anklin.docx

16
Sabtu, 30 April 2011 Immunoassay RIA RIA (Radioimmunoassay) adalah salah satu teknik immunoassay yang lebih baik dan lebih sensitif. Pada dasarnya, semua prinsip- prinsip desain assay EIA didasarkan pada kesimpulan yang diambil dari penggunaan RIA. Meskipun RIA masih merupakan teknik yang layak, namun sebagian besar telah digantikan oleh CL dan EIA di sebagian besar laboratorium klinis. Berbagai radioisotop dimanfaatkan dalam pemeriksaan RIA, I 125 , H 3 , C 14 . Baik CL dan EIA memiliki keunggulan pada reagen yang lebih stabil dan dapat memiliki batas deteksi yang lebih sensitif, serta tidak ada masalah dengan pembuangan limbah berbahaya. FIA FIA menggunakan fluoresens sebagai pendeteksi. Metode ini dapat digunakan baik dalam pemeriksaan homogen maupun heterogen. Fluoresens sendiri merupakan pancaran foton cahaya yang berwujud electron yang bergerak dari daerah pemicu loncata electron ke daerah netral. Sistem ini membutuhkan sumber cahaya pemicu loncatan electron, penyaring pancaran cahaya, dan sistem deteksi menggunakan tabung cahaya yang memiliki pengait. Lampu merkuri lebih sering dipergunakan sebagai sumber cahaya, meskipun xenon, halogen, dan laser dapat dipergunakan.

Transcript of anklin.docx

Page 1: anklin.docx

Sabtu, 30 April 2011

Immunoassay

RIA

RIA (Radioimmunoassay) adalah salah satu teknik immunoassay yang lebih baik dan lebih

sensitif. Pada dasarnya, semua prinsip-prinsip desain assay EIA didasarkan pada kesimpulan

yang diambil dari penggunaan RIA. Meskipun RIA masih merupakan teknik yang layak, namun

sebagian besar telah digantikan oleh CL dan EIA di sebagian besar laboratorium klinis. Berbagai

radioisotop dimanfaatkan dalam pemeriksaan RIA, I125, H3, C14. Baik CL dan EIA memiliki

keunggulan pada reagen yang lebih stabil dan dapat memiliki batas deteksi yang lebih sensitif,

serta tidak ada masalah dengan pembuangan limbah berbahaya.

FIA

FIA menggunakan fluoresens sebagai pendeteksi. Metode ini dapat digunakan baik dalam

pemeriksaan homogen maupun heterogen. Fluoresens sendiri merupakan pancaran foton cahaya

yang berwujud electron yang bergerak dari daerah pemicu loncata electron ke daerah netral.

Sistem ini membutuhkan sumber cahaya pemicu loncatan electron, penyaring pancaran cahaya,

dan sistem deteksi menggunakan tabung cahaya yang memiliki pengait. Lampu merkuri lebih

sering dipergunakan sebagai sumber cahaya, meskipun xenon, halogen, dan laser dapat

dipergunakan.

Fluoresens isothiosianat dan rhodamin merupakan fluoresens yang popular. FIA memiliki

banyak unsur penyusun yang memiliki fungsi khusus sehingga FIA menjadi pemeriksaan khusus.

Ada sejumlah pemeriksaan homogen yang dilakukan dalam fase cair dan tidak

membutuhkan pemisahan pengikat dengan komponen bebas. Salah satu teknik homogeny yang

popular adalah Fluoresence Polarization Immunoassay. Teknik ini memberikan angka

perbandingan antara pengikat dengan komponen bebas yang terlibat dalam reaksi tanpa

membutuhkan tahapan pemisahan antara pengikat dan komponen bebas.

