ANATOMI DAN FISIOLOGI SINUS PARANASAL.docx

28

Click here to load reader

Transcript of ANATOMI DAN FISIOLOGI SINUS PARANASAL.docx

BAB 1PENDAHULUAN1.1. Latar BelakangSinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia1 Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran 1996 yang diadakan oleh Binkesmas bekerja sama dengan PERHATI dan Bagian THT RSCM mendapatkan data penyakit hidung dari 7 propinsi2 .Data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rhinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69%nya adalah sinusitis.Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sinusitis sering juga disebut dengan rhinosinusitis. Rhinosinusitis adalah penyakit inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rhinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang berat, sehingga penting bagi dokter umum atau dokter spesialis lain untuk memiliki pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejala dan metode diagnosis dari penyakit rhinosinusitis ini. Penyebab utama sinusitis adalah infeksi virus, diikuti oleh infeksi bakteri. Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus ethmoid dan maksilaris. Bahaya dari sinusitis adalah komplikasinya ke orbita dan intracranial, komplikasi ini terjadi akibat tatalaksana yang inadekuat atau faktor predisposisi yang tidak dapat dihindari. Tatalaksana dan pengenalan dini terhadap sinusitis ini menjadi penting karena hal diatas. Terapi antibiotic diberikan pada awalnya dan jika telah terjadi hipertrofi, mukosa polipoid dan atau terbentuknya polip atau kista maka dibutuhkan tindakan operasi.

BAB IIRHINOSINUSITIS

DefinisiSinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. Sinusitisdikarakteristikkan sebagai suatu peradangan padasinus paranasal. Sinusitis diberi nama sesuai dengansinusyang terkena. Bila mengenai beberapasinusdisebut multisinusitis. Bila mengenai semuasinus paranasalis disebutpansinusitis. Disekitar rongga hidung terdapat empatsinusyaitusinus maksilaris(terletak di pipi),sinus etmoidalis(kedua mata),sinus frontalis(terletak di dahi) dansinus sfenoidalis(terletak di belakang dahi).1,2Dari 5 guidelines yakni European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2007 (EP3OS), British Society for Allergy and Clinical Immunology (BSACI) Rhinosinusitis Initiative (RI), Joint Task Force on Practice Parameters (JTFPP), dan Clinical Practice Guidelines : Adult Sinusitis (CPG:AS), 4 diantaranya sepakat untuk mengadopsi istilah rinosinusitis sebagai pengganti sinusitis, sementara 1 pedoman yakni JTFFP, memilih untuk tidak menggunakan istilah tersebut. Istilah rinosinusitis dipertimbangkan lebih tepat untuk digunakan mengingat konka nasalis media terletak meluas secara langsung hingga ke dalam sinus ethmoid, dan efek dari konka nasalis media dapat terlihat pula pada sinus ethmmoid anterior. Secara klinis, inflamasi sinus (yakni, sinusitis) jarang terjadi tanpa diiringi inflamasi dari mukosa nasal di dekatnya. Namun, para ahli yang mengadopsi istilah rinosinusitis tetap mengakui bahwa istilah rinosinusitis maupun sinusitis sebaiknya digunakan secara bergantian, mengingat istilah rinosinusitis baru saja digunakan secara umum dalam beberapa dekade terakhir.10

KlasifikasiTerdapat banyak subklasifikasi dari rinosinusitis, namun yang paling sederhana adalah pembagian rinosinusitis berdasarkan durasi dari gejala. Rinosinusitis didefinisikan akut menurut 3 guidelines (pedoman) yakni oleh RI, JTFPP, dan oleh CPG:AS yakni apabila durasi gejala berlangsung selama 4 minggu atau kurang. Oleh CPG:AS rinosinusitis diklasifikasikan sebagai subakut apabila gejala berlangsung antara 4 minggu hingga 12 minggu, sedangkan definisi dari JTFPP menentukan durasi subakut mulai dari 4 minggu hingga 8 minggu. Lebih jauh lagi CPG:AS mendefinisikan rinosinusitis akut berulang (recurrent) sebagai 4 episode atau lebih rinosinusitis akut yang terjadi dalam setahun, tanpa gejala menetap di antara episode, sementara JTFPP mendefinisikan rinosinusitis akut berulang sebagai 3 episode atau lebih rinosinusitis akut per tahun. Untuk rinosinusitis kronik, hampir semua pedoman sepakat bahwa rinosinusitis kronik merupakan gejala rinosinusitis yang menetap selama 12 minggu atau lebih, kecuali JTFFP yang menetapkan gejala rinosinusitis yang menetap selama 8 minggu atau lebih sebagai kriteria rinosinusitis kronik.10

