ANALISIS NARATIF IDEALISME WARTAWAN...
Transcript of ANALISIS NARATIF IDEALISME WARTAWAN...
ANALISIS NARATIF IDEALISME WARTAWAN DALAM
FILM MOAMMAR EMKA’S JAKARTA UNDERCOVER
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Disusun Oleh
Reza Armanda
NIM 1112051100005
PROGRAM STUDI JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H./2019 M.
i
ABSTRAK
Nama : Reza Armanda NIM : 1112051100005
Analisis Naratif Idealisme Wartawan Dalam Film Moammar
Emka’s Jakarta Undercover
Film Moammar Emka’s Jakarta Undercover merupakan film
yang diangkat dari buku fenomenal karya Moammar Emka dengan
judul sama. Emka yang dulu berprofesi sebagai wartawan
menginvestigasi tempat-tempat hiburan malam yang menawarkan jasa
seksual di Jakarta. Film ini menggunakan metode pencarian berita yang
dilakukan Emka sebagai benang merahnya.
Masalah yang ingin diungkap dalam penelitian ini yaitu
bagaimana alur awal, alur tengah, dan alur akhir film Moammar
Emka’s Jakarta Undercover? Dan bagaimana idealisme seorang
wartawan dinarasikan dalam film Moammar Emka’s Jakarta
Undercover?
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif
dengan metode penelitian analisis narasi yang dikembangkan oleh
Tzvetan Todorov. Todorov membagi narasi menjadi tiga bagian yakni
alur awal, tengah dan akhir. Karena narasi tidak cukup hanya
menganalisis teks, beberapa komponen dapat diinterpretasikan melalui
unsur-unsur sinematografi dalam adegan-adegan yang diteliti.Teknik
pengumpulan data, secara primer dengan observasi film Moammar
Emka’s Jakarta Undercover didukung data sekunder.
Tema utama dalam film ini adalah tentang pengkhianatan.
Seorang jurnalis dicap sebagai pengkhianat karena idealisme yang ia
pegang. Dalam film ini, peneliti menemukan sembilan prinsip
jurnalisme menurut Bill Kovach, yakni: kewajiban pada kebenaran,
loyalitas pada warga, disiplin verifikasi, independen dari sumber berita,
memantau penguasa, sebagai wadah forum publik, membuat tulisan
yang menarik dan relevan, menjaga berita komprehensif dan
proporsional, dan mendengarkan hati nurani.
Film ini menunjukkan dilema seorang wartawan. Saat seorang
wartawan tidak memiliki pendirian yang kuat, hal itu akan berujung
pada pelanggaran kode etik yang berlaku. Pelanggaran seperti
merahasiakan identititas pada narasumber dan tidak menghormati
ketentuan embargo.
Kata kunci: Jakarta Undercover, idealisme, wartawan, narasi, Tzvetan
Todorov
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim, segala puji dan syukur
peneliti panjatkan kepada Allah SWT karena atas nikmat
dan karunia-Nya penelitian skripsi ini dapat berjalan
dengan baik tanpa halangan yang berarti. Shalawat serta
salam juga tidak lupa ditujukkan kepada Nabi besar
Muhammad SAW.
Sehubungan dengan selesainya skripsi ini, maka
penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
banyak kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan, bimbingan, doa serta dorongan semangat dalam
menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:
1. Orangtua tercinta, Ayahanda Syafriadi dan Ibunda
Eva Yanti yang sangat luar biasa memerjuangkan dan
mendukung peneliti untuk bisa meraih pendidikan
setinggi-tingginya, memberikan kasih sayang doa
yang tak terhingga sehingga peneliti bisa
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
2. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar
Lubis, Lc., M.A.
iii
3. Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta Dr. Suparto, M.Ed.,
Ph.D., Wakil Dekan I Bidang Akdemik Dr. Siti
Napsiyah, Wakil Dekan II Bidang Administrasi
Umum Sihabuddin Noor, M.Ag., Wakil Dekan III
Bidang Kemahasiswaan Cecep Sastra Wijaya MA.
4. Ketua Jurusan Jurnalistik Kholis Ridho, M.Si.,
Serketaris Jurusan Jurnalistik Dra. Hj. Musfirah
Nurlaily, M.A. yang telah meluangkan waktunya
untuk sekedar berkonsultasi dan meminta bantuan
dalam hal perkulihan.
5. Ade Masturi, MA. sebagai Dosen Pembimbing yang
telah begitu bijaksana memberikan ilmunya kepada
peneliti di tengah kesibukan yang padat, serta
membimbing peneliti dengan sabar agar skripsi ini
selesai dengan baik dan juga bermanfaat.
6. Siti Nurbaya, M.Si selaku dosen pembimbing
akademik Jurnalistik A 2012 yang telah membimbing
selama kurang lebih 5 tahun perkuliahan.
7. Kepada kedua dosen penguji skripsi, Dr. Tantan
Hermansah, M.Si dan Rubiyanah, MA. terima kasih
atas penilaian dan masukan untuk perbaikan
penulisan skripsi ini.
8. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi yang telah mengajari dan memberi ilmu
kepada peneliti. Mohon maaf apabila ada kesalahan
kata atau sikap yang menyinggung selama perkulihan.
iv
9. Segenap Staf Perpustakaan Utama UIN Jakarta dan
Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi yang tela berbaik hati dalam memberikan
buku-buku yang dibutuhkan oleh peneliti.
10. Terima kasih sebanyak-banyaknya untuk nenek Ny.
Ratnawati dan dan datuk Nur Muhammad (alm) yang
telah merawatku dari kecil hingga dewasa. Serta
kepada tante Yurviani dan paman Mukhfiadi yang
selalu memberikan nasihat dan dukungan materi
kepada penulis. Teruntuk kakak Rian Fadli dan adik
Ulfa Afriliani yang selalu memberi motivasi dan
semangat setiap harinya.
11. Untuk rekan-rekan wisuda 100 Badruz, Oji,
Bongkeng, Tincup, Angga, Alip, Tray terima kasih
atas masukan dan kritiknya serta Lukman, Pian,
Hapis, Yasir, Soyi, Firman, Eva terima kasih telah
menemani di masa-masa akhir kuliah.
12. Teman-teman di Jurnalistik A 2012 terima kasih atas
pelajarannya, kebersamaan, dan kekompakan selama
menjalani kuliah.
13. Untuk kawan-kawan DPR (dibawah pohon rindang),
keluarga besar FKMA At-Taqwa, keluarga besar
MAKO, dan KKN Parahita. Terima kasih telah
memberikan banyak moment yang menyenangkan
sehingga kuliah ini berkesan.
v
Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah
membantu. Semoga Allah membalas segala kebaikan kalian
semua. Dengan segala kekurangan dan keterbatasan peneliti
dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga apa yang telah
peneliti lakukan dapat bermanfaat bagi yang membaca.
Aamiin Ya Rabbal Alamiiin
Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Jakarta,5 Juli 2019
Reza Armanda
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................... vi
DAFTAR TABEL .................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ............................................ 6
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian............................. 7
D. Metodologi Penelitian .......................................................... 8
E. Tinjauan Pustaka ................................................................ 13
F. Sistematika Penulisan......................................................... 14
BAB II LANDASAN TEORI
A. Analisis Naratif .................................................................. 16
B. Teori Narasi Menurut Tzvetan Todorov ............................. 17
vii
C. Idealisme Wartawan ........................................................... 21
D. Jurnalisme Investigasi ........................................................ 39
E. Konseptualisasi Film .......................................................... 41
F. Film Sebagai Media Penyampai Nilai ................................ 52
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Sekilas Tentang Jakarta Undercover ................................... 57
B. Sinopsis Film Moammar Emka’s Jakarta Undercover ........ 60
C. Tokoh Film Moammar Emka’s Jakarta Undercover ........... 62
D. Profil Moammar Emka ....................................................... 66
BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Alur Awal, Tengah, dan Akhir dalam Film
Moammar Emka’s Jakarta Undercover .............................. .70
1. Analisis Alur Awal .......................................................... 70
2. Analisis Alur Tengah Cerita ............................................. 79
3. Analisis Alur Akhir Cerita ............................................... 84
B. Idealisme Wartawan Dalam Alur Film “Moammar Emka’s
Jakarta Undercover” ........................................................... 86
viii
C. Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik Dalam Narasi Film
"Moammar Emka's Jakarta Undercover" ............................ 96
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................... 101
B. Saran ................................................................................ 102
DAFTAR PUSTAKA ........................................................... 103
ix
DAFTAR TABEL
1. Tabel 2.1 Struktur Narasi Lacey Gillespie ........................ 18
2. Tabel 4.1 Adegan Pertama Alur Awal .............................. 72
3. Tabel 4.2 Adegan Kedua Alur Awal ................................ 72
4. Tabel 4.3 Adegan Pertama Alur Tengah ........................... 81
5. Tabel 4.4 Adegan Kedua Alur Tengah ............................. 82
6. Tabel 4.5 Elemen Jurnalisme dalam Alur Film ................. 87
x
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 3.1 Poster Film Jakarta Undercover .................... 39
2. Gambar 3.2 Pemeran Pras ................................................ 62
3. Gambar 3.3 Pemeran Awink ............................................ 64
4. Gambar 3.4 Pemeran Yoga .............................................. 64
5. Gambar 3.5 Pemeran Djarwo ........................................... 65
6. Gambar 3.6 Moammar Emka ........................................... 66
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ketika pertama kali dirilis pada tahun 2003, buku
Jakarta Undercover karangan Moammar Emka berhasil
menjadi bahan perbincangan hangat di kalangan pecinta
literatur Indonesia. Khususnya karena buku tersebut berisi
kumpulan cerita yang dengan berani mengangkat berbagai
sisi kehidupan seksual warga Jakarta yang selama ini masih
belum banyak diketahui atau malah dianggap tabu untuk
dibicarakan.
Dengan bantuan penulis naskah Joko Anwar, versi
film dari Jakarta Undercover yang diarahkan oleh Lance
dan dibintangi Luna Maya, Lukman Sardi, Fachri Albar
serta Christian Sugiono akhirnya dirilis pada awal tahun
2007.Kini, sepuluh tahun semenjak perilisan versi film dari
Jakarta Undercover, sutradara Fajar Nugros menghadirkan
interpretasinya sendiri atas buku tulisan Emka tersebut. Jika
Jakarta Undercover arahan Lance mengadaptasi cerita yang
ada di dalam buku Jakarta Undercover, maka adaptasi film
Jakarta Undercover arahan Nugros – yang diberi judul
Moammar Emka’s Jakarta Undercover – mencoba
mengisahkan bagaimana cerita-cerita yang ada dalam buku
tersebut didapatkan penulisnya. Film Moammar’s Emka
Jakarta Undercover bukanlah sekuel maupun remake dari
film pendahulunya. Susanti Dewi selaku produser
2
menjelaskan bahwa film ini adalah tentang Jakarta dari
kaca mata Emka dengan cerita yang relevan dengan
keadaan sekarang.1
Film ini diperspektifkan oleh seorang bernama Pras,
pemuda desa yang merantau ke Jakarta untuk menjadi
wartawan. Cita-cita tersebut berhasil diraihnya. Namun
kejenuhan muncul dalam benak Pras yang merasa bosan
hanya menulis berita titipan dan pencitraan pejabat. Pras
ingin melakukan sesuatu yang signifikan dengan karirnya.
Dimulailah dari memanfaatkan pertemanannya dengan
Yoga juga Awink, Pras mendapat akses untuk menjelajah
kehidupan malam Jakarta. Jiwa jurnalismenya membuatnya
menulis catatan akan setiap aktifitas kehidupan malam.
Disinilah dilema yang akan dihadapi Pras. Pelaku dunia
malam yang tidak ingin kehidupan mereka diekspos,
hubungan Pras dengan teman-temannya, serta idealisme
jurnalisme Pras sendiri.
Film ini diperankan oleh Oka Antara sebagai Pras,
Baim Wong sebagai Yoga, Tiara Eve sebagai Laura,
Ganindra Bimo sebagai Awink, Tio Pakusadewo sebagai
pejabat, Lukman Sardi sebagai Djarwo, Richard Kyle
sebagai Ricky, Nikita Mirzani sebagai Sasha, Edo Borne
sebagai Frans, Agus Kuncoro sebagai Mama San. Beberapa
pemeran Moammar Emka’s Jakarta Undercover berhasil
1kilasdaerah.kompas.com/read/emka.film.jakarta.undercover.tak.melulu
.tentang.sisi.gelap.jakarta.html
3
masuk nominasi aktor pendukung pria terbaik. Dalam
Indonesia Movie Aktor Awards 2017, Agus Kuncoro
meraih penghargaan sebagai pemeran pendukung pria
terbaik sedangkan Baim Wong masuk nominasi. Lalu
Ganindra Bimo juga menjadi pemenang dalam kategori
pemeran pendukung pria terpuji dalam ajang Festival Film
Bandung 2017.
Tema dasar film ini yaitu pengkhianatan. Dimana
Jakarta adalah tempat berkumpul bagi orang-orang dari
daerah yang ingin mengejar asa dan cita. Mereka berlomba-
lomba ingin sukses dan menjadi nomor satu. Namun dalam
prosesnya terjadi persinggungan hingga akhirnya
menghalalkan segala cara termasuk mengkhianati teman
dekat agar bisa sukses.2 Profesi yang ditekankan dalam film
ini adalah wartawan. Profesi yang memang diemban
Moammar Emka saat menulis Jakarta Undercover di tahun
2003. Emka lebih cenderung menggunakan metode
investigasi partisipatif untuk mendapatkan bahan
tulisannya. Alasan Emka menggunakan metode investigasi
partisipatif yaitu kedekatan yang lebih dengan narasumber
dan lebih banyak menggunakan pendekatan penulisan dari
sisi bagaimana (how) dibanding apa (what), kapan (when),
ataupun siapa (who).3
2Wawancara Fajar Nugros via WhatsApp 3 Prasetya.ub.ac.id/berita/Workshop-Jurnalistik-LPM-Techno-3098-
id.html
4
Wartawan adalah orang-orang yang terlibat dalam
pencarian, pengolahan, dan penulisan berita, yang nantinya
dimuat di media massa. Kehidupan wartawan menyimpan
banyak sisi menarik. Sisi yang tak terlepas dari sifat
manusiawinya, baik yang berupa hal positif maupun
negatif. Tak semua orang mengerti bahwa pekerjaan ini
mengandung risiko yang besar, bahkan terkadang sampai
taruhan nyawa. Sebagai manusia biasa wartawan pun
memiliki perasaan takut, misalnya ketika mencari berita di
tempat-tempat yang berbahaya. Tak jarang pekerjaan ini
juga memunculkan pertentangan batin antara
mempertahankan idealisme atau menjadi realistis. Sudah
bukan rahasia lagi bahwa media-media yang ada sekarang
ini telah dikuasai oleh kepentingan pemodal.4
Kode etik jurnalistik disusun guna menjadi
bimbingan moral dan pedoman kerja wartawan.
Profesionalisme kewartawanan diukur dari kepatuhannya
mengikuti kode etik. Tidak sedikit pula wartawan di
Indonesia mengabaikan salah satu kode etik yang
mengharuskan memberi identitas diri ketika wawancara.
Dalam Kode Etik Persatuan Wartawan Indonesia Bab III
pasal 9 mengharuskan wartawan Indonesia selalu
menyatakan identitas pada narasumber dan pasal 14 yang
melarang menyiarkan pernyataan off the record. Hal-hal
4plimbi.com/article/167652/menguak-sisi-manusiawi-wartawan
5
inilah yang memicu konflik-konflik dalam film Moammar
Emka’s Jakarta Undercover.
Film merupakan salah satu media massa yang
mengandung pesan sosial di dalamnya, itu dikarenakan film
adalah sebuah gabungan pemikiran dan keyataan sosial
yang dirasakan oleh seseorang dan dituangkan pada sebuah
gambar audio visual dalam bentuk cerita. Pesan sosial yang
terdapat dalam film dapat merubah perilaku, cara pikir,
style (gaya), hingga cara berbicara seseorang. Kekuatan dan
kemampuan film menjangkau banyak segmen sosial, lantas
membuat para ahli berpendapat bahwa film memiliki
potensi untuk mempengaruhi khalayak. Sejak saat itu,
banyak penelitian yang mengangkat tema dari film atau
hendak melihat dampak dari film terhadap masyarakat.5
Juga beberapa tahun belakangan banyak film yang kembali
mengangkat jurnalisme sebagai konsentrasi temanya. Sebut
saja film Spotlight, A Mighty Heart, Kill The Messenger,
The Bang-Bang Club, The Post, All President Men,
Nightcrawler dan lain-lain. Namun untuk Indonesia sendiri,
film dengan tema wartawan masih jarang diproduksi.
Untuk menilai tindakan seorang jurnalis, tidak hanya
sekedar apakah ia patuh dan taat pada kode etik. Semuanya
harus dikaji secara kritis dari berbagai aspek. Seperti
tingkat kepentingan berita dan keselamatan jurnalis.
5 Alex Sobur ,Analisis Teks Media, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2006), h. 127
6
Berangkat dari latar belakang tersebut, penulis tertarik
meneliti aspek cerita film ini. Karena film ini menceritakan
realitas kehidupan wartawan di Indonesia yang
memperjuangkan idealismenya. Berdasarkan pemaparan di
atas, penulis memilih judul skripsi Analisis Naratif
Idealisme Wartawan Dalam Film “Moammar Emka’s
Jakarta Undercover”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada narasi film
Moammar Emka’s Jakarta Undercover karya Fajar
Nugros dengan menggunakan klasifikasi narasi
menurut Tzvetan Todorov.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pokok permasalahan, penulis
merumuskan rincian permasalahan yang diangkat
dalam penulisan skripsi ini. Adapun perumusan
masalahnya sebagai berikut:
a. Seperti apa alur narasi menurut awal, tengah, dan
akhir film Moammar Emka’s Jakarta Undercover?
b. Bagaimanakah idealisme wartawan dinarasikan
dalam alur film Moammar Emka’s Jakarta
Undercover?
7
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah
diuraikan diatas, maka tujuan penelitiannya adalah:
a. Untuk mengetahui alur cerita awal, tengah, dan
akhir film Moammar Emka’s Jakarta Undercover.
b. Untuk mengetahui narasi mengenai idealisme
wartawan yang direpresentasikan dalam film
Moammar Emka’s Jakarta Undercover.
2. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini, manfaat yang diharapkan
adalah:
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah
khasanah ilmu studi naratif model Tzvetan Todorov
yang fokus pada pengembangan alur cerita sebuah
film.
b. Manfaat Praktis
Penelitian terkait wartawan ini penting bagi
jurusan Jurnalistik. Karena mahasiswa Jurnalistik
diarahkan untuk bekerja di bidang media massa.
Kemungkinan dari sebagian mahasiswa akan ada
yang berminat menjadi wartawan atau jurnalis.
Dengan mengetahui bagaimana wartawan yang
idealis, peneliti berharap penelitian ini bisa
bermanfaat khususnya untuk mahasiswa Jurnalistik,
karena film Moammar Emka’s Jakarta Undecover ini
8
bisa dijadikan salah satu acuan oleh mahasiswa untuk
menjadi wartawan idealis.
D. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Paradigma yang digunakan pada penelitian ini
yaitu paradima konstruktivis. Menurut Weber,
paradigma konstruktivis melihat bentuk kehidupan di
masyarakat tidak hanya dari bentuk penilaian
objektif, namun juga dari tindakan perorangan yang
timbul karena alasan subjektif. Weber juga melihat
bahwa setiap individu akan memberikan pengaruh
pada masyarakat sekitarnya. Dengan tindakan sosial
yang dilakukan individu tersebut harus berdasarkan
rasionalitas dan tindakan sosial harus dipelajari
melalui penafsiran dan pemahaman.6
Peneliti berusaha menempatkan posisi yang
sama dengan subjek yang diteliti. Agar dapat
memahami dan mengkonstruksikan pemahaman dari
subjek terkait situasi yang dihadapi, peneliti
mengandalkan berbagai macam pandangan. Dalam
konteks konstruktivisme, tujuan utama peneliti yaitu
berusaha menafsirkan makna-makna berdasarkan
pandangan orang lain tentang dunia ini.7 Penggunaan
6 Onong Uchana Efendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi,
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007) h.72 7 John W. Creswell, Research Design Pendekatan Kualitatif,
Kuantitatif, dan Mixed (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 11-12.
9
paradigma ini dimaksudkan untuk menjelaskan
realitas yang diciptakan oleh individu. Istilah
konstruksi merupakan buah pemikiran dari Peter L.
Berger dan Thomas Luckman. Ia menggambarkan
proses sosial merupakan hasil dari tindakan dan
interaksi dimana individu sebagai makhluk kreatif
menciptakan terus menerus suatu realitas.8
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
dan analisis narasi yaitu studi tentang struktur pesan
atau telaah mengenai aneka fungsi bahasa
(pragmatic).9 Dalam pendekatan ini, penulis
menggunakan metode yang langsung menarasikan
dalam bentuk penjelasan kualitatif tentang fenomena
yang dibahas. Menurut Bogdan dan Taylor, penelitian
kualitatif adalah salah satu jenis penelitian yang
proses penelitiannya menghasilkan data deskriptif
dari sesuatu yang diteliti. 10
Analisis naratif dapat pula dipakai untuk
mengkaji struktur cerita dari narasi fiksi (seperti
8Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Masa. (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2008), h. 12 9 Alex Sobur, Analisis Teks Media-Suatu Pengantar Untuk Analisis
Wacana, Analisis Semiotic, Dan Analisis Framing (Bandung: PT. Reamaja
Rosdakarya, 2001). 10Amirul Hadi dan Haryono. Metodologi Penelitian Pendidikan.
(Bandung: Pustaka Setia, 1998), h, 56.
10
novel dan film).11 Naratif (narasi) representasi dari
peristiwa-peristiwa. Dipilih sebagai metode penelitian
karena analisis naratif melihat teks berita sebuah
cerita, yang di dalam cerita ada plot, adegan, tokoh,
dan karakter. Selain itu analisis naratif membantu kita
untuk memahami bagaimana pengetahuan, makna dan
nilai diproduksi dan disebarkan dalam masyarakat.
Secara umum teknik analisis datanya menggunakan
alur yang lazim digunakan dalam metode penelitian
kualitatif yakni mengidentifikasi objek yang diteliti
untuk dipaparkan, dianalisis, kemudian ditafsirkan
maknanya.
3. Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan objek, tujuan dan masalah yang
akan di teliti, penelitian ini mempunyai teknik
pengumpulan data sebagai berikut:
a. Observasi atau pengamatan yaitu metode pertama
yang digunakan dalam penelitian ini dengan
melakukan pengamatan dan pencatatan dalam
fenomena-fenomena yang diselidiki pada setiap
adegan film. Disini peneliti mengklasifikasikan
adegan dan dialog yang mengandung unsur kerja
jurnalistik pada film Moammar Emka’s Jakarta
Undercover. Setelah itu peneliti mengutip kemudian
11 Eriyanto, Analisis Naratif: Dasar-dasar dan penerapannya dalam
Analisis Teks Berita Media, (Jakarta :Kencana Prenada Media Group, 2013),
h.9.
11
mencatat dialog ataupun paragraf yang mengandung
pesan pada film ini.12
b. Dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal
atau variabel yang berupa catatan, buku-buku dan
sumber lain yang berhubungan langsung dengan
objek penelitian. Dokumentasi yang menjadi acuan
awal penelitian ini adalah materi film Moammar
Emka’s Jakarta Undercover yang rilis awal 2017.
c. Studi Kepustakaan, peneliti melakukan studi
kepustakaan dengan membaca buku-buku yang
berkaitan dengan jurnalistik, pers, analisis naratif,
komunikasi, film, dan media massa serta hasil-hasil
dari penelitian yang sebelumnya yang juga
menggunakan analisis naratif Tzvetan Todorov
dalam mengkaji film.
Lalu digunakan juga data pendukung yang
diperoleh dari transkrip pernyataan sutradara Fajar
Nugros, dokumen-dokumen atau literatur-literatur
yang mendukung data primer seperti buku-buku,
artikel, catatan kuliah, kamus, internet, dan lain
sebagainya yang membahas film secara umum dan
khusus, maupun tentang narasi dan idealisme.
Langkah selanjutnya ialah mengumpulkan data
yang diperoleh dari hasil pemilihan dialog, artikel,
serta dokumentasi. Lalu mengolah hasil temuan atau
12Jumroni, Metode-Metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta; UIN
Jakarta Press, 2006). Cet. Ke-1
12
data dan meninjau kembali data yang telah terkumpul.
Seluruh data tersebut nantinya akan dipaparkan
dengan didukung oleh beberapa hasil temuan studi
pustaka yang kemudian dianalisis.
4. Objek Penelitian
Objek penelitiannya adalah film “Moammar
Emka’s Jakarta Undercover”, dengan observasi
terhadap potongan adegan visual yang terdapat dalam
film “Moammar’s EmkaJakarta Undercover”, juga
dari dialog yang ada pada film yang berkaitan dengan
rumusan masalah penelitian.
5. Teknik Analisis Data
Setelah data primer dan sekunder terkumpul,
kemudian diklasifikasikan sesuai pertanyaan yang
terdapat pada rumusan masalah. Peneliti
menggunakan analisis narasi. Narasi adalah suatu
bentuk wacana yang berusaha menggambarkan
dengan sejelas- jelasnya kepada pembaca suatu
peristiwa yang telah terjadi. Titik perhatian dari
analisis narasi adalah menggambarkan tokoh, alur,
dan sifat secara bersama-sama dalam suatu proses
komunikasi. Analisis narasi yang digunakan sebagai
metode dalam penelitian ini adalah model Tzvetan
Todorov. Menurut Todorov, narasi memiliki tiga alur,
yaitu alur awal, alur tengah, dan alur akhir. Dimana
biasanya diawali dengan keseimbangan yang
kemudian terganggu oleh adanya kekuatan jahat.
13
Narasi diakhiri oleh upaya untuk menghentikan
gangguan sehingga keseimbangan tercipta kembali.13
6. Pedoman Penulisan
Penulisan dalam penelitian ini mengacu pada
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan
Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sesuai
dengan Surat Keputusan (SK) Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Nomor 507 Tahun 2017.
E. Tinjauan Pustaka
Judul yang digunakan dalam skripsi ini memang
banyak kemiripan dengan judul-judul skripsi lainnya yang
mencoba menganalisis film-film dan objek lainnya, seperti
skripsi berikut ini:
Analisis Narasi Film “My Name Is Khan” Dalam
Perspektif Komunikasi Antar Budaya. Ditulis oleh Mega
Nur Fitriana, mahasiswa jurusan Komunikasi Dan
Penyiaran Islam, fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Jakarta, 2014.
Skripsi dengan judul “Analisis Naratif Peran Bapak
Dalam Film Sabtu Bersama Bapak” yang ditulis oleh
Rusnawati Sani. Skripsi ini sama halnya dengan skripsi
sebelumnya yang sama-sama menggunakan analisis naratif
13Eriyanto, Analisis Naratif Dasar-dasar dan penerapannya dalam
Analisis Teks Berita Media (Jakarta :Kencana Prenada Media Group, 2013)
h.46
14
Tzvetan Todorov. Namun skripsi ini lebih menekankan
kepada peran seorang bapak.
Skripsi oleh Lilis Suryaningsih mahasiswa
konsentrasi jurnalistik Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang berjudul “Representasi Citra
Wartawan Dalam film All President’s Men” yang
menggunakan analisis wacana Teun A. Van Dijk.
Meskipun penelitian ini merujuk dari skripsi atau
jurnal di atas, namun ada perbedaan dengan penelitian yang
akan dilakukan, yaitu pada bahan penelitian, perumusan
masalah,fokus penelitian,dan teorinya.Sejauh ini belum ada
yang meneliti film Moammar Emka’s Jakarta Undercover
dengan fokus permasalahan pada idealisme wartawan.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembaca dalam melihat
gambaran dan uraian mengenai pembahasan-pembahasan
tertentu dalam skripsi, maka dari itu peneliti menyusun
sistematika penelitian ini ke dalam lima bab. Dalam bab-
bab tersebut mengandung beberapa sub bab yang akan
dipaparkan secara terperinci, adapun sistematika penelitian
dapat dilihat sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Pada bab ini akan dikemukakan Latar Belakang Masalah,
Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat
Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan
Sisematika Penulisan
15
BAB II Landasan Teori
Landasan teori yang meliputi, pengertian analisis naratif,
terdiri dari konsep analisis naratif Tzvetan Todorov,
tinjauan umum tentang film yang meliputi konseptualisasi
film, dan film sebagai media komunikasi massa. Serta
penjabaran sembilan elemen jurnalisme sebagai indikator
menjadi wartawan yang idealis.
BAB III Gambaran Umum Film Moammar Emka’s
Jakarta Undercover
Dalam BAB III berisi gambaran Film Moammar’s Emka
Jakarta Undercover, yang meliputi Sinopsis Film
Moammar Emka’s Jakarta Undercover, Tim Produksi Film
Moammar Emka’s Jakarta Undercover. Serta biografi dari
Moammar Emka.
BAB IV Analisis Data Film Moammar Emka’s Jakarta
Undercover
Pada BAB IV ini menjabarkan temuan dan analisis narasi
idealisme dalam Film Moammar Emka’s Jakarta
Undercover. Didalamnya membahas tentang temuan naratif
idealisme wartawan serta pelanggaran kode etik dalam film
Moammar Emka’s Jakarta Undercover yang diperoleh
peneliti dari hasil penelitiannya. Dengan terlebih dahulu
menjabarkan alur dalam film.
BAB V Penutup
Pada BAB ini berisi penutup mengenai kesimpulan dan
saran.
16
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Analisis Naratif
Analisis naratif pada dasarnya adalah analisis
mengenai cara dan struktur bercerita dari suatu teks.
Berasal dari kata latin narre, yang berarti “membuat tahu”,
narasi bermaksud untuk memberitahu atau mengungkapkan
sesuatu atau peristiwa. Namun tidak semua informasi atau
peristiwa bisa dikategorikan narasi. Sebuah teks dapat
disebut sebagai narasi apabila terdapat beberapa peristiwa
atau rangkaian dari peristiwa-peristiwa.1
Menurut Braston dan Stafford, teori narasi mencoba
memahami tanda dan hubungan yang mengatur bagaimana
cerita dibentuk secara berurutan. Hal ini memungkinkan
khalayak untuk terlibat dan masuk ke dalam cerita
tersebut.2 Teori narasi terdiri atas empat model, yaitu:
1. Narasi menurut Tzvetan Todorov, suatu cerita
memiliki alur awal, tengah, dan akhir.
2. Narasi menurut Vladimir Propp, suatu cerita memiliki
klasifikasi karakter tokoh.
3. Narasi menurut Levis Strauss, suatu cerita memiliki
sifat-sifat oposisi.
1 Eriyanto, Analisis Naratif (Dasar-Dasar dan Penerapannya dalam
Analisis Teks Berita Media), (Jakarta:Prenada Media Group, 2013) h.2 2Gill Braston and Roy Stafford, The Media Student’s book (London and
New York: Routledge, 2003), h. 32
17
4. Narasi menurut Joseph Campbell, membahas
hubungan narasi dengan mitos.
Naratif berfokus pada penelitian soal manusia. Setiap
manusia memiliki beragam kisah. Setiap kisah terkandung
nilai-nilai yang menjadi pandangan hidup sang manusia
terhadap dunia sehingga membentuk karakter sebagai tokoh
dalam kisahnya. Metode naratif berusaha memaknai
beragam kisah hidup manusia dengan beragam sudut
pandang.
Kisah dituangkan dalam bentuk narasi pada sebuah
film. Narasi yang terstruktur memungkinkan kisah tersebut
dimengerti dan dikaitkan dengan nilai dalam kehidupan
sehari-hari. Menurut Onong Uchana Effendy, narasi berisi
penjelasan bagaimana cerita disampaikan, bagaimana
materi dari suatu cerita dipilih, dan disusun untuk mencapai
efek tertentu pada khalayak.3
B. Teori Narasi Menurut Tzvetan Todorov
Pada narasi terdapat urutan kronologis, motif, plot
atau alur, yang menghasilkan hubungan sebab akibat akan
suatu peristiwa. Todorov membagi narasi menjadi tiga alur
utama yaitu awal, tengah, dan akhir. Diawali dengan suatu
bentuk keseimbangan atau keharmonisan. Lalu muncul
konflik yang disebabkan oleh seorang tokoh. Diakhiri
dengan upaya untuk menyelaraskan kembali selayaknya
awal.
3 Onong Uchana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), h. 214
18
Tzvetan Todorov, mengatakan bahwa semua cerita
dimulai dengan “keseimbangan” di mana beberapa potensi
pertentangan berusaha “diseimbangkan.” Ada bagian yang
mengawali narasi, ada bagian yang merupakan
perkembangan lebih lanjut dari situasi awal, dan ada bagian
yang mengakhiri narasi tersebut. Alurlah yang menandai
kapan sebuah narasi itu dimulai dan kapan berakhir.4
Struktur narasi todorov kemudian dimodifikasi oleh
Nick Lacey dan Gillespie menjadi lima bagian.5
Tabel 2.1
Lacey Gillespie
Kondisi keseimbangan dan
keteraturan Eksposisi, kondisi awal
Gangguan (disruption)
terhadap keseimbangan Gangguan, kekacauan
Kesadaran terjadi gangguan Komplikasi, kekacauan
makin besar
Upaya untuk memperbaiki
gangguan Klimaks, konflik memuncak
Pemulihan menuju
keseimbangan Penyelesaian dan akhir
Kondisi awal, kondisi keseimbangan, dan keteraturan
4Gill Braston and Roy Stafford, The Media Student’s book (London and
New York: Routledge, 2003), h. 36 5Eriyanto, Analisis Naratif: Dasar-Dasar dan Penerapannya dalam
Analisis Teks Berita Media, (Jakarta:Prenada Media Group, 2013) h.47
19
Umumnya narasi diawali dari sebuah keteraturan,
situasi yang berjalan normal seperti biasa, dan
keseimbangan. Misalnya hubungan keluarga yang
harmonis, kota yang damai, pekerjaan lancar, dan
sejenisnya.
Gangguan terhadap keseimbangan
Situasi pada kondisi awal terganggu dengan adanya
tindakan atau tokoh yang merusak keteraturan,
keseimbangan, dan keharmonisan. Kehidupan normal
berubah menjadi tidak normal setelah adanya tindakan atau
tokoh tertentu. Dalam cerita fiksi, ini ditandai dengan
munculnya villain yang menimbulkan rasa tidak aman. Bisa
juga dengan adanya perasaan kekecewaan, egoisme
maupun hasrat menyimpang dari sang tokoh utama. Atau
dengan situasi yang secara tidak sengaja membawa sang
tokoh utama keluar dari zona nyamannya.
Kesadaran terjadi gangguan
Pada tahap ini, gangguan makin besar hingga
menimbulkan konflik yang menyerang fisik ataupun batin
sang tokoh utama. Villain yang mendapat kekuatan besar
dan hampir berhasil mencapai tujuannya. Rumah tangga
yang benar-benar akan hancur karena hubungan yang tidak
harmonis. Atau tokoh utama yang terlalu tenggelam dalam
kegelapan. Intinya, konflik ini yang menjadi nyawa suatu
cerita. Karena dari sinilah narasi akan mencapai klimaks
dari cerita.
Upaya untuk memperbaiki gangguan
20
Pada tahap ini hadir tokoh yang berusaha
memperbaiki keadaan. Dengan melakukan perlawanan
terhadap villain.Tokoh utama mendapatkan motivasi agar
terus berjuang. Adanya kesadaran akan salahnya idealisme
yang dianut tokoh. Namun upaya tersebut tidaklah dilalui
dengan mudah. Ada hambatan, kelemahan, bahkan
kegagalan yang didapat.
Pemulihan menuju keseimbangan
Gangguan dan konflik yang dihadapi berhasil
diatasi.Kehidupan menjadi harmonis bahkan lebih dari
sebelumnya. Narasi kembali menjadi keseimbangan yang
teratur. Bisa happy ending yang didapat, misalnya villain
yang menjadi baik, kota yang tenteram dari serangan teror,
dan cita-cita tokoh utama yang berhasil diraihnya. Namun
bisa juga sad ending atau bad ending yang terjadi. Disinilah
plot twist biasanya muncul. Twist ini biasanya digunakan
pada genre fiksi thriller atau horor. Bisa juga untuk
keperluan sequel cerita selanjutnya.
Narasi memiliki tiga (3) karakteristik.(a). Narasi
harus terdiri atas beberapa peristiwa yang kemudian
dirangkai. (b). Rangkaian peristiwa tersebut disusun secara
beraturan, tidak acak, dan menghasilkan makna tertentu.
(c). Terdapat pemilihan peristiwa yang dirangkai. Pada
karakteristik ini, keputusan mengenai bagian mana yang
diangkat dan bagian mana yang dibuang sangatlah
21
berkaitan dengan makna yang ingin disampaikan oleh
pembuat narasi.6
C. Idealisme Wartawan
Idealisme ialah suatu keyakinan atau prinsip yang
dianggap benar oleh individu lalu diwujudkan dalam bentuk
perilaku, sikap, ide ataupun cara berpikir. Menurut KBBI,
idealisme adalah berusaha hidup menurut cita-cita, menurut
patokan yang dianggap sempurna. Sedangkan kontradiksi
dari idealime adalah realisme. Realisme adalah suatu sikap
yang mengikuti arus. Pola pikir realistis cenderung bersikap
mengikuti lingkungan dengan mengabaikan keyakinan yang
dimiliki. Di tengah kondisi yang terkadang menuntut
seseorang untuk realistis, sangat sulit mempertahankan
suatu idealisme.
