94791774 Refreshing Morbili 1
-
Upload
norman-ahmad-riyandi -
Category
Documents
-
view
51 -
download
8
Transcript of 94791774 Refreshing Morbili 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Morbili atau campak merupakan penyakit endemis, terutama di negara
sedang berkembang, di Indonesia penyakit morbili sudah di kenal sejak lama. Di
masa lampau morbili di anggap sebagai suatu hal yang harus dialami setiap anak,
sehingga anak yang terkena campak tidak perlu diobati, mereka beranggapan
bahwa penyakit campak dapat sembuh sendiri bila ruam sudah keluar. Ada
anggapan bahwa semakin banyak ruam yang keluar semakin baik. Bahkan ada
usaha dari masyarakat untuk mempercepat keluarnya ruam. Ada kepercayaan
bahwa penyakit campak akan berbahaya bila ruam tidak keluar pada kulit sebab
ruam akan muncul di dalam rongga tubuh lain seperti tenggorokan, paru, perut
dan usus. Hal ini diyakini akan menyebabkan anak sesak nafas atau diare, yang
dapat menyebabkan kematian. Dari penelitian retrospektif dilaporkan bahwa
morbili di Indonesia ditemukan sepanjang tahun. Studi kasus morbili yang dirawat
inap di rumah sakit selama kurun waktu lima tahun ( 1984-1988), memperlihatkan
peningkatan kasus pada bulan Maret dan mencapai puncak pada bulan Mei,
Agustus, September, dan Oktober. 1
Pengalaman menunjukkan bahwa epidemi campak di Indonesia timbul
secara tidak teratur. Didaerah perkotaan epidemi morbili terjadi setiap 2-4 tahun.
Wabah terjadi pada kelompok anak yang rentan terhadap campak, yaitu di daerah
dengan populasi balita banyak mengidap gizi buruk dan daya tahan tubuh yang
lemah. Telah diketahui bahwa morbili menyebabkan penurunan daya tahan tubuh
secara umum, sehingga mudah terjadi infeksi sekunder atau penyulit. Penyulit
yang sering dijumpai ialah bronkopneumonia (75,2%), gastroenteritis (7,1%),
ensefalitis (6,7%), dan lain-lain (7,9%). 1
Secara biologik, campak mempunyai sifat adanya ruam yang jelas, tidak
diperlukan hewan perantara, tidak ada penularan melalui serangga (vektor),
adanya siklus musiman dengan periode bebas penyakit, tidak ada penularan virus
1
secara tetap, hanya memiliki satu serotipe virus dan adanya vaksin campak yang
efektif. 1
Sifat-sifat biologik campak ini serupa dengan cacar. Hal ini menimbulkan
optimisme kemungkinan campak dapat dieradikasi dari muka bumi sebagaimana
yang dapat dilakukan terhadap penyakit cacar. Cakupan imunisasi campak yang
lebih dari 90% akan menghasilkan daerah bebas campak, seperti halnya di
Amerika serikat. 1
1.2 EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) morbili
menduduki tempat ke-5 dalam urutan macam penyakit utama pada bayi (0,7%)
dan tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada anak usia 1-4 tahun
(0,77%). 1
Di Indonesia penyakit morbili mendapat perhatian khusus sejak tahun 1970,
setelah terjadi wabah morbili yang cukup serius di Pulau Lombok (dilaporkan 330
kematian di antara 12.107 kasus) dan di Pulau Bangka (65 kematian di antara 407
pasien) pada tahun yang sama. Sampai sekarang permasalahan morbili masih
menjadi sumber perhatian dan keprihatinan. Wabah dan kejadian luar biasa
morbili masih sering terjadi. Salah satu di antaranya adalah wabah di Kecamatan
Cikeusal – Kabupaten Serang pada tahun 1981, dengan CFR mencapai 15%. Pada
kejadian luar biasa morbili di Desa Bondokodi – Kabupaten Sumba Barat pada
bulan Agustus 1984 sampai Februari 1985 , 50% anak balita terserang morbili
dengan CFR 5,3%. 1
Menurut kelompok umur kasus morbili yang rawat inap di rumah sakit
selama kurun waktu 5 tahun (1984-1988) menunjukkan proporsi yang terbesar
dalam golongan umur balita dengan perincian 17,6% berumur < 1 tahun, 15,2%
berumur 1 tahun, 20,3% berumur 2 tahun, 12,3% berumur 3 tahun dan 8,2%
berumur 4 tahun. 1
Hampir semua anak Indonesia yang mencapai usia 5 tahun pernah terserang
penyakit morbili, walaupun yang dilaporkan hanya sekitar 30.000 kasus pertahun.
