ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN EVALUASI ANGGARAN … · ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN EVALUASI...
Transcript of ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN EVALUASI ANGGARAN … · ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN EVALUASI...
ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN EVALUASI
ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH PADA MASA
OTONOMI DAERAH
(Studi Kasus Pemerintah Provinsi DKI Jakarta)
ADIPTA NUR PRATAMA
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
i
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kinerja
Keuangan dan Evaluasi Anggaran Pemerintah Daerah Pada Masa Otonomi
Daerah (Studi Kasus Pemerintah Provinsi DKI Jakarta) adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013
Adipta Nur Pratama
NIM H24114010
ABSTRAK
ADIPTA NUR PRATAMA. Analisis Kinerja Keuangan dan Evaluasi Anggaran
Pemerintah Daerah pada Masa Otonomi Daerah (Studi Kasus Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta). Dibimbing oleh ABDUL KOHAR IRWANTO.
Kinerja keuangan dan realisasi anggaran merupakan salah satu kunci dalam
kemajuan suatu organisasi, sehat atau tidaknya suatu organisasi dapat dinilai dari
kinerja keuangan ditunjukkan oleh laporan keuangan, hal itu yang akan menjadi
sumber keputusan organisasi di masa mendatang dari sisi finansial. Tujuan
penelitian ini adalah menganalisis kinerja keuangan daerah pada masa otonomi
daerah, menganalisis anggaran daerah pada masa otonomi daerah, menganalisis
pengaruh otonomi daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan
Mengestimasi PAD di masa mendatang. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa kinerja keuangan pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah sangat baik
dinilai dari rasio keuangan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) dan Neraca, namun cenderung terjadi penurunan kinerja
keuangan pada tahun 2012, selisih antara realisasi dan rencana anggaran masih
dalam kategori dapat ditoleransi, peningkatan porsi Dana Alokasi Umum (DAU)
dalam pendapatan daerah berpengaruh negatif terhadap peningkatan PAD, serta
Peramalan jumlah PAD pada Provinsi DKI Jakarta memperlihatkan trend yang
positif namun memiliki pertumbuhan yang lambat. Peneliti melakukan pemetaan
potensi daerah yang perlu dikembangkan, didapat bahwa sektor yang menjadi
keunggulan DKI Jakarta adalah sektor jasa-jasa dan bangunan/konstruksi.
Kata kunci : Kinerja Keuangan Daerah, Evaluasi Anggaran, Otonomi Daerah.
ABSTRACT
ADIPTA NUR PRATAMA. Analysis of Regions Financial Performance and
Budget Evaluation on The Autonomous Region (DKI Jakarta Case Study).
Supervised by ABDUL KOHAR IRWANTO.
Financial performance is one of the most important key in the progress of an
organization, healthy or not an organization can be assessed from the financial
performance that shown by the financial statements, that's going to be a source of
organizational decisions in the future of the financial side. The purpose of this
study is to analyze the financial performance of the region during the regional
autonomy, to analyze budget evaluation of the regional autonomy, to analyze the
influence of the regional autonomy to the local revenue (PAD), and Analyzing the
estimated local revenue in the future. Results of the study show that Jakarta's
financial performance were good condition seen from the budgetary revenue
expenditure (APBD) and balance the budget, the increasing of general allocation
fund (DAU) in local goverment income has negative effect on the increase in
PAD, as well as forecasting the number of PAD in the Capital City Jakarta
showed a positive trend, but growed slowly. From the results of output, the
researchers mapped the potential area that needs to be developed, the hallmark
sectors of Jakarta are the services sector and building / construction.
Keywords : Regional Autonomy, Budget Evaluation, Regional Financial
Performance
iii
ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN EVALUASI
ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH PADA MASA
OTONOMI DAERAH
(Studi Kasus Pemerintah Provinsi DKI Jakarta)
ADIPTA NUR PRATAMA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Program Alih Jenis Manajemen
Departemen Manajemen
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi
Nama NIM
Analisis Kinerja Keuangan Dan Evaluasi Anggaran Pemerintah Daerah Pada Masa Otonomi Daerah (Studi Kasus Pemerintah Provinsi DKI Jakarta) Adipta Nur Pratama H24114010
Disetujui oleh
Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, M Sc Pembimbing I
" ~. ~. ~ .
"
Dr·MtfIlliamad N a11b STP MM ." / ' ,:'1' , - Ketua Departemen
Tanggal Lulus: (i 6 DEC 2013
v
Judul Skripsi : Analisis Kinerja Keuangan Dan Evaluasi Anggaran
Pemerintah Daerah Pada Masa Otonomi Daerah (Studi
Kasus Pemerintah Provinsi DKI Jakarta)
Nama : Adipta Nur Pratama
NIM : H24114010
Disetujui oleh
Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, M Sc
Pembimbing I
Diketahui oleh
Dr Mukhamad Najib STP MM
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang diselesaikan sejak bulan April 2013 sampai September 2013 ini
ialah analisis kinerja keuangan, dengan judul Analisis Kinerja Keuangan dan
Evaluasi Anggaran Pemerintah Daerah Pada Masa Otonomi Daerah (Studi Kasus
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Abdul Kohar Irwanto
M.Sc selaku dosen pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
ayah, ibu, dan adik, atas doa dan kasih sayangnya. Terima kasih penulis ucapkan
pula kepada seluruh sahabat al-hikmah, EXOM, rekan-rekan Program Sarjana
Alih Jenis Manajemen, alumni diploma IPB PPMJ 45, dan alumni BEM Diploma.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Desember 2013
Adipta Nur Pratama
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 3
Manfaat penelitian 3
Ruang Lingkup Penelitian 3
METODE 4
Kerangka Pemikiran Penelitian 4
Lokasi dan Waktu Penelitian 5
Metode Pengumpulan Data 5
Metode Analisis Data 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 13
Hasil Penelitian 13
Kondisi Ekonomi Daerah 13
Analisis Kinerja Keuangan Daerah 14
Analisis Evaluasi Anggaran 18
Analisis Regresi Berganda 21
Analisis Peramalan 23
Implikasi Manajerial 25
SIMPULAN DAN SARAN 30
DAFTAR PUSTAKA 31
DAFTAR TABEL
1 Kriteria pengukuran kemandirian keuangan daerah 7 2 Kriteria kinerja keuangan rasio efektivitas 7 3 Kriteria kinerja keuangan rasio efisiensi 8
4 Skala interval kemampuan keuangan daerah 9 5 Indikator ekonomi Provinsi DKI Jakarta (2008-2012) 13 6 Hasil perhitungan rasio keuangan DKI Jakarta (2008-2012) 14 7 Pertumbuhan realisasi anggaran keuangan DKI Jakarta 16 8 Rangkuman neraca DKI Jakarta (2008-2012) dalam juta rupiah 17
9 Analisis neraca keuangan DKI Jakarta (2008-2011) 17 10 Hasil analisis neraca keuangan DKI Jakarta 18 11 Hasil dari analisis varians terhadap anggaran pendapatan dan belanja
daerah (APBD) 18
12 Analisis varians APBD DKI Jakarta tahun 2008-2012 19 13 Hasil uji beda sample paired T-Test 20 14 Hasil uji asumsi klasik 21
15 Hasil dari uji hipotesis Uji F dan Uji T 22 16 Hasil hitung nilai MAPE dari setiap metode peramalan 24
17 Hasil peramalan PAD Provinsi DKI Jakarta 25 18 Prinsip-prinsip penerimaan daerah 27
19 Rata-rata kontribusi sektoral terhadap pdrb dan rata-rata laju pertumbuhan
sektoral Provinsi DKI Jakarta (2008-2012) 28 20 Hasil pemetaan terhadap potensi daerah Provinsi DKI Jakarta 29
DAFTAR GAMBAR
1 Pertumbuhan PAD Provinsi DKI Jakarta (1995-2012) 2
2 Kerangka pemikiran konseptual 5 3 Matriks kombinasi tipologi klassen dan BCG 12 4 Grafik perbandingan laju pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta 14
5 Pertumbuhan rasio keuangan daerah 15 6 Grafik hasil plot pola data trend PAD Provinsi DKI Jakarta 24
7 Siklus manajemen pendapatan daerah 26
DAFTAR LAMPIRAN
1 Alur pemikiran penelitian 33
2 Hasil perhitungan rasio keuangan 34
3 Tingkat pertumbuhan kinerja keuangan (PAD, TP, BR, BM) 35 4 Pertumbuhan rasio keuangan yang bersumber dari neraca 35 5 Hasil hitung varians anggaran tahun 2008-2012 36
6 Hasil uji beda sample paired T-Test 37 7 Hasil Olah Data Regresi Berganda dengan SPSS 16 38
8 Jumlah PAD, DAU, DBH, BD, dan Total Pendapatan 40
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Adanya sistem otonomi yang ditandai dengan Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
pemerintah daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang telah direvisi
menjadi UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan menjadi
harapan baru bagi Indonesia. setelah mengalami degradasi ekonomi pada tahun
1998 akhirnya Indonesia dengan sah telah menetapkan sistem tatanan pemerintah
baru yang dimulai pada tanggal 1 Januari tahun 2000. Otonomi daerah merupakan
kebijakan transformasi dari pemerintahan yang bersifat sentralistik menjadi
desentralistik, kondisi ini membuka peluang bagi daerah untuk memperkuat basis
perekonomian daerah guna menuju era globalisasi ekonomi. Kebijakan otonomi
daerah ini disambut baik oleh daerah yang memiliki sumber daya alam melimpah
dan kemampuan fiskal yang tinggi, namun di lain sisi kebijakan ini sulit diterima
oleh beberapa daerah yang memiliki kapasitas fiskal rendah dikarenakan
kurangnya sumber daya ekonomi. Laporan Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan (DJPK) menyebutkan bahwa Rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD)
terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di berbagai provinsi
dan kabupaten/kota di Indonesia relatif masih rendah, kontribusi terbesar dari
sumber penerimaan yang tercermin dalam APBD seluruh Indonesia pada tahun
2012 menunjukkan bahwa dana perimbangan masih menjadi komposisi terbesar
dalam pendapatan daerah yaitu sebesar 69,0% atau Rp 380,601 triliun, sedangkan
untuk PAD hanya menyumbang sebesar 20,4% atau sebesar Rp 112,720 triliun
dan pendapatan lain-lain yang sah sebesar 10,6% atau sebesar Rp 58,262 triliun.
Hal tersebut masih belum menggambarkan kemandirian keuangan daerah yang
menjadi tujuan utama dari adanya sistem otonomi daerah.
Adanya kekuasaan baru baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota
memperlihatkan bahwa perhatian terhadap peranan pemerintah daerah menjadi
sangat penting dalam memberikan pelayanan publik dan merealisasikan hasil-
hasil pembangunan di Indonesia. Dalam menjamin bahwa strategi untuk mencapai
tujuan daerah dijalankan secara efisien, efektif, transparan, dan akuntabel maka
diperlukan suatu sistem pengendalian yang baik. Pengukuran kinerja organisasi
sektor publik merupakan suatu evaluasi sistematis bagi daerah untuk mengetahui
sejauh mana pemerintah telah mencapai kemajuan dalam menjalankan tugasnya
(progress report). Menurut Mardiasmo (2008), pengukuran kinerja merupakan
tahap terakhir dalam sistem pengendalian manajemen sektor publik, kinerja
instansi pemerintah bersifat multidimensional, artinya tidak ada indikator tunggal
yang dapat digunakan untuk menunjukkan tingkat keberhasilan secara
komprehensif. Pengukuran kinerja organisasi sektor publik dapat dilakukan
melalui pendekatan analisis anggaran, analisis laporan keuangan, metode balance
scorecard dan perfomance audit. Menurut World Bank (2005), terdapat Sembilan
bidang strategis dalam pengukuran kinerja pengelolaan keuangan pemerintah
daerah, yaitu terdiri dari kerangka peraturan dan perundangan daerah,
perencanaan dan penganggaran, manajemen kas, pengadaan, akuntansi dan
pelaporan, pengawasan internal, hutang dan investasi publik, manajemen aset,
2
serta audit dan pengawasan eksternal. Perencanaan dan penganggaran yang
bersumber dari analisis anggaran dan analisis laporan keuangan sebagai salah satu
tolak ukur kinerja pemerintah menjadi poin penting serta topik yang menarik
untuk diteliti, karena tujuan dari bidang ini adalah tersusunnya anggaran multi-
year yang tepat dan jelas.
Rumusan Masalah
Menurut Sadu Wasistiono (2010), tidak semua daerah otonom baru
memperlihatkan kemajuan yang berarti sesuai tujuannya yakni mengembangkan
demokrasi serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebagian besar masih
menggantungkan sepenuhnya sumber pembiayaan dari pemerintah pusat,
beberapa kabupaten di Provinsi Papua bahkan sudah dua tahun jumlah PAD nya
Rp. 0,00. Berdasarkan pada laporan keuangan yang dipublikasikan oleh Direktorat
Jendral Perimbangan Keuangan (DJPK) tahun 2012, Provinsi DKI Jakarta
merupakan penyumbang PAD terbesar di Indonesia dengan porsi sebesar 16,57%
atau sebesar Rp. 18.685 Milyar dari total PAD sebesar 112.720 Milyar. Namun
jika dilihat dari pertumbuhan PAD setiap tahunnya, Provinsi DKI Jakarta
mengalami fluktuasi dan terjadi penurunan pada tahun 2012 seperti terlihat pada
Gambar 1.
Gambar 1 Pertumbuhan PAD Provinsi DKI Jakarta (Tahun 1995-2012)
Selain itu, pada tahun 2007 Pemerintah DKI Jakarta mendapat opini dari
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan predikat disclaimer terhadap laporan
keuangannya, kemudian tiga tahun selanjutnya secara berturut-turut yaitu dari
tahun 2008 hingga 2010 memperoleh predikat Wajar Dengan Pengecualian
(WDP), baru pada tahun 2011 dan 2012 mendapatkan predikat Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP), namun pada tahun 2012 penyerapan anggaran DKI Jakarta
merupakan penyerapan terendah di Indonesia. Berdasarkan uraian tersebut maka
perumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah kinerja keuangan daerah Provinsi DKI Jakarta pada masa
otonomi daerah?
2. Bagaimanakah realisasi anggaran daerah Provinsi DKI Jakarta pada masa
otonomi daerah?
3. Bagaimanakah pengaruh Otonomi Daerah terhadap PAD Provinsi DKI
Jakarta?
4. Bagaimana kondisi PAD Provinsi DKI Jakarta di masa mendatang ?
27%
7% 2%
(-33%)
38% 44%
49%
24%
17%
22% 18%
3% 12%
20%
1%
22%
38%
(-12%) (0.40)
(0.20)
-
0.20
0.40
0.60
Per
senta
se p
ertu
mb
uhan
Tahun
PAD DKI Jakarta
3
Tujuan Penelitian
Dengan merujuk pada latar belakang dan permasalahan diatas maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menganalisis kinerja keuangan daerah Provinsi DKI Jakarta pada masa
otonomi daerah.
2. Menganalisis anggaran daerah Provinsi DKI Jakarta pada masa otonomi
daerah.
3. Menganalisis pengaruh otonomi daerah terhadap PAD Provinsi DKI Jakarta.
4. Mengestimasi PAD Provinsi DKI Jakarta di masa mendatang.
Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai pihak yaitu :
1. Pemerintah daerah, sebagai bahan masukan dalam meningkatkan kinerja
pemerintahan.
2. Peneliti, untuk membandingkan teori yang telah diperoleh semasa kuliah
dengan realisasinya di dunia nyata.
3. Kalangan akademis, sebagai data dasar bagi para peneliti di bidangnya
dalam pengembangan IPTEK.
4. Masyarakat umum, untuk menambah pengetahuan mengenai kinerja
keuangan dan anggaran.