Wartawan adalah profesi melakukan kegiatan
jurnalistik mencari, mengolah, dan menyampaikan
informasi kepada perusahaan pers untuk dipublikasikan
kepada masyarakat umum.7 Agar masyarakat memperoleh
informasi yang benar, akurat dan objektif. Kebebasan pers
tidak berarti bahwa wartawan dalam menjalankan tugasnya
dapat berbuat semaunya. Dalam menjalankan profesinya
6Eriyanto, Analisis Naratif: Dasar-dasar dan Penerapannya dalam
Analisis Teks Berita Media (Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2013), h
2. 7 Masduki, Kebebasan Pers dan Kode Etik Jurnalistik, (Yogyakarta: UII
Pers,2004),h. 40
22
tersebut, wartawan terikat dengan peraturan perundang-
undangan yang menyangkut delik pers.8
Bill Kovach dan rekannya Tom Rosenstiel menulis
buku fenomenal berjudul The Elements of Journalism.
Kovach memulai karirnya sebagai wartawan pada 1959 di
sebuah perushaan surat kabar kecil sebelum bergabung
dengan The New York Times, salah satu surat kabar terbaik
di Amerika Serikat, dan membangun karirnya selama 18
tahun di sana. Dalam buku ini, Bill Kovach dan Tom
Rosenstiel merumuskan sembilan elemen jurnalisme.
Kesimpulan ini didapat setelah Committee of Concerned
Journalists mengadakan banyak diskusi dan wawancara
yang melibatkan 1.200 wartawan dalam periode tiga tahun.
Ke-sembilan elemen jurnalisme ini memiliki kedudukan
yang sama kuat.9
Idealisme berkenaan dengan buah pikiran, ide-ide dan
pendapat yang terdapat dalam sebuah lembaga pers,
termasuk wartawan. Agar idealisme wartawan tetap terjaga,
maka sembilan elemen jurnalisme ini bisa dijadikan sebagai
semacam pedoman wartawan. Berikut sembilan elemen
jurnalisme menurut Kovach dan Thomas Rosentiel:10
8Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2011), hal. 86 9Andreas Harsono, Agama Saya Adalah Jurnalisme, (Yogyakarta:
Kanisius, 2010), hal. 16 10Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, Elemen-elemen Jurnalisme,
Terj.Yusi A. Pareanom, (institute Studi Arus Informasi dan Kedutaan Besar
Amerika Serikat di Jakarta, 2003) hal. 6
23
1. Pencarian kebenaran.
Kebenaran adalah suatu hal yang bisa bias
pengertiannya, definisinya bisa berbeda – beda
sesuai dengan bidangnya. Dalam hal ini
kebenaran secara fungsional yang tentunya
sesuai dengan tugasnya seorang wartawan.
Kewajiban para jurnalis adalah menyampaikan
kebenaran, sehingga masyarakat bisa
memperoleh informasi yang mereka butuhkan.
Kebenaran oleh seorang wartawan itu sendiri
adalah penyajian fakta yang sesungguhnya
tanpa melebih-lebihkan ataupun mengurangi.
Walter Lippman, penulis buku Publik
Opinion, membedakan berita dan kebenaran
sebagai dua hal yang mempunyai fungsi yang
berbeda. Fungsi berita adalah menandai sebuah
peristiwa, sedangkan fungsi kebenaran
menerangi fakta- fakta tersembunyi,
menghubungkannya satu sama lain, dan
membuat sebuah gambaran realitas yang dari
sanalah orang dapat bertindak.11
Kovach menjelaskan, untuk memahami
sebuah kebenaran dalam proses jurnalisme
adalah dengan memahami kebenaran sebagai
sebuah proses, yakni perjalanan berkelanjutan
11 Cassandra Tate, What Do Ombudsmen Do, Colubia Journalism
Review, Mei 1984, h.37.
24
menuju suatu pemahaman.12 Sebagai contoh,
pada satu peristiwa yag baru akan dijadikan
sebuah berita, wartawan memulainya dengan
melaporkan sesuatu yang sederhana. Sebuah
kecelakaan lalu lintas, misalnya, akan dicatat
waktu dan tempat kecelakaan, kerusakan yang
ditimbulkan, jenis kendaraan, kondisi cuaca dan
hal lain yang terlihat dari fisik luar sebuah
kasus dan semua fakta ini dapat dicatat dan
diperiksa kebenarannya. Begitu mereka
memverifikasi fakta-fakta, para wartawan akan
menyampaikan laporan yang jujur dan valid
untuk saat itu dan dapat dijadikan subjek untuk
reportase lebih lanjut.
2. Loyalitas pada warga negara.
Seorang wartawan harus berani
menyajikan berita tanpa rasa takut dan
memihak, maka mereka harus menjaga
kesetiaan kepada warga negara dan
menempatkan berita untuk kepentingan publik
di atas yang lainnya. Komitmen kepada warga
ini mengarah pada independensi jurnalistik. Hal
ini melegalitas moral kewartawanan di berbagai
dimensi dan aktifitas jurnalisme.13
12 Kasemin, Kasiyanto. Sisi Gelap Kebebasan Pers. (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2014) 13Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontemporer, Edisi Kedua.
(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2017), h. 273.
25
Dalam bisnis media, loyalitas jurnalis
dihadapkan pada tiga sisi, media, warga, dan
pemodal.14 Diantara ketiganya, Kovach
menyebut kedudukan wargalah yang paling
diutamakan.15 Jurnalis bekerja untuk
kepentingan warga atau masyarakat yang
menerima berita aktual dan terpercaya yang
disajikan. Loyalitas kepada publik bukan berarti
media memosisikan masyarakat sebagai
pelanggan, sebab apa yang diinginkan
masyarakat tidak lantas menjadi berita.
Wartawan tidak menjajakan produk kepada
audiens.
Menurut Kovach, bagaimanapun
pendekatan yang diambil organisasi media,
masalah loyalitas pers kepada warga sangatlah
penting dan jangan sampai diabaikan ataupun
disalahpahami. Jika ini tidak dilakukan,
ketidakpercayaan publik kepada pers semakin
besar; warga tidak berharap kesempurnaan
wartawan, setiap kata tereja dengan benar
misalnya, masalahnya ada pada hal yang lebih
14Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Salemba
Humanika, 2010), h.245. 15Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, Elemen-elemen Jurnalisme,
Terj.Yusi A. Pareanom, (institute Studi Arus Informasi dan Kedutaan Besar
Amerika Serikat di Jakarta, 2003)h. 54
26
mendasar. Masyarakat melihat sensasionalisme,
eksploitasi dan lebih parah lagi seperti
berbahagia di atas penderitaan orang lain adalah
hal yag sedang dilakukan para wartawan saat
ini.16
3. Esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi.
Disiplin verifikasi inilah yang
membedakan jurnalisme dengan hiburan,
propaganda, fiksi atau seni. Verifikasi adalah
proses menyaring isu, desas-desus, prasangka
yang keliru, kebohongan dan semacamnya.
Karena wartawan adalah pencari dan penyaji
kebenaran, verifikasi merupakan bentuk dari
tanggung jawab wartawan. Jurnalisme
menyampaikan berita, bukan cerita, karena
fokus jurnalisme adalah menceritakan kejadian
setepat-tepatnya. Prinsip ini perlu diperhatikan
untuk menghindari kasus yang menimpa atau
yang dibuat oleh wartawan, bahkan hal-hal fatal
seperti pelanggaran kode etik dan perkara delik
pers, karena pada hakikatnya verifikasi
merupakan jaminan akurasi bagi jurnalis.17
16Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, Elemen-elemen Jurnalisme,
Terj.Yusi A. Pareanom, (institute Studi Arus Informasi dan Kedutaan Besar
Amerika Serikat di Jakarta, 2003) h.52-57 17M. Djenar Amar, Hukum Komunikasi Jurnalistik, (Bandung: Penerbit
Alumni,1984), h.110.
27
Tentunya dalam pencarian sumber berita,
wartawan harus benar – bebar melakukan
verifikasi yang benar. Dengan adanya disiplin
verifikasi yang dilakukan wartawan, fiktifisasi
narasumber tidak akan terjadi. Disiplin
verifikasi berfokus untuk menceritakan apa
yang terjadi sebenar-benarnya. Dengan displin
melakukan verifikasi, maka berita yang diliput
akan mengangkat kebenarannya ke permukaan.
Berikut ini merupakan lima konsep
verifikasi menurut Kovach dan Rosenstiel;
jangan menambah atau mengarang apapun,
jangan menipu atau menyesatkan pembaca,
pemirsa, maupun pendengar, bersikap
setransparan dan sejujur mungkin, bersandar
pada hasil reportase sendiri, dan bersikap
rendah hati.
4. Jurnalis harus menjaga indepedensi dari objek
liputanya.
Jurnalis tetap independen dari pihak yang
diliput namun bukan berarti netral. Independen
yang berarti memiliki kebebasan dari
narasumber, walaupun orang tersebut teman,
saudara dan orang terdekat. Wartawan haruslah
berpihak pada kebenaran. Dengan prinsip
tersebut diharapkan media tidak menjadi ajang
komersialisme, alat politik atau penyajian-
28
penyajian kebenaran yang bias oleh media demi
kepentingan-kepentingan tertentu.18
Sesuatu baru dapat dikatakan kegiatan
jurnalisme jika kejujuran dan komitmen kepada
warga ada dan menjadi bagian di dalamnya.
Wartawan benar – benar harus melakukan suatu
peliputan dengan objektif. Tidak terpengaruh
pada apapun, kepentingan siapapun, kecuali
kepentingan bahwa wartawan harus
menyampaikan kebenaran pada masyarakat.
Wartawan harus bertanggung jawab pada
publik. Prinsip wartawan harus bersikap
independen terhadap orang yang mereka liput.
Independen ini juga untuk menghindari
terjadinya hal seperti membuat berita untuk
memenuhi pesanan narasumber atau pesanan
pemilik media tempat ia bekerja, menyebarkan
informasi hanya untuk menyenangkan salah
satu pihak. Kejadian-kejadian seperti itu
membuat wartawan menjadi tidak memiliki
sikap independen.
Wartawan boleh mengemukakan
pendapatnya dalam kolom opini (tidak dalam
berita). Namun, wartawan yang beropini tetap
18 Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, Elemen-elemen Jurnalisme,
Terj.Yusi A. Pareanom, (institute Studi Arus Informasi dan Kedutaan Besar
Amerika Serikat di Jakarta, 2003), h. 54
29
harus menjaga akurasi dari data-datanya.
Mereka harus tetap melakukan verifikasi,
mengabdi pada kepentingan masyarakat dan
memenuhi berbagai ketentuan lain yang harus
ditaati seorang wartawan.
Usaha untuk memperoleh dan
meyampaikan kebenaran mestilah dilakukan
tanpa ada intervensi dari pihak mana pun.
Untuk itu jurnalis dan media menegakkan
keindependenan dalam melakukan aktivitas
jurnalisme.19 Independensi menurut Kovach
berbeda dengan netralitas. Netral atau
ketidakberpihakan wartawan bukanlah konsep
jurnalisme karena konsep jurnalisme bukanlah
sikap tidak berpihak sama sekali. Wartawan
diwajibkan memihak pada masyarakat. Dalam
konsep jurnalisme independensi adalah
keberpihakan kepada warga. Menjadi netral
bukanlah prinsip dasar jurnalisme.
5. Jurnalis sebagai pemantau kekuasaan.
Demokrasi sebagai suatu sistem telah
dijadikan alternatif dalam berbagai tatanan
aktivitas bermasyarakat dan bernegara di
beberapa negara, termasuk memberikan ruang
19Zulkarimein Nasution, Etika Jurnalisme Prinsip-prinsip Dasar, h.
120-122.
30
bagi media massa yang bebas untuk
menjalankan fungsi persnya. Salah satu konsep
dari sistem negara yang demokratis, menurut
Huntington, adalah adanya peran media massa
yang bebas. Bebas di sini berarti tanpa adanya
intervensi dari pihak manapun serta tidak takut
akan tuntutan dan hukuman sehingga hak
publik untuk tahu dapat tersampaikan dengan
baik melalui media massa.
Biasanya persoalan kekuasaan sangat
memengaruhi banyak kalangan termasuk
wartawan. Namun dalam memantau kekuasaan,
bukan berarti wartawan menghancurkan
kekuasaan. Tugas wartawan sebagai pemantau
kekuasaan yaitu turut serta dalam penegakkan
demokrasi. Jurnalis independen memantau
terhadap kekuasaan, yang berarti jurnalis tidak
boleh berpihak pada penguasa. Namun berpihak
pada rakyat yang tidak bisa mengungkapkan
aspirasi mereka. Hal ini bertujuan agar
pemerintah atau penguasa bekerja lebih
transparan.
Prinsip ini, menurut teori Kovach,
bermakna tidak sekadar memantau
pemerintahan, namun juga meluas hingga pada
semua tatanan lembaga yang dianggap kuat dan
mempunyai peran di masyarakat. Berfungsi
31
untuk mengawasi mereka yang memiliki
kekuasaan baik dalam bidang politik
(pemerintah), organisasi nirlaba maupun dalam
sektor swasta.
6. Jurnalis sebagai forum publik
Apapun media yang digunakan,
jurnalisme haruslah berfungsi menciptakan
forum di mana publik diingatkan pada masalah
yang benar-benar penting. Sehingga mendorong
warga untuk membuat penilaian dan mengambil
sikap. Seorang wartawan tidak selamanya benar
atau menyampaikan kebenaran. Seorang
wartawan yang bertanggung jawab pada publik,
juga harus mendengarkan apa keinginan publik
itu sendiri.
Konsep forum atau ruang publik
merupakan bagian vital, dimana setiap orang
mempunyai kesempatan yang sama untuk
berpartisipasi menyampaikan idenya. Rasa
ingin tahu yang menurut Kovach dianggap
sebagai sifat manusiawi publik nantinya akan
membuat mereka mengolah informasi yang
mereka dapatkan dari media menjadi
pertanyaan-pertanyaan bahkan kesimpulan
sebagai bentuk reaksi.
7. Jurnalis harus berusaha membuat hal yang
penting menjadi menarik dan relevan.
32
Wartawan harus melakukan penggalian
suatu kejadian agar beritanya berbeda dengan
berita di media massa lain, sehingga memiliki
kelebihan dan daya tarik tersendiri. Fakta yang
tersembunyi hanya bisa diketahui dengan
menggali pada berbagai sumber, seperti
wawancara dengan orang yang mengetahui
kasus itu, berita surat kabar yang pernah ada,
ulasan di majalah dan buku, dan sebagainya.20
Wartawan harus bisa menyajikan informasi
semenarik mungkin sehingga tidak
menimbulkan kebosanan publik terhadap berita
itu. Ketika jurnalis melaporkan sesuatu, maka
sesuatu itu baru dapat dikatakan berita apabila
yang ia laporkan berupa informasi yang
memiliki daya tarik dan dianggap penting oleh
masyarakat.21
Kovach menjelaskan, elemen ketujuh ini
untuk mengingatkan jurnalis bahwa jurnalisme
adalah seni mendongeng dengan sebuah tujuan,
tujuan menyampaikan informasi yang
dibutuhkan publik dalam memahami dunia di
sekelilingnya. Menurutnya, inilah yang menjadi
tantangan bagi seorang jurnalis, menemukan
20 Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru, (Ciputat: Kalam Indonesia, 2005),
h. 25 21Mitchel V. Charnley, Reporting Third Edition, (New York: Holt
Reinhart & Winston, 1975), h. 44
33
apa yang dibutuhkan publik dan membuatnya
bermakna dan menarik sehingga mudah dan
enak disimak.22
Berita yang dibuat oleh wartawan jangan
sampai membosankan bagi pembaca. Jangan
sampai berita yang penting jadi tidak penting
karena pembaca bosan. Singkatnya, jurnalis
harus memiliki tujuan yang jelas, yaitu
menyediakan informasi yang dibutuhkan orang
untuk memahami dunia, dan membuatnya
bermakna, relevan, dan memikat. Dalam hal ini,
terkadang ada godaan ke arah infotainment dan
sensasional.
8. Jurnalis harus membuat berita yang
komprehensif dan proporsional.
Keharusan menjaga berita agar
komprehensif dan proporsional didasarkan pada
terbatasnya ruang dan sumber daya media yang
membuat media tidak dapat meliput dan
menyajikan semua peristiwa yang terjadi.
Dalam teori Kovach, menjaga berita
komprehensif dan proporsional merupakan
tugas jurnalis yang bersifat subjektif, berita
yang besar dan penting bagi sejumlah orang
22Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, Elemen-elemen Jurnalisme,
Terj.Yusi A. Pareanom, (institute Studi Arus Informasi dan Kedutaan Besar
Amerika Serikat di Jakarta, 2003) h.192
34
belum tentu penting bagi sebagian yang lain.
Namun, ketika khalayak sudah menaruh
keyakinan pada jurnalis bahwa mereka bekerja
untuk kepentingan khalayak, maka khalayak
akan berusaha memahami bahwa itulah yang
dibutuhkan dan layak untuk diketahui.
Proporsional adalah sesuatu yang
seimbang disusun secara rapi untuk
mendapatkan suatu berita yang sesuai dan
komprehensif adalah mudah diterima dengan
baik oleh masyarakat. Perlu banyak hal yang
dilakukan untuk mendapatkan berita yang
seperti ini. Menjaga berita agar tetap
proposional dan tidak menghilangkan hal-hal
penting termasuk dasar dari kebenaran. Jurnalis
harus menampilkan pandangan dan fakta yang
berimbang antara dua atau lebih pihak yang
terkait dengan peristiwa yang akan diberitakan.
9. Jurnalis harus mendengarkan hati nurani
Memihak pada kebenaran dan hati nurani
merupakan sebuah keharusan yang dimiliki oleh
wartawan sebab hati nuranilah yang akan
menjadi portal bagi setiap wartawan dalam
menjalankan profesinya.23 Elemen ini
mewajibkan jurnalis agar menggunakan nurani
23Sirikit Syah, Rambu-rambu Jurnalistik: dari undang-undang Hingga
Hati Nurani, (Pustaka Belajar, 2011), h. 156
35
mereka dalam setiap proses jurnalisme mereka,
karena menurut Kovach dalam aktivitas
jurnalisme tidak ada peraturan, tidak ada hukum
jurnalisme, bahkan tidak ada pengaturan
tentang kepribadian jurnalis.
Segala sesuatu yang berasal dari hati
nurani akan lebih baik dari apapun. Persoalan
yang terjadi di dalam kehidupan wartawan
umumnya bersumber pada hati nurani.
Wartawan yang berbohong, melakukan
fiktifisasi narasumber atau apapun kejahilan
seorang wartawan semuanya berkaitan dengan
komitmennya pada hati nuraninya.
Wartawan juga manusia yang dapat
memilah antara baik dan buruknya
sesuatu.Maka wartawan harus mengikuti nurani
mereka. Dimana yang bersifat kebaikan
haruslah ditegakkan sehingga meminimalisir
kebohongan dalam penulisan berita. Karena
pada awalnya nuranilah yang membuat
seseorang memilih profesi menjadi seorang
jurnalis.
Elemen terakhir dari teori Kovach ini
diukur dengan aspek moralitas sebab tidak ada
pengaturan resmi tentang kepribadian jurnalis.
