi intensif bahkan superintensif. Hal ini disebabkan udang jenis ini memiliki keunggulanyaitu ketersediaan benih SPF (Specific Pathogen Free) sehingga memungkinkan untuk dibudidayakandengan kondisi yang berjejal (kepadatan tinggi) dan memiliki sintasan serta produksi yang tinggi(Poernomo 2004, Haliman & Adijaya, 2005).).

Sejak tahun 1990-an bakteri probiotik yang mampu mempercepat penguraian limbah organikmenjadi mineral yang berguna bagi fitoplankton yang yang ada di tambak sehingga proses regenerasinutrient menjadi lebih cepat telah diaplikasikan di Indonesia (Poernomo, 2004). Selanjutnya dikatakanbahwa probiotik yang diaplikasikan dalam tambak harus mampu hidup dalam tambak, tumbuh,berkembang biak dan bekerja aktif pada bidang masing-masing sesuai yang diharapkan. Muliani etal. (2004; 2006) melaporkan bahwa beberapa peneliti manca negara telah mengisolasi probiotik darilingkungan budidaya maupun dari organisme yang dipelihara, kemudian mengkaji penggunaanprobiotik tersebut untuk perbaikan lingkungan budidaya (Muliani et al., 2008), meningkatkan sintasanorganisme peliharaan (Aly et al., 2008; Markidis et al., 2008), memperbaiki sistem pencernaan oranismepeliharaan ( Kumar et al., 2006), merangsang pertumbuhan dan sistem imun organisme peliharaan(Aly et al., 2008) dan penanggulangan penyakit pada larva udang ( Tjahyadi et al., 1994; Haryanti etal., 2000). Cruz et al. (2012) melaporkan bahwa penggunaan probiotik dalam sistem akuakultur

436Aplikasi probiotik RICA dan komersial pada budidaya udang ..... (Suwardi Tahe)

praktis dapat meningkatkan resistensi terhadap penyakit, peningkatan pertumbuhan organismeakuatik dan meningkatkan efisiensi pakan.

Matiasi et al. (2002) melaporkan bahwa penggunaan probiotik komersial tertentu di Malaysiamempunyai potensi untuk memperbaiki kualitas air dan mampu meningkatkan porduksi udang hasilbudidaya tambak. Selanjutnya Wang et al. (2005) melaporkan bahwa penggunaan probiotik mampumeningkatkan kepadatan bakteri amonifikasi, Bacillus sp. dan Protein Mineralizin Bacteria (PMB) secarasignifikan, sehingga kosentrasi nitrogen dan fosfor menurun, sehingga produksi udang meningkat.Selanjutnya Gunarto et al. (2006) menyatakan bahwa penggunaan probiotik mampu memperbaikilingkungan tambak seperti memperbaiki nilai potensial redoks sedimen tambak, menurunkankosentrasi amoniak, bahan organik total (BOT) dan menekan pertumbuhan populasi Vibrio sp. di airtambak.

Probiotik RICA 1, 2, dan 3 adalah probiotik yang di produksi oleh Balai Penelitian dan PengembanganBudidaya Air Payau Maros yang diisolasi dari sedimen tambak, laut dan daun mangrove. Probiotik initelah diuji dibeberapa tambak di Sulawesi Selatan bahkan di Jawa Timur pada budidaya udang windusecara tradisional plus, dan hasilnya tebukti mampu meningkatkan sintasan dan produksi udang(Atmomarsono et al., 2010; Susianingsih & Atmomarsono, 2014). Namun untuk melengkapi informasitetang aplikasi probitik RICA ini, maka dilakukan pengkajian di tambak udang vaname secara intensifdengan membandingkan antara probiotik RICA dengan probiotik komersial. Penelitian ini bertujuanuntuk mendapatkan data dan informasi tentang pengaruh penggunaan probiotik berbeda terhadappertumbuhan, sintasan, produksi dan rasio konversi (RKP) pakan pada budidaya udang intensif ditambak

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Instalasi tambak percobaan BPPBAP di Desa Punaga, Kecamatan Mangngarabombang, Kabupaten Takalar dari bulan Agustus sampai dengan November 2014. Sebanyak duapetak tambak berukuran masing-masing 1.000 m2 digunakan untuk menguji dua jenis probiotik.Konstruksi tambak dirancang dengan sistem pembuangan air tengah (central drain). Setiap petakdilengkapi dengan kincir dua daun agar mutu air tetap prima, yaitu petak A dan B sebanyak 12 buahyang sekaligus bertujuan untuk memutar air dalam petakan, sehingga kotoran udang dapat berkumpulsekitar sentral drain. Sebelum tambak diisi air terlebih dahulu dilakukan sterilisasi tambak denganmenyiram larutan kaporit 30 ppm., selanjutnya dilakukan pencucian agar klorin bersih dalam tambak.Pengisian air dalam tambak dilakukan secara bertahap dengan menggunakan air yang telah disterilkansebelummnya, hingga mencapai kedalaman 1 m. Penumbuhan pakan alami dengan mengaplikasikanfito Gro dosis 15 kg/ha, dan Min Gro dosis 20 kg/ha.

