agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

47
KATA PENGANTAR Assalamualaikum,,, Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan kepada saya dalam menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya.Tujuan penyusunan makalah ini ialah sebagai salah satu tugas mata kuliah FARMAKOLOGI pada Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Halu Oleo. Dalam makalah ini mencoba menjelaskan tentang AGONIS DAN ANTAGONIS ADRENERGIK. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah meluangkan waktu dalam mengkoreksi makalah ini agar lebih baik. Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saran dan masukan yang membangun sangat kami harapkan.Semoga makalah ini bermanfaat bagi yang membacanya. Medan, November 2014 Penyusun

description

menjelaskan tentang adrenergik beserta mekanisme obatnya

Transcript of agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

Page 1: agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum,,,

Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

kekuatan kepada saya dalam menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya.Tujuan

penyusunan makalah ini ialah sebagai salah satu tugas mata kuliah FARMAKOLOGI pada

Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Halu Oleo.

Dalam makalah ini mencoba menjelaskan tentang AGONIS DAN ANTAGONIS

ADRENERGIK. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah

meluangkan waktu dalam mengkoreksi makalah ini agar lebih baik.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena

itu saran dan masukan yang membangun sangat kami harapkan.Semoga makalah ini

bermanfaat bagi yang membacanya.

Medan, November 2014

Penyusun

Page 2: agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam arti luas farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap sel

hidup, lewat proses kimia khususnya lewat reseptor. Dalam ilmu kedokteran senyawa

tersebut disebut obat. Karena itu dikatakan farmakologi merupakan seni menimbang

( the art of weighing ). Tanpa pengetahuan farmakologi yang baik, seorang dokter dapat

merupakan sumber bencana bagi pasien karena tidak ada obat yang aman secara murni.

Hanya dengan penggunaan yang cermat, obat akan bermanfaat tanpa efek samping

tidak diinginkan yang terlalu menggangu. Selain itu, pengetahuan mengenai efek

samping obat memampukan dokter mengenal tanda dan gejala yang disebabkan obat.

Hampir tidak ada gejala dari demam, gatal sampai syok anafilaktik, yang tidak terjadi

dengan obat. Jadi obat selain bermanfaat dalam pengobatan penyakit, juga merupakan

penyebab penyakit. Menurut suatu survey di Amerika Serikat, sekitar 5 % pasien masuk

rumah sakit akibat obat. Rasio fatalitas kasus akibat obat dirumah sakit bervariasi antara

2 – 12%. Efek samping obat meningkat sejalan dengan jumlah obat yang diminum.

Melihat fakta tersebut, pentingnya pengetahuan obat bagi seorang dokter maupun

apoteker tidak dapat diragukan.

Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah,

mengobati, mendiagnosis penyakit/gangguan atau menimbulkan suatu kondisi tertentu

misalnya membuat seorang infertile, atau melumpuhkan otot rangka selama

pembedahan. Salah satu bagian dalam ilmu farmakologi yaitu obat otonom yakni obat

adrenergic atau simpatomimetika yaitu zat – zat yang dapat menimbulkan ( sebagian )

efek yang sama dengan stimulasi susunan simpaticus ( SS ) dan melepaskan noradrenalin

( NA ) di ujung – ujung sarafnya. SS berfungsi meningkatkan penggunaan zat oleh tubuh

dan menyiapkannya untuk proses disimilasi. Organisme disiapkan agar dengan cepat

dapat menghasilkan banyak energy, yaitu siap untuk suatu reaksi “ fight, fright, or flight

“ ( berkelahi, merasa takut, atau melarikan diri ). Oleh karena itu, adrenergika memiliki

daya yang bertujuan mencapai keadaan waspada tersebut.

Page 3: agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu agonis adrenergik dan antagonis adrenergik ?

2. Bagaimana jenis-jenis dari obat adrenergik ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui tentang agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

2. Untuk mengetahui jenis-jenis obat agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

Page 4: agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

HO OHCH-CH-NH-R R’HO

BAB II

PEMBAHASAN

A. SENYAWA ADRENERGIK

Struktur umum:

Senyawa adrenergik adalah senyawa yang dapat menghasilkan efek serupa

dengan respons akibat rangsangan pada sistem saraf adrenergik. Disebut juga dengan

nama adrenomimetik, perangsang adrenergik, simpatomimetik atau perangsang

simpatetik. Sistem saraf adrenergik adalah cabang sistem saraf otonom dan mempunyai

neurotransmitter yaitu norepinefrin.

Sintesis Epinefrin

Page 5: agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

1. Efek samping senyawa adrenergik sangat bervariasi:

a) Sebagai vasopresor dan bronkodilator dapat menyebabkan sakit kepala,

kecemasan, tremor, lemah dan palpitasi.

b) Sebagai dekongestan hidung yang digunakan secara local dapat menyebabkan

rasa pedih, terbakar atau kekeringan mukosa.

c) Sebagai obat mata setempat menyebabkan iritasi, penglihatan kabur, hyperemia

dan alergi konjungtivitas.

d) Kelebihan dosis dapat menyebabkan kejang, aritmia jantung, dan perdarahan

otak, sedang padapenggunaan jangka panjang menimbulkan hipertropi jaringan.

2. Efek adrenomimetik dapat ditimbulkan oleh penggunaan obat-obat berikut:

a) Penghambat monoamin oksidase (MAO), dapat menurunkan metabolisme

norepinefrin bebas dan menyebabkakn penumpukan norepinefrin di otak dan

jaringan lain. Contoh: pargilin dan tranilsipromin.

b) Kokain, desipramin, imipramin, klorfeniramin dan klorpromazin, dapat memblok

transport aktif dari cairan luar sel ke mobie pool I sitoplasma, menghambat

pemasukan norepinefrin pada membran akson presinaptik, sehingga senyawa

tetap aktif.

c) Senyawa adrenomimetik, dapat mengaktifkan α dan β-reseptor.

d) Tiramin dan efedrin, dapat mengganti norepinefrin dai mobile pool I sitoplasma,

menghasilkan efek simpatomimetik.

e) Pirogalol, katekol dan4-metiltropolon, dapat menghambat enzim katekol-o-

metiltransferase (COMT).

3. Sistem saraf menghasilkan 2 tipe respons, yaitu:

a) Respon α-adrenergik, secara umum dapat menimbulkan rangsangan atau

vasokonstriksi otot polos, tetapi kemungkinan juga menimbulkan respons

penghambatan, seperti relaksasi otot polos usus.

b) Respon β-adrenergik, secara umum dapat menimbulkan respons

penghambatan, seperti relaksasi otot polos dan vasodilatasi otoy rangka, tetapi

kemungkinan juga menimbulkan rangsangan, seperti meningkatkan konstraksi

dan kecepatan jantung.

Page 6: agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

B. HUBUNGAN STRUKTUR DAN AKTIVITAS

1. Struktur yang diperlukan untuk memberikan aktivitas agonis pada reseptor

adrenergik adalah sebagai berikut :

a. Struktur induk feniletilamin.

b. Substituen 3 hidroksi fenolat pada cincin atau yang lebih baik adalah

substituen 3,4 dihidroksi fenolat pada cincin.

c. Gugus α-hidroksi alifatik mempunyai stereokimia yang sebidang dengan

gugus hidroksi fenolat.

d. Substituen yang kecil (R’=H,CH3, atau C2H5) dapat dimasukkan dalam atom C

tanpa mempengaruhi aktivitas agonis.

e. Atom N paling sedikit mempunyai satu atom hidrogen (R=H atau gugus alkil)

2. Reseptor yang terlibat dalam respon saraf adrenergik adalah reseptor α-

adrenergik dan reseptor β-adrenergik.

a. Gugus hidroksi fenolat membantu interaksi obat dengan sisi reseptor β-

adrenergik melalui ikatan hidrogen atau kekuatan elektrostatik. Hilangnya

gugus ini menyebabkan menurunnya aktivitas β-adrenergik, tetapi tidak

mempengaruhi aktivitas α-adrenergik.

b. Gugus hidroksi alkohol dalam bentuk isomer (-) dapat mengikat reseptor

secara serasi melalui ikatan hidrogen atau kekuatan elektrostatik. Atom C-β

seri feniletilamin yang dapat membentuk karbokation juga menunjang

interaksi obat reseptor.

c. Adanya gugus amino juga penting terutama untuk aktivitas α-adrenergik,

karena dalam bentuk kationik dapat berinteraksi dengan gugus fosfat

reseptor yang bersifat anionik. Penggantian gugus amino dengan gugus –

OCH3 akan menghilangkan aktivitas adrenergik.

d. Adanya substituen gugus alkil yang besar pada atom N akan meningkatkan

afinitas senyawa terhadap β-reseptor dan menurunkan afinitasnya terhadap

α-reseptor.