Ruang Lingkup Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah
dipaparkan, maka terdapat beberapa batasan yang ditetapkan agar penelitian lebih
terarah. Batasan ruang lingkup penelitian ini adalah :
1. Penelitian difokuskan pada kinerja keuangan daerah, evaluasi anggaran
daerah, pengaruh otonomi daerah terhadap PAD, dan estimasi PAD di masa
mendatang.
2. Analisis kinerja keuangan yang digunakan adalah analisis rasio, rasio yang
digunakan dari laporan realisasi APBD adalah kemandirian, efektifitas &
efisiensi, aktivitas, kemampuan keuangan daerah, dan pertumbuhan,
sedangkan Rasio yang digunakan dari neraca adalah rasio likuiditas dan
solvabilitas. Analisis evaluasi anggaran yang digunakan adalah analisis
varians (selisih) yang bersumber dari APBD. Dalam analisis pengaruh
otonomi daerah terhadap PAD, yang bertindak sebagai variabel bebas
adalah Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Belanja
Daerah (BD). Sedangkan dalam analisis estimasi PAD metode yang
digunakan adalah metode time series.
3. Data yang digunakan pada analisis kinerja keuangan dan evaluasi anggaran
daerah adalah laporan keuangan berupa rencana dan realisasi APBD dan
laporan neraca. Sedangkan untuk analisis pengaruh otonomi daerah terhadap
PAD dan analisis estimasi PAD menggunakan laporan keuangan hanya
berupa realisasi APBD.
4
4. Dalam analisis kinerja keuangan, Periode laporan keuangan APBD serta
neraca yang digunakan adalah tahun 2008 hingga tahun 2012. Dalam
analisis evaluasi anggaran juga menggunakan APBD periode tahun 2008-
2012. Dalam analisis pengaruh otonomi daerah terhadap PAD, Periode yang
digunakan adalah dari tahun 2001 hingga tahun 2012. Dan dalam analisis
estimasi pendapatan asli daerah, periode yang digunakan adalah dari tahun
1994 hingga tahun 2012.
METODE
Kerangka Pemikiran Penelitian
Menurut Mardiasmo (2002) bahwa secara umum otonomi daerah
mencakup aspek-aspek politik, administrasi, dan fiskal. Aspek fiskal menjadi
fokus utama dalam penelitian ini dengan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
(LKPD) sebagai data input-nya, laporan keuangan yang digunakan adalah laporan
rencana dan realisasi APBD serta laporan posisi keuangan (Neraca). Peneliti akan
melakukan beberapa analisa yang meliputi analisis deskriptif, analisis kinerja
keuangan, analisis anggaran, analisis pengaruh kebijakan, analisis peramalan, dan
analisis tipologi klassen. Analisis deskriptif digunakan untuk memberi gambaran
umum terkait kondisi ekonomi daerah dengan bantuan tabel dan grafik. Analisis
kinerja keuangan dilakukan dengan menggunakan ukuran rasio-rasio keuangan
daerah. Sedangkan untuk rasio keuangan yang dinilai dari neraca hanya
dibandingkan antar tahun selama lima tahun terakhir pada masa otonomi daerah.
Analisis anggaran menggunakan varians (selisih) antara rencana dan realisasi
anggaran, dari hasil varians keuangan yang bersumber pada laporan APBD
tersebut akan dilakukan uji beda untuk mengetahui perbedaan antara rencana dan
realisasi anggaran. Analisis pengaruh dilakukan dengan metode regresi berganda
dimana PAD merupakan variabel terikat, sedangkan DAU, DBH dan belanja
daerah merupakan variabel bebas dalam model ini, analisis ini dilakukan dengan
bantuan software SPSS. Analisis peramalan digunakan untuk mengetahui
prakiraan PAD di masa mendatang dengan menggunakan software minitab.
Analisis tersebut akan dituangkan dalam pembahasan, kemudian dari hasil analisis
tersebut akan ditarik beberapa kesimpulan. Setelah mendapat kesimpulan,
selanjutnya peneliti akan melakukan analisis tipologi klassen guna memetakan
potensi daerah yang dimiliki, hal ini digunakan untuk mengetahui potensi yang
harus dikembangkan oleh daerah, hasil dari analisa tersebut akan menjadi
masukan/rekomendasi dalam mengevaluasi kinerja keuangan daerah dan
perencanaan pembangunan di masa depan yang lebih baik, hal ini pada akhirnya
akan menjadi acuan dalam meningkatkan kinerja keuangan dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat
seperti pada Gambar 2, sedangkan untuk alur berpikir dalam penelitian ini dapat
dilihat pada Lampiran 1.
5
Gambar 2 Kerangka pemikiran analisis kinerja keuangan daerah pada masa
otonomi daerah (studi kasus Pemerintah Provinsi DKI Jakarta)
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada obyek daerah tingkat provinsi, provinsi yang
dijadikan sebagai objek dalam penelitian ini adalah Provinsi DKI Jakarta.
Pemilihan tempat dilakukan melalui analisis pendahuluan, analisis yang dilakukan
adalah analisis deskriptif, dimana peneliti terlebih dahulu melakukan tabulasi data
PAD dan mengamati karakteristik dari 33 provinsi yang ada, dari pengamatan
didapat bahwa Provinsi DKI Jakarta merupakan penyumbang PAD terbesar
namun mengalami pertumbuhan PAD yang lambat bahkan terjadi penurunan pada
tahun 2012 jika dibandingkan dengan tahun 2011 seperti terlihat pada Gambar 1.
Waktu penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan September 2013.
Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif. Data kuantitatif yang
digunakan adalah data laporan keuangan berupa laporan rencana dan realisasi
APBD terdiri dari penerimaan dan pengeluaran, laporan posisi keuangan (Neraca),
Laporan Anggaran
(APBD)
PDRB Laporan Posisi
Keuangan (Neraca)
Laporan
Arus Kas
Catatan Atas
Laporan Keuangan
Otonomi Daerah
Administrasi Fiskal
Konsep Otonomi Daerah
Market Preserving
Federalism
Money Follow Function
Transfer
Politik
1.Kemandirian
2.Efektivitas &
Efisiensi
3.Keserasian
4.Kemampuan
5.Pertumbuhan
Pengaruh
otonomi
daerah
terhadap
kemadirian
daerah
Prakiraan
PAD di
masa
mendatang
1.Likuiditas
2.Solvabilitas
Selisih
realisasi
anggaran
dengan
rencana
Pemetaan
Potensi Daerah
Analisis
Rasio
Analisis Regresi
Berganda
Hasil dan
Pembahasan
Kesimpulan dan
Rekomendasi
Analisis
Peramalan
Analisis
Varians
Analisis
Tipologi
Klassen
6
serta Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Data tersebut merupakan data
runtun waktu (time series), yaitu data secara kronologis disusun menurut waktu
pada suatu variabel tertentu. Dalam hal ini data APBD yang digunakan berupa
periode tahun 2008-2012. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi
atau sudah dikumpulkan dari sumber lain dan diperoleh dari pihak lain seperti
buku-buku, literatur, catatan-catatan atau sumber yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti. Data utama berupa laporan keuangan daerah bersumber dari
portal Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan Republik
Indonesia, situs resmi pemerintah daerah Provinsi DKI Jakarta, dan situs resmi
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta. Data-data yang diperlukan
dalam penelitian ini hanya berupa data sekunder, oleh karena itu pengumpulan
data dilakukan dengan cara browsing di situs resmi instansi terkait. Selain
browsing pengumpulan data juga dilakukan dengan cara mendatangi secara
langsung kantor instansi terkait untuk meyakinkan bahwa data yang telah diambil
memiliki keabsahan yang teruji.
Metode Analisis Data
Analisis Deskriptif
Analisis ini digunakan untuk memberi gambaran umum terkait karakteristik
provinsi yang menjadi objek penelitian, karakteristik daerah yang akan dipaparkan
adalah kondisi ekonomi daerah dengan bantuan tabel dan grafik.
Analisis Kinerja Keuangan Daerah
Analisis kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk
melihat sejauh mana suatu entitas/organisasi telah melaksanakan dengan
menggunakan aturan-aturan pelaksanaan secara baik dan benar (Irham 2012).
Terdapat lima tahapan dalam menganalisis laporan keuangan suatu organisasi
secara umum, yaitu :
1. Melakukan review terhadap data laporan keuangan
2. Melakukan perhitungan
3. Melakukan perbandingan terhadap hasil hitungan yang telah diperoleh
4. Melakukan penafsiran terhadap berbagai permasalahan yang ditemukan
5. Mencari dan memberi pemecahan masalah
Dalam penelitian ini, analisis kinerja keuangan terhadap keuangan daerah
dilakukan menggunakan analisis rasio, baik yang bersumber dari data APBD
maupun neraca. Menurut Halim (2008) terdapat lima indikator kinerja keuangan
daerah berupa Rasio yang dapat dikembangkan berdasarkan data keuangan yang
bersumber dari APBD, Rasio tersebut antara lain adalah :
1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Rasio kemandirian keuangan daerah menunjukan kemampuan daerah dalam
membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada
masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan
yang diperlukan daerah. Rasio ini juga menggambarkan ketergantungan
7
pemerintah daerah terhadap sumber dana eksternal (Halim 2008). Dalam
penelitian ini rasio kemandirian diukur dengan:
….……………………………………………………….(1)
Dimana :
RK : Rasio Kemandirian
PAD : Pendapatan Asli Daerah
TPP : Transfer Pemertintah Pusat (DBH, DAU, DAK)
P : Pinjaman
Tabel 1 Kriteria pengukuran kemandirian keuangan daerah
Persentase PAD Kemampuan Keuangan Daerah
0,00-10,00 %
10,01-20,00%
20,01-30,00%
30,01-40,00%
40,01-50,00%
>50,00%
Sangat Kurang
Kurang
Sedang
Cukup
Baik
Sangat Baik Sumber : Tim Litbang Depdagri-Fisipol UGM (Nurhayani 2010)
Nilai kemandirian yang diperoleh dari perbandingan tersebut diukur dengan
kriteria kinerjanya, kemudian dibandingkan dari tahun ke tahun. Semakin tinggi
rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah
terhadap bantuan pihak ekstern (terutama pemerintah pusat) semakin rendah, dan
demikian pula sebaliknya.
2. Rasio Efektivitas dan Efesiensi
Rasio efektivitas bertujuan untuk mengukur sejauh mana kemampuan
pemerintah dalam memobilisasi penerimaan pendapatan sesuai dengan yang di
targetkan. Rasio efektivitas pendapatan dihitung dengan cara membandingkan
realisasi pendapatan dengan target penerimaan pendapatan yang dianggarkan
(Halim 2008). Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
......................................................................................(2)
Dimana :
RE : Rasio Efektivitas
RPPAD : Realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah
TPPAD : Target Penerimaan Pendapatan Asli Daerah
Tabel 2 Kriteria kinerja keuangan rasio efektivitas
Persentase Kinerja Keuangan Kriteria
Diatas 100%
100%
90% - 99%
75% - 89%
Kurang dari 75%
Sangat Efektif
Efektif
Cukup Efektif
Kurang Efektif
Tidak Efektif Sumber : Mahmudi (2011)
8
Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara
besarnya biaya yang dikeluarkan untuk meperoleh pendapatan dengan realisasi
pendapatan yang diterima. Rasio efisiensi bertujuan untuk menilai apakah sejauh
mana efisensi pemerintah dalam merealisasi pendapatan (Halim 2008). Rasio
efisiensi pendapatan dirumuskan sebagai berikut :
...................................................................................(3)
Dimana :
RE : Rasio Efisiensi
BPPAD : Biaya Pemerolehan Pendapatan Asli Daerah (pinjaman, bantuan, sumbangan)
RPPAD : Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah
Tabel 3 Kriteria kinerja keuangan rasio efisiensi
Persentase Kinerja Keuangan Kriteria
< 5%
5% - 10%
11% - 20%
21% - 30%
> 30%
Sangat Efisien
Efisien
Cukup Efisien
Kurang Efisien
Tidak Efisien Sumber : Mahmudi (2011)
Nilai efesiensi yang diperoleh dari perbandingan tersebut diatas, kemudian diukur
dengan kriteria kinerjanya, kemudian diabandingkan dari tahun ke tahun. Semakin
kecil rasio efisiensi berarti kinerja pemerintah daerah semakin baik.
3. Rasio Aktivitas/Keserasian
Rasio aktivitas adalah rasio yang digunakan untuk melihat porsi dari belanja
daerah yang dilakukan oleh suatu daerah, perbandingan porsi belanja langsung
dan tidak langsung akan menunjukkan apa yang menjadi prioritas suatu daerah.
Rasio aktivitas dirumuskan sebagai berikut :
………………………………………………………………………………………………………….(4) Dimana :
RBR : Rasio Belanja Rutin
TBR : Total Belanja Rutin / Operasi
TBP : Total Belanja Pembangunan / Modal
RBP : Rasio Belanja Pembangunan
TBD : Total Belanja Daerah
Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin/tidak
langsung berarti persentase belanja investasi (belanja pembangunan)/langsung
yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat
cenderung semakin kecil (Halim 2008). Karena pemerintah harus membelanjakan
kegiatan rutinnya untuk pelayanan dan gaji pegawai, maka alokasi belanja
9
pembangunan dan belanja rutin harus disesuaikan dengan total pendapatannya
berdasarkan kebutuhan dan potensi yang dimiliki.
4. Kemampuan Keuangan Daerah
Rasio ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh kondisi keuangan
daerah dapat mendukung otonomi daerah (Halim 2008), dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
……………………………………………………………………..……………..(5)
Keterangan : KKDt = kemampuan keuangan daerah tahun t
TPDt = total pendapatan daerah tahun t
TBDt = total belanja daerah tahun t
Nilai kemampuan keuangan daerah yang diperoleh dari perbandingan tersebut
diatas, kemudian diukur dengan kriteria kinerjanya, kemudian dibandingkan dari
tahun ke tahun. Semakin besar rasio kemampuan daerah berarti kinerja
pemerintah daerah semakin baik. Kriteria pengukurannya dapat dilihat seperti
pada Tabel 4.
Tabel 4 Skala interval kemampuan keuangan daerah
Presentase PAD Kemampuan Keuangan Daerah
0,00-10,00%
10,01-20,00%
20,01-30,00%
30,01-40,00%
40,01-50,00%
>50,00%
Sangat Kurang
Kurang
Sedang
Cukup
Baik
Sangat Baik Sumber : Tim Litbang Depdagri-Fisipol UGM (Nurhayani 2010)
5. Rasio Pertumbuhan
Rasio pertumbuhan dilakukan untuk mengetahui dan mengevaluasi
perkembangan kinerja keuangan serta kecendrungan baik berupa kenaikan atau
penurunan kinerja selama kurun waktu tertentu.
…………………………………………………(6)
Keterangan : Xt = Data variable X pada tahun t
X(t-1) = Data variabek X pada tahun t-1 Untuk mengukur rasio pertumbuhan suatu daerah dapat dilihat dari :
- Pendapatan Asli Daerah (PAD)
- Belanja Pembangunan Daerah
- Total Pendapatan Daerah
- Belanja Rutin Daerah
Pertumbuhan sumber pendapatan dan pengeluaran tahun berjalan dikurangi
dengan tahun sebelumnya dan dibandingkan dengan pendapatan dan pengeluaran
tahun sebelumnya agar diketahui seberapa besar pertumbuhannya. Dengan
10
diketahuinya tingkat pertumbuhan sumber pendapatan dan pengeluaran suatu
daerah selama beberapa periode tahun anggaran, maka data tersebut dapat
digunakan untuk mengetahui bagian-bagian atau potensi-potensi mana yang perlu
mendapat perhatian khusus bagi pemerintah daerah. Sehingga pemerintah daerah
tersebut dapat memperbaiki kinerjanya menjadi lebih baik untuk kedepanya
(Halim 2008).