2
Hasil survei prospektif oleh badan Litbangkes di Sukabumi tahun 1982
menunjukkan CFR morbili pada balita sebesar 0,64%. Laporan kasus di rumah
sakit menunjukkan CFR morbili yang jauh lebih besar. Hal ini disebabkan
kebanyakan kasus morbili yang dibawa ke rumah sakit yang merupakan kasus
yang parah dan hampir selalu dengan penyulit. Bagian anak RS Pringadi Medan
melaporkan bahwa angka kematian akibat penyulit morbili rata-rata 26,4% setiap
tahunnya. 1
Kejadian luar biasa morbili lebih sering terjadi di daerah pedesaan terutama
daerah yang sulit dijangkau oleh pelayanan kesehatan, khususnya dalam program
imunisasi. Di daerah transmigrasi sering terjadi wabah dengan angka kematian
yang tinggi. Di daerah perkotaan khusus, kasus morbili tidak terlihat, kecuali dari
laporan rumah sakit. Hal ini tidak berarti bahwa daerah urban terlepas dari
campak. Daerah urban yang padat dan kumuh merupakan daerah rawan terhadap
penyakit yang sangat menular seperti campak. Daerah semacam ini dapat
merupakan sumber kejadian luar biasa penyakit campak. 1
Angka kejadian campak di Indonesia sejak tahun1990 sampai 2002 masih
tinggi sekitar 3000-4000 per tahun demikian juga frekuensi terjadinya kejadian
luar biasantampak meningkat dari 23 kali per tahun menjadi 174, namun case
fatality rate telah dapat diturunkan dari 5,5% menjadi 1,2%. Umur terbanyak
mnederita campak adlah <12 bulan, diikuti kelompok umur 1-4 dan 5-14 tahun.2
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Morbili adalah penyakit virus akut yang sangat menular, disebabkan oleh
virus yang umumnya menyerang anak. Morbili memiliki gejala klinis khas yaitu
terdiri dari 3 stadium yang masing-masing mempunyai ciri khusus: masa tunas
10-12 hari, (1) stadium prodromal dengan gejala pilek dan batuk yang meningkat
dan ditemukan enantem pada mukosa pipi (bercak koplik), faring dan peradangan
mukosa konjungtiva, (2) stadium erupsi, pada stadium ini muncul ruam
makulopapular dengan pola cephalocaudal mulai dari belakang telinga menyebar
ke muka, badan, lengan dan kaki yang didahului dengan suhu badan yang
meningkat dan (3) stadium konvalesen selanjutnya ruam menjadi menghitam dan
mengelupas. 1
Morbili adalah penyakit anak menular yang lazim biasanya ditandai dengan
gejala gejala utama ringan, ruam serupa dengan campak ringan atau demam
scarlet, pembesaran dan nyeri kelenjar limfe.6
2.2 ETIOLOGI
Virus berada di sekret nasofaring dan di dalam darah, minimal selama masa
tunas dan dalam waktu yang singkat sesudah timbulnya ruam. Virus tetap aktif
minimal selama 34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawetan
beku, minimal 4 minggu disimpan dalam temperatur 35°C, dan beberapa hari
pada suhu 0°C. Virus tidak aktif pada pH rendah.1
Bentuk Virus
Virus morbili termasuk golongan paramyxovirus berbentuk bulat dengan tepi
yang kasar dan bergaris tengah 140 nm, dibungkus oleh selubung luar yang
terdiri dari lemak dan protein. Di dalamnya terdapat nukleokapsid yang
berbentuk bulat lonjong, terdiri dari bagian protein yang mengelilingi asam
4
nukleat (RNA) – yang merupakan struktur heliks nukleoprotein dari
myxovirus. Pada selubung luar sekali terdapat tonjolan pendek. Salah-satu
protein yang berada di selubung luar berfungsi sebagai hemaglutinin.1
Ketahan Virus
Virus morbili adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi.
Apabila berada di luar tubuh manusia, keberadaannya tidak kekal. Pada
temperatur kamar ia akan kehilangan 60% sifat infektivitasnya setelah 3-5
hari, pada suhu 37°C waktu paruh usianya 2 jam, sedangkan pada suhu 56°C
hanya satu jam. Sebaliknya virus ini mampu bertahan dalam keadaan dingin.
Pada suhu - 70°C dengan media protein ia dapat bertahan hidup selama 5,5
tahun, sedangkan dalam lemari pendingin dengan suhu 4-6°C, dapat hidup
selama 5 bulan. Tetapi bila tanpa media protein, virus ini hanya mampu
bertahan selama 2 minggu, dan dapat dengan mudah dihancurkan dengan sinar
ultraviolet.1
Oleh karena selubungnya terdiri dari lemak maka virus campak termasuk
mikroorganisme yang bersifat ether labile. Pada suhu kamar, virus ini akan
mati 20% ether setelah 10 menit dan dalam 50% aseton setelah 30 menit.