Page 7: agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

e. Peran R-stereoselektivitas terlihat lebih besar pada β-reseptor. β-agonis dan

β-antagonis mempunyai struktur mirip seperti yang terlihat pada struktur

isoproterenol, tipe perangsang β-adrenergik, dan propanolol, tipe pemblok

adrenergik.

3. Molekul senyawa adrenomimetik bersifat lentur dan dapat membentuk

konformasi cis dan trans. Penelitian dengan analog dopamin menunjukkan

bahwa bentuk konformasi trans yang memanjang berinteraksi lebih baik dengan

reseptor dan -adrenergik dibanding bentuk konformasi cis yang tertutup.

4. Hubungan struktur dan aktivitas senyawa α-agonis didapatkan bahwa :

a. Pemasukan gugus metil pada atom C-α rangka feniletilamin akan

meningkatkan selektivitas terhadap.

b. Penghilangan gugus 4-OH dari cincin aromatik, secara drastis meningkatkan

selektivitas terhadap α1-reseptor.

c. Penghilangan gugus 3-OH dari cincin aromatik, pada banyak kasus dapat

meningkatkan selektivitas terhadap

d. Semua turunan imidazolin menunjukkan selektivitas yang lebih baik

terhadap α2 –reseptor dan aktivitasnya akan lebih besar bila ada substituen

pada posisi 2 dan 6 cincin aromatik.

5. Obat adrenergik, yang juga sebagai amin simpatomimetik, mempunyai struktur

dasar β-feniletilamin, yang terdiri dari inti aromatis berupa cincin benzen dan

bagian alifatis berupa etilamin. Substitusi dapat dilakukan pada cincin benzen

maupun pada atom C-α, atom C-β, dan gugus amino dari etilamin.

1. Substitusi pada cincin benzen dan pada atom C-β.

a) Amin simpatomimetik dengan substitusi gugus OH pada posisi 3 dan 4

cincin benzen disebut katekolamin (o-dihidroksibenzen disebut katekol).

Sebstitusi pada gugus OH yang polar pada cincin benzen atau pada atom

C-β mengurangi kelarutan obat dalam lemak dan memberikan aktivitas

untuk bekerja langsung pada reseptor adrenergik di perifer. Karena itu,

obat adrenergik yang tidak mempunyai gugus OH pada cincin benzen

maupun pada atom C-β (misalnya amfetamin, metamfetamin) mudah

menembus sawar darah otak sehingga menimbulkan efek sentral yang

Page 8: agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

kuat. Disamping itu, obat-obat ini kehilangan aktivitas perifernya yang

langsung, sehingga kerjanya praktis hanya secara tidak langsung.

b) Katekolamin dengan gugus OH pada C-β (misalnya epinefrin,

norepinefrin dan isoprenalin) sukar sekali masuk SSP sehingga efek

sentralnya minimal. Obat-obat ini bekerja secara langsung dan

menimbulkan efek perifer yang maksimal.

c) Amin simpatomimetik dengan 2 gugus OH, pada posisi 3 dan 4 (misalnya

dopamin dan dobutamin) atau pada posisi 3 dan C-β (misalnya

fenilefrin, metaramirol) juga sukar masuk SSP.

d) Obat dengan 1 gugus OH, pada C-β (misalnya efedrin,

fenilpropanolamin) atau pada cincin benzen (misalnya

hidroksiamfetamin) mempunyai efek sentral yang lebih lemah daripada

efek sentral amfetamin (hidroksiamfetamin hampir tidak mempunyai

efek sentral).

e) Gugus OH pada posisi 3 dan 5 bersama gugus OH pada C-β dan

substitusi yang besar pada gugus amino memberikan selektivitas

reseptor β2.

f) Katekolamin tidak efektif pada pemberian oral dan masa kerjanya

singkat karena merupakan substrat enzim COMT (katekol-O-

metiltransferase) yang banyak terdapat pada dinding usus dan hati;

enzim ini mengubahnya menjadi derivat 3-metoksi yang tidak aktif.

g) Tidak ada atau hanya satu substitusi OH pada cincin benzen, atau gugus

OH pada posisi 3 dan 5 meningkatkan efektivitas oral dan

memperpanjang masa kerja obat, misalnya efedrin dan terbutalin.

2. Substitusi pada atom C-α.

a) Menghambat oksidasi amin simpatomimetik oleh enzim monoamin

oksidase (MAO) menjadi mandelat yang tidak aktif.

b) Meningkatkan efektivitas oral dan memperpanjang masa kerja amin

simpatomimetik yang tidak mempunyai substitusi 3-OH pada inti benzen

(misalnya efedrin, amfetamin), tetapi tdak memperpanjang masa kerja

amin simpatomimetik yang mempunyai substitusi 3-OH (misalnya etil-

norepinefrin).

Page 9: agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

3. Substitusi pada gugus amino.

a) Makin besar gugus alkil pada atom N, makin kuat aktivitas β, seperti

terlihat pada Isoprenalin > epinefrin > norepinefrin.

b) Makin kecil gugus alkil pada atom N, makin kuat aktivitas α, dengan

gugusmetil memberikan aktivitas yang paling kuat, sehingga urutan

aktivitas α: epinefrin >> norepinefrin > isoprenalin.

4. Isomeri optik.

a) Substitusi yang bersifat levorotatory pada atom C-β disertai aktivitas

perifer yang lebih kuat. Dengan demikian, L-epinefrin dan L-norepinefrin

mempunyai efek perifer > 10 kali lebih kuat daripada isomer dekstonya.

Substitusi yang bersifat dextrorotatory pada atom C-α menyebabkan

efek sentral yang lebih kuat, misalnya d-amfetamin mempunyai efek

sentral lebih kuat daripada L-amfetamin.

Kerja obat adrenergik dapat dibagi dalam 7 jenis:

1. Perangsangan perifer terhadap otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa,

dan terhadap kelenjar liur dan keringat.

2. Penghambatan perifer terhadap otot polos usus, bronkus, dan pembuluh darah

otot rangka.

3. Perangsangan jantung, dengan akibat peningkatan denyut jantung dan kekuatan

kontraksi.

4. Perangsangan SSP, misalnya perangsangan pernafasan, peningkatan

kewaspadaan, aktifitas psikomotor, pengurangan nafsu makan.

5. Efek metabolik, misalnya peningkatan glikogenolisis di hati dan otot, lipolisis

lemak dan pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak.

6. Efek endokrin, misalnya mempengaruhi sekresi insulin, renin dan hormon

hipofisis.

7. Efek prasinaptik, dengan akibat hambatan atau peningkatan pelepasan

neurotransmitter NE dan Ach

Obat adrenergik terbagi menjadi dua, kerja langsung dan kerja tidak langsung.

Obat adrenergik kerja langsung bekerja secara langsung pada reseptor adrenergik di

membran sel efektor. Jadi, efek suatu obat adrenergik dapat diduga bila duketahui

Page 10: agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

reseptor mana yang terutama dipengaruhi oleh obat tersebut. Obat adrenergik kerja

tidak langsung menimbulkan efek adrenergik melalui pelepasan NE yang tersimpan

dalam ujung saraf adrenergik.

Reseptor adrenergik dibagi pada dua kategori umum: α dan β. Yang masing-

masingnya telah dibagi lebih lanjut menjadi dua subtipe: α1 dan α2, β1 dan β2 dan

β3. Reseptor α telah dibagi lebih lanjut menggunakan teknik kloning molekul

menjadi α1A, α1B, α1D, α2A, α2B, α2C. reseptor ini dihubungkan ke protein-G

reseptor heterotrimerik dengan sub unit α, β, dan γ. Adrenoseptor yang berbeda

dihubungkan melalui protein-G yang spesifik, masing-masing dengan efektor yang

unik, tetapi masing-masing menggunakan guanosine trifosfat (GTP) sebagai

kofaktor. α1 berhubungan dengan Gq, yang mengaktifkan fosfolipase, α2

berhubungan dengan Gs, yang mengaktivasi adenilat siklase.