Menurut peraturan kementerian dalam negeri No 054/2010 terdapat indikator
kinerja keuangan daerah berupa Rasio yang dapat dikembangkan berdasarkan data
keuangan yang bersumber dari Neraca, Rasio tersebut antara lain adalah :
1. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas (liquidity ratio) adalah kemampuan suatu organisasi dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya secara tepat waktu. Contoh membayar
listrik, telepon, air PDAM, gaji karyawan, dan sebagainya. Rasio ini sering
disebut dengan short term liquidity. Secara umum rasio likuidiatas dibagi menjadi
dua yaitu rasio lancar (current ratio) dan rasio cepat (quick ratio). Komponen-
komponen persediaan dalam rasio cepat antara lain adalah barang konsumsi,
amunisi, bahan untuk pemeliharaan, suku cadang, persediaan untuk tujuan
strategis, pita cukai dan leges, bahan baku, barang stengah jadi, tanah, hewan serta
tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat. Masing-masing rasio
tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. Current Ratio
…………………………………………...(7)
b. Quick Ratio
…………………………………………..(8)
2. Rasio Solvabilitas
rasio solvabilitas adalah rasio yang dapat mengukur sejauh mana perusahaan
mendanai usahanya dengan membandingkan antara dana sendiri dengan jumlah
hutang. Secara umum rasio solvabilitas dibagi menjadi lima macam yaitu debt to
total asset ratio, debt to equity ratio, time interest earned ratio, fix charge
coverage, dan flow coverage, namun dalam penelitian ini hanya menggunakan
dua macam yaitu debt to total asset ratio dan debt to equity ratio karena
organisasi yang menjadi objek penelitian tidak berfokus pada profit, rumus yang
digunakan sebagai berikut :
a. Debt to Total Asset Ratio
…………………………………………...(9)
b. Debt to Equity Ratio
...................................................(10)
11
Analisis Anggaran
Menurut Mahmudi (2009), dalam mengevaluasi anggaran, kita perlu
memperhatikan perbedaan antara sasaran yang direncanakan atau dianggarkan
dengan hasil sesungguhnya yang telah dicapai, hal ini disebut selisih (varians).
Terdapat dua jenis varians (selisih) anggaran, yaitu selisih menguntungkan
(favorable varians) dan selisih merugikan (unfavorable varians). Selisih
menguntungkan terjadi apabila hasil sesungguhnya lebih besar daripada yang
dianggarkan, dan sebaliknya. Terjadinya selisih anggaran harus dievaluasi
kaitannya dengan faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya selisih. Dalam
penelitian ini, analisis varian digunakan untuk melihat selisih antara rencana
dengan realisasi pendapatan dan belanja daerah. Data hasil perhitungan varians
akan dilakukan uji beda secara statistik, menurut Nazir (1983) sebelum melakukan
uji beda secara statistik, peneliti harus melakukan uji normalitas data dengan uji
Nonparametric Kolmogorov-Smirnov, jika data terdistribusi secara normal maka
kemudian akan dilakukan uji beda Paired Sample T-Test, jika tidak maka akan
dilakukan uji beda berperingkat Wilcoxon. Uji beda yang dilakukan dalam
penelitian ini menggunakan software SPSS versi 16. Uji beda ini dilakukan untuk
melihat apakah selisih tersebut berbeda signifikan ataukah dapat ditoleransi.
Analisis Pengaruh Kebijakan
Regresi berganda adalah alat dalam analisis ini, hal ini digunakan untuk
mengetahui signifikan atau tidak pengaruh variabel bebas (independen) terhadap
variabel terikat. Model akan dipilih yang terbaik sesuai dengan asumsi klasik,
termasuk variabel-variabel yang akan dipergunakan dalam analisis, analisis ini
menggunakan tingkat kayakinan 90%, menurut Gujarati (2007), penelitian yang
bersifat sosial ekonomi dapat menggunakan alpha 10% hal ini dikarekanan
banyaknya faktor-faktor yang tidak bisa dikendalikan secara langsung. Data yang
diperoleh akan ditabulasikan dan diolah secara matematik menggunakan program
komputer berupa software SPSS Versi 16. Adapun model yang akan digunakan
untuk melihat peranan otonomi daerah (transfer dari pusat) terhadap kinerja
keuangan (PAD) adalah mengacu pada penelitian Andros (2006) yaitu:
…………………………………………..….(11)
Dimana
PADt : Rasio PAD/Revenue Provinsi pada tahun ke-t(%)
DAUt : Rasio DAU/Revenue Provinsi pada tahun ke-t(%)
BDt : Rasio Belanja Daerah/Revenue Provinsi pada tahun ke-t(%)
DBHt : Rasio DBH/Revenue Kabupaten/Kota pada tahun ke-t(%)
Analisis Peramalan
Analisis peramalan (Forecasting) dalam penelitian ini menggunakan
beberapa metode peramalan time series dengan mempertimbangkan data PAD
secara historis, artinya disajikan berdasarkan waktu kejadian tanpa menunjukkan
faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu metode trend analysis, metode Single
Exponential Smoothing, metode Double Exponential Smoothing, metode
Decomposition Additive, metode Decomposition Multiplicative, dan metode
Moving Average. Keakuratan keseluruhan peramalan dapat dilihat dari
PADt=β0+β1DAUt+β2BDt+ β3DBHt +εt
12
membandingkan nilai yang diramalkan dengan nilai aktual. Ada beberapa
perhitungan yang digunakan untuk menghitung kesalahan peramalan total, yaitu
simpangan rataan absolut (MAD), kesalahan rataan kuadrat (MSE) dan kesalahan
persen rataan absolut (MAPE), satuan unsur (PAD) yang dihitung dalam
penelitian ini berupa jutaan, oleh karena itu dalam analisis ini lebih
memperhatikan MAPE. Analisis ini dilakukan menggunakan software minitab
versi 14. Adapun langkah-langkah analisi peramalan dalam penelitian ini
mengacu pada Baroto (2002), langkah tersebut adalah sebagai berikut :
1. Menentukan pola data penjualan, dengan memetakan data secara grafis dan
menyimpulkan apakah data itu berpola trend, musiman, siklikal, atau
eratik/acak.
2. Mencoba beberapa metode time series yang sesuai dengan pola penjualan
tersebut untuk melakukan peramalan. Metode yang dicoba semakin banyak,
maka semakin baik. Pada setiap metode, sebaiknya dilakukan peramalan
dengan parameter berbeda.
3. Mengevalusi tingkat kesalahan masing-masing metode yang telah dicoba,
tingkat kesalahan diukur dengan kriteria MAPE.
4. Memilih metode terbaik diantara metode yang dicoba. Metode terbaik adalah
metode yang memberikan tingkat kesalahan terkecil dibandingkan metode
lainnya dan tingkat kesalahan tersebut di bawah batas tingkat kesalahan yang
ditetapkan.
5. Melakukan peramalan dengan metode terbaik yang telah dipilih.
Analisis Tipologi Klassen
Analisis Tipologi Klassen merupakan teknik pengelompokan suatu sektor
dengan melihat pertumbuhan dan kontribusi sektor tertentu terhadap PDRB suatu
daerah (Mahmudi 2010). Menurutnya dengan menggunakan analisis ini, suatu
sektor dapat dikelompokkan kedalam empat kategori yaitu sektor unggulan, sektor
potensial, sektor berkembang, dan sektor terbelakang. Langkah-langkah yang
dilakukan dalam analisis ini adalah 1) Hitung rata-rata PDRB sektoral dengan cara
membagi hasil rata-rata PDRB dengan jumlah sektor, 2) Hitung rata-rata sektor
dengan cara mencari nilai rata-rata dari setiap sektor, 3) Hitung laju pertumbuhan
PDRB dan pertumbuhan setiap sektor dengan cara mencari nilai rata-rata dari
pertumbuhan PDRB dan pertumbuhan setiap sektornya, 4) Klasifikasikan masing-
masing sektor kedalam matriks kombinasi antara Boston Consulting Group
(BCG) dan Tipologi Klassen. Matriks kombinasi antara BCG dan Tipologi
Klassen yang digunakan dapat dilihat seperti pada Gambar 3.
Pertumbuhan PDRB
KUADRAN II
Sektor Unggulan
KUADRAN I
Sektor Berkembang
KUADRAN IV Sektor Potensial
KUADRAN III Sektor Terbelakang
Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
Kontribusi terhadap PDRB
Gambar 3 Matriks kombinasi Tipologi Klassen dan BCG
13
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Kondisi Ekonomi Daerah
Berdasarkan hasil analisis deskriptif, data menunjukkan bahwa
perekonomian provinsi DKI Jakarta dinilai sangat baik, hal ini didasarkan pada
nilai beberapa indikator ekonomi telah melebihi rata-rata pertumbuhan ekonomi
secara nasional. Data perekonomian DKI Jakarta dapat dilihat seperti pada Tabel
5.
Tabel 5 Indikator ekonomi Provinsi DKI Jakarta (2008-2012)
Rincian Satuan 2008 2009 2010 2011 2012
PDRB Harga
Berlaku (T Rp.) 677,04 757,7 862,16 982,5 530,11
PDRB Harga
Konstan (T Rp.) 353,72 371,47 395,66 422,16 220,05
Laju
Pertumbuhan
Ekonomi
(%) 6,22 5,01 6,51 6,71 6,58
PDRB Per
Kapita Harga
Berlaku
(Juta Rp.) 74,16 82,15 89,92 101,01
Inflasi (%) 11,11 2,34 6,21 5,36 1,47
Ekspor (T Rp.) 352,14 319,49 395,46 463,75 480,61
Impor (M Rp.) 599,76 461,09 676,51 847,67 928,59
Wisatawan
Asing (Orang) 1 534 785 1 451 914 1 892 866
2 003
944
Realisasi
PMDN (M Rp.) 1 837 9 694 4 598 9 256
Sumber : BPS diolah
Untuk mengetahui seberapa besar pebandingan Laju Pertumbuhan Ekonomi
(LPE) DKI Jakarta dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional dapat dilihat
pada Gambar 4. Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa kondisi perekonomian DKI
Jakarta berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional, secara umum
menandakan bahwa kinerja pemerintahan Provinsi DKI Jakarta dapat dikatakan
cukup baik jika dilihat dari indikator ekonomi tersebut. Hasil survey yang dilakukan oleh lembaga The Patnership for Governance
Reforms in Indonesia, yakni lembaga kerjasaama antara, World Bank, United Nations
Development Program (UNDP) dan Asian Development Bank (ADB) dalam Indriani
(2011) menunjukkan indeks governance Provinsi DKI Jakarta menempati urutan
pertama di Indonesia dengan nilai 6,51, namun hal ini masih dinilai sedang dalam
penilaian Good Governance secara international.
14
Sumber : Data olahan 2013
Gambar 4 Grafik perbandingan laju pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta
Analisis Kinerja Keuangan Daerah
Penelitian yang dilakukan untuk menilai kinerja keuangan Provinsi DKI
Jakarta yang bersumber dari laporan realisasi anggaran APBD dihitung
berdasarkan rasio-rasio keuangan non profit. Hasil perhitungan rata-rata rasio
keuangan dari lima tahun periode pada masa otonomi daerah dapat dilihat seperti
pada Tabel 6.
Tabel 6 Hasil perhitungan rasio keuangan DKI Jakarta (2008-2012)
Rasio Keuangan Periode (Tahun)
Rata-rata Kriteria 2008 2009 2010 2011 2012
Kemandirian 120% 123% 127% 195% 169% 147% Sangat Baik
Efektivitas 101% 92% 101% 125% 99% 104% Sangat Efektif
Efisiensi 2% 4% 2% 2% 1% 2% Sangat Efisien
Aktivitas Belanja
Langsung 16% 68% 24% 64% 18% 38% Prioritas
Belanja Tak
Langsung Aktivitas Belanja Tak
Langsung 84% 32% 76% 36% 82% 62%
Kemampuan
Keuangan Daerah 120% 99% 107% 107% 130% 113% Sangat Baik
Sumber : Data olahan 2013
Berdasarkan data pada Tabel 6, dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa kinerja
keuangan pemerintah daerah Provinsi DKI Jakarta sangat baik. Dari data tersebut
kita dapat melihat bahwa rata-rata rasio kemandirian dari tahun 2008 hingga 2012
berjumlah 147%, nilai diatas 50% ini menandakan bahwa pemerintah Provinsi
DKI Jakarta mampu membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan
pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai
sumber pendapatan yang diperlukan daerah dengan sangat baik, rata-rata
pertumbuhan rasio kemandirian sebesar 11% juga menunjukkan bahwa tingkat
ketergantungan pemerintah daerah terhadap pihak eksternal semakin menurun,
namun adanya penurunan kemandirian pada tahun 2012 yaitu sebesar 13% perlu
menjadi pertimbangan dan evaluasi bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan
porsi PAD di masa mendatang, karena hal ini menunjukkan bahwa upaya
pemerintah dalam meningkatkan kemadirian daerah mulai menurun. Rasio
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Per
senta
se l
aju
per
tum
buhan
Tahun
DKI Jakarta
Nasional
15
efektifitas yang berjumlah 104% melebihi 100% ini menandakan bahwa
pemerintah daerah sudah sangat efektif dalam merealisasikan PAD, namun
adanya penurunan efektifitas pada tahun 2012 sebesar 31% dan pertumbuhan rata-
rata rasio menurun sebesar 6% menggambarkan bahwa efektifitas kinerja
pemerintah daerah cenderung mengalami penurunan kinerja dalam melakukan
pemungutan pajak dan retribusi daerah. Rasio efisiensi yang berjumlah 2% berada
dibawah 5% menandakan bahwa pemerintah daerah Provinsi DKI Jakarta sudah
sangat efisien dalam melakukan pemungutan sumber pendapatan daerahnya,
karena realisasi PAD yang diterima lebih besar dibandingkan dengan biaya yang
harus dikeluarkan dalam memungut PAD tersebut, namun rata-rata
pertumbuhanya hanya sebesar 4%. Pada rasio aktivitas, terlihat bahwa nilai rata-
rata belanja masih didominasi oleh belanja tak langsung yaitu sebesar 62%, hal ini
menunjukkan bahwa prioritas belanja pemerintah Daerah DKI Jakarta masih lebih
besar dialokasikan untuk belanja rutin daripada belanja pembangunan, namun jika
dilihat dari pertumbuhannya, alokasi belanja pembangunan mengalami
peningkatan rata-rata pertumbuhan yang cukup baik yaitu sebesar 86%,
sedangkan belanja rutin mengalami rata-rata pertumbuhan sebesar 37%, Hal ini
berarti upaya pemerintah daerah dalam memprioritaskan belanja pembangunan
telah memperlihatkan kinerja yang lebih baik. Rasio kemampuan keuangan daerah
juga meperlihatkan bahwa pemerintah Provinsi DKI Jakarta termasuk dalam
kriteria sangat baik dengan nilai sebesar 113% diatas 50% dan rata-rata
pertumbuhan sebesar 3%, hal ini menunjukkan kemampuan pelaksanaan otonomi
daerah dinilai sudah cukup baik. Pertumbuhan setiap rasio dapat dilihat pada
Gambar 5. Perhitungan pada Tabel 6 selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Gambar 5 Pertumbuhan rasio keuangan daerah
Selain dari keempat rasio keuangan yang telah dipaparkan, dalam menilai
kinerja keuangan daerah Provinsi DKI Jakarta juga dapat dilihat dari tingkat
pertumbuhan keuangan yang bersumber dari APBD, antara lain adalah
pertumbuhan PAD, penerimaan total daerah, belanja rutin/tak langsung, dan
Per
sen
tase
per
tum
bu
han
ras
io
keu
ang
an d
aera
h
16
Sumber : Data olahan 2013
belanja pembangunan/langsung. Data perbandingan pertumbuhan rata-rata kinerja
keuangan sebelum dan setelah adanya kebijakan otonomi daerah dapat dilihat
seperti pada Tabel 7.