Meski ini adalah prinsip yang paling sulit,
36
namun prinsip inilah yang menyatukan semua
prinsip yang sudah dijabarkan sebelumnya.24
Masalahnya, menurut Kovach,
membiarkan setiap wartawan menyuarakan hati
nurani mereka akan membuat urusan
manajemen menjadi lebih kompleks. Namun
menurutnya, tugas setiap redakturlah untuk
memahami persoalan ini, redaktur memang
mengambil keputusan akhir tapi redaktur harus
senantiasa membuka diri agar tiap orang yang
hendak memberi kritik atau komentar bisa
datang langsung padanya.25
Dari ruang redaksi hingga ruang direksi,
semua wartawan harusnya punya pertimbangan
pribadi tentang etika dan tanggung jawab sosial.
Wartawan juga manusia yang dapat memilah
antara baik dan buruknya sesuatu maka
wartawan harus mengikuti nurani mereka.
Dimana yang bersifat kebaikan haruslah
ditegakkan sehingga meminimalisir
kebohongan dalam penulisan berita.
Wartawan profesional, kompeten, kredibel dan
berintegritas, mendahulukan loyalitas kepada warga
24Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, Elemen-elemen Jurnalisme,
Terj.Yusi A. Pareanom, (institute Studi Arus Informasi dan Kedutaan Besar
Amerika Serikat di Jakarta, 2003), h.236 25Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, Elemen-elemen Jurnalisme,
Terj.Yusi A. Pareanom, (institute Studi Arus Informasi dan Kedutaan Besar
Amerika Serikat di Jakarta, 2003), h. 172-175
37
(pembaca, pendengar, pemirsa). Inilah yang membuat
jurnalis harus memilih kepentingan yang lebih besar dan
luas, ketimbang kepentingan pemilik modal.
Beberapa media di negeri ini dikuasai oleh para elit
politik yang bertujuan untuk membesarkan namanya,
koleganya, atau partainya. Para jurnalis yang bekerja
ditempatnya bisa dikatakan dikendalikan oleh konglomerat
media tersebut. Jurnalis-jurnalis itu tak bisa bertindak apa-
apa. Sekalinya ada sebuah tindakan yang bersinggungan
dengan misi media yang dimiliki para konglomerat itu,
yang ada malah sebuah tindakan tak mengenakan yang
akan mengancam. Campur tangan pemilik media dalam
perusahaan surat kabar, mulai dari rekrutmen pekerja
media, penetapan struktur organisasi media, penetapan
standar pemberitaan, sampai pada pengambilan keputusan
dalam ruang sedaksi pemberitaan menjadi hal yang tak
terhindarkan. Akibatnya, ideologi pemilik media akan
mempengaruhi isi pemberitaaan.26
Salah satu faktor penyebab goyahnya idealisme
jurnalis adalah konglomerasi media. Ketika konglomerasi
media tersebut mengintervensi ruang redaksi, maka hal itu
juga akan membahayakan idealisme sebagai jurnalis
independen. Jika idealisme media memangkas idealisme
26Juni Wati Sri Rizki, Kepemilikan Media & Ideologi Pemberitaan:
Kajian Ekonomi Politik Komunikasi terhadap Kepemilikan Media dan Wacana
Pembentukan Provinsi Tapanuli di Surat Kabar Harian Waspada dan Sinar
Indonesia Baru. (Deepublish: Yogyakarta, 2012), h. 2.
38
jurnalis, maka jurnalis akan menyensor beritanya sendiri
agar sejalan dengan idealisme media tersebut. Masyarakat
akan kehilangan haknya untuk menerima pemberitaan yang
berdasarkan fakta. Selain konglomerasi media, faktor
kesejahteraan juga menjadi salah satu alasan wartawan
meninggalkan idealismenya. Banyak media yang tidak
menyuplai wartawannya dengan fasilitas yang layak.
Sehingga muncullah istilah wartawan amplop, wartawan
bodrex, wartawan pispot, dan wartawan kloningan.
Wartawan membutuhkan fasilitas seperti alat transportasi
dan akomodasi saat bertugas. Jika tidak dipenuhi
perusahaan, mungkin saja wartawan akan mudah menerima
amplop dari pihak lain. Dengan begitu, isi pemberitaan
wartawan tersebut akan mudah berubah dan hilanglah
independensinya.
Kebebasan pers merupakan salah satu dimensi hak
asasi manusia, yaitu hak manusia untuk membentuk
pendapatnya secara bebas.27 Berupa hak untuk memperoleh
informasi (right to know) yang diperlukan dalam
membentuk dan membangun secara bebas pemikiran dan
pendapatnya di satu pihak, dan hak untuk menyatakan
pikiran dan pendapat di pihak lain (right to speech). Media
27Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Pasal 19 dan Kovenan Hak-
hak Sipil dan Politik Pasal 19
39
pers dan jurnalis hanya salah satu di antara sekian banyak
pelaksana bagi kedua hak asasi ini.28
D. Jurnalisme Investigasi
Jurnalisme investigasi memang berbeda dengan
kegiatan jurnalisme pada umumnya. Kisah-kisahnya pun
memiliki perbedaan dengan pola kisah berita jenis lain.
Liputan berita investigasi bukan lagi berdasarkan agenda
pemberitaan yang terjadwal di ruang redaksi. Kerja
peliputannya (harusnya) tidak lagi dibatasi tekanan-tekanan
waktu. Para wartawan investigasi memaparkan kebenaran
yang mereka temukan, melaporkan adanya kesalahan-
kesalahan, serta menyentuh dan mengafeksi masyarakat
terhadap persoalan yang dikemukakan. Wartawan
investigasi mencoba mendapatkan kebenaran yang tidak
jelas, samar, atau tidak pasti. Topik- topik investigasi
mereka mengukur moralitas benar atau salah, dengan
pembuktian tak memihak yang didapat melalui riset. Bukan
sekedar menolak kesepakatan, tetapi menyatakan apakah
sesuatu yang terjadi itu sesuai dengan moral atau tidak.
Tujuan kegiatan jurnalisme investigasi adalah
memberitahu kepada masyarakat adanya pihak-pihak yang
telah berbohong dan menutup-nutupi kebenaran.
Masyarakat diharapkan waspada terhadap pelanggaran-
pelanggaran yang dilakukan berbagai pihak. Dari tujuan
tersebut, dapat dilihat bahwa ada tujuan moral. Segala yang
28https://dewanpers.or.id/publikasi/opini_detail/53/Metode_dan_Analisi
s_terhadap_Pemberitaan
40
dilakukan wartawan investigasi dimotivasi oleh hasrat
untuk mengoreksi keadilan dan menunjukkan adanya
kesalahan. Pada akhirnya, pekerjaan jurnalisme investigasi
mengajak masyarakat untuk memerangi pelanggaran yang
tengah berlangsung dan dilakukan oleh pihak-pihak
tertentu.
Terdapat dua bentukan umum kerja jurnalisme
investigasi, yaitu terkait dengan pekerjaan menginvestigasi
dokumen-dokumen, serta penyelidikan terhadap subjek-
subjek individu yang terkait dengan permasalahan.
Penelusuran dokumen merupakan sarana untuk mengecek
kebenaran dari apa yang dikatakan narasumber terhadap
suatu peristiwa. Sedangkan penelusuran orang terkait
dengan kegiatan mendapatkan keterangan dari narasumber
yang berwenang dan kredibel untuk memperkuat
pembuktian dari fakta yang hendak dilaporkan.
Andreas Harsono mengindikasikan kerja liputan
investigasi yang antara lain memiliki ciri sebagai berikut:
Riset dan reportase yang mendalam dan berjangka
waktu panjang untuk membuktikan kebenaran atau
kesalahan hipotesis.
Paper trail yang dilakukan untuk mencari
kebenaran dalam mendukung hipotesis.
Wawancara mendalam dengan pihak-pihak yang
terkait dengan investigasi.
Pemakaian metode penyelidikan polisi dan
peralatan anti-kriminalitas. Dalam hal ini termasuk
41
melakukan metode penyamaran serta memakai
kamera tersembunyi
Manakala reporter mengerjakan liputan investigasi,
terkadang mereka melakukan penyamaran dan tidak
mengungkapkannya pada narasumber bahwa mereka adalah
reporter. Berkaitan dengan penyamaran ini, tidak pernah
ada kesepakatan soal apakah hasil akhir kerja wartawan,
atas nama kepentingan publik, dapat membenarkan segala
cara dalam meliput termasuk menipu jati diri. Beberapa
kalangan pers menyepakati bahwa tindakan penyiasatan
seperti penyamaran merupakan sebuah upaya mendapatkan
berita yang tidak melanggar etika. Mereka masih melihat
hal tersebut sebagai taktik jurnalistik, bukan tindak
pelanggaran.
E. Konseptualisasi Film
1. Definisi Film
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia,
film adalah selaput tipis yang dibuat dari bahan tipis
berbentuk seluloid untuk tempat menyimpan gambar
negatif dan positif dari sebuah objek (yang akan
dimainkan di bioskop).29 Dalam mendefinisikan film,
Oey Hong Lee menyebutkan, film sebagai alat
29 Situs KBBI.or.id
42
komunikasi massa kedua yang muncul di dunia
setelah cetak.30
Film secara fisik berbentuk pita seluloid, namun
secara makna film merupakan rangkaian gambar yang
tersusun secara berurutan dan kemudian
menimbulkan sebuah ilusi gerak dengan perpaduan
suara atau sound effect. Film dibuat melalui proses
rekaman menggunakan kamera, dengan objek berupa
orang atau benda, yang kemudian disusun sehingga
memiliki alur dan cerita yang dapat menggugah rasa
bagi siapapun yang menontonnya. Film merupakan
teknologi hiburan massa dan untuk menyebarluaskan
informasi dan berbagai pesan dan skala luas di
samping pers, radio, dan televisi.31
Film adalah media komunikasi yang paling
efektif untuk menyampaikan suatu pesan sosial
maupun moral kepada khalayak banyak dengan
tujuan memberikan informasi, hiburan, dan ilmu yang
tentunya bermanfaat dan mendidik ketika dilihat dan
didengar oleh khalayak banyak. Film mempunyai seni
tersendiri dalam memilih suatu peristiwa untuk
dijadikan sebuah cerita.Film juga merupakan ekspresi
atau pernyataan dari sebuah kebudayaan. Ia juga
mencerminkan dan menyatakan segi-segi yang
30 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2009) h. 126 31Sean McBridge, Komunikasi dan Masyarakat Sekarang dan Masa
Depan: Aneka Suara Satu Dimensi (Jakarta: Balai Pustaka, 1983), h. 20.
43
kadang-kadang kurang jelas terlihat dalam
masyarakat.32
Film adalah bentuk seni kerjasama dimana
sejumlah orang, dengan bidang keahlian yang
berbeda, melakukan peran-peran yang penting.
Disana terdapat para aktor dan artis yang menjadi
pelaksana seni. Ada editor film, penulis lagu dan
musik latar, operator kamera, penanggung jawab
kostum, ahli tata lampu, dan sejumlah orang yang
dapat digolongkan sebagi artis pendukung produksi.
Ada juga seorang produser yang mengelola keuangan
dan penulis (atau beberapa) yang membuat skenario
dalam penelitian, peran utama dimainkan oleh
sutradara yang bertanggung jawab atas jalannya
proses pembuatan.
Tujuan utama menonton film adalah ingin
memperoleh hiburan. Akan tetapi dalam film akan
terkandung fungsi informatif maupun edukatif,
bahkan persuasif. Karena terkadang, film diangkat
dari kisah nyata yang memiliki banyak hikmah untuk
diambil. Hal ini pun sejalan dengan misi perfilman
nasional sejak tahun 1979, bahwa selain sebagai
media hiburan, film nasional dapat digunakan sebagai
32 Pranajaya, Film dan Masyarakat; Sebuah Pengantar, (Jakarta:
Yayasan Pusat Perfilman H. Usmar Ismail, 1992), h. 6.
44
media edukasi untuk pembinaan generasi muda dalam
rangka pembangunan karakter dan bangsa.33
Film memiliki realitas dalam bentuk imajinasi
ataupun realitas dalam arti sebenarnya. Dalam
perkembangannya, film bukan lagi sekedar usaha
menampilkan “Citra Bergerak” (Moving Images).
Namun telah diikuti oleh muatan-muatan kepentingan
tertentu seperti politik, kapitalisme, hak asasi
manusia, atau gaya hidup. Jadi, menurut peneliti
bahwa film adalah cerita atau gambaran kehidupan
nyata sehari-hari yang digambarkan melalui media
elektronik baik audio maupun visual untuk
disampaikan dan disajikan kepada khalayak banyak
agar dapat dinikmati dan tersampaikan makna yang
hendak ingin diungkapkan oleh pembuat film.
2. Unsur-Unsur Film
Unsur pembentuk film dapat dibagi menjadi
dua, unsur naratif dan unsur sinematik. Dalam
pembentukan film, kedua unsur ini saling berkaitan.
Unsur naratif merupakan materi atau bahan cerita
yang akan diolah, sedangkan unsur sinematik
merupakan cara-cara yang dilakukan untuk mengolah
materi cerita atau teknis pembentuk film. Unsur
sinematik ini terbagi menjadi empat elemen pokok,
33Elvinaro Ardianto, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, h. 136.
45
yaitu mise-en-scene, sinematografi, editing dan
suara.34
1. Unsur Naratif
Dalam pembentukan film, unsur naratif
merupakan unsur dasar yangharus
dibutuhkan.Unsur naratif berhubungan dengan
aspek cerita atau tema film.Di dalam cerita pasti
memiliki elemen-elemen seperti tokoh,
masalah, konflik, lokasi, waktu ataupun lainnya.
Elemen tersebut saling berkaitan satu sama lain
untuk membentuk sebuah jalinan peristiwa yang
memiliki maksud dan tujuan. Seluruh jalinan
perisitiwa tersebut terikat oleh sebuah aturan
yakni hukum kausalitas (logika sebab-akibat).
2. Unsur Sinematik
Unsur ini merupakan unsur pembentuk
film yang menentukan bagaimana materi akan
diolah menjadi sebuah cerita. Dengan kata lain,
unsur sinematik merupakan aspek-aspek teknis
produksi dalam membuat sebuah film. Aspek
teknis dalam produksi memiliki empat elemen
pokok, pertama Mise-en-scene, elemen ini
memuat segala hal yang berada di depan
kamera, seperti latar (setting), tata cahaya,
kostum, make up, serta pergerakan pemain.
34Himawan Pratista, Memahami Film, (Yogyakarta: Homerian Pustaka,
2008). h. 1-2.
46
Elemen kedua adalah sinematografi, elemen ini
merupakan bagaimana perlakuan terhadap
kamera dan filmnya serta hubungan kamera
dengan obyek yang di ambil. Ketiga adalah
editing, elemen ini adalah transisi sebuah
gambar ke gambar lainnya.Dan elemen yang
terakhir adalah suara, elemen ini memuat segala
hal dalam film yang mampu kita tangkap
dengan indera pendengaran kita.Sama seperti
halnya dengan unsur naratif, seluruh elemen
pokok dalam unsur sinematik ini saling
berkaitan untuk membentuk unsur sinematik
secara keseluruhan.
3. Jenis dan Klasifikasi Film
Jenis-jenis film dibedakan menurut sifatnya, yaitu
sebagai berikut:
a. Film Cerita
Film cerita adalah film yang menyajikan
kepada publik sebuah cerita, sebagai cerita
harus mengandung unsur-unsur yang dapat
menyentuh rasa manusia. Cerita dalam film ini
diambil dari kisah-kisah sejarah, cerita nyata
dari kehidupan sehari-hari, atau khayalan yang
diolah untuk menjadi film.35 Film cerita
diartikan sebagai pengutaraan cerita atau ide,
35Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi
(Bandung : Cipta Aditya Bakti, 2007), h. 211.
47
dengan pertolongan gambar-gambar, gerak dan
dikemas yang memugkinkan pembuat film
melahirkan realitas rekaan yang merupakan
suatu alternatif dari realitas nyata bagi
penikmatnya. Ide atau pesan cerita mengunakan
pendekatan yang bersifat membujuk.Oleh
karena itu film cerita dapat dipandang sebagai
wahana penyebaran nilai-nilai.
b. Film Berita
Film berita adalah film mengenai fakta,
peristiwa yang benar-benar terjadi. Kamera
sekedar merekam peristiwa, karena sifatnya
berita, film ini disajikan kepada publik harus
bernilai berita (newsvalue), film berita menitik
beratkan pada segi pemberitaan kejadian aktual,
misalnya dokumentasi peristiwa perang, dan
dokumentasi upacara kenegaraan.36
c. Film Dokumenter
Istilah dokumentari awalnya digunakan
oleh seorang (sutradara director) Inggris Jhon
Grierson. Film dokumenter didefenisiskan oleh
Grierson sebagai karya ciptaan mengenai
kanyataan. Titik berat dalam film dokumenter
adalah fakta atau peristiwa yang terjadi.
Raymond Spottiswoode dalam bukunya A
36Sumarno, Dasar-Dasar Apresiasi Film, (Jakarta : PT Grasindo, 1996),
h. 13
48
Grammar of the Film menyatakan “Film
dokumenter dilihat dari segi subjek dan
pendekatannya adalah penyajian hubungan
manusia yang didramatis dengan kehidupan
kelembagaannya, baik lembaga industri, sosial,
maupun politik.Dan dilihat dari segi teknik
merupakan bentuk yang kurang penting
dibandingkan dengan isinya.37
Film dokumenter, selain mengandung
fakta, juga mengandung subjektivitas pembuat.
Subjektivitas diartikan sebagai sikap atau opini
terhadap peristiwa. Jadi, ketika faktor manusia
berperan, persepsi tentang kenyataan akan
sangat bergantung pada manusia pembuat film
documenter itu. Dengan kata lain, film
dokumenter bukan cerminan pasif dari
kenyataan, melainkan ada proses penafsiran
atas kenyataan yang dilakukan oleh si pembuat
film dokumenter.38 Ada banyak tipe, kategori,
dan bentuk penuturan dalam dokumenter.
Dalam beberapa hal terlihat adanya kemiripan;
yang membedakan adalah spesifikasinya.
37Effendy, Ilmu Teori, h. 212-214. 38Sumarno, Dasar-Dasar Apresiasi Film, (Jakarta : PT Grasindo, 1996)
h. 14.
49
Beberapa contoh yang berdasarkan gaya dan
bentuk bertutur itu antara lain:39
1. Laporan Perjalanan
Umumnya setiap perjalanan
ekspedisi dibuat dokumentasinya, baik
berupa film maupun foto.Sekarang ini,
tipe laporan perjalanan memiliki variasi
yang tidak selalu berupa rekaman
perjalanan petualangan tetapi juga
perjalanan seseorang ke berbagai negara
yang dianggap memiliki panorama dan
budaya unik.
2. Sejarah
Umumnya dokumenter sejarah
berdurasi panjang.Dengan adanya siaran
televisi, dokumenter sejarah dapat
direpresentasikan secara utuh, mengingat
lewat tayangan televisi dokumenter
tersebut dapat ditayangkan secara
terperinci tanpa terikat oleh waktu
sebagaimana film.
3. Biografi
Isi film jenis ini merupakan
representasi kisah pengalaman hidup
seorang tokoh terkenal ataupun anggota
39Gerzon R. Ayawaila, Dokumenter: Dari Ide Sampai Produksi,
(Jakarta: FFTV-IKJ Press, 2008), h.41-53.