Virus camapak juga sensitif terhadap 0,01% betapropiacetone – pada suhu
37°C dalam 2 jam, ia akan kehilangan sifat infektivitasnya namun tetap
memiliki antigenitas penuh. Sedangkan dalam formalin 1 / 4.000, virus ini
menjadi tidak efektif setelah 5 hari, tetapi tetap tidak kehilangan
antigenitasnya. Penambahan tripsin akan mempercepat hilangnya potensi
antigenik.1
Pertumbuhan Virus
Virus morbili dapat tumbuh pada berbagai macam tipe sel, tetapi untuk isolasi
primer digunakan biakan sel ginjal manusia atau kera. Pertumbuhan virus
morbili lebih lambat daripada virus lainnya, baru mencapai kadar tertinggi
pada fase larutan setelah 7-10 hari. Virus tidak akan tumbuh dengan baik pada
perbenihan primer yang terdi dari continuous cell lines, tetapi dapat diisolasi
dari biakan primer sel manusia atau kera terlebih dahulu dan selanjutnya virus
5
ini akan dengan mudah menyesuaikan diri dengan berbagai macam biakan
yang terdiri dari continuous cell lines yang berasal dari sel gana maupun sel
normal manusia. Sekali dapat menyesuaikan diri pada perbenihan tersebut, ia
dapat tumbuh dengan cepat dibandingkan dalam perbenihan primer, dan
mencapai kadar maksimumnya dalam 2-4 hari.1
Virus morbili menyebabkan dua perubahan sitopatik. Perubahan sitopatik
yang pertama berupa perubahan pada sel yang batas tepinya menghilang
sehingga sitoplasma dari banyak sel akan saling bercampur dan membentuk
anyaman dengan pengumpulan 40 nukleus di tengah. Inclusion bodies
tamapak pada kedua sitoplasma dan intinya. Efek sitopatik yang kedua
menyebabkan perubahan bentuk sel perbenihan dari poligonal menjadi bentuk
glondong. Sel ini menjadi lebih hitam dan membias daripada sel normal dan
jiak di cat menunjukakn inclusion bodies yang berada di dalam inti. Efek pada
sel gelondong lebih sering terjadi pada sub-kultur yang berurutan, terutama
apabila virus telah menyesuaikan diri dalam sel amnion manusia.1
Ada atau tidak adanya glutamin dalam media mungkin menentukan efek
sitopatik utama mana yang akan timbul, terutama bila virus ditumbuhkan
dalam sel H.Ep2. Tipe efek sitopatik yang bervariasi ini tergantung pada tipe
sel penjamu, media, jalur virus yang dilalui dan genetik strain virus itu sendiri,
struktur serat dan pipa kecil terlihat dalam inti sel yang terinfeksi virus
morbili, namun struktur tersebut bukan merupakan partikel virus melainkan
tanda istimewa dari infeksi virus morbili. Struktur serupa juga terlihat pada
kasus subacute sclerosing encephalitis.1
Struktur antigenik
Virus morbili menunjukkan antigenitas yang homogen, berdasarkan penemuan
laboratorik dan epidemiologik. Infeksi dengan virus morbili merangsang
pembentukan neutralizing antibody, complement fixing antibody dan
haemaglutinine inhibition antibody. Imunoglobulin kelas IgM dan IgG
distimulasi oleh infeksi morbili, muncul bersama-sama diperkirakan 12 hari
setelah infeksi dan mencapai titer tertinggi setelah 21 hari. Kemudian IgM
6
menghilang dengan cepat sedangkan IgG tinggal tidak terbatas dan
jumlahnya terukur. Keberadaan imunoglobulin IgM menunjukkan pertanda
baru terkena infeksi atau baru mendapatkan vaksinasi, sedangkan IgG
menunjukkan bahwa pernah terkena infeksi walaupun sudah lama. Antibodi
IgA sekretori dapat dideteksi dari sekret nasal dan terdapat di seluruh
saluran nafas. Daya efektivitas vaksin virus morbili yang hidup dibandingkan
dengan virus morbili yang mati adalah adanya IgA sekretori yang hanya
dapat ditimbulkan oleh vaksin virus morbili hidup.1
Seluruh virion penting untuk infeksi, tetapi antibodi protektif sudah dapat
terbentuk dengan penyuntikan antigen hemaglutinin murni. Bila lebih dari satu
bagian virus muncul, dapat menyebabkan hemaglutinasi pada sel darah
merah kera dan baboon. Antigen ini dapat dipisahkan dari antigen lainnya
yang terbawa bersama virus, dengan membubuhkan Tween 80 ether. Dengan
pemberian Tween 80 ether, terlepaslah inti kapsul yang bertanggungjawab
terhadap terbentuknya complement fixing antibody. Hemolisin mungkin
berasal dari selubung luar yang dapat menyebabkan perubahan sitopatik,
namun tidak ditularkan. 1
Penularan
Campak biasanya ditularkan sewaktu seseorang menyedot virus campak yang
telah dibatukkan atau dibersinkan ke dalam udara oleh orang yang dapat
menularkan penyakit. Campak merupakan salah satu infeksi manusia yang
paling mudah ditularkan. Berada di dalam kamar yang sama saja dengan
seorang penderita campak dapat mengakibatkan infeksi.