Benur udang vaname PL-10 diperoleh dari unit perbenihan di Bali yang bersertifikat bebas WSSV,TSV dan IMNV. Adaptasi terhadap lingkungan tambak khususnya terhadap suhu dan salinitas dilakukansebelum benur ditebar di tambak. Padat penebaran benur adalah 365.840 ekor/1000 m2. Perlakuanyang diujikan dalam penelitian ini yaitu: (A) Aplikasi Probiotik komersial dan (B) Aplikasi ProbiotikRICA 1, 2, dan 3 secara bergiliran. Aplikasi probioti komersial dilakukan sesuai dengan petunjukkemasan yaitu: 0,5 dosis bila bobot udang <7 g, 1,0 dosis bila bobot udang 7-14 g dan 1,25 dosisbila berat udang >14 g. Rumus menetukan dosis probiotik adalah X=(0,000154)+(b x 0,011); dimanaX= dosis (kg/ha) satu kali pemakaian, a = jumlah benur yang ditebar dan b = luas kolam.

Probiotik RICA meliputi tiga jenis bakteri dengan fungsi dan waktu aplikasi yang berbeda yaitu:• RICA 1 merupakan bakteri Brevibacillus laterosporus BT951 yang diaplikasikan pada bulan pertama

dan ketiga. Bakteri ini berfungsi untuk menguraikan bahan organic dan H2S serta menekanperkembangbiakan Vibrio spp.

• RICA 2 merupakan bakteri Serratia marcescens MY 1112 yang diaplikasikan setiap minggu padabulan ke dua. Bakteri ini berfungsi untuk memicu pertumbuhan udang

• RICA 3 merupakan bakteri Pseudoalteromonas sp. E deep 1 yang diaplikasikan setiap minggu padabulan ketiga. Bakteri ini berfungsi untuk pengurai bahan organic dan menghambatperkembangbiakan organisme patogen Vibrio harveyi dan WSSV.

437 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015

Aplikasi probiotik RICA menggunakan dosis 10 ppm dengan terlebih dahulu dilakukan fermentasidengan prosedur Atmomarsono et al. (2011) sebagai berikut: air tambak sebanyak 20 liter direbushingga mendidih, dimasukkan tepung dedak sebanyak 1000 g diaduk hingga rata, kemudiandimasukkan tepung ikan sebanyak 400 g lalu ditambahkan molase 500 g (375 mL) diaduk hinggarata. Setelah itu didinginkan kemudian masukkan yeast (ragi) sebanyak 100 g lalu ditambahkanProbiotik RICA (starter) sebanyak 200 mL beri aerasi kuat selama 4 hari dan bakteri probiotik siapdigunakan. Selama percobaan berlangsung udang diberi pakan buatan dengan sistem blank feedingyaitu 200 kg/100.000 benur selama 30 hari pertama, kemudian selanjutnya pemberian pakan dengandosis menurun sejalan dengan pertambahan bobot udang. Pergantian air tidak dilakukan pada awalpemeliharaan hingga umur udang 30 hari. Pergantian air secara intensif dilakukan setiap hari setelahmemasuki hari ke-30 sebanyak 5% dari volume air tambak.

Peubah yang diamati meliputi pertumbuhan udang dilakukan setiap 5 hari (Zonneveld, 1991),sintasan dan produksi udang dihitung pada akhir percobaan menurut Effendi (1978), sedangkanrasio konversi pakan dihitung menurut Watanabe (1988). Parameter kualitas air meliputi suhu,salinitas, oksigen terlarut dan pH dipantau setiap hari di tambak menggunakan DO meter modelYSI650, sementara TSS, BOT, amoniak, nitrit, nitrat, fosfat diukur setiap dua minggu di laboratorium.

Data yang diperoleh ditabulasi, ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik serta dianalisis secaradeskriptif.

HASIL DAN BAHASAN

Pertumbuhan, Sintasan, Produksi, Rasio Konversi Pakan

Pertumbuhan udang vaname yang diperoleh selama 105 hari penelitian meningkat sejalan denganwaktu pemeliharaan. Performansi pertumbuhan udang dari dua perlakuan yang berbeda dari waktuke waktu dapat dilihat dari Gambar 1 dan Tabel 1.

Dari grafik pertumbuhan di atas tampak bahwa pertumbuhan udang vaname pada hari pertamasampai dengan hari ke-35 memiliki laju tumbuh yang sama baik yang menggunakan probiotikkomersial maupun probiotik RICA. Laju pertumbuhan udang mulai tampak berbeda pada hari ke-40hingga hari ke 95 dimana probiotik komersial sedikit lebih unggul dengan bobot rata-rata 12,7 gdibanding dengan probiotik RICA 11,8 g. Perbedaan bobot yang diperoleh dari hasil sampling terakhirini dapat dipahami karena jumlah udang yang dijadikan sampel sedikit yaitu masing-masing 100ekor hal ini terbukti setelah dilakukan panen total ternyata bahwa perlakuan A probiotik komerisaldan perlakuan B probiotik RICA memperoleh berat rata-rata 12,19 g/ekor atau 82 ekor/kg. Dengan

0

2

4

6

8

10

12

14

1 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95

Bobo

t (g

/eko

r)

Waktu pemeliharaan (hari)

A B

Gambar 1. Pertumbuhan udang vaname (Litopenaeus vannamei) selamapemeliharaan

438Aplikasi probiotik RICA dan komersial pada budidaya udang ..... (Suwardi Tahe)

demikian bahwa aplikasi probiotik komersial dibandingkan dengan probiotik RICA tidak terdapatperbedaan terhadap performansi pertumbuhan udang vaname.