Etiologi dan Faktor PredisposisiBeberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks osti-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskenesia silia seperti pada sindrom Kartgener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik. Faktor predisposisi yang paling lazim adalah poliposis nasal yang timbul pada rinitis alergika; polip dapat memenuhi rongga hidung dan menyumbat sinus.1,2Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan rinosinusitisnya.Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral.Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia. 1Penyebab sinusitis dibagi menjadi:1. RhinogenikPenyebab kelainan atau masalah di hidung.Segala sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis.Contohnya rinitis akut, rinitis alergi, polip, diaviasi septum dan lain-lain.Alergi juga merupakan predisposisi infeksi sinus karena terjadi edema mukosa dan hipersekresi.Mukosa sinus yang membengkak menyebabkan infeksi lebih lanjut, yang selanjutnya menghancurkan epitel permukaan, dan siklus seterusnya berulang.2. Dentogenik/odontogenikPenyebab oleh karena adanya kelainan gigi.Sering menyebabkan sinusitis adalah infeksi pada gigi geraham atas (premolar dan molar).Bakteri penyebab adalah Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenza, Streptococcus viridans, Staphylococcus aureus, Branchamella catarhalis dan lain-lain.Penyebab yang yang cukup sering terjadinya sinusitis adalah disebabkan oleh adanya kerusakan pada gigi.1,2 Sinusitis DentogenMerupakan penyebab paling sering terjadinya sinusitis kronik.Dasar sinus maksila adala prosessus alveolaris tempat akar gigi, bahkan kadang-kadang tulang tanpa pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi gigi apikal akar gigi, atau inflamasi jaringan periondontal mudah menyebar secara langsung ke sinus, atau melalui pembuluh darah dan limfe. Harus dicurigai adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus yang purulen dan napas berbau busuk.Untuk mengobati sinusitisnya, gigi yang terinfeksi harus dicabut dan dirawat, pemberian antibiotik yang mencakup bakteria anaerob. Seringkali juga diperlukan irigasi sinus maksila.1 Sinusitis JamurSinusitis jamur adalah infeksi jamur pada sinus paranasal, suatu keadaan yang jarang ditemukan.Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya pemakaian antibiotik, kortikosteroid, obat-obat imunosupresan dan radioterapi. Kondisi yang merupakan faktor predisposisi terjadinya sinusitis jamur antara lain diabetes mellitus, neutopenia, penyakit AIDS dan perawatan yang lama di rumah sakit. Jenis jamur yang sering menyebabkan infeksi sinus paranasal ialah spesis Aspergillus dan Candida.1Perlu di waspadai adanya sinusitis jamur paranasal pada kasus seperti berikut :Sinusitis unilateral yang sukar sembuh dengan terapi antibiotik. Adanya gambaran kerusakkan tulang dinding sinus atau adanya membran berwarna putih keabu-abu pada irigasi antrum. Para ahli membagikan sinusitis jamur terbagi menjadi bentuk yang invasif dan non-invasif.Sinusitis jamur yang invasif dibagi menjadi invasif akut fulminan dan invasif kronik indolen.Sinusitis jamur invasif akut, ada invasi jamur ke jaringan dan vaskular. Sering terjadi pada pasien diabetes yang tidak terkontrol, pasien dengan imunosupresi seperti leukemia atau neutropenia, pemakain steroid yang lama dan terapi imunosupresan. Imunitas yang rendah dan invasi pembuluh darah meyebabkan penyebaran jamur menjadi sangat cepat dan merusak dinding sinus, jaringan orbita dan sinus kavernosus. Di kavum nasi, mukosa konka dan septum warna biru-kehitaman dan ada mukosa konka atau septum yang nekrotik.Sering kali berakhir dengan kematian.1Sinusitis jamur inavasif kronik biasanya terjadi pada pasien dengan ganguan imunologik atau metabolik seperti diabetes.Bersifat kronik progresif dan bisa menginvasi sampai ke orbita atau intrakranial, tetapi gejala klinisnya tidak sehebat gejala klinis pada fulminan kerana perjalanan penyakitnya berjalan lambat. Gejala-gejalanya sama seperti sinusitis bakterial, tetapi sekret hidungnya kental dengan bercak-bercak kehitaman yang bila dilihat dengan mikroskop merupakan koloni jamur. Sinusitis jamur non-invasif, atau misetoma, merupakan kumpulan jamur di dalam ronggasinus tanpa invasi ke mukosa dan tidak mendestruksi tulang.Sering mengenai sinus maksila. Gejala klinik merupai sinusitis kronik berupa rinore purulen, post nasal drip, dan napas bau. Kadang-kadang ada massa jamur di kavum nasi. Pada operasi bisa ditemukan materi jamur berwarna coklat kehitaman dan kotor dengan atau tanpa pus di dalam sinus.1

EpidemiologiRinosinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan, dengan dampak signifikan pada kualitas hidup dan pengeluaran biaya kesehatan, dan dampak ekonomi pada mereka yang produktivitas kerjanya menurun.Diperkirakan setiap tahun 6 miliar dolar dihabiskan di Amerika Serikat untuk pengobatan rinosinusitis.Pada tahun 2007 di Amerika Serikat, dilaporkan bahwa angka kejadian rinosinusitis mencapai 26 juta individu. Di Indonesia sendiri, data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Rinosinusitis lebih sering ditemukan pada musim dingin atau cuaca yang sejuk ketimbang hangat.1,6,11

PatofisiologiKesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks osteo-meatal.Sinus dilapisi oleh sel epitel respiratorius.Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu lapisan viscous superficial dan lapisan serous profunda.Cairan mukus dilepaskan oleh sel epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta mengandungi zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan.Cairan mukus secara alami menuju ke ostiumuntuk dikeluarkan jika jumlahnya berlebihan. 1Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium sinus akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi silia ini akan menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus. Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan, akan saling bertemu sehingga silia tidak dpat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous.Kondisi ini boleh dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam waktu beberapa hari tanpa pengobatan. 1Bila kondisi ini menetap, sekret yang dikumpul dalam sinus merupakan media baik untuk pertumbuhan dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen.Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis aku bakterial dan memerlukan terapi antibiotik.Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini berhubungan dengan tiga faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung. Perubahan salah satu dari faktor ini akan merubah sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis. 1

Manifestasi KlinisKeluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai dengan nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip).Dapat disertai dengan gejala sistemik seperti demam dan lesu.1Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain (referred pain) .nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang kedua bola mata menandakan sinusitis etmoida, nyeri di dahi atau kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis maksila kadang-kadang terdapat nyeri alih ke gigi dan telinga.Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post-nasal drip yang dapat menyebabkan batuk dan sesak pada anak. Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang-kadang hanya 1 atau 2 dari gejala-gejala di bawah ini:a. Sakit kepala kronikb. Post-nasal dripc. Batuk kronikd. Ganguan tenggoroke. Ganguan telinga akibat sumbatan di muara tuba Eustachiusf. Ganguan ke paru seperti bronkitis (sino-bronkitis), brokietakasis, serangan asma yang meningkat dan sulit diobati.Pada anak, mukopus yang tertelan dapat menyebakan gastroenteritis. 1

Working DiagonsisDiagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi anterior, dan posterior, pemeriksaan naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksila dan ethmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior (pada sinusitis ethmoidalis posterior dan sfenoid).Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan pada kantus medius.Untuk membantu diagnosis sinusitis, American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery (AAO-HNS) membuat bagan diagnosis yang disebut Task Force on Rhinosinusitis pada tahun 1996. Bagan ini didasarkan atas gejala klinis yang dibagi atas kategori gejala mayor dan minor untuk diagnosis rhinosinusitis.3

RINOSINUSITIS

Major SymptomsMinor Symptoms

Nyeri wajah/tekanan pada wajahSakit kepala

Rasa penuh pada wajahDemam (non acute)

Hidung tersumbatMulut berbau

Sekret hidung yang purulenLelah

Hyposmia/anosmiaNyeri gigi

Post nasal dripBatuk

Demam (acute rhinosinusitis only)Nyeri telinga/rasa penuh

a. Wajah nyeri / tekanan saja bukan merupakan sejarah sugestif untuk diagnosis tanpa adanya tanda atau gejala lain.b. Demam pada sinusitis akut saja bukan merupakan sejarah seggustive untuk diangosis tanpa adanya tanda atau gejala lain.

Tabel 1: Bagan Task force on Rhinosinusitis 19963

Riwayat yang konsisten dengan rinosinusitis memerlukan 2 faktor mayor atau 1 mayor dan 2 faktor minor pada pasien dengan gejala lbih dari 7 hari. Ketika adanya 1 faktor mayor atau 2 atau lebih faktor minor yang ada, ini menunjukkan kemungkinan di mana rinosinusitis perlu di masukkan ke dalam diagnosa banding. 3Pemeriksaan penunjang yang penting adalah foto polos atau CT-Scan.Foto polos posisi Waters, PA, lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan,air-fluid level , atau penebalan mukosa. Rontgen sinus dapat menunjukkan kepadatan parsial pada sinus yang terlibat akibat pembengkakan mukosa atau dapat juga menunjukkan cairan apabila sinus mengandung pus. Pilihan lain dari rontgen adalah ultrasonografi terutama pada ibu hamil untuk menghindari paparan radiasi. 3