Penderita campak biasanya dapat menularkan penyakit dari saat sebelum
gejala timbul sampai empat hari setelah ruam timbul. Waktu dari eksposur
sampai jatuh sakit biasanya adalah 10 hari. Ruam biasanya timbul kira-kira 14
hari setelah eksposur.7
2.3 PATOGENESIS
Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat
7
menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi secara droplet
melalui udara, sejak 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah
timbul ruam. Di tempat awal infeksi, penggandaan virus sangat minimal dan
jarang dapat ditemukan virusnya. Virus masuk ke dalam limfatik lokal, bebas
maupun berhubungan dengan sel mononuklear, kemudian mencapai kelenjar
getah bening regional. Di sini virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan
dan dimulailah penyebaran ke sel jaringan limforetikular seperti limpa. Sel
mononuklear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti
banyak (sel Warthin), sedangkan limfosit-T (termasuk T supressor dan T-he2per)
yang rentan terhadap infeksi, turut aktif membelah.1
Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui secara
lengkap, tetapi 5-6 hari setelah infeksi awal, terbentuklah fokus infeksi yaitu
ketika virus masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel
orofaring, kunjungtiva, saluran nafas, kulit, kandung kemih dan usus.1
Pada hari ke-9-10, fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan
konjungtiva, akan menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu sampai dua lapis
sel. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah
dan menimbulkan manifestasi klinis dari sistem saluran nafas diawali dengan
keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak merah. Respons
imun yang terjadi ialah proses peradangan epitel pada sistem saluran pernafasan
diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit
berat dan tampak suatu ulsera kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak
Koplik, yang dapat tanda pasti untuk menegakkan diagnosis.1
Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Sebagai akibat respons delayed
hypersensitivity terhadap antigen virus, muncul ruam makulopapular pada hari
ke-14 sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibodi humoral dapat dideteksi
pada kulit. Kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit se1-T.1
Fokus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel tampak
secara mikroskopik di epidermis tetapi virus tidak berhasil tumbuh di kulit.
Penelitian dengan imunofluoresens dan histologik menunjukkan adanva antigen
8
campak dan diduga terjadi suatu reaksi Arthus. Daerah epitel yang nekrotik di
nasofaring dan saluran pernafasan memberikan kesempatan infeksi hakteri
sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media dan lain-lain. Dalam
keadaan tertentu pneumonia juga dapat terjadi, selain itu campak dapat
menyebabkan gizi kurang.1
Patogenesis Campak tanpa Penyulit 8
Hari Manifestasi
0 Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel nasofaring atau
kemungkinan konjungtiva infeksi pada sel epitel dan multipikasi virus.
1-2 Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional
2-3 Viremia primer
9
3-5 Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat infeksi pertama dan
pada RES regional maupun daerah yang jauh
5-7 Viremia sekunder
7-11 Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk saluran nafas
11-14 Virus pada darah, saluran nafas dan organ lain
15-17 Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ menghilang.
2.4 MANIFESTASI KLINIK
Diagnosis campak biasanya dapat dibuat berdasarkan kelompok gejala
klinis yang sangat berkaitan, yaitu koriza dan mata meradang disertai batuk dan
demam tinggi dalam beberapa hari, diikuti timbulnya ruam yang memiliki ciri
khas, yaitu diawali dari belakang telinga kemudian menyebar ke muka, dada,
tubuh, lengan dan kaki bersamaan dengan meningkatnya suhu tubuh dan
selanjutnya mengalami hiperpigmentasi dan mengelupas.Pada stadium
prodromal dapat ditemukan enantema di mukosa pipi vang merupakan tanda
patognomonis campak (bercak Koplik).1
2.5 ANAMNESIS 2
- Adanya demam tinggi terus menerus 38,5°C atau lebih disertai batuk, pilek,
nyeri menelan, mata merah dan silau bila terkena cahaya (fotofobia), seringkali
diikuti diare.
- Pada hari ke 4-5 demam timbul ruam kulit, didahului oleh suhu yang meningkat
lebih tinggi dari semula. Pada saat itu anak mulai mengalami kejang demam.
- Saat ruam timbul, batuk dan diare dapat bertambah parah sehingga anak
mengalami sesak nafas atau dehidrasi. Adanya kulit kehitaman dan bersisik
(hiperpigmentasi) dapat merupakan tanda penyembuhan.
2.6 PEMERIKSAAN FISIK 2
10
Gejala klinis terjadi setelah masa tunas 10-12 hari terdiri dari 3 stadium:
- Stadium prodromal : berlangsung 2-4 hari, ditandai dengan demam yang diikuti
dengan batuk, pilek, faring merah, nyeri menelan, stomatitis dan konjungtivitis.