Pertumbuhan bobot udang rata-rata yang diperoleh pada penelitian ini tidak jauh beda denganbobot akhir rata-rata yang diperoleh Atjo (2013) pada budidaya udang super-intensif dengan kepadatan1000 ekor/1000m2 yaitu parsial I size 120 (8,33 g), parsial II size 80 (12,50) dan parsial III size 58(17,24). Pada penelitian ini bila dirata-ratakan, maka rata-rata bobot akhir yang diperoleh yaitu 12,69g/ekor. Namun hasil ini lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Gunarto et al.(2009) yang mendapatkan bobot akhir udang vaname berkisar 14,25-15,26 g dengan perlakuandosis probiotik yang berbeda selama 105 hari pemeliharaan dan Suwardi et al. (2013) pada penelitianbudidaya udang vaname super-intesif dengan perlakuan (A) kepadatan 500 ekor/m2 yaitu 14,89 g/ekor dan perlakuan kepadatan 600 ekor/m2 yaitu 15,15 g/ekor. Rendahnya bobot akhir rata-rata yangdicapai pada penelitian ini disebabkan karena kegiatan budidaya udang berlangsung saat menjelangmusim kemarau, sehingga salinitas media budidaya cenderung meningkat sampai 40 ppt yang sejalandengan usia pemeliharaan udang. Salinitas merupakan satu diantara faktor penghambat pertumbuhanbila tidak berada pada kisaran yang optimal. Haliman & Adijaya (2005) mengemukakan bahwa padasalinitas yang tinggi (di atas 40 ppt) sering terjadi pada musim kemarau menyebabkan pertumbuhanudang menjadi lambat karena proses osmoregulasi terganggu. Pada salinitas yang tinggi pertumbuhanudang akan melambat karena energi lebih banyak terserap untuk proses osmoregulasi. Kisaran salinitasoptimal untuk udang vaname berkisar 15–30 ppt.

Pertambahan bobot harian udang yang diperoleh selama pemeliharaan disajikan pada Gambar 2.Dari Gambar tersebut tampak bahwa ADG (Average Daily Gain) mengalami kelambatan setelah umur60 hari. Rendahnya pertumbuhan harian ini disebabkan oleh beberapa parameter kunci kualitas airmedia yang kurang optimal diantaranya salinitas, suhu dan bahan organik. Dari hasil pengamatanke tiga parameter tersebut tidak optimal dan ini merupakan salah satu kendala bagi pertumbuhanudang vaname. Pertumbuhan rata-rata harian (ADG) udang vaname setelah umur diatas 60 hariumumnya berkisar 0,2-0,3 g (Anonim, 2004), sementara pertumbuhan harian yang diperoleh padapenelitian ini setelah umur 80 hari yaitu 0,10-1,14 g. Menurut Budiadi (2007) bahwa laju pertumbuhanindividu menunjukkan penurunan dengan meningkatnya bobot rata-rata seiring dengan meningkatnyamasa pemeliharaan. Laju pertumbuhan spesifik udang vaname yang dibudidayakan secara intensifdengan kepadatan 70-100 ekor/m2 yakni pada umur 1-40 hari maka, laju pertumbuhan hariannyaberkisar 14,16-15,62%, pada umur 40-70 hari, berkisar 3,53-4,46%/hari, dan pada umur 70-100 hariberkisar 0,31-1,55%/hari. Gunarto & Hendrajat (2008) mendapatkan laju tumbuh harian udang vanameberkisar antara 0,12-0,17%/hari yang dibudidayakan secara semi-intensif (25 ekor/m2) selama 98 haripemeliharaan.

Tabel 1. Pertumbuhan udang, sintasan, produksi dan rasio konvesipakan selama pemeliharaan

A BLuas tambak (m2) 1000 1000Bobot awal rata-rata (g) 0,001 0,001Padat penebaran (ekor/m2) 365.840 365.840Lama pemeliharaan (hari) 105 105Bobot akhir rata-rata (g) 12,1 12Sintasan (%) 95,26 96,38Produksi (kg/1000 m2) 4.250 4.300

Produktivitas (kg/m2/mt) 4,25 4,3FCR 1,29 1,29Keterangan: A=Probiotik komersial B=Probiotik RICA

PeubahPerlakuan

439 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015

Sintasan udang yang diperoleh pada akhir pemeliharaan disajikan pada Tabel 1. Sintasan udangyang diperoleh cukup tinggi 95,26% pada perlakuan A dan 96,38% pada perlakuan B. Hasil penelitianini tidak jauh berbeda dengan sintasan udang yang diperoleh Gunarto et al. (2010) pada kegiatanpenelitian pengaruh aplikasi sumber C karbohidrat (tepung tapioka) dan fermentasi probiotik padabudidaya udang windu pola intensif ditambak yang mendapatkan sintasan 90,27% pada perlakuanA, 91,42% pada perlakuan B dan 98,86% pada perlakuan C. Tingginya sintasan yang diperoleh padapenelitian ini diduga disebabkan karena benur yang digunakan adalah benur yang bersertifikat bebaspenyakit seperti WSSV, TSV, dan MIO. Selain itu juga karena aklimatisasi benur, terutama salinitasdan suhu saat penebaran dilakukan sangat hati hati. Hal ini sesuai dengan pendapat Wang et al.(2005) yang melakukan penelitian pada udang vaname menggunakan kombinasi beberapa jenisbakteri mampu meningkatkan kelangsungan hidup, memperbaiki rasio konversi pakan dan produksiakhir udang yang dibudidayakan. Menurut X Zhou et al. (2009) bahwa aplikasi probiotik secarasignifikan meningkatkan sintasan udang vaname. Sintasan udang dengan aplikasi probiotik rata-rata lebih tinggi 7-13,1% lebih tinggi dibanding dengan perlakuan tanpa probiotik. Sintasan udangvaname dengan aplikasi probiotik berkisar 81,67-86,33%.

