Evaluasi Kinerja

32
A. Pendahuluan Sejak tahun 1980-an, teknologi informasi telah tersedia di setiap sudut kota. Informasi diterbitkan dalam bentuk pengukuran kinerja sector public. Tujuan prinsip pengemembangan informasi adalah pengembanggan kepentingan kelompak dalam mengendalikan sumber daya sector public. Peneliyian dan verifikasi kinerja oleh auditor sector public telah mampu menguak berbagai pemasalahan kepentingan dalam organisasi dan pelayanan public. Dalam hal ini, pengembangan teknologi menjadi kunci kapasitas pengendalian kinerja pelayanan public. Setelah operasionalisasi anggaran, langkah selanjutnya adalah pengukuran kinerja untuk menilai prestasi manajer dan unit organisasi yang dipimpinnya. Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manajer dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas bukan sekedar kemampuan menunjukkan bagaimana uang publik dibelanjakan tetapi meliputi kemampuan menunjukkan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara ekonomis, efisien dan efektif. Pusat pertanggungjawaban berperan untuk menciptakan indicator kinerja sebagai dasar untuk menilai kinerja. Dipergunakannya system pengukuran kinerja yang handal (reliable) merupakan salah satu factor kunci suksesnya organisasi. B. Konsep Kinerja Institusi Sektor Publik 1

Transcript of Evaluasi Kinerja

Page 1: Evaluasi Kinerja

A. Pendahuluan

Sejak tahun 1980-an, teknologi informasi telah tersedia di setiap sudut kota. Informasi

diterbitkan dalam bentuk pengukuran kinerja sector public. Tujuan prinsip pengemembangan

informasi adalah pengembanggan kepentingan kelompak dalam mengendalikan sumber daya

sector public. Peneliyian dan verifikasi kinerja oleh auditor sector public telah mampu

menguak berbagai pemasalahan kepentingan dalam organisasi dan pelayanan public. Dalam

hal ini, pengembangan teknologi menjadi kunci kapasitas pengendalian kinerja pelayanan

public.

Setelah operasionalisasi anggaran, langkah selanjutnya adalah pengukuran kinerja

untuk menilai prestasi manajer dan unit organisasi yang dipimpinnya. Pengukuran kinerja

sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manajer dalam menghasilkan

pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas bukan sekedar kemampuan menunjukkan

bagaimana uang publik dibelanjakan tetapi meliputi kemampuan menunjukkan bahwa uang

publik tersebut telah dibelanjakan secara ekonomis, efisien dan efektif. Pusat

pertanggungjawaban berperan untuk menciptakan indicator kinerja sebagai dasar untuk

menilai kinerja. Dipergunakannya system pengukuran kinerja yang handal (reliable)

merupakan salah satu factor kunci suksesnya organisasi.

B. Konsep Kinerja Institusi Sektor Publik

a. Pengukuran Kinerja Organisasi sektor Publik

Sistem pengukuran kinerja sector publik adalah merupakan suatu system yang

bertujuan untuk membantu manajer publik dalam menilai pencapaian suatu strategi

melalui alat ukur financial dan nonfinansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan

sebagai alat pengendalian organisasi, karena pengukuran kinerja diperkuat dengan

menetapkan reward and punishment system.

Pengukuran kinerja sector public dilakukan untuk memenuhi tiga sasaran, yaitu :

1) sasaran pengukuran kinerja sector publik ditujukan untuk membantu memperbaiki

kinerja pemerintah. Ukuran kinerja dimaksudkan untuk membantu pemerintah berfokus

pada tujuan dan sasaran program unit kerja.Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan

efisiensi dan efektifitas organisasi sector publik dalam pemberian pelayanan publik.

1

Page 2: Evaluasi Kinerja

2) sasaran ukuran kinerja sector publik ditujukan untuk pengalokasian sumber daya dan

penbuatan keputusan.

3) sasaran ukuran kinerja sector public ditujukan untuk mewujudkan pertang-

gungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.

Oleh pihak legislatif, ukuran kinerja digunakan untuk menentukan kelayakan

biaya pelayanan (cost of service) yang dibebankan kepada masyarakat pengguna jasa

publik. Masyarakat tentu tidak mau terus menerus ditarik pungutan sementara pelayanan

yang mereka terima tidak ada peningkatan kualitas dan kuantitasnya. Oleh karena itu,

pemerintah berkewajiban untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik.

Masyarakat menghendaki pemerintah dapat memberikan banyak pelayanan dengan biaya

yang murah (do more with less).

Kinerja sector public bersifat multi dimensional, sehingga tidak ada indicator

tunggal yang dapat digunakkan untuk menunjukkan kinerja secara komprehensif.

Berbeda dengan sector swasta, karena sifat output yang dihasilkan sector publik lebih

banyak bersifat intangible output, maka ukuran financial saja tidak cukup untuk

mengukur kinerja sector public. Oleh karena itu perlu dikembangkan ukuran kinerja non

financial.

b. Tujuan dan Manfaat Pengukuran Kinerja

Tujuan Sistem Pengukuran Kinerja

Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down dan bottom up)

Untuk mengukur kinerja financial dan non financial secara berimbang sehingga

dapat diukur perkembangan pencapaian strategi

Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan

bawah serta memotivasi untuk mencapai gold congruence: dan

Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan

kemampuan kolektif yang rasioanal.

