Analisa Drug Related Problems Pada Pasien Dislipidemia Di Bangsal Rawat
-
Upload
rakasiwi-galih -
Category
Documents
-
view
67 -
download
5
description
Transcript of Analisa Drug Related Problems Pada Pasien Dislipidemia Di Bangsal Rawat
Analisa Drug Related Problems pada Pasien Dislipidemia di Bangsal Rawat
Inap dan Rawat Jalan Penyakit Dalam RSUP DR. M. Djamil Padang
Yuliana Arsil1, Helmi Arifin
1, Deswinar Darwin
1, Raveinal
2
1Faculty of Pharmacy, University of Andalas, Padang
2Department of Internal Medicine DR. M. Djamil Hospital. Padang
Abstract
Dyslipidemia is an abnormality of lipid metabolism, which is characterized
by elevated or reduced of plasma lipid fractions. Dyslipidemia is a major risk
factor for cardiovascular disease. Improvements of lipid profile may reduce the
risk of cardiovascular disease. This research was conducted to determine the Drug
Related Problems (DRPs) which occurs in patients with dyslipidemia.
This research was a prospective observational study using descriptive cross
sectional approach, performed on dyslipidemia patients with or without
comorbidities in outpatient and inpatient of Internal Medicine DR. M. Djamil
Padang during March to May 2011. Evaluation of the data was carried out
descriptively.
The results showed that type of DRPs occurred from 11 dyslipidemia
patients with or without comorbidities on inpatient of Internal Medicine were drug
interactions in 4 patients, adverse drug reactions in 2 patients, noncompliance in 2
patients, dosage too high in 1 patient, inappropriate drug administration interval in
1 patient and other components of DRPs had no problem. In the outpatient of
Internal Medicine, DRPs occured from 98 patients of dyslipidemia with or without
accompanying diseases were drug interactions in 26 patients, patient
noncompliance in 22 patients, adverse drug reactions in 13 patients, dosage too
low in 5 patients, drug therapy without medical indications in 4 patients,
inappropriate drug administration interval in 3 patients and other components
DRPs had no problem. Drug interactions consist of pharmacokinetic and
pharmacodynamic interactions. In practice, those can be accommodates by
separating their administration and monitoring of drug interaction. Meanwhile, a
toxic drug interactions was not found.
Keywords: Dyslipidemia, Drug Related Problems (DRPs), Hospital.
Pendahuluan
Dislipidemia adalah
ketidaknormalan metabolisme lipid
yang ditandai dengan peningkatan
maupun penurunan fraksi lipid dalam
plasma. Ketidaknormalan fraksi lipid
tersebut berupa peningkatan kadar
kolesterol total, low density lipoprotein
(LDL) dan kadar trigliserida serta
penurunan kadar high density
lipoprotein (HDL) (1,2).
Prevalensi dislipidemia di
Indonesia cukup tinggi, hal ini dapat
dilihat dari hasil penelitian pada usia
lanjut di Jakarta terhadap 307 sampel
penelitian, didapatkan kejadian
dislipidemia sebesar 44,6%.
Penelitian yang dilakukan di kota
Padang juga didapatkan kejadian
dislipidemia yang cukup tinggi, yaitu
lebih dari 50% sampel penelitian
memiliki nilai total kolesterol ≥ 240
mg/dl dan LDL ≥ 160 mg/dl (3,4).
Dislipidemia dapat
menimbulkan pengaruh yang buruk
terhadap kardiovaskular. Pada tahun
2005, penyakit kardiovaskular
menjadi salah satu penyebab
kematian terbesar, yakni 18 juta
kematian di dunia disebabkan oleh
penyakit kardiovaskular, sehingga
penanganan dislipidemia merupakan
strategi ideal untuk mengurangi
beban penyakit kardiovaskular.
Telah terbukti bahwa perbaikan
kadar lipid dalam darah dapat
mengurangi resiko penyakit
kardiovaskular (2,5).
Drug Related Problems (DRPs)
merupakan suatu kejadian yang tidak
diharapkan dari pengalaman pasien atau
diduga akibat terapi obat sehingga
potensial mengganggu keberhasilan
penyembuhan yang dikehendaki (6).
Bila DRPs ini terjadi pada pasien
dislipidemia, perbaikan profil lipid tidak
tercapai, tentunya resiko pasien terhadap
penyakit kardivaskular akan meningkat.