50
masyarakat biasanya yang riwayat
hidupnya diangap hebat,menarik, unik,
atau menyedihkan. Bentuk potret pada
umunya berkaitan dengan aspek human
interest, sementara isi tuturan bisa
merupakan kritik, penghormatan, atau
simpati.
4. Kontradiksi
Dari sisi bentuk maupun isi, tipe
kontradiksi memiliki kemiripan dengan
tipe perbandingan.Hanya saja tipe
kontradiksi cenderung lebih kritis dan
radikal dalam mengupas permasalahan.
Perbedaan jelas anatara perbandingan dan
kontradiksi adalah: tipe perbandingan
hanya memebrikan alternative saja,
sedangkan tipe kontradiksi lebih
menekankan pada visi dan solusi
mengenai proses menuju suatu inovasi.
5. Ilmu Pengetahuan
Dokumenter tipe ilmu pengetahuan
terbagi dalam dua bentuk kemasan,
dengan tujuan publik berbeda.Bila
ditunjukan untuk publik khusus bisa
disebut film edukasi, sedangkan jika
ditunjukan untuk publik umum dan luas
disebut film instruksional.
51
6. Rekonstruksi
Pada umunya, dokumenter bentuk
ini dapat ditemui pada dokumenter
investigasi dan sejarah, termasuk pula
pada film etnografi dan antropologi
visual.Dalam tipe ini, pecahan- pecahan
atau bagian–bagian peristiwa masa
lampau maupun masa kini disusun atau
direkontruksi berdasarkan fakta sejarah.
7. Investigasi
Dokumenter invetigasi mencoba
mengungkap misteri sebuah peristiwa
yang belum atau tidak pernah terungkap
jelas. Yang dipilih biasanya berupa
peristiwa besar yang pernah menjadi
berita hangan dalam media massa. Tipe
ini disebut pula investigative journalism,
karena metode kerjanya dianggap
berkaitan erat dengan jurnalistik, karena
itu ada pula yang menyebutnya
dokumenter jurnalistik.
8. Buku Harian
Dokumenter jenis ini disebut juga
diary film. Dari namanya, buku harian
jelas bahwa bentuk penuturannya sama
seperti catatan pengalaman hidup sehari-
hari dalam buku harian pribadi. Karena
52
buku harian bersifat pribadi, tak
mengherankan bila terlihat pula penuturan
dokumenter sangat subjektif, karena
berkaitan dengan visi atau pandangan
seseorang terhadap komunitas atau
lingkungan tempat dia berada.
9. Dokudrama
Jenis dokumenter ini merupakan
bentuk dan gaya bertutur yang memiliki
motivasi komersial. Karena itu subjek
yang berperan di sini adalah artis
film.Cerita yang disampaikan merupakan
rekonstruksi suatu peristiwa atau potret
mengenai sosok sesorang, apakah seorang
tokoh atau masyarakat awam.
F. Film Sebagai Media Penyampai Nilai
Cerita yang disuguhkan di dalam layar tidak hanya
berdasarkan realitas kehidupan sehari-hari yang tumbuh
dan berkembang dalam masyarakat, tetapi juga bisa berasal
dari imajinasi para pembuat cerita.40 Tak hanya itu, dimensi
waktu dalam film pun tidak terbatas, cerita yang
disampaikan bisa berasal dari kisah masa lalu, masa
sekarang atau gambaran mengenai masa depan.
Film juga dapat menyatukan spektrum kepekaan
manusia, mulai dari yang paling lembut, kejam hingga
40Budi Irawanto, Film, Ideologi dan Militer: Hegemoni Militer dalam
Sinema Indonesia, (Yogyakarta: Media Pressindo, 1999), h.13
53
memuakkan. Selain itu, film yang baik senantiasa dapat
menimbulkan ilusi kejadian filemis yang berlangsung
dalam batas waktu lebih lama dari waktu menonton film
tersebut.Bahwa dalam kejadian itu ada permulaan,
pengembangan dan akhir, serta mempunyai jangka waktu
tertentu.41
Sebagai media komunikasi, film digunakan sebagai
bentuk penyampaian pesan moral maupun kritik sosial
melalui visualisasi gambar ataupun cerita yang dinarasikan
narator. Cerita yang dibuat pun bisa berdasarkan pada masa
lalu, kejadian pada masa sekarang atau pun penggambaran
masa depan, dengan kata lain film digunakan sebagai media
yang merefleksikan realitas atau bahkan membentuk sebuah
realitas.
Sebagai media komunikasi massa yang bersifat audio-
visual, film memiliki kekuatan dan kemampuan yang
mampu menjangkau banyak segmen sosial, yang mana
menjadikan film sebagai alat komunikasi yang lebih
berpotensi untuk memengaruhi khalayaknya dibandingkan
dengan media massa lainnya.42 Karakteristik film sebagai
media massa juga mampu membentuk semacam
kesepakatan publik secara visual, hal ini dikarenakan film
selalu bertautan dengan nilai-nilai yang hidup dalam
41D.A, Peransi, Film/Media/Seni, (Jakarta: FFTV-IKJ PRESS, 2005), h.
5. 42 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2009), h. 127
54
masyarakat dan selera publik, dengan kata lain film
merangkum pluralitas nilai yang ada dalam masyarakat.43
Kekuatan dan kemampuan film menjangkau banyak
segmen sosial, yang membuat para ahli film memiliki
potensi untuk mempengaruhi membentuk suatu pandangan
dimasyarakat dengan muatan pesan di dalamnya.Hal ini
didasarkan atas argumen bahwa film adalah potret dari
realitas di masyarakat.Film selalu merekam realitas yang
tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat dan
kemudian memproyeksikanya ke dalam layar.44
Film bisa dimanfaatkan secara positif guna memenuhi
kebutuhan ril manusia. Salah satu pemanfaatannya adalah
film sebagai media informasi yang di dalamnya terdapat
pesan nilai-nilai yang dapat diambil oleh masyarakat dan
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Film secara teoritis
merupakan alat komunikasi yang paling dinamis, apa yang
terpandang oleh mata dan terdengar oleh telinga, masih
lebih cepat dan mudah masuk akal dari pada apa yang
hanya dibaca. Film sebagai media massa, dapat dimainkan
peran dirinya sebagai saluran menarik untuk
menyampaikan pesan-pesan tertentu dari dan untuk
manusia, termasuk pesan-pesan keagamaan atau pesan
moral.45
43Budi Irawanto, Budi Irawanto, Film, Ideologi dan Militer: Hegemoni
Militer dalam Sinema Indonesia, (Yogyakarta: Media Pressindo, 1999), h.13 44Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: Remaja Rosda Karya,
2009), h. 15 45Kusnawan, Komunikasi dan Penyiaran Islam, h. 95.
55
Dengan demikian film bisa menjadikan alternatif
sebagai media yang dapat menyampaikan nilai-nilai sesuai
dengan kehidupan masyarakat.Selain sebagai media
hiburan, film juga untuk penerangan dan pendidikan.
Dalam ceramah-ceramah penerangan dan pendidikan kini
banyak digunakan film sebagai alat pembatu untuk
memberikan penjelasan.46 Dengan film, kita dapat
memperoleh informasi dan gambaran tentang realitas
tertentu, realitas yang sudah terseleksi. Dan pada gilirannya
akan membentuk sikap dan prilaku khalayak yang
menyaksikan.
Menurut Burhan Bungin dalam bukunya Sosiologi
Komunikasi, menyatakan bahwa fungsi utama komunikasi
massa adalah salah satunya sebagai Social Learning yaitu
media massa bertugas memberikan pendidikan sosial atau
pencerahan-pencerahan kepada seluruh masyarakat.Hal ini
selaras juga dengan teori belajar sosial yang dikeluarkan
oleh Badura menurutnya “kita belajar bukan saja dari
pengalaman langsung, tetapi dari peniruan dan
peneladanaan (modeling)”.
Dalam teori ini ada empat tahap proses belajar sosial :
proses perhatian, proses pengingatan, proses reproduksi
motoris, dan proses motivational.47 Misalnya ketika
menonton film, orang akan melihat tindakkan tokoh atau
46Effendy,IlmuTeori,h.211 47Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi (Bandung :
Remaja Rosda Karya , 2005), h. 240.
56
adegan pemain, melalui pengamatan penonton film diberi
rangsangan. Dan tahap berikutnya hasil pengamatan
disimpan dalam pikiran penonton dan akan kembali lagi
ketika seseorang melakukan tindakan sama seperti apa yang
pernah mereka amati. Setelah itu sampailah pada, proses
reproduksi motoris, yakni menghadirkan kembali prilaku
dan tindakan dalam kehidupan sesuai dengan apa yang
pernah diamatinya, namun proses motivasi juga
mempengaruhi kondisi personal manusia.48
Dengan mengunakan metode belajar sosial ini,
penyampaian pesan moral atau dakwah yang dilakukan oleh
film akan lebih efektif. Karena film mempunyai kelebihan
bermain pada sisi emosional, ia mempunyai pengaruh yang
lebih tajam untuk memainkan emosi pemirsa. Berbeda
dengan buku yang memerlukan daya pikir aktif dan
penonton bersifat pasif. Hal ini tentuya dikarenakan sajian
film adalah sajian yang siap dinikmati.
48Asep S. Muhtadi, dkk, Dakwah Kontemporer, h. 97
57
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Sekilas Tentang Jakarta Undercover
Gambar 3.1
Film 'Moammar Emka’s Jakarta Undercover' adalah
sebuah film dari adaptasi novel karya Moammar Emka
yang bercerita tentang seorang jurnalis dari pedesaan yang
menemukan lika-liku 'dunia malam' sebagai wajah Jakarta.
Semenjak Moammar Emka mengeluarkan buku Jakarta
Undercover di tahun 2003, seolah membuka wajah Jakarta
dari sudut yang mungkin masih banyak orang belum tahu.
Buku Jakarta Undercover merupakan kumpulan artikel
yang ditulis Moammar Emka tentang kehidupan malam di
Jakarta. Artikel-artikel tersebut sebagian termuat di Majalah
Popular di akhir 90an. Pada masanya, buku ini menjadi
58
fenomena karena cerita tentang gaya hidup dan seks masih
tabu dibicarakan.
Sebelumnya, film Jakarta Undercover sudah pernah
dirilis pada tahun 2006 yang diperankan oleh Luna Maya,
Lukman Sardi, Fachry Albar, Christian Sugiono, Verdi
Solaiman dan sederet aktor lainnya. Jika film pertama
Jakarta Undercover disutradarai oleh Lance dengan penulis
naskah Joko Anwar, sekarang kedua posisi itu digantikan
Fajar Nugros dan Piu Syarif. Para pemainnya juga berbeda
dari film terdahulu. Film kali ini layaknya biopik mengenai
latar belakang terciptanya buku-buku Jakarta Undercover
yang ditulisnya. Benang merahnya masih tentang
kehidupan malam yang diwakili tokoh Pras yang
diperankan Oka Antara.
“Sudah lebih dari 12 tahun buku Jakarta
Undercover 1: Sex 'n The City hadir untuk memotret
kehidupan kota Jakarta, terutama dari sisi perilaku
dan gaya hidup "miring"-nya. Buku tersebut telah
dicetak lebih dari 65 kali dan terjual ratusan ribu
kopi di pasaran dan diterjemahkan dalam bahasa
Inggris dan Belanda dengan rata-rata cetak ulang
tiga sampai lima kali dalam enam bulan. Tahun 2005
Emka merilis Jakarta Undercover 2: Karnaval
Malam, diikuti dengan sekuel ketiganya Jakarta
Undercover 3: Forbidden City tahun 2007. Kedua
buku ini mengalami cetak ulang puluhan kali dan
mendapat respons positif.
Beberapa alasan inilah yang menginspirasi
Emka untuk meneruskan Jakarta Undercover ke
dalam sebuah film dengan judul Moammar Emka's
Jakarta Undercover. Pencantuman nama Emka
dalam judul film untuk menegaskan identitas dan
orisinalitas. Dari sisi cerita, drama kehidupan yang
59
kental dengan gaya hidup malam Jakarta dan konflik
para pelaku. Cinta segitiga, persahabatan, keluarga,
pencitraan pejabat korup, dan gaya hidup
kemunafikan. Film Moammar Emka's Jakarta
Undercover diproduksi oleh Grafent Pictures bekerja
sama Demi Istri Productions”.1
Film ini menampilkan paradoks antara pesta harian
masyarakat kelas atas dengan suasana rumah susun yang
sempit. Selain itu, terdapat beberapa adegan dewasa dalam
film Jakarta Undercover. Karena tema bukunya
mengangkat hal tersebut. Jakarta Undercover
memperlihatkan sudut pandang dari orang-orang yang
terlibat di dunia hiburan malam, seperti pelacur, mucikari,
dan bandar narkoba. Filmnya mewakili potret kehidupan di
Jakarta yang tidak pernah terlihat sebelumnya.
“Kenapa sex? Karena itu adalah subjek yang
tabu untuk dibicarakan dan saat itu tidak banyak
buku yang menyinggung subjek ini. Jika nanti bukuku
digunakan sebagai panduan sex, itu terserah
pembaca. Aku berusaha menyamarkan semua nama
dan tempat. Disamping itu, tujuan buku itu adalah
untuk menjelajah isu industri sex bukan
mempromosikannya. Tidak ada bab dalam buku yang
berisi adegan sex, dan siapapun yang membaca
bukunya akan tahu itu”.2
Buku Jakarta Undercover Sex 'n the city sendiri tak
kurang menawarkan 24 tulisan yang membahas dunia
seksualitas Jakarta yang sangat bebas dan berani.
Sedangkan Jakarta Undercover Karnaval Malam
menyuguhkan 24 pula cerita yang tak kalah mengejutkan
1 Moammar Emka, Jakarta Undercover 4in1, (Gagas Media: Jakarta, 2016)h.18
2 Moammar Emka, jakarta Undercover 2, Electronic Edition published
2011, (Monsoon Books: Singapore 2007)h. 1-4
60
pembaca tentang Ibu Kota Negara ini. Pun dengan Jakarta
Undercover Forbidden City yang menyuguhkan liputan
investigasi penulis tentang Sexual Lifestyle dan
Entertainment orang-orang Ibu Kota.
“Aku mengibaratkan realitas kehidupan malam
Jakarta dalam satu kalimat: di depan mata ada panti
pijat plus, di samping kiri ada sauna plus, di samping
kanan ada karaoke plus dan di belakang ada salon
plus. Inilah potret tentang realitas kehidupan yang
ada dan terjadi di sekitar kita”.3
B. Sinopsis Film Moammar Emka’s Jakarta Undercover
Dalam film Jakarta Undercover versi Fajar Nugros,
diceritakan Pras (Oka Antara) adalah seorang wartawan
sebuah majalah ibukota yang berasal dari kampung di Jawa.
Dengan hanya berbekal cita-cita dan idealisme, ia datang
ingin mencoba mencicipi bagaimana rasanya menaklukkan
kota Jakarta yang katanya keras dan kejam itu. Dengan
penuh dedikasi pula ia datang ke Jakarta menjadi wartawan
untuk memberikan manfaat kepada masyarakat. Pejabat
demi pejabat sudah sering ia temui untuk dimintai
keterangan. Namun, dalam menjalani pekerjaannya itu, ia
kemudian jenuh karena selalu dituntut menulis artikel-
artikel pencitraan pejabat negara. Ia merasa ragu tentang
dirinya lagi; ia merasa hanya seperti pegawai yang diperalat
oleh penguasa media tempatnya bekerja, atau dalam bahasa
film ini, "merasa tidak signifikan".
3 Moammar Emka, Jakarta Undercover 4in1. (Gagas Media: Jakarta,
2016) h. 15
61
Di Jakarta, dengan logat dan sikap kedaerahannya
yang masih melekat, Pras tak segan menolong orang-orang
yang ia temui. Di tengah kejaran deadline, suatu kali Pras
tanpa sengaja menolong penari malam bernama Awink
(Ganindra Bimo). Perjumpaan dengan pria tersebut
membawa Pras masuk ke dunia "bawah" Jakarta. Pras
menggagas ide investigasi tentang kehidupan malam
Jakarta. Itu bermula ketika suatu hari, tanpa sengaja, ia
menolong Yoga (Baim Wong) yang babak belur dihajar
preman. Pras membawanya ke rumah sakit. Ia pun
berkenalan dan menjalin persahabatan dengan Yoga,
seorang 'party planner' yang disegani di seantero kota.
Berada di pusaran baru dan mencengangkan, insting
Pras sebagai jurnalis tergelitik. Pikirnya, kisah di sudut lain
Jakarta itu bisa membuat hidupnya lebih bermakna dari
sekadar menghasilkan tulisan "pesanan". Namun, yang
paling berkesan bagi Pras adalah saat ia tak sengaja
bertemu dengan Laura (Tiara Eve), seorang model
merangkap PSK kelas atas. Mereka bertemu di sebuah
family mart. Mereka seperti dua orang asing gagal yang
ditakdirkan bertemu, gagal mewujudkan cita-citanya, gagal
merenungi arti hidup sebenarnya. Dalam kecanggungan
dari balik kaca supermarket mereka terlihat saling bercerita,
ketika Pras kemudian bertanya kepada Laura tentang "apa
yang membuatmu signifikan?" Lalu, Laura menjawab,
bahwa yang membuatnya signifikan adalah ketika ia bisa
melihat keluarganya cukup dan bahagia, itu saja.
62
Pertemanan dengan Yoga dan Awink berikut
hubungannya dengan Laura yang malu-malu mau, membuat
Pras melihat sisi liar Ibu Kota. Termasuk, narkoba dan
prostitusi kelas atas. Pras kemudian penasaran pada sebuah
nama, Mama-san (Agus Kuncoro). Ia mencoba melacak
keberadaan Mama-san dengan mengorek keterangan dari
prostitusi bernama Sasha (Nikita Mirzani).
Kemudian melalui pertemuan-pertemuan sederhana
selajutnya, masih di family mart, Pras dan Laura semakin
dekat dan nyaman satu sama lain. Mereka juga tak malu
menjadi diri sendiri, dan akhirnya pun menemukan sinyal-
sinyal cinta. Sayang, kehidupan Laura tak sederhana seperti
yang Pras kira. Di sisi lain, kehidupan Pras sendiri juga
mulai pelan-pelan berubah, menyangkut idealisme yang
dulu ia junjung untuk selalu ia perjuangkan, kini menjadi
pertaruhan, termasuk teman-teman baru yang ia kenal, juga
akan terkena imbasnya..
C. Tokoh Film Moammar Emka’s Jakarta Undercover
Oka Antara sebagai Pras
Gambar 3.2
63
Oka Antara mengawali kariernya di perfilman
Indonesia pada tahun 2006 melalui film Gue Kapok Jatuh
Cinta. Ia semakin dikenal luas setelah bermain dalam film
sukses Ayat-Ayat CInta arahan Hanung Bramantyo. Oka
sendiri sebelumnya pernah disiapkan sebagai tokoh utama
film tersebut sebelum kemudian diberikan kepada Fedi
Nuril. Oka sempat bermain dalam film drama Hari Untuk
Amanda dimana ia mendapat beberapa nominasi dan
sebuah penghargaan untuk perannya.