Manfaat Sistem Pengukuran kinerja

Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja

manajemen

Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan

2

Page 3: Evaluasi Kinerja

Untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan membandingkannya

dengan target kinerja serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki

kinerja

Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (reward &

punishment) secara objektif atas pencapaian prestasi yang diukur sesuai dengan

system pengkuran kinerja yang telah disepakati

Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka

memperbaiki kinerja organisasi

Membantu mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi

Membantu memahami proses kegiatan pemerintah dan

Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif.

c. Kendala Pengukuran Kinerja Organisasi Sektor Publik

a)     Tujuan organisasi bukan memaksimalkan laba.

Kinerja manajemen organisasi swasta yang bertujuan maksimalisasi laba bisa dinilai

berdasarkan rasio-rasio yang biasa didapatkan dari sebuah laporan keuangan

misalnya return on investment, rasio pendapatan terhadap sumberdaya yang

digunakan, rasia likuiditas, rasio solvabilitas, rasio rentabilitas, dan rasio keungan

lainnya.

b)     Sifat output adalah kualitatif,intangible, dan indirect.

Pada umumnya, output organisasi sector public tidak berwujud barang atau produk

fisik, tetapi berupa pelayanan.

c)     Antara input dan output tidak mempunyai hubungan secara langsung (discretionary

cost center)

Organisasi public merupakan sebuah entitas yang harus diperlakukan sebagai pusat

pertangungjawaban. Karakteristik input yang terjadi sebagian besar tidak bisa

ditelusuri atau dibandingkan secara langsung dengan outputnya, sebagaimana sifat

biaya kebijakan.

d)     Tidak beroperasi berdasarkan market force sehingga memerlukan instrument

penganti mekanisme pasar.

3

Page 4: Evaluasi Kinerja

Organisasi sector public tidak beroperasi sebagaimana pasar persaingan sempurna

sehingga tidak semua output yang dihasilkan tersedia di pasar secara bersaing.

e)     Berhubungan dengan kepuasan pelanggan (masyarakat)

Orgaisasi sector public menyediakan jas pelayanan bagi masyarakat yang sangat

heterogen.mengukur kepuasan masyarakat yang mempunyai kebutuhan dan harapan

yang berabeka ragam tidaklah mudah dilakukan. ( Bastian,2006)

d. Informasi sebagai Pengukuran Kinerja

1) Informasi Finansial

Penilaian laporan kinerja finaansial diukur berdasarkan pada anggaran yang

telah dibuat. Penilaian tersebut dilakukan dengan menganilisis varians (selisih atau

perbedaan) antara kinerja actual dengan yang dianggarkan

Analisis varians secara garis besar berfokus pada:

a) Varians pendapatan (revenue variance)

b) Varians pengeluaran(expenditure variance)

c) Varians belanja rutin (recurrent expenditure variance)

d) Varians belanja investasi/modal(capital expenditure variance)

Setelah dilakukan analisis varians, maka dilakukan identifikasi sumber

penyebab terjadinya varians dengan menelusur varians tersebut hingga level

manajemen paling bawah. Hal tersebut dilakukan guna mengetahui unit spesifik mana

yang bertangguang jawab terhadap terjadinya varians sampai tingkat manajemem

paling bawah.

Penggunaan analisis varians saja belum cukup untuk mengukur kinerja,

karena dalam analisis varians masih mengandung keterbatasan (constrain).

Keterbatasan analisis varians diantaranya terkait dengan kesulitan menetapkan

signifikansi besarnya varians.

2) Informasi NonFinansial

Informasi Non Finansial dapat dijadikan sebagai tolak ukur lainnya. Informasi

non-Fiansial dapat menambah keyakinan terhadap kualitas proses pengendalian

manajemen. Teknik pengukuran kinerja secara komprehensif yang banyak

dikembangkan oleh berbagai organisasi dewasa ini adalah Balance Scorecard.

4

Page 5: Evaluasi Kinerja

Dengan Balance Scorecard kinerja organisasi diukur tidak hanya berdasarkan aspek

finansialnya saja, akan tetapi juga aspek non – Finansial. Pengukuran dengan metode

Balance Scorecard melibatkan empat aspek yaitu:

a) Perspektif Finansial (financial perpective)

b) Perspektif Kepuasan pelanggan (customer perspective)

c) Perspektif efisiensi proses internal (internal proses efficiency)

d) Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth perpective).

Jenis informasi non Finansial dapat dinyatakan dalam variable kunci (key

variable) atau sering dinamakan key success factor. Key result factor, atau pulse

point. Variabel kunci adalah variable yang mengindikasikan factor – factor yang

menjadi sebab kesuksesan suatu organisasi. Jika terjadi perubahan yang tidak

diinginkan, maka variable ini harus segera disesuaikan. Suatu variable memiliki

beberapa karakteristik antara lain:

a) Menjelaskan factor pemicu keberhasilan dan kegagalan organisasi

b) Sangat volatile dan dapat berubah dengan cepat

c) Perubahannya tidak dapat diprediksi

d) Jika terjadi perubahan perlu diambil tindakan segera, dan

e) Variabel tersebut dapat diukur, baik secara langsung maupun melalui ukuran

antara (surrogate).

Sebagai contoh, kepuasan masyarakat tidak dapat diukur secara langsung;

akan tetapi dapat dibuat ukuran antaranya, misalnya jumlah aduan, tuntutan,

demonstrasi dapat dijadikan variable kunci.