Produksi udang yang diperoleh pada akhir pemeliharaan disajikan pada Tabel 1. Produksi merupakanresultante antara sintasan udang dengan rata-rata berat udang. Produksi udang vaname yangdiperoleh pada kegiatan ini termasuk tinggi namun jika dibandingkan dengan hasil penelitian Suwardiet al. (2013) pada penelitian kinerja budidaya udang intensif dengan perlakuan padat penebaranyang berbeda yaitu 500 ekor/m2 (A) dan 600 ekor/m2 (B) memperoleh hasil masing-masing yaitu6.376 kg (A) dan 8.407 kg (B). Perbedaan ini terjadi karena padat penebaran yang dilakukan berbeda.Namun jika dilihat dari nilai produktivitas lahan yang diperoleh, maka penelitian ini masih lebihtinggi yaitu 4,25 kg/m2/mt (A) dan 4,30 kg/m2/mt (B) dibanding dengan nilai produktivitas penelitiansebelumnya yaitu masing-masing 3,64 kg/m2/mt dan 4,8 kg/m2/mt meskipun padat penebaranpenelitian sebelumnya lebih tinggi.

Rasio konversi pakan (RKP) merupakan gambaran tingkat efektifitas pakan yang diberikan terhadaprespon pertumbuhan udang yang diperoleh. Rasio konversi pakan udang yang diperoleh padapercobaan ini yaitu 1,29 baik pada perlakuan A maupun perlakuan B. Nilai konversi pakan yangdiperoleh pada percobaan ini tergolong rendah, meskipun pada kajian yang lain dengan teknologisuper-intensif diperoleh RKP yang lebih rendah yaitu 1,18 (Atjo, 2013). Hal yang sama juga dilaporkanoleh Mangampa & Suwoyo (2010) pada budidaya udang vaname intensif kepadatan 50 ekor/m2

dengan menggunakan benur tokolan vaname ukuran PL-27 (tokolan 15 hari dari PL-12) diperolehRKP yang rendah yaitu 1,096+0,034, selama 80 hari pemeliharaan. Rendahnya RKP yang dihasilkanoleh Atjo (2013), diduga disebabkan oleh kualitas benur vaname (ukuran) dan teknik pengelolaan

Gambar 2. Grafik pertumbuhan harian udang vaname selama pemeliharaan

0

0,05

0,1

0,15

0,2

0,25

0,3

0,35

1 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95

Pert

umbu

han

hari

an (g

/eko

r)

Waktu pemeliharaan

A B

440Aplikasi probiotik RICA dan komersial pada budidaya udang ..... (Suwardi Tahe)

pakan, sedangkan rendahnya RKP yang dihasilkan oleh Mangampa & Suwoyo (2010) selain disebabkanoleh kepadatan yang rendah juga diduga disebabkan oleh ukuran benur yang ditebar yaitu dalambentuk tokolan PL-27. De Yta et al. (2004) memperoleh hasil nilai konversi pakan 1,97 pada penelitianbudidaya udang vaname di tambak dengan padat tebar 35 ekor/m2 selama 112 hari dengan produksi3.525 kg/ha dan sintasan sebesar 67%. Zelaya et al (2007) mendapatkan nilai rasio konversi pakan2,7, produksi 3.592 kg/ha, sintasan 63% dengan waktu pemeiharaan 112 hari. Gunarto (2011)melaporkan aplikasi teknologi bioflok pada budidaya udang vaname intensif kepadatan 148 ekor/m2

menghasilkan produksi 1.123,5 kg/0,3 ha dengan RKP 1,66-1,82. RKP ini lebih tinggi jika dibandingkandengan RKP yang diperoleh pada kegiatan penelitian ini. Rendahnya rasio konversi pakan udangvaname tersebut tidak lepas dari peran bakteri probiotik yang ditambahkan ke tambak. MenurutWang (2007) bakteri probiotik akan meningkatkan aktivitas enzim pencernaan secara signifikan dalamtubuh udang, dibanding dengan yang tanpa menggunakan probiotik dalam pemeliharaannya. Mathieuet al. (2008) mendapatkan adanya peningkatan aktivitas enzim amilase dan tripsin didalam pencernaanudang yang mendapatkan perlakuan probiotik. Bairagi et al. (2004) Penambahan bakteri probiotik B.subtilis dan B. circulans dalam pakan ikan Rohu, Labeo rohita, dapat meningkatkan kinerja pertumbuhan,rasio konversi pakan, dan rasio efisiensi protein, hal ini terkait dengan enzim selulolitik dan amilolitikyang diproduksi oleh kedua bakteri probiotik tersebut. Menurut Cruz et al. (2012) penggunaanprobiotik dalam sistem akuakultur dapat meningkatkan kecernaan nutrisi, efisiensi pakan,meningkatkan toleransi terhadap stres, dan mendorong reproduksi. Saat ini, ada produk probiotikkomersial dibuat dari berbagai spesies bakteri seperti Bacillus sp., Lactobacillus sp.,Enterococcus sp.,Carnobacterium sp., dan ragi Saccharomyces cerevisiae.