Gambar 12-3. Metabolisme sequential dari norepinefrin dan epinefrin. Monoamin oksidase (MAO) dan katekol-O-metiltransferase (COMT) memproduksi sebuah produk akhir yang sama, asam vanililmandelik (VMA).

Page 11: agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

Simpatomimetik, menghasilkan efek farmakologiknya dengan mengaktifkan baik

direk atau indirek α adrenergic, β adrenergic atau reseptor dopaminergik yang

merupakan bagian dari reseptor pasangan protein G.

Semua obat yang mengandung struktur 3,4 dihidroksi benzene (katekolamin)

secara cepat ditidak aktifkan oleh enzim monoamine oksidase atau katekol-O-

methyltransferase (COMT). MAO adalah enzim yang terdapat pada hati, ginjal dan

saluran gastrointestinal yang mengkatalisa oksidasi deaminasi. COMT dapat

mengmetilasi sebuah grup hidroksi dari katekolamin. Hasilnya adalah metabolit yang

sudah termetilasi dan tidak aktif dihubungkan dengan asam glukorinik danditemukan

diginjal sebagai asam 3-metoksi-4-hidroksimendelik, metanefrin (turunan dari epinefrin)

dan normetanefrin (turunan dari norepinefrin).

C. JENIS RESEPTOR ADRENERGIK

1. Reseptor α1

Reseptor α1 adalah adrenoreseptor postsinaptik yang berlokasi di otot polos

seluruh tubuh, pada mata, paru-paru, pembuluh darah, uterus, usus, dan sistem

genitourinaria. Pengaktifan dari reseptor ini meningkatkan konsentrasi ion kalsium

intraseluler yang berakibat pada kontraksi otot. Sehingga, α1agonis sering dihubungkan

dengan midriasis (dilatasi pupil karena kontraksi dari otot radial mata), bronkokonstriksi,

vasokontriksi, kontraksi uterus, dan kontraksi dari spinter di gastrointestinal dan traktus

genitourinari. Stimulasi α1 juga menginhibisi sekresi insulin dan lipolisis. Otot jantung

juga memiliki reseptor α1 yang mempunyai sedikit efek inotropik dan tidak ada efek

kronotropik. Selama infark otot jantung, peningkatan reseptor α1 bersama dengan

agonis diobservasi. Bagaimanapun, efek kardiovaskular yang paling penting dari

stimulasi α1 adalah vasokonstriksi, yang meningkatkan tahanan perifer vaskular,

afterload ventrikel kiri, dan tekanan darah arteri.

2. Reseptor α2

Berbeda dengan reseptor α1, reseptor α2 awalnya berlokasi di serat terminal

presinaptik. Aktifasi dari adrenoreseptor menginhibisi aktifitas adenilat siklase. Ini

menurunkan pemasukan daripada ion kalsium kedalam terminal neuronal, yang

Page 12: agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

membatasi penambahan eksositosis dari penyimpanan vesikel yang mengandung

norepinefrin. Sehingga, reseptor α2 menciptakan loop negatif umpan balik yang

menginhibisi pelepasan norepinefrin lebih lanjut dari neuron. Sebagai tambahan, otot

polos vaskular mengandung postsinaptik α2 reseptor yang menciptakan vasokonstriksi.

Lebih penting lagi, stimulasi dari reseptor α2 postsinaptik di sistem saraf pusat

menyebabkan sedasi dan menurunkan aliran keluar dari simpatis, yang mengakibatkan

vasodilatasi perifer dan menurunkan tekanan darah.

Gambar 12-4. Adrenoseptor adalah reseptor transmembranspanning yang terbuat dari

7 subunit, yang tehubung ke sebuah protein G. Protein G adalah membran endoplasma

trimerik terbuat dari unit α, β, dan γ. Dengan pengaktifan, GTP pada sub unit α

digantikan dengan GDP, stimulasi dari perubahan konformasional, perubahan pada unit

α, β, dan γ. Baik subunit Gα maupun Gβγ dapat mengaktivasi (atau menginhibisi) efektor

enzim yang untuk adrenoseptor. M1 – M7, unit membranspanning, unit α, β, dan γ dari

G protein; GTP, guanisin trifosfat, Pi fosfat inorganic – cepat diasimilasi; gdp,guanisin

difosfat, efektor E, siklofosfat untuk Gq, adenosiklat suklase untuk Gp dan Gs.

3. Reseptor β1

Reseptor β1 yang paling penting berlokasi di membran postsinaptik ada jantung.

Stimulasi dari reseptor ini mengaktivasi adenilat siklase, yang merubah adenosin

trifosfat menjadi adenosin siklik monofosfatase dan memulai kaskade kinase fosforilasi.

Mulainya kaskade ini mempunyai efek kronotopik positif (meningkatkan denyut

jantung), dromotopik (meningkatkan konduksi), dan inotropik (meningkatkan

kontraktilitas).

Page 13: agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

4. Reseptor β2

Reseptor β2 berasal dari adrenoreseptor postganglionik yang berlokasi pada

otot polos dan sel kelenjar. Reseptor ini mempunyai cara kerja yang sama dengan

reseptor β1: aktivasi adenilat siklase. Selain persamaan ini, stimulasi β2 merelaksasi otot

polos, mengakibatkan bronkodilator, vasodilasi, dan relaksasi daripada uterus (tokolisis),

kandung kemih dan usus. Glikogenolisis, lipolisis, glukoneogenesis, dan pelepasan insulin

distimulasi oleh aktivasi reseptor β2. Agonis β2 juga mengaktifkan pompa kalium-

natrium, yang merubah kalium intraselular dan dapat membuat hipokalemi dan

disritmia.

5. Reseptor β3

β3 reseptor ditemukan di kandung kemih dan dijaringan lemak otak.

Peranannya pada fisiologis kandung kemih belum diketahui, tetapi ada yang

berpendapat bahwa reseptor β3 ini berperan pada lipolisis dan termogenesis pada

lemak coklat.

AGONIS ADRENERGIC

Agonis adrenergik berinteraksi dengan perubahan tertentu pada adrenoseptor α

dan β. Aktifitas yang tumpang tindih mempengaruhi perkiraan dari efek klinis. Sebagai

contohnya, epinefrin menstimulasi adrenoseptor α1-, α2-, β1-, β2-

Tabel 12-1. Selektifitas reseptor untuk agonis adrenergik

Page 14: agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

Ket : 0, tidak ada efek; +, efek agonis (ringan, sedang, ditandai), ?, efek tidak diketahui;

DA1dan DA2, reseptor dopaminergik. Efek α1, efek dari epinefrin, norepinefrin, dan

dopamine menjadi lebih lama pada dosis lebih tinggi. Mode efek pertama dari efedrin

adalah stimulasi tidak langsung.

Efek akhir keseluruhannya pada tekanan darah arteri bergantung pada

keseimbangan pada vasokonstriksi α1-, dan vasodilatasi β2-, dan pengaruh inotropik

β1-. Lebih lanjut, keseimbangan ini berubah pada dosis yang berbeda.

Gambar 12-5. Adregernik Agonis yang mempunyai struktur 3,4 dihidroksibenzen yang

diketahui sebagai katekolamin. Perubahan pada R1, R2 dan R3 mempengaruhi aktifitas

dan selektifitas

Adrenergik agonis dapat dikategorikan dengan langsung atau tidak langsung.

Agonis langsung terikat dengan aktifitas neurotransmitter endogen. Mekanisme dari aksi

tidak langsung termasuk peningkatan pelepasan atau penurunan pengambilan kembali

daripada norepinefrin. Perbedaan antara mekanika aksi langsung atau tidak langsung

sebagian penting bagi pasien yang memiliki penyimpanan noreponefrin endogon yang

abnormal, yang sebagian dapat timbul pada beberapa pengobatan anti hipertensi atau

pada inhibitor monoamin oksidase. Hipotensi intraoperasi pada pasien ini harus diterapi

dengan agonis langsung, agar responnya terhadap agonis tidak langsung dapat dirubah.