Page 2: anklin.docx

Polarisasi cahaya diukur dengan cara menyinari sampel menggunakan dua polarizer pada

bidang yang sama dengan bidang cahaya masuk dan kemudian pada bidang yang telah diatur

dalam posisi 90° antar bidang dengan sampel. Pengujian ini didasarkan pada peningkatan

polarisasi cahaya yang terjadi ketika antigen fluoresen tag mengikat antibodi dan membentuk

komplek imun. Antigen yang diberi label berukuran kecil sehingga dapat berputar cepat. Putaran

cepat inilah yang menyebabkan depolarisasi cahaya. Ketika komplek antibodi antigen terbentuk,

kenaikan berat molekul menyebabkan rotasi lebih lambat dan peningkatan emisi cahaya yang

terpolarisasi. Teknik ini terutama biasanya digunakan untuk pengukuran obat dan beberapa

hormon, bagaimanapun, ia memiliki utilitas untuk mendeteksi penyakit menular. Penggunaannya

telah dijelaskan untuk mendeteksi antibodi berbagai organisme seperti bakteri gram negative

(Brucella sp dan Salmonella sp) dan virus yang menyebabkan anemia pada kuda. Ada beberapa

varian tes homogen dan heterogen. FIA memiliki sejumlah keunggulan termasuk kepekaan dan

kecepatan tinggi dan sensitif seperti RIA. Selain itu, reagen stabil dan penggunaanya mudah

dilakukan. Fluorecens polarization immunoassay memiliki keterbatasan berupa antigen yang

harus kecil (tidak lebih dari 2000 MW) untuk memungkinkan perbedaan yang signifikan dalam

polarisasi ketika membentuk komplek imun. Kekurangan lain yang juga penting digarisbawahi

dalam penggunaan assay fluoresensi adalah masalah senyawa autufluorescent yang digunakan

baik dalam sampel pasien maupun dalam campuran reaksi. Ini bisa menjadi masalah yang

bermakna dalam uji homogen di mana tidak ada tahapan pencucian dan komponen sampel yang

ada dalam tes. Untuk menghindari masalah ini, sampel dapat ditambah dengan enzim proteolitik,

agen oxida, atau reagen denaturasi yang akan membatasi jumlah autofluorescence. Dalam uji

fase padat, sebagian besar zat yang terlibat akan terhapus dari reaksi.

CL IMMUNOASSAY

CL immunoassay adalah teknik yang sangat populer yang secara luas digunakan dalam

berabagai bentuk tes yang berbeda. CL adalah emisi cahaya yang terjadi ketika substrat

mengalami peluruhan dari keadaan tereksitasi ke keadaan dasar. Berbeda dengan reaksi FIA

yang menggunakan radiasi yang terjadi sebagai sumber energi, energy CL berasal dari reaksi

kimia yang terjadi, yang paling sering adalah reaksi oksidasi. Pemeriksaan ini merupakan salah

satu pemeriksaan yang paling sensitif dari semua immunoassay dengan batas deteksi sampai

tingkatan attomole (1018 ) atau tingkat zeptomole (1021 ). Substrat CL digunakan sebagai titik

Page 3: anklin.docx

akhir baik pada uji homogen maupun pada uji heterogen, di samping penggunaannya dalam

imunoblotting dan deteksi multianalis. CL digunakan sebagai label langsung terhadap antigen

atau antibodi dalam suatu reaksi yang dikatalisis dengan menambahkan substrat untuk enzim

berlabel immunoreactant. Ester acridinium merupakan label yang paling sering digunakan,

adalah turunan dari isoluminol dan ester acridinium. Yang terakhir adalah label yang popular,

yang paling sensitif dan banyak digunakan. Hal ini dapat terkonjugasi pada antigen dan antibodi

dengan menggunakan teknik standar. Deteksi relatif sederhana dengan penambahan natrium

hidroksida dan hidrogen peroksida. Hasil reaksi yang berwujud kilatan cahaya, dibaca dengan

menggunakan sebuah luminometer. Selain itu, sinyal cahaya dapat direkam pada film fotografi.