Oka memerankan Pras, seorang pria yang merantau
ke Jakarta untuk menjadi jurnalis. Kala itu, kondisi politik
di tahun 2000-an sedang tawar, sehingga dia tidak bisa
menulis sesuatu yang bersifat revolusioner. Hingga
akhirnya, Pras menemukan sesuatu yang akan menjadi
bahan tulisannya. Pesta, drugs, dan prostitusi, tiga elemen
penting di balik gemerlapnya dunia malam kota Jakarta.
Tiara Eve sebagai Laura
Tiara memulai kariernya di dunia musik sejak remaja,
sebagai seorang Disc Jockey (DJ).Kini selama berkarier di
dunia DJ, Tiara berhasil meraih Best DJ Female of The
Year dari Paranoia Award dan Ravelex. Saat ini, tak hanya
dunia DJ saja yang digeluti oleh Tiara, namun mulai
merambah ke bidang lain seperti bermain film, dan
membuat lagu bersama musisi Glenn Fredly. Tiara
memerankan Laura, seorang model sekaligus pelacur.
Sebenarnya, Laura tidak ingin menjual dirinya. Namun, apa
daya, dia harus memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
64
Ganindra Bimo sebagai Awink
Gambar 3.3
Ganindra Bimo (lahir 29 Maret 1988; umur 31 tahun)
adalah seorang aktor dan presenter berkebangsaan
Indonesia. Selain sebagai aktor, ia juga merupakan salah
satu presenter Entertainment News di NET. Bimo
mengawali kariernya sebagai finalis MTV VJ Hunt pada
tahun 2008 mewakili kota Bandung, namun ia gagal
menjuarai kontes yang dimenangi oleh Rizky Kinos
tersebut. Bimo memerankan Awink, seorang penari
striptease di kehidupan malam Jakarta. Sosoknya
menyenangkan, sederhana, dan setia kawan.
Baim Wong sebagai Yoga
Gambar 3.4
65
Baim pertama kali berkarier tahun 2001 sebagai
pemain sinetron. Namun saat itu Baim tidak begitu serius
menjalaninya. Baim memutuskan serius di dunia sinetron
tahun 2005. Pertama kali berperan dalam sinetron Cinta
Hilang Cinta Kembali. Setelah itu ia banyak berperan
dalam sinetron. Film perdananya adalah Dilema pada tahun
2012, dan lewat film debutnya itu ia langsung diganjar
penghargaan Aktor Pendatang Baru Terfavorit di
Indonesian Movie Awards 2012. Sejak itu tawaran bermain
film mulai berdatangan pada Baim Wong. Di Jakarta
Undercover, Baim memerankan Yoga, pria yang tak
memiliki hubungan sosial. Hidupnya pun berubah ketika
dia bertemu Laura. Yoga jatuh cinta pada Laura dan ingin
membebaskan Laura dari pekerjaan yang menyiksa
hidupnya.
Lukman Sardi sebagai Jarwo
Gambar 3.5
Lukman memerankan Jarwo, teman Pras yang
berprofesi sebagai jurnalis yang idealis sekaligus sosok
66
atasan yang dikagumi Pras.Jarwo, jurnalis yang
idealismenya luntur karena bersikap realistis.4
D. Profil Moammar Emka
Gambar 3.6
“Moammar Emka lahir di desa Jetak, Montong,
Tuban, Jawa Timur, 13 Februari 1974. Pernah
bekerja sebagai wartawan di sejumlah media cetak,
seperti Prospek dan Popular. Selama rentang waktu
lima tahun, dia telah merilis lebih dari 13 buku, baik
fiksi maupun non-fiksi. Karya-karyanya adalah
Jakarta Undercover 4in1, Red Diary, Ade Ape
Dengan Mak Erot, Beib...Aku Sakau, 365 Hari 3
Cinta 2 Selingkuhan, Siti Madonna, 132 KM SMS
Cinta Abisss, SMS Lovaholic, Tentang Dia, Gue
Kapok Jatuh Cinta, In Bed With Models, dan Kamus
Gaul Hare Gene!!! Buku pertamanya, Jakarta
Undercover (sex 'n the city) edisi bahasa Inggris yang
diterbitkan Moonson Book Singapura telah beredar
di Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina”.5
Moammar Emka telah menulis puluhan buku. Namun
buku tulisannya yang paling laris dan mengangkat namanya
adalah Jakarta Undercover. Buku ini menceritakan sisi
4 Kumparan.com artikel “Mengenal Lebih Dalam Para Pemain Jakarta Undercover” 5 Sampul belakang buku Jakarta Undercover 3 :Forbidden City
67
gelap hiburan seks 'liar' yang ada di kota Jakarta. Buku ini
juga mengalami cetak ulang sebanyak 55 kali dari 2003-
2010. Selain itu juga dilakukan gubahan dalam bentuk
bahasa Inggris dan Belanda yang dipasarkan di kota-kota
besar Asia, dan Eropa, Buku tersebut juga telah mengalami
cetak ulang beberapa kali. Karya itu kemudian diangkat ke
dalam cerita film layar lebar berjudul Jakarta Undercover,
dengan dibintangi Luna Maya, Fachry Albar, Lukman
Sardi, Christian Sugiono, dan Fauzi Baadila yang
diproduksi dan beredar 2006.
Emka menulis buku-bukunya dengan investigasi
secara mendalam selama bertahun-tahun. Berbagai metode
pun dia gunakan untuk mendapatkan informasi seperti
pendekatan personal, clubbing, nongkrong bareng, curhat,
sampai wawancara. Menuliskan cerita mengenai gemerlap
dunia malam Jakarta bukanlah hal mudah bagi Moammar
Emka yang notabene lulusan pesantren di Jombang.
Buku tulisan Emka kebanyakan mengupas sisi
seksualitas yang terjadi di masyarakat, seperti Siti
Madonna, Jakarta Undercover 2 (Karnaval Malam),
Jakarta Undercover 3 (Forbidden City), Ade Ape Dengan
Mak Erot?, 3 Cinta 2 Selingkuhan, dan In Bed with Models.
Buku In Bed with Models dirilis pertengahan 2006 dan
edisi revisinya dirlis akhir 2014, yang mengisahkan lika-
liku sisi gelap para selebriti Indonesia dalam mencari
'pendapatan tambahan' dengan 'menceburkan diri' dalam
transaksi seks kelas atas.
68
Selain Menulis buku, Emka juga seorang pebisnis
penerbitan. Lini bisnisnya memiliki 16 perusahaan
penerbitan yang setiap bulan bisa menerbitkanrata-rata 300
judul buku. Hampir semua genre dimasuki oleh jaringan
bisnisnya. Target pembaca beragam dari anak-anak hingga
dewasa. Emka juga pernah tampil sebagai cameo di film
Koper garapan sutradara Richard Oh, Novel Tanpa Huruf R
dengan sutradara John de Rantau, Claudia Jasmine
sutradara Awi Suryadi dan tiga film: Cinta Brontosaurus,
Cinta Selamanya, Gangster yang disutradarai Fajar Nugros.
Saat ini, Emka juga aktif di televisi dengan menjadi
narasumber untuk acara-acara yang bertemakan selebritas
dan gaya hidup.
“Dunia jurnalislah yang membuka mataku. Dan
harus kuakui bahwa aku tergoda untuk tahu lebih jauh.
Hasilnya adalah bukuku, kuharap bisa membantu
siapapun yang membacanya. Setidaknya untuk
membuka mata terhadap kenyataan industri seks dan
mendorong orang-orang muncul dengan solusi
membuat dunia kita menjadi lebih baik”.6
6 Moammar Emka, Jakarta Undercover 2, Electronic Edition published
2011, (Monsoon Books: Singapore 2007) h. 1-4
69
BAB IV
TEMUAN DATA DAN PEMBAHASAN
Peneliti menggunakan analisis narasi Tzvetan Todorov
untuk menganalisis seperti apa alur cerita film Moammar
Emka’s Jakarta Undercover. Dalam model analisis narasi ini,
film terbagi menjadi tiga bagian, yakni:alur awal, alur
tengah, dan alur akhir, yang semuanya saling berhubungan
dan saling melengkapi. Penelitian ini memilih untuk berfokus
hanya pada level individu, yakni dengan mengidentifikasi
bagaimana wartawan investigasi membangun,
mengembangkan dan memelihara prinsipnya dalam film.
Berdasarkan hasil pengamatan dari tayangan film
terkait dengan idealisme wartawan, terlihat bahwa alur dapat
memengaruhi ideologi seseorang. Terlihat juga bahwa
pemberitaan investigasi yang dirilis suatu media memberikan
dampak sosial. Berita Jakarta Undercover dilakukan untuk
menguak aktivitas amoral di Jakarta.
Berita Jakarta Undercover yang ditulis oleh Pras
menyita perhatian publik.Sebab pemberitaan Jakarta
Undercover merupakan pemberitaan yang sensitif yang dapat
mengancam kebebasan pelaku dunia malam.Film ini
termasuk film drama yang fokus pada aspek-aspek human
interest agar penonton dapat merasakan setiap kejadian
dalam adegan film Moammar Emka’s Jakarta Undercover.
Dari ketiga alur tersebut ditemukan enam elemen
idealisme wartawandisertai dua pasal pelanggaran kode etik.
70
Setelah beberapa data terkumpulkan, peneliti melakukan
analisis mengenai konfirmasi temuan penelitian dengan teori
yang digunakan. Berdasarkan temuan data dan analisis yang
dihasilkan, maka ditemukan hasil seperti berikut:
A. Analisis Alur Awal, Tengah, dan Akhir dalam Film
Moammar Emka’s Jakarta Undercover
1. Analisis Alur Awal
Alur awal adalah bagian pendahuluan dari
sebuah film yangmengantarkan penonton untuk
mengikuti alur-alur berikutnya. Todorov berpendapat
bahwa umumnya naratif diawali dengan adanya
situasi normal, tertib dan seimbang yang ia sebut
ekuilibrium (keseimbangan).1
Pada alur ini berisi latar belakang kehidupan
masing-masing tokoh dan perkenalan karakter. Di
dalam narasi terdapat karakter, yakni orang atau
tokoh yang mempunyai sifat dan perilaku tertentu.2
Kesimbangan pada film ini bukanlah kehidupan
normal yang bahagia. Para tokoh dihadapkan dengan
permasalahan hidup masing-masing. Dari
permasalahan hidup inilah penonton dituntun untuk
1 Eriyanto, Analisis Naratif: Dasar-dasar dan penerapannya dalam
Analisis Teks Berita Media, (Jakarta :Kencana Prenada Media Group, 2013)
hal. 47 2 Eriyanto, Analisis Naratif: Dasar-dasar dan penerapannya dalam
Analisis Teks Berita Media, (Jakarta :Kencana Prenada Media Group, 2013)
hal. 65
71
memaklumi motivasi para pelaku sehingga terjerumus
dalam kehidupan malam.
Layar film ini dibuka ini dibuka dengan
seseorang yang mencitrakan dirinya sebagai sosok
yang nasionalis, baik, dan berbudi pekerti luhur
dalam sebuah sesi wawancara. Dia adalah Tyo
Pakusadewo yang memerankan tokoh pejabat publik
tanpa nama. Sang pejabat menyanggah dugaan
korupsi pada dirinya.Ia menganggap bahwa semua
yang ia lakukan adalah untuk kesejahteraan rakyat.
Diawal frame ditampilkan kondisi rumah susun
(rusun) di kota Jakarta dengan latar tahun 2016.
Digambarkan suasana rusun yang sempit dengan
tingkat ekonomi yang rendah. Ada satu tokoh yang
sedang tertidur di unitnya. Tokoh tersebut adalah
Pras, seorang wartawan yang sedang mengerjakan
transkrip wawancara. Ia terbangun karena ditelefon
oleh ibunya yang ingin mengetahui kabar anaknya.
Hal ini sesuai dengan kebiasaan Emka yang sampai
sekarang masih sering dihubungi ibunya setiap jam
tujuh malam.
Adegan beralih ke ruang redaktur. Dimana
Djarwo sedang menunggu hasil tulisan Pras yang
selalu melebihi deadline. Pras datang dari Jawa Timur
ke Jakarta untuk menjadi wartawan karena kagum
dengan tulisan-tulisan Djarwo (Lukman Sardi). Pras
pun diakui oleh Djarwo memiliki kemampuan seni
72
menulis dan instingnya sebagai jurnalis memang
hebat. Namun Pras merasa jenuh dengan
kewajibannya menulis berita pencitraan yang
menurutnya tidak signifikan.
Tabel 4.1
Adegan pertama alur awal
Visualisasi
Durasi Menit 0:05:30
Dialog
Percakapan via telepon antara Jarwo dan Pras.
Djarwo: hallo, Pras?
Pras : mas, iya?
Djarwo: masih ingat kan cita-cita lu apa? Jadi ada cowok
nih, dari Jawa Timur datang ke meja redaksi
73
bawa map cokelat terus dia bilang “saya mau
jadi…”
Pras : jadi wartawan.
Djarwo: nah, selamat ya Pras. Sekarang lu udah hidup di
cita-cita lu.
Pras : tapi mas…
Djarwo: tapi kenapa ya? Orang yang hidup di cita-
citanya masih telat ngirim tulisan.
Pras : ….
Djarwo: Pras? Pras? lu kemana sih?
Pras : mas ada sejarah yang lu lupa deh. Lu inget gak
dulu gua pernah cerita sama lu? Gimana gua
kuliah di Tuban dulu gua ngefans banget sama
wartawan yang menurut gua tulisannya keren.
Saking kerennya sampai bikin gua pengen
berangkat ke Jakarta dengan modal nekat.
Djarwo: iya terus lu nyamperin tuh wartawan, dan lu
bilang lu mau jadi seperti dia.
Pras : nah, itu lu masih ingat mas. Se-signifikan itu
pengaruh lu buat gua.
Djarwo: lu tau ga Pras, lu itu punya kemampuan seni
menulis. Insting jurnalis lu itu hebat. Majalah ini
membutuhkan elu Pras.
Pras : gua jenuh ngomong sendiri mas. Bantulah gua.
Djarwo: oke oke begini deh, nanti itu kita omongin lagi
ya. Sekarang please Pras gua butuh tulisan lu
dikirim sekarang ya.
Di perjalanan, Pras bertemu seorang waria yaitu
Awink. Secara tidak sengaja Pras yang tidak berniat
menolong Awink malah menjadi korban pemukulan
oleh preman-preman yang mengejar Awink. Disini
terlihat Awink hanya mementingkan keselamatan
pribadinya dengan kabur meninggalkan Pras yang
sedang dipukuli. Padahal Pras hanya korban yang
terjebak di lingkaran konflik kehidupan Awink.
74
Laura adalah seorang model yang punya karir
lumayan di ibu kota. Tiba-tiba ia mendapat kabar
kalau bapaknya ditangkap polisi karena terjerat kasus
korupsi dan ibunya masuk rumah sakit. Dalam
keadaan depresi menghadapi masalah yang menimpa
keluarganya, Sasha mengenalkannya pada Mama-
San, seorang waria sosialita sekaligus mucikari.
Dengan iming-iming akan mendatangkan banyak
uang untuk mengatasi masalah keuangan keluarga
Laura.
Pada adegan ini dapat dilihat jika perekrutan
pekerja prostitusi tidak begitu rumit. Sebagai model,
Laura tentu mempunyai wajah yang cantik dan juga
penampilan yang menarik. Selanjutnya hanya perlu
seseorang yang mengenalkannya pada mucikari atau
biasa dipanggil mami. Seperti manajemen artis, mami
juga bekerja dengan sistem yang sama yaitu sebagai
perantara yang memasarkan artisnya pada klien. Ia
menyediakan jasa wanita penghibur yang dapat
digunakan dari sekedar ladies company hingga
menjurus kebutuhan seksual.
Laura yang telah resmi menjadi pekerja seks
komersial (PSK) berkenalan dengan Pras di sebuah
minimarket. Tanpa saling mengetahui latar belakang
keduanya semakin akrab, hingga tumbuh perasaan
saling menyayangi.
75
Tabel 4.2
Adegan kedua alur awal
Visualisasi
Durasi
Menit 0:26:03
Dialog
Pras : thanks ya Ra udah nelpon.
Laura : ngapain make thanks sih.
Pras : ya thanks lah udah nyelametin gua dari
kemandekan pekerjaan.
Laura : kamu kerja apa?
Pras : kebetulan pekerjaan yang sudah gua idam-
idamkan dari dulu.
Laura : seneng pastinya yah.
Pras : yah Alhamdulillah meskipun sebenarnya…
Laura : kenapa sih?
Pras :enggak ah, bawaannya curhat melulu.
Laura : cerita dong, gua pengen denger.
Pras : oke, lu pernah ga sih Ra, berharap cita-cita lu
bermanfaat buat orang? Maksud gua gini, terus
terang gua ngiri bangetsama profesi-profesi
tertentu. Dokter gitu misalnya jelas
signifikansinya menyembuhkan orang. Gua tuh
pengen ngerasa di posisi seperti itu. Bermanfaat
secara langsung.
Laura : emang yang sekarang kurang bermanfaat?
Pras: bermanfaat sih tapi…
Laura : kalau versi gua sih, yang penting keluarga gua
udah cukup terpenuhi, itu udah cukup signifikan
buat gua. Tapi itu gua ya. Tapi kalau lu baik-baik
76
aja, keluarga lu ga ada yg harus ditolong atau
dibantu ya lu harus kejar cita-cita lu Pras.
Karena merasa bersalah atas insiden yang
menimpa Pras karena dirinya, Awink menawarkan
bantuan untuk mambersihkan kamar Pras yang
berantakan dan mengajaknya minum-minum sebagai
permintaan maaf. Awalnya Pras mengacuhkan ajakan
Awink. Namun karena masih merasa jenuh dengan
tugas kewartawanannya, akhirnya ia menerima ajakan
tersebut. Ini dapat mengindikiasikan jika klub malam
memang jenis hiburan untuk menghilangkan penat
dan stress bagi orang-orang yang menjalankan
rutinitas di siang hari.
Adegan pengenalan karakter Yoga dimulai di
dalam ruang perkuliahan.Yoga berkelakar bahwa orde
baru itu bahaya karena melahirkan orang-orang
seperti mereka (Yoga dan dosen) pada para
mahasiswa. Maksud kedatangan Yoga untuk
memberikan penawaran pada jalur distribusi narkoba
milik dosen. Yoga adalah seorang bandar narkoba dan
bisnis illegal lainnya. Ia selalu ditemani oleh Ricky
sebagai mitra. Bisnis yang dijalankan oleh Yoga dan
Ricky ini adalah peninggalan orang tua mereka.
Adegan ini mensiratkan bahwa bisnis hitam ini sudah
mendarah daging di setiap golongan masyarakat.
Dosen/guru yang sejatinya memiliki tugas mulia
77
membimbing generasi muda juga bisa memiliki sisi
lain sebagai perusak moral bangsa.