C. Penggunaan Alat Ukur Kinerja

a. Pengertian Indikator Kinerja

Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang

menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan

(BPKP, 2000). Sementara menurut Lohman (2003), indikator kinerja (performance

indicators) adalah suatu variabel yang digunakan untuk mengekspresikan secara

kuantitatif efektivitas dan efisiensi proses atau operasi dengan berpedoman pada target-

5

Page 6: Evaluasi Kinerja

target dan tujuan organisasi. Jadi jelas bahwa indikator kinerja merupakan kriteria yang

digunakan untuk menilai keberhasilan pencapaian tujuan organisasi yang diwujudkan

dalam ukuran-ukuran tertentu.

Untuk melakukan pengukuran kinerja, variable kunci yang sudah teridentifikasi

tersebut kemudian dikembangkan menjadi indicator kinerja untuk unit kerja yang

bersangkutan. Untuk dapat diketahui tingkat capaian kinerja, indicator kinerja tersebut

kemudian dibandingkan dengan target kinerja atau standar kinerja. Tahap terkhir adalah

evaluasi kinerja yang hasilnya berupa feedback, reward, dan punishment kepada manajer

pusat pertanggungjawaban.

Indikator kinerja digunakan sebagai indicator pelaksanaan strategi yang telah

ditetapkan. Indikator kinerja tersebut dapat berbentuk :

a) Keberhasilan Utama Organisasi (critical success factor).

Faktor Keberhasilan Utama adalah suatu area yang mengindikasikan kesuksesan

kinerja unit kerja organisasi. Area ini merefleksikan preferensi manajerial dengan

memperhatikan variable – variable kunci financial dan non Finansial pada kondisi

waktu tertentu. Critical success factor tersebut harus secara konsisten mengikuti

perubahan yang terjadi dalam organisasi.

b) Indicator Kinerja Kunci (key performance indicator).

Indikator Kinerja Kunci merupakan sekumpulan indicator yang dapat dianggap

sebagai ukuran kinerja kunci baik yang bersifat Finansial maupun non Finansial

untuk melaksanakan operasi dan kinerja unit bisnis. Indikator ini dapat digunakan

oleh manajer untuk mendeteksi dan memonitor capaian kinerja.

b. Komponen Indikator Kinerja

Penggunaan indicator kinerja sangat penting untuk mengetahui apakah suatu

aktifitas atau program telah dilakukan secara efisien dan efektif. Indikator untuk tiap –

tiap unit organisasi berbeda – beda tergantung pada tipe pelayanan yang dihasilkan.

Penentuan indicator kinerja perlu mempertimbangkan komponen berikut:

a) Biaya pelayanan (cost of service)

6

Page 7: Evaluasi Kinerja

Indikator biaya biasanya diukur dalam bentuk biaya unit (unit cost), misalnya biaya

per unit pelayanan. Beberapa pelayanan mungkin tidak dapat ditentukan biaya

unitnya,karena output yang dihasilkan tidak dapat dikuantifikasi atau tidak ada

keseragaman tipe pelayanan yang diberikan. Untuk kondisi tersebut dapat dibuat

indicator kinerja proksi, misalnya belanja per kapita.

b) Penggunaan (utilization)

Indikator penggunaan pada dasarnya membandingkan antara jumlah pelayanan yang

ditawarkan (supply of service) dengan permintaan publik (public demand). Indikator

ini harus mempertimbangkan preferensi publik, sedangkan pengukurannya biasanya

berupa volume absolut atau persentase tertentu, misalnya persentase penggunaan

kapasitas. Contoh lain adalah rata-rata jumlah penumpang per bus yang dioperasikan.

Indikator kinerja ini digunakan untuk mengetahui frekuensi operasi atau kapasitas

kendaraan yang digunakan pada tiap-tiap jalur.

c) Kualitas dan standar pelayanan (quality and standards)

Indikator kualitas dan standar pelayanan merupakan indicator yang paling sulit

diukur, karena menyangkut pertimbangan yang sifatnya subyektif. Penggunaan

indicator kualitas dan standar pelayanan harus dilakukan secara hati-hati karena kalau

terlalu menekankan indicator ini justru dapat menyebabkan kontra produktif. Contoh

indicator kualitas dan standar pelayanan misalnya perubahan jumlah komplain

masyarakat atas pelayanan tertentu.

d) Cakupan pelayanan (coverage)

Indikator cakupan pelayanan perlu dipertimbangkan apabila terdapat kebijakan atau

peraturan perundangan yang mensyaratkan untuk memberikan pelayanan dengan

tingkat pelayanan minimal yang telah ditetapkan.

e) Kepuasan (satisfaction)

Indikator kepuasan biasanya diukur melalui metode jajak pendapat secara langsung.

Bagi pemerintah daerah, metode penjaringan aspirasi masyarakat (need

assessment), dapat juga digunakan untuk menetapkan indicator kepuasan. Namun

demikian, dapat juga digunakan indicator proksi misalnya jumlah komplain.

Pembuatan indicator kinerja tersebut memerlukan kerja sama antar unit kerja.

c. Syarat-syarat Indikator Ideal

7

Page 8: Evaluasi Kinerja

Indikator kinerja bisa berbeda untuk setiap organisasi, namun setidaknya ada

persyaratan umum untuk terwujudnya suatu indikator yang ideal.

Menurut Palmer (1995), syarat-syarat indikator yang ideal adalah sebagai berikut:

1.   Consitency. Berbagai definisi yang digunakan untuk merumuskan indicator kinerja

harus konsisten, baik antara periode waktu maupun antar unit-unit organisasi.

2.   Comparibility. Indikator kinerja harus mempunyai daya banding secara layak.

3.   Clarity. Indikator kinerja harus sederhana, didefinisikan secara jelas dan mudah

dipahami.

4.   Controllability. Pengukuran kinerja terhadap seorang manajer publik harus

berdasarkan pada area yang dapat dikendalikannya.