Gambar 2: Foto rontgen sinus yang menunjukkan air-fluid level pada sinus etmoid 4

CT-Scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai secara anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. CT scan mampu memberikan gambaranyang bagus terhadap penebalan mukosa, air-fluid level, struktur tulang, dan kompleks osteomeatal. Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronis yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus.3,4MRI sinus lebih jarang dilakukan dibandingkan CT scan karena pemeriksaan ini tidak memberikan gambaran terhadap tulang dengan baik. Namun, MRI dapat membedakan sisa mukus dengan massa jaringan lunak dimana nampak identik pada CT scan. Oleh karena itu, MRI akan sangat membantu untuk membedakan sinus yang terisi tumor dengan yang diisi oleh sekret. 3,4Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Hal ini lebih mudah diamati bila sinusitis terjadi pada satu sisi wajah,karena akan nampak perbedaan antara sinus yang sehat dengan sinus yang sakit. Pemeriksaan ini sudah jarang dilakukan karena sangat terbatas kegunaannya.Endoskopi nasal kaku atau fleksibel dapat digunakan untuk pemeriksaan sinusitis. Endoskopi ini berguna untuk melihat kondisi sinus ethmoid yang sebenarnya, mengkonfirmasi diagnosis, mendapatkan kultur dari meatus media dan selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi. Ketika dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kontaminasi dari hidung, kultur meatus media sesuai dengan aspirasi sinus yang mana merupakan baku emas. Karena pengobatan harus dilakukan dengan mengarah kepada organisme penyebab, maka kultur dianjurkan. 3,4

Differential DiagnosisDokter perlu memahami keluhan pasien yang menggambarkan sinus mereka bermasalah karena keluhan tersebut mungkin tidak melibatkan sinus.Banyak kondisi yang mempunyai keluhan nyeri wajah atau sakit kepala yang harus dipertimbangkan.Sindrom sakit kepala bisa termasuk tension headache, migrain, cluster headache atau arteritis temporal. Pada keluhan sakit mata harus dipertimbangkan glaukoma, kesalahan refraksi dan strabismus. Neuralgia tengkorak, nyeri leher kronis, penyakit gigi dan gangguan temporomandibular juga harus dipertimbangkan. Sakit kepala mungkin disebabkan dari kontak septum hidung dengan salah satu konka, disebut sakit kepala rhinologic(rhinologic headache). Kontak tersebut bisa dikurangkan dengan pengobatan vasomotor atau rinitis alergi, dapat memperbaiki sakit kepala pada beberapa pasien.Pasien yang mempunyai sinus sejati mungkin memiliki rhinitis alergi atau oklusi sinus karena neoplasma.Neoplasma yang sering adalah karsinoma epitel nasofaring yang biasanya berasal dari sel skuamosa.Kejadian ini lebih banyak di negara Mediterania dan Timur Jauh.Faktor genetik dan lingkungan juga mungkin memainkan peranan. DNA virus Epstein-Barr telah dideteksi pada tumor dan kondisi premaligna, dan beberapa kelompok antigen limfosit manusia(HLA) juga telah diidentifikasi.5Beberapa penyakit lain yang memiliki manifestasi atau keterkaitan dengan rinosinusitis yaitu :6 Granulomatosis Wegener melibatkan angiitis yang dikaitkan dengan nekrosis fokal dan reaksi granulomatosa. Penyakit ini pada awalnya mempengaruhi saluran pernapasan, tetapi dapat juga berkembang melibatkan organ lain. Ataksia - telangiektasia merupakan gangguan autosomal resesif yang berhubungan dengan sinusitis berulang, infeksi paru, bronkiektasis, fibrosis paru, tracheomegalli, berkurangnya jaringan limfoid dan atrofi cerebellar. Cystic fibrosis adalah gangguan autosomal resesif yang berhubungan dengan pernapasan, GI, kelainan jantung dan sinus. Sindrom silia imotil (immotile cilia syndrome) adalah gangguan autosomal resesif yang terkait dengan infeksi paru berulang dan/atau konsolidasi paru, sinusitis, bronkiektasis dan sindrom Kartagener. Sindrom Kartagener adalah penyakit autosomal resesif yang berhubungan dengan sinusitis, situs inversus, infeksi pernafasan berulang dan bronkiektasis. Pasien yang hiperalergik mungkin memiliki polip yang tidak terhitung mengisi rongga hidung dan menghalangi sinus paranasal, hal ini dapat memberikan penampilan berkarakteristik pada pemeriksaan imaging. Penyakit ini sangat berkait erat dengan asma. Sindrom Wiskott - Aldrich merupakan penyakit genetik yang bersifat X-linked, resesif dan penyakit defisiensi imun tubuh yang dikaitkan dengan infeksi berulang saluran pernapasan dan atau pneumonia, sinusitis dan mastoiditis. Sindrom Kuku Kuning (Yellow-nail syndrome)dikaitkan dengan efusi pleura berulang,efusi perikardial, chylothorax, bronkiektasis dan sinusitis. Sindrom Muda (Young Syndrome) dikaitkan dengan azoospermia sekunder pada obstruksi epididimis dan infeksi saluran pernapasan berulang dan sinusitis.