Hal lain yang dapat membedakan adrenergik agonis dari yang lainnya adalah

struktur kimiawinya. Adrenergik agonis memiliki struktur 3,4 dihidroksibenzen yang

Page 15: agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

dikenal sebagai katekolamin. Obat-obatan ini biasanya kerja pendek karena

metabolismenya oleh monoamin oksidase dan katekol-O-metiltransferase. Pasien yang

mendapat inhibitor monoamin oksidase atau antidepressan trisiklik dapat menunjukkan

sebelumya respon yang berlebihan terhadap katekolamin. Katekolamin yang timbul

secara alami adalah epinefrin, norepinefrin dan dopamine. Perubahan dari struktur

rantai-samping (R1,R2,R3) dari katekolamin yang timbul secara alami telah membawa

kepada perubahandari katekolamin sintetik (mis: isoprotetenol dan dobutamin), yang

lebih mengarah kepada reseptor yang lebih spesifik.

Adrenergik agonis biasanya digunakan pada anestesiologi dibahas secara

tersendiri dibawah. Perhatikan dosis yang direkomendasikan untuk infus

berkesinambungan ditunjukkan dengan µg/kg/min untuk beberapa agen dan µg.min

untuk yang lainnya. Pada kasus yang manapun, rekomendasi ini harus dipertimbangkan

sebagai protokol, yang mana respon individu dapat berbeda-beda.

EPINEFRIN

Epinefrin merupakan prototype obat kelompok adrenergic. Zat ini dihasilkan

juga oleh anak-ginjal dan berperan pada metabolisme hidrat-arang dan lemak. Adrenalin

memiliki semua khasiat adrenergis alfa dan beta, tetapi efek betanya relative lebih kuat (

stimulasi jantung dan bronchodilatasi ).

A. Mekanisme Kerja

1. Farmakodinamika

Pada umumnya pemberian epinefrin menimbulkan efek mirip stimulasi saraf

adrenergic. Ada beberapa perbedaan karena neurotransmitter pada saraf adrenergic

adalah NE. Efek yang paling menonjol adalah efek terhadap jantung, otot polos

pembuluh darah dan otot polos lain.

a. Jantung, epinefrin mengaktivasi reseptor β1 di otot jantung, sel pacu jantung dan

jaringan konduksi. Ini merupakan dasar efek inotropik dan kronotropik positif

epinefrin pada jantung. Epinefrin mempercepat depolarisasi fase 4, yakni

depolarisasi lambat sewaktu diastole, dari nodus sino-atrial ( SA ) dan sel otomatik

lainnya, dengan demikian mempercepat firing rate pacu jantung dan merangsang

pembentukan focus ektopik dalam ventrikel. Dalam nodus SA, epinefrin juga

menyebabkan perpindahan pacu jantung ke sel yang mempunyai firing rate lebih

cepat. Epinefrin mempercepat konduksi sepanjang jaringan konduksi, mulai dari

Page 16: agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

atrium ke nodus atrioventrikular ( AV ). Epinefrin juga mengurangi blok AV yang

terjadi akibat penyakit, obat atau aktivitas vagal. Selain itu epinefrin memperpendek

periode refrakter nodus AV dan berbagai bagian jantung lainnya. Epinefrin

memperkuat kontraksi dan mempercepat relaksasi. Dalam mempercepat denyut

jantung dalam kisaran fisiologis, epinefrin memperpendek waktu sistolik tanpa

mengurangi waktu diastolic. Akibatnya curah jantung bertambah tetapi kerja

jantung dan pemakaian oksigen sangat bertambah sehingga efisiensi jantung ( kerja

dibandingkan dengan pemakaian oksigen ) berkurang. Dosis epinefrin yang berlebih

disamping menyebabkan tekanan darah naik sangat tinggi juga menimbulkan

kontraksi ventrikel premature diikuti takikardia ventrikel dan akhirnya fibrilasi

ventrikel.

b. Pembuluh darah, efek vascular epinefrin terutama pada arteriol kecil dan sfingter

prekapiler, tetapi vena dan arteri besar juga dipengaruhi. Pembuluh darah kulit,

mukosa dan ginjal mengalami konstriksi karena dalam organ – organ tersebut

reseptor α dominan. Pembuluh darah otot rangka mengalami dilatasi oleh epinefrin

dosis rendah, akibat aktivasi reseptor β2 yang mempunyai afinitas lebih besar pada

epinefrin dibandingkan dengan reseptor α. Epinefrin dosis tinggi bereaksi dengan

kedua jenis reseptor tersebut. Dominasi reseptor α di pembuluh darah

menyebabkan peningkatan resistensi perifer yang berakibat peningkatan tekanan

darah. Pada waktu kadar epinefrin menurun, efek terhadap reseptor α yang kurang

sensitive lebih dulu menghilang. Efek epinefrin terhadap reseptor β2 masih ada pada

kadar yang rendah ini. Dan menyebabkan hipotensi sekunder pada pemberian

epinefrin secara sistemik. Jika sebelum epinefrin telah diberikan suatu penghambat

reseptor α, maka pemberian epinefrin hanya menimbulkan vasodilatasi dan

penurunan tekanan darah. Gejala ini disebut epinefrin reversal yaitu suatu kenaikan

tekanan darah yang tidak begitu jelas mungkin timbul sebelum penurunan tekanan

darah ini, kenaikan yang selintas ini akibat stimulsai jantung oleh epinefrin. Pada

manusia pemberian epinefrin dalam dosis terapi yang menimbulkan kenaikan

tekanan darah tidak menyebabkan konstriksi arteriol otak, tetapi menimbulkan

peningkatan aliran darah otak. Epinefrin dalam dosis yang tidak banyak

mempengaruhi tekanan darah, meningkatkan resistensi pembuluh darah ginjal dan

mengurangi aliran darah ginjal sebanyak 40%. Ekskresi Na, K dan Cl berkurang

Page 17: agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

volume urin mungkin bertambah, berkurang atau tidak berubah. Tekanan darah

arteri maupun vena paru meningkat oleh epinefrin meskipun terjadi konstriksi

pembuluh darah paru, redistribusi darah yang berasal dari sirkulasi sistemik akibat

konstriksi vena – vena besar juga berperan penting dalam menimbulkan kenaikan

tekanan darah paru. Dosis epinefrin yang berlebih dapat menimbulkan kematian

karena adema paru.

c. Pernapasan, epinefrin mempengaruhi pernapasan terutama dengan cara

merelaksasi otot bronkus melalui reseptor β2. efek bronkodilatasi ini jelas sekali bila

sudah ada kontraksi otot polos bronkus karena asma bronchial, histamine, ester

kolin, pilokarpin, bradikinin, zat penyebab anafilaksis yang bereaksi lambat dan lain

– lain. Disini epinefrin bekerja sebagai antagonis fisiologik. Pada asma, epinefrin juga

menghambat penglepasan mediator inflamasi dari sel – sel mast melalui reseptor β2,

serta mengurangi sekresi bronkus dan kongesti mukosa melalui reseptor α1.

d. Proses Metabolik, epinefrin menstimulasi glikogenolisis di sel hati dan otot rangka

melalui reseptor β2, glikogen diubah menjadi glukosa-1-fosfat dan kemudian

glukosa-6-fosfat. Hati mempunyai glukosa-6-fosfatase tetapi otot rangka tidak,

sehingga hati melepas glukosa sedangkan otot rangka melepas asam laktat.

Epinefrin juga menyebabkan penghambatan sekresi insulin akibat dominasi aktivasi

reseptor α2 yang menghambat, terhadap aktivasi reseptor β2 yang menstimulasi

sekresi insulin. Sekresi glucagon ditingkatkan melalui reseptor β pada sel α pancreas.

Selain itu epinefrin mengurangi ambilan glukosa oleh jaringan perifer, sebagian

akibat efeknya pada sekresi insulin, tapi juga akibat efek langsung pada otot rangka.