Tabel 7 Pertumbuhan realisasi anggaran keuangan DKI Jakarta
Jenis Kinerja
Pertumbuhan
rata-rata
Pertumbuhan
rata-rata Indikator
Sebelum Otonomi
(Tahun 1995-1999)
Setelah Otonomi
(Tahun 2008-2012)
Pendapatan Asli Daerah 4% 12% Naik
Total Pendapatan 15% 8% Turun
Belanja Rutin/tidak langsung 28% 32% Naik
Belanja modal/langsung 55% 124% Naik
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa pertumbuhan PAD Provinsi DKI Jakarta pada
masa otonomi masih lebih cepat jika dibandingkan dengan pertumbuhan PAD
pada masa sebelum otonomi, hal ini dapat dilihat dari meningkatnya presentase
rata-rata pertumbuhan PAD. Hal tersebut memberi arti bahwa tujuan dari adanya
otonomi daerah sudah tercapai dengan maksimal, peningkatan PAD pada saat
otonomi daerah lebih baik daripada masa sebelum otonomi daerah meskipun rata-
rata pertumbuhan total pendapatan daerah lebih lambat pada saat masa otonomi.
Pada masa otonomi daerah (2008-2012) rata-rata komposisi PAD menyumbang
sebesar 58% terhadap total pendapatan, sedangkan pada masa sebelum otonomi
(1995-1999) Rata-rata komposisi PAD menyumbang sebesar 55% terhadap total
pendapatan, hal ini mengindikasikan bahwa kinerja keuangan Provinsi DKI
Jakarta berdasarkan pada PAD telah mengalami peningkatan pada masa otonomi
daerah sebesar 3%, Sedangkan untuk belanja daerah, pemerintah daerah sudah
mulai membagi porsi yang lebih besar untuk pembangunan daerah, hal ini dapat
dilihat dari meningkatnya presentase rata-rata pertumbuhan belanja langsung pada
masa otonomi daerah. Perhitungan pada Tabel 7 dapat dilihat pada Lampiran 3.
Penelitian yang dilakukan untuk menilai kinerja keuangan Provinsi DKI
Jakarta yang bersumber dari laporan neraca bertujuan untuk mengetahui
kemampuan keuangan pemerintah daerah melalui perhitungan rasio likuiditas dan
solvabilitas. Dengan mencermati neraca Provinsi DKI Jakarta pada periode tahun
2008-2012, terlihat posisi keuangan cukup baik, namun tingkat pertumbuhan
masing-masing komponen cukup rendah dan berfluktuasi. Pada sisi Aktiva, rata-
rata pertumbuhan aset lancar mengalami peningkatan sebesar 20,84%, rata-rata
pertumbuhan investasi jangka panjang mengalami peningkatan sebesar 14,80%,
sedangkan untuk aset tetap rata-rata pertumbuhannya mengalami penurunan
sebesar 1,37%, jika dijumlahkan total Aktiva hanya mengalami pertumbuhan
sebesar 0,28% selama lima tahun terakhir. Pada sisi Pasiva, rata-rata pertumbuhan
total hutang mengalami peningkatan sebesar 33,79% dan rata-rata pertumbuhan
ekuitas hanya mengalami peningkatan sebesar 0,29%, jika dijumlahkan secara
total maka total Pasiva hanya mengalami pertumbuhan sebesar 0,28%. Neraca
pemerintah DKI Jakarta dalam kurun waktu tahun 2008-2012 dapat dilihat seperti
pada Tabel 8.
17
Tabel 8 Rangkuman neraca DKI Jakarta (2008-2012) dalam juta rupiah
Sumber : Data diolah dari Provinsi DKI Jakarta (2013)
Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa secara umum posisi keuangan daerah
cukup baik, walaupun rata-rata pertumbuhannya mengalami peningkatan yang
sdikit lambat. Untuk mengetahui lebih detail bagaimana kemampuan pemerintah
daerah dalam menyediakan dana untuk pembangunan daerah dapat ditunjukkan
oleh rasio likuiditas dan rasio solvabilitas. Hasil dari perhitungan masing-masing
rasio tersebut dapat dilihat seperti pada Tabel 9.
Tabel 9 Analisis neraca keuangan DKI Jakarta (2008-2011)
Uraian 2008 2009 2010 2011
Rata-rata
pertumbuhan
Ras
io
Lik
uid
itas
Rasio lancar
(current ratio) 23,56 10,83 12,26 12,24 -0,137
Rasio cepat (quick
ratio) 22,16 10,26 11,62 11,48 -0,139
Ras
io
So
lvab
ilit
as
Rasio total hutang
terhadap total asset 0,078% 0,133% 0,144% 0,190% 36,97%
Rasio hutang
terhadap modal 0,078% 0,133% 0,145% 0,190% 36,93%
Sumber : Data diolah dari Provinsi DKI Jakarta (2013)
Berdasarkan data neraca Provinsi DKI Jakarta sebagaimana tersaji pada Tabel 8
dan hasil perhitungan rasio keuangan pada Tabel 9 menunjukkan bahwa
kemampuan keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam kondisi sehat yang
ditunjukkan oleh rasio likuiditas dan solvabilitas bernilai positif. Hasil analisis
data yang diperoleh dari Tabel tersebut dapat dijelaskan pada Tabel 10.
2008 2009 2010 2011 2012
audited audited audited audited audited
JUMLAH ASET LANCAR 5.395.926 5.215.043 6.876.423 8.507.327 11.156.562 20,84%
JUMLAH INVESTASI
JANGKA PANJANG4.210.189 4.507.737 5.846.608 6.023.955 7.191.505 14,80%
JUMLAH ASET TETAP 363.598.493 366.906.322 372.437.062 335.071.237 342.279.347 -0.0137
DANA CADANGAN 619.739 688.814 738.879 791.015 840.077 7,92%
JUMLAH ASET LAINNYA 10.804.685 18.301.956 21.197.434 25.351.783 25.835.540 26,68%
JUMLAH AKTIVA 384.629.034 395.619.875 407.096.408 375.745.320 387.303.033 0,28%
HUTANG JANGKA PENDEK 229.064 481.476 560.844 695.013 891.621 44,72%
HUTANGHUTANG JANGKA
PANJANG71.421 47.239 28.592 20.423 12.253 -0.3548
JUMLAH HUTANG 300.485 528.715 589.437 715.436 903.875 33,79%
JUMLAH EKUITAS DANA
LANCAR5.166.861 4.733.567 6.315.579 7.812.314 10.264.940 20,03%
JUMLAH EKUITAS DANA
DIINVESTASIKAN378.541.947 389.668.777 399.452.512 366.426.554 375.294.139 -0.001
EKUITAS DANA
CADANGAN619.739 688.814 738.879 791.015 840.077 7,92%
JUMLAH EKUITAS DANA 383.708.809 395.091.159 406.506.971 375.029.883 386.399.157 0,29%
JUMLAH PASIVA 384.629.034 395.619.875 407.096.408 375.745.320 387.303.033 0,28%
URAIANrata-rata
pertumbuhan
18
Tabel 10 Hasil analisis neraca keuangan DKI Jakarta
No Idikator Nilai Keterangan
1 Rasio Likuiditas
Rasio lancar (current
ratio) >1 mampu memenuhi kewajiban jangka pendek
Rasio cepat (quick
ratio) >1
mampu memenuhi kewajiban jangka pendek
secara cepat
2 Rasio Solvabilitas
Rasio total hutang
terhadap total asset <1
Mampu melunasi hutang dengan aset yang
tersedia
Rasio hutang terhadap
modal <1
Mampu melunasi hutang dengan modal yang
tersedia Sumber : Data diolah berdasarkan permendagri 2010/054 lampiran III (2013)
Hasil analisis kinerja keuangan menggunakan rasio likuiditas dan
solvabilitas menunjukkan bahwa Provinsi DKI Jakarta memiliki kemampuan yang
sangat baik dalam memenuhi kewajiban jangka pendek, namun terjadi penurunan
sebesar 0,137 pada rasio lancar dan 0,139 pada rasio cepat menandakan bahwa
kemampuannya sedikit menurun. Provinsi DKI Jakarta memiliki kemampuan
yang sangat baik dalam memenuhi kewajiban jangka panjang, namun dengan
adanya peningkatan rasio total hutang terhadap aset maupun terhadap modal
menandakan bahwa kemampuan Provinsi DKI Jakarta dalam memenuhi
kewajiban jangka panjangnya sedikit menurun.
Analisis Anggaran
Analisis yang digunakan untuk mengukur evaluasi anggaran pemerintah
daerah dalam penelitian ini adalah analisis varians, analisis varians yang
dilakukan dalam penelitian ini digunakan untuk melihat apakah terdapat selisih
antara rencana anggaran dengan realisasi anggaran. Pada penelitian ini analisis
varian dilakukan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah. Hasil dari analisis
varians terhadap APBD 2008 dapat dilihat seperti pada Tabel 11.
Tabel 11 Hasil dari analisis varians terhadap APBD tahun 2008 dalam juta rupiah
Keterangan Rencana Realisasi Varians Ketidaksesuaian Kriteria
Pendapatan Asli
Daerah (PAD) 10,381,540 10,455,570 74,030 1%
F
Perimbangan 8,523,920 8,702,810 178,890 2% F
lain-lain 126,390 63,370 (63,020) -50% U
Total Pendapatan 19,031,850 19,221,750 189,900 1% F
Belanja Tak
Langsung
6,738,436
2,581,600
4,156,836 62%
F
Belanja Langsung 13,378,924 13,371,844 7,080 0% F
Total Belanja 20,117,360 15,953,444 4,163,916 21% F
Surplus/(defisit) (1,085,510) 3,268,306
Sumber : Data diolah dari Provinsi DKI Jakarta (2013)
Perhitungan analisis varian untuk tahun 2009 hingga tahun 2012 dapat dilihat
pada Lampiran 4. Dari Tabel 11 dapat dilihat hasil analisis varian menunjukkan
19
bahwa ketidaksesuaian yang terjadi pada total pendapatan pemerintah daerah
Provinsi DKI Jakarta tahun 2008 adalah favorable (Menguntungkan), dengan
jumlah varians sebesar Rp. 189.900 juta dan besarnya persentase ketidaksesuaian
anggaran sebesar 1,00%, untuk total belanja daerah ketidaksesuaian yang terjadi
juga berkriteria favorable (Menguntungkan) dengan jumlah varians sebesar Rp.
4.163.916 juta dan presentase ketidaksesuaian anggaran sebesar 20,70%.
Ringkasan hasil perhitungan analisis varians selengkapnya dari tahun 2008 hingga
2012 dapat dilihat seperti pada Tabel 12.
Tabel 12 Analisis varians APBD DKI Jakarta tahun 2008-2012
Tahun Keterangan Varians (Juta rupiah) Ketidaksesuaian Kriteria
2008 Total Pendapatan 189.900 1,00% favorable
Total Belanja 4.163.916 20,70% Favorable
2009 Total Pendapatan -109.160 -0,56% Unfavorable
Total Belanja 4.083.761 17,31% Favorable
2010 Total Pendapatan 62.630 0,27% Favorable
Total Belanja 4.678.285 17,83% Favorable
2011 Total Pendapatan 2.218.161 8,51% Favorable
Total Belanja 1.452.201 5,21% Favorable
2012 Total Pendapatan -5.394.000 -17,81% Unfavorable
Total Belanja 12.692.466 39,95% Favorable Sumber : Data diolah dari Provinsi DKI Jakarta (2013)
Setelah menilai kinerja keuangan dengan analisis varian dalam pengendalian
anggaran, peneliti kemudian melakukan uji beda dengan sample paired T- Test,
hal ini dilakukan untuk melihat apakah ketidaksesuaian yang terjadi masih dalam
batas kewajaran manajemen atau sebaliknya, sehingga dengan mengetahui kondisi
tersebut pihak pemerintah daerah dapat mengevaluasi dan mencari solusi apa yang
tepat. t-test menggunakan data ketidaksesuaian antara rencana dan realisasi APBD
Pemerintah DKI Jakarta pada tahun 2008 hingga 2012. Hasil T-Test APBD dapat
dilihat seperti pada Tabel 13. Hasil dari uji normalitas data menggunakan
Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat seperti pada Tabel 13. Dari hasil uji normalitas
data tersebut terlihat bahwa nilai sig. dari tahun 2008 hingga 2012 bernilai diatas
0,05, ini berarti data bersifat normal dan layak secara statistik. Hasil dari uji beda
paired sample T-Test menggunakan program SPSS 16 dapat dilihat pula pada
Tabel 13. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.
Hipotesis nol (H0) yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara rencana
dan realisasi anggaran akan ditolak jika nilai sig. Lebih kecil dari α 0,05 atau T
Hitung lebih besar dari 2,571. Dari hasil uji paired sample T-Test yang telah
dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa ketidaksesuaian yang terjadi antara
anggaran belanja dengan realisasinya masih dalam batas pengendalian dapat
diterima atau masih dapat ditoleransi, hal ini ditunjukkan oleh tidak adanya
perbedaan nyata antara rencana anggaran dengan realisasinya.
20
Tabel 13 Hasil uji beda sample paired T-Test
Tahun Keterangan
Asymp. Sig.
Normalitas
data
Kolmogorov-
Smirnov
Asymp. Sig.
Paired
Sample T-
Test
Kesimpulan
2008
Total
Pendapatan 0,549 0,391 Tidak Terdapat perbedaan
Total Belanja 0,887 0,186 Tidak Terdapat perbedaan
2009
Total
Pendapatan 0,581 0,45 Tidak Terdapat perbedaan
Total Belanja 1 0,192 Tidak Terdapat perbedaan
2010
Total
Pendapatan 0,447 0,391 Tidak Terdapat perbedaan
Total Belanja 0,985 0,122 Tidak Terdapat perbedaan
2011
Total
Pendapatan 1 0,092 Tidak Terdapat perbedaan
Total Belanja 0,999 0,225 Tidak Terdapat perbedaan
2012
Total
Pendapatan 0,999 0,367 Tidak Terdapat perbedaan
Total Belanja 0,96 0,35 Tidak Terdapat perbedaan
Sumber : Data diolah dari Provinsi DKI Jakarta (2013)
Berdasarkan pada Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKP) Provinsi
DKI Jakarta (2008-2012), Faktor-faktor yang menyebabkan adanya selisih antara
rencana dan realisasi anggaran selama lima tahun terakhir secara umum disebabkan
oleh beberapa hal berikut :
1. Berkurangnya kunjungan wisatawan mancanegara sehingga berdampak pada
turunnya hunian kamar hotel bintang lima dan hotel berbintang lima berlian.
2. Beralihnya pemasangan iklan promosi dari media luar ke media elektronik
dan media masa yang mengakibatkan berkurangnya pemasangan reklame
media luar sebagai media promosi.
3. Pesatnya pembangunan SPBU di daerah perbatasan Jakarta dan terjadinya
perubahan pola pengunaan kendaraan dari roda empat ke roda dua, yang
berimplikasi pada tidak tercapainya target pajak bahan bakar kendaraan
bermotor.
4. Pertumbuhan sarana gedung-gedung dan jumlah kendaraan bermotor di
Provinsi DKI Jakarta tidak diikuti dengan pertumbuhan
accupansi/penggunaan parkir terutama kendaraan roda empat, mengingat
kecenderungan masyarakat mengalihkan model transportasi kendaraan roda
empat ke kendaraan roda dua.