Maka agar keberhasilan terapi dapat
tercapai penting dilakukan penelitian
mengenai analisa Drug Related
Problems pada pasien dislipidemia
Metodologi
Penelitian dilaksanakan di
bangsal rawat inap dan rawat jalan
Penyakit Dalam RSUP DR. M. Djamil
Padang pada bulan Maret sampai Mei
2011. Penelitian ini dilakukan dengan
rancangan studi cross-sectional
deskriptif yang dikerjakan secara
prospektif terhadap suatu populasi
terbatas.
Sampel penelitian adalah pasien
dislipidemia di bangsal rawat inap dan
rawat jalan Penyakit Dalam di RSUP
DR. M. Djamil Padang. Sumber data
berupa rekam medik pasien, catatan
perawat, memantau langsung keadaan
pasien dan wawancara langsung dengan
pasien atau keluarga pasien.
Jenis data meliputi komponen
dari DRPs yakni masalah-masalah yang
ditemukan dalam terapi seperti indikasi
tidak dapat obat, terapi obat tanpa
indikasi medis, ketidaktepatan pemilihan
obat, dosis obat berlebih, dosis kurang,
reaksi efek samping obat, interaksi obat,
ketidakpatuhan pasien dan
ketidaktepatan interval pemberian obat.
Hasil dan Diskusi
Dari penelitian didapatkan kasus
dislipidemia yang terjadi adalah
sebanyak 11 kasus di bangsal rawat inap
dan 98 kasus di rawat jalan penyakit
dalam. Hasil penelitian yang diperoleh
dapat dilihat pada Tabel 1.
Indikasi tanpa obat
Indikasi tanpa obat dapat terjadi
apabila pasien memiliki kondisi medis
yang memerlukan terapi, tapi pasien
tidak mendapatkan obat, juga dapat
terjadi pada pasien yang memerlukan
terapi tambahan untuk mengobati atau
mencegah perkembangan penyakit, tapi
pasien tidak mendapatkan obatnya (6).
Dari hasil penelitian pada pasien
dislipidemia di bangsal rawat inap dan
rawat jalan penyakit dalam tidak
ditemukan adanya indikasi tidak dapat
obat, semua pasien dislipidemia telah
mendapatkan obat sesuai penyakit atau
kondisi medis yang dideritanya.
Tabel 1. Jumlah Pasien Dislipidemia
yang Mengalami DRPs
No Drug Related
Problems
Rawat
Inap
Rawat
Jalan
Jumlah
Pasien
Jumlah
Pasien
1. Indikasi tidak dapat
obat
0 0
2. Terapi obat tanpa
indikasi medis
0 4
3.
Ketidaktepatan
pemilihan obat
0
0
4.
Terjadinya dosis
obat berlebih
1 0
5. Terjadinya dosis
obat kurang
0 5
6. Terjadinya interaksi obat
4 26
7.
Terjadinya reaksi
efek samping obat
2
13
8. Ketidakpatuhan
pasien
2 22
9. Ketidaktepatan
interval pemberian
obat
1 3
Terapi Obat Tanpa Indikasi
Terapi obat tanpa indikasi dapat
diartikan sebagai adanya obat yang tidak
diperlukan atau tidak sesuai dengan
kondisi medis pasien (6). Hasil
penelitian pada pasien dislipidemia di
bangsal rawat inap penyakit dalam tidak
ditemukan penggunaan obat tanpa
indikasi. Pada pasien dislipidemia di
instalasi rawat jalan penyakit dalam
kejadian obat tanpa indikasi medis
ditemukan sebanyak 4 pasien. Keempat
pasien ini adalah pasien hipertensi yang
mendapat terapi simvastatin, sedangkan
kadar lipid darah pasien sudah mencapai
target terapi dislipidemia yakni kadar
LDL pasien kurang dari 130 mg/dl.
Pedoman Diagnosa dan Terapi
SMF Penyakit Dalam RSUP DR. M.
Djamil (2007) dan NCEP (2001)
menyatakan bahwa pasien yang
memiliki lebih dari 2 faktor resiko
penyakit jantung koroner (PJK) seperti:
umur (pria ≥ 45tahun, wanita ≥ 55
tahun), merokok, HDL <40 mg//dl,
hipertensi (TD≥ 140/90 atau dalam
terapi antihipertensi) dan mempunyai
riwayat penyakit jantung koroner dini
dalam keluarga, dapat memulai terapi
farmakologi untuk dislipidemia bila
kadar LDL ≥ 160 mg/dl dengan target
kadar LDL yang akan dicapai sebesar <
130 mg/dl (7,8).