Tanda patognomonik timbulnya enantema mukosa pipi depan molar tiga disebut
bercak koplik
- Stadium erupsi : ditandai dengan timbulnya ruam makulopapular yang bertahan
selama 5-6 hari. Timbulnya ruam dimulai dari batas rambut dibrlakang telinga
kemudian menyebar ke wajah, leher dan akhirnya ekstremitas.
- Stadium penyembuhan (konvalesen): setelah 3 hari ruam berangsur-angsur
menghilang sesuai urutan timbulnya. Ruam kulit menjadi kehitaman dan
mengelupas yang akan menghilang setelah 1-2 minggu.
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG 2
Darah tepi : jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi
infeksi bakteri
Pemeriksaan untuk komplikasi
- Ensepalopati dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal, kadar elektrolit darah
dan analisis gas darah
- Enteritis : feses legkap
- Bronkopneumonia : dilakukan pemeriksaan rontgen thorak dan analisa gas
darah.
2.8 DIAGNOSIS
Diagnosis dibuat dari gambaran klinis, selama stadium prodormal, sel
raksasa multinuklear dapat ditemukan pada apusan mukosa hidung. Virus dapat
diisolasi pada biakan jaringan. Angka leukosit cenderung rendah dengan
limfositosis relatif. Pungsi lumbal pada penderita dengan ensefalitis campak
biasanya menunjukkan kenaikan protein dan sedikit kenaikan limfosit. Kadar
glukosa normal. Bercak koplik dan hiperpigmentasi adalah patognomonis untuk
11
rubeola/campak.
2.9 DIFERENSIAL DIAGNOSIS 1, 10
Diagnosis banding penyakit campak yang perlu dipertimbangkan adalah
campak jerman, infeksi enterovirus, eksantema subitum, meningokoksemia,
demam skarlantina, penyakit riketsia dan ruam kulit akibat obat, dapat dibedakan
dengan ruam kulit pada penyakit campak.
1. Campak jerman.
Pada penyakit ini tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran kelenjar di
daerah suboksipital, servikal bagian posterior, belakang telinga.
2. Eksantema subitum.
Perbedaan dengan penyakit campak. Ruam akan timbul bila suhu badan menurun.
3. Infeksi enterovirus
Ruam kulit cenderung kurang jelas dibandingkan dengan campak. Sesuai dengan
derajat demam dan berat penyakitnya.
4. Penyakit Riketsia
Disertai batuk tetapi ruam kulit yang timbul biasanya tidak mengenai wajah yang
secara khas terlihat pada penyakit campak.
5. Meningokoksemia
Disertai ruam kulit yang mirip dengan campak, tetapi biasanya tidak dijumpai
batuk dan konjungtivits.
6. Ruam kulit akibat obat
Ruam kulit tidak disertai dengan batuk dan umumnya ruam kulit timbul setelah
ada riwayat penyuntikan atau menelan obat.
7. Demam skarlantina.
Ruam kulit difus dan makulopapuler halus, eritema yang menyatu dengan tekstur 12
seperti kulit angsa secara jelas terdapat didaerah abdomen yang relatif mudah
dibedakan dengan campak
2.10 KOMPLIKASI
Laringitis akut
Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran
nafas, yang bertambah parah pada saat demam mencapai puncaknya.
Ditandai dengan distres pernafasan, sesak, sianosis dan stridor. Ketika
demam turun keadaan akan membaik dan gejala akan menghilang
Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus campak maupun akibat invasi bakteri.
Ditandai dengan batuk, meningkatnya frekuensi nafas, dan adanva
ronki basah halus. Pada saat suhu turun, apabila disebabkan oleh virus,
gejala pneumonia akan menghilang, kecuali batuk yang masih dapat
berlanjut sampai beberapa hari lagi. Apabila suhu tidak juga turun pada
saat yang diharapkan dan gejala saluran nafas masih terus berlangsung dapat
diduga adanya pneumonia karena bakteri yang telah mengadakan invasi
pada sel epitel yang telah dirusak oleh virus. Gambaran infiltrat pada foto
toraks dan adanya leukositosis dapat mempertegas diagnosis. Di negara
sedang berkembang dimana malnutrisi masih menjadi masalah, penyulit
pneumonia bakteri bisa terjadi dan dapat menjadi fatal bila tidak diberi
antibiotik.
Kejang demam
Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak demam
saat ruam keluar. Kejang dalam hal ini diklasifikasikan sebagai kejang,
demam.