5.   Contingency. Perumusan indikator kinerja bukan variabel yang independen dari

lingkungan internal dan eksternal. Struktur organisasi, gaya manajemen,

ketidakpastian dan kompleksitas lingkungan eksternal harus dipertimbangkan dalam

perumusan indikator kinerja.

6.   Comprehensiveness. Indikator kinerja harus merefleksikan semua aspek perilaku

yang cukup penting untuk pembuatan keputusan manajerial.

7.   Boundedness. Indikator kinerja harus difokuskan pada faktor-faktor utama yang

merupakan keberhasilan organisasi.

8.   Relevance. Berbagai penerapan membutuhkan indicator spesifik sehingga relevan

untuk kondisi dan kebutuhan tertentu.

9.   Feasibility. Target-target yang digunakan sebagai dasar perumusan indikator kinerja

harus merupakan harapan yang realistik dan dapat dicapai.

Sementara itu, syarat indikator kinerja menurut BPKP (2000) adalah sebagai berikut:

1.   Spesifik dan jelas, sehingga dapat dipahami dan tidak ada kemungkinan kesalahan

interpretasi.

2.   Dapat diukur secara obyektif baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitaitf, yaitu

dua atau lebih mengukur indicator kinerja mempunyai kesimpulan yang sama.

3.   Relevan, indikator kinerja harus menangani aspek-aspek obyektif yang relevan.

4.   Dapat dicapai, penting, dan harus berguna untuk menunjukkan keberhasilan masukan,

keluaran, hasil, manfaat, dan dampak serta proses.

8

Page 9: Evaluasi Kinerja

5.   Harus cukup flesibel dan sensitive terhadap perubahan/penyesuaian pelaksanaan dan

hasil pelaksanaan kegiatan

6.   Efektif. Data/informasi yang berkaitan dengan indicator kinerja yang bersangkutan

dapat dikumpulkan, diolah, dan dianalisis dengan biaya yang tersedia. 

d. Indikator Kinerja pada Organisasi Sektor Publik

Inti pengukuran kinerja pemerintah adalah pengukuran value for money. Kinerja

pemerintah harus diukur dari sisi input,outpur dan outcome. Tujuan pengukuran value for

money yaitu mengukur tingkat keekonomisan dalam alokasi sumber daya, efisiensi dalam

penggunaan sumber daya dan hasil yang maksimal, serta efektifitas dalam penggunaan

sumber daya.

1) Pengukuran Value For Money

Value for money merupakan konsep pengelolaan organisasi sektor publik yang

mendasarkan pada tiga elemen utama, yaitu :

a) Ekonomi : pemerolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada

harga yang terendah. Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input

value yang dinyatakan dalam satuan moneter.

b) Efisiensi : pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu atau

penggunaan input yang rendah untuk mencapai output tertentu. Efisiensi

merupakan perbandingan output/input yang dikaitkan dengan standard kinerja

atau target yang telah ditetapkan.

c) Efektivitas : tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan.

Secara sederhana efektivitas merupakanperbandingan outcome dengan output.

Langkah-langkah Pengukuran Value For Money :

a) Pengukuran Ekonomi

Pengukuran efektifitas hanya mempehatikan keluaran y didapat, sedangkan

pengukuran ekonomi hanya mempertimbangkan masukan yang dipergunakan.

Ekonomi merupakan ukuran yang relative. Pertanyaan sehubungan dengan

pengukuran ekonomu adalah:

9

Page 10: Evaluasi Kinerja

Apakah biaya organisasi lebih besar dari yang telah dianggarkan oleh organisasi?

Apakah biaya organisasi lebih besar daripada biaya organisasi lain yang sejenis

yang dapat diperbandingkan?

Apakah organisasi telah menggunakan sumber daya finansialnya secara

optimal?

b) Pengukuran Efisiensi

Efisiensi merupakan hal penting dari ketiga pokok bahasan value for money.

Efisiensi diukur dengan rasio antara output dengan input. Semakin besar output

disbanding input, maka semakin tinggi tingkat efisiensi suatu organisasi.

Rasio efisiensi tidak dinyatakan dalam bentuk absolute tetapi dalam bentuk

relative. Unit A adalah lebih efisien dibandingkan unit B, unit A lebih efisien tahun

ini disbanding tahun lalu, dan seterusnya. Karena efisiensi diukur dengan

membandingkan keluaran dan masukan, maka perbaikan efisiensi dapat dilakukan

dengan cara:

Meningkatkan output pada tingkat input yang sama

Meningkatkan output dalam proprsi yang lebih besar daripada proporsi

peningkatan input.

Menurunkan inout pada tingkatan output yang sama

Menurunkan input dalam proporsi yang lebih besar daripada proporsi penurunan

output

Penyebut atau input sekunder seringkali diukur dalam bentuk satuan mata

uang. Pembilang atau output dapat diukur baik dalam jumlah uang ataupun satuan

fisik. (Catatan: efisiensi seringkali juga dinyatakan dalam bentuk input/output,

dengan interpretasi yang sama dengan bentuk input/output, contoh: biaya per unit

output).