WESTERN BLOT DAN IMMUNOBLOT

Western Blot dan imunoblot adalah dua tahap uji padat yang menggabungkan pemisahan

protein dengan menggunakan pemisahan dengan denaturasi gel elektroforesis yang diikuti

dengan transfer ke filter dan penentuan reaktivitas dari serum pasien dengan protein individual

yang terpisah, menggunakan ELISA sandwich. Imunobloting menggunakan filter membran

padat yang mengandung antigen diidentifikasi oleh reaksi spesifik dengan antibodi. Umumnya

teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi pola spesifik antibodi ke berbagai agen penyakit

menular. Salah satu aplikasi yang umum digunakan adalah konfirmasi terhadap antibodi terhadap

HIV. Pola imunobloting dapat dibaca secara visual menggunakan isotop radiolabel atau

menggunakan substrat CL yang kemudian dikembangkan pada sinar X, film fotografi atau

kamera yang digabungkan

IPCR

IPCR adalah teknik baru yang menggabungkan ELISA tradisional dengan PCR.

Menggunakan antibodi berlabel langsung dengan asam nukleat. IPCR adalah teknik ultrasensitif

yang telah digunakan untuk mendeteksi berbagai virus. Ia memiliki keuntungan karena mampu

mendeteksi protein prion di mana tidak ditemukan asam nukleat. Selain itu tehnik ini dapat

mendeteksi protein virus tanpa mendeteksi asam nukleat. Tehnik ini tercatat sebagai tehnik

deteksi ultrasensitive yang memiliki kemampuan mendeteksi berbagai agen infeksi seperti

Streptococcus, HIV, Rotavirus dan sebagainya. Pada kasus Rotavirus dilaporkan bahwa IPCR

Page 4: anklin.docx

dapat mendeteksi paling tidak 100 partikel virus/ml, hal ini dibandingkan deteksi oleh ELISA

sebesar 100.000 partikel/ml. untuk mendeteksi antigen p24 HIV, IPCR sangat sensitif. Meskipun

sangat sensitif namun ada persoalan di IPCR, terutama saat mengkombinasi asam nukleat ke

protein da nada persoalan dengan dasar tes yang tinggi. Pendekatan alternative menggunakan

DNA untai ganda yang secara tidak langsung untuk alkali fosfat. Selain itu juga dikemukakan

bahwa metode ini dapat dipergunakan di masa depan dengan tingkat penggunaan yang tinggi.

Rapid Immunoassay

Pembuatan berbagai immunoassay yang cepat telah merubah tes diagnosa terutama pada

berbagai laboratorium dan dapat digunakan tidak kurang dari 30 menit untuk mendapatkan hasil.

Ada berbagai macam tes yang dapat mendeteksi antigen dan antibody debgan cara amplifikasi

asam nukleat. Salah satu dari jenis tes ini yang cukup terkenal adalah lateral fluoro immunoassay

atau immunochromatography. Tes ini memiliki keunggulan sebagai tes yang bekerja satu

langkah. Di dalam alat ini terdapat kromatografi yang terbagi atas tiga zona, yaitu zona aplikasi

sampel, zona konjugasi, dan zona penangkap.

Area konjugasi menggunakan berbagai macam konjugat seperti koloid emas, bahan celup

ataupun butiran latex, untuk menghasilkan sinyal. Sampel diletakkan pada ruang sampel p\ dan

mengalir menyamping akibat aksi kapiler. Ketika mencapai daerah konjugasi yang disusul

adanya analyt, akan berikatan dengan dengan konjugat, membentuk kompleks imun. Kompleks

ini akan meneruskan aliran ke lateral sepanjang blok dengan tetap dipengaruhi oleh aksi kapiler

dan akhirnya akan ditangkap oleh antibody ke-2 atau antigen yang mengimpregnasi dalam area

penangkapan. Jika ditemukan garis berwarna maka tes tersebut bereaksi positif. Terdapat pula

kontrol positif untuk memastikan bahwa alat berfungsi baik. Ada beberapa variasi pada tes yang

tidak membutuhkan venipungtur yang terpisah, penggabungan antara pengumpul sampel dengan

pengetes dalam satu tes. Selain itu ada rapid tes bernama dot blot immunoassay. Tes dot blot ini

sangat bermanfaat untuk tes HIV di negara tertinggal.