Ensefalitis
Merupakan penyulit neurologik yang paling sering terjadi, biasanya terjadi
pada hari ke-4-7 setelah timbulnva ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1 dalam
1.000 kasus campak, dengan mortalitas antara 30-40%. Terjadinya ensefalitis
dapat melalui mekanisme imunologik maupun melalui invasi langsung virus
campak ke dalam otak.. Gejala ensefalitis dapat berupa kejang, letargi, koma
13
dan iritabel. Keluhan nyeri kepala, frekuensi nafas meningkat, twitching,
disorientasi juga dapat ditemukan. Pemeriksaan cairan serebrospinal
menunjukkan pleositosis ringan, dengan predominan sel mononuklear,
peningkatan protein ringan, sedangkan kadar glukosa dalam batas normal
SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis)
Subacute sclerosing panencephalitis merupakan kelainan degeneratif
susunan saraf pusat yang jarang disebabkan oleh infeksi virus campak yang
persisten. Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang sebelumnya
pernah menderita campak adalah 0,6-2,2 per 100.000 infeksi campak. Risiko
terjadi SSPE lebih besar pada usia yang lebih muda, dengan masa inkubasi rata-
rata 7 tahun. Gejala SSPE didahului dengan gangguan tingkah laku dan
intelektual yang progresif, diikuti oleh inkoordinasi motorik, kejang
umumnya bersifat mioklonik. Laboratorium menunjukkan peningkatan
globulin dalam cairan serebrospinal, antibodi terhadap campak dalam serum
(CF dan HAI) meningkat (1:1280). Tidak ada terapi untuk SSPE. Rata-rata
jangka waktu timbulnya gejala sampai meninggal antara 6-9 bulan
Otitis media
Invasi virus ke dalam telinga tengah umumnya terjadi pada campak.
Gendang telinga biasanya hiperemis pada fase prodromal dan stadium
erupsi. Jika terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak
karena invasi virus akan terjadi otitis media purulenta. Dapat pula terjadi
mastoiditis.
Enteritis
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada
fase prodromal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel mukosa usus.
Dapat pula timbul enteropati yang menyebabkan kehilangan protein (protein
losing enteropathy).
Konjungtivitis.
Pada hampir semua kasus campak terjadi konjungtivitis, yang ditandai dengan
adanya mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi dan fotofobia.
Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Virus campak atau
antigennya dapat dideteksi pada lesi konjungtiva pada hari-hari pertama sakit.
14
Konjungtivitis dapat memburuk dengan terjadinya hipopion dan pan-oftalmitis
hingga menyebabkan kebutaan. Dapat pula timbul ulkus kornea.
Sistem kardiovaskular
Pada EKG dapat ditemukan kelainan berupa perubahan pada gelombang T,
kontraksi prematur aurikel dan perpanjangan interval AN. Perubahan tersebut
bersifat sementara dan tidak atau hanva sedikit mempunyai arti klinis.
Adenitis servikal
Purpura trombositopenik dan non-trombositopenik
Pada ibu hamil dapat terjadi abortus, partus prematurus dan kelainan
kongenital pada bay
Aktivasi tuberculosis
Pneumomediastinal
Emfisema subkutan
Apendisitis
Gangguan gizi sampai kwasiorkhor
Infeksi piogenik pada kulit
Kankrum oris (noma)
2.11 PENATALAKSANAAN
Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan
cukup cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simtomatik, dengan
pemberian cairan yang cukup, suplemen nutrisi, antipiretik, antitusif, ekspektoran,
dan antikonvulsan bila diperlukan. Sedangkan pada campak dengan penyulit,
pasien perlu dirawat map. Di rumah sakit pasien campat dirawat di bangsal
isolasi sistem pernafasan, diperlukan perbaikan keadaan umum dengan
memperbaiki kebutuhan cairan dan diet yang memadai.1
Pengobatan morbili tanpa penyulit : 2
Tirah baring di tempat tidur
Vitamin A 100.000 IU per oral diberikan satu kali, apabila terdapat malnutrisi
dilanjutkan 1500 IU tiap hari.
o Usia 6 bulan – 1 tahun : 100.000 unit dosis tunggal p.o. 3
15
o Usia > 1 thn : 200.000 unit dosis tunggal p.o. 3
o Dosis dapat diulang pada hari ke-2 dan 4 minggu kemudian bila telah
didapat tanda defisiensi vitamin A.3
Vitamin A diberikan untuk membantu pertumbuhan epitel saluran nafas yang
rusak, menurunkan morbiditas campak juga berguna untuk meningkatkan titer
IgG dan jumlah limfosit total. 9
Diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai. Jenis makanan disesuaikan
dengan tingkat kesadaran pasien dan ada tidaknya komplikasi.
Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi
penyulit yang timbul, yaitu : 2
Bronkopneumonia
Diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis intravena
dikombinasikan dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari intravena dalarn 4 dosis,
sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per oral selama 7-10
hari. Oksigen 2 liter/menit. Apabila dicurigai infeksi spesifik, maka uji tuberkulin
dilakukan setelah anak sehat kembali (3-4 minggu kemudian) oleh karena uji
tuberkulin bisanya negatif (anergi) pada saat anak menderita campak. Gangguan
reaksi delayed hipersensiitivity disebabkan oleh sel limfosit- T yang terganggu
fungsiinya.
Enteritis
Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian cairan
intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis + dehidrasi.