Ketidaktepatan Pemilihan Obat
Ketidaktepatan pemilihan obat
maksudnya adalah obat yang didapatkan
oleh pasien tidak efektif untuk kondisi
medis pasien (6). Hasil penelitian pada
pasien dislipidemia di bangsal rawat
inap dan rawat jalan penyakit dalam
tidak ditemukan adanya ketidaktepatan
pemilihan obat, semua pasien telah
mendapatkan obat yang tepat dan efektif
untuk terapi dislipidemia.
Dosis Obat berlebih
Dosis obat berlebih dapat
disebabkan karena penggunaan dosis
obat yang terlalu tinggi, jarak pemakaian
yang terlalu dekat, durasi obat yang
terlalu panjang dan interaksi obat yang
menimbulkan toksik (6). Dari hasil
penelitian, tidak ditemukan adanya
penggunaan obat dosis berlebih pada
pasien dislipidemia di instalasi rawat
jalan penyakit dalam. Penggunaan obat
dosis berlebih terjadi pada 1 pasien
dislipidemia yang dirawat di bangsal
rawat inap, yakni pada penggunaan
injeksi asam traneksamat 3x500 mg.
Pasien diketahui menderita CKD stage V
dengan kliren kreatinin pasien sebesar
2,5 ml/menit dengan berat badan 47 kg,
sedangkan penyesuaian dosis asam
traneksamat untuk pasien dengan kliren
kreatinin < 10 ml/menit adalah 10 mg/kg
tiap 48 jam IV atau 5 mg/kg/hari IV
(9,10). Pada pasien yang mengalami
penurunan fungsi ginjal, eliminasi dari
asam traneksamat jadi berkurang, bila
penggunaan asam traneksamat tanpa
penyesuaian dosis maka kelebihan dosis
akan menyebabkan akumulasi obat
dalam tubuh.
Dosis Obat Kurang
Dosis obat kurang artinya obat
yang digunakan dosisnya terlalu rendah
untuk efek yang diinginkan. Dari hasil
penelitian pada pasien dislipidemia di
bangsal rawat inap tidak ditemukan
adanya dosis obat kurang. Di isntalasi
rawat jalan ditemukan dosis obat kurang
pada 5 pasien, yakni pada penggunaan
gemfibrozil. Kelima pasien diberikan
gemfibrozil dosis 1x300 mg.
Berdasarkan Martindal 35 dosis
gemfibrozil adalah 1,2 g dalam 2 dosis
bagi, atau dalam range 0,9-1,5 g/hari.
Berdasarkan Drug information handbook
ed 17, juga merekomendasikan dosis
gemfibrozil sebesar 1,2 g dalam 2 dosis
bagi/ hari. Dosis obat yang kurang akan
menyebabkan tidak tercapainya dosis
terapi sehingga kadar obat dalam darah
tidak cukup untuk memperbaiki kelainan
pada profil lipid darah.
Interaksi Obat
Interaksi obat artinya aksi suatu
obat diubah atau dipengaruhi oleh obat
lain jika diberikan secara bersamaan
(11). Hasil penelitian dari 11 orang
pasien dislipidemia di bangsal rawat
inap penyakit dalam interaksi obat
terjadi pada 4 pasien dan dari 98 pasien
dislipidemia di rawat jalan penyakit
dalam interaksi obat terjadi pada 26
pasien.
Kejadian interaksi obat pada
penelitian ini diantaranya interaksi
gemfibrozil dengan simvastatin,
gemfibrozil dapat menyebabkan
peningkatan konsentrasi simvastatin
dalam darah, dengan cara menghambat
metabolisme dari simvastatin, sehingga
meningkatkan resiko terjadinya
myopathy. Interaksi ini dapat diatasi
dengan memberi jarak dalam
penggunaan gemfibrozil dan simvastatin,
sekitar 1-2 jam serta lakukan monitoring
terhadap timbulnya myopathy, atau
menggunakan simvastatin dosis rendah
yakni 10 mg (11).