Secara keseluruhan immunoassay sangat mudah dan sederhana sehingga dapat

dipergunakan di lapangan kerja serta dapat dioperasikan oleh tenaga medis dengan keterampilan

minimal. Persoalan yang muncul dengan rapid test mencakup fakta bahwa alat ini tidak dapat

Page 5: anklin.docx

otomatis, interpretasinya subjektif, dan hasil tes salah karena tenaga operator bukan tenaga ahli

yang dididik tentang laboratorium secara formal. Akan tetapi mengingat seluruh keuntungan dan

harga yang lebih murah, penggunaan alat ini akan berlanjut.

Teknologi Otomatis

Dengan tersedianya EIA, daftar alat-alat analisa otomatis meningkat jumlahnya. Saat ini

tercatat 36 immunoassay yang dapat digunakan dengan spectrum luas untuk mendeteksi penyakit

infeksi telah tersedia. Mesin-mesin ini digunakan pada seluruh tes serologi (baik determinasi

antigen maupun antibodi) penyakit infeksi seperti HIV, hepatitis (A, B, dan C), Toxoplasma

gondii, infeksi cytomegalovirus, rubella, dan infeksi Chlamydia trachomatis. Banyak sistem pada

mesin ini membutuhkan teknologi yang terbatas. Kadang pula menggunakan sistem robotic yang

lebih efektif terutama untuk laboratorium rumah sakit kelas menengah.

Banyak alat laboratorium yang mempergunakan kombinasi teknologi dan secara cepat serta

simultan mendeteksi sampel tunggal. Berbagai alat tersebut termasuk CL, FIA, flow cytometry

dan diagnostic molekuler (PCR dan penggunaan oligonukleotida serta nanopartikel). Teknologi

ini hanya membutuhkan sampel dalam jumlah yang sedikit, secara luas diaplikasikan pada studi

epidemic dan percobaan vaksin. Tes ini juga berguna untuk menilai agen biologis dari berbagai

sampel.

Dengan hadirnya tes yang mudah dikerjakan menggunakan sistem otomatis, maka potensi

adanya prosedur tes yang tidak tepat ataupun interpretasi serta hasil yang salah akan meningkat.

Hasil tersebut akan memebrikan tekanan pada pekerja laboratorium dan spesialis infeksi untuk

memnyediakan informasi baik pada kolega ataupun pasien tentang hasil yang sebenarnya, dan

interpretasi yang tepat dalam rangka menegakkan diagnose penyakit infeksi.

Diposkan oleh dr Ridho Wahyutomo di 16:19

Tes medis yang saat ini banyak digunakan menggunakan metode immunoassay. Immunoassay merupakan metode deteksi biomarker (penanda bio) yang berhubungan dengan penyakit tertentu yang mengikuti prinsip sistem imun dalam mengenali senyawa asing. Keberadaan biomarker ditentukan dari sampel biologis seperti darah dan urin. Immunoassay dapat mendeteksi keberadaan biomarker tertentu lewat serangkaian reaksi yang melibatkan protein antibodi dan senyawa kimia yang dapat menghasilkan fluoresensi atau perpendaran cahaya.

Page 6: anklin.docx

Fluoresensi tersebut dapat dideteksi dengan mikroskop ataupun instrumen lainnya. Semakin tinggi intensitas cahaya yang berpendar semakin tinggi pula konsentrasi biomarker, begitupun sebaliknya. Namun apabila konsentrasi biomarker sangat kecil, deteksi immunoassay konvensional belum mampu mendeteksinya. Padahal penentuan ini sangat penting untuk deteksi dini berbagai penyakit seperti kanker, Alzheimer’s, maupun kelainan lainnya. Sehingga peningkatan batas deteksi menjadi penting dalam riset immunoassay lebih lanjut.