Akibatnya terjadi peningkatan kadar glukosa dan laktat dalam darah dan penurunan

kadar glikogen dalam hati dan otot rangka. Epinefrin melalui aktivasi reseptor β

meningkatkan aktivasi lipase trigliserida dalam jaringan lemak, sehingga

mempercepat pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol.

Akibatnya kadar asam lemak bebas dalam darah meningkat. Efek kalorigenik

epinefrin terlihat sebagai peningkatan pemakaian oksigen sebanyak 20 sampai 30%

pada pemberian dosis terapi. Efek ini terutama disebabkan oleh peningkatan

katabolisme lemak, yang menyediakan lebih banyak substrat untuk oksidasi.

Efek utamanya terhadap organ dan proses – proses tubuh penting dapat

diikhtisarkan sebagai berikut :

Page 18: agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

1. Jantung : daya kontraksi diperkuat ( inotrop positif ), frekuensi ditingkatkan

( chronotrop positif ), sering kali ritmenya di ubah.

2. Pembuluh : vasokontriksi dengan naiknya tekanan darah.

3. Pernapasan : bronchodilatasi kuat terutama bila ada konstriksi seperti pada asma

atau akibat obat.

4. Metabolisme ditingkatkan dengan naiknya konsumsi O2 dengan ca 25%, berdasarkan

stimulasi pembakaran glikogen ( glycogenolysis ) dan lipolysis. Sekresi insulin di

hambat, kadar glukosa dan asam lemak darah ditingkatkan.

2. Farmakokinetik

a. Absorbsi, pada pemberian oral, epinefrin tidak mencapai dosis terapi karena

sebagian besar dirusak oleh enzim COMT dan MAO yang banyak terdapat pada

dinding usus dan hati. Pada penyuntikan SK, absorbsi lambat karena vasokontriksi

local, dapat dipercepat dengan memijat tempat suntikan. Absorbsi yang lebih cepat

terjadi dengan penyuntikan IM. Pada pemberian local secara inhalasi, efeknya

terbatas terutama pada saluran napas, tetapi efek sistemik dapat terjadi, terutama

bila digunakan dosis besar.

b. Biotransformasi dan ekskresi, epinefrin stabil dalam darah. Degradasi epinefrin

terutama terjadi dalam hati terutama yang banyak mengandung enzim COMT dan

MAO, tetapi jaringan lain juga dapat merusak zat ini. Sebagian besar epinefrin

mengalami biotransformasi, mula – mula oleh COMT dan MAO, kemudian terjadi

oksidasi, reduksi dan atau konyugasi, menjadi metanefrin, asam 3-metoksi-4-

hidroksimandelat, 3-metoksi-4-hidroksifeniletilenglikol, dan bentuk konyugasi

glukuronat dan sulfat. Metabolit – metabolit ini bersama epinefrin yang tidak diubah

dikeluarkan dalam urin. Pada orang normal, jumlah epinefrin yang utuh dalam urin

hanya sedikit. Pada pasien feokromositoma, urin mengandung epinefrin dan NE

utuh dalam jumlah besar bersama metabolitnya.

3. Indikasi

Terutama sebagai analepticum, yakni obat stimulan jantung yang aktif sekali pada

keadaan darurat, seperti kolaps, shock anafilaktis, atau jantung berhenti. Obat ini sangat

Page 19: agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

efektif pada serangan asma akut, tetapi harus sebagai injeksi karena per oral diuraikan

oleh getah lambung.

4. Kontraindikasi

Epinefrin dikontraindikasikan pada pasien yang mendapat β-bloker nonselektif, karena

kerjanya yang tidak terimbangi pada reseptor α1 pembuluh darah dapat menyebabkan

hipertensi yang berat dan perdarahan otak.

5. Efek samping

Pemberian epinefrin dapat menimbulkan gejala seperti gelisah, nyeri kepala berdenyut,

tremor, dan palpitasi. Gejala – gejala ini mereda dengan cepat setelah istrahat. Pasien

hipertiroid dan hipertensi lebih peka terhadap efek – efek tersebut maupun terhadap

efek pada system kardiovaskular. Pada pasien psikoneuretik epinefrin memperberat

gejala – gejalanya.

NOREPINEFRIN

Norepinefrin adalah derivate tanpa gugus-metil pada atom-N. neurohormon ini

khususnya berkhasiat langsung terhadap reseptor α dengan efek fasokontriksi dan

naiknya tensi. Efek betanya hanya ringan kecuali kerja jantungnya ( β1 ). Bentuk-

dekstronya, seperti epinefrin, tidak digunakan karena ca 50 kali kurang aktif. Karena efek

sampingnya bersifat lebih ringan dan lebih jarang terjadi, maka norepinefrin lebih

disukai penggunaannya pada shok dan sebagainya. Atau sebagai obat tambahan pada

injeksi anastetika local.

A. Mekanisme Kerja

1. Farmakodinamika

NE bekerja terutama pada reseptor α, tetapi efeknya masih sedikit lebih lemah

bila dibandingkan dengan epinefrin. NE mempunyai efek β1 pada jantung yang

sebanding dengan epinefrin, tetapi hampir tidak memperlihatkan efek β2. Infus NE pada

manusia menimbulkan peningkatan tekanan diastolic, tekanan sistolik, dan biasnya juga

tekanan nadi. Resistensi perifer meningkat sehingga aliran darah melalui ginjal, hati dan

juga otot rangka juga berkurang. Filtrasi glomerulus menurun hanya bila aliran darah

ginjal sangat berkurang. Reflex vagal memperlambat denyut jantung, mengatasi efek

Page 20: agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

langsung NE yang mempercepatnya. Perpanjangan waktu pengisian jantung akibat

perlambatan denyut jantung ini, disertai venokonstriksi dan peningkatan kerja jantung

akibat efek langsung NE pada pembuluh darah dan jantung, mengakibatkan peningkatan

curah sekuncup. Tetapi curah jantung tidak berubah atau bahkan berkurang. Aliran

darah koroner meningkat, mungkin karena dilatasi pembuluh darah koroner tidak lewat

persarafan otonom tetapi dilepasnya mediator lain, antara lain adenosin, akibat

peningkatan kerja jantung dan karena peningkatan tekanan darah. Berlainan dengan

epinefrin, NE dalam dosis kecil tidak menimbulkan vasodilatasi maupun penurunan

tekanan darah, karena NE boleh dikatakan tidak mempunyai efek terhadap reseptor β2

pada pembuluh darah otot rangka. Efek metabolic NE mirip epinefrin tetapi hanya

timbul pada dosis yang lebih besar.

2. Indikasi

Pengobatan pada pasien shock atau sebagai obat tambahan pada injeksi pada

anastetika local.

3. Kontraindikasi

Obat ini dikontraindikasikan pada anesthesia dengan obat – obat yang

menyebabkan sensitisasi jantung karena dapat timbul aritmia. Juga dikontraindikasikan

pada wanita hamil karena menimbulkan kontraksi uterus hamil.

4. Efek Samping

Efek samping NE serupa dengan efek samping epinefrin, tetapi NE menimbulkan

peningkatan tekanan darah yang lebih tinggi. Efek samping yang paling umum berupa

rasa kuatir, sukar bernafas, denyut jantung yang lambat tetapi kuat, dan nyeri kepala

selintas. Dosis berlebih atau dosis biasa pada pasien yang hiper-reaktif ( misalnya pasien

hipertiroid ) menyebabkan hipertensi berat dengan nyeri kepala yang hebat, fotofobia,

nyeri dada, pucat, berkeringat banyak, dan muntah.

PENILEFRIN

1. Pertimbangan klinis

Penilefrin adalah nonkatekolamin dengan predominan oleh aktifitas agonis

α1(dosis tinggi dapat menstimulasi reseptor α2 dan β). Efek utama dari penilefrin adalah

vasokonstriksi dengan penaikan secara perlahan pada tahanan resisten perifer dan

Page 21: agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

tekanan darah arteri. Reflek takikardi dapat menurunkan kardiak output. Peningkatan

aliran darah koroner disebabkan oleh efek langsung dari vasokonstriksi penilefrin pada

arteri koroner yang dikendalikan oleh rangsangan vasodilatasi karena pelepasan dari

faktor – faktor metabolik.