Otitis media
Seringkali disebabkan oleh karena infeksi sekunder, sehingga perlu diberikan
antibiotik kotrimoksazol-sulfametokzasol (TMP 4 mg/ kgBB/hari dibagi dalam 2
dosis)
Ensefalopati,
Diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis intravena
dikombinasikan dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari intravena dalarn 4 dosis,
sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per oral selama 7-10
16
hari. Perlu reduksi jumlah pemberian cairan hingga 3/4 kebutuhan untuk edema
otak, di samping pemberian kortikosteroid, deksametason 1 mg/kbb/hari sebagai
dosis awal dilanjutkan 0,5 g/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis sampai kesadaran
membaik (bila pemberian lebih dari 5 hari dilakukan tappering off). Perlu dilakukan
koreksi elektrolit dan gangguan gas darah.1,2
Indikasi rawat : 2
- hiperpireksia (suhu > 39°C)
- dehidrasi
- kejang
- asupan oral sulit
- adanya komplikasi
2.12 PENCEGAHAN
Pencegahan campak dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif pada bayi
berumur 9 bulaan atau lebih. Program imunisasi campak secara luas baru
dikembangkan plaksanaannya pada tahun 1982.1
Pada tahun 1963 telah dibuat dua macam vaksin campak, yaitu (1) vaksin
yang berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan (tipe Edmonstone
B) dan , vaksin vang berasal dari virus campak yang dimatikan (virus campak
vang berada dalam larutan formalin vang dicampur dengan garam
aluminium). Sejak tahun 1967 vaaksin yang berasal dari virus campak vang
telah dimatikan tidak digunakan lagi oleh keren efek proteksinya hanya bersifat
sementara dan dapat mcnimbulkan gejala atypical meales yang hebat. Sebaliknya
vaksin campak yyaaang berasl dari virus hidup yang dilemahl;an dikembangkan
dari Edmonstone strain menjadi strain Schwarz (1965) dan kemudia menjadi strain
Moraten (1968) dengan mengembangbiakan virusnya pada embrio avam.
Vaksin Edmonstone Zagreb merupakan hasil biakan dalam human diploid cell
yang dapat digunakan secara inhalasi atau aerosol dengan hasil yang
memuaskan.1
17
Dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang dilemahkan
adalah 1.000 TCID-50 atau sebanyak 0,5 ml. Tetapi dalam hal vaksin hidup,
pemberian dengan 20 TCID50 saja mungkin sudah dapat memberikan hasil yang
baik. Cara pemberian yang dianjurkan adalah subkutan, walaupun dari data yang
terbatas dilaporkan bahwa pemberian secara intramuskular tampaknya
mempunyai efektivitas yang sama dengan subkutan. Intranasal dan cara
inokulasi konjungtiva sampai sekarang masih terus dilakukan penyelidikan untuk
mengetahui efektivitas pemberian vaksin Edmonstone B yang dilemahkan.
Sebaliknya pada pemberian vaksin Edmonstone Zagreb secara aerosol
didapatkan respons antibodi yang baik walaupun pada anak usia di bawah 9
bulan. Sayangnya pemberian aerosol ini sulit dan kurang praktis. 1
Kombinasi beberapa vaksin dalam satu semprit atau secara simultan di
beberapa tempat pada waktu vang sama sering digunakan untuk
menvederhanakan prosedur dan mengurangi biaya. Dalam hal demikian ada 2
kemungkinan yang mungkin terjadi, vaitu peningkatan respons imun atau
sebaliknya, menunggu respons imun. Laporan mengenai peningkatan reaksi
yang lebih baik karena pemakaian vaksin yang dikombinasikan dibandingkan
dengan vaksin tunggal, oleh peneliti tidak ditemukan. Dikatakan bahwa pada
kombinasi dengan virus mati tidak didapatkan penurunan respons imun akan
tetapi viruc hidup dapat saling mempengaruhi. Vaksin campak sering dipakai
bersama-sama dengan vaksin rubela dan parotitis epidemika yang dilemahkan,
vaksin polio oral, vaksin difteriatetanus dan lain-lain. Laporan beberapa peneliti
menvatakan bahwa kombinasi tersebut pada umumnva aman dan tetap efektif.
Seperti yang ditemukan oleh Schwarz (19 -15), serokonversi dapat terjadi antara
97-100%, sedangkan geoimetric mean fiter-nva sama tinggi dengan yang
didapatkan pada pemberian vaksin tunggal. 1
Efek proteksi dari vaksin campak diukur dengan berbagai macam cara.