Kualitas Air

Kualitas air mempunyai peranan penting sebagai pendukung kehidupan dan pertumbuhan udangvaname. Hasil pengamatan terhadap beberapa peubah kualitas air yang meliputi salinitas, pH, oksigenterlarut dan suhu air disajikan pada Tabel 2.

Penambahan probiotik di tambak pemeliharaan udang mampu memperbaiki kualitas lingkungantambak terutama kualitas air (Matiasi et al., 2002). Hasil pengamatan salinitas air tambak udangvaname selama pemeliharaan (Tabel 2) terlihat bahwa pada petak perlakuan A diperoleh kisaransalinitas 37,27-40,52 ppt, perlakuan (B) kisaran salinitas sebesar 36,51-39,88 ppt, kisaran salinitaspada kedua perlakuan relatif sama pada konsentrasi salinitas tinggi. Hal ini disebabkan karena masapemeliharaan dilakukan pada musim kemarau sehingga meningkatkan penguapan. Suhu yang tinggiakan menyebabkan salinitas air meningkat, karena terjadi pengentalan akibat penguapan. Tingginyasalinitas air tambak diduga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhanudang vaname selama pemeliharaan. Menurut Mc Grow & Scarpa (2002) bahwa udang vaname dapathidup pada kisaran yang lebar dari 0,5–45 ppt. Bray et al. (1994) melaporkan bahwa pertumbuhan

Tabel 2. Kisaran beberapa peubahr kualitas air pada budidaya udangvaname intensif dengan aplikasi jenis probiotik berbeda

A BSalinitas (ppt) 37,27-40,52

(38,64±0,92)36,51-39,88

(38,24±0,94)6,70-9,49 6,00-9,73

(7,73±0,49) (7,63±0,52)2,80-15,90 1,60-16,10

(7,23±1,87) (6,50±1,92)Suhu air (oC) 24,10-29,80

(26,61±1,10)23,60-29,60

(26,39±1,15)

VariabelPerlakuan

pH air

Oksigen terlarut ( mg/L)

441 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015

udang vaname pada salinitas 5-15 ppt lebih tinggi secara signifikan dibanding pada salinitas 49 ppt.Haliman & Adijaya (2005) mengemukakan bahwa udang vaname muda yang berumur 1-2 bulanmemerlukan kadar garam 15–25 ppt agar pertumbuhannya dapat optimal, setelah umurnya lebihdari 2 bulan, pertumbuhan relatif baik pada kisaran salinitas 5–30 ppt. Salinitas yang tinggi (di atas40 ppt) sering terjadi pada musim kemarau menyebabkan pertumbuhan udang menjadi lambat karenaproses osmoregulasi terganggu.

Kisaran nilai pH air yang diperoleh pada kedua perlakuan relatif sama yaitu perlakuan (A) 6,70–9,49 dan perlakuan (B) 6,00–9,73. Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa pH air media budidayaudang tersebut cukup optimal. Menurut Suprapto (2005) bahwa kondisi pH air yang optimal untukbudidaya vaname berkisar 7,3–8,5 dengan torelansi 6,5–9. Wyban & Sweeny (1991) mengemukakanbahwa kisaran pH air yang cocok untuk budidaya udang vaname secara intesif sebesar 7,4–8,9 dengannilai optimum 8,0.

Hasil pengukuran kandungan oksigen terlarut dalam media budidaya udang vaname selamapemeliharaan diperoleh pada perlakuan A kisaran DO sebesar 2,80–15,90 mg/l, dan perlakuan Bberkisar 1,60–16,10 mg/L. Kandungan oksigen terlarut (DO) dalam air merupakan faktor kritis bagikesehatan ikan/udang. Clifford (1998) melaporkan bahwa level DO minimum untuk kesehatan udang3,0 mg/L dan DO yang potensial menyebabkan kematian adalah < 2,0 mg/L. Menurut Suprapto(2005) berpendapat bahwa nilai DO optimal untuk budidaya vannamei > 3 mg/L dengan tolerasi 2mg/L. Adiwijaya et al. (2003) mengemukakan bahwa kisaran optimal oksigen terlarut selama masapemeliharaan berkisar 3,5–7,5 mg/L. Athanasiadis & Chaves (2002 dalam Sugama, 2002) menambahkanbahwa kadar oksigen selama pemeliharaan udang vanamei harus >3,5 mg/L.

Hasil pengukuran suhu pada kedua perlakuan relatif sama, dimana suhu terendah 23,60C dantertinggi pada 29,80C. Suhu air pada perlakuan A berkisar antara 24,10–29,800C, dan perlakuan Bberkisar antara 23,60–29,600C. Kisaran tersebut masih berada dalam batas yang optimal bagikehidupan udang vaname. Temperatur optimal untuk budidaya udang vaname berkisar 27–320C(Suprapto, 2005). Haliman & Adijaya (2005) menambahkan bahwa suhu optimal pertumbuhan udangvaname antara 26-320C. Jika suhu lebih dari angka optimum maka metabolisme dalam tubuh udangakan berlangsung cepat sehingga kebutuhan oksigen terlarut meningkat.