Secarta klinis penilefrin mempunyai efek yang sama dengan norepinefrin tetapi

kurang potent dan lebih lama serat efek yang minimal pada SSP. Penyuntikan secara

intra vena dengan cepat pada pasien dengan penyakit arteri coroner mengakibatkan

peningkatan pada tekanan pembuluh darah sistemik yang diiringi dengan penurunan

curah jantung.

2. Dosis dan kemasan

Bolus kecil intravena dari 50 – 100 µg (0,5 – 1 µg/kg) dari penilefrin secara cepat

membalik penurunan tekanan darah yang disebabkan oleh vasodilatasi perifer.

(misalanya: anestesi spinal). Infus berkesinambungan (100 µg/ml pada rata-rata 0,25 – 1

µg/kg/min) akan menjaga tekanan darah arteri tetapi pada pengeluaran aliran darah

ginjal. Takifilaksis yang terjadi dengan infus penilefrin membutuhkan titrasi yang

meningkat dari infusnya. Penilefrin harus dilarutkan dari cairan 1% (10 mg/ampul 1 mL),

biasanya sampai 100 µg/mL larutan.

AGONIS 2

1. Pertimbangan klinis

Metildopa, sebuah obat prototipikal, sebuah analog dari levodopa. Metildopa

memasuki jalur sintesis norepinefrin dan dirubah ke α-metilnorepinefrin dan α-

metilepinefrin. Transmitter yang salah ini mengaktifkan α-adrenoreseptor, terutama

reseptor pusat α2. Sebagai hasilnya, pelepasan norepinefrin dan tonus simpatik tidak

ada. Penurunan pada tahanan vaskular perifer bertanggung jawab terhadap penurunan

tekanan darah arteri (efek puncak kurang dari 4 jam). Aliran darah ginjal dipertahankan

atau meningkat. Karena metildopa bergantung kepada metabolit untuk dapat efektif,

maka telah digantikan dengan aktifitas α2, walaupun masih direkomendasikan dalam

mengatasi tekanan darah tinggi dalam kehamilan.

Page 22: agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

Klonidine adalah agonis α2 yang sekarang secara umum digunakan untuk anti

hipertensi (menurunkan tahanan resisten sistemik) dan efek kronotropik negatif.

Belakangan ini, klonidine dan agonis α2 ditemukan mempunyai efek sedatif. Penelitian

telah memeriksa efek anestesi pada pemberian klonidin (3-5 µg/kg), intramuscular (2

µg/kg), intravena (1-3 µg/kg), transdermal (0,1-0,3 mg dilepaskan perhari), intrataekal

(75-150 µg), dan epidural (1-2 µg). secara umum, klonidin tampaknya dapat

menurunkan kebutuhan anestesi dan anlagesik (menurunkan MAC) dan membuat sedasi

dan ansiolisis. Selama anestesi umum, klonidin dilaporkan meningkatkan kestabilan

sirkulasi selama operasi dengan mengurangi level katekolamin. Selama anestesi

regional, termasuk blok saraf perifer, klonidin memperlama durasi dari blok. Efek

langsung pada medula spinalisdapat terjadi melalui reseptor postsinaptik α2 yang

terdapat pada kornu dorsalis. Kemungkinan keuntungan yang lain termasuk

menurunkan menggigil peska operasi, inhibisi dari opioid-menginduksi kekakuan otot,

melemahkan symptom gejala putus obat opioid, dan perawatan dari beberapa sindrom

penyakit kronik. Efek samping termasuk bradikardi, hipotensi, sedasi, depresi

pernafasan, dan mulut kering.

Tabel 12-2. Efek dari agonis adrenergik pada sistem organ

Page 23: agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

0, tidak ada efek; ↑, meningkat (ringan, sedang, ditandai); ↓, penurunan (ringan,

sedang, ditandai); ↓/ ↑, efek yang bervariasi; ↑/↑↑, peningkatan ringan hingga

sedang.

Dexmedetomidine adalah suatu turunan lipofilik α methylol dengan sifat

afinitas yang lebih kuat dari reseptor α2 daripada klonidin. Ini mempunyai sedasi,

analgesik, dan efek simpatolitik yang menumpulkan banyak respon kardiovaskular

yang tampak selama periode perioperatif. Bila digunakan saat intraopereatif, dapat

menurunkan kebutuhan anestesi intravena dan anestesi inhalasi; bila digunakan

saat posoperatif, dapat menurunkan analgesik yang sebelumnya dan kebutuhan

sedatif. Pasien tetap tersedasi bila tidak diganggu dan dapat cepat terangasang

dengan stimulasi. Sama seperti metildopa dan klonidin, dexemedetomidine adalah

simpatolitik karena pengeluaran simpatetik dikurangi. Ini dapat menjadi agen yang

bermanfaat untuk mengurangi kebutuhan anestesi intraoperatif dan untuk

mensedasi pasien yang diventilator postoperative di ruang pemulihan dan di ruang

rawat intensif karena efek ansiolitik dan analgesik. Hal ini dapat terjadi tanpa

depresi pernafsan yang signifikan. Pemberian yang cepat dapat meningkatkan

tekanan darah, tetapi hipotensi dan bradikardi dapat terjadi selama terapi masih

berlangsung.

Page 24: agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

Walaupun agen ini adalah agonis adrenergik, mereka juga dapat

dipertimbangkan sebagai simpatolitik karena pengeluaran simpatolitik dikurangi.

Penggunaan jangka panjang daripada agen ini, terutama klonidin dan

dexmedetomidine, mengarah ke supersensitisasi dan up-regulationdari reseptor;

dengan kelanjutan yang tidak jelas dari obat yang manapun, symptom gejala putus

obat akut bermanifestasi oleh krisis hipertensi yang dapat terjadi. Karena dari

peningkatan afinitas dari dexmedetomidine dibandingkan klonidin untuk reseptor

α2, sindrom ini dapat terjadi hanya setelah 48 jam dari pemberhentian penggunaan

obat dexmedetomidine.

2. Dosis dan Sediaan

Klonidin tersedia dalam bentuk oral, transdermal, atau sediaan parenteral (lihat

bagian Pertimbangan Klinis pada agonis α2 untuk dosisnya). Sediaan parenteral

disepakati hanya untuk epidural atau intrataekal digunakan sebagai obat tambahan

untuk analgesi/anestesi regional. Bagaimanapun, ini digunakan secara luas di Eropa

pada bolus intravena dengan dosis 50 µg untuk mengatur tekanan darah atau nadi.

Mempunyai onset masa kerja yang lambat.

EFEDRIN

1. Pertimbangan Klinis

Efedrin adalah alkaloid yang terdapat pada tumbuhan jenis efedra. Efeknya

seperti efek epinefrin, bedanya adalah bahwa efedrin efektif pada pemberian oral, masa

kerjanya jauh lebih panjang, efek sentralnya lebih kuat. Efedrin merupakan non

katekolamin sintetik kerja indirek yang menstimulasi reseptor α dan β adrenergik. Efek

farmakologis dari obat ini secara tidak langsung menyebabkan lepasnya norepinefrin

endogen (kerja indirek), tetapi obat ini juga mempunyai efek langsung pada reseptor

adrenergik (kerja direk). Efek kardiovaskular dari efedrin sama seperti epinefrin:

meningkatkan tekanan darah, laju nadi dan curah jantung. Seperti biasanya, efedrin juga

digunakan sebagai bronkodilator. Ada perbedaan penting, bagaimanapun juga: efedrin

mempunyai masa kerja yang lama karena efedrin adalah nonkatekolamin, tidak begitu

kuat, mempunyai efek langsung dan tidak langsung, dan menstimulasi sistem saraf pusat

Page 25: agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

(meningkatkan konsentrasi alveoli minimum). Efek tidak langsung agonis lainnya dari

efedrin dapat terjadi karena stimulasi pusat, pelepasan norepinefrin postsinaps perifer,

atau inhibisi dari pengambilan kembali norepinefrin.