5. Masyarakat masih khawatir akan dampak krisis keuangan global, sehingga
mereka lebih memilih investasi jangka pendek yang lebih tinggi likuiditasnya.
Hal ini telah berdampak pada menurunnya transaksi jual beli tanah dan
bangunan, pada akhirnya berpengaruh terhadap pencapaian target bea
perolehan hak atas bumi dan bangunan.
6. Berkembangnya obyek hiburan alternatif yang dapat dilakukan secara
individu seperti game online, televisi kabel dan lain-lain yang berpengaruh
terhadap pencapaian target pajak hiburan.
21
7. Lambatnya proses lelang, belum optimalnya monitoring anggaran,
pembebasan lahan dan waktu pengerjaannya yang tidak mencukupi untuk
kegiatan yang dianggarkan di APBD Perubahan.
8. Terlambatnya pengesahan APBD.
9. Masih terdapatnya kesalahan dalam penulisan/input kode rekening, volume
dan satuan dalam Dokumen Anggaran Satuan Kerja (DPASKPD), sehingga
perlu adanya revisi dalam rangka penyesuaian melalui pembahaasn APBD
yang berakibat pada tertundanya pelaksanaan kegiatan.
10. Masalah ketidakcukupan waktu lelang dan gagal lelang.
11. Tidak terlakasa pembebasan lahan.
12. Keterlambatan pengadaan barang.
Analisis Pengaruh Kebijakan
Dalam analisis ini, Regresi berganda digunakan untuk mengidentifikasi
bagaimana dan seberapa besar pengaruh kebijakan otonomi daerah berupa transfer
dari pemerintah pusat yaitu DAU, DBH serta BD terhadap kinerja keuangan
(PAD). Sebelum melakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan pengujian model
menggunakan uji asumsi klasik dengan bantuan program SPSS versi 16, antara
lain adalah uji normalitas data, uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, dan uji
multikolinerietas. Hal ini dilakukan untuk mengetahui layak atau tidaknya model
yang digunakan sebagai syarat utama dalam melakukan analisis regresi berganda.
Hasil dari uji asumsi klasik dapat dilihat seperti pada Tabel 14.
Tabel 14 Hasil uji asumsi klasik
Sumber : Data olahan (2013)
Berdasarkan hasil uji asumsi klasik, diketahui bahwa keempat kriteria statistik
(normalitas, autokorelasi, heteroskedastisitas, dan multikolinieritas) sudah
memperlihatkan bahwa model layak untuk diuji, hal ini dinilai dari besarnya nilai
sig. normalitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas lebih besar dari α 10% pada
tingkat kepercayaan 90%, sedangkan nilai tolerance dari multikolinieritas diatas
10% dan nilai VIF dibawah 10. Penilaian uji kecocokan model sudah cukup baik
dalam menggambarkan data empiris. Setelah kriteria uji asumsi klasik terpenuhi,
maka kemudian langkah berikutnya dalam melakukan analsisi regresi adalah
dengan melakukan uji hipotesis, uji hipotesis yang dilakukan menggukana uji F
dan uji T, Uji F digunakan untuk menguji bagaimanakah pengaruh peubah bebas
terhadap peubah tidak bebas secara keseluruhan. Sedangkan Uji T dipergunakan
untuk menguji secara statistik apakah koefisien regresi dari masing-masing
variabel bebas yang dipakai secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap
Jenis Uji Metode sig α tolerance VIF Kesimpulan
Uji Normalitas data Kolmogorov Smirnov test 0,908 0,1 - - Normal
Uji Autokorelasi Run test 0,762 0,1 - - Tidak ada autokolerasi
Uji Heteroskedastisitas
Variabel Rasio DAU Glatzer test 1 0,1 - - Tidak ada heteroskedastisitas
Variabel Rasio BD Glatzer test 1 0,1 - - Tidak ada heteroskedastisitas
Variabel Rasio DBH Glatzer test 1 0,1 - - Tidak ada heteroskedastisitas
Uji Multikolinieritas
Variabel Rasio DAU - - - 0,714 1,4 Tidak ada multikolinieritas
Variabel Rasio BD - - - 0,621 1,611 Tidak ada multikolinieritas
Variabel Rasio DBH - - - 0,496 2,017 Tidak ada multikolinieritas
22
variabel tak bebas. Hasil dari uji hipotesi Uji F dan Uji T dapat dilihat seperti pada
Tabel 15.
Tabel 15 Hasil dari uji hipotesi Uji F dan Uji T
R Square Adjusted R Square
,548 ,379
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 280,267 3 93,422 3,233 .082a
Residual 231,156 8 28,894
Model Standardized Coefficients T Sig.
Beta
1 (Constant) 50,416 3,377 ,010
DAU -,798 -2,836 ,022
BD ,585 1,938 ,089
DBH -,513 -1,518 ,167
Sumber : Data olahan (2013)
Dari hasil uji F didapat bahwa nilai sig. F 0,082 lebih kecil dari α 0,10, hal
ini mengandung arti bahwa secara keseluruhan variabel bebas yang terdiri dari
rasio DAU, rasio BD, dan rasio DBH secara bersama-sama berpengaruh nyata
atau signifikan terhadap variabel tak bebeas berupa rasio PAD pada tingkat
kepercayaan 90%. Dari hasil uji T didapat bahwa nilai sig. T DAU bernilai 0,022
lebih kecil dari α 0,10, hal ini berarti variabel rasio DAU secara signifikan
berpengaruh terhadap variabel rasio PAD, nilai sig. T BD bernilai 0,089 lebih
kecil dari α 0,10 juga berarti berpengaruh signifikan terhadap rasio PAD, nilai sig.
T DBH lebih besar dari α 0,10 yaitu sebesar 0,167 ini berarti bahwa rasio DBH
tidak berpengaruh signifikan terhadap rasio PAD.
Persamaan regresi yang didapat dari hasil uji T pada tabel 15 adalah
y=50,416+(-0,798)X1+0,585X2+(-0,513)X3. Nilai beta rasio DAU sebesar -0,798
menunjukkan bahwa variabel rasio DAU berpegaruh negatif terhadap peningkatan
rasio PAD sebesar 0,798 satuan, nilai beta rasio BD sebesar 0,585 menunjukkan
bahwa variabel rasio BD berpegaruh positif terhadap peningkatan rasio PAD
sebesar 0,585 satuan, dan nilai beta rasio DBH sebesar -0,513 menunjukkan
bahwa variabel rasio DBH berpegaruh negatif terhadap peningkatan PAD sebesar
0,513 satuan, satuan dalam hal ini adalah persen (%), karna nilai yang diukur
dalam regresi ini adalah presentase porsi dari masing-masing variable terhadap
total pendapatan daerah. Nilai R Squared (R2) atau koefisien determinasi sebesar
0,548 menunjukkan bahwa 54,8% variabel rasio DAU, rasio BD, dan rasio DBH
mampu menjelaskan 54,8% variabel rasio PAD di Provinsi DKI Jakarta,
sedangkan 45,2% adalah variabel lainnya. Hasil analisis regresi berganda
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.
Hasil analisis regresi dengan metode regresi berganda yang menunjukkan
bahwa nilai koefisien rasio DAU bernilai negatif dan signifikan, tidak sesuai
dengan apa yang diharapkan oleh adanya kebijakan otonomi daerah, dengan
adanya dana alokasi umum yang diberikan kepada daerah seharusnya dapat
dimanfaatkan oleh pemerintah daerah untuk dapat semakin menggali potensi
pendapatan asli daerahnya, tetapi hasil analisis regresi mempunyai koefisien
23
negatif yang memberi arti bahwa semakin besar porsi DAU di dalam pendapatan
pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan membuat jumlah porsi PAD semakin turun
di dalam total pendapatan. Hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya kajian lebih
lanjut dan mendalam terkati penentuan jumlah besaran DAU yang diberikan oleh
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, diperlukan suatu kerangka kerja
pengukuran khusus untuk memantau apakah pemebrian dana DAU secara
blockgrant dapat secara efektif meningkatkan kemandirian daerah atau malah
sebaliknya. Menurut bank dunia, audit dan pengawasan eksternal secara
akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah adalah salah satu hal yang wajib
dipenuhi oleh daerah objek donor bantuannya, apabila pengelolaan keuangan
daerah baik pendapatan maupun pengeluaran terindikasi adanya ilusi fiscal atau
tidak efektifnya dana yang teresrap, maka hal ini akan menjadi penilaian yang
kurang baginya, kaarena ini akan mengurangi nilai index government effectiveness
dalam pengukuran good government control.
Hasil dari analisi ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh
Andros Hasibuan (2006). Penelitiannya menyatakan bahwa secara umum
kontribusi DAU masih sangat tinggi dengan menyumbang rata-rata 60-90% dari
penerimaan daerah. Selain itu ia juga menyatakan bahwa tingkat kemandirian
daerah menjadi semakin rendah setelah adanya implementasi otonomi daerah, hal
ini terlihat dari kecenderungan pada menurunnya rasio PAD terhadap penerimaan.
Menurut Syufirmansyah (2012), otonomi daerah tidak berpengaruh signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi, serta realitas yang ada masih memperlihatkan
kinerja pembangunan daerah yang relatif belum memadai. Jumlah rasio dari masing-
masing variabel dalam regresi dapat di lihat pada lampiran 8.
Analisis Peramalan
Menurut Baroto (2000), Metode peramalan formal dilakukan dengan cara
mengekstrapolasi kondisi masa lalu untuk kondisi masa mendatang. Hal ini
didasarkan pada asumsi bahwa kondisi masa lalu sama dengan kondisi masa
mendatang, oleh karena itu metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode peramalan time series dimana data yang menjadi input dalam teknik
peramalan adalah data histori masa lalu. Analisis peramalan dalam penelitian ini
digunakan untuk memprakirakan berapa jumlah PAD Provinsi DKI Jakarta pada
periode sepuluh tahun mendatang dari tahun 2013 hingga 2022, data yang
digunakan sebagai input peramalan adalah data PAD Provinsi DKI Jakarta dari
tahun 1994 hingga 2012, data PAD Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada
Lampiran 9. Adapun metode peramalan time series yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Trend Linear, Trend Quadratic, Moving Average, Single
Exponential Smoothing, Double Exponential Smoothing Holt, Decomposition
Additive,dan Decompotition Multiplicative, kemudian akan dipilih salah satu dari
metode tersebut yang memiliki nilai MAPE terkecil dari hasil perhitungan yang
telah dilakukan, perhitungan ini dilakukan menggunakan bantuan software
minitab versi 14.
Hasil plot pola data trend PAD Provinsi DKI Jakarta dari tahun 1994 hingga
2012 yang diolah menggunakan program minitab 14 dapat dilihat seperti pada
Gambar 6.
24
Gambar 6 Grafik plot pola data trend PAD Provinsi DKI Jakarta 1994-2012
Berdasarkan plot data dengan Minitab 14 menunjukkan bahwa data PAD Provinsi
DKI Jakarta tidak stasioner, hal ini ditunjukkan dengan adanya trend pada data
tersebut karena nilai lag tidak nyata sama dengan nol. PAD Provinsi DKI Jakarta
terlihat berfluktuasi naik, pada tahun 1998 terjadi penurunan sebesar 33% yang
diakibatkan oleh krisis moneter yang melanda negara ini terutama Provinsi DKI
Jakarta, namun kembali berangsur-angsur naik pada tahun berikutnya seperti
terlihat pada Gambar 5 dan kembali terjadi penurunan pada tahun 2012 sebesar
12% akibat dari pegaruh krisis ekonomi global. Setelah mendapat plot data dan
yakin bahwa data bersifat tidak stasioner, maka langkah selanjutnya adalah
melakukan prakiraan PAD pada sepuluh tahun berikutnya menggunakan masing-
masing metode yang telah disebutkan. Hasil dari masing-masing metode prakiraan
time series dapat dilihat seperti pada Tabel 16, untuk perhitungan selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 10.
Tabel 16 Hasil hitung nilai MAPE dari setiap metode peramalan
Metode MAPE
Linier Trend Model 4,29833
Quadratic Trend Model 1,32046
Decomposisi Multiplicative 3,99652
Decomposisi Additive 4,14667
Moving average 5,19677
Single exponential smooth 1,70399
Double exponential smooth 1,65921 Sumber : Data olahan (2013)
Berdasarkan Tabel 16, data Pendapatan Asli Daerah Provinsi Jakarta yang
dianalisis dengan Minitab 14 menunjukkan bahwa metode peramalan Quadratic
Trend Model memiliki nilai MAPE terkecil (1,32046) dibandingkan dengan
metode peramalan lainnya. Sedangkan untuk metode peramalan terbaik kedua
adalah metode Double Exponential Smoothing dengan memiliki nilai MAPE
(1,65921). Hal ini berarti metode peramalan yang diambil guna meramalkan nilai
PAD Provinsi DKI Jakarta periode sepuluh tahun mendatang adalah metode
Jum
lah P
AD
(R
p)
Periode Tahun
25
peramalan Quadratic Trend Model. Dari metode ini diperoleh persamaan Ŷt =
1.498.147.000.000-165.057.972.298*t+51.116.709.300*t*2. Persamaan tersebut
menunjukkan arah negatif dan positif yang berarti setiap periode (tahun) terjadi
penurunan PAD sebesar Rp. 165.057.972.298 dan kenaikan PAD sebesar Rp
511.167.093.000*2. Misalnya saat periode 20 (t=20) Ŷ(20) = 1.498.147.000.000-
165.057.972.298*20+51.116.709.300*20*2= 18.643.671.274.040, saat periode 21
(t=21) Ŷ(21) = 1.498.147.000.000-165.057.972.298*21+51.116.709.300*21*2=
19.500.947.487.742. Dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa setiap tahun
terdapat peningkatan PAD sebesar Rp. 857.276.213.702, data hasil perhitungan
peramalan menggunakan persamaan tersebut dapat dilihat seperti pada Tabel 17.
Tabel 17 Hasil peramalan PAD Provinsi DKI Jakarta
Periode Tahun Jumlah PAD yang Diramalkan (Milyar)
20 2013 Rp 18.643,67
21 2014 Rp 19.500,94
22 2015 Rp 20.358,22
23 2016 Rp 21.215,49
24 2017 Rp 22.072,77
25 2018 Rp 22.930,05
26 2019 Rp 23.787,32
27 2020 Rp 24.644,60
28 2021 Rp 25.501,88
29 2022 Rp 26.359,15
Sumber : Data olahan (2013)
Dari Tabel 17, dapat dilihat bahwa hasil peramalan yang diperoleh dari
jumlah PAD setiap tahunnya mengalami peningkatan rata-rata sebesar 3,9%. Ini
menandakan bahwa hasil peramalan menunjukkan ke arah yang positif dan tidak
berfluktuasi, walaupun pada periode sebelumnya yaitu tahun 2012 terjadi
penurunan sebesar 12% akibat dari pengaruh krisis ekonomi global, hal ini tidak
berdampak serius terhadap prakiraan jumlah PAD di sepuluh tahun medatang
karena dari tahun 2001 hingga 2012 pertumbuhan PAD Provinsi DKI Jakarta
mengalami trend yang positif.
Hal ini menggunakan asumsi bahwasanya kondisi sosial, politik, ekonomi,
dan teknologi di Indonesia bersifat cateris paribus/tetap atau sama dengan kondisi
historis periode lalu, namun jika dibandingakan dengan rata-rata pertumbuhan
PAD sepuluh tahun terakhir yaitu sebesar 14%, terlihat bahwa rata-rata
pertumbuhan PAD sepuluh tahun mendatang masih berada dibawahnya. Di era
globalisasi saat ini dan masa yang akan datang, tingkat ketidakpastian (turbulensi)
yang dihadapi oleh DKI Jakarta akan semakin tinggi, mengingat bahwa
lingkungan yang dihadapi oleh DKI Jakarta sangat heterogen. Oleh karena itu,
jumlah PAD yang diramalkan dengan asumsi cateris paribus di atas hanya
menjadi tolak ukur kecil dalam melakukan penganggaran di masa mendatang.