PenatalaksanaanPengobatan tergantung pada etiologi dari gejala rhinosinus. Tujuan terapi sinusitis adalah: a) Mempercepat penyembuhan,b) Mencegah komplikasic) Mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan adalah membuka sumbatan KOM sehingga drenase dan ventilasi sinus-sinus pulih alami.6,1

Medika Mentosa1. Kebanyakan infeksi sinus akut disebabkan oleh virus, di mana mayoritas pasien dapat membaik dalam 2 minggu tanpa pengobatan antibiotik.72. Gejala awal dari infeksi saluran pernapasan atas dapat diobati dengan obat-obatan lokal3. Irigasi dengan larutan salin normal direkomendasikan. 4. Dekongestan topikal, seperti oxymetazoline, dikombinasikan dengan dekongestan oral, seperti pseudoephedrine, dapat membantu hidung tersumbat dan untuk drainase. Pasien dinasihatkan tidak menggunakan vasokonstriktor nasal topikal untuk jangka masa yang panjang karena adanya risiko rinitis medikamentosa.Drainase medis dicapai dengan vasokonstriktor topikal dan sistemik. Vasokonstriktor alpha-adrenergik per oral termasuk pseudoefedrin dan fenilefrin bisa digunakan selama 10-14 hari untuk mengembalikan fungsi mukosiliar dan drainase menjadi normal. Vasokonstriktor alpha-adrenergik per oral bisa menyebabkan hipertensi dan takikardi, maka mereka dikontraindikasikan pada pasien dengan penyakit kardiovaskular. Obat ini juga dikontraindikasikan pada atlit yang mau berkompetisi karena peraturan pertandingannya. Vasokonstriktor topikal (Oxymetazoline hydrochloride) membantu drainase menjadi baik, tetapi harus digunakan maksimal 3-5 hari, dengan peningkatan risiko rebound congestion, vasodilatasi dan rinitis medikamentosa bila digunakan untuk periode yang lama.5,6,75. Untuk rinosinusitis akut yang disebabkan oleh bakteri didapatkan dari komunitas (community-acquired bakteri), antibiotik mengurangi durasi penyakit dan membantu membasmi infeksi. Berdasarkan uji klinis, amoksisilin, doxycycline, atau trimethoprim-sulfametoksazol merupakan antibiotik yang disukai dan direkomendasikan selama 10 sampai 14 hari. Pilihan lain termasuk macrolide seperti azitromisin atau klaritromisin, atau sefalosporin generasi kedua/ketiga.5 Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus. Pada sinusitis, antibiotik diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang. 1Antibiotik harus disediakan untuk pasien dengan gejala yang disebabkan oleh bakteri.Namun, gejala rinosinusitis bakteri biasanya tidak berbeda dari yang disebabkan oleh virus.Simptom yang menunjukkan rinosinusitis bakteri termasuk demam, malaise seluruh badan dan sakit kepala pada bagian frontal unilateral.Selain itu rinosinusitis bakteri juga merupakan tanda komplikasi dini dan terjadi pada pasien berisiko (immunodeficiency, usia lanjut, dll).Infeksi bakteri harus dipertimbangkan jika gejala memburuk atau gagal untuk membaik dalam 7-10 hari. Karena adanya peningkatan resistensi penisilin pada bakteri patogen utama pada rinosinusitis, jadi pemilihan antibiotik harus dipertimbangkan. Pada pasien yang tidak beresiko resisten, amoksisilin merupkan terapi lini pertama. Alternatif lini pertama yang lain termasuk trimethoprimsulfamethoxazole atau doxycycline.76. Jika tidak ada perbaikan gejala klinis seperti penurunan batuk, penurunan nanah hidung, resolusi demam atau berkurangnya hidung tersumbat, standar pendekatan adalah dengan antibiotik lini kedua dengan spektrum yang lebih luas dan diberikan lebih lama. Jika responnya kurang pada antibiotik lini pertama, maka antibiotik harus beralih ke cakupan yang lebih luas. Antibiotik lini kedua termasuk amoksisilin-asam klavulanat, sefalosporin dan makrolida.5,77. Respons klinis dan pengobatan biasanya tergantung individual.58. Tambahan steroid hidung dapat meningkatkan keberhasilan pengobatan lebih tinggi. Kortikosteroid yang digunakan intranasal bisa efektif dengan melemahkan respon inflamasi, meskipun pada saat ini manfaat mereka