10

outputEfisiensi =

input

Page 11: Evaluasi Kinerja

Dalam pengukuran kinerja value for money , efisiensi dapat dibagi menjasi

dua: (a) efisiensi alokasi (efisiensi 1), dan (b) efisiensi teknis atau efisiensi

manajerial (efisiensi 2). Efisiensi alokasi terkait dengan kemampuan untuk

mendayagunakan sumber daya input pada tingkat kapasitas optimal. Efisiensi teknis

(manajerial) terkait dengan kemampauan mendayagunakan sumber daya input pada

tingkat output tertentu.

c) Pengukuran Efektifitas

Efektifitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai

tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan, maka organisasi

tersebut dikatakan telah berjalan dengan efektif. Hal terpenting yang perlu dicatat

adalah bahwa efektifitas tidak menyatakan berapa besar biaya yang telah

dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut. Biaya boleh jadi melebihi apa yang

telah dianggarkan, boleh jadi dua kali lebih besar atau bahkan tiga kali lebih besar

daripada yang telah dianggarkan. Efektifitas hanya melihat apakah suatu program

atau kegiatan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

d) Pengukuran Outcome

Outcome adalah dampak suatu program atau kegiatan terhadap masyarakat.

Outcome lebih tinggi nilainya daripada output, karena output hanya mengukur hasil

tanpa mengukur dampaknya terhadap masyarakat, sedangkan outcome mengukur

kualitas outputdan danpak yang dihasilkan (Smith, 1996). Pengukuran outcome

memiliki dua peran yaitu peran retrospektif dan prospektif. Peran retrospektif

terkait dengan penilaian kinerja masa lalu, sedangkan peran prospektif terkait

dengan perencanaan kinerja masa yang akan datang.

Sebagai peran prospektif, pengukuran outcome di gunakan untuk

mengarahkan keputusan alokasi sumber daya publik. Analisis retrospektif

memberikan bukti terhadap praktik yang baik (good management). Bukti tersebut

dapat menjadi dasar untuk menetapkan target di masa yang akan datang dan

mendorong untuk menggunakan praktik yang terbaik. Atau dapat juga bukti

tersebut digunakan untuk membantu pembuat keputusan dalam menentukan

program mana yang perlu dilaksanakan dan metode terbaik mana yang perlu

digunakan untuk melaksanakan program tersebut.

11

Page 12: Evaluasi Kinerja

Manfaat Implementasi Konsep  Value for Money

Meningkatan efektivitas pelayanan publik, dalam arti pelayanan yang diberikan tepat

sasaran

Meningkatkan mutu pelayanan publik

Menurunkan biaya pelayanan publik karena hilangnya inefisiensi dan terjadinya

penghematan dalam penggunan input

Alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan publik

Meningkatkan kesadaran akan uang publik (public costs awareness) sebagai akar

pelaksanaan akuntanbilitas publik

Indikator Kinerja Sebagai Pembanding

Pemerintah daerah dapat melakukan sejumlah perbandingan dalam upaya

melakukan pengukuran kinerja di organisasinya. Beberapa perbandingan yang bisa

dilakukan antara lain:

1.   Membandingkan kinerja tahun ini dengan kinerja tahun lalu.

2.   Membandingkan kinerja tahun ini dengan berbagai standar yang diturunkan dari

pemerintah pusat atau dari daerah sendiri.

3.   Membandingkan kinerja unit atau seksi yang ada pada sebuah departemen dengan

unit atau seksi departemen lain yang menyediakan jasa layanan yang sama.

4.   Membandingkan dengan berbagai ketentuan  pada sektor swasta.

5.   Membandingkan bidang dan fungsi yang menjadi tanggung jawab pemerintah

daerah dengan bidang dan fungsi yang sama pada pemerintah daerah lain.

D. AKIP dan LAKIP

a. Siklus AKIP (Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah)

Di Indonesia, kewajiban instansi pemerintah untuk menerapkan system

akuntabilitas kinerja berlandaskan pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor7 Tahun 1999

tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Dalam Inpres tersebut dinyatakan

bahwa akuntabilitas kinerja instansi pemerintah adalah perwujudan kewajiban suatu

instansi pemerintah untuk mempertanggung jawabkan keberhasilan/kegagalan

pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan

melalui pertanggung jawaban secara periodik.

12

Page 13: Evaluasi Kinerja

Sjahruddin Rasul menyatakan bahwa siklus akuntabilitas kinerja instansi

pemerintah pada dasarnya berlandaskan pada konsep manajemen berbasis kinerja.

Adapun tahapan dalam siklus manajemen berbasis kinerja adalah sebagai berikut:

1. Penetapan perencanaan stratejik yang meliputi penetapan visi danmisi organisasi

dan strategic performance objectives.

2. Penetapan ukuran-ukuran kinerja atas perencanaan stratejik yangtelah ditetapkan

yang diikuti dengan pelaksanaan kegiatan organisasi.

3. Pengumpulan data kinerja (termasuk proses pengukuran kinerja),menganalisisnya,

mereviu, dan melaporkan data tersebut.

4. Manajemen organisasi menggunakan data yang dilaporkan tersebutuntuk

mendorong perbaikan kinerja, seperti melakukan perubahan-perubahan dan

koreksi-koreksi dan/atau melakukan penyelarasan(fine-tuning) atas kegiatan

organisasi. Begitu perubahan, koreksi, danpenyelarasan yang dibutuhkan telah

ditetapkan, maka siklus akanberulang lagi. siklus Manajemen Berbasis Kinerja

Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah merupakan suatu tatanan,instrumen, dan metode

pertanggungjawaban yang intinya meliputi tahap-tahap sebagai berikut:

1. Penetapan perencanaan stratejik.

Siklus akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dimulai dari penyusunan perencanaan

stratejik (Renstra) yang meliputi penyusunan visi, misi, tujuan, dan sasaran serta

menetapkan strategi yang akan digunakan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang

ditetapkan. Perencanaan stratejik ini kemudian dijabarkan dalam perencanaan kinerja

tahunan yang dibuat setiap tahun. Rencana kinerja ini mengungkapkan seluruh target

kinerja yang ingin dicapai (output/outcome ) dari seluruh sasaran stratejik dalam tahun

yang bersangkutan serta strategi untuk mencapainya. Rencana kinerja ini merupakan tolok

ukur yang akan digunakan dalam penilaian kinerja penyelenggaraan pemerintahan untuk suatu

periode tertentu.