Implikasi Manajerial
Hasil analisi rasio keuangan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
kinerja keuangan pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang diukur dari data APBD
26
sudah sangat baik dan mampu melakukan otonomi daerah secara menyeluruh,
dilihat dari rasio kemandirian, efektivitas & efisiensi, aktivitas, dan kemampuan
keuangan daerah. Sedangkan kinerja keuangan yang diukur dari data neraca,
menunjukkan bahwa secara umum posisi keuangan daerah cukup baik yang
ditunjukkan oleh jumlah aset yang dimiliki dapat menutupi semua kewajiban,
namun kemampuan daerah dalam memenuhi kewajibannya secara tepat waktu
dinilai berkurang, karena terjadi penurunan pada rata-rata pertumbuhan pada rasio
likuiditas dan peningkatan rasio solvabilitas. Untuk evaluasi anggaran
menunjukkan bahwa terjadinya varians (selisih) antara rencana dengan realisasi
anggara yang terjadi selama lima tahun terakhir dinilai masih dalam batas
toleransi manajemen. Di lain sisi, hasil dari analisis pengaruh otonomi daerah
terhadap PAD dengan metode regresi berganda menunjukkan bahwa rasio DAU
dan rasio DBH berpengaruh negatif, hal ini berarti bahwa peningkatan transfer
DAU akan berdampak pada penurunan PAD. Serta hasil analisa peramalan masih
menunjukkan bahwa rata-rata PAD pada masa sepuluh tahun mendatang masih
mengalami pertumbuhan yang sedikit lambat.
Dari hasil penelitian kinerja keuangan yang telah dipaparkan, dapat
diketahui bahwa pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu meningkatkan
kemampuan dalam mengelola keuangan, agar kinerja pemerintah di masa
mendatang menjadi lebih baik lagi. Mahmudi (2010) mengungkapkan bahwa
salah satu pilar utama yang dapat mencapai keberhasilan manejemen keuangan
publik adalah manajemen pendapatan, dimana pemerintah dituntut untuk cerdas
dalam menghasilkan dan mengelola sumber-sumber pendapatan serta mampu
mengelola potensi yang ada secara efisien dan efektif, tidak hanya mampu
menghabiskan anggaran. Terdapat lima tahapan utama dalam siklus manajemen
pendapatan daerah, tahapan tersebut dapat dilihat seperti pada Gambar 7.
Sumber : Mahmudi (2010)
Gambar 7 Siklus manajemen pendapatan daerah
Identifikasi
Pendapatan
Administrasi
Pendapatan
Koleksi
Pendapatan
Akuntansi
Pendapatan
Alokasi
Pendapatan
Identifikasi
sumber
pendapatan
Menghitung
basis
pendapatan
Pendataan
objek, subjek,
dan wajib
pajak/retribusi
Penghitungan
masing-masing
potensi sumber
pendapatan
Penentuan dan
penetapan
wajib
pajak/retribusi
Penetapan
NPWP dan
NPWR
Penerbitan
surat ketertiban
pajak daerah
dan surat
ketetapan
retribusi
Dihitung dan
dipungut oleh
petugas
(official
assessment
system)
Dihitung dan
dibayarkan
sendiri oleh
wajib
pajak/retribusi
(self
assessment
system)
Dipungut oleh
pihak ketiga
yang ditunjuk
pemda
Pengumpulan
pendapatan
dalam rekening
kas umum
daerah
Pencatatan
dalam sistem
akuntansi
pemerintah
daerah
Pelaporan
pendapatan
dalam laporan
pemerintah
daerah
Penentuan
jumlah alokasi
pendapatan
untuk
pengeluaran
belanja daerah,
meliputi
belanja operasi
dan belanja
modal
Penentuan
jumlah alokasi
pendapatan
untuk
pembiayaan
daerah
27
Berdasarkan pada konsep tersebut, maka peneliti menganjurkan agar pemerintah
daerah Provinsi DKI Jakarta melakukan seluruh tahap siklus manajemen
pendapatan daerah dengan baik, mulai dari identifikasi pendapatan, administrasi
pedapatan, koleksi pendapatan, pencatatan/akuntansi pendapatan, hingga alokasi
pedapatan. Dalam melakukan tahap tersebut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
harus berlandaskan pada prinsip-prinsip penerimaan daerah. Lima prinsip
penerimaan daerah dalam pengelolaan potensi daerah dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18 Prinsip-prinsip penerimaan daerah
Prinsip Kegiatan
Perluasan
basis
penerimaan
1. Mengidentifikasi pembayar pajak/retribusi dan menjaring wajib
pajak/retribusi yang baru
2. Mengevaluasi tarif pajak/retribusi
3. Meningkatkan basis data objek pajak/retribusi
4. Melakukan penilaian kembali (appraisal) atas objek pajak/retribusi
Pengendalian
atas
kebocoran
Pendapatan
1. Melakukan audit, baik rutin maupun insidental
2. Memperbaiki sistem akuntansi penerimaan daerah
3. Memberi penghargaan yang memadai bagi masyarakat yang taat
pajak dan hukum
4. Meningkatkan disiplin dan moralitas pegawai yang terlibat dalam
pemungutan pendapatan
Peningkatan
efisiensi
administrasi
pajak
1. Memperbaiki prosedur administrasi pajak sehingga lebih mudah
dan sederhana
2. Mengurangi biaya pemungutan pendapatan
3. Menjalin kerjasama dengan bank, kantor pos, koperasi, dan pihak
lainnya yang memberi kemudahan dalam membayar pajak
Transparansi
dan
Akuntabilitas
1. Adanya dukungan teknologi informasi untuk membangun sistem
manajemen pendapatan daerah
2. Adanya staf yang memiliki kompetensi dan keahlian yang
memadai
3. Tidak adanya korupsi sistemik di lingkungan entitas pengelola
pendapatan daerah
Sumber : Mahmudi (2012)
Manajemen pendapatan yang dilakukan dengan disiplin dan baik serta
berlandaskan pada prinsip penerimaan daerah, akan meningkatkan potensi daerah.
Prinsip yang harus menjadi fokus utama bagi Provinsi DKI Jakarta adalah
pengendalian atas kebocoran pendapatan, agar pemberian DAU dari pemerintah
pusat terserap dan dapat dioptimalkan dengan baik agar berdampak positif
terhadap kinerja keuangan.
Berdasarkan pada konsep-konsep tersebut dan ulasan dari laporan
pertanggungjawaban pemerintah daerah, maka solusi manajerial yang perlu
dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan koordinasi dan sinkronisasi dengan unit satuan kerja terkait
dilingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta maupun dengan Pemerintah
Pusat agar realisasi pendapatan daerah dapat dicapai secara optimal.
2. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat melalui pelayanan prima dengan
jalan penyederhanaan proses administrasi agar masyarakat lebih mudah
melakukan pembayaran pajak daerah sehingga dapat mendorong peningkatan
pendapatan daerah.
28
3. Peningkatan pemeriksaan dan pengawasan kepada masyarakat maupun aparat
yang mengelola pendapatan daerah, agar seluruh penerimaan daerah dapat
dilaksanakan secara transparan dan akuntabel.
4. Dilakukannya sosialisasi yang efektif kepada masyarakat maupun aparat
pemungut dengan tujuan agar adanya pemahaman dari segi ketentuan peraturan
yang menjadi dasar pemungutan pendapatan daerah.
5. Dilakukannya intensifikasi pendapatan daerah terhadap penerimaan pajak
daerah.
6. Dilakukannya ekstensifikasi pendapatan daerah berdasarkan potensi yang
sebenarnya dapat dikelola dan dipungut oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
agar target yang ditetapkan dicapai dengan optimal. 7. Pengesahan APBD dilakukan lebih cepat dari sebelumnya. 8. Peningkatan sosialisasi dan bimbingan teknis bagi seluruh SDM pengelola
keuangan SKPD, agar SKPD sebagai pengguna Anggaran dapat memahami
ketentuan peraturan pengelolaan keuangan daerah dengan tujuan dapat
meningkatkan kemampuan dan kinerjanya.
Potensi daerah yang diupayakan secara tepat dan optimal akan memberikan
dampak positif bagi pendapatan dan kinerja suatu daerah. Hasil analisis
mengindikasikan bahwa Provinsi DKI Jakarta perlu mengupayakan potensi daerah
yang dimiliki secara optimal, ini dapat dilihat dari adanya kecenderungan
penurunan dalam memenuhi kewajiban, dan pengaruh negatif dana DAU terhadap
PAD. Dalam menjawab permasalahan ini, peneliti melakukan analisis Tipologi
klassen dan Matriks BCG untuk mengetahui dan memetakan sektor apa yang
menjadi unggulan agar potensi daerah dapat dikembangkan secara optimal. Data
yang digunakan adalah PDRB Provinsi DKI Jakarta lima tahun terakhir yaitu dari
tahun 2008 hingga tahun 2012, analisis ini dilakukan dengan melihat rata-rata
kontribusi sektoral terhadap PDRB dan rata-rata laju pertumbuhan sektoral, yang
kemudian hasil dari perhitungan tersebut akan diklasifikasikan ke dalam matriks
kombinasi antara Tipologi Klassen dan BCG. Hasil perhitungan rata-rata
kontribusi sektoral terhadap PDRB dan rata-rata laju pertumbuhan sektoral
Provinsi DKI Jakarta dari tahun 2008-2012 dapat dilihat pada Tabel 19, hasil
perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11.
Tabel 19 Rata-rata kontribusi sektoral terhadap PDRB dan rata-rata laju
pertumbuhan sektoral Provinsi DKI Jakarta (2008-2012)
Lapangan usaha Rata-rata kontribusi
sektoral ( milyar rupiah)
Rata-rata laju pertumbuhan
sektoral
1. Pertanian 381,08 3,51%
2. Pertambangan dan Penggalian 1.829,56 6,77%
3. Industri Pengolahan 62.408,39 6,02%
4. Listrik, Gas, dan Air bersih 4.073,77 1,59%
5. Bangunan 45.441,86 6,51%
6. Perdagangan, Hotel, dan
Restoran 82.496,31
6,08%
7. Pengangkutan dan Komunikasi 40.018,52 8,86%
8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa
Perusahaan 111.349,69
5,35%
9. Jasa-jasa 50.520,29 6,50%
Sumber : Data olahan 2013
29
Rata-rata Jumlah PDRB sektoral Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2008-2012
adalah 44.279.826.066.962, jumlah tersebut dihasilkan dari pembagian rata-rata
PDRB kedalam sembilan sektor yang ada. Sedangkan rata-rata laju pertumbuhan
PDRB sektoral berjumlah 6,18%, jumlah tersebut dihasilkan dari rata-rata
pertumbuhan PDRB total yang dihasilkan oleh Provinsi DKI Jakarta.
Berdasarkan pada tabel diatas dan membandingkan dengan rata-rata jumlah
PDRB sektoral serta rata-rata laju pertumbuhan PDRB sektoral, maka hasil
klasifikasi dalam kombinasi Tipologi Klassen dan Matriks BCG untuk
memetakan potensi daerah yang dimiliki oleh Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat
pada Tabel 20.
Tabel 20 Hasil pemetaan terhadap potensi daerah Provinsi DKI Jakarta
Rata-rata
Kontribusi sektor
terhadap PDRB
Rata-rata laju
Pertumbuhan sektoral
Tinggi
Rendah
Tinggi
Sektor Unggulan (Prima)
Jasa-jasa
Bangunan/konstruksi
Sektor Berkembang
Pengangkutan &
Komunikasi
Pertambangan & Penggalian
Rendah
Sektor Potensial
Keuangan, Persewaan,
& Jasa Perusahaan
Perdagangan, Hotel, &
Restoran
Industri Pengolahan
Sektor Terbelakang
Listrik, Gas, dan Air bersih
Pertanian
Sumber : Data olahan 2013
Dari analisis pemetaan potensi daerah tersebut, maka implikasi manajerial
yang perlu diambil oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta antara lain adalah :
1. Menjaga stabilitas pertumbuhan sektor unggulan, yaitu sektor Jasa-jasa
(administrasi pemerintahan & pertahanan, jasa pemerintah lainnya, sosial
kemasyaraktan, hiburan & rekreasi, perorangan & rumah tangga) dan sektor
Bangunan/Konstruksi, sebab sektor ini menjadi kekuatan dan daya saing
daerah (core competence), jika sektor unggulan ini tidak dikelola dengan baik
maka akan bergeser menjadi sektor potensial, yakni pertumbuhannya akan
menurun walaupun jumlahnya masih cukup besar.
2. Melakukan upaya optimalisasi pada sektor berkembang melalui intensifikasi,
yaitu sektor pengangkutan & komunikasi (angkutan rel, angkutan jalan raya,
angkutan laut, angkutan sungai-danau-penyebrangan, angkutan udara, jasa
penunjang angkutan, pos & telekomunikasi, jasa penunjang komunikasi) serta
sektor pertambangan & penggalian (minyak & gas bumi, pertambangan tanpa
migas, penggalian). sektor berkembang ini merupakan prospek bagi daerah,
karena masih memungkinkan untuk ditingkatkan lagi kotribusi sektor tersebut
sehingga mejadi sektor unggulan, tetapi jika tidak dikelola dengan baik maka
bisa jadi sektor berkembang akan turun menjadi sektor terbelakang.
3. Melakukan pembinaan dan pembenahan pada sektor potensial, yaitu sektor
keuangan, persewaan, & jasa perusahaan (bank, lembaga keuangan non bank,
30
jasa penunjang keuangan, sewa bangunan, jasa perusahaan), sektor
perdagangan, hotel, dan restoran (perdagangan besar & eceran, hotel, restoran),
serta sektor industri pengolahan (industri migas & non migas). karena sektor
ini memberikan kontribusi yang besar tetapi pertumbuhannya sudah mulai
menurun, jika sektor ini tidak mendapat perhatian maka bisa jadi sektor ini
akan berubah menjadi sektor terbelakang.
4. Sebisa mungkin melakukan peningkatan kontribusi pada sektor terbelakang
meskipun sektor ini sulit untuk dijadikan sebagai daya saing daerah, yaitu
sektor listrik, gas, & air bersih, serta sektor pertanian (tanaman bahan
makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan, perikanan).
Pesatnya perkembangan teknologi informasi yang merambah ke seluruh
sektor menyebabkan tingkat ketidakpastian yang dihadapi oleh pemerintah DKI
Jakarta di masa mendatang akan semakin tinggi, oleh karena itu perlu
dilakukannya pengembangan pemerintahan berbasis internet atau e-government,
sistem ini merupakan upaya untuk memperbaiki proses dan prosedur administrasi
di pemerintahan dengan menggunakan teknologi informasi (internet) agar
memberikan kemudahan dan kecepatan pelayanan kepada stakeholder.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian analisis kinerja keuangan daerah Provinsi
DKI Jakarta, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Kinerja keuangan pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang diukur dari data
APBD dan neraca sudah sangat baik dan mampu melakukan otonomi daerah
secara menyeluruh dari laporan APBD, penilaian tersebut dilihat dari rasio
kemandirian, efektivitas & efisiensi, aktivitas, dan kemampuan keuangan
daerah. Kinerja keuangan yang dilihat dari laporan neraca menunjukkan
bahwa rasio likuiditas dan solvabilitas juga dapat dikatakan baik. Namun jika
dilihat dari pertumbuhannya, terjadi fluktuasi pertumbuhan kinerja keuangan
yang bersumber dari laporan APBD dan cenderung terjadi penurunan pada
tahun 2012. Sedangkan pada rasio keuangan yang bersumber dari laporan
neraca, terjadi fluktuasi pertumbuhan yakni peningkatan pertumbuhan rasio
solvabilitas dan penurunan rasio likuiditas.