Pertemuan awal Pras dan Yoga terjadi di
diskotik tempat kerja Awink. Saat itu Yoga sedang
dipukuli oleh ajudan pemilik diskotik. Awalnya Pras
berpura-pura tidak melihat Yoga dan ingin segera
pergi. Namun Pras terciduk oleh supir taksi yang
kebetulan ada di dekat situ. Pras berdalih kalau ia
memang baru mau akan menolong Yoga yang terluka.
Setelah membawa Yoga ke rumah sakit, Pras
menolak untuk mengisi formulir lalu memberikan
handphone Yoga agar pihak rumah sakit dapat
menghubungi kerabat Yoga.
Disini individualitas Pras diperlihatkan dengan
sifat apatisnya. Ia melihat pemukulan itu tidak
berusaha memisahkan karena tidak ingin kembali
menjadi korban seperti saat menolong Awink. Dan ia
berpura-pura tidak melihat Yoga yang pingsan dan
tidak mengisi data personal di rumah sakit. Hal itu ia
lakukan karena tidak ingin direpotkan dan dipaksa
bertanggung jawab untuk orang yang tidak
dikenalnya. Interaksi Pras dengan supir taksi juga
menarik karena mensiratkan seseorang berusaha
berkelakuan baik karena merasa tidak enak dan tidak
ingin dianggap jahat oleh orang lain.
Setelahnya, atas bantuan Awink, Yoga berhasil
menemui penolongnya yaitu Pras. Dari sini
78
dimulailah lembaran baru persahabatan Pras, Awink,
dan Yoga. Atau secara naïf dapat dibilang hanya
Awink dan Yoga yang menganggap begitu. Ketiga
sosok inilah (Pras, Yoga, dan Awink) yang membuka
konflik pada alur tengah. Dimana Pras sudah
diingatkan oleh Awink bahwa mereka harus menjaga
kepercayaan Yoga. Semua hal yang akan Pras dengar
dan saksikan harus terus dirahasiakan.
Namun prinsip idealismenya membuat Pras
melakukan investigasi dengan metode partisipatif.
Seperti yang dilakukan oleh Moammar emka untuk
mendapatkan bahan menulis keempat seri buku
Jakarta Undercover. Karena menurutnya dengan cara
ini, ia dapat menjalin kedekatan personal dengan
narasumber. Juga pendekatan penulisan yang
cenderung menjawab pertanyaan bagaimana (how)
dibanding apa (what), kapan (when), ataupun siapa
(who).3
Menurut Emka hal-hal yang ia alami seperti
dalam film yang memotivasinya untuk menulis buku
Jakarta Undercover.
“Aku kuliah di IAIN Syarif Hidayatullah
selama empat tahun. Aku menulis Jakarta
Undercover semata-mata untuk memberitahu
pembaca tentang realitas industri sex di Indonesia.
3https://prasetya.ub.ac.id/berita/Workshop-Jurnalistik-LPM-Techno-3098-id.html
79
Latar belakang agama membuatku ingin tahu
lebih dalam tentang kehidupan malam yang tak
pernah kurasakan”. 4
2. Analisis Alur Tengah Cerita
Alur tengah cerita berisi rangkaian tahapan-
tahapan yang membentuk seluruh proses narasi.
Bagian ini merupakan pengembangan dari situasi di
alur awal. Jika biasanya pada alur tengah terdapat
konflik yang menimpa pemeran utama, di film ini
pemeran utama lah penyebab konflik bagi karakter
lain.
Jika melihat suatu kebenaran yang akan
berdampak pada masyarakat secara luas, tanpa
memedulikan hal-hal yang akan ia korbankan dalam
prosesnya. Sesuatu yang dianggap tabu untuk
diberitakan, namun tetap dipublikasikan. Seperti
itulah jalan cerita alur tengah film Moammar Emka’s
Jakarta Undercover ini. Adegan-adegan pada alur ini
berfokus pada proses investigasi Pras.
Kisah yang akan ditulis dengan judul Jakarta
Undercover: Pesta Yang Tak Pernah Usai ini,
dianggap Pras dapat menjadi pondasi untuk
signifikansi karirnya. Judul ini digunakan oleh Emka
untuk buku Jakarta Undercover jilid pertama.
“Aku menggunakan sudut pandang "aku"
dalam buku dan film sebagai peran pengamat tapi
4 Moammar Emka, Jakarta Undercover 2, Electronic Edition published 2011, (Monsoon Books: Singapore 2007) h.1-4
80
dalam kenyataannya "aku" juga berpartisipasi.
Tergantung kebutuhan plot dan setting”.5
Untuk merampungkan tulisan Jakarta
Undercover, Pras menggali informasi dari Awink,
Sasha dan wanita penghibur lain dengan wawancara
off the record. Metode pengumpulan informasi yang
dilakukan Pras tergolong melanggar etika wawancara.
Karena Pras tidak pernah memberitahu teman-
temannya bahwa ia seorang wartawan dan pernyataan
narasumber direkam tanpa persetujuan mereka yang
mana hal itu dianggap melanggar privasi.
Dalam investigasinya, Emka menemukan motif
sebenarnya dibalik pekerjaan pelaku hiburan malam.
Tanpa verifikasi, informasi seperti ini akan sulit
didapat.
“Selama riset, aku dihadapkan dengan
banyak wanita pekerja seks komersial, dan tidak
semua melakukannya demi uang. Contohnya
Vonnie yang melakukannya untuk membiayai
pengobatan anaknya dari Down Syndrome. Lalu
Lina yang dijual orang tuanya dan Susi yang
bekerja sebagai mami untuk menghidupi tiga
anaknya”.6
5 Moammar Emka, jakarta Undercover 2, Electronic Edition published 2011,
(Monsoon Books: Singapore 2007)h. 1-4 6 Moammar Emka, jakarta Undercover 2, Electronic Edition published
2011, (Monsoon Books: Singapore 2007) h. 1-4
81
Tabel 4.3
Adegan pertama alur tengah
Visualisasi
Durasi
Menit 0:46:55
Menit 0:50:19
Dialog
Pras : Ini aslinya tempat parkir padahal ya.
Awink : Bingung ya? Kamu tahu kan baru baru ini
gubernur Jakarta nutup tempat-tempat party di
Jakarta. Tapi yang namanya the power of party,
bisnis akan jalan terus. Pras disini yang
underground bukan cuma tempat doang. Lihat
cewek-cewek yang ada disana.
Pras : Yang itu? (sambil menunjuk sekumpulan
cewek)
Awink : ih jangan ditunjuk dong.
Pras : iya kenapa? Lo suka?
Awink : ya enggak lah. Perhatiin mereka lagi ngapain.
82
Mereka itu lagi transaksi barang yang bikin (nge-
fly/teler).
Pras : Astaghfirullahalazim
Tabel 4.4
Adegan kedua alur tengah
Visualisasi
Durasi
Menit 0:53:30
Dialog
Awink : party semalam itu gokil banget ya. Bayangin
nih ya, minumannya itu gak ada dijual di
supermarket. Terus barang-barangnya juga gak
dijual sama bandar-bandar kelas teri. Belum lagi
perempuan-perempuannya kok bisa ya kayak
bidadari.
Pras : nah itu dia.
Awink : itu dia itu dia apa sih?
Pras : gua mikirnya gini nih.
Awink : ini sok teori lagi nih. Capek teori terus deh.
Pras :minuman, drugs dari Yoga. Perempuan dari
Mama-San. Itukan perannya Mama-San kan. Kan
lu bilang berdua.
Awink : Mama-san itu penjual jasa kelas atas di Jakarta.
Dan ia melepas dahaga bagi semua orang-orang
Jakarta yang haus akan hiburan. Apapun
imajinasi yang ada di kepala orang-orang berduit
di Jakrta, imajinasi tentang perempuan apapun
tentang tempat bercinta dimanapun, Mama san
83
bisa mewujudkannya Pras asal ada duitnya. Tapi
ini rahasia loh ya, awas kalau dibocorin.
Konflik internal dalam perusahaan media massa
yang disebabkan perbedaan idealisme antara
wartawan, redaktur dan pemodal sering terjadi. Para
wartawan menuntut agar diberi kebebasan
memberitakan kebenaran dan hal-hal penting untuk
khalayak. Sedang disisi lain, jajaran redaksi yang
mengkhawatirkan kesejahteraan media lebih
memprioritaskan kepentingan pemodal atau pengiklan
agar perusahaan terus mendaparkan keuntungan. Jika
mengabaikan keinginan pemodal sebagai pemasok
utama pada perusahaan, kemungkinan besar mereka
tidak akan bisa bertahan dalam arus industri media
massa.
Alur tengah ini diakhiri dengan konflik batin
dalam diri Pras. Awink menceritakan masa lalu dan
cita-citanya yang ingin menjadi penari latar. Lalu ia
juga mengingatkan jika di Jakarta banyak orang yang
mengorbankan pertemanannya demi keuntungan
pribadi. Dari sini Pras mulai menunjukkan sikap
realistis. Pras merasa dilema dalam mengambil
keputusan untuk mempublikasikan berita tersebut
atau tidak.
Ada perasaan bersalah karena sudah
mengkhianati kepercayaan teman-temannya, demi
84
kepentingan pribadi, dari kisah mereka yang
terbelenggu oleh pahitnya kehidupan di Jakarta. Jika
tulisannya diterbitkan, Pras akan meraih signifikansi
yang selama ini ia dambakan. Sebaliknya, berita
tersebut akan merenggut kebebasan teman-temannya.
Saat sudah memantapkan keputusannya, situasi
menjadi semakin rumit karena Pras sudah sangat
terlambat untuk mengubahnya.
3. Analisis Alur Akhir Cerita
Alur akhir biasanya berupa pemulihan dari alur
tengah.Pada tahap ini identik dengan penyelesaian
konflik atau kekacauan yang terjadi dalam cerita.
Penulis cerita biasanya menyajikan akhir cerita
dengan benar-benar menyelesaikan masalah hingga
tidak ada lagi konflik atau dibuat menggantung
dengan berbagai tujuan seperti untuk dibuat sekuel
atau bagian dari plot twist. Konflik dari film ini ialah
keinginan Pras memberitakan fenomena hiburan
malam. Tidak ada pembagian karakter protagonis dan
antagonis dalam film ini. Pun juga benar dan salah
tergantung perspektif penonton. Pada alur akhir film
ini menceritakan bahwa apapun usaha yang
dilakukan, Pras tidak bisa membatalkan penerbitan
berita Jakarta Undercover.
Esoknya tulisan itu terbit dengan judul “Jakarta
Undercover : Seksualitas Membabi Buta di Ibu Kota”
85
pada tabloid Merah Putih. Respon dari beberapa
pembaca dan dampak terbitnya Jakarta Undercover
diperlihatkan.
Jakarta Undercover memberi pengetahuan pada
masyarakat tentang maraknya gaya hidup tak lazim di
sekitar mereka. Disisi lain, memberi efek waspada
terhadap pelaku dan pengguna jasa prostitusi tersebut.
Selayaknya mendapat sanksi sosial berupa aib yang
akan mencoreng nama baik karena sebagian yang
terlibat termasuk kaum elit dan terpandang.
Upaya penyelesaian masalah pada alur akhir ini
dilakukan oleh Djarwo dan Awink. Djarwo
merahasiakan nama Pras dengan memberi inisial MK
sebagai penulis Jakarta Undercover. Hal ini
merupakan bentuk perlindungan media kepada
jurnalisnya. Sedangkan Awink menyadari bahwa Pras
yang menulis Jakarta Undercover, berbohong pada
Ricky dan Yoga bahwa ia yang menulis berita itu.
Sampai disini digambarkan perkembangan karakter
Awink adalah yang paling signifikan. Dari karakter
yang hanya peduli pada diri sendiri, hingga ia rela
berkorban untuk keselamatan Pras. Selain itu ia juga
menjaga persahabatan antara Yoga dengan Pras.
Ending dari film ini mengandung plot twist,
yaitu perubahan mendadak dari alur plot atau cerita.
86
Setelah adanya upaya penyelesaian masalah dan alur
cerita menuju keseimbangan kembali. Di penghujung
cerita pejabat (Tyo Pakusadewo) menjebak Pras,
Yoga dan Laura untuk saling bertemu. Disini Pras
jadi mengetahui kalau Laura adalah seorang PSK.
Yoga juga akhirnya mengetahui kalau Pras adalah
seorang wartawan serta Laura yang menjalin cinta
segitiga dengan keduanya.
Pada akhirnya, pekerjaan jurnalisme investigasi
mengajak masyarakat untuk memerangi pelanggaran
yang tengah berlangsung dan dilakukan oleh pihak-
pihak tertentu. Idealisme akan ditantang oleh
realisme. Pras dihadapkan pada pilihan untuk menjadi
signifikan atau tidak signifikan. Pras adalah sosok
wartawan idealis di awal hingga pertengahan cerita
tapi berubah menjadi sosok yang realistis di akhir
cerita.
B. Idealisme Wartawan Dalam Alur Film “Moammar
Emka’s Jakarta Undercover”
Moammar Emka's Jakarta Undercover merupakan
film biografi drama pengalaman Moammar Emka sebagai
penulis. Dalam film ini memiliki beberapa point yang
berkenaan dengan prinsip-prinsip jurnalisme. Dengan
adanya prinsip-prinsip jurnalisme memberi gambaran
bahwa jurnalis memiliki pedoman untuk menjalankan
profesinya secara ideal. Namun terkadang dalam
87
praktiknya, terjadi benturan antar prinsip yang
mengorbankan idealisme jurnalis. Film Moammar Emka's
Jakarta Undercover melukiskan idealisme wartawan Pras
yang melakukan investigasi kehidupan seksualitas dan
narkoba sebagai bisnis hiburan ilegal di daerah
metropolitan Jakarta.
Peneliti menggunakan teori analisis cerita model
Tzvetan Todorov menjelaskan prinsip-prinsip jurnalisme
yang terjadi melalui tiga tahap yakni keseimbangan di alur
awal, dilanjutkan munculnya gangguan di alur tengah dan
diakhiri dengan keseimbangan kembali di alur akhir. Tiga
tahap ini terjadi antara tokoh utama maupun pendukung
dalam cerita. Dalam film Moammar Emka’s Jakarta
Undercover, bentuk idealisme wartawan dinarasikan
sebagai berikut:
Tabel 4.5
Penerapan elemen jurnalisme dalam alur film Moammar
Emka’s Jakarta Undercover
Kewajiban pertama jurnalistik adalah kebenaran
Alur Awal
Adegan perayaan persahabatan Yoga, Pras dan
Awink.
Menit 33:05
88
Pras : (Dalam hati) Untuk pertama kalinya,
aku tahu ada cara makan sushi yang
tidak biasa. Untuk pertama kalinya pula,
aku berkenalan dengan wajah-wajah
Jakarta yang belum pernah kulihat
sebelumnya. Yoga dan dunianya. Awink
dan aktifitasnya. Inikah wajah lain
Jakarta, wajah yang tak semua orang
lihat setiap waktu. Ini yang harus aku
ceritakan. Ini yang akan buat aku
menjadi signifikan.
Alur Tengah
Adegan Pras mencari informasi awal pada
Awink.
Menit 45:30
Pras : …Yoga kalau ngundang-ngundang,
pasti dia EO (event organizer) dong.
Nama EO-nya apa?
Awink: (tertawa)
Pras : apa sih? Ya gua ga tau.
Awink: ya enggaklah. Gini ya, Yoga itu king of
party di Jakarta.
Pras : king of party berarti dia sendiri dong
ngadainnya?
Awink: ngga sih, berdua sama Mama-San.
Pras : Mama-San nyokapnya?
Awink: bukan dong, masa mamanya.
Alur Akhir (Tidak ada)
89
Loyalitas pertama kepada warga negara
Alur Awal
Adegan Pras sedang kencan dengan Laura di
Minimart.
Laura : kamu kerja apa?
Pras : kebetulan pekerjaan yang sudah gua
idam-idamkan dari dulu.
Laura : seneng pastinya yah.
Pras : lu pernah ga sih Ra, berharap cita-cita
lu bermanfaat buat orang? Maksud gua
gini, terus terang gua ngiri banget sama
profesi-profesi tertentu. Dokter gitu
misalnya jelas signifikansinya
menyembuhkan orang. Gua tuh pengen
ngerasa di posisi seperti itu. Bermanfaat
secara langsung.
Alur Tengah (Tidak ada)
Alur Akhir (Tidak ada)
Disiplin Melakukan Verifikasi
Alur Awal (Tidak ada)
Alur Tengah
Adegan Pras sedang berdua dengan Metha di
Party Yoga.
Menit 49:17
Pras : Metha, ngomong-ngomong yang
namanya Mama-San yang mana ya? Dari
tadi ga kelihatan ada ibu-ibu.
Metha : oh mama, mama mah ga pernah ikut
90
party kayak gini. Bos mah di rumah aja.
Pras : Bos? Mama-San bos lu maksudnya?
Metha : iya. Bos gue, kenapa?
Pras : Bosnya Yoga juga bukan?
Metha : bukan, Yoga ga ada urusannya sama
cewek-cewek. Yoga yang bikin
acaranya. Nah yang ngurusin cewek-
cewek ya Mama-San.
Adegan Pras sedang mewawancarai Sasha di
dalam kamar secara off the record.
Sasha : …lu lihat ini badan gue. Ini semua
investasi gue.
Pras : Sorry, maksudnya investasi itu gimana
ya? Lu investasi ke diri lu sendiri pake
uang lu?
Sasha : ya gua ga punya duit sebanyak itu. Ya
Mama-San lah yang bikin gua kayak
gini. Kan gua jualannya dia.
Pras : berarti Mama-San yang investasi ke elu
ya? Angka kisarannya gua boleh tahu
ga? Soalnya Yoga sama Ricky ga pernah
cerita.
Sasha : 500 juta-an gitu.
Pras : enak banget dong ya?
Sasha : enak darimana? Gua harus balikin duit
dari dia beserta bunga-bunganya Pras.
Pras : oh itu dibalikin?
Sasha : sekarang mendingan lu pake gue,
karena gua mesti kerja, kalo lu ga make
gua sekarang gua ga bakal dapat duit.
Nanti gua ga bisa bayar hutang ke
Mama-San, masa lu ga kasihan sama
gue?
Alur Akhir (Tidak ada)
Independensi Dari Sumber Liputan
Alur Awal (Tidak ada)
91
Alur Tengah
Pras sebagai wartawan berteman sangat dekat
dengan Yoga yang menjalankan bisnis illegal,
Awink sebagai penari striptease, dan Laura
sebagai model prostitusi. Hubungan mereka
terbentuk karena adanya rasa percaya
khususnya Yoga dan Awink kepada Pras.
Pada adegan ketiga alur tengah, Awink
memercayakan rahasianya pada Pras.
Hubungan pertemanan ini tidak menyurutkan
naluri jurnalis Pras untuk mengungkap kegiatan
teman-temannya ke publik.
Alur Akhir (Tidak ada)
Jurnalis Sebagai Pemantau Kekuasaan
Alur Awal (Tidak ada)
Alur Tengah
Adegan Pras berdebat dengan Djarwo perihal
kebijakan perusahaan yang mementingkan
pemodal sebagai prioritas pemberitaan media.