2. Pengukuran kinerja.

Setelah rencana kinerja ditetapkan, tahap selanjutnya adalah pengukuran kinerja. Dalam

melaksanakan kegiatan, dilakukan pengumpulan dan pencatatan datakinerja. Data kinerja

13

Page 14: Evaluasi Kinerja

tersebut merupakan capaian kinerja yang dinyatakan dalam satuan indikator kinerja. Dengan

diperlukannya data kinerja yang akan digunakan untuk pengukuran kinerja, maka instansi

pemerintah perlumengembangkan sistem pengumpulan data kinerja, yaitu tatanan,instrumen,

dan metode pengumpulan data kinerja.

3. Pelaporan kinerja.

Pada akhir suatu periode, capaian kinerja tersebut dilaporkan kepada pihak yang berkepentingan

atau yang meminta dalam bentuk Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP).

4. Pemanfaatan informasi kinerja bagi perbaikan kinerja secara berkesinambungan.

Tahap terakhir, informasi yangtermuat dalam LAKIP tersebut dimanfaatkan bagi perbaikan

kinerja instansi secara berkesinambungan. Dalam perkembangan selanjutnya, melalui Inpres

Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, Presiden Republik Indonesia

menginstruksikan tentang penyusunan penetapan kinerja kepada menteri,  jaksa agung, 

panglima TNI,  kepala Polri,  kepala LPND,  gubernur,  bupati, dan walikota,

sebagaimana tercantum pada butir ketiga Inpres tersebut,yaitu sebagai berikut :

”Membuat penetapan kinerja dengan Pejabat dibawahnya secara berjenjang, yang bertujuan

untuk mewujudkan suatu capaian kinerja tertentu dengan sumber daya tertentu, melalui

penetapan target kinerja serta indikator kinerja yang menggambarkan keberhasilan

pencapaiannya baik berupa hasil maupun manfaat.”

b. LAKIP

1) Tujuan dan Manfaat LAKIP

Setiap instansi pemerintah dibentuk untuk mengemban suatu tugas dan tanggung jawab

tertentu dengan diberikan kewenangan atau mandat untuk melaksanakan tugas itu. Untuk

melaksanakan mandat dari masyarakat umum ini perlu adanya akuntabilitas yang baik. Akuntabilitas

yang baik,memadai, tertib, dan teratur, sudah menjadi tuntutan masyarakat kepadapemerintah. Oleh

karena itu, setiap instansi pemerintah juga diharapkan membantu pimpinan tertinggi pemerintah

untuk dapat mempertanggung jawabkan mandat/kewenangannya kepada masyarakat/ publik

melalui lembaga perwakilan.

Instansi pemerintah harus mempertanggungjawabkan dan menjelaskan

keberhasilan/kegagalan tingkat kinerja yang dicapainya. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah (LAKIP) merupakan media utama yang menuangkan kinerja instansi pemerintah.

14

Page 15: Evaluasi Kinerja

Pelaporan kinerja ini mengkomunikasikan capaian kinerja organisasi dalam suatu tahunanggaran

yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan dan sasaraninstansi pemerintah.

Tujuan dari disusunnya LAKIP adalah untuk mewujudkan akuntabilitasseseorang atau

pimpinan kolektif lembaga/instansi kepada pihak-pihakyang memberi mandat/amanah. Oleh karena

itu, pelaporan AKIP merupakan perwujudan salah satu kewajiban untuk menjawab tentang apa

yang sudah diamanahkan kepada setiap manajer/pejabat publik. LAKIP yang baik diharapkan dapat

bermanfaat untuk:

1. meningkatkan akuntabilitas instansi;

2. umpan balik peningkatan kinerja instansi pemerintah;

3. meningkatkan perencanaan di segala bidang, baik perencanaan program/ kegiatan

maupun perencanaan penggunaan sumber daya organisasi instansi;

4. meningkatkan kredibilitas instansi di mata instansi yang lebih  tinggi dan akhirnya

meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadapinstansi;

5. mengetahui dan menilai keberhasilan dan kegagalan dalammelaksanakan tugas dan

tanggung jawab instansi;

6. mendorong instansi pemerintah untuk menyelenggarakan tugasumum pemerintahan dan

pembangunan secara baik, transparan, dandapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat

(akuntabel);

2) Prinsip Penyusunan LAKIP

Prinsip penyusunan LAKIP pada umumnya mengikuti prinsip penyusunanlaporan yang

lazim menjadi syarat dapat disusunnya laporan yang baik,yaitu laporan harus disusun secara jujur,

objektif, dan transparan. Disamping itu, masih ada beberapa prinsip lain yang perlu dicermati

dansangat penting yaitu:

1.Prinsip lingkup pertanggungjawaban.

Hal-hal yang dilaporkan harus proporsional dengan lingkup kewenangan dan tanggung jawab

masing-masing dan memuat baik kegagalan maupun keberhasilan. Pihakyang melaporkan

harus dapat menuangkan secara jelas lingkup pertanggungjawaban, baik hal-hal yang dapat

dikendalikan(controllable) maupun yang tidak dapat dikendalikan (uncontrollable) kepada

pihak pengguna laporan, sehingga memudahkan dalammemahami laporan tersebut.