2. Evaluasi anggaran menunjukkan bahwa terjadinya varians (selisih) antara
rencana dengan realisasi anggara yang terjadi selama lima tahun terakhir
dinilai masih dalam batas toleransi manajemen.
3. Semakin besar besar porsi DAU dalam pendapatan pemerintah Provinsi DKI
Jakarta akan membuat jumlah porsi PAD semakin turun, ini berarti DAU
berpengaruh negatif terhadap peningkatan PAD.
4. Peramalan jumlah PAD pada Provinsi DKI Jakarta untuk sepuluh tahun
mendatang dari tahun 2013 hingga tahun 2022 mengindikasikan trend yang
positif, namun masih di bawah rata-rata pertumbuhan PAD sepuluh tahun
terakhir.
31
Saran
Berdasarkan pada hasil analisis kinerja keuangan daerah dan analisis
pemetaan potensi daerah di Provinsi DKI Jakarta, maka dapat disarankan
beberapa hal sebagai berikut :
1. Pemerintah daerah Provinsi DKI Jakarta harus melakukan seluruh tahap
siklus manajemen pendapatan daerah dengan baik, mulai dari identifikasi
pendapatan, administrasi pedapatan, koleksi pendapatan,
pencatatan/akuntansi pendapatan, hingga alokasi pedapatan.
2. Dalam melakukan tahap siklus manajemen pendapatan daerah, Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta harus berlandaskan pada prinsip-prinsip penerimaan
daerah, yaitu memperluas basis penerimaan, pengendalian atas kebocoran
pendapatan, peningkatan efisiensi administrasi pajak, serta memegang teguh
transparansi & akuntabilitas.
3. Pemerintah harus Menjaga stabilitas pertumbuhan sektor unggulan, yaitu
sektor Jasa-jasa dan bangunan/konstruksi. Melakukan upaya optimalisasi
pada sektor berkembang melalui intensifikasi, yaitu sektor pengangkutan &
komunikasi, serta pertambangan & penggalian. Melakukan pembinaan dan
pembenahan pada sektor potensial, yaitu sektor keuangan, persewaan, & jasa
perusahaan, sektor perdagangan, hotel & restoran, serta sektor industri
pengolahan. Dan Sebisa mungkin pemerintah melakukan peningkatan
kontribusi pada sektor terbelakang, yaitu sektor listrik, gas & air, serta sektor
pertanian. Agar potensi daerah dapat dikembangkan secara optimal yang pada
akhirnya akan meningkatkan kinerja keuangan daerah.
4. Dilakukanya pengembangan pemerintah berbasis internet e-goverment
5. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap penelitian ini, sehingga
menjadi bahan pertimbangan bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk
berkembang secara berlanjutan. Implikasi manajerial yang merupakan hasil
dari penelitian ini bisa menjadi dasar atau pokok pikiran untuk dikembangan
oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
6. Perlu adanya kajian mendalam dalam menentukan DAU oleh pemerintah
pusat, agar DAU dapat terserap dengan efektif bagi pemerintah daerah.
7. Analisis kinerja keuangan daerah ini dapat menjadi topik penelitian
selanjutnya dengan menambahkan variabel kinerja keuangan daerah lain,
serta dilakukan pada daerah tingkat kota/kabupaten, selain itu juga dapat
dilakukan analisis faktor-faktor penentu DAU.
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga
Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah), 2008-2012. Bogor
(ID) : BPS.
[DJPK] Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. 2013. Laporan Keuangan
Berdasarkan Daerah dan wilayah sebelum dan setelah TA 2006. Jakarta
(ID) : DJPK.
32
[Mendagri] Kementerian Dalam Negeri. 2010. Tahapan dan Tata Cara
Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Jakarta (ID) : Mendagri. [WB] World Bank. 2005. Local Government Financial Management A
Measurement Framework. Washington (US) : WB.
Baroto T. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Jakarta (ID) : Ghalia
Indonesia.
Bastian I. 2001. Akuntansi Sektor Publik di Indonesia. Yogyakarta (ID): BPFE.
Fahmi I. 2011. Analisis Kinerja Keuangan. Bandung (ID) : Alfabeta.
Gujarati. 2007. Dasar-Dasar Ekonometri. Jakarta (ID) : Erlangga.
Halim A. 2002. Akuntansi dan Pengendalian Keuangan Daerah, Seri Bunga
Rampai Manajenen Keuangan Daerah. Yogyakarta (ID): UUP AMP
YKPN.
Halim A 2008. Akuntansi Keuangan Daerah, Edisi Tiga. Jakarta (ID): Salemba
Empat. Hasugian A. 2006. Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Kinerja Keuangan
Daerah dan Kemiskinan di Kabupaten Dan Kota Provinsi Jawa Barat.
[skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Indriani M. 2011. Good Governance dan Internal Control pada Pemerintah
Daerah. [Jurnal] Aceh (ID) : Universitas Syiah Kuala.
Mahmudi. 2009. Manajemen Keuangan Daerah. Jakarta (ID) : Erlangga. Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta (ID) : Penerbit Andi.
Nazir M. 2011. Metode Penelitian. Bogor (ID) : Ghalia Indoensia. Nurhayani, 2010. Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Indragiri
Hulu-Rengat. [Skripsi]. Pekanbaru (ID) : Universitas Islam Riau. Provinsi DKI Jakarta. 2013. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah DKI Jakarta
2008-2012. Jakarta (ID) : Provinsi DKI Jakarta.
Provinsi DKI Jakarta. 2013. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Pemerintah
Daerah 2008-2012. Jakarta (ID) : Provinsi DKI Jakarta.
Sufirmansyah. 2010. Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi, Ketimpangan Antar Daerah Dan Kemiskinan.
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan.3(1): 115-119.
Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah. Republik Indonesia.
Undang-undang Nomor 12 tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah yang Memberi
Kewenangan Kepada Daerah. Republik Indonesia.
Wasistiono S. “Cetak Biru Desentralisasi Indonesia”. Seminar Ekonomi Nasional,
Palangkaraya Provinsi Kalimantan Tengah, 2010.
33
Faktor yang dapat
dikendalikan :
-Besaran transfer
-Pengelolaan keuangan
-SDM
-Birokrasi
Masalah saat ini : -PAD tidak berbanding
lurus dengan dana
perimbangan
-tingkat ketergantungan
daerah masih tinggi
-Kualitas Laporan keuangan yang dirasa
masih kurang baik
Faktor yang tidak dapat
dikendalikan :
-Potensi ekonomi yang
dimiliki setiap daerah
-Bencana alam yang
menghambat pembangunan
-gejolak ekonomi (inflasi dan
kenaikan harga )
Pengumpulan data :
-Badan Pusat Statistik (BPS)
-Direktorat Jendral
Perimbangan Keuangan
-Kemendagri
Data/Info :
-Realisasi
APBD
periode
1994-2012
-Neraca
2008-2012
-PDRB
periode
2001-2012
External Input :
-Globalisasi
-UU
Proses :
-Analisis kinerja keuangan
-Analisis varian
-Analisis Pengaruh
-Analisis Peramalan
Output :
-Rasio Kinerja keuangan
-Jumlah varians dan toleransi
perbedaan
-Signifikansi pengaruh
-Data ramalan di masa
mendatang
Parameter kontrol :
-Konsep Otonomi daerah
-Kinerja keuangan sebelum
Otonomi Daerah
-Nilai R pada regresi
-Nilai a pada uji T
Outcome :
-Sistem pengendalian
manajemen organisasi sektor
publik
-Pemetaan potensi daerah
-Peningkatan kinerja berbasis
teknologi
Impact :
-Perencanaan dan
Penganggaran keuangan yang
lebih baik
- Ketertarikan para investor
dan dunia bisnis
-meningkatnya kesejahteraan
rakyat
Teori-teori strategi
Feedback
Lampiran 1 Alur pemikiran penelitian
33
Lam
piran
1 A
lur p
emik
iran p
enelitian
34
Lam
piran
2 H
asil perh
itungan
rasio k
euan
gan
2008 2009 2010 2011 2012 Rata-rata
PAD 10,455,570,941,947.00 10,608,155,177,783.00 12,969,114,969,129.00 17,825,520,000,000.00 15,627,838,700,000.00 13,497,239,957,771.80
Transfer pemerintah pusat 8,702,813,393,647.00 8,650,835,929,772.00 10,133,994,811,087.00 9,149,708,963,289.00 9,261,161,875,000.00 9,179,702,994,559.00
Bagi hasil
Pinjaman
Hasil Rasio Kemandirian 120% 123% 127% 195% 169% 1.47
Rencana capaian PAD 10,381,542,819,361.00 10,363,435,508,395.00 12,315,398,272,250.00 16,280,133,657,370.00 20,875,260,000,000.00 14,043,154,051,475.20
Realisasi Capaian PAD 10,455,570,941,947.00 10,608,155,177,783.00 12,969,114,969,129.00 17,825,524,636,880.00 15,627,838,700,000.00 13,497,240,885,147.80
Rasio Efektifitas 101% 102% 105% 109% 75% 99%
PAD 10,455,570,941,947.00 10,608,155,177,783.00 12,969,114,969,129.00 17,825,520,000,000.00 15,627,838,700,000.00 13,497,239,957,771.80
Biaya pemerolehan 183,115,057,373.00 441,237,187,873.00 310,407,283,362.00 329,223,365,219.00 127,732,976,400.00 278,343,174,045.40
Rasio efisiensi 2% 4% 2% 2% 1% 2%
Total belanja rutin 13,371,844,499,614.00 6,248,355,845,964.00 16,309,749,142,137.00 9,627,347,326,824.00 15,625,559,280,000.00 12,236,571,218,907.80
Total belanja pembangunan 2,581,600,192,153.00 13,262,743,584,858.10 5,243,146,696,798.00 16,796,252,566,473.00 3,449,164,914,000.00 8,266,581,590,856.41
total belanja daerah 15,956,526,086,574.00 19,511,099,430,822.10 21,552,895,838,935.00 26,423,599,893,297.00 19,077,625,450,000.00 20,504,349,339,925.60
Rasio aktivitas belanja rutin 84% 32% 76% 36% 82% 62%
Rasio aktivitas belanja pembangunan 16% 68% 24% 64% 18% 38%
Total Pendapatan 19,221,757,870,603.00 19,262,681,588,555.30 23,025,986,993,128.00 28,297,361,482,869.00 24,889,000,570,000.00 22,939,357,701,031.10
Total Belanja 15,956,526,086,574.00 19,511,099,430,822.10 21,552,895,838,935.00 26,423,599,893,297.00 19,077,625,450,000.00 20,504,349,339,925.60
Hasil Rasio Kemampuan 120% 99% 107% 107% 130% 113%
keteranganTahun
34
35
Lampiran 3 Tingkat pertumbuhan kinerja keuangan (PAD, TP, BR, BM)
Lampiran 4 Pertumbuhan rasio keuangan yang bersumber dari neraca
Rata-rata
2008-2009 2009-2010 2010-2011 2011-2012 2012
PAD 1% 22% 37% -12% 12%
Total Pendapatan 0% 20% 23% -12% 8%
Belanja Tak Langsung -53% 161% -41% 62% 32%
Belanja Langsung 414% -60% 220% -79% 124%
Rata-rata
1995-1996 1996-1997 1997-1998 1998-1999 1999
PAD 7% 2% -33% 38% 4%
Total Pendapatan 9% -3% -14% 68% 15%
Belanja Tak Langsung 16% 7% -23% 111% 28%
Belanja Langsung 32% -9% -80% 277% 55%
KeteranganTahun
KeteranganTahun
2008-2009 2009-2010 2010-2011 2011-2012
current ratio -54.0% 13.2% -0.2% 2.2% -9.7%
quick ratio -53.7% 13.2% -1.2% 4.7% -9.2%
debt ratio asset 71.1% 8.3% 31.5% 22.6% 33.4%
debt to equity 70.9% 8.4% 31.6% 22.6% 33.4%
Rata-rata
pertumbuhan
likuiditas
Solvabilitas
Tahun
Rasio Keuangan
36
Lampiran 5 Hasil hitung varians anggaran tahun 2008-2012
Tahun 2009
Keterangan Rencana Realisasi Varian Ketidaksesuaiankriteria
Pendapatan Asli
Daerah (PAD)10,363,440.00 10,601,050.00 237,610.00 2.29% f
Perimbangan 9,008,400.00 8,650,830.00 (357,570.00) -3.97% u
lain-lain - 10,800.00 10,800.00 -100% u
Total Pendapatan 19,371,840.00 19,262,680.00 (109,160.00) -0.56% u
Belanja Tak Langsung 6,831,290.00 6,248,355.00 582,935.00 8.53% f
Belanja Langsung 16,763,570.00 13,262,743.00 3,500,827.00 20.88% f
Total Belanja 23,594,860.00 19,511,099.00 4,083,761.00 17.31% f
surplus/(defisit) (4,223,020.00) (248,419.00)
Tahun 2010
Keterangan Rencana Realisasi Varian KetidaksesuaianKriteria
Pendapatan Asli
Daerah (PAD)12,315,400.00 12,891,990.00 576,590.00 4.68% f
Perimbangan 10,006,090.00 9,540,480.00 (465,610.00) -4.65% u
lain-lain 641,860.00 593,510.00 (48,350.00) -7.53% u
Total Pendapatan 22,963,350.00 23,025,980.00 62,630.00 0.27% f
Belanja Tak Langsung 8,679,450.00 5,243,146.00 3,436,304.00 39.59% f
Belanja Langsung 17,551,730.00 16,309,740.00 1,241,990.00 7.08% f
Total Belanja 26,231,180.00 21,552,895.00 4,678,285.00 17.83% f
surplus/(defisit) (3,267,830.00) 1,473,085.00
Tahun 2011
Keterangan Rencana Realisasi Varian KetidaksesuaianKriteriaPendapatan Asli
Daerah (PAD)16,022,580.00 17,825,520.00 1,802,940.00 11.25% f
Perimbangan 8,909,900.00 9,149,708.00 239,808.00 2.69% f
lain-lain 1,146,720.00 1,322,133.00 175,413.00 15.30% f
Total Pendapatan 26,079,200.00 28,297,361.00 2,218,161.00 8.51% f
Belanja Tak Langsung 9,534,310.00 9,627,347.00 (93,037.00) -0.98% u
Belanja Langsung 18,341,490.00 16,796,252.00 1,545,238.00 8.42% f
Total Belanja 27,875,800.00 26,423,599.00 1,452,201.00 5.21% f
surplus/(defisit) (1,796,600.00) 1,873,762.00
Tahun 2012
Keterangan Rencana Realisasi varian KetidaksesuaianKriteriaPendapatan Asli
Daerah (PAD)20,875,260.00 15,627,838.00 (5,247,422.00) -25.14% u
Perimbangan 6,561,450.00 1,955,103.00 (4,606,347.00) -70.20% u
lain-lain 2,846,290.00 7,306,059.00 4,459,769.00 156.69% f
Total Pendapatan 30,283,000.00 24,889,000.00 (5,394,000.00) -17.81% u
Belanja Tak Langsung 10,719,000.00 15,625,559.00 (4,906,559.00) -45.77% u
Belanja Langsung 21,048,180.00 3,449,164.00 17,599,016.00 83.61% f
Total Belanja 31,767,190.00 19,074,724.00 12,692,466.00 39.95% f
surplus/(defisit) (1,484,190.00) 5,814,276.00
37
Lampiran 6 Hasil uji beda sample paired T-Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean
Std.