Perkembangan Populasi Bakteri

Total populasi Vibrio sp. dan total populasi bakteri pada masing-masing petak pemeliharaan udangvaname disajikan pada Gambar 3 dan 4. Total plate count (TPC) merupakan populasi seluruh bakteriyang ada dalam petakan/sampel. Gambaran bakteri TPC mengindikasikan keberadaan bakteri vibrio

0

1

2

3

4

5

6

19 Agus 02 Sept 16 Sept 01 Okt 14 Okt 28 Oktr 10 Nov

Popu

lasi

bak

teri

pet

ak A

(lo

g CF

U/m

L)

Waktu sampling

TPC TBV Rasio TPC/TBV

Gambar 3. Perkembangan TPC dan TBV air tambak di petak A

442Aplikasi probiotik RICA dan komersial pada budidaya udang ..... (Suwardi Tahe)

dan bakteri probiotik yang diberikan maupun koloni bakteri lainnya yang memang sudah ada dalamlingkungan budidaya. Total populasi bakteri pada awal pemeliharaan berkisar 1,74 x 104 – 3,10x104, selanjutnya meningkat menjadi 4,420 x 104 cfu/mL pada perlakuan A, sedangkan pada perlakuanB mencapai 4,15 x 105 cfu/mL. Populasi bakteri TPC yang lebih tinggi dari populasi bakteri Vibrio sp.mengindikasikan kondisi yang lebih baik karena hal ini mengindikasikan keberagaman jenis bakteriyang ada dalam lingkungan budidaya sehingga komunikasi sel bakteri patogen dapat terhambatdan tidak mencapai quorum.

Populasi bakteri Vibrio sp. merupakan bakteri oportunistik pada budidaya udang. Bakteri ini tetapada dalam lingkungan budidaya maupun dalam tubuh udang yang dibudidayakan oleh karena itudalam budidaya udang perlu dilakukan pemantauan secara berkala. Hasil pemantauan populasi bakteriVibrio sp. Pada masing-masing petak tambak dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4. Terlihat bahwa totalVibrio sp pada kolom air pada awal pemeliharaan berkisar antara 2,77 x 102 – 2,07 x 103 cfu/mL,kemudian memperlihatkan kecenderungan yang terus meningkat hingga akhir pemeliharan. TotalVibrio sp. pada akhir pemeliharaan di perlakuan A berkisar 2,07 x 104 cfu/mL, dan perlakuan B berkisar4,98 x 103 .

Penggunaan probiotik pada penelitian ini diduga memberikan kontribusi yang cukup baik karenadapat memperbaiki kualitas air dan mengimbangi quorum dari bakteri patogen. Gunarto & Hendrajat(2008) melaporkan adanya peran yang baik dari penggunaan probiotik yang mampu mencengahinsidensi infeksi WSSV pada pemeliharaan udang vaname, karena pada umumnya infeksi WSSV padaudang yang dibudidayakan akan didahului oleh adanya populasi Vibrio sp. yang tinggi di air (>103

cfu/mL) ataupun di sedimen tambak >104 cfu/mL. Mansyur et al. (2009) mengemukakan bahwakandungan total populasi bakteri Vibrio sp. pada air dan tanah tambak mencapai 103 – 104 cfu/mLtelah menyebabkan kematian pada budidaya udang vaname umur 60 hari pemeliharaan. MenurutMuliani et al. (2000) bahwa jenis dan konsentrasi Vibrio yang membahayakan di air tambak yaituVibrio harveyii (Vibrio koloni warna hijau terpendar) yang masih ditolerir adalah <103 cfu/mL. Supitoet al. (2008) mengemukakan bahwa dominasi dan kemelimpahan bakteri Vibrio sp. yang tidak stabilpada tambak menunjukkan kondisi yang beresiko terhadap masalah kesehatan udang. FluktuasiVibrio sp. dapat menjadi perangsang (trigger) timbulnya penyakit WSSV. Beberapa data lapanganmenunjukkan bahwa tambak udang yang terserang WSSV mengandung total bakteri Vibrio sp. > 104

cfu/mL.

KESIMPULAN

Performa probiotik RICA relatif sama dengan probiotik komersial ditinjau dari aspek pertumbuhan,sintasan, produksi dan nilai rasio konversi pakan serta pendapatan bersih yang diperoleh.

Gambar 4. Perkembangan TPC dan TBV air tambak di petak B

0

1

2

3

4

5

6

19 Agus 02 Sept 16 Sept 01 Okt 14 Okt 28 Oktr 10 Nov

Popu

lasi

bak

teri

pet

ak B

(log

CFU

/mL)

Waktu sampling

TPC TBV Rasio TPC/TBV

443 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Ir. Muharijadi Atmomarsono, M.Sc atas petunjukdan bantuan menyediakan starter probiotik RICA dan Bapak Prof Dr.Ir. Rachman Syah, MS atasbimbingan dan petunjuknya sehingga kegiatan ini sukses terlaksana. Begitu pula kepada sdr Safar,Fahrul, Ahmadi, Ilham, Bahrun, dan Krisno atas bantuan teknis dilapangan dalam pelaksanaan kegiatanselama budidaya. Demikian juga kepada St. Rohani, Nurjanna dalam melakukan analisa dilaboratorium, semoga segala bantuannya bermanfaat.

DAFTAR ACUAN

Adiwijaya, D., Sapto P.R., Sutikno, E., Sugeng, & Subiyanto. (2003). Budidaya udang vaname (Litopenaeusvannamei) sistem tertutup yang ramah lingkungan. Departemen Kelautan dan Perikanan. DirjenPerikanan Budidaya. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara, 29 hlm.