masih tidak menyakinkan. Penggunaan kortikosteroid sistemik mungkin memiliki kelebihan dibandingkan dengan penggunaan intranasal, seperti tingkat terapeutik yang tinggi dan tidak ada risiko pelepasan buruk disebabkan oleh penyumbatan hidung. Review Cochrane baru-baru ini yang mengenai terapi kortikosteroid sistemik untuk rinosinusitis akut, melaporkan obat ini mempunyai efek mengguntungkan jangka pendek.5,89. Pengobatan tambahan lainnya termasuk mucoevacuants untuk menipis sekresi lendir. Ini termasuk guaifenesin dan kalium iodida. Golongan mukolitik (guaifenesin) secara teori mempunyai manfaat seperti menipiskan sekresi mukus dan memperbaiki drainase. Ia jarang digunakan untuk praktek klinis pengobatan sinusitis akut.6,710. Belum data tersedia yang menunjukkan bahwa antihistamin bermanfaat pada sinusitis akut. Antihistamin mungkin berbahaya karena ia mengeringkan membran mukus dan menurunkan klirens sekresi. Antihistamin bermanfaat untuk mengurangkan obstruksi ostiomeatal pada pasien dengan alergi dan sinusitis akut; tetapi ia tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin pada pasien sinusitis akut. Antihistamin mungkin memburukkan drainase dengan terjadinya penebalan dan tertumpuknya(pooling) sekresi sinonasal.6 Antihistamin tidak diberikan rutin karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan sekret menjadi lebih kental. Bila ada alergi berat, sebaiknya diberikan antihistamin generasi kedua.111. Pada AFRs(allergic fungal rhinosinusitis), operasi biasanya diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan menghapuskan mukus yang menebal. Setelah intervensi bedah, diberikan kortikosteroid oral yang biasanya ditampering off secara bertahap ke dosis terendah yang diperlukan untuk mengendalikan simptom. Selain itu, semprotan hidung kortikosteroid topikal digunakan untuk mengendalikan peradangan.12. Pengobatan antibiotik kronis mungkin memerlukan cakupan anaerobik, seperti klindamisin, amoksisilin/klavulanat, metronidazole yang dikombinasikan dengan macrolide, atau moksifloksasin. Lamanya pengobatan adalah 4 sampai 6 minggu. 713. Pasien sinusitis dengan penyebabnya dental atau mereka dengan discharge yang berbau busuk, pengobatan anaerobik diperlukan dengan menggunakan klindamisin atau amoksisilin dengan metronidazole.14. Pasien dengan sinusitis nosokomial akut memerlukan pengobatan intravena yang adekuat untuk organisme gram negatif. Antibiotik aminoglikosida biasanya merupakan drug of choice karena mempunyai cakupan yang baik pada gram negatif dan penetrasi sinus. Seleksi antibiotik biasanya berdasarkan hasil kultur yang diambil dari sekresi maksila.15. Selain dari pembedahan, komplikasi sinusitis akut ditangani dengan antibiotik intravena. Sefalosporin generasi ketiga (cefotaxime, ceftriaxone) dengan kombinasi vancomycin yang memberikan penetrasi intrakranial yang adekuat, merupakan pilihan pertama.616. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang berat.1

Non Medika Mentosa1. Pembedahan umumnya dicadangkan untuk pasien dengan kelainan anatomi dan hanya setelah terapi medis maksimal gagal. Kriteria mutlak untuk operasi meliputi setiap perluasan infeksi atau adanya tumor di rongga hidung atau sinus. Indikasi relatif termasuk sinusitis bakteri akut berulang, obstruksi oleh poliposis hidung, rinosinusitis kronis yang tidak responsif terhadap pengobatan dan penyakit penyerta seperti asma yang recalcitrant. Kerjasama yang erat dengan otolaryngologist berpengalaman sangat penting dalam kasus-kasus yang sulit.Bedah sinus endoskopi fungsional(BSEF/FESS) merupakan operasi terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal.1,52. Jika perlu, dapat diberikan terapi seperti analgetik, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi).1Selain itu, simptomnya juga dapat dikurangkan dengan humidifikasi/vaporizer, kompresi hangat, hidrasi yang adekuat dan nutrisi seimbang.6