Para ilmuwan dari Princeton University telah mengembangkan  suatu deteksi immunoassay lanjut yang dapat meningkatkan batas deteksi hingga tiga juta kali lipat dibandingkan immunoassay konvensional dengan bantuan nanoteknologi. Teknik immunoassay terbaru ini menggunakan suatu nanopartikel yang disebut D2PA. Nanopartikel ini terdiri atas lapisan tipis nanostruktur emas (Au) berdiameter 10-15 nanometer yang dilingkupi oleh pilar gelas membentuk partikel berdiameter 60 nanometer. Nanopartikel ini memiliki kemampuan untuk mengumpulkan cahaya yang ditransmisikan oleh antibodi yang mengandung biomarker dan fluoresens yang berpendar pada analisis immunoassay. D2PA terbukti dapat meningkatkan sinyal transmisi perpendaran hingga satu miliar kali. Efek ini disebut sebagai hamburan Raman permukaan.

Secara teknis, para peneliti tersebut dapat mendeteksi keberadaan biomarker pada konsentrasi 300 attomolar (1 attomolar = 10-9 nanomolar) dibandingkan batas deteksi biomarker pada analisis immunoassay konvensional yang hanya 0.9 nanomolar. Dapat dikatakan bahwa batas deteksi immunoassay dengan bantuan nanopartikel meningkat hingga tiga juta kali lipat. Riset ini tentu suatu terobosan yang sangat penting dalam dunia medis dan kedokteran, dimana penyakit-penyakit seperti kanker dapat terdeteksi lebih awal sehingga penanganannya jauh lebih mudah.

Sebelum pengembangan ELISA, satu-satunya pilihan untuk melaksanakan immunoassay adalah radioimmunoassay , teknik menggunakan radioaktif antigen atau antibodi berlabel. Dalam radioimmunoassay, radioaktivitas memberikan sinyal, yang menunjukkan apakah suatu antigen tertentu atau antibodi hadir dalam sampel. Radioimmunoassay pertama kali dijelaskan dalam kertas oleh Rosalyn Sussman Yalow dan Salomo Berson diterbitkan pada tahun 1960. Sebuah mikrobiologi menggunakan enzim suatu Linked tes Assay (ELISA) immunosorbent, dalam rangka untuk mengembangkan metode untuk deteksi cepat antigen p24 HIV dalam sampel darah.

Karena radioaktivitas menimbulkan ancaman kesehatan potensial, alternatif yang lebih aman itu dicari. Sebuah alternatif yang cocok untuk radioimmunoassay akan mengganti sinyal non-radioaktif di tempat sinyal radioaktif. Ketika enzim (seperti peroksidase ) bereaksi dengan substrat yang sesuai (seperti ABTS atau 3,3 ', 5,5'-tetramethylbenzidine ), perubahan warna terjadi, yang digunakan sebagai sinyal. Namun, sinyal tersebut harus dikaitkan dengan keberadaan antibodi atau antigen, yang mengapa enzim harus dihubungkan dengan antibodi yang sesuai. Proses menghubungkan secara independen dikembangkan oleh Stratis Avrameas dan GB Pierce. [6] Karena itu perlu untuk menghilangkan antibodi atau antigen terikat dengan mencuci, antibodi atau antigen harus tetap ke permukaan wadah; yaitu immunosorbent telah harus dipersiapkan. Sebuah teknik untuk mencapai hal ini diterbitkan oleh Wide dan Jerker Porath pada tahun 1966. [7]

Pada tahun 1971, Petrus Perlmann dan Eva Engvall di Universitas Stockholm di Swedia, dan Anton Schuurs dan Bauke van Weemen di Belanda mandiri makalah yang disintesis pengetahuan ini ke dalam metode untuk melakukan EIA / ELISA.

Page 7: anklin.docx

ELISA (singkatan  bahasa Inggris : Enzyme-linked immunosorbent assay)atau 'penetapan kadar imunosorben taut-enzim' merupakan ujiserologisyangumum digunakan di berbagai laboratoriumimunologi. Uji ini memiliki beberapakeunggulan seperti teknik pengerjaan yang relatif sederhana, ekonomis, danmemiliki sensitivitas yang cukup tinggi. ELISA diperkenalkan pada tahun 1971oleh Peter Perlmann dan Eva Engvall untuk menganalisis adanya interaksiantigen denganantibodidi dalam suatu sampel dengan menggunakanenzimsebagai pelapor (reporter label) (Lequin, 2005).