Interaksi antara furosemid
dengan captopril (ACE inhibitor),
kombinasi kedua obat ini biasanya aman
dan efektif, karena memberikan efek
sinergis dan interaksi yang diharapkan
dalam menurunkan tekanan darah. Akan
tetapi pada beberapa pasien kombinasi
kedua obat ini dapat menyebabkan
penurunan tekanan darah (hipotensif)
secara tajam yang terjadi pada awal
pemberian terutama pada hipertensi
dengan aktivitas renin yang tinggi dan
tergantung kepada kondisi pasien dan
dosis obat, sebaiknya pada awal
pemberian captopril dimulai dengan
dosis rendah, dan monitor tekanan darah
pasien (11).
Interaksi asetosal dengan
meloxicam, kombinasi keduanya dapat
meningkatkan resiko pendarahan
gastrointestinal, selain itu asetosal dapat
meningkatkan konsentrasi plasma dari
meloxicam hingga 25% dan peningktan
AUC meloxicam hingga 10%, sebaiknya
hindari penggunaan bersama asetosal
dengan meloxicam, bila digunakan beri
jarak dalam penggunaannya dan
monitoring terhadap kemungkinan
terjadinya pendarahan gastrointestinal
(10,11).
Interaksi obat pada penelitian ini
berupa interaksi farmakokinetik dan
farmakodinamik, yang dalam prakteknya
sudah ditanggulangi dengan cara
menjarakkan pemberian obat dan telah
dilakukan monitoring terhadap interaksi
obat. Sedangkan interaksi obat yang
bersifat toksik tidak ditemukan.
Reaksi Efek Samping Obat
Efek samping obat adalah setiap
efek yang tidak dikehendaki yang
merugikan atau membahayakan pasien
dari suatu pengobatan (6). Dari hasil
penelitian, kejadian reaksi efek samping
obat pada pasien dislipidemia di bangsal
rawat inap penyakit dalam terjadi pada 2
pasien diantaranya nyeri otot dan
konstipasi yang masing-masing terjadi
pada 1 orang pasien. Pada pasien
dislipidemia di instalasi rawat jalan
penyakit dalam reaksi efek samping obat
terjadi pada 13 pasien yaitu flatulence,
mual dan nyeri otot masing-masing 2
pasien, konstipasi 5 pasien, sakit kepala
dan insomnia masing-masing 1 pasien.
Penentuan efek samping sulit dideteksi
dengan mudah, sebab keluhan yang
disampaikan oleh pasien bisa saja
ditimbulkan akibat efek samping obat
atau akibat kondisi pasien itu sendiri.
Ketidakpatuhan Pasien
Ketidakpatuhan pasien dapat
terjadi bila pasien tidak mengikuti atau
tidak mampu untuk mengikuti aturan
penggunaan obat sesuai dengan
ketentuan atau anjuran dalam terapi
(12,13). Dari hasil penelitian,
Ketidakpatuhan pasien dislipidemia di
bangsal rawat inap adalah sebanyak 2
pasien dan ketidakpatuhan pasien
dislipidemia di instalasi rawat jalan
terjadi pada 22 pasien.
Penyebab ketidakpatuhan pasien
pada penelitian ini antara lain obat
dirasakan cukup mahal oleh pasien
sehingga pasien tidak menebus obat
yang telah diresepkan, pasien sering lupa
meminum obatnya sehingga pasien
minum obat menjadi tidak teratur,
bahkan ada pasien yang sengaja tidak
meminum obatnya selama seminggu,
dan ada pasien tidak melakukan
perubahan gaya hidup seperti
mengurangi asupan lemak jenuh,
meningkatkan aktifitas fisik yang teratur
dan mengurangi berat badan, padahal
perubahan gaya hidup sangat penting
dalam mendukung terapi dislipidemia
yang dijalaninya.
Kepatuhan pasien dalam
menjalankan pengobatan sangat penting,
karena menentukan berhasil tidaknya
suatu terapi pengobatan pasien tersebut.
Sehingga tanpa adanya kesadaran pasien
dalam menjalani proses pengobatan,
tentunya terapi yang dilakukan tidak
akan optimal.
Ketidaktepatan Interval Pemberian
Obat
Ketidaktepatan interval pemberian
obat pada pasien dislipidemia di bangsal
rawat inap terjadi sebanyak 1 pasien dan
pada pasien dislipidemia di instalasi
rawat jalan terjadi sebanyak 3 pasien.