Aly, M.S., Rahman, A.M.E., John, G., & Mohammde, M.F. (2008). Characterization of some bacteriaisolated from Oreochromis niloticus and their potential use as probiotics, Aquaculture, 277:1-6.

Anonim. (2003). Litopenaeus vannamei sebagai alternative budidaya saat ini. PT. Central Proteinaprima(Charoen Pokphand Group) Surabaya, 16 pp.

Atjo.,H. (2013). Bisnis udang “Inovasi Baru Pemacu Produksi” AGRINA. Inspirasi Agribisnis Indonesia.Tabloid mingguan Vol. 9. No 212, 25 September- 8 Oktober 2013, 28 hlm.

Atmomarsono, M., Muliani, & Tampangallo, B.R. (2010). Aplikasi bakteri probiotik untuk peningkatansintasan dan produksi udang windu di tambak. Hal:269-278. Dalam Sudradjat, A.,Rachmansyah,cHanafi, A., Azwar, Z.I., Imron, Kristanto, A.H., Chumaidi, Insan, I. (Eds). ForumInovasi Teknologi Akuakultur 2010.Buku I. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya,Badan Litbang Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Atmomarsono, Muliani, Nurbaya, Susianingsih, E., Nurhidayah, & Rachmansyah. (2011). PetunjukTeknis Aplikasi Bakteri Probiotik RICA pada Budidaya Udang Windu di Tambak. Badan Penelitiandan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Pusat Penelitian dan Pengembangan PerikananBudidaya, Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros, 20 hlm.

Bairagi, A., Sarkar Ghosh, K., Sen, S.K., & Ray, A.K. (2004). Evaluation of the nutritive value of Leucaenaleucocephala leaf meal, inoculated with fish intestinal bacteria Bacillus subtilis and Bacillus circulansin formulated diets for rohu, Labeo rohita (Hamilton) fingerlings. Aquaculture Research, 35, 436–446.

Bray, W.A., Lawrence, A.L., & Leung -Trujillo, J.R. (1994). The effect of salinity on growth and survivalof Penaeus vannamei, with observations on the interaction of IHHN virus and salinity. Aquaculture,122: 133-146.

Budiardi, T. (2007). Keterkaitan produksi dengan beban masukan bahan organik pada sistem budidayaintensif udang vaname (Litopenaeus vannamei Boone 1931), Disertasi. Sekolah Pascasarjana. InstitutPertanian Bogor. Bogor

Chusnul, D.Z., Januar, J., & Soejono, D. (2010). Kajian Sosial Ekonomi Usaha Budidaya Udang Vannamei(Litopenaeus Vannamei) Di Desa Dinoyo Kecamatan Deket Kabupaten Lamongan. J-SEP, 4(1), 15-23.

Cruz, P.M, Ibanez, A.L., Monroy Hermosillo, O.A., & Saad, H.C.R. (2012). Use of Probiotics in Aquacul-ture. Review Article. International Scholarly Research Network ISRN Microbiology.Volume 2012, 13pages.doi:10.5402/2012/916845.

De Yta, A.G, Rouse, D.B., & Davis, D.A. (2004). Influence of nursery on the growth and survival rate ofLitopenaeus vannamei under pond production conditions. Journal of the World Aquaculture Society,35(3), 356-365.

Effendi, M.I. (1978). Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor, 87 hlm.Gunarto, Tangko, A.M., Tampangalo, B.R., & Muliani. (2006). Budidaya udang windu (Penaeus monodon)

di tambak dengan penambahan probiotik. Jurnal Riset. Akuakultur, 1(3), 303-313.Gunarto, & Hendrajat, E.A. (2008). Budidaya Udang Vaname, Litopenaeus vannamei Pola Semi-Intensif

dengan aplikasi beberapa jenis probiotik komersial. Jurnal Riset Akuakultur, 3(3), 339-349.

444Aplikasi probiotik RICA dan komersial pada budidaya udang ..... (Suwardi Tahe)

Gunarto, Mansyur, A., & Muliani. (2009). Aplikasi dosis fermentasi probiotik berbeda pada budidayaudang vaname (Litopenaeus vannamei) Pola Intensif. Jurnal Riset Akuakultur, 4(2), 241-255.

Gunarto, Muliani, & Mansyur, A. (2010). Pengaruh aplikasi sumber C-karbohidrat (Tepung tapioka)dan fermentasi probiotik pada budidaya udang windu (Penaeus monodon) pola Intensif. Jurnal RisetAkuakultur, 5(3), 393-409.

Haliman, R.W., & Adijaya, S.D. (2005). Udang vannamei, Pembudidayaan dan Prospek Pasar UdangPutih yang Tahan Penyakit. Penebar Swadaya. Jakarta, 75 hlm.

Haryanti, Sugama, K., Tsamura, S., & Nishijima, T. (2000). Vibriostatic bacterium isolated fromseawater:Potentiality as probiotic agent in the rearing of Penaeus monodon larvae. Ind. Fish. Res. J.,6,26-32.

Kumar, R., Mukherjee, S.C., Prasad, K.P., & Pai, A.K. 2006. Evaluation of Bacillus subtilis as a probioticto indain major carp, Labeo rohita (Ham). Aquaculture Research, 37(1), 215-221.