Tekn ik ELISA merupakan t ekn ik kuan t i t a t i f yang s anga t s ens i t i f ,  penggunaannya sangay luas, memerlukan peralatan yang sedikit, reagen yangdiperlukan sudah tersedia dan dijual secara komersial dan sangat mudah didapat.Tes ELISA dapat digunakan untuk mendeteksi antigen maupun antibodiPemeriksaan ELISA dapat digunakan untuk mendeteksi antibodi dalam tubuhmanusia maupun hewan. Terdapat berbagai teknik dalam pemeriksaan ELISA.

Metode ELISA (enzym-linked immunosorbent assay)

Metode dalam penelitian dengan Berdasarkan : Ikatan spesifik antara antigen (Ag) – antibody(Ab) terdiri dari :1. Teknik Qualitatif : Tiap berikatan pada Ag spesifik2. Teknik Quantitatif : Jumlah Ikatan Ag-Ab ditentukan dengan nilai absorbansi.

Macam sistem metode yang digunakan dalam elisa :- Direct- Indirect- Sandwich- Capture

 

METODE PEMERIKSAAN ELISA

ELISA diperkenalkan pada tahun 1971 oleh Peter Perlmann dan Eva Engvall untuk menganalisis adanya interaksi antigen dengan antibodi di dalam suatu sampel dengan menggunakan enzim sebagai pelapor. telah digunakan sebagai alat diagnostik dalam bidang medis, patologi tumbuhan, dan juga berbagai bidang industri. Dalam pengertian sederhana, sejumlah antigen yang tidak dikenal ditempelkan pada suatu permukaan, kemudian antibodi spesifik dicucikan pada permukaan tersebut, sehingga akan berikatan dengan antigennya.

Antibodi ini terikat dengan suatu enzim, dan pada tahap terakhir, ditambahkan substansi yang dapat diubah oleh enzim menjadi sinyal yang dapat dideteksi. Dalam ELISA fluoresensi, saat cahaya dengan panjang gelombang  tertentu disinarkan pada suatu sampel, kompleks antigen/antibodi akan berfluoresensi sehingga jumlah antigen pada sampel dapat disimpulkan berdasarkan besarnya fluoresensi.

Penggunaan ELISA melibatkan setidaknya satu antibodi dengan spesifitas untuk antigen tertentu. Sampel dengan jumlah antigen yang tidak diketahui diimobilisasi pada suatu permukaan

Page 8: anklin.docx

solid (biasanya berupa lempeng mikrotiter polistirene), baik yang non-spesifik (melalui penyerapan pada permukaan) atau spesifik (melalui penangkapan oleh antibodi lain yang  spesifik untuk antigen yang sama, disebut ‘sandwich’ ELISA). Setelah antigen diimobilisasi, antibodi pendeteksi ditambahkan, membentuk kompleks dengan antigen.

Antibodi pendeteksi dapat berikatan juga dengan enzim, atau dapat dideteksi  secara langsung oleh antibodi sekunder yang berikatan dengan enzim melalui biokonjugasi. Di antara tiap tahap, plate harus dicuci dengan larutan deterjen lembut untuk membuang kelebihan protein atau antibodi yang tidak terikat. Setelah tahap pencucian terakhir, dalam plate ditambahkan substrat enzimatik untuk memproduksi sinyal yang visibel, yang menunjukkan  kuantitas antigen dalam sampel. Teknik ELISA yang lama menggunakan substrat kromogenik, meskipun metode-metode terbaru mengembangkan substrat fluorogenik yang jauh lebih sensitive.

Prinsip metode ELISAmereaksikan antibodi dan antigen secara spesifik, perbedaannya ada pada substrat ( zat

yang digunakan untuk mendeteksi suatu hasil reaksi ) yang digunakan. Pada ELISA, hasil reaksi akan memunculkan warna yang bisa diukur dengan alat yang disebut Colorimetri. Pada Fluorescence, hasil reaksi berupa pendaran cahaya yang terbaca oleh fluoresensi, sedangkan pada Chemiluminescence hasil reaksi berupa pendaran kimiawi yang terbaca oleh Chemiluminescent.