2. Prinsip prioritas.

15

Page 16: Evaluasi Kinerja

Hal-hal yang dilaporkan adalah hal-hal yangpenting dan relevan bagi pengambilan keputusan

danpertanggungjawaban instansi yang diperlukan untuk upaya-upayatindak lanjut . Misalnya,

hal-hal yang menonjol baik keberhasilanmaupun kegagalan, perbedaan-perbedaan atau

penyimpangan-penyimpangan antara realisasi dengan target/standar/rencana/ anggaran.

3. Prinsip manfaat.

Manfaat penyusunan laporan harus lebih besardaripada biayanya dan laporan tersebut

bermanfaat bagi peningkatanpencapaian kinerja instansi.Beberapa ciri laporan yang baik

seperti relevan, tepat waktu, dapatdipercaya/diandalkan, mudah dimengerti (jelas dan cermat),

dalam bentukyang menarik (tegas dan konsisten, tidak kontradiktif antar bagian),berdaya

banding tinggi, berdaya uji (verifiable ), lengkap, netral, padat, danterstandardisasi perlu pula

diperhatikan dalam penyusunan laporanakuntabilitas kinerja instansi pemerintah.

3) Ruang Lingkup Isi Pelaporan AKIP

Ruang lingkup pelaporan meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengantanggung jawab

atas mandat yang diberikan, pendelegasian wewenangataupun amanah kepada seorang pejabat

publik berikut berbagai sumberdaya yang digunakan untuk mencapai misinya.

Pada intinya, lingkup pelaporan AKIP yang dituangkan dalam LAKIP adalah kinerja

instansi pemerintah dalam arti keberhasilan dan kegagalanpencapaian sasaran dan tujuan instansi

pemerintah. LAKIP secara lebihlengkap meliputi pengungkapan mengenai mandat apa yang

diembaninstansi, perencanaan strategis, perencanaan kinerja, pengukuran kinerja instansi,

evaluasi kinerja, dan analisis akuntabilitas kinerja. Dalam rencana strategis disajikan gambaran

singkat mengenai visi, misi, tujuan, dan sasaran yang ingin dicapai, cara mencapai tujuan dan

sasaran, sertakebijakan dan program. Sedangkan dalam rencana kinerja diungkapkan kegiatan-

kegiatan dalam rangka mencapai sasaran sesuai denganprogram untuk tahun yang bersangkutan.

Dalam pengungkapanakuntabilitas kinerja instansi, selain dipaparkan hasil pengukuran

kinerja,evaluasi kinerja, dan analisis akuntabilitas kinerja, juga diuraikan secarasistematis

keberhasilan/kegagalan, hambatan/kendala, dan permasalahan yang dihadapi serta langkah-langkah

antisipatif yang akan diambil olehinstansi. Selain itu, lingkup pelaporan AKIP juga meliputi

akuntabilitas keuangan yang menyajikan alokasi dan realisasi anggaran bagi pelaksanaan tupoksi

atau tugas-tugas lainnya, termasuk analisis mengenaicapaian indikator kinerja instansi.

16

Page 17: Evaluasi Kinerja

Mengingat luasnya cakupan dan lingkup yang dilaporkan, agar lebih bermanfaat, LAKIP

hendaknya lebih banyak melaporkan penyajian datadan fakta secara analisis kinerja organisasi

instansi. Bagian yang disajikanpada BAB III LAKIP akan menjadi fokus utama dari materi yang

dilaporkan.Untuk lebih memfokuskan pelaporan AKIP ini maka substansi yangdilaporkan

hendaknya lebih ditekankan pada kinerja unit utama atauprogram-program utama dari organisasi.

Dengan tidak mengurangipentingnya unit-unit yang bersifat penunjang dan program-

programpenunjang maupun aktivitas penunjang, pelaporan kinerja unit utama danprogram utama

hendaknya mendapat perhatian yang lebih besar daripimpinan instansi yang menyusun LAKIP.

Pelaporan AKIP ini di samping melaporkan aktivitas atau program yang controllable  juga

melaporkan program atau kegiatan yang tidak dapatdikendalikan sendiri oleh organisasi instansi

(uncontrollable). Hal inidianggap penting karena partisipasi instansi pemerintah dewasa ini

terfragmentasi kepada bidang-bidang yang sangat luas yang tidak mungkindikelola

hanya oleh satu lembaga saja. Disinilah perlunya usaha-usahakoordinasi dan sinkronisasi bahkan

persetujuan oleh pimpinan puncak.Oleh karena itu, LAKIP diharapkan dapat difungsikan sebagai

salah satusarana untuk perwujudan good governance  di samping juga untukperbaikan manajemen.

4) Format LAKIP

Agar laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah lebih berguna untukumpan balik bagi

pihak-pihak yang berkepentingan, bentuk dan isi laporan akuntabilitas kinerja perlu diseragamkan

outline- nya, tanpa mengabaikan keunikan masing-masing unit organisasi instansi

pemerintah.Penyeragaman ini paling tidak dapat mengurangi keberagaman yang cenderung

menjauhkan pemenuhan prasyarat minimal akan informasi yang seharusnya dimuat dalam laporan

ini. Penyeragaman juga dimaksudkan untuk pelaporan yang bersifat rutin, sehingga pembandingan-

pembandingan dapat dilakukan secara memadai. Laporan akuntabilitas kinerja dapat dimasukkan

pada kategori laporan rutin karena paling tidak disusun dan disampaikan kepada pihak-pihak yang

berkepentingan setahun sekali.