Ketidaktepatan interval pemberian obat
terjadi karena pasien meminum
simvastatin dengan dosis 10 mg yang di
minum dua kali sehari, sedangkan
interval simvastatin yang telah
diresepkan adalah satu kali sehari pada
malam hari dengan dosis 20 mg.
Ketidaktepatan interval pemberian obat
simvastatin ini dapat menyebabkan
bioavaibilitas simvastatin di dalam darah
mejadi rendah sehingga efek terapi
simvastatin terhadap lipid darah kurang
maksimal.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa DRPs yang terjadi dari 11 pasien
dislipidemia dengan atau tanpa penyakit
penyerta di Bangsal Rawat Inap
Penyakit Dalam yaitu interaksi obat
sebanyak 4 pasien, reaksi efek samping
obat dan ketidakpatuhan penggunaan
obat masing-masing 2 pasien, dosis obat
berlebih dan ketidaktepatan interval
pemberian obat masing-masing 1 pasien
dan untuk komponen DRPs lainnya tidak
ada masalah. Di Instalasi Rawat Jalan
Penyakit Dalam DRPs yang terjadi dari
98 pasien dislipidemia dengan atau tanpa
penyakit penyerta yaitu interaksi obat
sebanyak 26 pasien, ketidakpatuhan
penggunaan obat 22 pasien, reaksi efek
samping obat 13 pasien, dosis kurang 5
pasien, terapi obat tanpa indikasi medis
4 pasien, ketidaktepatan interval
pemberian obat 3 pasien dan untuk
komponen DRPs lainnya tidak ada
masalah. Interaksi obat pada penelitian
ini berupa interaksi farmakokinetik dan
farmakodinamik, yang dalam prakteknya
sudah ditanggulangi dengan cara
menjarakkan pemberian obat dan telah
dilakukan pemantauan terhadap interaksi
obat. Sedangkan interaksi obat yang
bersifat toksik tidak ditemukan..
Ucapan Terima Kasih Terimakasih kepada
Prof.Dr.Helmi Arifin, MS, Apt, dr.
Raveinal, Sp.PD, Dra.Hj. Deswinar
Darwin, Sp.FRS,Apt dan semua pihak
yang telah membantu dalam penelitian
ini.
Daftar Pustka
1. Anwar, T.B. 2004. Dislipidemia sebagai faktor resiko penyakit jantung koroner. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Dipiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, L.T., Dipiro, C.V. 2009.
Pharmacotherapy handbook,(7 ed). 98-110, Mc Graw Hill Companies.
3. Kamso, S., Purwantyastuti, Juwita, R. 2002. Dislipidemia pada lanjut usia di kota
Padang. Makara Kesehatan, 6, 2, 55-58.
4. Khairani, R., dan Sumiera, M. 2005. Profil lipid pada penduduk lanjut usia di
Jakarta. Universa Medicina, 24, 4, 175-183.
5. Roth, G.A., Fihn, S.D., Mokdad, A.H., Aekplakom, W., hasegawa, T.,
Lim, S.S. 2010. High total serum cholesterol, medication coverage and
therapeutic control: an analysis of national health examination survey data from
eight countries. Bull World Health Organ, 89, 92–101.
6. Cipolle, R.J., Strand, L.M., Morley, P.C. 1998. Pharmaceutical care practice.
McGraw-Hill.
7. Pedoman Diagnosa dan Terapi SMF Penyakit Dalam RSUP DR. M. Djamil
Padang ed II. 2007. Padang; RSUP DR. M. Djamil.
8. National Cholesterol Education Program. 2002. Third report of the national
cholesterol education program (NCEP) expert panel on detection, evaluation, and
treatment of high blood cholesterol in adults (adult treatment panel III). National
Institutes of Health.
9. Drug information handbook with international trade name index (17th ed). 2008.
American pharmacists association.
10. Martindal. 2007. The complete drug reference (35th ed). United States: The
Pharmaceutical Press.
11. Stockley, I. 2008. Drug interactions a source book of adverse interactions, their
mechanism, clinical importance and management (8th ed). London:
Pharmaceutical Press.
12. Hussar, D.A. 1995. Patient compliance, in remington : the science and practice of
pharmacy, Volume II, USA: The Philadelpia College of Pharmacy and Science.
13. Rantucci, M.J. 2007. Komunikasi apoteker-pasien : panduan konseling pasien
(2nd
ed). Penerjemah : A.N. Sani. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.