Deviation Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pendapa
tan 2008
Rencana - Realisasi 15.750 31.500 15.750 -34.374 65.874 1.000 3 .391
Belanja
2008
Rencana - Realisasi 2.250 2.630 1.315 -1.935 6.435 1.711 3 .186
Pendapa
tan 2009
Rencana - Realisasi -2.250 5.188 2.594 -10.505 6.005 -.867 3 .450
Belanja
2009
Rencana - Realisasi 2.333 2.082 1.202 -2.838 7.504 1.941 2 .192
Pendapa
ta 2010
Rencana - Realisasi 12.000 24.014 12.007 -26.211 50.211 .999 3 .391
Beanja
2010
Rencana - Realisasi 3.000 2.000 1.155 -1.968 7.968 2.598 2 .122
Pendapa
tan 2011
Rencana - Realisasi -1.000 .816 .408 -2.299 .299 -2.449 3 .092
Belanja
2011
Rencana - Realisasi 1.000 1.000 .577 -1.484 3.484 1.732 2 .225
Pendapa
tan 2012
Rencana - Realisasi 2.750 5.188 2.594 -5.505 11.005 1.060 3 .367
Belanja
2012
Rencana - Realisasi 8.333 11.930 6.888 -21.303 37.970 1.210 2 .350
38
Lampiran 7 Hasil Olah Data Regresi Berganda dengan SPSS 16.
Output Created 22-Nov-2013 08:26:09
Comments
Input Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data
File 12
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated
as missing.
Cases Used Statistics are based on cases with no
missing values for any variable used.
REGRESSION
/DESCRIPTIVES MEAN STDDEV
CORR SIG N
/MISSING LISTWISE
/STATISTICS COEFF OUTS R
ANOVA
/CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10)
/NOORIGIN
/DEPENDENT Rasio_PAD
/METHOD=ENTER Rasio_DAU
Rasio_BD Rasio_DBH
/SAVE RESID.
Resources Processor Time 00:00:00.032
Elapsed Time 00:00:00.031
Memory Required 2028 bytes
Additional Memory Required
for Residual Plots 0 bytes
Variables Created or
Modified
RES_4 Unstandardized Residual
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
Rasio_PAD 53.7867 6.81857 12
Rasio_DAU 3.9033 3.84684 12
Rasio_BD 92.5000 11.26136 12
Rasio_DBH 37.4692 5.48650 12
Correlations
Rasio_PAD Rasio_DAU Rasio_BD Rasio_DBH
Pearson Correlation Rasio_PAD 1.000 -.571 .306 .169
Rasio_DAU -.571 1.000 -.006 -.449
Rasio_BD .306 -.006 1.000 .553
Rasio_DBH .169 -.449 .553 1.000
Sig. (1-tailed) Rasio_PAD . .026 .167 .300
Rasio_DAU .026 . .493 .072
39
Rasio_BD .167 .493 . .031
Rasio_DBH .300 .072 .031 .
N Rasio_PAD 12 12 12 12
Rasio_DAU 12 12 12 12
Rasio_BD 12 12 12 12
Rasio_DBH 12 12 12 12
Variables Entered/Removedb
Model
Variables
Entered
Variables
Removed Method
1 Rasio_DBH,
Rasio_DAU,
Rasio_BDa
. Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: Rasio_PAD
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .740a .548 .379 5.37536
a. Predictors: (Constant), Rasio_DBH, Rasio_DAU, Rasio_BD
b. Dependent Variable: Rasio_PAD
b. Dependent Variable: Rasio_PAD
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 50.416 14.931 3.377 .010
Rasio_DAU -1.414 .498 -.798 -2.836 .022
Rasio_BD .354 .183 .585 1.938 .089
Rasio_DBH -.637 .420 -.513 -1.518 .167
a. Dependent Variable: Rasio_PAD
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value 44.5692 62.1802 53.7867 5.04765 12
Residual -7.42339 6.03975 .00000 4.58412 12
Std. Predicted Value -1.826 1.663 .000 1.000 12
Std. Residual -1.381 1.124 .000 .853 12
a. Dependent Variable: Rasio_PAD
Lanjutan Lampiran 7
40
Lampiran 8 Jumlah PAD, DAU, DBH, BD, dan total pendapatan (Rp)
Lampiran 9 Jumlah PAD dari tahun 1994 hingga tahun 2012
No Tahun Jumlah PAD (Rp)
1 1994 1.316.884.652.039
2 1995 1.672.650.573.307
3 1996 1.787.375.781.340
4 1997 1.830.739.099.897
5 1998 1.225.922.139.448
6 1999 1.692.919.376.026
7 2000 2.439.285.000.000
8 2001 3.644.150.890.000
9 2002 4.509.529.750.000
10 2003 5.261.851.410.000
11 2004 6.430.334.810.000
12 2005 7.597.867.920.000
13 2006 7.817.545.130.000
14 2007 8.733.022.674.720
15 2008 10.455.570.000.000
16 2009 10.601.057.958.783
17 2010 12.891.992.182.041
18 2011 17.825.520.000.000
19 2012 15.627.838.700.000
Tahun PAD DAU BD DBH Total pendapatan
2001 3,644,150,890,000 773,063,600,000 6,856,700,810,000 2,911,392,540,000 9,095,723,790,000
2002 4,509,529,750,000 781,802,710,000 8,556,135,980,000 3,191,283,150,000 10,721,638,580,000
2003 5,261,851,410,000 957,615,650,000 10,382,597,140,000 3,762,904,520,000 9,982,371,570,000
2004 6,430,334,810,000 927,249,860,000 11,493,273,270,000 4,188,741,650,000 11,546,326,320,000
2005 7,597,867,920,000 773,023,900,000 12,447,564,530,000 4,996,984,120,000 13,476,933,940,000
2006 7,817,545,130,000 773,024,100,000 15,175,454,120,000 5,747,049,270,000 14,337,618,500,000
2007 8,733,022,674,720 119,943,000,000 17,284,146,864,181 7,025,025,827,177 16,531,073,001,897
2008 10,455,570,000,000 - 15,956,526,086,574 8,702,813,393,647 19,221,757,870,603
2009 10,601,057,958,783 - 19,511,099,430,822 8,650,835,929,772 19,262,681,588,555
2010 12,891,992,182,041 - 21,552,895,838,935 9,537,609,058,087 23,025,986,993,128
2011 17,825,520,000,000 209,909,442,000 26,423,599,893,297 8,939,799,521,289 28,297,361,482,869
2012 15,627,838,700,000 206,495,892,000 19,077,625,450,000 7,720,271,463,800 24,889,000,570,000
tahun Rasio PAD Rasio DAU Rasio BD Rasio DBH
2001 40.06% 8.50% 75% 32.01%
2002 42.06% 7.29% 80% 29.76%
2003 52.71% 9.59% 104% 37.70%
2004 55.69% 8.03% 100% 36.28%
2005 56.38% 5.74% 92% 37.08%
2006 54.52% 5.39% 106% 40.08%
2007 52.83% 0.73% 105% 42.50%
2008 54.39% 0.00% 83% 45.28%
2009 55.03% 0.00% 101% 44.91%
2010 55.99% 0.00% 94% 41.42%
2011 62.99% 0.74% 93% 31.59%
2012 62.79% 0.83% 77% 31.02%
41
Index
C1
18161412108642
2,0000E+13
1,5000E+13
1,0000E+13
5,0000E+12
0
Moving Average
Length 10
Accuracy Measures
MAPE 5,19677E+01
MAD 5,55077E+12
MSD 3,39891E+25
Variable
Actual
Fits
Moving Average Plot for C1
Index
C1
18161412108642
2,0000E+13
1,5000E+13
1,0000E+13
5,0000E+12
0
Smoothing Constant
Alpha 1,05
Accuracy Measures
MAPE 1,70399E+01
MAD 1,03267E+12
MSD 2,33615E+24
Variable
Actual
Fits
Single Exponential Smoothing Plot for C1
Index
C1
18161412108642
2,5000E+13
2,0000E+13
1,5000E+13
1,0000E+13
5,0000E+12
0
Smoothing Constants
Alpha (level) 1,10000
Gamma (trend) 0,72727
Accuracy Measures
MAPE 1,65921E+01
MAD 1,01005E+12
MSD 3,26497E+24
Variable
Actual
Fits
Double Exponential Smoothing Plot for C1
Lampiran 10 Hasil olah data peramalan PAD dengan Minitab 14
Index
C1
18161412108642
2,0000E+13
1,5000E+13
1,0000E+13
5,0000E+12
0
Accuracy Measures
MAPE 4,29833E+01
MAD 1,33131E+12
MSD 2,58822E+24
Variable
Actual
Fits
Trend Analysis Plot for C1Linear Trend Model
Yt = -2,08002E+12 + 857276213703*t
Index
C1
18161412108642
2,0000E+13
1,5000E+13
1,0000E+13
5,0000E+12
0
Accuracy Measures
MAPE 1,32046E+01
MAD 5,97099E+11
MSD 7,22601E+23
Variable
Actual
Fits
Trend Analysis Plot for C1Quadratic Trend Model
Yt = 1,498147E+12 - 165057972298*t + 51116709300*t**2
Index
C1
18161412108642
2,0000E+13
1,5000E+13
1,0000E+13
5,0000E+12
0
Accuracy Measures
MAPE 3,99652E+01
MAD 1,20532E+12
MSD 2,16962E+24
Variable
Trend
Actual
Fits
Time Series Decomposition Plot for C1Multiplicative Model
Index
C1
18161412108642
2,0000E+13
1,5000E+13
1,0000E+13
5,0000E+12
0
Accuracy Measures
MAPE 4,14667E+01
MAD 1,28113E+12
MSD 2,50224E+24
Variable
Trend
Actual
Fits
Time Series Decomposition Plot for C1Additive Model
42
Lam
piran
11 H
asil perh
itungan
kontrib
usi sek
tor terh
adap
PD
RB
dan
pertu
mb
uhan
laju P
DR
B
Sektoral
Pertumbuhan
Sektor 2008 2009 2010 2011 2012 rata-rata sektor rata-rata PDRB Klasifikasi
Pertanian 353.723.390.530Rp 371.469.499.100Rp 395.633.574.640Rp 379.946.313.738Rp 404.642.824.131Rp 381.083.120.428Rp 44.279.826.066.962Rp rendah
Pertambangan dan Penggalian 1.662.499.935.491Rp 1.560.171.896.220Rp 1.701.224.370.952Rp 2.110.812.854.100Rp 2.113.134.748.240Rp 1.829.568.761.001Rp 44.279.826.066.962Rp rendah
Industri Pengolahan 55.605.316.991.316Rp 57.949.241.859.600Rp 62.233.161.290.872Rp 66.026.226.076.248Rp 70.228.010.143.620Rp 62.408.391.272.331Rp 44.279.826.066.962Rp Tinggi
Listrik, Gas, dan Air bersih 3.926.329.634.883Rp 4.049.017.540.190Rp 4.075.025.818.792Rp 4.137.193.194.036Rp 4.181.309.182.687Rp 4.073.775.074.118Rp 44.279.826.066.962Rp rendah
Bangunan 39.970.743.129.890Rp 42.496.110.697.040Rp 45.181.354.223.888Rp 48.126.533.073.480Rp 51.434.598.978.426Rp 45.441.868.020.545Rp 44.279.826.066.962Rp Tinggi
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 73.362.231.195.922Rp 76.522.716.814.600Rp 81.856.586.593.016Rp 87.852.030.987.642Rp 92.888.008.294.954Rp 82.496.314.777.227Rp 44.279.826.066.962Rp Tinggi
Pengangkutan dan Komunikasi 33.143.881.692.661Rp 36.738.333.460.990Rp 40.235.934.540.888Rp 43.440.528.537.378Rp 46.533.924.775.062Rp 40.018.520.601.396Rp 44.279.826.066.962Rp rendah
Keuangan, Persewaan, dan Jasa
Perusahaan101.094.145.013.474Rp 104.642.957.896.470Rp 109.788.316.962.600Rp 116.727.950.831.730Rp 124.495.108.890.962Rp 111.349.695.919.047Rp 44.279.826.066.962Rp
Tinggi
Jasa-jasa 44.604.519.545.833Rp 47.139.479.435.790Rp 50.126.773.906.888Rp 53.361.348.951.648Rp 57.369.360.399.013Rp 50.520.296.447.834Rp 44.279.826.066.962Rp Tinggi
PDRB 353.723.390.530.000Rp 371.469.499.100.000Rp 395.633.574.640.000Rp 422.162.570.820.000Rp 449.603.137.923.300Rp 398.518.434.602.660Rp 44.279.826.066.962Rp
Sektor 2009 2010 2011 2012
Rata-rata
pertumbuha
n sektoral
Rata-rata
pertumbuhan
PDRB
Kriteria
Pertanian 0,050169452 0,065049959 -0,039650985 0,065 0,03514211 0,061818468 rendah
Pertambangan dan Penggalian -0,061550703 0,090408291 0,240761001 0,0011 0,06767965 0,061818468 Tinggi
Industri Pengolahan 0,042152891 0,073925375 0,060949254 0,063638107 0,06016641 0,061818468 rendah
Listrik, Gas, dan Air bersih 0,03124748 0,006423355 0,015255701 0,010663265 0,01589745 0,061818468 rendah
Bangunan 0,063180401 0,063187983 0,065185714 0,068736842 0,06507274 0,061818468 Tinggi
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 0,043080555 0,069703089 0,073243274 0,057323402 0,06083758 0,061818468 rendah
Pengangkutan dan Komunikasi 0,108449934 0,095203041 0,079645074 0,071209913 0,08862699 0,061818468 Tinggi
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan0,03510404 0,04917062 0,06320922 0,066540687 0,05350614 0,061818468 rendah
Jasa-jasa 0,056831907 0,063371393 0,064527892 0,075110759 0,06496049 0,061818468 Tinggi
42
43
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Adipta Nur Pratama, dilahirkan di Lamongan pada
tanggal 28 Mei 1990. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Ali Ashari
dan Siti Halimah. Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1994 di TK Al-
Islamiyah Mojoasem Laren Lamongan, kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar
Negeri Mojoasem Laren Lamongan pada tahun 1996. Selain memasuki Sekolah
Dasar Negeri, penulis juga memasuki Madrasah Ibtida’iyah Mojoasem Laren
Lamongan. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan tersebut pada tahun 2002.
Penulis melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Lanjut Tingkat Pertama di SMPN
2 Laren Lamongan, penulis memasuki jenjang pendidikan SMP pada tahun 2002
dan lulus pada tahun 2005, Selama menempuh pendidikan di SMP penulis
mendapat prestasi juara 1 lomba lukis dan juara 1 lomba tulis kaligrafi se-
kecamatan Babat. Setelah lulus SMP, penulis melanjutkan ke jenjang yang lebih
tinggi yaitu SMA, pada tahun 2005 penulis diterima di SMAN 1 Cikupa
Tangerang dan lulus pada tahun 2008. Penulis diterima sebagai mahasiswa
Direktorat Program Diploma (DPD) Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Tahun
2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Keahlian
Perencanaan dan Pengendalian Produksi Manufaktur/Jasa, dan melanjutkan studi
Sarjana pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen IPB tahun 2011. Selama
masa kuliah, penulis aktif tergabung dalam organisasi-organisasi perkuliahan
sebagai ketua BEMCO, Wakil kepala Departemen Ekonomi dan Bisnis Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM), Wakil Presdir EXOM, Ketua Fieldtrip PPMJ 45,
Ketua Program Wirausaha Diploma, Koordinator acara fieldtrip Academic Visit
(Malaysia-Singapore), Koordinator acara MPKMB, Ketua PKMM, dll. Adapun
prestasi yang pernah diraih penulis selama menjadi mahasiswa antara lain adalah
Juara 2 fotografi IAC IPB, Juara 3 fotografi PEKSIMIDA tingkat DKI Jakarta,
dan Juara 3 film dokumenter IAC IPB.