Suatu format standar laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintahdiharapkan akan

mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut:

1. Laporan berisi informasi minimal agar mencapai dua tujuan sekaligus, yaitu untuk

akuntabilitas dan untuk umpan balik bagi pengambilan keputusan guna peningkatan kinerja.

17

Page 18: Evaluasi Kinerja

2. Untuk tujuan evaluasi, format yang standar ini dapat digunakan untukmencek praktik-

praktik manajemen pemerintahan yang baik;

3. Format yang standar ini dapat digunakan sebagai prototype  laporan yang akan diperbaiki

terus-menerus, baik dari segi penyusunan maupun penyajian informasinya.

Format standar laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintahdiharapkan dapat

memudahkan pihak-pihak eksternal untuk mengaksesdan mengevaluasi. Hal ini akan

dapat memudahkan pihak internal untuk memberikan informasi-informasi yang setidaknya

disepakati untuk mencapai tujuan pelaporan.

E. Imbalan dan Hukuman (Reward and Punishment)

Reward dan punishment merupakan dua bentuk metode dalam memotivasi seseorang

untuk melakukan kebaikan dan meningkatkan prestasinya. Pada dasarnya keduanya sama-

sama dibutuhkan dalam memotivasi seseorang, termasuk dalam memotivasi para pegawai

dalam meningkatkan kinerjanya. Keduanya merupakan reaksi dari seorang pimpinan

terhadap kinerja dan produktivitas yang telah ditunjukkan oleh bawahannya; hukuman untuk

perbuatan jahat dan ganjaran untuk perbuatan baik. Melihat dari fungsinya itu, seolah

keduanya berlawanan, tetapi pada hakekatnya sama-sama bertujuan agar seseorang menjadi

lebih baik, termasuk dalam memotivasi para pegawai dalam bekerja. Dalam proses penataan

birokrasi menjadi efektif lagi menyenangkan, hendaklah pemerintah dengan tegas

memperhatikan dan menata sistem reward dan punishment. Hal ini harus diimplemntasikan

sampai level bawah pemerintahan. Dengan begitu, diharapkan kualitas birokrasi meningkat,

begitu pula kinerja aparat birorasi dalam dunia kerja semakin bermutu.

a) Reward artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan. Dalam konsep manajemen, reward

merupakan salah satu alat untuk peningkatan motivasi para pegawai merupakan bentuk

reinforcement yang positif. Metode ini bisa meng-asosiasi-kan perbuatan dan kelakuan

seseorang dengan perasaan bahagia, senang, dan biasanya akan membuat mereka melakukan

suatu perbuatan yang baik secara berulang-ulang. Selain motivasi, reward juga bertujuan agar

seseorang menjadi giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau meningkatkan prestasi yang telah

dapat dicapainya. Reward yang diberikan pun harus secara adil dan bijak. Jika tidak, reward

malah menimbulkan rasa cemburu dan ”persaingan yang tidak sehat” serta memicu rasa

18

Page 19: Evaluasi Kinerja

sombong bagi pegawai yang memperolehnya. Tidak pula membuat seseorang terlena dalam

pujian dan hadiah yang diberikan sehingga membuatnya lupa diri. Oleh karena itu, prinsip

keadilan sangat dibutuhkan dalam pemberian reward.

b) Punishment diartikan sebagai hukuman atau sanksi. Punishment sebagai bentuk

reinforcement yang negatif, tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat

motivasi. Tujuan dari metode ini adalah menimbulkan rasa tidak senang pada seseorang

supaya mereka jangan membuat sesuatu yang jahat. Jadi, hukuman yang dilakukan mesti

bersifat pedagogies, yaitu untuk memperbaiki dan mendidik ke arah yang lebih baik. Jika

punishment memang harus diberlakukan, maka laksanakanlah dengan cara yang bijak

lagi mendidik, tidak boleh sewenang-wenang, tidak pula menimbulkan rasa kebencian

yang berlebihan sehingga merusak tali silaturrahim. Dalam proses penataan birokrasi,

hendaknya punishment yang diberikan kepada pegawai yang melanggar aturan telah

disosialisasikan sebelumnya. Dan sebaiknya sanksi itu sama-sama disepakati, sehingga

mendorong si terhukum untuk bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan

ikhlas. Selanjutnya hukuman yang diberikan bukanlah dengan kekerasan, tetapi diberikan

dengan ketegasan. Jika hukuman dilakukan dengan kekerasan, maka hukuman tidak lagi

memotivasi seseorang berbuat baik, melainkan membuatnya merasa takut dan benci

sehingga bisa menimbulkan pemberontakan batin. Di sinilah dibutuhkan skill dari para

pimpinan atau si pemberi punishment sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai

secara efektif.

DAFTAR PUSTAKA

19

Page 20: Evaluasi Kinerja

Bastian Indra. Akuntansi Sektor Publik di Indonesia, BPFE UGM, Yogyakarta, 2001.

Ihyaul Ulum. Akuntansi Sektor Publik, UMM PRESS, Yogyakarta, 2004.

Mardiasmo. Akuntansi Sektor Publik. ANDI Yogyakarta, Yogyakarta, 2002.

http://mohmahsun.blogspot.com/2011/04/indikator-kinerja.html

Pusat pendidikan dan Pelatihan Pengawasan. Modul Akuntabilitas Instansi Pemerintah edisi

kelima. BPKP, 2007.

http://blog.isi-dps.ac.id/hendra/?p=175

20