Pencegahan1. Menghindari penularan infeksi saluran pernapasan atas dengan menjaga kebiasaan cuci tangan yang ketat dan menghindari orang-orang yang menderita pilek atau flu .2. Disarankan mendapatkan vaksinasi influenza tahunan untuk membantu mencegah flu dan infeksi berikutnya dari saluran pernapasan bagian atas .3. Obat antivirus untuk mengobati flu, seperti zanamivir (Relenza), oseltamivir (Tamiflu), rimantadine (Flumadine) dan amantadine (Symmetrel), jika diambil pada awal gejala, dapat membantu mencegah infeksi .4. Dalam beberapa penelitian, lozenges seng karbonat telah terbukti mengurangi durasi gejala pilek.5. Pengurangan stres dan diet yang kaya antioksidan terutama buah-buahan segar dan sayuran berwarna gelap, dapat membantu memperkuat sistem kekebalan tubuh .6. Rencana serangan alergi musiman .a. Jika infeksi sinus disebabkan oleh alergi musiman atau lingkungan, menghindari alergen sangat penting. Jika tidak dapat menghindari alergen, obat bebas atau obat resep dapat membantu. OTC antihistamin atau semprot dekongestan hidung dapat digunakan untuk serangan akut.b. Orang-orang yang memiliki alergi musiman dapat mengambil obat antihistamin yang tidak sedasi(non sedative) selama bulan musim-alergi.c. Hindari menghabiskan waktu yang lama di luar ruangan selama musim alergi. Menutup jendela rumah dan bila mungkin, pendingin udara dapat digunakan untuk menyaring alergen serta penggunaan humidifier juga dapat membantu.d. Suntikan alergi, juga disebut "imunoterapi", mungkin efektif dalam mengurangi atau menghilangkan sinusitis karena alergi. Suntikan dikelola oleh ahli alergi secara teratur selama 3 sampai 5 tahun, tetapi sering terjadi pengurangan remisi penuh gejala alergi selama bertahun-tahun.7. Menjaga supaya tetap terhidrasi dengan:a. Menjaga kebersihan sinus yang baik dengan minum banyak cairan supaya sekresi hidung tipis.b. Semprotan hidung saline (tersedia di toko obat) dapat membantu menjaga saluran hidung agar lembab, membantu menghilangkan agen infeksius. Menghirup uap dari semangkuk air mendidih atau mandian panas beruap juga dapat membantu.c. Hindari perjalanan udara. Jika perjalanan udara diperlukan, gunakan semprotan dekongestan nasal sebelum keberangkatan untuk menjaga bagian sinus agar terbuka dan sering menggunakan saline nasal spray selama penerbangan. 8. Hindari alergen di lingkungan: Orang yang menderita sinusitis kronis harus menghindari daerah dan kegiatan yang dapat memperburuk kondisi seperti asap rokok dan menyelam di kolam diklorinasi.9

KomplikasiKomplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial. Komplikasi infeksi rinosinusitis sangat jarang dan paling sering terjadi pada anak dan imunocompromised. Perluasan yang tidak terkendali dari penyakit bakteri atau jamur mengarah kepada invasi struktur sekitarnya terutama orbital dan otak.5,6Komplikasi mungkin timbul dengan cepat. Komplikasi yang sering adalah selulitis atau abses pada daerah preseptal atau orbita. Infeksi preseptal diobati dengan antibiotik dan tidak diperlukan pembedahan. Komplikasi yang lain mungkin memerlukan pengobatan pembedahan segera. Perluasan pada postseptal mungkin terjadi dari penyebaran infeksi melalui lamina papyracea(lapisan kertas), tulang tipis lateral pada sinus ethmoid. Sinus yang paling sering terkena adalah sinus ethmoid, kemudian sinus frontal dan maksila. Penyebaran infeksi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Perluasan ini dapat melibatkan pembuluh darah ethmoid yang mengakibatkan terjadinya trombosis .Gejalanya meliputi edema kelopak mata yang progresif, eritema, chemosis dan proptosis, yang jika tidak diobati, dapat berkembang menjadi oftalmoplegia dan kebutaan.Perluasan pada intrakranial termasuk terjadinya meningitis, abses epidural atau subdural, abses otak atau sagital, atau trombosis sinus cavernosus. Setiap pasien dengan sejarah rinosinusitis dan demam tinggi, peningkatan sakit kepala atau terjadi perubahan status mental harus dicurigai memiliki komplikasi intrakranial.1,5 Osteomielitis dapat menyebabkan komplikasi lokal. Pada tumor Pott bengkak(Potts puffy tumor), osteomyelitis dari plate anterior dari tulang frontal menyebabkan dahi edema. Hal ini merupakan komplikasi akut yang membutuhkan bedah drainase.Osteomelitis dan abses subperiostal paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi.1,5Komplikasi lokal juga dapat terjadi dari mucoceles atau mucopyoceles. Mereka merupakan lesi kronis, dimana terjadinya cystic pada sinus .Sinus frontal adalah yang paling sering terlibat .Mereka lambat tumbuh dan mungkin memerlukan waktu bertahun-tahun sebelum gejala terjadi.Keterlibatan sinus frontal dapat menyebabkan perubahan pada mata, mengakibatkan diplopia.Dekompresi sering menyebabkan hilangnya gejala. Erosi posterior oleh mucopyocele dapat menyebabkan infeksi . Mucoceles terlihat pada anak-anak dengan cystic fibrosis.5Komplikasi lain adalah kelainan paru seperti bronkitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru disebut sinobronkitis. Selain itu juga dapat menyebabkan kambuhnya asma bronkial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya disembuhkan.1