Efedrin biasa digunakan sebagai vasopressor selama anestesi. Sebagai contoh,

pemberiannya harus dilihat sebagai ukuran sementara selama penyebab hipotensi

masih ditentukan dan ditangani. Tidak seperti efek langsung agonis α1, epinefrin tidak

menurunkan aliran darah uteri. Ini membuatnya sebagai vasopressor pilihan pada

banyak penggunaan obstetri. Efedrin juga dilaporkan memiliki efek antiemetik, terutama

yang berhubungan dengan hipotensi karena spinal anestesi. Premedikasi dengan

klonidin melawan efek dari efedrin. Efedrin, tidak seperti epinefrin, tidak menyebabkan

hiperglikemi. Midirasis terjadi sejalan dengan pemberian efedrin, dan stimulasi SSP

terjadi, walaupun kurang bila dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh amfetamin.

2. Dosis dan Sediaan

Pada dewasa, pemberian efedrin sebagai bolus 2,5 – 10 mg, pada anak-anak

diberikan bolus 0,1 mg/kg. dosis laluditingkatkan untuk menurunkanterjadinya

takifilaksis, yang mungkin terjadi karena deplesi dari penyimpanan norepinefrin. Efedrin

tersedia pada sedian 1 ampul mengandung 25 atau 50 mg obat.

ANTAGONIS ADRENERGIK

Penghambat adrenergik atau adrenolitik ialah golongan obat yang menghambat

perangasangan adrenergik. Berdasarkan tempat kerjanya, golongan obat ini dibagi atas

antagonis adrenoseptor dan penghambat saraf adrenergik. Antagonis adrenergik terikat

tetapi tidak mengaktifkan adrenoreseptor. Mereka beraksi dengan mencegah aktifitas

agonis adrenergik. Seperti agonis, antagonis dibedakan berdasarkan spektrum dari

interaksi reseptor. (tabel 12-3)

α BLOKER

terbagi menjadi α bloker non selektif, α1 bloker selektif dan α2 bloker selektif. α

bloker non selektif terbagi lagi menjadi 3 kelompok: derivat haloalkalamin, derivat

imidazolin dan alkaloid ergot.

Page 26: agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

FENTOLAMIN

1. Pertimbangan Klinis

Fentolamin memproduksi sebuah kompetitif (reversibel) memblokade reseptor

α. Antagonismeα1 dan relaksasi otot polos bertanggung jawab pada vasodilatasi perifer

dan penurunan pada tekanan darah arteri. Penurunan pada tekanan darah

memprovokasi reflek takikardi. Takikardi ini dirangsang oleh antagonisme dari reseptor

α2 pada jantung karena blokade α2 membuat pelepasan norepinefrin dengan

menghilangkan efek umpan balik. Efek kardiovaskular ini biasanya timbul dalam 2 menit

dan bertahan samapai 15 menit. Seperti semua dari antagonis adrenergik, perpanjangan

dari respon kepada respon blokade bergantung kepada tingakatan dari tonus simpatetik

yang sudah ada. Reflek takikardi dan hipotensi postural membatasi kegunaan dari

fentolamin kepada pengobatan dari hipertensi yang disebabkan oleh pengeluaran

berlebihan stimulasi α (cth: pheokromositomam efek putus obat klonidin).

Tabel 12-3. Selektifitas reseptor dari agonis adrenergik

Ket : 0,tidak ada efek; -, efek antagonis (ringan, sedang, ditandao). Labetalol juga dapat

mempunyai beberapa aktifitas agonis β2.

Fentolamin diberikan secara intravena sebagai blus intermiten (1-5 mg pada

dewasa) atau sebagai infus berkelanjutan (10 mg dalam 100 D5W [100 µg/mL]). Untuk

mencegah nekrosis jaringan diikuti ekstravasasi dari cairan intravena mengandung

sebuah agonis α (cth: norepinefrine), 5 – 10 mg dari fentolamin dalam 10 mL dari cairan

fisiologis dapat diinfiltrasi secara lokal. Fentolamin tersedia dalam sediaan bubuk lipofilik

Page 27: agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

(5 mg).

ANTAGONIS CAMPURAN – LABETALOL

1. Pertimbangan Klinis

Labetalol memblok reseptor α1-, β1- dan β2-. Perbandingan dari rasio blokade α

dengan blokade β telah diperkirakan untuk mendekati 1:7 mengikuti pemberian

intravena. Blokade campuran ini menurunkan tahan perifer vaskuler dan tekanan darah

arteri. Laju nadi dan curah jantung biasanya sedikit menurun atau tidak berubah. Jadi,

labetalol menurunkan tekanan darah tanpa reflek takikardi karena kombinasinya dengan

efek α- dan β-. Efek tertinggi biasanya terjadi dalam 5 menit setelah dosis intravena.

Gagal jantung kiri, paradoksikal hipertensi, dan bronkospasme telah dilaporkan.

2. Dosis dan Sediaan

Dosis awal yang direkomendasikan dari labetalol adalah 0,1 – 0,25 mg/kg

diberikan secara intravena lebih dari 2 menit. Dua kali jumlah ini dapat diberikan dengan

interval 10 menit sampai tekanan darah yang diinginkan telah dicapai. Labetalol dapat

juga diberikan sebagai infus berkesinambungan yang lambat (200mg dalam 250 mL

D5W) dengan kecepatan rata-rata 2 mg/menit. Bagaimanapun, karena waktu paruh

yang panjang (>5 jam), infus yang berkepanjangan tidak disarankan. Labetalol (5 mg/mL)

tersedia dalam 20 dan 40 mL. Kemasan dosis ganda dan di 4 dan 8 mL dosis tunggal

dalam jarum.

β BLOKER

Dikloroisoproterenol adalah β bloker yang pertama ditemukan tetapi tidak

digunakan karena obat ini juga merupakan agonis parsial yang kuat. Propranolol, yang

ditemukan kemudian menjadi prototipe golongan obat ini. β bloker mempunyai

bermacam tingkatan dari selektifitas untuk reseptor β1. Mereka yang lebih ke reseptor

β1 mempunyai pengaruh yang lebih sedikitpada bronkopulmonal dan reseptor vaskular

β2 (tabel 12-4). Secara teoritis, β1bloker yang selektif akan mempunyai kemampuan

efek inhibisi yang lebih sedikit terhadap reseptor β2. Sehingga obat ini lebih dipilih untuk

pasien dengan penyakit paru obstruksi kronik tau penyakit perifer vaskular. Pasien

dengan penyakit perifer vaskular dapat secara potensial menurunkan aliran darah jika

reseptor β2, yang mendilatasi arteriol, diblok.

Page 28: agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

β-bloker juga diklasifikasikan oleh jumlah dari aktifitas intrinsik simpatomimetik

(ISA) yang dimiliki. Banyak dari β-bloker mempunyai bebrapa peningkatan aktifitas

agonis; walaupun merekatidak akan memproduksi efek yang sama seperti agonis yang

sepenuhnya, seperti epinefrin. β-bloker dengan ISA tidak memiliki keuntungan seperti β-

bloker tanpa ISA dalam mengobat pasien yang mempunyai penyakit kardiovaskular. β-

bloker dapat diklasifikasikan lebih lanjut seperti yang dieliminasi pada metabolisme

hepatis (seperti atenolol dan metopronol), yang dikeskresikan diginjal tidak mengalami

perubahan (seperti atenolol), atau mereka yang dihidrolisa pada pembuluh darah

(seperti esmolol).

Berdasarkan sifat-sifat ini, β-bloker dibagi menjadi 3 golongan:

1. β-bloker yang mudah larut dalam lemak (propranolol, alprenolol, oksprenolol,

labetalol, dan metoprolol) semuanya diabsorpsi secara baik disaluran cerna,

tetapi bioavaibilitasnya rendah karena mengalami metabolisme lintas pertama

yang ekstensif dihati.

2. β-bloker yang mudah larut dalam air (astenolol, nadolol dan atenolol) tidak

mengalami metabolism, sehingga hampir seluruhnya siekskresikan utuh melalui

ginjal dan mempunyai waktu paruh yang panjang (> 6 jam).

3. β-bloker yang kelarutannya terletak diantara keduanya (timolol, bisoprolol,

asetabutol dan pindolol) diabsorpsi dengan baik dari saluran cerna, tetapi

mengalami metabolisme lintas pertama yang berbeda derajatnya.