Salah satu indikator pengaruh vaksin terhadap proteksi adalah penurunan angka
kejadian sakit kasus campak sesudah pelaksanaan program imunisasi. 1
Krugman, dkk mencatat bahwa sebagian besar kasus campak dari suatu
populasi kelompok anak sekolah akan menghilang setelah program imunisasi
18
berjalan lancar, sedangkan di masyarakat sekitarnya tingkat penularan yang
tinggi masih dijumpai. Hasil pengamatan tersebut sesuai dengan hasil nilai secara
nasional di Amerika Serikat maupun negara lainnya yang sudah melaksanakan
program imunisasi campak secara meluas. Metode lain untuk mengukur efek
proteksi dari vaksin campak ialah membandingkan angka kejadian sakit pada
kelompok anak yang sudah diimwlisasi dan mengukur efektivitas vaksin dengan
formula (ARU-ARU) x 100/ARU. Efektivitas vaksin dapat dihitung dengan
memakai pendekatan kasus dan kontrol, yaitu membandingkan proporsi kasus dan
kontrol yang sudah diimunisasi. Dan data yang benar, efektivitas vaksin adalah
sebesar 90-95% atau lebih. Hasil ini harus didukung dengan data serokonversi.
Perhitungan ini sangat bermanfaat apabila angka cakupan imunisasi campak
sangat tinggi, vaitu lebih dari 95%. Jika proporsi kasus campak pada kelompok
van(, sudah diimunisasi masih tetap tinggi berarti bahwa vaksinnva yang kurang
baik. Proteksi dapat dicatat dengan memeriksa respons imun dan manifestasi
klinis yang timbul akihat pemberian imunisasi dengan virus vaksin yang tidak
ganas. Akibat setiap pemberian imunisasi akan menvebabkan respons imun
anamnestik pada kasus yang tidak menunjukkan gejala klinis dari penvakitnya. 1
Indikasi kontra pemberian imunisasi campak berlaku bagi mereka yang
sedang menderita demam tinggi, sedang mendapat terapi imunosupresi, hamil,
memiliki riwayat alergi, sedang memperoleh pengobatan imunoglobulin atau
bahan-bahan berasal dari darah. 11
Kegagalan vaksinasi perlu dibedakan antara kegagalan primer dan
sekunder. Dikatakan primer apabila tidak terjadi serokonversi setelah
diimunisasi dan sekunder apabila tidak ada proteksi setelah terjadi
serokonversi. Berbagai kemungkinan yang menyebabkan tidak terjadinya
serokonversi ialah: (a) Adanya antibodi yang dibawa sejak lahir yang dapat
menetralisir virus vaksin campak yang masuk, (b) Vaksinnva yang rusak, (c)
Akibat pemberian imunoglobulin yang diberikan bersama-sama. Kegagalan
sekunder dapat terjadi karena potensi vaksin yang kurang kuat sehingga
respons imun yang terjadi tidak adekuat dan tidak cukup untuk memberikan
perlindungan pada bayi terhadap serangan campak secara alami. 1
19
2.13 PROGNOSIS
Prognosis baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi prognosis
buruk bila keadaan umum buruk, anak yang sedang menderita penyakit kronis
atau bila ada komplikasi4.
Biasanya sembuh dalam 7-10 hari setelah timbul ruam. Bila ada penyulit
infeksi sekunder/malnutrisi berat akan menyebabkan penyakit berat. Kematian
disebabkan karena penyulit (pneumonia dan ensefalitis). 3
Angka kematian kasus di Amerika Serikat telah menurun pada tahun-tahun
ini sampai tingkat rendah pada semua kelompok umur, terutama karena keadaan
sosioekonomi membaik.
Campak bila dimasukkan pada populasi yang sangat rentan, akibatnya
bencana. Kejadian demikian di pulau Faroe pada tahun 1846 mengakibatkan
kematian sekitar seperempat, hampir 2000 dari populasi total tanpa memandang
umur5.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Poorwo, Sumarno S. dkk. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis anak. Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia Cetakan kedua. Jakarta: 2010.
2. Pudjiadi, Antonius H, dkk. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak
Indonesia Jilid 1. Jakarta : 2010
3. Garna, Herry, dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak
Edisi ke 3. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD. Bandung : 2005
4. Hassan, et al. Ilmu Kesehatan Anak. Infomedika. Jakarta: 1985
5. Maldonado, Y. 2002. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC
6. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak vol 2. Jakarta. EGC : 2000
7. www.health.nsw.gov.au/resources/publichealth/infectious/diseases/
measles_contact_factsheet_pdf.asp
8. Phillips C.S. 1983. Measles. In: Behrman R.E., Vaughan V.C. (eds) Nelson
Textbook of Pediatrics. 12th edition. Japan. Igaku-Shoin/Saunders. p.743
9. Cherry J.D. 2004. Measles Virus. In: Feigin, Cherry, Demmler, Kaplan (eds)
Textbook of Pediatrics Infectious Disease. 5th edition. Vol 3. Philadelphia.
Saunders. p.2283 – 2298
10. Alan R. Tumbelaka. 2002. Pendekatan Diagnostik Penyakit Eksantema Akut
dalam: Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk. (ed.) Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi I. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. Hal.
113
11. Soegeng Soegijanto. 2001. Vaksinasi Campak. Dalam: I.G.N. Ranuh, dkk.
(ed) Buku Imunisasi di Indonesia. Jakarta. Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Hal. 105
21