 

Jenis Pemeriksaan ELISA

Langkah-langkah "tidak langsung" ELISA mengikuti mekanisme di bawah ini: -

Sebuah solusi buffer dari antigen yang akan diuji untuk ditambahkan ke setiap sumur dari lempeng mikro , di mana ia diberi waktu untuk mematuhi plastik melalui interaksi biaya.

Sebuah solusi non-protein bereaksi, seperti bovine serum albumin atau kasein , ditambahkan untuk memblokir setiap permukaan plastik di sumur yang masih dilapisi oleh antigen.

Selanjutnya antibodi primer ditambahkan, yang mengikat secara khusus terhadap antigen lapisan tes yang baik. Antibodi primer ini juga bisa dalam serum donor akan diuji untuk reaktivitas terhadap antigen.

Setelah itu, sebuah antibodi sekunder yang ditambahkan, yang akan mengikat antibodi primer.. Antibodi sekunder ini sering memiliki enzim yang melekat padanya, yang memiliki efek yang dapat diabaikan pada sifat pengikatan antibodi.

Sebuah substrat untuk enzim ini kemudian ditambahkan. Seringkali, perubahan warna substrat ini pada reaksi dengan enzim.  Perubahan warna menunjukkan bahwa antibodi sekunder telah terikat antibodi primer, yang sangat menyiratkan bahwa donor memiliki reaksi kekebalan terhadap antigen uji. Hal ini dapat membantu dalam pengaturan klinis, dan dalam R & D.

Semakin tinggi konsentrasi antibodi primer yang hadir dalam serum, semakin kuat perubahan warna. Seringkali spektrometer digunakan untuk memberikan nilai kuantitatif untuk kekuatan warna.

Page 9: anklin.docx

Enzim bertindak sebagai penguat, bahkan jika hanya sedikit enzyme-linked tetap terikat antibodi, molekul enzim akan menghasilkan banyak molekul sinyal. Dalam keterbatasan akal sehat, enzim dapat terus menghasilkan warna tanpa batas waktu, tetapi yang lebih utama antibodi hadir dalam serum antibodi donor lebih sekunder + enzim akan mengikat, dan warna lebih cepat akan berkembang.. Kelemahan utama dari ELISA tidak langsung adalah bahwa metode imobilisasi antigen non-spesifik, ketika serum digunakan sebagai sumber antigen tes, semua protein dalam sampel bisa tetap berpegang pada pelat mikro dengan baik, konsentrasi begitu kecil analit dalam serum harus bersaing dengan protein serum lainnya ketika mengikat ke permukaan baik. Sandwich atau langsung ELISA memberikan solusi untuk masalah ini, dengan menggunakan "menangkap" antibodi spesifik untuk antigen tes untuk menariknya keluar dari campuran molekul serum itu.

ELISA dapat dijalankan dalam format kualitatif atau kuantitatif. Hasil kualitatif memberikan hasil positif atau negatif sederhana (ya atau tidak) untuk sampel. Cutoff antara positif dan negatif ditentukan oleh analis dan mungkin statistik.  Dua atau tiga kali standar deviasi (kesalahan yang melekat dalam tes) sering digunakan untuk membedakan positif dari sampel negatif.  Dalam kuantitatif ELISA, densitas optik (OD) dari sampel dibandingkan dengan kurva standar, yang biasanya pengenceran serial solusi dikenal-konsentrasi dari molekul target. Sebagai contoh, jika sebuah sampel uji mengembalikan OD 1,0, titik pada kurva standar yang memberi OD = 1,0 harus dari konsentrasi analit yang sama sebagai sampel Anda.