ESMOLOL

1. Pertimbangan Klinis

Esmolol adalah antagonis β1selektif dengan masa kerja pendek yang

mengurangi laju nadi dan, untuk mengurangi tekanan darah yang berlebih. Obat ini

telah sukses digunakan untuk mencegah takikardi dan hipotensi pada rangsangan

peripoertif, seperti intubasi, rangsangan pembedahan, dan EMERGENCE. Sebagai

contohnya, esmolo (1 mg/kg) menyebabkan peningkatan pada tekanan darah dan laju

nadi yang biasanya diikuti dengan terapi elektrokonvulsi, tanpa mempengaruhi lamanya

Page 29: agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

kejang. Esmolol sama efektifnya seperti propanolol dalam mengkontrol nadi ventrikuler

dari pasien dengan atrial fibrilasi atau flutter. Walaupun esmolol dipertimbangkan

menjadi kardioselektif, pada dosis tinggi dia menginhibisi reseptor β2 pada bronkus dan

otot polos vaskular.

Masa kerja yang pendek dari esmolol adalah karena redistribusi yang cepat

(waktu paruh distribusi adalah 2 menit) dan hidrolisis oleh sel darah merah esterase

(waktu paruh eliminasi adalah 9 menit). Efek samping dapat dibalik dalam semenit

dengan menghentikan infus. Sama seperti semua antagonis β1, esmolol sebaiknya

menghindari pasien dengan sinus bradikardi, blok jantung lebih besar dari derajat 1,

syok kardiogenik, atau bahkan gagal jantung.

Tabel 12-4. Farmakologi dari β-bloker

ISA,Intrinsic sympathomimetic activity;+,efek ringan;0,tidak ada efek.

2. Dosis dan Sediaan

Esmolol diberikan sebagai bolus (0,2-0,5 mg/kg) untuk terapi jangka pendek,

seperti merangsang respon kardiovaskular untuk laringoskopi dan intubasi. Pengobatan

jangka panjang biasanya dimulai dengan dosis awal 0,5 mg/kg dimasukkan lebih dari 1

menit, diikuti dengan infus berkelanjutan 50 µg/kg/menit untuk mempertahankan efek

terapeutik. Bila ini gagal untuk menghasilkan respon yang diinginkan dalam 5 menit,

dosis awalnya dapat diulang dan infusnya ditingkatkan dengan perhitungan 50

µg/kg/menit setiap 5 menit sampai maksimum dari 200 µg/kg/menit. Esmolol tersedia

dalam vial dengan dosisi ganda untuk bolus. Pemberian mengandung 10 ml obat (10

Page 30: agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

mg/mL). ampul untuk infus berkelanjutan (2,5 g dalam 10 mL) juga tersedia tetapi harus

diencerkan untuk pemberian dengan konsentrasi 10 mg/mL.

PROPANOLOL

1. Pertimbangan Klinis

Propanolol secara nonselektif memblok reseptor β1 dan β2. Tekanan pembuluh

darah arteri diturunkan dengan beberapa mekanisme, termasuk menurunkan

kontraktilitas otot jantung, menurunkan laju nadi, dan menghilangkan pelepasan rennin,

curah jantung dan kebutuhan oksigen oto jantung juga dikurangi. Iskemik berhubungan

dengan peningkatan tekanan darah dan laju nadi. IMPEDANCE dari ejeksi ventrikuler

adalah menguntungkan pada pasien dengan obstruksi kardiomiopati dan aneurisma

aorta. Propanolol memperlambat konduksi atrioventrikuler dan menstabilisasi membran

miokard, walaupun efek yang terjadi tidak begitu signifikan pada dosis klinis. Propanolol

biasanya efektif terutama dlaam memperlambat respon ventrikuler kepada

supraventrikuler takikardi, dan biasanya mengontrol takikardi ventrikuler yang

berulanhg atau fibrilasi yang disebabkan oleh iskemik miokard. Propanolol memblok

efek adrenergik β dari tirotoksikosis dan pheokromasitoma.

Efek samping dari propanolol termasuk bronkospasme (antangonisme β2), gagal

jantung kongestif, bardikardi, dan blok jantung atrioventrikuler (antagonisme β1).

Propanolol mungkin memburuk depresi miokard dari anestesi inhalasi (cth: halotan)

atau tidak menutupi karakteristik negatif inotropik dari rangsangan jantung tidak

langsung (cth: isoflurane). Pemberian terus-menerus dari propanolol dan verapamil

(sebuah bloker kalsium chanel) dapat secara sinergi menekan laju nadi, kontraktilitas,

dan induksi nodus atrioventrikuler.

Memberhentikan terapi β-bloker untuk 24-48 jam dapat memacu gejala putus

obat yang ditandai dengan hipertensi (hipertensi yang berulang), takikardi, dan angina

pektoris. Efek ini timbul sebagai sebab dari peningkatan jumlah reseptor adrenergik β

(up-regulasi). Propanolol mengikat protein secara ekstensif dan dibuang dari

metabolisme hati. Waktu paruh eliminasinya dari 100 menit cukup lama dibandingkan

esmolol.

Page 31: agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

2. Dosis dan Sediaan

Dosis individu membutuhkan propanolol yan bergantung kepada tonus dasar

simpatetik. Secara umum, propanolol dititrasi sesuai efek yang diinginkan, dimulai

dengan 0,5 mg dan meningkat dengan penambahan 0,5 mg setiap 3-5 menit. Dosis total

jarang melebihi 0,15 mg/kg. Propanolol tersedia dalam ampul 1 mL berisi 1 mg.

Page 32: agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penyusunan makalah ini dapat disimpulkan bahwa ;

1. Agonis adrenergik berinteraksi dengan perubahan tertentu pada adrenoseptor α

dan β. Aktifitas yang tumpang tindih mempengaruhi perkiraan dari efek klinis.

adrenergik agonis dari yang lainnya adalah struktur kimiawinya. Adrenergik

agonis memiliki struktur 3,4 dihidroksibenzen yang dikenal sebagai katekolamin.

Obat-obatan ini biasanya kerja pendek karena metabolismenya oleh monoamin

oksidase dan katekol-O-metiltransferase. Adrenergik agonis biasanya digunakan

pada anestesiologi. Penghambat adrenergik atau adrenolitik ialah golongan obat

yang menghambat perangasangan adrenergik. Berdasarkan tempat kerjanya,

golongan obat ini dibagi atas antagonis adrenoseptor dan penghambat saraf

adrenergik. Antagonis adrenergik terikat tetapi tidak mengaktifkan

adrenoreseptor. Mereka beraksi dengan mencegah aktifitas agonis adrenergik.

Seperti agonis, antagonis dibedakan berdasarkan spektrum dari interaksi

reseptor.

2. Jenis golongan obat agonis adrenergik antara lain ; epinefrin, norepinefrin,

pelinefrin, obat yang berargonis seperti dextemetodine, efedrin, dan

sebagainya. Sedangkan golongan obat antagonis adrenergik antara lain ;

fentolamin, labetalol, esmolol, propanolol, dan sebagainya.

B. Saran

Diharapkan bagi para pembaca agar dapat memahami materi ini dengan baik,

sehingga kita dapat mengetahui bagaimana efek farmakodinamik dan farmakokinetik

dari suatu obat khususnya dalam bidang farmasi. Semoga makalah ini sangat

bermanfaat bagi kita semua.

Page 33: agonis adrenergik dan antagonis adrenergik

DAFTAR PUSTAKA

Bagian Farmakologi Universitas Indonesia.: Farmakologi dan terapi, 4 th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,1995:Bab V, VI.

Ganiswara, Sulistia G(Ed), 1995, Farmakkologi dan Terapi, Edisi 4, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.

Morgan G. Edward,Jr, MD; Clinical Anesthesiolgy; 4th ed. New york: The Mc Graw-Hill, 2006: chapter 12.

Salma, 2011, http://salmalovejemy.blogspot.sg/2011/10/farmakologi-adrenergik.html. Diakses pada tanggal 1 november 2014

Siswandono, Soekardjo, B, 2008, Kimia Medisinal, Jilid 2, Airlangga University Press, Surabaya.

Stoelting K. Robert, MD; Pharmacology & Physiology in Anesthetic Practice, 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2006: chapter 12.