Menit 54:57
Pras : Materi yang lu cari selama ini mas
Djarwo: Pras, Pras. Urusan begini aja lama
banget sih lu.
Pras : eh tapi itu bukan tentang pejabat ya.
Djarwo: Maksud lu?
Pras : Tulisan baru gua, insha Allah lu bakal
suka.
Djarwo: Gua ga perlu itu. Lu tau kan yang gua
perluin sekarang apa?
92
Pras : Mas, mas. Lu ga capek ya nulis tulisan
kayak begini, tulisan-tulisan titipan.
Gua aja capek apalagi elu mas. Gua tau
kita ngelakuin ini semua demi
kepentingan perusahaan. Tapi
masalahnya lu mesti punya time table
kapan lu harus berhenti. Nah waktu
untuk berhenti gua rasa sekarang nih
mas. Okelah susah untuk buat perubahan
total. Sedikit demi sedikit gimana? Satu
dua halaman untuk tulisan ini. Yang
diatas aja belum tau bakal di-approve
apa engga masa udah takut.
Djarwo: Jangan ngomong takut sama gua. Ini
tulisan gua jamin seratus persen ga bakal
diterima sama mereka-mereka yang
diatas. Gua lebih tau Pras. Bisnis media
cetak sekarang lagi sekarat. Hidup segan
mati tak mau. Kita butuh survive.
Pras : yaa makanya kita nulis berita titipan,
dapat dana dari pencitraan.
Djarwo: Gua ingetin sebagai teman lu, jangan
penah lewatin garis Pras. Hati-hati kalau
bicara.
Pras : Yaudah, tapi coba dibaca dulu jangan
langsung nolak. Gua masih lanjutin
investigasi. Artikel pejabat juga ada
disitu.
Alur Akhir (Tidak ada)
Menyediakan Forum Publik
Alur Awal (Tidak ada)
Alur Tengah (Tidak ada)
Alur Akhir
Artikel Jakarta Undercover menjadi bahan
diskusi para pembacanya. Adegan Perwira
polisi dan istrinya.
93
Menit 01:14:27
Istri : Jakarta makin menyeramkan ya pa.
Prostitusi dari tingkat bawah sampai tingkat
atas. Ini lagi narkoba terselubung. Sebenarnya
kerja papa di kantor itu apa sih pa?
Adegan seseorang membatalkan pesanan
booking out karena adanya berita yang akurat
tentang aktifitas mereka.
Mama-san : untuk sementara bisnis mama
tutup. Semua klien kita takut dan ini klien
terakhir kita, beliau tidak takut.
Membuat Hal Penting Menjadi Menarik dan Relevan
Alur Awal (Tidak ada)
Alur Tengah (Tidak ada)
Alur Akhir
Pras menulis Jakarta Undercover dengan judul
“Pesta Yang Tak Pernah Usai” sama seperti
judul buku aslinya.
94
Di film, judul headline diubah menjadi
Jakarta Undercover: Seksualitas Membabi Buta
di Ibu Kota setelah melalui proses editing.
Membabi buta, menurut KBBI, berarti
melakukan sesuatu secara nekat, tidak peduli
apa-apa lagi. Membabi buta identik dengan
dampak buruk yang akan timbul setelahnya
karena hal-hal yang dilakukan diluar kontrol dan
tanpa peduli risiko. Hal ini relevan dengan gaya
hidup seksual di ibu kota yang meresahkan dan
tidak pandang norma, setidaknya di film.
Untuk gaya penulisannya, Pras
menggunakan teknik menulis feature dengan
sudut pandang orang pertama pelaku sampingan
dan sudut pandang orang ketiga pengamat pada
tulisan yang lain. Dengan menggunakan gaya
penulisan seperti ini, Pras mengajak pembaca
untuk dapat mengimajinasikan apa yang dilihat,
dialami, dan dipikirkan Pras saat meliput
investigasi Jakarta Undercover.
Menjaga Berita Komprehensif dan Proporsional
Alur Awal (Tidak ada)
Alur Tengah
Tulisan Jakarta Undercover yang pada masanya
sangat fenomenal karena berani menguak
aktifitas harian hiburan malam Jakarta. Karena
masih tergolong baru dan out of the box serta
mengedepankan sisi humanis para pekerjanya,
Djarwo berinisiatif menerbitkan tulisan itu
secara berkala. Hal ini guna menjaga porsi
95
berita berimbang dan juga agar topiknya tetap
aktual.
Adegan Djarwo menyetujui tulisan Pras.
Djarwo: kayaknya ini kalau jadi series keren
sih.
Pras : mau banget gue. Ayo dong mas.
Djarwo: bener ya? Tapi ada syaratnya.
Pras : apa saja lo sebutin deh.
Djarwo: begini, si pejabat yang lu interview,
ngundang lu makan malam.
Pras : mau ngapain lagi sih ketemu gue?
Aduh gua males banget, gua udah
ngintilin dia semingguan penuh mas.
Djarwo: ini terbit atau enggak terbit? Lu jadi
signifikan atau lu gak jadi signifikan?
Alur Akhir (Tidak ada)
Jurnalis Harus Mendengarkan Hati Nurani
Alur Awal (Tidak ada)
Alur Tengah (Tidak ada)
Alur Akhir
Adegan Pras menyusup ke meja Djarwo untuk
menghapus file Jakarta Undercover namun
ketahuan.
Menit 01:11:46
Pras : Mas, gua ga pengen Jakarta
Undercover terbit.
Djarwo: lu kayak anak magang yang ga tau
sistem kerja di kantor ini. Gua ingetin
waktu pertama kali lu ke sini lu bilang
96
“tolong dong kasih kesempatan buat
gua”. Lu sama aja kayak putra-putra
daerah lain yang datang ke Jakarta punya
idealisme, punya semangat pengen
sukses pengen berkuasa apapun itu
bentuknya. Tapi abis itu lu termasuk
golongan orang lupa.
Pras : Intinya gua minta tolong sama lu,
jangan terbitin Jakarta Undercover.
Tolong.
Djarwo: Lupa lu, biasanya gua yang minta
tolong sama lu. Pras, tolong dong
tulisannya yang bagus, tolong dong udah
deadline. Pras tolong dong pake baju
yang rapi kalau mau interview pejabat.
Lu yang maksa-maksa gua untuk
nerbitin Jakarta Undercover. Sekarang
lu minta tarik. Gua bos lu disini. Lebih
dari itu, gua yang bikin lu jadi wartawan.
Gua yang ngadepin bos-bos itu untuk
nerima tulisan lu. Sekarang tulisan itu
udah siap terbit dan lu minta tarik? Siapa
yang tanggung jawab? Gua Pemred Pras,
gua yang tanggung jawab. Kalau gua
dipecat, anak-anak gua makan apa? Dan
lu sekarang masuk ruangan gua kayak
maling. Elu keblinger!
C. Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik Pada Narasi Film
Moammar Emka’s Jakarta Undercover
Guna menjamin tegaknya kebebasan pers serta
terpenuhinya hak-hak masyarakat diperlukan suatu
landasan moral/etika yang bisa menjadi pedoman
operasional dalam menegakkan integritas dan
97
profesionalitas wartawan.7 Idealisme tanpa mengindahkan
hatu nurani, hanya akan berujung pada pelanggaran-
pelanggaran. Kode etik wartawan ada untuk menjaga
profesionalitas pekerja media. Berikut adalah bentuk
pelanggaran kode etik jurnalistik pada film Moammar
Emka’s Jakarta Undercover.
1. Tidak Menyatakan Identitas Kepada Sumber
Berita
Kode Etik Jurnalistik PWI Bab III pasal 9 berbunyi:
“Wartawan Indonesia menempuh cara yang sopan dan
terhormat untuk memperoleh bahan karya jurnalistik
(tulisan, suara, dan gambar) dan selalu menyatakan
identitasnya kepada sumber berita.”
Menyamar untuk mendapatkan informasi merupakan
salah satu bentuk pelanggaran kode etik. Pada umumnya,
teknik penyamaran digunakan sebagai jalan terakhir,
setelah para editor, direktur berita, dan reporter
menyimpulkan sebuah kisah begitu signifikan dan tidak ada
cara lain untuk mengetahuinya.8 Adapun bila di kemudian
hari timbul gugatan dari narasumber, maka gugatan bisa
diselesaikan di Dewan Pers. Nanti Dewan Pers yang
memutuskan apakah penyamaran yang dilakukan wartawan
sebagai bentuk pelanggaran atau bukan9
7 Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru, (Ciputat: Kalam Indonesia, 2005),
h. 178 8 Kasiyanto Kasemin, Sisi Gelap Kebebasan Pers, (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2014), h. 74 9https://tangerang7.com/wartawan-boleh-menyamar-saat-liputan-
investigasi/ diakses pada 5 Mei 2019
98
Dalam film, Pras tidak pernah memberitahu apa
pekerjaanya saat ditanya oleh Laura. Bahkan saat tulisan
Pras dicetak, identitas Pras dirahasiakan oleh Jarwo dengan
diberi inisial MK alias Mas Keren. Hal ini adalah salah satu
bentuk perlindungan media kepada wartawannya. Namun di
sisi lain, pembaca berita tidak dapat mengetahui siapa yang
bertanggung jawab atas tulisan tersebut.
Kovach dan Rosenstiel menuliskan setidaknya tiga
langkah pengujian sebelum wartawan melakukan
penyamaran. Penyamaran dibenarkan jika informasi yang
akan digali merupakan hal yang benar-benar vital.
Selanjutnya penyamaran dibenarkan jika tidak ada jalan
lain untuk mendapatkan informasi. Kemudian langkah
selanjutnya wartawan harus menerangkan kepada publik
tentang metode pencariannya, menjelaskan kepada publik
mengapa mereka melakukan penyamaran termasuk alasan
mengapa laporan mereka dibenarkan walaupun melalui
proses ketidak transparanan.10
2. Menyiarkan Keterangan Off The Record
Kode Etik Jurnalistik PWI Bab III pasal 14 berbunyi:
“Wartawan Indonesia menghormati ketentuan embargo,
bahan latar belakang, dan tidak menyiarkan informasi
yang oleh sumber berita tidak dimaksudkan sebagai bahan
berita serta tidak menyiarkan keterangan off the record.”
10Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, Elemen-elemen Jurnalisme,
Terj.Yusi A. Pareanom, (institute Studi Arus Informasi dan Kedutaan Besar
Amerika Serikat di Jakarta, 2003) h.102-103.
99
Pras tidak menjelaskan identitas dan tanpa
sepengetahuan narasumber merekam ucapan mereka.Tentu
menyalahi dari yang namanya etika profesi dan indikasi
mengganggu privasi seseorang. Namun dalam investigasi,
cara ini merupakan alternatif paling terakhir yang dapat
ditempuh jika wawancara normal dirasa akan mempersulit
wartawan dalam menggali informasi.
Kode etik media massa, di antaranya, memberikan
beberapa jenis keterangan yang mesti diperhatikan
wartawan, dan sumber-sumbernya di masyarakat luas:11
On the record. Semua pernyataan boleh langsung dikutip
dengan menyertakan nama serta jabatan orang si sumber.
On background. Semua pernyataan boleh dikutip
langsung, tapi tanpa menyebutkan nama sumber.
On deep background. Semua pernyataan sumber boleh
digunakan tapi tidak dalam kutipan langsung.
Off the record. Informasi yang diberikan secara off the
record hanya diberikan kepada reporter dan tak boleh
disebarluarkan dengan cara apa pun.
Hal ini pula yang memicu fenomena narasumber
rahasia. Menurut Eriyanto, sumber anonim tak diharamkan
dalam jurnalisme. Joe Lelyved, pimpinan redaksi New
York Time, mengajukan dua syarat pemakaian sumber
anonim. Pertama keterlibatan sumber berita terhadap
peristiwa yang ditulis wartawan.kedua, motivasi
11http://www.pantau.or.id/index.php/?/=d/108 diakses pada 5 Mei 2019
100
narasumber, apakah ada fakta penting yang dihilangkan
oleh sumber. Sementara Deborah Howell, redaktur
kelompok raksasa media Newhouse, menetapkan dua
aturan pemakaian sumber anonim: tak menggunakan
sumber anonim untuk komentar terhadap orang lain dan tak
menggunakan sebagai kutipan pertama dalam berita.12
12 Kasiyanto Kasemin, Sisi Gelap Kebebasan Pers, (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2014), h. 71
101
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Film Moammar Emka’s Jakarta Undercover
menceritakan bagaimana di tengah wajah minusnya gaya
hidup hiburan malam Jakarta tetap memiliki sisi
humanisme. Dari hasil analisis yang telah dilakukan, secara
garis besar film ini menggambarkan tentang pengembangan
karakter seorang wartawan dari idealis menjadi lebih
manusiawi. Secara rinci, film ini menunjukkan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Sesuai dengan teori narai Tzvetan Todorov, film
ini terbagi menjadi tiga alur, dimana pada alur awal
disajikan situasi dasar yang harus memungkinkan penonton
memahami alur-alur berikutnya. Bagian pendahuluan dari
film ini berupa pengenalan karakter. Pras sebagai wartawan
harus menghadapi agenda kepentingan komersil medianya.
Laura menjadi artis prostitusi untuk membantu
keluarganya. Yoga sebagai bandar narkoba menghadapi
perebutan wilayah operasi. Pada alur ini juga
memperlihatkan prinsip idealisme yang dipegang teguh
oleh Pras dengan menolak menulis berita titipan.
2. Prinsip-prinsip idealisme yang terdapat pada film
Moammar Emka’s Jakarta Undercover, dibagi kedalam
tiga alur. Prinsip tersebut merujuk pada elemen jurnalisme
oleh Bill Kovach dan Tom Rosenstiel. Film ini
102
menunjukkan bahwa penerapan sembilan elemen
jurnalisme akan memberi kepuasan moral pada jurnalis.
Sebaliknya, mengabaikan satu saja akan bermuara pada
pelanggaran etika serta memunculkan konflik berkelanjutan
pada diri jurnalis.
B. Saran
Saran yang ingin disampaikan mengenai film ini
adalah: saat menonton sebuah film sibutuhkan sikap kritis
tidak hanya menerima cerita yang disuguhkan dengan apa
adanya. Penonton harus lebih aktif dalam menggali pesan-
pesan yang ada di dalam film baik pesan tersirat maupun
tersurat. Diharapkan penonton tidak menjadi korban cerita
tetapi dapat aktif memahami pesan komunikatif yang
disampaikan.
Untuk itu, setiap jurnalis khususnya di Indonesia
hendaknya menjaga konsistensi idealismenya. Serta selalu
bersikap sesuai dengan kode etik yang ada dalam
menjalankan profesinya. Kemudian jurnalis Indonesia juga
ikut mengambil bagian untuk mengembangkan jurnalisme
investigasi
103
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Amar, M. Djenar. Hukum Komunikasi Jurnalistik. (Bandung:
Penerbit Alumni,1984)
Ayawaila, Gerzon R. Dokumenter, Dari Ide Sampai Produksi.
(Jakarta: FFTV-IKJ Press, 2008)
Braston, Gill and Roy Stafford. The Media Student’s book.
(London and New York: Routledge, 2003)
Bungin, Burhan. Konstruksi Sosial Media Masa. (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2008)
Chamley, Mitchel V. Reporting Third Edition. (New York: Holt
Reinhart & Winston, 1975)
Cresswell, John W. Research Design Pendekatan Kualitatif,
Kuantitatif, dan Mixed (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010)
Effendy, Onong Uchana. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi.
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007)
Emka, Moammar. Jakarta Undercover 2. Electronic Edition
published 2011, (Monsoon Books: Singapore 2007)
Emka, Moammar. Jakarta Undercover 4in1. (Gagas Media:
Jakarta, 2016)
104
Eriyanto. Analisis Naratif: Dasar-dasar dan penerapannya
dalam Analisis Teks Berita Media. (Jakarta :Kencana
Prenada Media Group, 2013)
Hadi, Amirul dan Haryono. Metodologi Penelitian Pendidikan.
(Bandung: Pustaka Setia, 1998)
Harsono, Andreas. Agama Saya Adalah Jurnalisme. (Yogyakarta:
Kanisius, 2010)
Irawanto, Budi. Film, Ideologi dan Militer: Hegemoni Militer
dalam Sinema Indonesia. (Yogyakarta: Media Pressindo,
1999)
Jumroni. Metode-Metode Penelitian Komunikasi. Cetakan ke-1.
(Jakarta; UIN Jakarta Press, 2006).
Kasemin, Kasiyanto. Sisi Gelap Kebebasan Pers. (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2014)
Kovach, Bill dan Tom Rosenstiel. Elemen-elemen Jurnalisme.
Terj. Yusi A. Pareanom, (Institute Studi Arus Informasi dan
Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, 2003)
Masduki. Kebebasan Pers dan Kode Etik Jurnalistik,
(Yogyakarta: UII Pers,2004)
McBridge, Sean. Komunikasi dan Masyarakat Sekarang dan
Masa Depan: Aneka Suara Satu Dimensi (Jakarta: Balai
Pustaka, 1983)
105
McQuail, Denis. Teori Komunikasi Massa. (Jakarta: Salemba
Humanika, 2010)
Peransi, D.A. Film/Media/Seni. (Jakarta: FFTV-IKJ PRESS,
2005)
Pranajaya. Film dan Masyarakat; Sebuah Pengantar. (Jakarta:
Yayasan Pusat Perfilman H. Usmar Ismail, 1992)
Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi. Edisi Revisi
(Bandung : Remaja Rosda Karya , 2005)
Rizki, Juni Wati Sri. Kepemilikan Media & Ideologi
Pemberitaan: Kajian Ekonomi Politik Komunikasi terhadap
Kepemilikan Media dan Wacana Pembentukan Provinsi
Tapanuli di Surat Kabar Harian Waspada dan Sinar
Indonesia Baru. (Yogyakarta: Deepublish, 2012)
Santana K, Septiawan. Jurnalisme Kontemporer. Edisi Kedua.
(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2017)
Sobur, Alex. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk
Analisis Wacana, Analisis Semiotik, Dan Analisis Framing
(Bandung: PT. Reamaja Rosdakarya, 2006).
Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi. (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2009)
Sumarno. Dasar-Dasar Apresiasi Film. (Jakarta : PT Grasindo,
1996)
106
Suryawati, Indah. Jurnalistik Suatu Pengantar. (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2011)
Syah, Sirikit. Rambu-rambu Jurnalistik: dari undang-undang
Hingga Hati Nurani (Pustaka Belajar, 2011)
Tate, Cassandra. What Do Ombudsmen Do. (Columbia
Journalism Review, Mei 1984)
Tebba, Sudirman. Jurnalistik Baru. (Ciputat: Kalam Indonesia,
2005)
Internet
https://kilasdaerah.kompas.com/read/emka.film.jakarta.undercove
r.tak.melulu.tentang.sisi.gelap.jakarta.html diakses pada 5 Mei
2019 pukul 23:30
https://prasetya.ub.ac.id/berita/Workshop-Jurnalistik-LPM-
Techno-3098-id.html diakses pada 26 April 2019 pukul 14.41
https://plimbi.com/article/167652/menguak-sisi-manusiawi-
wartawan diakses pada 26 April 2019 pukul 15:05