Makridis, P., Martins., Reis, J & Dinid, M.T. (2008). Use of probiotic bacteria in the rearing of Senegalesesole (Solea senegalensis) larvae. Aquaculture Research, 39, 627-634

Mangampa, M., & Suwoyo, H.S. (2010). Budidaya udang vaname intensif menggunakan benih tokolan.Jurnal Riset Akuakultur, 5(3), 351-361.

Mathieu, C., Chim, L, Pham, D., Lemaire, P., Wabete, N, Jean Louis, N,, Schmidely, P., & Mariojous, C.(2008). Probiotic Pediococcus acidilactici application in shrimp Litopenaeus stylirostris culture subjectto vibriosis in New Celedonia. Aquaculture, 275(1-4), 182-193.

Matiasi, H.B., Yusoff, F.M., Shariff, M., & Azhari, O. (2002). Effect of commercial microbial products onwater quality on tropical shrimp culture ponds. Asian Fisheries Sciences, 15, 239-248.

Mc Graw, W.J., & Scarpa, J. (2002). Determining ion concentration for Litopenaeus vannamei culture infreshwater. Global Aquaculture. Advocate. 5(3), 36-37

Muliani, Nurbaya, Tompo, A., & Atmomarsono, M. (2004). Eksplorasi Bakteri filosfer dari tanamanmangrove sebagai bakteri probiotik pada budidaya udang windu (Penaeus monodon). JPPI, 10(2),47-57.

Muliani, Nurbaya, & Atmomarsono, M. (2006). Penapisan bakteri yang diisolasi dari tambak udangsebagai kandidat bakteri probiotik pada budidaya udang windu, Penaeus monodon.Jurnal RisetAkuakultur 1(1), 73-85.

Muliani, Nurbaya, & Tampangallo, B.R. (2008). Pengaruh rasio bakteri probiotik terhadap perubahankualitas air dan sintasan udang windu, Penaeus monodon dalam akuarium. Jurnal Riset Akuakultur3(1), 33-41.

Poernomo, A. (2004). Teknologi Probiotik Untuk Mengatasi Permasalahan Tambak udang danLingkungan Budidaya. Makalah disampaikan pada Simposium Nasional Pengembangan Ilmu danInovasi Teknologi dalam Budidaya.

Samocha, T.M, Lawrence, A.L., & Bray, W.A. (1993). Design and opration 0f an intensive nurseryraceway system for penaeid shrimp. James McVey, P. (ed) CRC Hand Book of Mariculture 2nd editionVol 1. Crustacean Aguaculture. Fishery Biologist. National Sea Grant College Program Silver Spring,Maryland p. 113-210.

Stickney, R. (1979). Principle of warm water aquaculture. New York, Chichester. Brisbane. TorontoSupito, Adiwijaya, D., Maskar, J., & Damang, S. (2008). Teknik budidaya udang windu intensif dengan

green water system melalui penggunaan pupuk nitrat dan penambahan sumber carbon. MediaBudidaya Air payau. Nomor 7 Tahun 2008, hlm. 38-53.

Suprapto. (2005). Petunjuk teknis Budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei). CV. Biotirta. BandarLampung, 25 hlm.

Susianingsih, E., & Atmomarsono, M. (2014). Variasi Warna Bakteri Vibrio sp. Pada Budidaya UdangVaname Sistem Tradisional Plus dengan Aplikasi Pergiliran Probiotik Prosiding Forum InovasiTeknologi Akuakultur (FITA) 2014. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya. hlm.1019-1022.

Suwardi, T., Mangampa, M., & Makmur. (2013). Kinerja budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei)pola super intensif dan analisis biaya. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur (FITA) 2014.

445 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya, hlm. 23-30.Tjahjadi, M.R., Angka, S.L., & Suwanto, A. (1994). Isolation and evaluation of marine bacterial for

biocontrol of luminous bacterial diseases in tiger shrimp larvae (Penaeus monodon Fab Aspac J MolBiol Biotechnol., 2, 347-352.

Wang, Y.B., Xu, Z.R., & Xia, M.S. (2005). The effectiveness of commercial probiotic in northern whiteshrimp Penaeus vannamei ponds, Fisheries Science, 71(5), 1.036-1.041

Wang, Y.B. (2007). Effect of probiotics on growth performance and digestive enzyme activity of theshrimp Penaeus vannamei. Aquaculture, 269, 259–264.

Watanabe, T. (1988). Fish nutrition and mariculture. JICA textbook. The General Aquaculture Course.Japan, 233 pp.

Wyban, J.A., & Sweeny, J.N. Intensive Shrimp Production Technology. The Oceanic Institute MakapuuPoint. Honolulu, Hawai USA, 158 pp.

Xia-Zhou, X., Wang, Y.B., & Fen-Li, W. (2009). Effect of probiotic on larvae shrimp (Penaeus vannamei)based on water quality, survival rate and digestive enzyme activities. Aquaculture 287 (2009)349–353.

Zelaya, O., Rouse, D.B., & Davis, D.A. (2007). Growout of Pasific White Shrimp, Litopenaeus vannamei,stocked into production ponds at three different ages. Journal of the World Aquaculture Society,38(1):92-101.

Zonneveld, N., Huisman, A., & Boom, J.H. (1991). Prinsip prinsip budidaya ikan. Pustaka utama.Gramedia, Jakarta, 318 hlm.