PrognosisSinusitis tidak menyebabkan kematian yang signifikan dengan sendirinya. Namun, sinusitis yang berkomplikasi dapat menyebabkan morbiditas dan dalam kasus yang jarang dapat menyebabkan kematian. Sekitar 40 % kasus sinusitis akut membaik secara spontan tanpa antibiotik.Perbaikan spontan pada sinusitis virus adalah 98 %.Pasien dengan sinusitis akut, jika diobati dengan antibiotik yang tepat, biasanya menunjukkan perbaikan yang cepat.Tingkat kekambuhan setelah pengobatan yang sukses adalah kurang dari 5 %. Jika tidak adanya respon dalam waktu 48 jam atau memburuknya gejala, pasien dievaluasi kembali. Rinosinusitis yang tidak diobati atau diobati dengan tidak adekuat dapat menyebabkan komplikasi seperti meningitis, tromboflebitis sinus cavernous, selulitis orbita atau abses, dan abses otak.6Pada pasien dengan rhinitis alergi , pengobatan agresif gejala hidung dan tanda-tanda edema mukosa yang dapat menyebabkan obstruksi saluran keluar sinus, dapat mengurangkan sinusitis sekunder. Jika kelenjar gondok secara kronis terinfeksi, pengangkatan mereka dapat menghilangkan nidus infeksi dan dapat mengurangi infeksi sinus.6

DAFTAR PUSTAKA

1. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi ketujuh. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 20122. Adams GL, Boies LR, Higler PH. Hidung dan sinus paranasalis. Buku ajar penyakit tht. Edisi keenam. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1994.h.173-2403. Mark A. Zacharek, Preeti N. Malani, Michael S. Benninger. An approach to the diagnosis and management of acute bacterial rhinosinusitis. 2005. Diunduh dari informahealthcare.com/doi/pdf/10.1586/14787210.3.2.271 . 24 April 2014. 4. Cummings CW. Radiology of nasal cavities and paranasal. Cumming otolaryngology head and neck surgery. 4th edition. USA: Mosby; 2006.p.201. 5. Hallet R, Naguwa SM. Severe rhinosinusitis. Clinical reviews in allergy and immunology. California : Human Press Inc. 2003; 5(3):177-90.6. Brook I, Benson BE, Riauba L, Cunha BA. Acute sinusitis. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/232670-overview. 23 April 2014.7. Georgy MS,PetersAT. Chapter 8:rhinosinusitis. Allergy AsthmaProc. 2012 ;33 Suppl 1:24-78. Venekamp RP,Bonten MJM,Rovers MM,Verheij TJM,Sachs APE.Systemic corticosteroid monotherapyforclinically diagnosed acute rhinosinusitis: a randomized controlled trial. CMAJ. 2012; 184: 751-79. Cunha J P, Stoppler M C, Doerr S. Sinus infection. Diunduh dari http://www.emedicinehealth.com/sinus_infection/page12_em.htm#sinus_infection_prevention.10. Meltzer EO, Hamilos DL. Rhinosinusitis diagnosis and management for the clinician: a synopsis of recent consensus guidelines. Mayo Clin Proc. 2011; 86 (5): 427-4311. Desrosiers M, Evans GA, Keith PK. Canadian clinical practice guidelines for acute and chronic rhinosinusitis. Allergy Asthma Clin Immunol. 2011;7(1):212. Rhinosinusitis, diunduh dari : https://www.aaaai.org/conditions-and-treatments/conditions-a-to-z-search/sinuses,-sinusitis,-rhinosinusitis.aspx 13. Basic Otorhinolaringology. Probst,Rudolf.Ebook. 2006. Thime

17