Gambar untuk hak tersebut termasuk penggunaan antibodi sekunder terkonjugasi untuk enzim, meskipun, dalam arti teknis, hal ini tidak diperlukan jika antibodi primer adalah konjugasi enzim. Namun, penggunaan konjugasi antibodi sekunder-menghindari proses yang mahal untuk menciptakan enzim-linked antibodi untuk setiap antigen yang satu mungkin ingin mendeteksi. Dengan menggunakan antibodi enzyme-linked yang mengikat wilayah Fc dari antibodi lain, antibodi ini enzyme-linked yang sama dapat digunakan dalam berbagai situasi. Tanpa lapisan pertama antibodi "menangkap", setiap protein dalam sampel (termasuk protein serum) dapat menyerap kompetitif ke permukaan piring, menurunkan jumlah antigen amobil. Penggunaan antibodi spesifik dimurnikan untuk melampirkan antigen ke plastik menghilangkan kebutuhan untuk memurnikan antigen dari campuran yang rumit sebelum pengukuran, menyederhanakan uji, dan meningkatkan spesifisitas dan sensitivitas pengujian tersebut.

ELISA (Enzim Linked Immunosorbent   Assay)

Posted on 12 Juni 2012 by almafish

Pada pengembangan teknologi diagnostik maupun penelitian penyakit ikan, banyak pilihan metode yang dapat digunakan sebagai acuan untuk mendapatkan hasil yang optimal, tetapi tidak sedikit yang terbentur pada tingkat sensitivitasnya.  ELISA (Enzim Linked Immunosorbent Assay) adalah salah satu metode yang sensitif untuk mendeteksi antibodi, antigen, hormon maupun bahan-bahan toksik. Metode ini merupakan pengembangan dari sistem deteksi dengan imunofluoresen atau radioaktif.

Immunoassay enzim yang secara khusus disebut ”uji kadar imunosorben terikat enzim” atau ELISA ini merupakan uji serologis yang digunakan untuk imunodiagnosis infeksi oleh virus, bakteri, parasit dan antigen mikrobial lainnya. Disamping mempunyai tingkat pekanya seperti

Page 10: anklin.docx

Radioimmunoassay (antigen dan antibodi terdeteksi pada taraf sekitar 10-10 g), immunoassay enzim ini lebih murah, aman dan sederhana untuk digunakan, dan dapat diandalkan serta sama tepatnya seperti Radioimmunoassay.

Prinsipnya, ELISA merupakan uji imunokimia cepat yang melibatkan sebuah enzim (protein yang mengkatalisis suatu reaksi biokimia) dan juga melibatkan antibodi atau antigen (kekebalan molekul). Dua macam antibodi yang digunakan dalam ELISA, antibodi pertama (primary antibody) mengikat pada antigen dan antibodi kedua (secondary antibody) atau antibodi antiglobulin mengikat pada antibodi pertama. Antiglobulin ini yang dilabel dengan enzim seperti horseradish peroxidase (HRP) atau alkalin phospatase (AP), yang mempermudah untuk monitor dengan perubahan warna. Adanya reaksi dari enzim ini secara kuantitatif dapat dianalisis.

Metode ELISA pertama kali diperkenalkan oleh Engvall dan Perlmann (1971) dengan cara mengkonjugasikan enzim dalam immunoassay. Karena tingkat sensitivitasnya tinggi terutama untuk tes serologis pada awal infeksi, maka semenjak itu banyak peneliti menggunakan metode ini yang diikuti dengan produksi enzim besar-besaran terutama yang banyak dikomersilkan adalah horseradish peroxidase (HRP), alkalin phospatase (AP), ß-galakotosidase, dan glucose oksidase. Pemilihan enzim tentu saja berdasarkan atas antara lain bersifat homogen, murah, spesifik, dan stabil.

Didasari dari pesatnya perkembangan teknik diagnostik dan peneltian, maka model ELISA berkembang antara lain, direct ELISA, indirect ELISA, sandwich ELISA, lösliche ELISA, fangan ELISA, Reverse ELISA dan sel ELISA. Sedangkan model aplikasinya dapat dipergunakan untuk medeteksi infeksi dini melalui deteksi antigen maupun antibodi dari infeksi virus, bakteri, parasit, dan juga deteksi hormon maupun bahan-bahan toksik. Dalam bidang bioteknologi sering digunakan untuk skrining produksi antbodi monoklonal hasil hibridisasi.